33
Makanan yang Tekontaminasi Berakibat DemamTifoid pada Manusia Citra P Dwi Cahya 102010307 D7 16 November 2011 Universitas Kristen Krida Wacana Alamat korespondensi : [email protected] Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Terusan arjuna no.6 Jakarta Barat 11510 Pendahuluan Dengan terjadinya perubahan cuaca yang sangat signifikan, maka banyak sekali penyakit yang menimpa pada penduduk Indonesia saat ini. Mulai dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan vector nyamuk. Semua verktor itu bisa menularkan atau menyebabkan penyakit apabila mereka masuk ke tubuh kita. Bahkan akibat dari penyebaran itu bisa sampai terjadi kejadian luar biasa. Namun saat ini sudah di ciptakan berbagai imunisasi atau vaksin untuk beberapa penyakit itu, sehingga untuk melakukan pencegahan ataupun untuk pengobatan kita sudah bisa memakainya. Walaupun vaksin dan imunisasi sudah banyak ada dan bisa untuk mengobati berbagai penyakit, tetapi bakteri dan virus pun semakin banyak dan berkembangbiak. Sehingga banyak muncul penyakit baru di Indonesia ini dan belum ditemukan vaksinnya. Karena lingkungan 1

makalah pbl 12

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: makalah pbl 12

Makanan yang Tekontaminasi Berakibat DemamTifoid pada Manusia

Citra P Dwi Cahya

102010307

D7

16 November 2011

Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat korespondensi :

[email protected]

Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Terusan arjuna no.6 Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Dengan terjadinya perubahan cuaca yang sangat signifikan, maka banyak sekali penyakit

yang menimpa pada penduduk Indonesia saat ini. Mulai dari penyakit yang disebabkan oleh

bakteri, virus, dan vector nyamuk. Semua verktor itu bisa menularkan atau menyebabkan

penyakit apabila mereka masuk ke tubuh kita. Bahkan akibat dari penyebaran itu bisa sampai

terjadi kejadian luar biasa. Namun saat ini sudah di ciptakan berbagai imunisasi atau vaksin

untuk beberapa penyakit itu, sehingga untuk melakukan pencegahan ataupun untuk pengobatan

kita sudah bisa memakainya. Walaupun vaksin dan imunisasi sudah banyak ada dan bisa untuk

mengobati berbagai penyakit, tetapi bakteri dan virus pun semakin banyak dan berkembangbiak.

Sehingga banyak muncul penyakit baru di Indonesia ini dan belum ditemukan vaksinnya. Karena

lingkungan sudah tidak bersahabat dengan kita, maka dari itu hanya diri kita yang bisa menjaga

kita dari serangan penyakit itu. Banyak cara yang bisa kita lakukan, namun yang paling pertama

tubuh kita akan membentuk imun untuk melawan penyakit yang pertama masuk, kemudian jika

penyakit itu semakin banyak di tubuh kita dan imun tidak dapat melawan maka kita

membutuhkan penanganan yang lebih lanjut.

Ibarat payung yang digunakan di kala hujan atau matahari terik, sistem imun melindungi

tubuh kita dari berbagai kuman dan mikro-organisme setiap hari. Bila tidak ada perlindungan itu,

maka tubuh kita akan mudah diinfeksi oleh kuman dan mikro-organisme tersebut. Sistem imun

1

Page 2: makalah pbl 12

kita terdiri dari rangkaian sel, protein, jaringan otot, dan organ-organ tertentu. Sel yang terlibat

dalam sistem imun manusia adalah lekosit (sel darah putih) yang diproduksi dan disimpan di

berbagai lokasi di tubuh, seperti thymus, limpa, dan sumsum tulang. Dari lokasi-lokasi tersebut,

lekosit menyebar ke seluruh organ tubuh melalui pembuluh limpatik dan pembuluh darah.

Dengan demikian, sistem kekebalan tubuh dapat bekerja secara terkoordinasi dalam mengawasi

pertahanan tubuh kita. Semua bagian sistem imun itu bekerja melindungi tubuh kita dari berbagai

penyakit. Perlindungan itu dinamai imunitas. Namun, imunitas setiap orang berbeda. Ada yang

terlihat selalu sehat, ada yang mudah sakit. Seiring pertambahan usia, antibodi kita pun mengenal

semakin banyak antigen. Itulah sebabnya orang dewasa cenderung lebih jarang sakit

dibandingkan anak-anak. Perbedaan itu bisa terletak pada salah satu dari tiga jenis imunitas yang

pada dasarnya dimiliki oleh setiap orang.

