Upload
deknis-styawn
View
336
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ortodontsi
Citation preview
MANAJEMEN MALOKLUSI KLAS I
Makalah Seminar Ortodonsia IV
Disusun oleh :
KELOMPOK I
Dian Kusmaryati 05/KG/7923 M. Robby Wardhana 07/KG/8127Dian Margi Utami 07/KG/8111 Resza Rizky Amalia 07/KG/8129Paramitasari D. 07/KG/8113 Yustika Chrysandra 07/KG/8131Aziz Budi P. 07/KG/8115 Alberta Vianney 07/KG/8133Fanny Framitha 07/KG/8117 Krisna Amretasari 07/KG/8135Aji Putri Amanda 07/KG/8119 Ajeng Wahyu W. 07/KG/8137Arief Setiawan 07/KG/8121 Niken Nurwiyanti 07/KG/8139Hajar Novelty Wity 07/KG/8123 Devi Nindya K. 07/KG/8141Nina Afriza Hapsari 07/KG/8125
Pembimbing:Prof.Dr.drg.Pinandi Sri Pudyani, SU., Sp.Ort (K)
Seminar OrthodonsiaSemester VIII
Presentasi:Kamis, 5 Mei 2011
BAGIAN ORTODONSIAFAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA2011
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Penampilan fisik merupakan aspek yang sangat penting untuk menumbuhkan
kepercayaan diri seseorang, termasuk susunan gigi yang rapi. Gigi dengan susunan yang
rapi dan senyum yang menawan akan memberikan pengaruh yang positif pada setiap
tingkat sosial. Banyak masyarakat melakukan perawatan ortodontik untuk memperbaiki
penampilan dan estetik sehingga meningkatkan kepercayaan diri (Bagio, 2003).
Maloklusi klas I, seperti yang didefinisikan oleh Angle, melibatkan maloklusi
pada gigi dengan hubungan antar rahang dalam keadaan normal dan harmonis.
Maloklusi klas I melibatkan ketidaksejajaran (malalignment) dan maloklusi gigi
individual pada bidang vertikal atau transversal. Bentuk maloklusi yang paling umum
dijumpai adalah protrusif bimaksiler dan crowding pada lengkung maksila dan
mandibula (Singh, 2007). Hubungan maloklusi klas I menghasilkan profil wajah yang
normal (Berhman, 1996).
Etiologi dari maloklusi klas I dapat disebabkan karena faktor dental, skeletal,
dan jaringan lunak. Faktor dental merupakan etiologi utama dari maloklusi klas I.
Kelainan yang paling sering muncul adalah ukuran gigi yang tidak normal dan
diskrepansi lengkung rahang (Mitchell, 2007). Maloklusi juga dapat timbul karena
faktor keturunan yaitu terdapat ketidaksesuaian ukuran rahang dengan ukuran gigi
(Bagio, 2003).
Kelainan yang terjadi pada maloklusi klas I ada bermacam-macam, antara lain
crowding, spacing, crossbite, deepbite, openbite, dan protrusif bimaksiler (Premkumar,
2008). Perawatan kelainan-kelainan tersebut biasanya dilakukan pada kelompok usia
remaja atau kadang-kadang dewasa. Pemilihan alat dan perlunya ekstraksi harus
dipertimbangkan berdasarkan kasus individual. Perawatan crowding ringan dilakukan
dengan menciptakan ruang melalui ekspansi lengkung gigi, sedangkan crowding yang
parah biasanya membutuhkan ekstraksi gigi premolar untuk memperoleh ruang (Singh,
2007). Jika ruang yang dibutuhkan telah tersedia, maka gigi dapat digerakkan ke posisi
2
yang normal menggunakan alat lepasan yang terdiri dari coil springs, retraktor kaninus,
busur labial, dan lain-lain (Iyyer, 2003). Kasus spacing dirawat dengan Hawley’s
appliances untuk menutup celah yang terjadi (Premkumar, 2008). Midline diastema
dirawat menggunakan alat lepasan dengan dua finger spring atau dengan split labial
bow untuk menggeser gigi insisivus sentral ke mesial (Premkumar, 2008). Kasus
deepbite dapat dirawat menggunakan anterior biteplane (Hobkirk, 2011). Perawatan
crossbite dapat dilakukan dengan removable inclined plane (Jigersone dkk., 2008).
