Upload
rina
View
496
Download
146
Embed Size (px)
Citation preview
PANCASILA DALAM
ARUS SEJARAH
BANGSA INDONESIA
KELOMPOK 1 :
Rian Rahmat Hidayat ( 131903103008 )
M. Risvan Rahmatullah ( 131903103012 )
Febriyanti Dwi Nurwahyuni ( 131903103023 )
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Pancasila
Dalam Arus Sejarah Bangsa Indonesia” sebagai barang berguna ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada dosen mata kuliah
“Pendidikan Pancasila” yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami berharap
makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita
mengenai sejarah pancasila.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
dan kami mohon kritik dan saran yang dapat membangun demi perbaikan di masa depan.
( Penulis )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara merupakan hasil kesepakatan bersama
yang kemudian disebut sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia, di dalamnya
terkandung semangat kekeluargaan sebagai inti ajaran pancasila.
Dasar filsafat Negara Indonesia yang diberi nama pancasila ini secara resmi
dirumuskan dalam UUD 1945, walaupun istilah “Pancasila” tidak disebutkan secara
eksplisit dalam pembukaan tersebut namun rumusannya sila demi sila secara jelas
dicantumkan didalamnya. Oleh karena itu pembukaan UUD 1945 disebut sebagai
tempat terdapatnya rumusan pancasila.
Nilai nilai Pancasila telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dulu kala sebelum bangsa Indonesia
mendirikan negara. Proses terbentuknya negara Indonesia melalui proses sejarah yang cukup panjang yaitu
sejak zaman batu hingga munculnya kerajaan-kerajaan pada abad ke-IV
Pancasila pada dasarnya telah ada pada zaman nenek moyang kita, dan pada zaman kerajaan-kerajaan
di Indonesia Berjaya. Walaupun dulu bukan nama pancasila tapi isi dan kandungannya sama.
Pancasila yang menjadi dasar negara perlu diadakan peninjauan terhadap
perkembangan budaya indonesia yang sudah lampau dengan titik berat pada nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, politik, dan kemasyarakatan Pancasila menjadi dasar negara
baru disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus1945. Namun jauh sebelum di sahkan
nilai-nilai pancasila sudah ada pada kehidupan masyarakat indonesia sejak zaman
dahulu sebelum bangsa indonesia menjadi sebuah negara dimana nilai-nilai tersebut
berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan serta relegius. Nilai-nilai yang ada
kemudian diambil dan dirumuskan oleh paa pendiri negara yang untuk nantinya
dijadikan dasar negara indonesia. Oleh karena itu untuk memahami pancasila secara
utuh dan kaitannya dengan jati diri bangsa indonesia ini diperlukan pemahaman
sejarah bangsa indonesia dalam membentuk suatu negara dan dijadikannya pacasila
sebagai dasar negara karena semua itu berhubungan dengan sejarah perjuangan
bangsa Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Konsep dan urgensi pancasila dalam arus sejarah bangsa Indonesia ?
2. Alasan diperlukan pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia ?
3. Sumber historis, sosiologis, politis tentang pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dan urgensi pancasila dalam arus sejarah bangsa
indonesia
2. Untuk mengetahui tujuan pancasila dalam kajian sejarah bangsa indonesia
3. Mengetahui sumber historis, sosiologis, politis tentang pancasila dalam sejarah
bangsa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep dan Urgensi Pancasila
Pancasila dapat diartikan sebagai lima dasar yang dijadikan dasar negara serta
pandangan hidup bangsa. Suatu bangsa tidak akan dapat berdiri dengan kokoh tanpa
dasar negara yang kuat dan tidak dapat mengetahui dengan jelas kemana arah tujuan
yang akan dicapai tanpa Pandangan Hidup. Dengan adanya Dasar Negara, suatu
bangsa tidak akan terombang ambing dalam menghadapi permasalahan baik yang dari
dalam maupun dari luar. Pengertian Pancasila secara Etimologis, Historis dan
Terminologis
Pancasila telah menjadi istilah resmi sebagai dasar falsafah negara Republik
Indonesia, baik ditinjau dari sudut bahasa maupun sudut sejarah. Berikut ini adalah
pengertian Pancasila:
1. Etimologis
Berdasarkan asal kata (etimologis), istilalah Pancasila (pancasyila) berasal dari
bahasa sansekerta (India) yang mengandung dua arti, sebagai berikut;
Pancasyila : panca artinya lima, sedangkan syila dengan huruf I yang dibaca
pendek, artinya dasar, batu sandi atau alas sehingga pancasyila memiliki arti lima
dasar. Pancasyila : panca artinya lima sedangkan syiila sengan huruf ii yang di
baca panjang, artinya peraturan tingkah laku yang penting.