Pembahasan

Demam adalah peningkatan abnormal suhu badan rectal minimal 380C. demam

merupakan tanda adanya masalah yang menjadi penyebab, bukan suatu penyakit, dan tidak

terjadi dengan sendirinya. Data klinis terkait menemukan tanda yang menunjukan keseriusan

demam (mis, anak yang aktif dan sadar memiliki suhu 40oC secara umum kurang

mengkhawatirkan dibandingkan dengan bayi yang lesu dan letargik dengan suhu 39oC).1 Definisi

demam adalah suhu rectal yang lebih dari 38oC (100,4oF). suhu normal dapat berfluktuasi

sepanjang hari, berkisar antara 36,1oC-38oC(97oF-100,4oF). umumnya suhu tubuh pada anak-

anak lebih tinggi, kemudian menurun hingga pada tingkat dewasa pada usia 13-14 tahun pada

anak perempuan, dan 17-18 tahun pada anak laki-laki.

Pemeriksaan pasien

Anamnesis

Dalama mengevaluasi pasien dengan kemungkinan infeksi, ada beberapa pertanyaa

penting yang harus di pertimbangkan :

Apakah gejala yang ada menunjukkan proses infeksi , yaitu tidak mungkin atau hamper

tidak mungkin demam disebabkan oleh hal lain?

2

Page 3: makalah pbl 12

Panjanan infeksi (makan di luar rumah, penyakit demam dalam kontak rumah tangga,

susu atau keju tanpa pasteurisasi, telur dan produk ayam yang di masak kurang matang).3

Di mana kemungkinan letak infeksi? Gejala yang timbul dari suatu organ tertenu

biasanya bisa di jadikan petunjuk letak infeksi. Gejala non spesifik (demam, mialgia) bisa

terjadi pada infeksi generalisata (septicemia atau viremia).

Pasien ini telah terpapar pad organism apa ? adalah penyakit epidemic local, seperti

influenza, kolera, dan lain-lain.

Adakah alas an mengapa pasien ini mudah terkena infeksi ? orang dengan system imun

yang tertekan lebih mudah terkena infeksi, termasuk oleh organism yang biasnya non-

patogen.

Adakah bukti kerusakan jaringan atau organ (ginjal, paru, dan lain-lain)? Ini bisa

menentukan perlu tidaknya terapi suportif (seperti ventilasi mekanik, support tekanan

darah).1

Hasil anamnesis

o Suhu tubuh naik turun menerus sejak 7 hari yang lalu.

o Suhu meningkat terutama sore.

o Panas disertai menggigil, kadang sampai mengigau.

o Pasien belum BAB sejak 5 hari yang lalu.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang teliti harus di ulangi secara regular. Semua tanda-tanda

vital merupakan petunjuk yang relevan. Suhu tubuh harus di ukur secara oral atau pun

rectal, tetapi lokasi spesifik yang digunakan harus konsisten. Hasil pengukuran suhu

aksila dikenal sebagai petunjuk yang tidak bisa diandaikan sebagaimana halnya hasil

pengukuran oral yang dikerjakan segera setelah minum minuman dingin atau panas,

merokok ataupun setelag mengalami hiperventilasi.2

Hasil pemeriksaan fisik

o TD 105/75 mmHg.

3

Page 4: makalah pbl 12

o Demam yang tinggi terus menerus (390C).

o Denyut nadi 88x/menit.

o Murmur (-), ronkhi basah halus pada basal paru.

o Hepatosplenomegali.

Diagnosis deferensial3

Diagnosis working

Demam tifoid

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh salmonella typhi, yang

sampai saat ini mejadi masalah kesehatan yang masih perlu mendapatkan perhatian. WHO

memperkirakan jumlah kasus demam tifoid di seluruh dunia menjadi 16-33 juta dengan 500-600

ribu kematian tiap tahunnya, sekitar 3,5% dari seluruh kasus yang ada. Di Indonesia, demam

tifoid merupakan penyakit endemic (penyakit yang selalu ada di masyarakat sepanjang waktu

walaupun dengan angka kejadian yang kecil) dan termasuk penyakit menular yang tercantum

dalam undang-undang nomor 6, tahun 1962, tentang wabah. Angka kejadian demam tifoid

bervariasi di setiap daerah. Hal ini berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum

4

Malaria Demam (perabaan atau pengurukuran dengan termometer)Pucat pada conjungtiva palpebrae atau telapak tanganPembesaran limpa (splenomegali)Pembesaran hepar (hepatomegali)

demam tifoidsuhu tubuh meningkat dan menetap.suhu meningkat terutama sore dan malam hari.demam yang tinggi terus menerus (39-400C),hepatosplenomegali, nyeri tekan.perut kembung (meteorismus).

leptospirosisDemamMenggigil Sakit kepalaMeningismusAnoreksiaMialgiaConjuctivalSuffosionMualMuntahNyeri abdomenIkerusHepatomegaliRuam kulitfotopobi

Page 5: makalah pbl 12

memadai dan sanitasi lingkungan yang buruk serta pembuangan sampah yang kurang memenuhi

syarat kesehatan lingkungan. Vaksinasi terhadap demam tifoid merupakan alternative untuk

menurunkan kejadian demam tifoid mengingat semakin meningkatnya kuman tifoid yang kebal

terhadap antibiotika.4

Diagnosis demam typhoid tidak selalu didapatkan setelah semua kriteria diagnosis

terpenuhi, mengingat panjangnya perjalanan penyakit tersebut. Gejala klinis yang khas dapat

menjadi dasar untuk pemberian terapi empirik sebelum pemeriksaan penunjang lainnya

dilakukan guna mencegah perburukan atau komplikasi lebih lanjut dari penyakit tersebut. Tidak

jarang pula diagnosa demam typhoid ditegakkan secara eksjuvantibus.