I.2 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mempelajari manajemen perawatan
maloklusi klas I.
I.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan perawatan sehingga
didapatkan hasil perawatan yang optimal dari segi estetis dan fungsional.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Masalah-masalah yang berhubungan dengan maloklusi klas I pada dasarnya
bersifat dental dan kelainan tersebut dapat mengganggu estetik. Oleh karena itu, tujuan
utama pasien maloklusi klas I biasanya untuk memperbaiki estetik (Singh, 2007). Pada
maloklusi klas I, hubungan antero-posterior lengkung gigi pada umumnya normal.
Namun demikian ada berbagai macam kelainan yang dapat terjadi. Kelainan yang
sering terjadi antara lain: crowding, spacing, deepbite, crossbite, dan openbite
(Houston, 1975). Selain itu protrusif bimaksiler juga sering dijumpai pada maloklusi
klas I (Singh, 2007).
II.1 Crowding
Crowding merupakan manifestasi umum dari maloklusi klas I. Crowding dapat
terjadi akibat ketidakseimbangan antara ukuran gigi dengan panjang lengkung gigi
(Iyyer, 2003). Pada beberapa kasus, posisi apikal gigi benar dan ketidak teraturan gigi
disebabkan karena mahkota tidak berada pada posisi normalnya, sehingga diperlukan
gerakan tipping dari gigi tersebut dengan menggunakan alat lepasan (Isaacson dkk.,
2002). Perawatan gigi crowding dapat dilakukan dengan atau tanpa ekstraksi gigi untuk
mendapatkan ruang (Premkumar, 2008). Jika ruang yang dibutuhkan telah tersedia,
maka gigi dapat digerakkan ke posisi yang normal dengan menggunakan alat lepasan
yang menggabungkan coil springs, retraktor kaninus, busur labial (Iyyer, 2003).
II.2 Spacing
Jarak antar gigi (spacing) adalah salah satu manifestasi yang sering terlihat pada
maloklusi klas I. Spacing pada gigi decidui merupakan ciri yang normal dan dianggap
sebagai prognosis yang positif, sedangkan celah antar gigi pada gigi permanen
merupakan hal yang tidak normal. Celah ini dapat berada di area setempat atau seluruh
lengkung gigi. Morfologi gigi yang abnormal seperti mikrodonsia dapat menyebabkan
adanya spacing. Hilangnya gigi permanen juga dapat menyebabkan terjadinya spacing
karena gigi-gigi tetangga bergeser ke daerah tak bergigi tersebut (Iyyer, 2003). Alat
4
lepasan dapat digunakan untuk menutup celah dan meretraksi gigi (Premkumar, 2008).
Selain itu, spacing yang disebabkan karena mikrodonsia dapat dirawat dengan
pembuatan mahkota gigi. Celah juga dapat terjadi di antara gigi insisivus sentral rahang
atas yang disebut midline diastema. Perawatan midline diastema dapat dilakukan
melalui tiga fase, yaitu penghilangan etiologi, perawatan aktif dengan alat lepasan, dan
pemasangan retainer (Iyyer, 2003).
II.3 Crossbite
Crossbite merupakan malrelasi bukolingual dari gigi maksila dan mandibula di
mana satu gigi atau lebih pada maksila terletak lebih ke lingual daripada gigi mandibula
(Millet dan Welbury, 2000). Ada dua jenis crossbite berdasarkan letak gigi yang terlibat
dalam lengkung, yaitu crossbite anterior dan crossbite posterior. Crossbite anterior
adalah maloklusi di mana gigi anterior maksila berada pada posisi lebih lingual daripada
gigi anterior mandibula, sedangkan crossbite posterior adalah maloklusi di mana gigi
posterior maksila berada lebih lingual daripada gigi posterior mandibula (Premkumar,
2008). Perawatan crossbite anterior dapat dilakukan dengan removable inclined plane.
Alat ini memanfaatkan kekuatan otot sehingga gigi insisivus rahang atas untuk bergerak
ke labial (Jigersone dkk., 2008). Perawatan crossbite posterior dapat dilakukan dengan
slow rate expansion (Bishara, 2001).