2. Historis
Berdasarkan catatan sejarah tentangg Budha, sehubungan dengan pancasila telah
dikenal istilah sila, artinya moralitas dan berkembang pada masyarakat yang
memluk agama budha. Sila mengandung maksud melindungi orang lain dari
penderita. (Ashin Janakabhivamsa, 2005 : 179-183)
Dijelaskan lebih lanjut bahwa sila juga bermakna menjalankan lima sila, melalui
fungsi sila-sila, yakni menghindari membunuh (pantiditipata_virati), dan
menghindari minum yang memabukan (surapana-virati):
a. Menghindasri membunuh (panditipati-Virati)
Fungsi sila ini untuk melindungi makhluk lain dari penderitaan. Oleh karena
itu, tidak boleh melakukan pelanggaran terhadap sila tersebut. Sila pertama
dari lima sila untuk menghindari terjadinya pembunuhan semua makhluk
hidup. Jika terjadi pelanggaran terhadap sila ini akan berakibat terjadinya
pembatayan yang akan menuju peperangan dan pertumpahan darah.
Denggan demikian, merupakan malapetaka terhadap segenap makhluk
diatas bumi ini.
b. Menghindari Mencuri (adinnadana-Virati)
Menaati sila kedua, berarti membebaskan semua manusia dari penderitaan
kejahatan, untuk selanjutnya mencapai kedamaian fisik dan mental, lahir dan
batin, sedangkan bila terjadi pelanggaran terhadap sila ini maka hal itu akan
mengakibatkan kegelisahan yang amat sangat karena pencurian dan
perampokan akan menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan dari
korbannya, baik dalam lingkup kecil (keluarga) maupun dalam lingkup besar,
seperti Negara yang dijajah dan dikuasai oleh musuh.
c. Menghindari berbuat asusila (Kamesu-Micchacara Virati)
Menaati sila ketiga, berarti menghindari perbuatan asusila dan
menghindarkan kesakitan serta penderitaan orang lain. oleh karena itu,
penghindaran diri dari perbuatan (tindakan) seksual yang tidak sah akan
membawa kedamain dan ketenangan bagi semua makhluk yang hidup
didunia karena manusia yang keduniawian akan selalu mengikuti dan
menyukai nafsu badaniah, kenikmatan, serta kesenangan badaniah.
d. Menghindari berkata bohong (Musavada-virati)
Sila keempat berfungsi untuk menghindari hal bruruk ataupun penderitaan
akibat kebohongan dari ucapan, banyak terjadi orang melakukan kebohongan
atas hal-hal sepele sampai hal yang penting, dari urusan perseorangan
sampai kepada urusan Negara, termasuk kebenaran mutlak dalam ajaran
agama yangs sesat sehingga menaati sila ini, artinya karena menghindarkan
kesesatan maupun malapetaka akibat kata-kata yang tidak benar atau
kebohongan.
e. Menghindari minum yang memabukan (Surapana-Virate)
Menaati ketentuan sila kelima dan menghindari zat yang memabukan akan
membebaskan dunia dari kesengsaraan dan keresahan. Oleh karena itu, lebih
baik menghindari dan menjauhakan diri dari berbagai macam minuman keras
atau yang dapat memabukan dan agar tidak terjadi kemaksiatan yang
menyebabkan kecenderungan terjadinya kerusuhan yang kadang-kadang tak
terkendali. Dengan demikian, orang yang dapat melepaskan diri dari
kebiasaan yang tidak baik tersebut (mengkonsumsi, minum-minuman
beralkohol,dan lain-lain) akan terhindar dari malapetaka.
