48
MAKALAH PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KETERSEDIAAN AIR Disusun Oleh: Kelompok 2 1. Destyana Puspitasari H0711031 2. Dhika Sri A. H0711032 3. Dian Susanti H0711035 4. Emma Femi P. H0711039 5. Robi Abraham H0711092 6. Wahyu Ardiyanto H0711108 7. Yhana Awang N. H0711112 Mata Kuliah Pengelolaan Air PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Makalah Peng-Air Kelompok 2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Peng-Air Kelompok 2

MAKALAH

PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP

KETERSEDIAAN AIR

Disusun Oleh:

Kelompok 2

1. Destyana Puspitasari H0711031

2. Dhika Sri A. H0711032

3. Dian Susanti H0711035

4. Emma Femi P. H0711039

5. Robi Abraham H0711092

6. Wahyu Ardiyanto H0711108

7. Yhana Awang N. H0711112

Mata Kuliah Pengelolaan Air

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

Page 2: Makalah Peng-Air Kelompok 2

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebentar lagi kita memasuki musim kemarau, masalah kekeringan,

kekurangan air minum, berita paceklik, hampir pasti akan kita dengar

kembali. Apalagi berdasarkan prakiraan lembaga penelitian nasional dan

intemasional, meskipun tidak terjadi el-nino tahun 2004, peluang curah hujan

musim kemarau diprakirakan normal sampai di bawah normal. Artinya pelan

dan pasti derita akibat kekeringan akan kita alami dan hadapi, terutama oleh

masyarakat miskin yang selama ini secara faktual sudah menderita.

Ironisnya, tneskipun terjadi berulang dengan intensitas, korban dan

kerugian terus meningkat, perhatian dan antisipasi pemerintah dan

masyarakat tidak proporsional, bahkan terkesan mudah melupakan begitu

kekeringan sudah berlalu, sehingga masalah esensialnya tidak pemah dan

tidak akan pemah diselesaikan. Tragisnya lagi, justru dalam kondisi tersebut,

masing-masing pihak mencoba mengeksploitasi masalah kekeringan untuk

kepentingan sektoral, personal sifatnya sesaat.

Kekeringan dapat menjadi bencana alam apabila mulai menyebabkan

suatu wilayah kehilangan sumber pendapatan akibat gangguan pada pertanian

dan ekosistem yang ditimbulkannya. Dampak ekonomi dan ekologi

kekeringan merupakan suatu proses sehingga batasan kekeringan dalam

setiap bidang dapat berbeda-beda. Namun demikian, suatu kekeringan yang

singkat tetapi intensif dapat pula menyebabkan kerusakan yang signifikan.

B. Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan kekeringan?

b. Apa saja faktor penyebab kekeringan?

c. Bagaimana dampak kekeringan baik fisik maupun non fisik?

d. Bagaimana usaha mitigasi untuk menangani bencana kekeringan baik pra

bencana, saat terjadi bencana, dan pasca bencana?

e. Bagaimana potensi bencana kekeringan di Jawa Tengah?

Page 3: Makalah Peng-Air Kelompok 2

f. Bagaimana penyebab, dampak, dan mitigasi bencana kekeringan di Jawa

Tengah?

Page 4: Makalah Peng-Air Kelompok 2

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Kekeringan

Kekeringan adalah kurangnya air bagi kehidupan manusia dan

makhluk hidup lainnya pada suatu wilayah yang biasanya tidak kekurangan

air. Menurut Shelia B. Red (1995) kekeringan didefinisikan sebagai

pengurangan persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara

signifikan di bawah normal atau volume yang diharapkan untuk jangka waktu

khusus. Dampak kekeringan muncul sebagai akibat dari kekurangannya air,

atau perbedaan-perbedaan antara permintaan dan persediaan air. Apabila

kekeringan sudah mengganggu dampak tata kehidupan, dan perekonomian

masyarakat maka kekeringan dapat dikatakan Bencana. Tanda-tanda krisis

air, yaitu:

1. Kesulitan air saat ini hampir dipastikan berbeda dengan kekeringan

tahun-tahun sebelumnya karena tidak hanya terjadi di wilayah endemik

kekeringan klasik seperti Gunung Kidul, Nusa Tenggara Timur,

melainkan merambah wilayah yang sebelumnya memiliki sumber air

sangat melimpah seperti Bogor.

2. Ada pola pergeseran dan peningkatan luas (coverage) wilayah yang

mengalami kesulitan air dalam suatu daerah aliran sungai (DAS) dari

hilir (down stream) bergerak ke atas dan meluas ke arab hulu (up stream)

yang secara konsisten trennya measurable. Wilayah yang sebelumnya

tidak pernah mengalami kekurangan air sekarang rnengalami kekeringan

yang luarbiasa.

3. Terjadinya peningkatan interval lamanya kekeringan sehingga secara

annual lamanya musim hujan semakin singkat. Dengan curah hujan

tahunan yang relatif tetap, maka intensitas hujan pada musim hujan akan

meningkat luar biasa. Dampaknya, tanah tidak dapat menyerap air hujan

secara maksimal karena dengan intensitas tinggi, rnaka sebagian besar air

akan dialirkan menjadi aliran permukaan. Konsekuensinya, penambahan

Page 5: Makalah Peng-Air Kelompok 2

air ke dalam tanah (water recharging) sangat rendah dan pasokan air

pada musim kemarau menjadi rendah.

Menurut Shelia B. Red (1995) kekeringan bisa dikelompokan

berdasarkan jenisnya yaitu: kekeringan meteorologis, kekeringan hydrologis,

kekeringan pertanian, dan kekeringan sosial ekonomi.

1. Kekeringan meteorologist

Berasal dari kurangnya curah hujan dan didasarkan pada tingkat

kekeringan relatif terhadap tingkat kekeringan normal atau rata–rata dan

lamanya periode kering. Perbandingan ini haruslah bersifat khusus untuk

daerah tertentu dan bisa diukur pada musim harian dan bulanan, atau

jumlah curah hujan skala waktu tahunan. Kekurangan curah hujan

sendiri, tidak selalu menciptakan bahaya kekeringan.

2. Kekeringan hidrologis

Mencakup mencangkup berkurangnya sumber–sumber air seperti sungai,

air tanah, danau dan tempat–tempat cadangan air. Definisinya

mencangkup data tentang ketersediaan dan tingkat penggunaan yang

dikaitkan dengan kegiatan wajar dari sistem yang dipasok (sistem

domestik, industri, pertanian yang menggunakan irigasi). Salah satu

dampaknya adalah kompetisi antara pemakai air dalam sistem–sistem

penyimpanan air ini.