II.4 Deepbite
Deepbite merupakan kelainan yang ditandai dengan adanya jarak vertikal yang
besar (lebih dalam) antara kedua sisi insisal insisivus rahang atas dan bawah dalam
keadaan oklusi sentrik. Deepbite dapat terjadi karena beberapa faktor penyebab antara
lain: supraklusi gigi insisivus rahang atas atau rahang bawah, overbite yang
berlebihan, infraklusi gigi molar, kebiasaan buruk (seperti bruxism, menghisap ibu
jari), pertumbuhan rahang atas yang terlalu cepat, dan kelainan genetik (Naeem,
2008). Alat lepasan dengan anterior biteplane dapat digunakan untuk mengurangi
deepbite dengan cara mengintrusi gigi anterior bawah dan merangsang agar gigi
posterior erupsi. (Hobkirk, 2011).
II.5 Openbite5
Ada dua jenis openbite, yaitu openbite anterior dan openbite posterior.
Openbite anterior adalah penyimpangan hubungan vertikal antara lengkung gigi
maksila dan mandibula yang ditandai dengan tidak adanya kontak antara tepi incisal
gigi anterior maksila dan mandibula (Stuani dkk., 2006). Openbite anterior dapat
disebabkan oleh kebiasaan buruk seperti mengisap jari dan mendorong lidah
(Tabacchini, 1986). Openbite posterior ditandai dengan kurangnya kontak antar gigi
posterior dalam posisi oklusi sentrik. Openbite posterior terjadi karena gangguan saat
erupsi baik sebelum maupun setelah gigi muncul dari tulang alveolar (Mandava dan
Kumar, 2009). Perawatan openbite terdiri dari terapi myofungsional, orthodontic
mechanotherapy (dengan alat cekat atau alat lepasan), dan terapi bedah (Burford dan
Noar, 2003).
II.6 Protrusif bimaksiler
Protrusif bimaksiler merupakan kelainan yang cukup sering terjadi pada
maloklusi klas I (Singh, 2007). Protrusif bimaksiler ditandai dengan adanya proklinasi
gigi anterior atas dan bawah. Etiologi protrusif bimaksiler adalah multifaktorial, namun
paling banyak disebabkan karena kelainan secara genetik, kebiasaan bernafas lewat
mulut, dan makroglosia. Protrusif bimaksiler dapat dideteksi dengan menggunakan uji
sefalometri (Bills dkk., 2005). Ciri-ciri protrusif bimaksiler antara lain: proklinasi gigi
rahang atas dan rahang bawah, hubungan molar dan kaninus normal, kedua rahang
prognasi, profil wajah cembung, serta wajah bagian atas lebih pendek (Singh, 2007).
Perawatan protrusif bimaksiler dapat melalui ekstrasi gigi kemudian jarak yang terjadi
dapat ditutup dengan cara meretraksi gigi anterior (Uribe dan Nanda, 2007).
BAB III
6
PEMBAHASAN
III.1 Perawatan Crowding
Gigi yang berjejal (crowding) membutuhkan ruang untuk mendapatkan
kesejajaran gigi yang normal. Crowding terjadi akibat ketidakseimbangan antara ukuran
gigi dengan panjang lengkung gigi (Iyyer, 2003). Analisis Moyers digunakan untuk
mengetahui diskrepansi panjang lengkung pada periode gigi bercampur, sedangkan
analisis Carey digunakan untuk menganalisis panjang lengkung pada periode gigi
permanen (Premkumar, 2008). Ada tiga metode untuk mendapatkan ruang yaitu
ekspansi lengkung gigi, ekstraksi gigi, dan pengurangan email (grinding) (Bennett dan
McLaughlin, 2002).
Gambar 1. Ekspansi lengkung gigi (Bennett dan McLaughlin, 2002)
Gambar 2. Ekstraksi gigi (Bennett dan McLaughlin, 2002)
Perawatan crowding dapat dilakukan dengan atau tanpa ekstraksi gigi.
Perawatan crowding tanpa ekstraksi dilakukan jika hasil perhitungan diskrepansi dalam
batas ringan. Perawatan tanpa ekstraksi di antaranya reduksi email pada bagian
proksimal gigi (grinding), ekspansi lengkung gigi, dan distalisasi molar untuk
mendapatkan ruang (Premkumar, 2008). Jika ruang yang dibutuhkan telah tersedia,
maka gigi dapat digerakkan ke posisi yang normal dengan menggunakan alat lepasan
7
yang menggabungkan coil spring, retraktor kaninus, busur labial, dan lain-lain (Iyyer,
2003).