Pengertian pancasila, dalam hubungan ini selanjutnya juga telah memasuki
perkembangan dalam kesusastraan masa kejayaan majapahit, diantaranya
terdapat dalam buku Negara kertagama, karangan mpu prapanca pada tahun
1365, yang mempunyai makna pelaksanaan kesusilaan ada lima ketentuan,
dilarang atau dihindari yaitu:
a. Tidak boleh melakukan kekerasan;
b. Tidak boleh mencuri
c. Tidak boleh berjiwa dengki, (tidak boleh iri, atau bersikap tidak baik
terhadap orang lain)
d. Tidak boleh berbohong
e. Tidak boleh mabuk-mabukan.
Semua pengertian yang disebutkan diatas belum ada penjelasannya dan
memiliki makna yang amper sama, seperti yang disebutkan sebelumnya. Setelah
kerajaan majapahit jatuh, kemudian dikenal dalam masyarakat jawa khususnya,
istilah Mo Lima atau M berjumlah lima, yaitu lima M (ketentuan berjumlah 5) harus
dihindari dari kehidupan masyarakat supaya menjadi lebih baik, tertib, dan teratur.
Ora keno mateni, maling, madon,madat, ian main (dolarang membunuh, mencuri,
main perempuan, menghisap candu/morfin/narkoba, dan berjudi).
3. Istilah Resmi
Istilah resmi adalah istilah “pancasila” bagi “lima dasar” yang diusulkan oleh Ir.
Soekarno pada sidang pertama BPUPKI hari terakhir pada tanggal 1 juni 1945.
4. Yuridis
Segi Yuridis (hukum) adalah pengertian pancasila dalam sila-sila atau kelima sila
dari pancasila yang tata urutan / rumusannya tercantum pada alinea ke 4
pembukaan UUD 1945.
2.2. Alasan diperlukan Pancasila Dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945,
diundangkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun II, No. 7 bersama-sama dengan
Batang Tubuh UUD 1945. Pada era reformasi, MPR periode 1999-2004 telah
membulatkan tekad sebagai kesepakatan dasar dalam rangka amandemen UUD1945
untuk tidak akan mengubah Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya terdapat (sila-sila)
Pancasila Dasar Negara.
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, eksistensi Pancasila sebagai dasar
filsafat Negara Republik Indonesia telah mengalami berbagai macam interpretasi dan
manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi tegak dan kokohnya
kekuasaan dengan berlindung dibalik legitimasi ideologi Pancasila. Dalam kedudukan
yang seperti ini berarti Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat Negara dan
pandangan hidup bangsa dan Negara Indonesia tetapi direduksi, dibatasi dan
dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu.
Pada era reformaasi, kenyataan tersebut kemudian diupayakan dikembalikan
pada kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia yang
direalisasikan melalui Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 disertai dengan pencabutan
P-4 dan pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia.
Pencambutan P-4 dan asas tunggal Pancasila ternyata membawa dampak yang sangat
serius yaitu munculnya anggapan dari banyak elit politik dan sebagian masyarakat
Indonesia bahwa Pancasila merupakan label politik Orde Baru, sehingga mengkaji dan
mengembangkan Pancasila dianggap sebagai upaya mengembalikan kewibawaan Orde
Baru. Pandangan sinis itu tentu saja dapat berakibat sangat fatal yakni melemahnya
peranan ideologi Pancasila pada era reformasi yang disebabkan karena melemahnya
kepercayaan rakyat terhadap ideologi negara yang pada gilirannya dapat mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang telah lama dibina, dipelihara, dan
dijaga.