Diagnosis klinis terutama ditandai oleh adanya panas badan, gangguan saluran

pencernaan, gangguan pola buang air besar, hepatomegali/spleenomegali, serta beberapa

kelainan klinis yang lain. Diagnosis laboratoris kebanyakan di Indonesia memakai tes serologi

Widal, tetapi sensitifitas dan spesifisitasnya sangat terbatas, belum ada kesepakatan titer dari

masing – masing daerah. Biakan S. Typhi merupakan pemeriksaan baku emas, tetapi hasilnya

seringkali negatif dan memerlukan waktu lama, padahal dokter harus segera memberi

pengobatan. Beberapa serodiagnostik lain yang telah dikembangkan seperti TUBEX, merupakan

pemeriksaan Immunoassay yang dapat mendeteksi anti-salmonella 09 dengan sensitivitas dan

spesifisitas 100%.4

Etiologi

Demam tifoid, di masyakarat di kenal dengan nama sakit tifus. Disebabkan kuman

Salmonella typhi. Kuman ini masuk ke tubuh kita melalui makanan dan minuman yang tercemar.

Setelah kuman masuk tubuh biasanya akan timbul gejala penyakit (masa inkubasi) setelah 7-21

hari. Demam typhoid merupakan infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh Salmonella typhi,

atau jenis yang virulensinya lebih rendah yaitu Salmonella paratyphi. Salmonella adalah kuman

gram negatif yang berflagela, tidak membentuk spora, dan merupakan anaerob fakultatif yang

memfermentasikan glukosa dan mereduksi nitrat menjadi nitrit. S.typhi memiliki antigen H yang

terletak pada flagela, O yang terletak pada badan, dan K yang terletak pada envelope, serta

komponen endotoksin yang membentuk bagian luar dari dinding sel. Ada dua sumber penularan

5

Page 6: makalah pbl 12

salmonella typhi yaitu pasien dengan demam tifoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang

yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air

kemih selama lebih dari 1 tahun.

Demam tifoid, atau typhoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella ,

khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi. Bakteri salmonella ini mempunyai karakteristik

batang gram-negatif, Beta-hemolitik, dan tidak memfermentasikan laktosa. Salmonella

menyebabkan dua kelompok besar penyakit, yaitu demam tifoid dan gastroenteritis.

Salmonela tifoid (S. typhi atau S. paratyphi) menyebabkan penyakitsistemik yang tidak

disertai diare. Infeksi terjadi lewat kontak langsung dengan orang yang terinfeksi atau lewat

kontak tak-langsung dengan makanan atau air yang terkontaminasi. Mikroorganisme yang

tertelan masuk ke dalam sistem limfatik dan aliran darah dari usus halus sehingga terjadi demam

tinggi, rose spots pada kulit, konstipasi, bradikardi dan kemungkinan perdarahan usus disertai

perforasi.5

Salmonela nontifoid(kelompok luas) menyebabkan gastroenteritis yang ditandai oleh

mual, muntah, demam dan diare berdarah dan berlendir yang terjadi dalam waktu 72 jam

sesudah mengonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi. Transmisi terjadi akibat makanan

yang tidak diolah dengan baik yang terkontaminasi feses, terutama telur dan daging unggas di

samping terjadi lewat kontaminasi fekal-oral dari manusia lain atau dari hewan peliharaan,

khususnya reptil (misalnya, ular, kadal, kura-kura dan iguana).5

Epidemiologi

Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan

perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup

umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air yang baik dapat mengurangi

penyebaran penyakit ini.

Penyebaran Geografis dan Musim

6

Page 7: makalah pbl 12

Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia. Penyebarannya tidak

bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah yang kebersihan

lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.

Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin

Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin lelaki atau

perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak. Orang dewasa sering

mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh sendiri.

Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Usia Persentase

12 – 29 tahun 70 – 80 %

30 – 39 tahun 10 – 20 %

> 40 tahun 5 – 10 %

Pada demam tifoid ini tidak ada perbedaan yang nyata antara insidens pada pria dan

wanita. Didaerah endemik tifoid, insidens tertinggi didapatkan pada anak-anak. Orang dewasa

sering mengalami infeksi ringan yang sembuh sendiri dan menjadi kebal. Insidens pada penderita

yang berumur 12 tahun ke atas adalah, 70-80% penderita berumur antara 12 dan 30 tahun, 10-

20% antara 30 dan 40 tahun dan hanya 5-10% di atas 40 tahun.3

Patofisiologi

Masuknya kuman Salmonella typhi (S.typhi) dan Salmonella parathyphi (S. paratyphi) ke

dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman di

musnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang

biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan

menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia

kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat

hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya di bawa ke plak Peyeri ileum

7

Page 8: makalah pbl 12

distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus

kuman yang dapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah ( mengakibatkan

bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendoteial tubuh

terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian

berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah

lagi mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan di sertai tanda-tanda dan gejala

penyakit infeksi sistemik.3

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama

cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman di

keluarkan melalui feses dan sebagian lagi masuk kedalam sirkulasi setelah menembus usus.