III.2 Perawatan Spacing
III.2.1 Perawatan General Spacing
Spacing dapat dirawat melalui beberapa cara, yaitu dengan alat ortodontik atau
kombinasi alat ortodontik dan prostodontik. Namun demikian, penyebab dari spacing
harus dapat dideteksi dan dihilangkan terlebih dahulu. Spacing yang disebabkan oleh
tekanan seperti kebiasaan menghisap jempol, diatasi dengan menghilangkan kebiasaan
tersebut (Premkumar, 2008). Jika spacing disebabkan karena adanya patologi tulang
atau lesi kistik, maka lesi tersebut juga harus dihilangkan dahulu (Iyyer, 2003).
Spacing dapat ditutup dengan alat lepasan (Premkumar, 2008). Kawat busur
labial diaktivasi untuk menutup celah di antara gigi geligi. Pada prinsipnya, alat ini
dibuat dengan membentuk loop di daerah gigi kaninus atau premolar, kemudian loop
diaktifkan agar gigi bergerak menempati celah-celah yang ada. Plat akrilik di bagian
palatal atau labial harus dibuat sesuai dengan lengkung gigi yang ideal, sehingga gigi
yang teraktivasi tidak menjadi labioversi atau palatoversi (Harvold dan Vargervik,
1995).
Spacing yang terjadi sebagai akibat dari mikrodonsia dapat dirawat dengan
pembuatan mahkota (crown). Kondisi yang cukup sering dijumpai adalah insisivus
lateral maksila berbentuk pasak atau berukuran kecil sehingga menyebabkan spacing
pada gigi-gigi yang lain karena adanya pergeseran. Pada kasus seperti itu, ruang untuk
insisivus lateral dapat ditambah menggunakan alat lepasan dengan finger spring,
kemudian ruang yang terbentuk dapat digunakan untuk memasang mahkota prostetik
pada insisivus lateral tersebut (Iyyer, 2003).
III.2.2 Perawatan Midline Diastema
Perawatan midline diastema dapat dilakukan melalui tiga fase, yaitu
penghilangan etiologi, perawatan aktif, dan pemasangan retainer. Perawatan fase
pertama adalah penghilangan etiologi. Kebiasaan buruk yang menyebabkan midline
diastema harus dihilangkan dengan menggunakan habit breaker lepasan atau cekat.
8
Gigi mesiodens yang tidak erupsi dicabut, frenektomi dilakukan pada frenulum yang
tebal, dan patologi lain di daerah midline juga harus dirawat (Iyyer, 2003).
Perawatan fase kedua adalah perawatan aktif menggunakan alat lepasan.
Penggunaan alat lepasan dilakukan ketika diastema tidak lebih dari 2 mm dan
pergeseran yang dilakukan tidak mengganggu angulasi gigi (Staley dan Reske, 2002).
Alat lepasan sederhana dengan dua finger spring atau dengan split labial bow dapat
digunakan untuk menggeser gigi insisivus sentral ke mesial (Premkumar, 2008).
Finger spring tersebut dibuat dari kawat stainless steel berdiameter 0,5 atau 0,6 mm
(Singh, 2007). Finger spring dipasang pada bagian distal gigi insisivus sentral. Jika
menggunakan split labial bow, maka split labial bow tersebut dibuat dari kawat
stainless steel berdiameter 0,7 mm dan dipasang hingga ke bagian distal gigi insisivus
sentral (Iyyer, 2003). Loop spring juga bisa digunakan untuk merawat midline
diastema dengan memasangnya ke busur labial dari alat lepasan Hawley (Staley dan
Reske, 2002).
Gambar 3. Finger spring yang digunakan untuk menutup midline diastema
(Premkumar, 2008)
Gambar 4. Split labial bow yang digunakan untuk menutup midline diastema
(Premkumar, 2008)
9
Gambar 5. Loop spring yang digunakan untuk menutup midline diastema (Staley dan
Reske, 2002)
Perawatan fase ketiga adalah pemasangan retainer. Midline diastema mudah
dirawat tetapi sulit untuk dipertahankan. Oleh karena itu, dibutuhkan retensi jangka
panjang seperti lingual bonded retainer, atau dapat juga menggunakan retainer jenis
yang lain seperti banded retainer atau Hawley’s retainer (Iyyer, 2003).