Di tengah-tengah proses reformasi dewasa ini, sesungguhnya masih banyak
tokoh serta elit politik yang kurang memahami Pancasila sebagai filsafat hidup serta
pandangan hidup bangsa Indonesia namun bersikap seolah-olah sangat
memahaminya. Hingga saat ini masih berkembang pengertian kebebasan memilih
ideologi di Negara Indonesia dan selanjutnya pemikiran apapun yang dipandang
menguntungkan demi kekuasaan dan kedudukan dipaksakan untuk diadopsi ke dalam
sistem kenegaraan Indonesia. Dengan mengatasnamakan pelaksanaan HAM banyak
pula gerakan massa yang secara arogan tanpa mengindahkan nilai-nilai yang selama
ini dijunjung tinggi serta kaidah-kaidah hukum yang berlaku memaksakan kehendak
bahkan dengan menggunakan cara kekerasan dan pengrusakan.
Berdasarkan realitas tersebut di atas, maka mengkaji dan mendalami Pancasila
bagi setiap orang Indonesia merupakan sesuatu yang sangat urgen (mendesak) bagi
tetap tegak, berwibawa, dan berkembangnya kehidupan berbangsa dan bernegara
Indonesia. Secara umum mempelajari Pancasila mengandung 3 tujuan yaitu :
1. Untuk mengetahui Pancasila yang benar, yaitu yang dapat
dipertanggungjawabkan baik secara yuridis konstitusional maupun secara
obyektif-ilmiah. Secara yuridis konstitusional, karena Pancasila adalah dasar
negara yang dipergunakan sebagai dasar mengatur atau menyelengarakan
pemerintahan negara. Secara obyektif-ilmiah, karena Pancasila adalah suatu
paham filsafat (philosophical way of thinking atau philosophical system),
sehingga uraiannya harus logis dan dapat diterima oleh akal sehat.
2. Untuk mengamalkan Pancasila (yang benar secara yuridis konstitusional dan
obyektif - ilmiah) sesuai dengan fungsinya;
3. Untuk mengamankan agar jiwa dan semangatnya, perumusan,dan
sistematikanya yang sudah tepat benar itu tidakdiubah-ubah, apalagi dihapuskan
atau diganti dengan paham yang lain.
Pada dasarnya, tujuan Pendidikan Pancasila merupakan realisasi dari sebagian
tujuan Pendidikan Nasional dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Dalam UUD
NkRI 1945 Alinea IV ditentutkan tujuan nasional Negara Indonesia yaitu melindungi
segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mewujudkan
kesejahteraan umum, mencedaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam
Pasal 3 ayat (2) SK. Dirjen DIKTI No. 38/DIKTI/Kep/2002 tentang Rambu-Rambu
Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi adalah
menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas
sebagai manusia intelektual, serta mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan :
1. Megambil sikap bertanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya;
2. Mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya;
3. Mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan IPTEKS;
4. Memaknai peristiwa sejarah dan nilai budaya bangsa guna menggalang
persatuan Indonesia.
2.3 Sumber Historis, Sosiologis, Politis Tentang Pancasila Dalam Sejarah
Bangsa Indonesia
1. Pengertian Pancasila Secara Historis
Pengertian Pancasila secara historis adalah terminologi Pancasila dilihat dari
riwayat sejak penggunaan istilah, proses perumusan, sampai ditetapkannya
menjadi dasar negara sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.
