29
PROJEK PROGRAM REKREASI PAPAN PINTER (PANTER) DI RUANG MELATI RSUD UNGARAN Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Modul Kebutuhan Rekreasi II Dosen Pembimbing Ns. Meira Erawati, Msi Med Disusun oleh: Kristianto Dwi Nugroho (22020111130078) Anis Hidayah (22020111130049) Inneke Septiani (22020111130041) Fitriya Nur R (22020111130055) Galuh Ayu Pravitasari (22020111110104) PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

Makalah Panter 2

Embed Size (px)

Citation preview

PROJEK PROGRAM REKREASI

PAPAN PINTER (PANTER)

DI RUANG MELATI RSUD UNGARANUntuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Modul Kebutuhan Rekreasi IIDosen Pembimbing Ns. Meira Erawati, Msi MedDisusun oleh:Kristianto Dwi Nugroho(22020111130078)

Anis Hidayah

(22020111130049)Inneke Septiani

(22020111130041)Fitriya Nur R

(22020111130055)Galuh Ayu Pravitasari

(22020111110104)PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG2014

BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANG

Menurut Perkins (1937) sakit adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari baik aktivitas jasmani, rohani, dan sosial. Dalam pengertian lain sakit adalah suatu keadaan terdapat gangguan terhadap bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada dalam keadaan tidak normal (Rajab, 2009). Sakit merupakan sesuatu yang wajar terjadi bahkan hingga di rawat di rumah sakit. Anak yang menjalani pengobatan memaksa anak harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Keadaan tersebut dapat menimbulkan trauma dan stress karena lingkungan rumah sakit yang berbeda dengan di rumah. Pengalaman hospitalisasi yang dialami klien selama rawat inap ini dapat menganggu status psikologis klien. Adaptasi klien terhadap perubahan status lingkungan ini sangat beragam. Oleh karena itu agar masalah hospitalisasi dapat berlangsung maksimal, sebagai seorang perawat harus memberikan dukungan, menjaga kenyamanan klien dan melakukan pendekatan terapeutik kepada klien. Selain itu, klien juga membutuhkan hiburan selama di rumah sakit sebagai kebutuhan rekreasi pada klien dengan pengalaman hospitalisasi.Anak-anak yang dirawat di rumah sakit membutuhkan perhatian yang kebih terutama pada kebutuhan bermain mereka. Namun ketersediaan fasilitas bermain dan belajar di rumah sakit terbatas. Begitu pula dengan Ruang Melati RSUD Ungaran yang menyediakan fasilitas rawat inap untuk anak-anak. Boneka yang tersedia hanya sebatas di etalase sehingga anak-anak tidak bisa menggunakan dengan leluasa. Gambar-gambar yang tersedia pun terbatas di dinding sehingga anak-anak tidak bisa mencapainya. Kebutuhan rekreasi dari anak-anak yang tidak terpenuhi inilah yang mneyebabkan kecemasan pada anak dalam masa perawatan rumah sakit.

Kecemasan anak di rumah sakit juga berhungungan dengan ketakutan pada pelayan kesehatan seperti perawat, dokter, petugas laboratorium, dan lain-lain. Misalnya saja saat perawat ingin melakukan tindakan invasif, anak-anak menangis memeluk orang tuanya untuk meminta perlindungan karena takut disakiti. Persepsi anak-anak tentang petugas kesehatan yang buruk inilah yang juga merupakan penyebab kecemasan pada anak. Fenomena bisa diubah dengan menyediakan fasilitas bermain sehingga petugas tidak hanya mengunjungi anak pada saat melakukan tindakan namun juga untuk menemani bermain dan belajar.

Fenomena diatas memperlihatkan betapa pentingnya fasilitas bermain bagi anak-anak. Panter menyediakan fasilitas bermain yang praktis dan efisien sehingga bisa digunakan disemua ruangan perawatan anak. Panter menyediakan gambar dan tulisan yang menarik. Sehingga pada saat anak ketakutan dilakukan tindakan keperawatan maupun medis, Panter dapat digunakan untuk mengalihkan perhatian dari rasa takut.B. SASARAN

Anak usia prasekolah (3 sampai 6 tahun) yang mengalami hospitalisasi di ruang Melati RSUD UNGARAN C. KASUS