Selain melalui tiga fase di atas, midline diastema juga dapat dirawat dengan
cara lain yaitu dengan restorasi dan pemasangan protesa (crown). Resin komposit
dapat digunakan untuk menutup midline diastema yang kecil (Premkumar, 2008).
Resin komposit tersebut ditumpatkan secara bertahap pada bagian mesial dan distal
gigi insisivus sehingga diperoleh bentuk dan ukuran gigi yang natural (Iyyer, 2003).
Pada midline diastema yang besar, penutupan dengan resin komposit akan
meningkatkan lebar mesiodistal gigi dan mengganggu estetik. Jika midline diastema
disebabkan karena gigi berbentuk pasak maka penutupan diastema sebaiknya
dilakukan dengan memasang crown, sedangkan pada midline diastema yang
disebabkan karena ada gigi yang tanggal maka penutupan diastema dapat dilakukan
dengan memasang implant (Singh, 2007).
III.3 Perawatan Crossbite
III.3.1 Perawatan Crossbite Anterior
Alat lepasan menggunakan peninggi gigitan pada posterior rahang atas
digunakan untuk mengoreksi crossbite pada bagian insisivus. Posterior bite block
digunakan saat mulai perawatan untuk menyediakan overbite yang cukup sehingga
gigi insisivus atas dapat bergerak ke labial (Bishara, 2001). Perawatan crossbite
anterior dapat dilakukan menggunakan removable inclined plane. Alat ini
memanfaatkan kekuatan otot sehingga gigi insisivus rahang atas bergerak ke labial
(Jigersone dkk., 2008).
Pembuatan removable inclined plane pada model diawali dengan pembuatan
base plate dan klamer Adam pada gigi 36 dan 46. Incline plane dibuat menutupi gigi 10
kaninus dan insisivus. Wax incline plane disesuaikan dengan tinggi dan sudut dalam
mulut. Wax kemudian diganti dengan akrilik dan setelah itu dipolish. Pertemuan
berikutnya removable inclined plane diinsersikan pada pasien dan dikoreksi dengan
articulation paper. Removable inclined plane harus dipakai setiap waktu dan pasien
diinstruksikan untuk makan makanan yang lunak sampai maloklusinya terkoreksi.
Perawatan ini berlangsung 7-8 minggu tergantung dengan keparahan kasus (Jigersone
dkk., 2008).
Gambar 6. Pembuatan removable inclined plane (Jigersone dkk., 2008)
Gambar 7. Cara kerja removable inclined plane (Jigersone dkk., 2008)
III.3.2 Perawatan Crossbite Posterior
Perawatan crossbite posterior dapat dilakukan dengan slow rate expansion.
Biasanya besar ekspansi untuk anak-anak dan remaja adalah 3 mm pada minggu
pertama dan 1,75 mm setiap minggu setelahnya. Ekspansi pada usia dewasa dilakukan
sebesar 2,2 mm pada minggu pertama dan 1,75 mm pada minggu kedua, dan 1,0 mm 11
setiap minggu setelahnya. Alat lepasan dengan jackscrew dapat digunakan untuk
perawatan crossbite posterior pada anak-anak dan remaja. Klamer Adam dipasang
pada gigi posterior yang memiliki area undercut yang cukup. Retainer Hawley dapat
digunakan setelah lengkung atas melebar (Bishara, 2001).
III.4 Perawatan Deepbite
Penyebab deepbite harus diketahui sebelum melakukan perawatan. Deepbite
dapat disebabkan oleh kurangnya tinggi wajah bagian bawah, gigi posterior erupsinya
kurang penuh, atau gigi anterior erupsi berlebihan (Singh, 2007). Berbagai peralatan
ortodontik dapat digunakan untuk mengurangi deepbite, seperti alat lepasan dengan
anterior biteplane. Anterior biteplane dirancang untuk mengurangi deepbite dengan
mengintrusi gigi anterior bawah dan merangsang agar gigi posterior erupsi. Karena
biteplane membutuhkan adaptasi pertumbuhan ke occlusal vertical dimension yang
baru, maka biteplane kurang efektif jika digunakan oleh pasien dewasa (Hobkirk,
2011).