3. Kekeringan pertanian

Kekeringan pertanian adalah dampak dari kekeringan meteorologi dan

hidrologi terhadap produksi tanaman pangan dan ternak. Kekeringan ini

terjadi ketika kelembapan tanah tidak mencukupi untuk mempertahankan

hasil dan pertumbuhan rata-rata tanaman. Kebutuhan air bagi tanaman,

bagaimanapun juga, tergantung pada jenis tanaman, tingkat pertumbuhan

dan sarana- sarana tanah. Dampak dari kekeringan pertanian sulit untuk

bisa diukur karena rumitnya pertumbuhan tanaman dan kemungkinan

adanya faktor–faktor lain yang bisa mengurangi hasil seperti hama,

alang–alang, tingkat kesuburan tanah yang rendah dan harga hasil

tanaman yang rendah. Kekeringan kelaparan bisa dianggap sebagai satu

Page 6: Makalah Peng-Air Kelompok 2

bentuk kekeringan yang ekstrim, dimana kekurangan banjir sudah begitu

parahnya sehingga sejumlah besar menusia menjadi tidak sehat atau mati.

Bencana kelaparan biasanya mempunyai penyebab–penyebab yang

kompleks sering kali mencangkup perang dan konflik. Meskipun

kelangkaan pangan merupakan faktor utama dalam bencana kelaparan,

kematian dapat muncul sebagai akibat dari pengaruh–pengaruh yang

rumit lainnya seperti penyakit atau kurangnya akses dan jasa-jasa

lainnya.

4. Kekeringan sosioekonomi

Berhubungan dengan ketersediaan dan permintaan akan barang–barang

dan jasa dengan tiga jenis kekeringan yang disebutkan diatas. Ketika

persediaan barang–barang seperti air, jerami atau jasa seperti energi

listrik tergantung pada cuaca, kekeringan bisa menyebabkan kekurangan.

Konsep kekeringan sosioekonomi mengenali hubungan antara

kekeringan dan aktivitas–aktivitas manusia. Sebagai contoh, praktek–

praktek penggunaan lahan yang jelek semakin memperburuk dampak–

dampak dan kerentanan terhadap kekeringan di masa mendatang.

B. Faktor-Faktor Penyebab Kekeringan

Terjadinya kekeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-

faktor penyebab terjadinya bencana kekeringan antara lain:

1. Lapisan tanah tipis

Dengan lapisan tanah yang tipis, air hujan yang terkandung dalam tanah

tidak akan bertahan lama. Hal ini dapat terjadi karena air akan lebih cepat

mengalami penguapan oleh panas matahari. Biasanya bencana

kekeringan sering terjadi di daerah pegunungan kars,karena di daerah ini

memiliki lapisan tanah atas yang tipis.

2. Air tanah dalam

Air hujan yang jatuh pada saat musim penghujan, akan meresap jauh ke

dalam lapisan bawah tanah mengingat selain hanya mampu menyimpan

air dengan intensitas yang terbatas, tanah juga tidak mampu menyimpan

air dengan jangka waktu yang lebih lama. Hal ini menyebabkan aliran-

Page 7: Makalah Peng-Air Kelompok 2

aliran air di bawah tanah (sungai bawah tanah) yang dalam, sehingga

tanaman tidak mampu menyerap air pada saat musim kemarau, karena

akar yang dimiliki tidak mampu menjangkaunya. Air tanah yang dalam

menyebabkan sumber-sumber mata air mengalami kekeringan di musim

kemarau,karena air yang terdapat jauh di bawah lapisan tanah tidak

mampu naik, sehingga kalaupun ada sumber mata air yang tidak

mengalami kekeringan pada musim kemarau, itu jumlahnya terbatas.

3. Tekstur tanah kasar

Tekstur tanah yang kasar, tidak mampu menyimpan air dengan jangka

waktu yang lama. Karena air hujan yang turun akan langsung mengalir

ke dalam, karena tanah tidak mampu menahan laju air. Di lain sisi, air

yang terkandung dalam tanah yang memiliki tekstur yang kasar akan

mengalami penguapan relatif lebih cepat, karena rongga-rongga tanah

jelas lebih lebar dan sangat mendukung terjadinya proses penguapan.

4. Iklim

Dalam hal ini iklim berkaitan langsung dengan bencana kekeringan.

Keadaan alam yang tidak menentu akan berpengaruh terhadap kondisi

iklim yang terjadi. Sehingga mengakibatkan perubahan musim.

Misalnya: Akibat perubahan kondisi iklim, menyebabkan musim

kemarau berjalan lebih lama daripada musim penghujan, dengan musim

kemarau yang lebih lama tentunya akan memungkinkan terjadinya

bencana kekeringan. Karena kebutuhan air kurang terpenuhi di musim

kemarau.

5. Vegetasi

Vegetasi juga mempunyai andil terhadap terjadinya kekeringan .Jenis

vegetasi tertentu seperti ketela pohon yang menyerap air tanah dengan

intensitas yang lebih banyak, daripada tanaman lain, tentunya akan

sangat menguras kandungan air dalam tanah. Dan lebih parahnya,

penanaman ketela pohon banyak terjadi di daerah pegunungan karst yang

rawan akan bencana kekeringan. Vegetasi lain yang dapat memicu

kekeringan adalah tanaman bambu. Bambu memiliki struktur yang sangat

Page 8: Makalah Peng-Air Kelompok 2

rumit, dan menutupi permukaan tanah (lapisan tanah atas) di sekitar

bambu itu tumbuh. Sehingga kemungkinan tanaman lain untuk tumbuh

sangat kecil. Dengan demikian tanaman yang seharusnya berfungsi untuk

menyimpan air tidak ada atau terbatas jumlahnya.

6. Topografi

Topografi atau tinggi rendah suatu daerah sangat berpengaruh terhadap

kandungan air tanah yang dimiliki. Biasanya daerah yang rendah akan

memiliki kandungan air tanah yang lebih banyak daripada di daerah

dataran tinggi. Hal ini disebabkan karena air hujan yang diserap oleh

tanah akan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Oleh

karena itu air akan lebih banyak terserap oleh tanah di dataran yang lebih

rendah. Dengan kata lain, di dataran tinggi kemungkinan terjadi bencana

kekeringan lebih besar daripada di dataran rendah. Karena dataran tinggi

tidak mampu menyimpan air lebih lama.

C. Dampak Kekeringan

Dampak adanya bencana kekeringan meliputi dampak fisik dan

dampak non fisik, yaitu:

1. Dampak Fisik

a. Kerusakan terhadap habitat spesies ikan dan binatang.

b. Erosi-erosi angin dan air terhadap tanah.

c. Kerusakan spesies tanaman.

d. Pengaruh-pengaruh terhadap kualitas air (salinisasi).

e. Pengaruh-pengaruh terhadap kualitas udara (debu, polutan,

berkurangnya daya pandang).

f. Kekeringan juga menjadikan tanah menjadi mengeras dan retak-

retak, sehingga sulit untuk dijadikan lahan pertanian.

g. Keadaan suhu siang hari pada saat kekeringan akibat musim

kemarau menjadikan suhu udara sangat tinggi dan sebaliknya pada

malam hari suhu udara sangat dingin. Perbedaan suhu udara yang

berganti secara cepat antara siang dan malam menyebabkan

terjadinya pelapukan batuan lebih cepat.

Page 9: Makalah Peng-Air Kelompok 2

2. Dampak Non fisik

a. Ekonomi

1) Kerugian-kerugian produksi tanaman pangan, susu, ternak,

kayu, dan perikanan.

2) Kerugian pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional.

3) Kerugian pendapatan petani dan lain-lain yang terkena secara

langsung.