Seorang pasien An. X (P) berusia 5 tahun mengalami demam thypoid. Pasien dirawat di Ruang Melati RSUD Ungaran. Klien nampak cemas, gelisah dan menangis saat didekati oleh dokter maupun perawat. Ibu klien menuturkan pasien baru pertama kali masuk rumah sakit. Orang tua klien berusaha menenangkan klien dengan memberikan klien beberapa mainan. Namun pasien tetap merengek minta pulang.BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. HOSPITALISASI 1. Pengertian

Menurut Supartini (2004) hospitalisasi yaitu suatu proses dimana seseorang diharuskan seseorang untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali kerumah. Pada proses ini dapat menimbukan perasaan tidak aman, seperti

a. Lingkungan yang asing

b. Berpisah dengan orang yang berarti

c. Kurang informasi

d. Kehilangan kebebasan

e. Pengalaman (trauma dan cemas) 2. Fase hospitalisasi

Menurut Muscari (2005)

a. Protes

Anak secara verbal menangis kepada orang tua

Menyerang orang lain secara verbal atau fisik

Berusaha untuk menemukan orang tua

Memegang orang tua erat-erat

Tidak dapat ditenangkan.

b. Putus asa

Tidak tertarik dengan lingkungan

Menunjukkan sikap pasif

Depresi

Kehilangan nafsu makan

Tidak mau berkomunikasi

c. Penolakan (penyangkalan)

Pada tahap ini anak samar-samar menerima perpisahan.

Mulai tertarik dengan apa yang ada disekitarnya

Membina hubungan dangkal dengan orang lain

Anak tampak lebih gembira

3. Dampak Hospitalisasi Secara umum hospitalisasi menimbulkan dampak yaitu ( asmadi. 2008)

a. Perubahan konsep diri

Akibat tindakan medis yang dilakukan dapat mempengaruhi citra diri, peran, ideal diri, harga diri dan identitasnya.

b. Regresi

Klien mengalami kemunduran tingkat perkembangan dalam fisik, mental, perilaku dan intelektual

c. Dependensi

Klien merasa tidak berdaya dan bergantung pada orang lain.

d. Takut dan ansietas

Perasaan takut dan ansietas timbul karena persepsi yang salah terhadap penyakit dan tindakan medis.

e. Kehilangan dan perpisahan

Karena lingkungan yang asing adan jauh dari suasana kekeluargaan, kehilangan kebebasan, berpisah dengan pasangan dan terasing dari orang yang dicintai. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi

Menurut Supartini (2004) banyak factor yang mempengaruhi hospitalisasi yaitu.

a. Fantasi-fantasi dan unrealistic anxieties tentang kegelapan, monster, pemburu dan diawali oleh situasi yang asing.

b. Gangguan kontak social jika pengunjung tidak diijinkan

c. Nyeri dan komplikasi akibat penyakit atau pembedahan

d. Prosedur yang menyakitkan

e. Takut akan cacat atau mati

f. Berpisah dengan orang tua atau sibling5. Reaksi anak terhadap hospitalisasi menurut tumbuh kembang

(Supartini ,2004)

a. Masa bayi (0-1th)

Menangis keras

Pergerakan tubuh yang banyak

Ekspresi wajah yang tak menyenangkan b. Masa toddler (1-3th)

Terdapat 3 tahap

Tahap protes : menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain

Tahap putus asa : menangis berkurang anak tak aktif, kurang menunjukkan minat bermain, sedih, apatis

Tahap pengingkaran/denial: mulai menerima perpisahan, membina hubungan dangkal, anak mulai menyukai lingkungnnya. c. Masa prasekolah (3-6 th)

Menolak makan

Sering bertanya

Menangis pelan

Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan

d. Masa sekolah ( 6-12 th)

Reaksi nyeri dapat digambarkan dengan perilaku verbal dan non verbal

Perubahan peran dalam keluarga, kelompok social dapat membuatnya cemas

e. Masa remaja (12-18 th)

Menolak perawatan/ tindakan yang dialkukan

Kurang kooperatif

Bertanya-tanya

Menarik diri

Menolak kehadiran orang lain6. Reaksi Orang tua terhadap Hospitalisasi anak

Menurut Supartini (2004) perawatan anak dirumah sakit tidak hanya menimbulkan masalah bagi anak, tetapi juga bagi orang tua. Banyak penelitian membuktikan bahwa perawatan anak dirumah sakit menimbulkan stress pada orang tua. Berbagai perasaan muncul pada orang tua yaitu perasaan takut, cemas, rasa bersalah, dan stress.