Anterior biteplane dapat digunakan untuk mengurangi deepbite pada pasien
dengan gigi posterior yang kurang erupsi. Anterior biteplane biasanya dibuat pada alat
lepasan. Gigi insisivus mandibula beroklusi dengan akrilik di lingual gigi insisivus
maksila. Dengan demikian, gigi posterior tidak dapat beroklusi dan terangsang untuk
erupsi (Proffit dan Fields, 2000). Tujuan penggunaan anterior biteplane adalah untuk
menaikkan tinggi wajah bagian bawah dengan mengontrol dimensi vertikal
(Clark,2002). Anterior biteplane dibuat di belakang gigi insisivus dan kaninus.
Anterior biteplane harus dibuat datar dan tidak boleh miring. Ketebalannya harus cukup
untuk membuka gigitan pada regio premolar yaitu 4-5 mm. Lekukan dapat ditambahkan
pada anterior biteplane untuk mendukung tepi incisal gigi insisivus mandibula (Singh,
2007).
12
Gambar 8. Anterior biteplane (Singh, 2007)
Dalam perawatan deepbite, pengembangan vertikal molar bawah dianjurkan
dilakukan dari awal fase aktif perawatan dengan cara pemotongan bertahap blok gigitan
atas secara oklusodistal untuk memungkinkan molar bawah erupsi (Rakosi dan Graber,
2010). Urutan pemotongan secara bertahap bertujuan untuk mendorong erupsi selektif
gigi posterior yang nanti akan meningkatkan dimensi vertikal. Tujuannya adalah untuk
menaikkan tinggi wajah bagian bawah dan memperbaiki keseimbangan wajah dengan
mengontrol dimensi vertikal (Clark,2002).
III.5 Perawatan Openbite
Perawatan anterior openbite (AOB) tergantung pada usia pasien, tingkat
kepedulian, harapan pasien dan etiologi dari maloklusi. Perawatan AOB terdiri dari
terapi myofungsional, orthodontic mechanotherapy (menggunakan alat cekat atau alat
lepasan), dan terapi bedah (Burford dan Noar, 2003).
Manajemen pasien AOB dengan etiologi bad habit terbagi menjadi 4 periode
yaitu periode gigi decidui, periode gigi bercampur awal, periode gigi bercampur akhir,
dan periode gigi permanen. Periode gigi decidui merupakan indikasi tidak dilakukan
perawatan, kebiasaan menghisap jari dapat diatasi dengan alat dummy-orthodontic, dan
edukasi kepada orang tua pasien. Pada periode gigi bercampur awal diperlukan edukasi
kepada orang tua dan kepada pasien. Pada periode gigi bercampur akhir, jika edukasi
tidak berhasil dapat digunakan alat pencegahan, dan jika diperlukan dapat dilakukan
ekspansi rahang atas. Pada periode gigi permanen, penghilangan AOB harus melalui
konsultasi dengan spesialis ortodontik (Burford dan Noar, 2003).
Alat myofungsional terdiri dari posterior bite block dan functional regulator
appliance. Posterior bite block adalah alat fungsional yang digunakan jika openbite 3-4
mm dari posisi istirahat. Functional regulator appliance efektif untuk openbite sebagian
karena kesalahan aktivitas otot orofasial (Burford dan Noar, 2003).
Extraoral traction terdiri dari vertical pull chincup dan highpull headgear.
Vertical pull chincup digunakan jika pertumbuhan ke arah vertikal terlalu berlebihan. 13
Terapi vertical pull chincup efektif untuk mengurangi AOB, tetapi jika penggunaan alat
vertical pull chincup tidak disertai dengan kedisiplinan pasien dapat merusak
mandibula. Highpull headgear digunakan pada gigi molar atas selama 14 jam perhari
untuk menghambat erupsi gigi molar sehingga dapat membatasi pertumbuhan ke arah
vertikal. Perawatan ini didasarkan oleh asumsi bahwa pertumbuhan gigi posterior
maksila berperan dalam AOB (Burford dan Noar, 2003).