Proses yang sama terulang kembali, berhubungan makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka

saat fagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang

selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,

sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.3

Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan (S.

typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan

nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar

plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel

mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke

lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.3

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya

komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ

lainnya.3

Gejala klinis6

Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa diberikan terapi yang

tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini sangat penting

untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus tertentu dibutuhkan pemeriksaan

tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis.

8

Page 9: makalah pbl 12

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul

sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit

yang khas di derita komplikasi hingga kematian.

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala klinis

penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya

yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,

perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya di dapatkan

suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore

hingga malam. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam,

bradikardia relative (bradikardi relative adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan

denyut nadi 8 kali permenit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta

tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor,

koma, delirium, atau psikos. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.3

1. Masa inkubasi : 10 -14 hari (mungkin kurang dari 7 hari atau lebih dari 21 hari).

2. Keluhan utama yang mencolok:

1. Panas yang makin tinggi terutama pada malam hari dan pagi hari, bila panas sering

disertai delirium, demam dapat bersifat remitten dapat pula kontinua. Suhu

meningkat dan bertahap seperti tangga, mencapai puncaknya pada hari ke 5, dapat

mencapai 39o - 40oC.

2. Lemah badan, nyeri kepala di frontal.

3. Mual - anoreksia.

4. Gangguan defekasi :

Obstipasi pada minggu I.

Diare pada minggu II (peas soup diare). Karena peradangan kataral dari

usus, sering disertai dengan perdarahan dari selaput lendir usus, terutama

ileum.

9

Page 10: makalah pbl 12

5. Insomnia.

6. Muntah.

7. Nyeri perut.

8. Apatis/bingung dapat diakibatkan toksik menjadi delirium yang akan menjadi

meningismus (akhir minggu ke I).

9. Myalgi/atralgi.

10. Batuk.

3. Nadi terjadi bradicardi relatif (normalnya frekuensi nadi akan meningkat sebanyak

18x/menit pada setiap peningkatan suhu tubuh sebanyak 1o C, pada demam typoid denyut

nadi akan lebih lambat dari perhitungan yang seharusnya), hal ini disebabkan oleh karena

efek endotoksin pada miokard.

o Lidah, typhoid tongue, dengan warna lidah putih kotor kecoklatan dengan ujung dan tepi

hiperemis dan terdapat tremor.

o Thoraks, paru-paru dapat terjadi bronchitis/pneumonia, pada umumnya bersifat tidak

produktif, terjadi pada minggu ke II atau minggu ke III, yang disebabkan oleh

pneumococcus atau yang lainnya.

o Abdomen, agak cembung dan meteorismus.

1. Splenomegali pada 70% dari kasus, dengan perabaan keras, mulai teraba pada akhir

minggu ke I sampai minggu ke III, akan tetapi dapat juga lunak dan nyeri tekan

positif.

2. Hepatomegali pada 25% dari kasus, terjadi pada minggu ke II sampai dengan masa

konvalesens.

10

Page 11: makalah pbl 12

3. Kantung empedu, merupakan sumber kuman yang dapat tetap utuh, dapat terjadi

kholesistitis akut terutama pada wanita tua dan gemuk. Karier sering terjadi pada

penderita dengan kholesistitis kronik dan batu empedu. Meteorismus, kita harus

hati-hati untuk tanda perforasi/adanya perdarahan pada usus.

4. Perubahan terjadi pada bagian distal dari Ileum, Plaque payeri menunjukkan :

Hiperplasti pada minggu ke I.

Nekrose pada minggu ke II.

Ulcerasi pada minggu ke III.

Penyembuhan pada minggu ke IV.

o Kulit, Rose spot, adalah suatu rash yang khas untuk tipoid, terjadi pada akhir minggu ke I

sampai minggu ke III terutama pada dinding dada dan perut. Hal ini terjadi karena

infiltrasi oleh sel monosit pada ujung-ujung kapiler yang disebabkan oleh infiltrasi

kuman Salmonella typhi pada kulit, yang menyebabkan terjadinya proses radang,

sehingga terjadi perembesan dari sel eritrosit, karena permeabilitas kapiler meningkat.

o Ginjal, karena 25% - 30% dari penderita demam tifoid mengeksresikan Salmonella typhi

dalam air kemih pada stadium akut dari penyakit, maka dianggap bahwa ginjal sering

terjangkit. Tetapi kelainan ginjal yang menetap jarang terjadi, seperti juga jarangnya

karier air kemih.

o Sistim syaraf pusat, dapat timbul encephalopathy dengan ring haemorrhagic, trombus

kapiler, demyelinasi perivaskuler, transverse myelitis dan Guillain Barre syndrome.