Reaksi orang tua yang beragam dapat diuraikan sebagai berikut

a. Perasaan cemas dan takut

Perasaan tersebut muncul pada saat orang tua melihat anaknya mendapat prosedur yang menyakitkan seperti, pengambilan darah, injeksi, infuse, dan prosedur invasive lainnya. Sering kali orang tua melihat situasi tersebut membuatnya menangis. Pada kondisi tersebut petugas kesehatan harus bijaksana pada anak dan orang tua. Perilaku yanag dapat mencerminkan keadaan ini adalah bertanya hal yang sama secara berulang-ulang pada orang yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang, dan bahkan marah.

b. Perasaan sedih

Persaan tersebut muncul saat anak dalam kondisi terminal dan orang tua mengetahui tidak ada harapan anaknya untuk sembuh. Di satu sisi orang tua dituntut untuk berada di sampinga anaknya untuk memberi bimbingan spiritual, dan di sisi lain mereka menghadapi ketidakberdayaan karena perasaan terpukul dan sedih yang amat sangat. c. Perasaan frustasi

Pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis.d. Perasaan bersalah

Persaan bersalah muncul karena orang tua menganggap dirinya telah gagal dalam memberikan perawatan kesehatan pada anaknya sehingga anaknya harus mengalami suatu perubahan kesehatan. 7. Intervensi yang dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak hospitalisasi

Menurut Supartini (2004), cara yang dilakukan agar dapat meminimalkan dampak hopitalisasi 1. Membantu perkembangan orang tua dan anak dengan cara memberi kesempatan orang tua mempelajari tumbuh-kembang anak dan reaksi anak terhadap stressor yang dihadapi selama dalam perawatan di rumah sakit.2. Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar orang tua.Untuk itu, pearawat dapat memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak, terapi yang didapat, dan prosedur keperawatan yang dilakukan pada anak, tentunya sesuai dengan kapasitas belajarnya.3. Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan memberi kesempatan pada anak mengambil keputusan, tidak terlalu bergantung pada orang lain dan percaya diri. Tentunya hal ini hanya dapat dilakukan oleh anak yang lebih besar, bukan bayi. Berikan selalu penguatan yang positif dengan selalu memberikan pujian atas kemampuan anak dan orang tua dan dorong terus untuk meningkatkannya.4. Fasilitasi anak untuk menjaga sosialisasinya dengan sesama pasien yang ada, teman sebaya atau teman sekolah. Beri kesempatan padanya untuk saling kenal dan berbagi pengalamannya. Demikian juga interaksi dengan petugas kesehatan dan sesama orang tua harus difasilitasi oleh perawat karena selama di rumah sakit orang tua dan anak mempunyai kelompok sosial yang baru.5. Memfasilitasi berbagai bentuk permainan. Permainan terapeutik sering digunakan untuk mengurangi trauma penyakit dan hospitalisasi dan menyiapkan anak untuk prosedur terapeutik. Melalui permainan, anak-anak mengungkapkan persepsi mereka tentang hubungan interpersonal dengan keluarga, teman, atau personal rumah sakit. Anak juga dapat mengungkapkan luasnya pengetahuan yang mereka peroleh dari mendengarkan orang lain disekitar mereka. (Wong, 2008). Salah satu bentuk permainan yang dapat digunakan adalah Panter. Panter menyediakan fasilitas gambar dan tulisan sehingga anak belajar membaca dan menebak gambar yang tersedia. Orang tua dapat berperan sebagai fasilitator sehingga anak bertambah pengetahuan dengan cara bermain dengan orang tua serta petugas kesehatan. Dengan demikian, diharapkan kecemasan anak terhadap lingkungan baru dan petugas kesehatan bisa dikurangi.BAB IIIRENCANA PELAKSANAAN