III.6 Perawatan Protrusif Bimaksiler
Protrusif bimaksiler memiliki ciri proklinasi insisivus atas dan bawah. Maloklusi
klas I dengan protrusif bimaksiler mengalami peningkatan overjet akibat perubahan
angulasi dari insisivus (Heasman, 2008). Perawatan protrusif bimaksiler melibatkan 2
faktor penting yaitu perbaikan estetik dentofasial dan stabilisasi gigi yang akan
digerakan sesuai dengan oklusi gigi (Lewis, 1943).
Protrusif bimaksiler dapat dirawat dengan melakukan ekstraksi pada premolar
pertama atau kedua tergantung dengan kebutuhan ruang (Singh, 2007). Jarak yang
terjadi akibat ekstraksi gigi dapat ditutup dengan beberapa cara yaitu dengan retraksi
gigi anterior dan differential-moment retraction. Differential-moment retraction akan
menghasilkan pergerakan bodily dan dapat mengontrol pergeseran dari gigi yang
digerakkan (Uribe dan Nanda, 2007).
Pergeseran gigi yang dilakukan dipengaruhi oleh faktor eksternal. Kekuatan otot
mastikasi dan otot-otot bibir yang besar dapat membatasi pergerakan gigi menuju
tempat yang diharapkan. Pergeseran gigi menuju oklusi yang sempurna akan terganggu
dan tidak stabil oleh karena kekuatan otot-otot tersebut sehingga dapat menimbulkan
relaps. Kesuksesan perawatan protrusif bimaksiler tergantung pada kestabilan basis
apikal. Basis apikal yang normal memiliki posisi yang baik dan dapat menjaga
kestabilan gigi geligi yang telah digerakkan. Jika basis apikal masih dalam masa
perkembangan, basis apikal tersebut tidak mampu menjaga keseimbangan oklusi ketika
gigi digerakkan sehingga relaps seringkali terjadi, sehingga untuk memperoleh oklusi
yang stabil dibutuhkan retainer permanen (Lewis, 1943). Selain itu, stabilitas dapat
dicapai apabila otot-otot bibir cukup kuat untuk menahan gigi geligi yang telah
diretraksi (Heasman, 2008).
14
Kesuksesan perawatan protrusif bimaksiler dapat dilihat dari perubahan yang
baik pada gigi geligi maupun jaringan lunak (Tan, 1996). Menurut Bill dkk. (2005),
perubahan profil wajah dapat dilihat dari perubahan posisi insisivus atas dan bawah,
bibir atas dan bibir bawah, sudut nasolabial, dan lebar bibir atas dan bawah yang
menjadi lebih baik.
BAB IV
KESIMPULAN
Kelainan yang berhubungan dengan maloklusi klas I pada dasarnya bersifat
dental seperti crowding, spacing, crossbite, deepbite, openbite, dan protrusif bimaksiler.
Crowding dirawat dengan menyediakan ruang terlebih dahulu melalui grinding,
ekstraksi, dan ekspansi lengkung gigi. Crowding dapat dikoreksi menggunakan alat
lepasan yang menggabungkan coil springs, retraktor kaninus, busur labial. Spacing
dirawat dengan meretraksi lengkung gigi dengan alat lepasan yang dilengkapi finger 15
spring, split labial bow, atau loop spring. Crossbite dirawat dengan menggunakan
removable inclined plane. Deepbite dapat dirawat dengan menggunakan anterior bite
plane. Perawatan openbite terdiri dari terapi myofungsional, orthodontic
mechanotherapy (dengan alat cekat atau alat lepasan), dan terapi bedah. Sementara itu,
perawatan protrusif bimaksiler dapat melalui ekstrasi gigi kemudian jarak yang terjadi
dapat ditutup dengan cara meretraksi gigi anterior.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Bagio B.S., 2003, Perubahan dan Karakteristik Lengkung Gigi Selama Periode Tumbuh Kembang serta Faktor yang Mempengaruhi, Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDM,1(2): 73-74
Bennett, J.C., McLaughlin, R.P., 2002, Orthodontic management of the dentition with the preadjusted appliance, Mosby, England, p. 9-12.
Bills, D.A., Handelman C.S., BeGole E.A., 2005, Bimaxillary Dentoalveolar Protusion: Traits and Orthodontic Correction, Journal of Angle Orthodontic, 75:333-9
Bishara, S.E., 2001, Textbook of Orthodontics, W.B. Saunders Company, Philadelphia, p. 291
16
Burford, D., dan Noar, J.H., 2003, The Causes, Diagnosis and Treatment of Anterior Openbite, Dent Update, 30: 235-241
Clark, W.J., 2002, Twin Block Functional Therapy: Applications in Dentofacial Orthopaedics, 2nd Edition, Mosby, Spain, p. 91
Graber, T.M., 1972, Orthodontics : Principles and Practice, 3rd ed., W.B. Saunders, Philadelphia.