Meningitis purulenta telah dilaporkan. Penurunan pendengaran juga sering ditemukan.

o Lesi-lesi fokal, abses tifoid dapat terjadi dimana-mana:

1. Osteomyelitis.

2. Abses otak.

11

Page 12: makalah pbl 12

3. Abses limfa.

4. Eksudat pada kasus-kasus ini merupakan suatu PMN dan bukan mononuklear.

o Status typhosa :

1. Toxic

2. Mengantuk

3. Apatis

4. Delirium

5. Incontinentia urine et alvi

6. Tremor halus: tangan dan lidah.

7. Gejala psikose sampai koma.6

Penatalaksaan

Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:

1. Istirahat dan Perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat

penyembuhan.

2. Diet dan Terapi Penunjang (simtomatik dan suportif), dengan tujuan mengembalikan rasa

nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.

3. Pemberian Antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman

Istirahat dan Perawatan,tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah

komplikasi.Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi,

buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan.

Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang

dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta

higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

12

Page 13: makalah pbl 12

Diet dan Terapi Penunjang,diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses

penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan

umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.Di

masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi

bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat

kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi

perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus

diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi

dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat

diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

Pemberian Antimikroba,Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati

demam tifoid adalah sebagai berikut:

Kloramfenikol.DiIndonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk

mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara

per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuskular

tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester yang dapat terjadi dan tempat suntikan terasa nyeri.

Penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari.

Tiamfenikol.Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan

kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia

aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg,

demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.

Kotrimokaazol. Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis

untuk orang dewasa adalah 2x2 tablet (I tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg

trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.

Ampisilin dan Amoksisilin.Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah

dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/kgBB dan

digunakan selama 2 minggu.

Sefalosporin generasi ketiga. Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke-3 yang

terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4

gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama enamjam perinfus sekali sehari, diberikan selama

3 hingga 5 hari.

13

Page 14: makalah pbl 12

Golongan Fluorokuinolon.Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan aturan

pemberiannya :

•. Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

• Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

• Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7

hari Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4.Hasil

penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan

fluorokuinolon pertama yang memiliki bioavailabilitas tidak sebaik fluorokuinolon

yang'dikembangkan kemudian.

Kombinasi obat antimikroba,kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada

keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik, yang

pernah terbukti ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella.

Kortikosteroid. Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam

tifoid yang mengalami syok septik dengan dosis 3x5 mg.

Pengobatan demam Tifoid-pada wanita hamil,kloramfenikol tidak dianjurkan pada

trimester ke-3 kehamilan karena dikhawatirkan dapat terjadi partus prematur, kematian fetus

intrauterin, dan grey Syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan digunakan pada

trimester pertama kehamilan karena kemungkinan efek teratogenik terhadap fetus pada manusia

belum dapat disingkirkan. Pada kehamilan lebih lanjut tiamfenikol dapat digunakan. Demikian

juga obat golongan fluorokuinolon maupun kotrimoksazol tidak boleh digunakan untuk

mengobati demam tifoid. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilin, dan seftriakson.3

Pencegahan6

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka setiap individu

harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Salmonella typhi

di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57ºC untuk beberapa menit atau dengan proses

iodinasi/klorinasi.

Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57ºC beberapa menit dan secara merata juga

dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu negara/daerah

14

Page 15: makalah pbl 12

tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta

tingkat kesadaran individu terhadap higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan

angka kejadian demam tifoid.

Vaksin Demam Tifoid

Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yaitu yang berisi kuman

yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dari Salmonella typhi. Vaksin yang berisi

kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan peroral tiga kali dengan

interval pemberian selang sehari, memberi daya perlindungan 6 tahun. Vaksin ini diberikan pada

anak berumur diatas 2 tahun. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella typhi diberikan

secara suntikan intramuskular memberikan perlindungan 60-70% selama 3 tahun.6

Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah, yaitu:

Daerah non-endemik ,tanpa ada kejadian outbreak atau epidemi.Tindakan preventif dapat dilakukan dengan cara:

Menjaga sanitasi air dan kebersihan lingkungan Penyaringan pengelola pembuatan/distributor/penjualan makanan-minuman Pencarian dan pengobatan kasus tifoid karier Bila ada kejadian epidemi tifoid Pencarian dan eliminasi sumber penularan Pemeriksaan air minum dan mandi-cuci-kakus Penyuluhan higiene dan sanitasi pada populasi umum daerah tersebut

Padadaerahendemic,tindakanpreventifdapatdilakukandengancara:

Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang memenuhi standar prosedur kesehatan (perebusan > 570C, iodisasi, dan klorinisasi).

Pengunjung ke daerah ini harus minum air yang telah melalui pendidihan, menjauhi makanan segar (sayur/buah) Vaksinasi secara menyeluruh pada masyarakat setempat maupun pengunjung.