A. JUDUL PROGRAM REKREASI

PANTER (PAPAN PINTER) B. DESKRIPSI PROGRAM REKREASI

Papan pinter (Panter) merupakan sebuah papan berjalan yang terbuat dari pipa, berisikan lembaran kertas tentang gambar hewan, buah-buahan, kartun, dan lain-lain. Panter ini dirancang untuk memfasilitasi kebutuhan rekreasi pada anak dalam proses hospitalisasi. Panter ini dikreasikan dengan bentuk yang sederhana, agar bisa dimanfaatkan oleh semua pihak tanpa membutuhkan tenaga ahli, terutama orang tua klien. Program rekreasi ini merupakan bentuk penyempurnaan dari fasilitas yang sudah ada di ruangan, seperti tempelan gambar-gambar di dinding, beragam jenis mainan yang dipajang di almari khusus di depan ruangan. C. TUJUAN PROGRAM REKREASI1. Tujuan Umum

Memfasilitasi klien dalam menjalani proses hospitalisasi 2. Tujuan Khusus

a. Menambah pengetahuan klienKlien pada usia sekolah, cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Hospitalisasi yang dijalani klien, merupakan momentum yang cocok guna menambah pengetahuan klien pada khususnya dan orang tua pada umumnya.

b. Mempercepat fase protes dan putus asa pada fase hospitalisasi klienProses hospitalisasi memberikan respon yang beragam pada klien. Fase yang dirasakan paling sulit ini adalah fase protes dan fase putus asa. Ketika fase ini terjadi pada klien, rekreasi pada klien sangat dibutuhkanc. Memacu kemampuan kognitif klienMelalui rangsangan visual pada Panter, klien diharapkan mampu berkembang dan memiliki kemampuan kognitif yang baik

d. Mendorong klien mengenali lingkungan baru

Status lingkungan baru yang dijalani klien membuat klien merasa asing, gelisah dan rewel. Melalui Panter ini, diharapkan klien mampu bersosialisasi dengan antarklien, perawat/tenaga medis lainnya dan dengan sekitar klien.

D. ALAT YANG DIPERLUKANAlat dan bahan yang diperlukan untuk membuat Panter diantaranya :

1. Pipa

340 cm2. Paku

4 biji

3. Besi pengait kertas

8 buah

4. Poster bergamnbar

11 kertas

5. Roda kecil

2 buah

6. Gergaji

1 buah7. Penggaris/meteran

1 buah8. Pensil

1 buahE. WAKTU PELAKSANAAN2 April 2014F. SISTEMATIKA PROGRAM REKREASIPanter bisa ditempatkan di dalam dan di luar ruangan :

1. Panter di dalam ruanganPerawat memberikan informasi mengenai program rekreasi Panter kepada orang tua klien. Komunikasi efektif sangat mendukung tercapainya tujuan dari Panter ini. Orang tua diharapkan mampu bersikap kooperatif sesuai dengan prosedur yang ada. Ketika klien merasa tidak nyaman dengan kehadiran perawat, orang tua bisa mengambil alih sebagai pemberi informasi kepada klien. Panter bisa digunakan sesuai dengan kenyamanan klien, dengan tiduran di atas bed, duduk atau berdiri.2. Panter di luar ruangan

Panter bisa ditempatkan di luar ruangan dengan tujuan untuk memperkenalkan klien pada lingkungan barunya. Selama menjalani hospitalisasi, klien diajak bersosialisasi melalui kegiatan ini. Beberapa klien ditempatkan secara melingkar di luar ruangan, kemudian bermain Panter bersama. Perawat bisa berperan sebagai subjek sentral dan dibantu oleh orang tua untuk menjaga kenyamanan klien. G. HAL-HAL YANG PERLU DIWASPADAI

Dalam menggunakan Panter ini perlu diwaspadai beberapa hal, diantaranya :1. Tingkat emosional klien

Ketika klien mulai menunjukkan kondisi yang tidak kooperatif, rewel, menangis, orang tua sebaiknya memberikan motivasi positif kepada klien. Jika sudah sulit dikendalikan, orang tua bisa mengajak klien meninggalkan forum.2. Respon klienRespon klien terhadap Panter ini harus diperhatikan baik verbal maupun non verbal. Respon ini bisa digunakan sebagai barometer kenyamanan klien.3. Jenis penyakit klien

Klien dengan gejala penyakit tertentu, sulit untuk diberikan terapi program rekreasi. Hal ini berkaitan dengan status fisik klien dan pengaruhnya terhadap regulasi tubuh klien4. Tumbuh Kembang