4) Kerugian-kerugian dari bisnis turisme dan rekreasi.

5) Kerugian pembangkit listrik tenaga air dan meningkatkan biaya-

biaya energy.

6) Kerugian-kerugian yang terkait dengan produksi pertanian.

7) Menurunya produksi pangan dan meningkatnya harga-harga

pangan.

8) Pengangguran sebagai akibat menurunnya produksi yang terkait

dengan kekeringan.

9) Kerugian-kerugian pendapatan pemerintah dan meningkatnya

kejenuhan pada lembaga-lembaga keuangan.

b. Sosial Budaya

1) Saat terjadi kekeringan, tanah menjadi kering dan pasir lembut

atau debu mudah terbawa angin. Hal ini menyebabkan debu ada

dimana, sehingga menimbulkan banyak gejala penyakit yang

berhubungan dengan pernafasan. Banyak orang yang akan sakit

flu dan batuk.

2) Pengaruh-pengaruh kekurangan pangan ( kekurangan gizi,

kelaparan).

3) Hilangnya nyawa manusia karena kekurangan pangan atau

kondisi-kondisi yang terkait dengan kekeringan.

4) Konflik di antara penggunan air.

5) Masalah kesehatan karena menurunnya pasokan air.

6) Ketidakadilan dalam distribusi akibat dampak-dampak

kekeringan dan bantuan pemulihan.

Page 10: Makalah Peng-Air Kelompok 2

7) Menurunnya kondisi-kondisi kehidupan di daerah pedesaan.

8) Meningkatnya kemiskinan, berkurangnya kualitas hidup.

9) Kekacauan social, perselisihan sipil.

10) Pengangguran meningkat, karena yang tadinya bertani

kehilangan mata pencaharian.

11) Migrasi penduduk untuk mendapatkan pekerjaan atau bantuan

pemulihan, banyaknya TKI (tenaga kerja indonesia) yang

memilih keluar negeri.

c. Politik

Pemerintah harus bekerja keras untuk membuat kebijakan

penanggulangan bencana kekeringan. Badan khusus penanggulangan

bencana juga harus dibentuk, seperti yang sudah dibentuk di

Indonesia yanitu BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).

D. Mitigasi Bencana Kekeringan

Mitigasi adalah meminimalkan dampak pengaruh iklim terhadap

ancaman banjir dan kekeringan dengan meningkatkan pengendalian limpasan

air/pencemaran air di daerah Aliran Sungai. Upaya ini dapat dilakukan

dengan perencanaan tata ruang (kawasan konservasi dan kawasan kerja),

pengendalian pemanfaatan lahan, intrumen Indeks Konservasi (Keppres

No.114 1999 Kawasan Konservasi Bopuncur), reboisasi, artificial recharge

dsb. Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Bencana

1. Penyusunan peraturan pemerintah tentang pengaturan sistem pengiriman

data iklim dari daerah ke pusat pengolahan data.

2. Penyusunan PERDA untuk menetapkan skala prioritas penggunaan air

dengan memperhatikan historical right dan azas keadilan.

3. Pembentukan pokja dan posko kekeringan pada tingkat pusat dan daerah.

4. Penyediaan anggaran khusus untuk pengembangan/perbaikan jaringan

pengamatan iklim pada daerah-daerah rawan kekeringan.

5. Pengembangan/perbaikan jaringan pengamatan iklim pada daerah-daerah

rawan kekeringan

Page 11: Makalah Peng-Air Kelompok 2

6. Memberikan sistem reward dan punishment bagi masyarakat yang

melakukan upaya konservasi dan rehabilitasi sumber daya air dan hutan/

lahan.

Jika lebih dirincikan, tahap mitigasi bencana kekeringan adalah sebagai

berikut:

1. Pra bencana

a. Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif.

b. Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia

sebagai air baku untuk air bersih.

c. Menanam pohon dan perdu sebanyak-banyaknya pada setiap jengkal

lahan yang ada di lingkungan tinggal kita.

d. Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan lingkungan.

e. Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan

dengan plester semen atau ubin keramik.

f. Kampanye hemat air, gerakan hemat air, perlindungan sumber air

g. Perlindungan sumber-sumber air pengembangannya.

h. Panen dan konservasi air

Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air

hujan atau air aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk

digunakan pada waktu curah hujan rendah. Panen air harus diikuti

dengan konservasi air, yakni menggunakan air yang sudah dipanen

secara hemat sesuai kebutuhan. Pembuatan rorak merupakan contoh

tindakan panen air aliran permukaan dan sekaligus juga tindakan

konservasi air.

Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang

mempunyai bulan kering (dengan curah hujan < 100 mm per bulan) lebih

dari empat bulan berturut-turut dan pada musim hujan curah hujannya

sangat tinggi (> 200 mm per bulan). Air yang berlebihan pada musim

hujan ditampung (dipanen) untuk digunakan pada musim kemarau.

Page 12: Makalah Peng-Air Kelompok 2

Penampungan atau 'panen air' bermanfaat untuk memenuhi

kebutuhan air tanaman, sehingga sebagian lahan masih dapat berproduksi

pada musim kemarau serta mengurangi risiko erosi pada musim hujan.

1) Rorak

Rorak adalah lubang kecil berukuran panjang/lebar 30-50 cm dengan

kedalaman 30-80 cm, yang digunakan untuk menampung sebagian air

aliran permukaan. Air yang masuk ke dalam rorak akan tergenang

untuk sementara dan secara perlahan akan meresap ke dalam tanah,

sehingga pengisian pori tanah oleh air akan lebih tinggi dan aliran

permukaan dapat dikurangi. Rorak cocok untuk daerah dengan tanah

berkadar liat tinggi-di mana daya serap atau infiltrasinya rendah dan

curah hujan tinggi pada waktu yang pendek.

2) Saluran buntu

Saluran buntu adalah bentuk lain dari rorak dengan panjang beberapa

meter (sehingga disebut sebagai saluran buntu). Perlu diingat bahwa

dalam pembuatan rorak atau saluran buntu, air tidak boleh tergenang

terlalu lama (berhari-hari) karena dapat menyebabkan terganggunya

pernapasan akar tanaman dan berkembangnya berbagai penyakit pada

akar.

3) Lubang penampungan air (catch pit)

Bibit yang baru dipindahkan dari polybag ke kebun, seharusnya

dihindarkan dari kekurangan air. Sistem 'catch pit' merupakan lubang

kecil untuk menampung air, sehingga kelembaban tanah di dalam

lubang dan di sekitar akar tanaman tetap tinggi. Lubang harus dijaga

agar tidak tergenang air selama berhari-hari karena akan menyebabkan

kematian tanaman.

4) Embung

Embung adalah kolam buatan sebagai penampung air hujan dan aliran

permukaan. Embung sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam

daerah aliran sungai (DAS) mikro. Selama musim hujan, embung

akan terisi oleh air aliran permukaan dan rembesan air di dalam

Page 13: Makalah Peng-Air Kelompok 2

lapisan tanah yang berasal dari tampungan mikro di bagian

atas/hulunya. Air yang tertampung dapat digunakan untuk menyiram

tanaman, keperluan rumah tangga, dan minuman ternak selama musim

kemarau.