Vaksinasi

Vaksin pertama kali ditemukan tahun 1896 dan setelah tahun 1960 efektivitas vaksinasi telah ditegakkan, keberhasilan proteksi sebesar 51-88% (WHO) dan sebesar 67% (Universitas Maryland) bila terpapar 105 bakteri,tetapi tidak mampu proteksi bila terpapar 107 bakteri.

Vaksinasi tifoid belum dianjurkan secara rutin di USA, demikian juga di daerah lain. Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, risiko terserang demam

15

Page 16: makalah pbl 12

tifoid semakin tinggi untuk daerah berkembang (Amerika Latin, Asia, Afrika). Orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid juga dianjurkan untuk mendapat vaksinisasi, dan vaksinisasi jugadi indikasikan bagi petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.

Terdapat dua jenis vaksin pada demam Tifoid, yaitu Vaksin oral: Ty21a (vivotif Berna).Yang besisi vaksin hidup yang dilemahkan, danVaksin parenteral: ViCPS (TyphimVi/Pasteur Merieux), yaitu vaksin kapsul polisakarida Vi dari S.Thypii. Namun kedua vaksin ini hanya dapat memberikan perlindungan 60-70%.4-7

Pemilihan Vaksin

Pada beberapa penelitian vaksin oral Ty21a diberikan 3 kali secara bermakna menurunkan 66% selama 5 tahun, laporan lain sebesar 33% selama 3 tahun. Usia sasaran vaksinasi berbeda efektivitasnya, dilaporkan insidens turun 53% pada anak > 10 tahun sedangkan anak usia 5-9th insidens turun 17%.

Vaksin parenteral non-aktif,relatif lebih sering menyebabkan reaksi efek samping serta tidak seefektif dibandingkan dengan ViCPS maupunTy21a oral.Jenis vaksin dan jadwal pemberian, yang ada saat ini di Indonesia hanya ViCPS (Typhim Vi).

Tindakan preventif berupa vaksinasi tifoid tergantung pada faktor resiko yang berkaitan, yaitu individual atau populasi dengan situasi epidemiologisnya.Populasi,khususnyaanak usia sekolah di daerah endemik, personil militer, petugas rumah sakit, laboratorium kesehatan, industri makanan/minuman.Individual,khusunyapengunjung/wisatawan ke daerah endemik, orang yang kontak erat dengan pengidap tifoid (karier).Anak usia 2-5 tahun toleransi dan respons imunologisnya sama dengan anak usia lebih besar.6

Kontraindikasi Vaksinasi

Vaksin hidup oral Ty21a secara teoritis dikontraindikasikan pada sasaran yang alergi atau reaksi efek samping berat, penurunan imunitas dan kehamilan (karena sedikitnya data). Bila diberikan bersamaan denga obat anti-malaria (klorokuin, meflokuin) dianjurkan minimal setelah 24jam pemberian obat baru dilakukan vaksinasi.Dianjurkan tidakmemberikan vaksinasi bersamaan dengan obat sulfonamid atau antimikroba lainnya.6

Efek Samping vaksinasi

Pada vaksin Ty21a demam yang timbul pada orang yang mendapat vaksinsebesar 0- 5%, sakit kepala 0-5%, sedangkan pada ViCPS efek samping lebih kecil(demam 0,25%; malaise 0,5%, sakit kepala 1,5%, rash 5%, reaksi nyeri lokal 17%). Efek samping terbesar pada vaksin parenteral adalah heatphénol inactivated, yaitu demam 6,7-24%, nyeri kepala 9-10% dan reaksi lokal nyeri dan edema 3-35%,bahkan reaksi berat termasuk nyeri dada, dan syok dilaporkan pernah terjadi meskipun sangat jarang terjadi.6

16

Page 17: makalah pbl 12

Efektivitas Vaksinasi

Serokonversi (peningkatan titer antibodi 4 kali) setelah vaksinasi dengan ViCPS terjadi secara cepat yaitu sekitar 15 hari -3 minggu dan 90% bertahan selama 3 tahun.Kemampuan proteksi sebesar 77% pada daerah endemik (Nepal) dan sebesar 60% untuk daerah hiperendemik.6

Prognosis

Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh,

jumlah dan virulensi Salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angkatan kematian pada

anak-anak 2,6 % dan pada orang dewasa 7,4% rata-rata 5,7%.3

Prognosis untuk penderita dengan demam enteric tergantung pada terapi segera, usia

penderita, keadaan kesehatan sebelumnya, serotip Salmonella penyebab, dan munculnya

komplikasi. Di Negara maju, dengan terapi antimikroba yang tepat, angka mortalitas dibawah

1%. Di Negara yang sedang berkembang, angka mortalitas lebih tinggi daripada 10%, biasanya

karena keterlambatan diagnosis, rawat inap rumahsakit, dan pengobatan. Bayi dengan umur

dibawah satu tahun dan anak-anak dengan gangguan dasar yang melemahkan berada pada risiko

yang lebih tinggi. S. typhi menyebabkan penyakit yang lebih berat, dengan angka komplikasi dan

kematian yang lebih tinggi, dari pada serotiplain. Munculnya komplikasi, seperti perforasi

saluran pencernaan atau perdarahan berat, meningitis, endocarditis dan pneumonia disertai

dengan angka morbiditas dan moralitas tinggi.