Perkembangan motorik halus pada klien usia prasekolah, sudah memiliki kemampuan untuk menggambar, mencoret, dan melepas objek serta menggunakan tangannya untuk aktif bermain (Wong, 2000). Hal ini perlu diwaspadai karena alat yang lebih besar dari tubuh klien sehingga dapat membahayakan klien. Ketika bermain dengan Panter sebaiknya dengan pengawasan orang tua.H. ANTISIPASI MEMINIMALKAN HAMBATAN

1. Penanganan klien yang menangis saat implementasi:a. Bekerjasama dengan orang tua dengan memberitahukan bahwa fasilitator tidak akan menyakiti anak

b. Mengajak bermain terlebih dahulu sehingga anak lebih mengenal fasilitator

2. Penanganan klien yang ingin memiliki poster bergambar

a. Memberitahukan kalau alat Panter milik rumah sakit dan bukan untuk dibawa pulang oleh anak

b. Memberitahukan bahwa gambar dapat diperoleh di pasar maupun toko mainan anak-anak

3. Penanganan jika alat jatuh menimpa klien

a. Bekerjasama dengan orang tua terlebih dahulu untuk mengawasi anak selama proses belajar dengan media Panter

b. Mengamati dan merawat adanya luka akibat tertimpa alat

c. Memberitahukan kepada anak untuk berhati-hati

I. PENGORGANISASIAN

Panter digunakan secara mandiri oleh keluarga klien dengan panduan perawat. Komunikasi terapeutik oleh perawat sangat mendukung program ini. Ketika klien berespon negative, tidak kooperatif, orang tua di sini memegang peranan penting dalam mempertahankan kenyamanan klien. Orang tua sebaiknya tetap tenang dan memberikan dukungan psikologis yang kuat.J. KRITERIA EVALUASI (STRUKTUR, PROSES, DAN HASIL)

1. Evaluasi Struktura) Persiapan ruangan pasien yang nyaman, mempertimbangkan kondisi klien

b) Persiapan alat sudah siap digunakan

c) Kontrak waktu dengan klien sudah dilakukan

d) Tempat

: Ruang Melati RSUD Ungarane) Fasilitator

: Kelompok 8

1) Kristianto Dwi Nugroho

2) Anis Hidayah

3) Inneke Septiani

4) Fitriya Nur R

5) Galuh Ayu Pravitasari

2. Evaluasi Proses

a. Klien antusias melihat poster bergambar

b. Klien menyebutkan nama gambar yang ada di poster

c. Klien tidak merengek minta ingin pulangd. Klien tidak takut melihat petugas kesehatan di rumah sakit

e. Klien asyik bermain dengan keluarga menggunakan Panter

3. Evaluasi Hasil

a. Dalam waktu 60 menit klien mampu:

1) Bermain bersama keluarga dengan bantuan media Panter

2) Menunjukkan adanya penurunan kecemasan

3) Beradaptasi dengan lingkungan dan petugas kesehatan

b. Indikator:

1) 80% klien menyebutkan nama gambar yang ada di poster

2) 80% klien asyik bermain dengan keluarga dan petugas kesehatan

3) 80% klien tidak merengek meminta ingin pulang

4) 80% klien tidak takut dengan petugas kesehatanBAB IV

LAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM

A. JUDUL PROGRAM REKREASI

PANTER (PAPAN PINTER)

B. PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM

3. Tujuan Umum

Memfasilitasi klien dalam menjalani proses hospitalisasi

4. Tujuan Khusus

e. Menambah pengetahuan klien

Klien pada usia sekolah, cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Hospitalisasi yang dijalani klien, merupakan momentum yang cocok guna menambah pengetahuan klien pada khususnya dan orang tua pada umumnya.

f. Mempercepat fase protes dan putus asa pada fase hospitalisasi klien

Proses hospitalisasi memberikan respon yang beragam pada klien. Fase yang dirasakan paling sulit ini adalah fase protes dan fase putus asa. Ketika fase ini terjadi pada klien, rekreasi pada klien sangat dibutuhkan

g. Memacu kemampuan kognitif klien

Melalui rangsangan visual pada Panter, klien diharapkan mampu berkembang dan memiliki kemampuan kognitif yang baik

h. Mendorong klien mengenali lingkungan baru

Status lingkungan baru yang dijalani klien membuat klien merasa asing, gelisah dan rewel. Melalui Panter ini, diharapkan klien mampu bersosialisasi dengan antarklien, perawat/tenaga medis lainnya dan dengan sekitar klien.