Kapasitas embung berkisar antara 20.000 m3 (100 m x 100 m x 2 m)

hingga 60.000 m3. Embung berukuran besar biasanya dibuat dengan

menggunakan bulldozer melalui proyek pembangunan desa. Embung

berukuran lebih kecil, misalnya 200 sampai 500 m3 juga sering

ditemukan, namun hanya akan mampu menyediakan air untuk areal

yang sangat terbatas. Embung kecil dapat dibuat secara swadaya

masyarakat.

Embung cocok dibuat pada tanah yang cukup tinggi kadar liatnya

supaya peresapan air tidak terlalu besar. Pada tanah yang peresapan

airnya tinggi, seperti tanah berpasir, air akan banyak hilang kecuali

bila dinding dan dasar embung dilapisi plastik atau aspal. Cara ini

akan memerlukan biaya tinggi.

5) Bendungan Kecil (cek dam)

Cek dam adalah bendungan pada sungai kecil yang hanya dialiri air

selama musim hujan, sedangkan pada musim kemarau mengalami

kekeringan. Aliran air dan sedimen dari sungai kecil tersebut

terkumpul di dalam cekdam, sehingga pada musim hujan permukaan

air menjadi lebih tinggi dan memudahkan pengalirannya ke lahan

pertanian di sekitarnya. Pada musim kemarau diharapkan masih ada

genangan air untuk tanaman, air minum ternak, dan berbagai

keperluan lainnya.

6) Panen air hujan dari atap rumah

Air hujan dari atap rumah dapat ditampung di dalam bak atau tangki

untuk dimanfaatkan selama musim kemarau untuk mencuci, mandi,

dan menyiram tanaman. Untuk minum sebaiknya digunakan air dari

mata air karena pada awal musim hujan, air hujan mengandung debu

yang cukup tinggi.

Page 14: Makalah Peng-Air Kelompok 2

Antisipasi penanggulangan kekeringan dapat dilakukan melalui

dua tahapan strategi yaitu perencanaan jangka pendek dan perencanaan

jangka panjang.

a. Perencanaan jangka pendek (satu tahun musim kering):

1) Penetapan prioritas pemanfaatan air sesuai dengan prakiraan

kekeringan.

2) Penyesuaian rencana tata tanam sesuai dengan prakiraan

kekeringan.

3) Pengaturan operasi dan pemanfaatan air waduk untuk wilayah

sungai yang mempunyai waduk.

4) Perbaikan sarana dan prasarana pengairan.

5) Penyuluhan/sosialisasi kemungkinan terjadinya kekeringan dan

dampaknya.

6) Penyiapan cadangan pangan.

7) Penyiapan lapangan kerja sementara (padat karya) untuk

meringankan dampak.

8) Persiapan tindak darurat.

9) Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.

10) Penyediaan air minum dengan mobil tangki.

11) Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.

12) Penyediaan pompa air.

b. Sedangkan perencanaan jangka panjang meliputi antara lain:

1) Pelaksanaan reboisasi atau konservasi untuk meningkatkan

retensi dan tangkapan di hulu.

2) Pembangunan prasarana pengairan (waduk, situ, embung).

3) Pengelolaan retensi alamiah (tempat penampungan air

sementara) di wilayah sungai.

4) Penggunaan air secara hemat.

5) Penciptaan alat sanitasi hemat air.

6) Pembangunan prasarana daur ulang air.

7) Penertiban pengguna air tanpa ijin dan yang tidak taat aturan.

Page 15: Makalah Peng-Air Kelompok 2

2. Saat terjadi Bencana

Sasaran penanggulangan kekeringan ditujukan kepada

ketersediaan air dan dampak yang ditimbulkan akibat kekeringan. Untuk

penanggulangan kekurangan air dapat dilakukan melalui:

a. Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.

b. Penyediaan air minum dengan mobil tangki.

c. Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.

d. Penyediaan pompa air.

e. Pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat (seperti gilir

giring).

Untuk penanganan dampak, perlu dilakukan secara terpadu oleh sektor

terkait antara lain dengan upaya:

a. Dampak Sosial:

1) Penyelesaian konflik antar pengguna air.

2) Pengalokasian program padat karya di daerah-daerah yang

mengalami kekeringan.

b. Dampak Ekonomi:

1) Peningkatan cadangan air melalui pembangunan waduk-waduk

baru, optimalisasi fungsi embung, situ, penghijauan daerah

tangkapan air, penghentian perusakan hutan, dll.

2) Peningkatan efisiensi penggunaan air melalui gerakan hemat air,

daur ulang pemakaian air.

3) Mempertahankan produksi pertanian, peternakan, perikanan,

dan kayu/ hutan melalui diversifikasi usaha.

4) Meningkatkan pendapatan petani, dan perdagangan hasil

pertanian melalui perbaikan sistem pemasaran.

5) Mengatasi masalah transportasi air a.l dengan menggunakan

alternatif moda transportasi lain atau melakukan stok bahan

pokok.

c. Dampak Keamanan:

Page 16: Makalah Peng-Air Kelompok 2

1) Mengurangi kriminalitas melalui penciptaan lapangan

pekerjaan.

2) Mencegah kebakaran dengan meningkatkan kehati-hatian dalam

penggunaan api.

d. Dampak Lingkungan:

1) Mengurangi erosi tanah melalui penutupan tanah (land

covering).

2) Mengurangi beban limbah sebelum dibuang kesumber air.

3) Meningkatkan daya dukung sumber air dalam menerima beban

pencemaran dengan cara pemeliharaan debit sungai.

4) Membangun waduk-waduk baru untuk menambah cadangan air

pada musim kemarau.

5) Mempertahankan kualitas udara (debu, asap, dll) melalui

pencegahan pencemaran udara dengan tidak melakukan kegiatan

yang berpotens i menimbulkan kebakaran yang menimbulkan

terjadinya pencemaran udara.

6) Mencegah atau mengurangi kebakaran hutan dengan pengolahan

lahan dengan cara tanpa pembakaran.

3. Pasca Bencana

Kegiatan pemulihan mencakup kegiatan jangka pendek maupun

jangka panjang akibat bencana kekeringan antara lain:

a. Bantuan sarana produksi pertanian.

b. Bantuan modal kerja.

c. Bantuan pangan dan pelayanan medis.

d. Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet,

saluran pembawa, dll.

e. Pelaksanaan konservasi air dan sumber air di daerah tangkapan

hujan.

f. Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.

g. Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.

h. Penertiban penggunaan air.

Page 17: Makalah Peng-Air Kelompok 2

Kejadian kekeringan mempengaruhi sistem sosial, disamping

sistem fisik dan sistem lingkungan, sehingga manajemen kekeringan

merupakan suatu tanggung jawab sosial, yang pada dasarnya terarah pada

upaya pasokan air dan mengurangi/meminimalkan dampak (Yevjevich-

1978). Berikut ini dibahas upaya-upaya penanganan bencana kekeringan,

baik upaya non fisik maupun upaya fisik darurat dan upaya fisik jangka

panjang.

a. Upaya Non Fisik

Upaya non fisik merupakan upaya yang bersifat pengaturan,

pembinaan dan pengawasan, diantaranya adalah:

1) Menyusun neraca air regional secara cermat.