Relaps sesudah respons klinis awal terjadi pada 4-8% penderita yang tidak diobati dengan

antibiotic. Pada penderita yang telah mendapat terapi antimikroba yang tepat, manifestasi klinis

relaps menjadi nyata sekitar 2 minggu sesudah penghentian antobiotik dengan menyerupai

penyakit akut. Namun relaps biasanya lebih ringan dan lebih pendek.

Dapat pula terjadi relaps berulang terutama pada individu yang mengekskresi S. typhi

tiga bulan atau lebih lama sesudah infeksi, biasanya berkisar satu tahun dan ditetapkan sebagai

pengidap kronis. Risiko menjadi pengidap rendah pada anak dan bertambah pada umur yang

lebih tua: dari semua penderita dengan demam tifoid, 1-5% menjadi pengidap kronis. Insiden

penyakit saluran empedu lebih tinggi pada pengidap kronis dari pada pada populasi umum.

17

Page 18: makalah pbl 12

Prognosis demam tifoid bergantung pada umur, keadaan umum, derajat kekebalan penderita, jumlah bakteri dan virulensi dari bakteri.2 Tifoid yang tidak diobati memiliki angka mortalitas yang mendekati 20%.3

Komplikasi

Tifoid sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ utama tubuh dapat diserang

dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada

demam tifoid yaitu :

Komplikasi intestinal: Perdarahan usus, perforasis usus, ileus paralitik, pankreatitis

Komplikasi ekstra-intestinal

Komplikasi kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis

Komplikasi darah: anemia hemolititk, trombositopeniam KID, trombosis

Komplikasi paru: pneumonia, empiema, pleuritis

Komplikasi hepatobilier: hepatitis kolesistis

Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis

Komplikasi tulangL osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis

Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksis.3

KomplikasiIntestinal3

Perdarahan Intestinal

Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk

tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjangterhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen

usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus

dinding ususmaka perforasi dapat terjadi. Selain karena faktor luka, perdarahan juga dapat

terjadi karena gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan kedua faktor. Sekitar 25%

penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfusi

darah. Perdarahan dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara klinis pererdarahan

akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5ml/kgBB/jam dengan faktor

hemostatis dalam batas normal. Jika penanganan terlambat mortalitas cukup tinggi sekitar 10-

32%, bahkan ada yang melaporkan sampai 80%. Bila transfusi yang diberikan tidak dapat

mengimbangi perdarahan yang terjadi, maka tindakan bedah perlu dipertimbangkan.

Perforasi Usus

18

Page 19: makalah pbl 12

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga

namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain gejala umum demam tifoid yang biasa

terjadi maka penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama

di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perutdan disertai dengan

tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati terkadang tidak

ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi

cepat,tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok. Leukositosit dengan pergeseran ke kiri dapat

menyokong adanya perforasi.Bila pada gambaran foto polos abdomen (BNO/3 posisi)

ditemukanudara pada rongga peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini merupakan nilai

yang cukup menentukan terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. Beberapa faktor yang

dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur (biasanya berumur 20-30) demam, modalitas

pengobatan, beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.

Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobnati kuman S. typhitetapi

juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan anaerobik pada flora usus. Umumnya

diberikan antibiotik spektrum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena.

Untuk kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin/metronidazol. Cairan harusdiberikan dalam

jumlah yang cukup serta penderita dipuaskan dan dipasang nasogastric tube. Transfusi darah

dapat diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan intestinal.

Komplikasiekstra-Intestinal

Komplikasi Hematologi

Komplikasi hematologik berupa trombositopenia,hipofibrino-gemina,peningkatan

prothrombin time, peningkatan partial thromboplastin time peningkatan fibrin degradation

products sampai koagulasi intravaskular diseminata (KJD) dapat ditemukan pada kebanyakan

pasien demam tifoid. Trombositopenia saja sering dijumpai, hal ini mungkin terjadi karena

menurunnya produksi trombosit di sumsum tulang selama proses infeksi atau meningkatnya

destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial. Obat-obatan juga memegang peranan.

Penyebab KID pada demam tifoid belumlah jelas. Hal-hal yang sering dikemukakan

adalah endotoksin mengaktifkan beberapa sistem biologik, koagulasi, dan fibrinolisis. Pelepasan

kinin, prostaglandin dan histamin menyebabkan vasokonstriksi dan kerusakan endotel pembuluh

darah dan selanjutnya mengakibatkan perangsangan mekanisme koagulasi, baik KID kompensata

maupun dekompensata.Bila terjadi KID dekompensata dapat diberikan transfusi darah, substitusi

19

Page 20: makalah pbl 12

trombosit dan/atau faktor-faktor koagulasi bahkan heparin meskipun ada pula yang tidak

sependapat tentang manfaat heparin pada demam tifoid.