C. WAKTU PELAKSANAAN

2 April 2014D. SISTEMATIKA PROSES PROGRAM REKREASI

Panter bisa ditempatkan di dalam dan di luar ruangan :

3. Panter di dalam ruanganPerawat memberikan informasi mengenai program rekreasi Panter kepada orang tua klien. Komunikasi efektif sangat mendukung tercapainya tujuan dari Panter ini. Orang tua diharapkan mampu bersikap kooperatif sesuai dengan prosedur yang ada. Ketika klien merasa tidak nyaman dengan kehadiran perawat, orang tua bisa mengambil alih sebagai pemberi informasi kepada klien. Panter bisa digunakan sesuai dengan kenyamanan klien, dengan tiduran di atas bed, duduk atau berdiri.4. Panter di luar ruangan

Panter bisa ditempatkan di luar ruangan dengan tujuan untuk memperkenalkan klien pada lingkungan barunya. Selama menjalani hospitalisasi, klien diajak bersosialisasi melalui kegiatan ini. Beberapa klien ditempatkan secara melingkar di luar ruangan, kemudian bermain Panter bersama. Perawat bisa berperan sebagai subjek sentral dan dibantu oleh orang tua untuk menjaga kenyamanan klien. E. PENGORGANISASIAN

Panter digunakan secara mandiri oleh keluarga klien dengan panduan perawat. Komunikasi terapeutik oleh perawat sangat mendukung program ini. Ketika klien berespon negative, tidak kooperatif, orang tua di sini memegang peranan penting dalam mempertahankan kenyamanan klien. Orang tua sebaiknya tetap tenang dan memberikan dukungan psikologis yang kuat.F. PEMBAHASAN (KAITAN TEORI DAN PROJEK)

Pasien merupakan anak dengan usia prasekolah (3-6) tahun di Ruang Melati RSUD Ungaran. Pasien berjumlah 3 orang yaitu An. Z, An. N, dan An. A dengan diagnosis medis yang berbeda. Pasien mengalami hospitalisasi sehingga diperlukan terapi untuk memfasilitasi dalam menjalani proses hospitalisasi. Intervensi yang diberikan salah satunya adalah menggunakan Panter sebagai media bermain dan belajar anak.

Pasien An. Z dapat menyebutkan gambar yang ada di poster, asyik bermain bersama Ibu dan pemandu projek. Ia mengatakan merasa senang bisa belajar bersama menggunakan media Panter. Selama implementasi projek, pasien An. Z tidak merengek minta pulang dan tidak merasa takut dengan pemandu yang memakai baju perawat. Pada awal implementasi, pasien nampak pasif namun beberapa menit kemudian pasien nampak aktif menjawab pertanyaan dan menyebutkan gambar yang tertera di poster.

Sementara pasien kedua yaitu An. N nampak masih takut dengan pemandu. Pasien didampingi Ibunya nampak pasif dari awal hingga akhir implementasi. Pasien menggelengkan kepala setiap diberikan pertanyaan. Pasien tidak merengek ingin pulang. Pasien diam saat ditanya perasaannya setelah belajar bersama. Ibu An. A kooperatif selama implementasi.

Pasien ketiga yaitu An. A nampak antusias melihat gambar dan menyebutkan benda yang ada di poster. Pasien aktif menjawab pertanyaan dari Ibu dan pemandu projek rekreasi. Ia mengatakan merasa senang dan ingin belajar bersama lagi.

Pasien yang berjumlah tiga orang seluruhnya bisa mengikuti permainan dan belejar dengan media Panter dengan baik, namun ada satu pasien yang pasif.

Dengan demikian kesimpulan secara umum hasil impelementasi projek rekreasi adalah baik, bisa mencapai target yang direncanakan yaitu 80% klien menyebutkan nama gambar yang ada di poster, 80% klien asyik bermain dengan keluarga dan petugas kesehatan, 80% klien tidak merengek meminta ingin pulang, serta 80% klien tidak takut dengan petugas kesehatan.