Proses perumusan Pancasila dimulai saat dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam
pembukaan sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945 mengajukan suatu masalah
tentang calon rumusan dasar Negara Indonesia yang akan dibahas pada sidang
tersebut. Selanjutnya pada sidang itu tampil 4 anggota yaitu Moh. Yamin,
Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo, dan Soepomo. Proses perumusan calon “Dasar
Negara” dalam persidangan BPUPKI berlangsung dalam dua tahap yaitu :
a. Sidang BPUPKI tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945
b. Sidang BPUPKI tanggal 10 – 16 Juni 1945
Sidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang akan
diterapkan. Dalam sidang tersebut muncul tiga pembicara yaitu M. Yamin,
Soepomo dan Ir.Soekarno yang mengusulkan nama dasar negara Indonesia disebut
Pancasila. Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk Pembukaannya
yang didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip sebagai dasar negara. Walaupun
dalam Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah/kata Pancasila, namun yang
dimaksudkan dasar negara Indonesia adalah disebut dengan Pancasila. Hal ini
didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan rumusan
dasar negara yang secara spontan diterima oleh peserta sidang BPUPKI secara
bulat. Secara historis proses perumusan Pancasila adalah :
a. Mr. Muhammad Yamin
Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato mengusulkan
lima asas dasar negara sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis
mengenai rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas
dasar negara sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b. Mr. Soepomo
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima dasar
negara sebagai berikut :
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan bathin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat
c. Ir. Soekarno
Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan dasar
negara yang disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks sebagai
berikut :
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Selanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri Sila
yaitu Sosio Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio
Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan yang
Maha Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi Eka Sila yang
intinya adalah “gotong royong”.
d. Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI
(Panitia Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan didalamnya
termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pengertian Pancasila Secara Sosiologis
Pancasila bersifat sosiologis berfungsi sebagai pengatur hidup kemasyarakatan
pada umumnya. adapun Pancasila yang bersifat etis dan filosofis berfungsi sebagai
pengatur tingkah laku pribadi dan cara-cara dalam mencari kebenaran.
Bangsa Indonesia memiliki budaya yang beragam dan multikultur berdasarkan
etnis dan Bahasa. Masyarakat Indonesia mengakui dan menghargai lintas budaya,
betapa pun kecilnya. Perbedaan ini harus dipandang sebagai potensi kekuatan
bangsa.Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, keragaman ini diikat dalam
norma dan aturan untuk menjaga harmoni kehidupan untuk mewujudkan
kesadaran moral dan hukum Arus informasi yang berdampak pada goyahnya jati
diri bangsa, diperlukan komitmen kebangsaan untuk mewujudkan cinta tanah air,
kesadaran bela negara, persatuan nasional dalam suasana saling menghargai
keberagaman.Persatuan dalam keberagaman budaya, adat istiadat, tradisi harus
dibina dan ditingkatkan secara demokratis, terpola dan terus-menerus.
Dasar sosiolagis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan
karakteristik masayarakat.Sosiologi pendidikan merupakan analisi ilmiah tentang
proses sosial dan pola - pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang
lingkup yang dipelajari oleh sosiolagi pendidikan meliputi empat bidang:
1. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain.
2. Hubungan kemanusiaan.
3. Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya.
4. Sekolah dalam komunitas,yang mempelajari pola interaksi antara sekolah
dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya
Langkah-langkah mensosialisasikan pancasila dapat melalui berbagai kegiatan atau
sikap sikap sebagai berikut.
a. Sikap toleransi
b. Media masa
c. Media pendidikan
d. Jalur organisasi dsb.
3. Pengertian Pancasila Secara Politis
Pancasila sebagai ideology politik adalah suatu system yang mengharuskan pelaku politik ataupun
aturan politik yang berlandaskan pancasila. Pancasila memiliki nilai-nilai luhur yang di tetapkan
pendahulu kita sebagai landasan ideology negara. Begitu juga dengan politik, politik harus memiliki
aturan sebagai acuan dasar kegiatan perilaku dan pemikiran yang akan di laksanakan.
Politik adalah suatu system pemerintahan yang mengatur segala structural di dalamnya. Dalam
membuat kebijakan politik harus ada aturan yang mengatur hal tersebut supaya selalu dalam jalur yang
telah di tentukan. Pancasila menjadi landasan bagi pembangunan politik, dan dalam
prakteknya menghindarkan sikap tak bermoral dan tak bermartabat.
Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, juga merupakan acuan landasan
etika dalam berpolitik. Etika Politik dan Pemerintahan diharapkan mampu
menciptakan suasana harmonis antarpelaku dan antarkekuatan sosial politik serta
antarkelompok kepentingan lainnya untuk mencapai sebesar-besar kemajuan
bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan bersama daripada
kepentingan pribadi dan golongan. Etika Politik dan Pemerintahan mengandung
misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif,
siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur
dari jabatan Politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral
kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu
manusia. Oleh karena itu, pribadi yang menjadi subjek dalam etika politik harus
terlebih dahulu mengimplementasikan pancasila sebagai acuannya sebagai etika
dalam kehidupan sehari-hari dan juga dalam kehidupan politiknya dalam hal
kenegaraan.
Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku
politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta
tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang
tidak terpuji lainnya.
Sebagai etika politik, maka Pancasila mempunyai lima prinsip, berikut ini disusun
menurut pengelompokan Pancasila.
1. Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup
dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat
yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme
mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan
berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan
kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
2. Hak Asasi Manusia
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusian yang adil dan
beradab. Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia
wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia
harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Karena
itu, hak-hak asasi manusia adalah mutlak.
3. Solidaritas Bangsa
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan
juga demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia
hanya hidup menurut harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri,
melainkan menyumbang sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas
manusia berkembang secara melingkar yaitu keluarga, kampung, kelompok
etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia. Maka di sini
termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua
lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-
masing.
4. Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah
elit atau sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan
orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa
mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan
kemana mereka mau dipimpin. Jadi demokrasi memerlukan sebuah system
penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik.
5. Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat.
Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan.
Tuntutan keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai
pelaksanaan ide-ide, ideologi-ideologi, agama-agama tertentu, keadilan sosial
tidak sama dengan sosialisme. Keadilan sosial adalah keadilan yang
terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial diusahakan dengan membongkar
ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Ketidakadilan adalah
diskriminasi disemua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas
dasar SARA, dan budaya.
Pemerintah harus menggunakan politik untuk memimpin masyarakatnya
supaya teratur. Pemerintah membuat aturan-aturan, seperti peraturan lalu lintas,
pemakaian air dan listrik, pembangunan rumah, atau pembayaran pajak tidak lain
dengan maksud supaya rakyat di negara tersebut dapat hidup dengan tertib dan
tenteram. Semua itu membutuhkan kemampuan yang cukup baik untuk memimpin
agar rakyat mau menuruti semua aturan-aturan tersebut.
Selain untuk memimpin, politik juga dapat dipakai untuk memengaruhi pihak
lain. Cara untuk memengaruhi ini namanya diplomasi. Kita tidak boleh
menggunakan pengaruh untuk kejahatan tetapi untuk kebaikan. Misalnya, kalau
ada dua orang yang ingin bertengkar, kita dapat menggunakan pengaruh kita
supaya mereka tidak jadi bertengkar, bahkan harus berdamai. Perbuatan itu sudah
termasuk berdiplomasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pancasila telah dikenal pada saat kerajaan-kerajaan di Indonesia masih Berjaya
yaitu zaman kerajaan majapahit, kerajaan sriwijaya dan kerajaan kutai.
Bangsa Indonesia telah menetapkan Pancasila sebagai sebagai dasar Ideologi
Negara Republik Indonesia yang merdeka yang pencapaiannya dengan pengorbanan
penuh. Pancasila tidak berangkat dari ruang kosong, ia hadir dari realitas sejarah dan
semangat zaman yang melingkupinya. Realitas kesejarahannya telah berproses dalam
kurun waktu yang sangat lama.
Kelima silanya merupakan satu sistem yang bulat dan butuh dari nilai - nilai asasi
hidup benegara yang harus mendasari kehidupan bernegara dan bermasyarakat dalam
bidang politik, sosial, ekonomi dan budaya bangsa.
3.2 Saran
Berdasarkan wacana diatas kita dapat menyadari betapa pentingnya Pancasila
sebagai pedoman bangsa Indonesia. Maka kita harus menjunjung tinggi dan
mengamalkan sila- sila pancasila tersebut.