Hepatitis Tifosa

Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus dengan demam

tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S. Typi daripada S. paratyphi. Untuk membedakan

apakah, hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan

kelainan fisik parameter laboratorium, dan bila perlu histopatologik hati. Pada demam tifoid

kenaikan enzim transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin(untuk membedakan

dengan hepatitis oleh karena virus). Hepatitistifosa dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi

dan sistem yang kurang. Meskipun sangat jarang, komplikasi hepatoensefalopati dapat terjadi.

Pankreatitis Tifosa

Merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada demam tifoid. Pankreatitis sendiri dapat

disebabkan oleh mediator pro inflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat farmakologik.

Pemeriksaan enzim amilase dan B serta ultrasonograafi/CT-Scan dapat membantu diagnosis

penyakit ini dengan akurat.Penatalaksanaan pankreatitis tifosa sama seperti penanganan

pankreatitis pada umumnya; antibiotik yang diberikan adalah antibiotik intravena seperti

seftriakson atau kuinolon.

Miokarditis

Miokarditis terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid sedangkan kelainan

elektrokardiografi dapat terjadi pada 10-15% penderita. Pasien dengan miokarditis biasanya

tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif,

aritmia, atau syok kardiogenik. Sedangkan perikarditis sangat jarang terjadi. Perubahan

elektrokardiografi yang menetap disertai aritmia mempunyai prognosis yang buruk. Kelainan ini

disebabkan kerusakan miokardium oleh kuman S. typhi dan miokarditis sering sebagai penyebab

kematian. Biasanya dijumpai pada pasien yang sakit berat, keadaan akut dan fulminan.

Tifoid Toksik

Tifoid toksik dapat berupa delirium dengan atau tanpa sindrom, semi-koma atau koma,

Parkinson rigidit/transientparkinsonism,sidrom otak akut, mioklonus generalisata, meningismus,

skizofrenia sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis, polineuritis perifer,

sindrom Guillain-Barre, dan psikosis.

20

Page 21: makalah pbl 12

Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa gangguan atau

penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, apatis, delirium, somnolen, sopor, atau koma)

dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya dan dalam pemeriksaan cairan otak masih

dalam batas normal. Sindrom klinis seperti ini oleh beberapa peneliti disebut sebagai tifoid

toksik, sedangkan penulis lainnya menyebutnya dengan demam tifoid berat, demam tifoid

ensefalopati, atau demam tifoid dengan toksemia. Diduga faktor-faktor sosial ekonomi yang

buruk, tingkat pendiidikan yang rendah, ras, kebangsaan, iklim, nutrisi, kebudayaan dan

kepercayaan (adat) yang masih terbelakang ikut mempermudah terjadinya hal tersebut dan

akibatnya meningkatkan angka kematian.

Semua kasus tifoid toksik, terjadi dengan pertimbangan klinis sebagai demam tifoid

berat, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4 x400 mg ditambah ampisilin 4

x 1 gram dan deksametason 3x5 mg.3

KESIMPULAN

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif

Salmonella typhi.

Manifestasi klinik pada anak umumnya bersifat lebih ringan dan lebih bervariasi. Demam

adalah gejala yang paling konstan di antara semua penampakan klinis.

Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada

umumnya seperti demam, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun, sakit perut, diare

atau sulit buang air beberapa hari, sedangkan pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh

meningkat dan menetap. Suhu meningkat terutama sore dan malam hari.

Setelah minggu ke dua maka gejala menjadi lebih jelas demam yang tinggi terus menerus, nafas

berbau tak sedap, kulit kering, rambut kering, bibir kering pecah-pecah /terkupas, lidah ditutupi

selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan dan tremor, pembesaran hati dan limpa dan

timbul rasa nyeri bila diraba, perut kembung. Anak nampak sakit berat, disertai gangguan

kesadaran dari yang ringan letak tidur pasif, acuh tak acuh (apatis) sampai berat (delirium,

koma).

21

Page 22: makalah pbl 12

DAFTAR PUSTAKA

1. Safitri, A.Medicine at a glance.Jakarta: Penerbit Erlangga.2003.h.64-1.

2. Rahmalia, A.Lecture notes on clinical medicine.Jakarta: Penerbit Erlangga.2005.h.387.

3. Sudoyo AW,Setiyohadi B,Alwi I,Simadibrata M,Setiati S.Ilmu penyakit dalam.Jakarta:

Interna Publishing.2009.p.2798-805.

4. Wahyuningsih, E.Panduan belajar:keperawatan pediatric, E/3.Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.2005.h.185.

5. Hartono A. Intisari mikrobiologi dan imunologi.Jakarta:EGC.2006.p.53.

6. Suharjo, J.Vaksinasi,cara ampuh cegah penyakit infeksi.Jakarta: Penerbit

Kasinus.2010.h.92-5.

7. Asdie, H.Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.vol.1.E/13.Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

22