2) Menentukan urutan prioritas alokasi air.

3) Menentukan pola tanam dengan mempertimbangkan

ketersediaan air.

4) Menyiapkan pola operasi sarana pengairan.

5) Memasyarakatkan gerakan hemat air dan dampak kekeringan.

6) Menyiapkan cadangan/stok pangan.

7) Menyiapkan lapangan kerja sementara.

8) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan upaya penanganan

kekeringan.

b. Upaya Fisik Darurat

Upaya penanganan kekeringan yang bersifat fisik darurat/sementara

diantaranya adalah:

1) Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan yang

mempunyai waduk/reservoir, sehingga hujan yang terbentuk

airnya dapat ditampung.

2) Pembuatan sumur pantek, untuk mendapatkan air.

3) Penyediaan pompa yang movable di areal dekat sungai atau

danau, sehingga pompa tersebut dapat dipergunakan secara

bergantian untuk memperoleh air.

Page 18: Makalah Peng-Air Kelompok 2

4) Operasi penyediaan air minum dengan mobil tangki untuk

memasok air pada daerah-daerah kering dan kritis.

c. Upaya Fisik Jangka Panjang

Upaya penanganan kekeringan yang bersifat jangka panjang

diantaranya adalah:

1) Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung

karet, saluran pembawa, dll.

2) Pelaksanaan konservasi air dan sumber air di daerah tangkapan

hujan.

3) Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.

4) Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.

E. Potensi Kekeringan di Jawa Tengah dan Sekitarnya

Bencana kekeringan mulai melanda sejumlah wilayah di Tanah Air.

Ratusan ribu hektare tanaman pangan, terutama padi, di Pulau Jawa terancam

gagal panen ini diakibatkan dengan curah hujan yang berkurang serta musim

kemarau yang panjang. Luas lahan padi yang potensial gagal panen terus

bertambah seiring dengan musim kemarau yang berubah pola. Perubahan

iklim–para ahli mengaitkannya dengan gejala pemanasan global–

menyebabkan musim hujan dan kemarau di Indonesia bergeser. Musim

kemarau yang biasanya terjadi pada periode April sampai Oktober, tahun ini

baru dimulai pada Juli. Demikian juga dengan musim hujan yang bergeser

dari November sampai Maret ke Februari hingga Juni.

Page 19: Makalah Peng-Air Kelompok 2

Daerah Gunung Sewu merupakan perbukitan kerucut karst yang

berada di zona fisiogafik Pegunungan Selatan Jawa Tengah–Jawa Timur, dan

secara administratif termasuk wilayah Kabupaten Gunung Kidul, DIY.

Daerah ini senantiasa menderita kekeringan di musim kemarau, karena air

permukaan yang langka. Diperkirakan terdapat cukup banyak air di bawah

tanah, terbukti dari banyak dijumpainya sungai-sungai bawah permukaan.

Geomorfologi Daerah Gunung Sewu, berdasarkan morfogenetik dan

morfometriknya dapat dikelompokkan menjadi tiga satuan, yaitu Satuan

Geomorfologi Dataran Karst, Satuan Geomorfologi Perbukitan Kerucut

Karst, dan Satuan Geomorfologi Teras Pantai. Secara umum karstifikasi di

daerah ini sudah mencapai tahapan dewasa.

Lapisan paling bawah stratigafi Daerah Gunungsewu berupa endapan

vulkanik yang terdiri dari batupasir tufaan, lava, dan breksi, yang dikenal

sebagai Kelompok Besole. Di atas batuan basal tersebut, secara setempat-

setempat didapatkan napal Formasi Sambipitu, serta batugamping tufaan dan

batugamping lempungan Formasi Oyo. Di atasnya lagi dijumpai batugamping

Gunungsewu Formasi Wonosari yang dianggap merupakan lapisan pembawa

air. Di bagian paling atas, berturut-turut terdapat napal Formasi Kepek,

endapan aluvial dan endapan vulkanik Merapi.

Daerah ini terletak di kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta yang

merupakan bentukan asal solusional berupa polye. Daerah ini memiliki relief

yang berbukit dengan kandungan batugamping yang tebal dengan struktur

berlapis dengan batuan dasar (basement) berupa batu breksi dan bagian atas

berupa batugamping . Proses pembentukan daerah ini adalah melalui

pengangkatan dasar laut dangkal ( zona litoral ) karena adanya pengaruh

tenaga endogen atau tektonik. Polye ini sendiri terbentuk karena adanya gua

bawah tanah yang runtuh atau ambles karena tidak mampu menahan

bebannya sendiri. Proses geomorfologi yang terjadi di daerah ini adalah

berupa erosi dan pelapukan pada batugamping sehingga lapies lapuk dan

berubah menjadi tanah mediteran atau terrarosa. Tanah didaerah ini berupa

tanah terrarosa atau mediteran yang bercampur dengan robakan batugamping

Page 20: Makalah Peng-Air Kelompok 2

kasar, perkembangan tanah tidak terlalu dominan karena didaerah ini jarang

terjadi hujan.  Tanah ini sifatnya tidak subur yang terbentuk dari pelapukan

batuan yang kapur dan memiliki  kejenuhan basa lebih dari 50 %, bertekstur

lempung debuan namun kondisi tanahnya masih dapat diusahakan untuk

kepentingan pertanian lahan kering.

Kondisi hidrologi daerah ini adalah tidak dijumpainya air permukaan

karena sebagian besar air yang jatuh ke permukaan langsung masuk kedalam

tanah karena batuannya porus, sehingga hampir sebagian besar tersimpan

dalam sungai bawah tanah.  Penduduk didaerah ini menggunakan air dari

hasil pemompaan sungai Bribin yang disalurkan melalui pipa-pipa dengan

memanfaatkan tenaga gravitasi dan juga menggunakan PAH  atau penampung

air hujan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jenis flora yang

terdapat daerah ini adalah ketela, jati, kelapa, jagung, kacang tanah dan padi

gogo. Jenis tanaman ini ditanam pada bagian yang tanahnya sudah

berkembang atau pada cekungan-cekungan yang biasanya terisi oleh tanah

terrarosa/mediteran.

Pada gambar tampak bahwa penggunaan lahan didaerah ini

didominasi oleh pertanian lahan kering yaitu sebagai tegalan dan sawah tadah

hujan dengan ditanami ketela, jagung dan padi. Penggunaan lahan seperti ini

biasanya terbatas pada cekungan-cekungan seperti polye dimana pada

cekungan tersebut terdapat material hasil pelapukan batu gamping yang

berkembang menjadi tanah terrarosa sehingga lahan dapat diusahakan.

Penduduk setempat sudah berusaha menyesuaikan dengan kondisi alam yang

kurang mendukung dengan berbagai percobaan tanaman yaitu mencari

tanaman yang cocok untuk bentuk lahan seperti ini.