Faktor hospitalisasi yang dapat menyebabkan kecemasan pada anak salah satunya adalah prosedur yang menyakitkan (Supartini, 2004). Hal tersebut yang menyebabkan anak merasa takut dengan petugas kesehatan, terutama perawat yang sering melakukan tindakan 24 jam di rumah sakit. Maka penulis memberikan fasilitas bermain untuk mengurangi kecemasan anak dengan media Panter yang dapat digunakan sebagai media belajar dan bermain anak. Selama impelementasi, anak dapat berpartisipasi dengan menunjuk gambar yang ditanyakan dan menjawab pertanyaan dari perawat sebagai fasilitator. Dengan demikian anak lebih mengenal perawat bukan hanya petugas yang menyakiti namun juga sebagai teman belajar bersama. Sehingga anak tidak takut lagi ketika melihat maupun diberi tindakan oleh perawat.

Menurut Supartini (2004) reaksi hospitalisasi yang ditunjukkan oleh anak usia prasekolah yaitu dengan menangis pelan dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Selama implementasi, klien tidak menangis dan kooperatif dengan petugas kesehatan sebagai fasilitator. Diharapkan setelah implementasi belajar dan bermain bersama, pasien menunjukkan penurunan kecemasan sehingga bisa menjalani proses hospitalisasi dengan baik.G. EVALUASI (STRUKTUR, PROSES, DAN HASIL)

4. Evaluasi Struktur

f) Persiapan ruangan pasien yang nyaman dan mempertimbangkan kondisi klien sudah dilakukang) Persiapan alat yang siap digunakan sudah dilakukanh) Kontrak waktu dengan klien sudah dilakukan

i) Tempat

: Ruang Melati RSUD Ungaranj) Fasilitator

: Kelompok 8

6) Kristianto Dwi Nugroho

7) Anis Hidayah

8) Inneke Septiani

9) Fitriya Nur R

10) Galuh Ayu Pravitasari

5. Evaluasi Proses

f. Klien antusias melihat poster bergambar

g. Klien menyebutkan nama gambar yang ada di poster

h. Klien tidak merengek minta ingin pulangi. Klien tidak takut melihat petugas kesehatan di rumah sakit

j. Klien asyik bermain dengan keluarga menggunakan media Panter

6. Evaluasi Hasil

5) 80% klien menyebutkan nama gambar yang ada di poster

6) 80% klien asyik bermain dengan keluarga dan petugas kesehatan

7) 80% klien tidak merengek meminta ingin pulang

8) 80% klien tidak takut dengan petugas kesehatan.H. DOKUMENTASI

Gbr.2. PANTER (PAPAN PINTER) Media Belajar dan Bermain

Gbr. 2. Pasien An. Z sedang menunjuk poster bergambar mobil

Gbr. 3. Pasien An. N bersama Ibu belajar mengenal berbagai jenis mobil

Gbr. 4. Pasien An. N memilih untuk Bermain, Belajar, dan Sehat

Gbr. 5. Pasien An. A sedang antusias belajar angka dengan media Panter

Gbr. 6. Keceriaan pasien An. A bersama Ibu saat belajar menggunakan PanterDAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Muscari, Marry E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGCSupartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta: EGC.BAB V

PENUTUPA. KESIMPULANPapan pinter (Panter) merupakan sebuah papan berjalan yang terbuat dari pipa, berisikan lembaran kertas tentang gambar hewan, buah-buahan, kartun, dan lain-lain. Panter ini dirancang untuk memfasilitasi kebutuhan rekreasi pada anak dalam proses hospitalisasi. Panter terbukti efektif dalam proses hospitalisasi terutama untuk media belajar dan bermain. Panter dapat digunakan bersama keluarga dan petugas kesehatan untuk mengurangi ketakutan serta kecemasan anak kepada petugas kesehatan dirumah sakit.B. SARAN

Media belajar dan bermain anak berupa Panter sebaiknya dilakukan dengan pengawasan orang tua. Diperlukan kerjasama yang baik antara petugas kesehatan dengan orang tua klien sehingga anak merasa nyaman. Alat Panter yang melebihi tubuh klien memungkinkan untuk menjatuhi klien sehingga dibuat dari bahan yang aman dan meminimalkan jatuh. Petugas kesehatan juga sebaiknya menggunakan komunikasi terapeutik sehingga anak tidak merasa takut. Sementara itu sebagai petugas kesehatan juga harus mengetahui psikologis tumbuh kembang anak sehingga dapat mengantisipasi perlakukan anak jika terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan pada anak.