Greenberg, A.M., dan Prein, J., 1997, Craniomaxillofacial Reconstructive and Corrective Bone Surgery: Principles of Internal Fixation Using The AO/ASIF Technique, Springer-Verlag, New York.
Harvold, E.P. dan Vargervik, K., 1995. Morphogenetic Response to Activator Treatment, American Journal of Orthodontics, 60: 478-490
Heasman, P., 2008, Master Dentistry : Restorative dentistry, Paediatric dentistry and Orthodontics, 2nd ed., Churchill Livingstone Elsevier, USA.
Hobkirk, J.A., Gill, D.S., Jones, S.P., 2011, Hypodontia: A Team Approach to Management. Blackwell Publishing, United Kingdom.
Houston, W.J.B., 1975, Orthodontic Diagnosis, John Wright&Sons, London.Isaacson, K.G., Muir, J.D., dan Reed, R.T., 2002, Removable Orthodontic Appliances,
Wright, Oxford, p. 7Iyyer, B.S., 2003, Orthodontics: The Art and Science, Arya (Medi) Publishing House,
New Delhi, p. 388-389, 391-392Jigersone, I., Liepa, A., dan Abeltins, A., 2008, Anterior Crossbite Correction in
Primary and Mixed Dentition with Removable Inclined Plane (Bruckl appliance), Baltic Dental and Maxillofacial Journal, 10: 140-144
Lewis, S.J., 1943, Bimaxillary Protrusion, J. Orthodont., 3: 51-9Mandava, P., dan Kumar, A., 2009, Management of Openbite, Annals and Essences of
Dentistry, 1(2).
Millet, D. dan Welbury, R., 2000, Orthodonics and Paediatric Dentistry, Churchill Livingstone, Philadelphia, p.51
Mitchel, L., 2007, An Introduction to Ortodontics, Oxford University Press, New York, p. 77, 90, 190
Moyers, R. E., 1988, Handbook of Orthodontics, Yearbook Medical Publisher,Chicago, p. 3, 121-122, 308-10
Naeem, S., dan Asad, S., 2008, Prevalence of Deep overbite In Orthodontic Patients, Pakistan Oral & Dental Journal, 28 (2).
Peiro, A.C., 2006, Interceptive orthodontics: The need for early diagnosis and treatment of posterior crossbites, Med Oral Patol Oral Cir Bucal, 11:210-4
Premkumar, S., 2008, Orthodontics: Prep Manual for Undergraduates, Elsevier, New Delhi, p. 130, 491, 493-494
Proffit, W.R. dan Fields,H.W., 2000, Contemporary Orthodontics, 3rd ed., Mosby, St.Louis, p. 475
Rakosi, T., dan Graber, T.M., 2010, Orthodontic and Dentofacial Orthopedic Treatment, Thieme Publishing Group, Germany, p. 106
Singh, G., 2007, Textbook of Orthodontics, Jaypee Brothers Medical Publishers, New Delhi, p. 444, 613-618, 644-646
Staley, R.N. dan Reske, N.T., 2002, Essentials of Orthodontics: Diagnosis and Treatment, New York. Wiley-Blackwell.
17
Stuani, A.S., Maria, B.S.S., Maria dan C.P.S, Mírian, A.N.M., 2006 Aob-cephalometric evaluation of the dental pattern, Braz. Dent. J, 17(1)
Tabacchini, F.J., 1986, Relapse and Surgically Treated Anterior Open-bite, Columbia University School of Dental and Oral Surgery, New York.
Tan, T.J., 1996, Profile Changes Following Orthodontic Correction of Bimaxillary Protrusion with a Preadjusted Edgewise Appliance. Int. J. Adult Orthod Orthognath Surg, 11: 239–51
Uribe, F. dan Nanda, R., 2007, Treatment of Bimaxillary Protrusion Using Fiber-Reinforced Composite, Journal of Clinical Orthodontics, 41(1): 27-32
18