F. Penyebab, Dampak dan Mitigasi Kekeringan di Jawa Tengah

1. Gambaran Umum Kekeringan di Jawa Tengah

Kondisi iklim tropis Provinsi Jawa Tengah yang terletak antara

5o40'-8o30' LS dan antara 108o30'-111o30' BT menjadikan potensi dan

ancaman bencana. Dampak dari bahaya iklim tersebut adalah banjir,

kekeringan, kebakaran lahan dan badai angin. Kejadian bencana alam

Page 21: Makalah Peng-Air Kelompok 2

karena iklim dalam sepuluh tahun terakhir diantaranya adalah banjir di

Demak, Semarang, Brebes, Cilacap, Kebumen dan Purworejo; kekeringan

di Demak, Grobogan dan Wonogiri; kebakaran lahan di lereng Lawu,

Merbabu, Merapi, Sumbing dan Slamet; terjadi pula badai angin terjadi di

Kabupaten Karanganyar, Boyolali, Klaten dan bagian selatan Provinsi

Jawa Tengah.

Kondisi fisiografi Jawa Tengah ditinjau dari tingkat kemiringan

lahannya terdiri dari: 38% lahan dengan kemiringan 0- 2%, 31% lahan

dengan kemiringan 2-15%, 19% lahan dengan kemiringan 15-40%, dan

sisanya 12% lahan dengan kemiringan lebih dari 40%. Kawasan pantai

utara memiliki dataran rendah yang sempit. Daerah Brebes mempunyai

dataran rendah dengan lebar 40 km dari pantai dan terus menyempit

hingga Semarang mempunyai lebar 4 km yang bersambung dengan depresi

Semarang-Rembang di bagian timur. Kawasan pantai selatan merupakan

dataran rendah yang sempit dengan lebar 10-25 km, kecuali sebagian kecil

di daerah Kebumen yang merupakan perbukitan. Rangkaian utama

pegunungan di Jawa Tengah adalah Pegunungan Serayu Utara dan Serayu

Selatan yang dipisahkan oleh Depresi Serayu yang membentang dari

Majenang (Kabupaten Cilacap), Purwokerto, hingga Wonosobo. Terdapat

6 (enam) gunung berapi aktif di Jawa Tengah, yaitu: Gunung Merapi (di

Magelang), Gunung Slamet (di Pemalang), Gunung Sindoro dan Gunung

Sumbing (di Temanggung-Wonosobo), Gunung Lawu (di Karanganyar)

serta pegunungan Dieng (di Banjarnegara). Menurut Lembaga Penelitian

Tanah-Bogor, jenis tanah di Jawa Tengah didominasi oleh tanah latosol,

aluvial, dan grumosol sehingga hamparan tanah di daerah ini termasuk

tanah yang relatif subur. Kondisi hidrologis Jawa Tengah dibentuk oleh

beberapa aliran sungai. Bengawan Solo merupakan salah satu sungai

terpanjang dan merupakan sumber daya air terpenting. Selain itu terdapat

sungai yang bermuara di Laut Jawa diantaranya adalah Kali Pemali, Kali

Comal, dan Kali Bodri serta sungai yang bermuara di Samudera Hindia

diantaranya adalah Luk Ulo dan Cintanduy.

Page 22: Makalah Peng-Air Kelompok 2

Jawa Tengah memiliki iklim tropis, dengan suhu rata-rata adalah

24,8oC–31,8oC dan curah hujan tahunan rata-rata 2.618 mm. Daerah

dengan curah hujan tinggi terutama terdapat di daerah Kabupaten

Kebumen sebesar 3.948 mm/tahun. Daerah dengan curah hujan rendah dan

sering terjadi kekeringan di musim kemarau berada di daerah Blora,

Rembang, Sebagian Grobogan dan sekitarnya serta di bagian selatan

Kabupaten Wonogiri.

Pemanasan global terjadi karena meningkatnya temperatur rata-rata

atmosfer, laut dan daratan. Penyebab utama pemanasan ini adalah

pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas

alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal

sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin kaya gas

rumah kaca maka akan menjadi insulator yang menahan lebih banyak

panas Matahari yang dipancarkan ke Bumi.

Daerah dengan iklim hangat akan menerima curah hujan yang lebih

tinggi, tetapi tanah akan lebih cepat kering. Kekeringan tanah akan

merusak tanaman bahkan menghancurkan suplai makanan. Perubahan

iklim global berpengaruh terhadap kondisi iklim di Jawa Tengah. Musim

kemarau menjadi lebih panjang daripada musim hujan sehingga

menyebabkan kekeringan di daerah dengan cadangan air tanah yang

minimum. Daerah yang sering kali mengalami kekeringan terdapat adalah

Kabupaten Blora, Grobogan, Pati, Rembang, Demak, Wonogiri.

Sedangkan Kabupaten lain seperti Sragen, Pemalang, Pekalongan, Tegal,

Kendal, dan Brebes pada kondisi ekstrem akan mengalami kekeringan

cukup parah. Distribusi daerah yang sering mengalami kekeringan untuk

wilayah Jawa Tengah dapat dilihat pada gambar berikut:

Peta Zona Kekeringan di Provinsi Jawa Tengah

Page 23: Makalah Peng-Air Kelompok 2

Sumber: Dinas Kesbang Linmas Provinsi Jawa Tengah

Dampak kekeringan adalah gagal panen, peningkatan kematian

vegetasi, percepatan pelapukan tanah dan peningkatan penyakit tropis

seperti malaria dan demam berdarah. Berikut adalah data kejadian

kekeringan yang pernah terjadi di Provinsi Jawa Tengah dan dampak yang

diakibatkan.

2. Kekeringan di Rembang di Jawa Tengah

a. Penyebab

Setiap tahun kabupaten Rembang diakui mengalami masalah

kekeringan, rata-rata diprediksi setiap tahun hampir 7 sampai 8 bulan

tidak terjadi hujan, dan sisanya hari hujan rata-rata hanya 3 sampai 4

bulan. Kabupaten Rembang terletak di ujung timur laut Propinsi Jawa

Tengah dan dilalui jalan Pantai Utara Jawa (Jalur Pantura). Laut Jawa

terletak disebelah utaranya, secara umum kondisi tanahnya berdataran

rendah dengan ketinggian wilayah maksimum kurang lebih 70 meter

di atas permukaan air laut. Adapun batas- batasnya antara lain:

1) Sebelah Utara : Laut Jawa

2) Sebelah Timur : Kabupaten Tuban Propinsi Jawa Timur

3) Sebelah Selatan : Kabupaten Blora

4) Sebelah Barat : Kabupaten Pati

Page 24: Makalah Peng-Air Kelompok 2

Secara administratif Kabupaten Rembang memiliki 14

kecamatan, 287 desa, 7 kelurahan serta memiliki luas wilayah

meliputi 101.408 ha. Adapun penyebab kekeringan tersebut antara lain

adalah sebagai berikut:

1) Topografi

Sebagian besar wilayah Kabupaten Rembang (46,39%)

berada pada ketinggian 25 - 100 meter dari permukaan air laut.

Sebesar 30,42 % berada pada ketinggian 100-500 meter dan

sisanya berada pada ketinggian 0-25 m dan 500-1000 m. Dengan

kondisi topografi datar sampai dengan pegunungan dan berbukit-

bukit. Kelerangan yang terdapat di Kabupaten Rembang terdiri

dari kelerengan 0-2 % seluas 45.205 Ha (46,58%), kelerengan 2-

15% seluas 33.233 Ha (43,18%), kelerengan 15-40 % seluas

13.980 Ha (14,38 %), dan sisanya 4,86% merupakan kelerengan

>40%.

Berdasarkan data dari Analisa USLE Wilayah BPDAS

Pemali Jratun tahun 2009 menyebutkan bahwa, Rembang

mengalami erosi tanah dari kuantitas sangat ringan hingga berat.

Penyebab erosi tanah ini ada yang alami karena proses pelapukan

dan sebagian oleh ulah manusia yang tidak memperhatikan cara

konservasi lahan. Alih fungsi lahan

2) Jenis Tanah

Secara umum dapat dikatakan bahwa wilayah

Kabupaten Rembang merupakan daerah pertanian yang cukup

berpotensi, kecuali di daerah pegunungan di sebelah timur yang

termasuk pegunungan tandus. Jenis tanah yang ada ermasuk jenis

tanah aluvial meliputi sekitar 10% dari wilayah kabupaten, jenis

tanah regosol meliputi area seluas 5%, jenis tanah andosol

meliputi area seluas 8%, tanah grumosol sebesar 32%, dan tanah

mediteran merah kuning seluas 5 % dari seluruh wilayah

kabupaten.

Page 25: Makalah Peng-Air Kelompok 2

Jenis tanah secara umum di jawa tengah adalah jenis tanah

aluvial, litosol, dan grumusol. Aluvial adalah jenis tanah yang

berasal dari pengendapan lumpur sungai yang terdapat di dataran

rendah. Tanah ini sangat subur dan sangat baik untuk pertanian

padi. Litosol adalah jenis tanah yang baru mengalami pelapukan

dan sama sekali belum mengalami perkembangan tanah. Berasal

dari betuan-batuan konglomerat dan granit, kesuburannya cukup,

dan cocok untuk jenis tanaman hutan. Grumusol adalah jenis

tanah ini berwarna abu-abu kehitaman, cocok untuk tanaman

kapas, jagung, keledai, dan tebu. Sama dengan jenis tanah di Jawa

Tengah secara umum, di Rembang pun terdapat ketiga jenis tanah

tersebut. Jenis tanah grumusol merupakan jenis tanah yang akan

pecah-pecah saat terjadi musim kemarau, karena tanah ini tidak

dapat menyimpan air.

3) Klimatologi

Wilayah Kabupaten Rembang merupakan dataran rendah

di bagian Utara Pulau Jawa, maka wilayah tersebut memiliki jenis

iklim tropis dengan suhu maksimum 33 º C dan suhu rata-rata 23 º

C. Dengan bulan basah 4 sampai 5 bulan, sedangkan selebihnya

termasuk kategori bulan sedang sampai kering. Terdapat hujan

selama 1 tahun yang tidak menentu, sehingga implikasinya sering

terjadi kekeringan di wilayah Kabupaten Rembang. Berdasarkan

hal tersebut, maka upaya-upaya untuk melakukan konservasi

sumber daya air dan pengembangan embung-embung kecil untuk

menahan air hujan sangat diperlukan. Upaya ini diharapkan dapat

menjaga kesinambungan sumber daya air terutama pada musim

kemarau baik untuk kebutuhan pengairan sawah maupun untuk

kebutuhan lainnya.

Kepala Kantor Kesbangpol dan Linmas Kabupaten

Rembang Suharso mengatakan, berdasarkan hasil analisis dan

pengolahan data dari stasiun Klimatalogi Semarang bahwa

Page 26: Makalah Peng-Air Kelompok 2

prakiraan curah hujan pada bulan Mei 2011 di beberapa wilayah

Jawa Tengah masih terjadi hujan, dengan prakiraan hujan pada

umumnya berkisar antara 100 mm sampai 400 mm per bulan.

Namun ada beberapa daerah curah hujannya di perkirakan hanya

berkisar antara 50 mm-100 mm per bulan, dan ada pula beberapa

daerah lebih besar 400 mm per bulan. Sedangkan pada bulan Mei

2011 di perkirakan frekwensi dan intensitas curah hujan

berkurang mengingat bulan Mei 2011 sudah memasuki musim

kemarau. Lebih lajut dikatakan Suharso, bahwa sifat hujan di

Jawa Tengah pada umumnya normal (N) dan beberapa daerah

sifat hujannya Atas Normal (AN). Sedangkan curah hujan di

kabupaten Rembang pada bulan Mei 2011 berkisar antara 50-100

mm perbulan dan sifat hujannya Normal (N).

4) Hidrologi

Kabupaten Rembang memiliki curah hujan yang rendah

dan memiliki sumber air berupa air permukaan dan air tanah.

Sumber air permukaan berupa sungai, bendungan dan air laut.

Sungai yang melewati wilayah Kabupaten embang antara lain

Sungai Randugunting, Babagan, Karanggeneng, Kening, Telas,

Kalipang, Sudo dan Sungai Patiyan. Di Kabupaten Rembang

terdapat 21 bendungan dan 25 daerah irigasi, tetapi tidak

sepanjang tahun dialiri air. Wilayah pantai meliputi sepanjang 7

km.

Rusaknya daerah hulu sungai yang berakibat

berkurangnya daerah tangkapan hujan, sehingga menyebabkan

pada musim penghujan air tidak dapat ditampung dan

menyebabkan banjir. Sedangkan pada musim kemarau akibat

tidak adanya tampungan air pada musim hujan maka pada musim

ini terjadi kekeringan.

b. Dampak kekeringan

1) Dampak Perekonomian

Page 27: Makalah Peng-Air Kelompok 2

Kekeringan di Rembang mengakibatkan gagal panen.

Sebagian besar lahan pertanian adalah lahan tadah hujan,

sehingga sangat bergantung dengan musim penghujan. Padahal

dari data klimatologi rata-rata 50 – 100 mm per bulan. Di

Rembang rata-rata per tahun terjadi musim kemarau lebih panjang

dibanding dengan musim penghujan, setiap tahunnya rata-rata 4 –

5 bulan merupakan musim penghujan, dan selebihnya adalah

musim kemarau. Data menunjukan pada tahun 2003, 4.924 ha

tanaman padi mengalami puso. Tafsiran kerugian petani mencapai

Rp7,3 milyar lebih.

Hal tersebut di atas tentu akan menimbulkan kerugian

terhadap pendapatan petani. Selain itu juga akan menyebabkan

pengangguran karena sebagian besar petani akan mengurangi

produksi pada musim kemarau sehingga tentunya akan

mengurangi konsumsi penggunaan tenaga kerja.

Dengan adanya gagal panen akibat kekeringan juga akan

menimbulkan krisis pangan. Kekeringan akan mengurangi hasil

produktifitas Indonesia secara umum dan juga akan menyebabkan

Rembang kekurangan pangan, seperti padi.

Sektor Perikanan juga akan terpengaruh dengan adanya

bencana kekeringan. Produktifitas akan menurun sehingga akan

menurunkan pendapatan penduduk bahkan akan menyebabkan

pengangguran.

2) Dampak Sosial

Dampak sosial dari kekeringan dapat terjadi konflik antar

pengguna air yang saling berebut air, khususnya air bersih. Secara

tidak langsung kekeringan juga akan meningkatkan kriminalitas

di daerah bencana. Dampak lain adalah meningkatkan

kemungkinan kebakara dan kesehatan memburuk, seperti

menyebarnya penyakit malaria dan demam berdarah.

c. Penanggulangan

Page 28: Makalah Peng-Air Kelompok 2

1) Pra bencana

Penanggulangan pra bencana adalah penanggulangan untuk

mencegah atau mengurangi dampak dari kekeringan. Adapun hal-

hal yang harus dilakukan antara lain:

a) Menjaga daerah tangkapan hujan, seperti menanami kembali

hutan-hutan gundul dan menjaga agar ilegal logging tidak

terjadi lagi sehingga meminimalisir erosi yang akan

mendangkalkan sungai. Pendangkalan sungai di satu sisi

dapat menyebabkan banjir juga akan menimbulkan

kekeringan karena sungai tidak mampu menampung air

dalam jumlah banyak.

b) Membangun waduk atau DAM di sungai-sungai sehingga

akan meningkatkan cadangan air.

c) Mengurangi pembakaran hutan untuk membuka lahan

pertanian atau perkebunan. Dalam hal ini polisi hutan dan

pihak terkait harus saling bekerja sama dalam menjaga

kelestarian hutan sebagai daerah tangkapan hujan.

d) Sosialisasi kepada masyarakat agar berhemat dalam

menggunakan air dan dalam menjaga kelestarian alam,

khususnya daerah tangkapan hujan.

e) Pemerintah setempat mengetahui daerah rawan bencana

kekeringan, sehingga pemerintah dapat melakukan

pencegahan dini.

f) Pemerintah setempat juga harus menyediakan dana bagi

penanggulangan bencana kekeringan saat terjadi dan pasca

terjadinya bencana.

g) Menyiapkan cadangan/ stok pangan.

h) Menyiapkan lapangan kerja sementara

2) Pada saat terjadi kekeringan

Penanggulangan yang dilakukan saat bencana terjadi, adapun

caranya antara lain:

Page 29: Makalah Peng-Air Kelompok 2

a) Pemberian bantuan air bersih kepada daerah-daerah yang

krisis air. Di Rembang pada tahun 2009 mengalami

kekeringan yang cukup besar, sebanyak 90 desa di 13

kecamatan mengalami kekeringan dan mendapat bantuan dari

pemerintah sebanyak sekurang-kurangnya 2000 tangki air

bersih didistribusikan.

b) Meningkatkan layanan kesehatan bagi masyarakat, dan

pencegahan penyakit malaria dan demam berdarah.

c) Mengendalikan konflik masyarakat setempat dalam berebut

air bersih.

d) Memberikan bantuan pangan kepada mereka yang mendapat

dampak dari gagal panen. Atau pemerintah juga dapat

membeli hasil panen meskipun dengan kualitas di bawah

standar sehingga para petani tidak terlalu merugi.

3) Pasca terjadinya kekeringan

Penanggulangan setelah terjadinya kekeringan dan sebagai data

lapangan untuk menangani bencana kekeringan tahun setelahnya.

Adapun caranya adalah sebagai berikut:

a) Bantuan sarana produksi pertanian.

b) Bantuan modal kerja dan lapangan kerja.

c) Bantuan pangan dan pelayanan medis.

d) Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung

karet, saluran pembawa, dan lainnya.

e) Pelaksanaan konservasi air dan sumber air di daerah

tangkapan hujan.

f) Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.

g) Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.

h) Penertiban penggunaan air.

Page 30: Makalah Peng-Air Kelompok 2

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Kekeringan adalah kurangnya air bagi kehidupan manusia dan

makhluk hidup lainnya pada suatu wilayah yang biasanya tidak kekurangan

air. Faktor-faktor penyebab terjadinya bencana kekeringan yaitu lapisan tanah

tipis, air tanah dalam, tekstur tanah kasar, topografi, vegetasi, dan iklim.

Dampak kekeringa secara fisik seperti tanah menjadi tidak subur sehingga

banyak tanaman mati, secara ekonomi mengurangi pendapatan petani karena

gagal panen yang berpengaruh pada pengangguran dan kriminalitas. Secara

sosial budaya kekeringan berakibat banyaknya penyakit, kurang pangan dan

timbulnya konflik.

Mitigasi bencana kekeringan dapat dilakukan prabencana dengan

mempersiapkan segala cara untuk menyimpan air dan melakukan

penghematan penggunaan air. Saat terjadi bencana kekeringan dapat

dilakukan penanggulangan dengan mempertahankan produksi pertanian dan

melakukan penghematan air, juga menjaga sumber air yang tersisa dari

limbah. Mitigasi pasca bencan dilakukan dengan membuat sanitasi air,

pengawasan penggunaan air, dan bantuan pangan serta medis bagi korban

bencana kekeringan. Potensi kekeringan di Jawa Tengah terjadi di Demak,

Grobogan dan Wonogiri.

B. Saran

Perlu adanya kerja sama dai berbagai pihak untuk mencegah dan

menanggulangi masalah kekeringan. Dan perlu adanya sosialisasi tentang

menghadapi bencana kekeringan pada saat prabencana, saat terjadi bencana,

dan pasca bencana.

Page 31: Makalah Peng-Air Kelompok 2

DAFTAR PUSTAKA

Gsianturi. 2002. Akibat Kekeringan Ribuan Hektar Sawah Gagal Panen, (Online), (diakses pada http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid103421515536993, pada 25 Mei 2011).

Hermawan, Engkos. 2009. Menabung Air Mencegah Kekeringan, (Online), (diakses dari http://engkos-hermawan.blogspot.com/2009/12/menabung-air-mencegah-kekeringan.html, pada 25 Mei 2011).

Prayoga, Dendy. 2011. Untuk mencegah kekeringan di Malang Selatan, PDAM akan melakukan pengeboran air sumber, (Online), (diakses dari http://www.masfmonline.com/dinoyo/r_maya.php?nID=11267, pada 25 Mei 2011).

Susilo, Wiwil. 2001. Bencana Kekeringan di Gunung Kidul Semakin Meluas, (Online), (diakses dari http://berita.liputan6.com/daerah/200109/19177/bencana_kekeringan_di_gunung_kidul_semakin_meluas, pada 25 Mei 2011).

Anonim. 2010. Bentanglahan Karst Gunung Sewu, daerah Panggang, (Online), (diakses dari http://younggeomorphologys.wordpress.com/2010/04/07/bentanglahan-karst-gunung-sewu-daerah-panggang/, pada 25 Mei 2011).

Anonim. Kawasan Karst Pegunungan Sewu, (Online), (diakses dari http://www.gunungkidulkab.go.id/home.php?mode=content&id=115, pada 25 Mei 2011).

Sekretariat TKPSDA. 2003. Pedoman Teknis Kekeringan.Djuni. 2009. Diskusi Dampak bencana Kekeringan, (Online), (diakses dari

http://mpbi.org/taxonomy/term/33, pada 25 Mei 2011).