Upload
intan-ratnasari
View
65
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mkalah pengalengan
Citation preview
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Ikan Tuna (Thunnus sp.)
2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tuna
Menurut Saanin (1984), ikan tuna berdasarkan taksonominya dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Teleostei
Subkelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Subordo : Scombridei
Family : Scombridae Gambar1. Ikan Tuna
Genus : Thunnus
Spesies : Thunnus sp.
Berdasarkan ukuran tuna, di Indonesia terdapat dua kelompok tuna yaitu
tuna besar dan tuna kecil. Ikan tuna besar yang hidup di perairan laut Indonesia
yaitu tuna madidihang (Thunnus albacares), tuna mata besar (Thunnus obesus),
tuna albakora (Thunnus alalunga) dan tuna sirip biru (Thunnus maccoyii).
Menurut Widiastuti (2008), ikan tuna memiliki warna biru kehitaman pada
bagian punggung dan berwarna keputih-putihan pada bagian perut. Tubuh ikan
tuna berbentuk cerutu menyerupai torpedo serta tertutup oleh sisik sisik kecil.
Ikan tuna pada umumnya mempunyai panjang antara 40–200 cm dengan berat
antara 3-130 kg. Daging yang dimiliki berwarna merah muda sampai merah tua.
Hal ini karena otot tuna lebih banyak mengandung myoglobin dari pada ikan
lainnya.
1
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
2.1.2. Komposisi Kimia Ikan Tuna
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), komposisi daging tuna bervariasi
menurut jenis, umur, kelamin dan musim. Perubahan yang nyata pada bagian
tubuh yang satu dengan yang lain. Ketebalan lapisan lemak di bawah kulit
berubah menurut musim dan umur. Lemak yang paling banyak terdapat pada
dinding perut berfungsi sebagai gudang lemak. Komposisi kimia daging ikan tuna
dilihat pada Tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Komposisi kimia Daging Ikan Tuna (dalam % berat)
Spesies Air Protein Lemak Abu Karbohidrat
Bluefin
-Daging Merah
-Daging
Berlemak
68,76
52,60
28,30
21,40
1,40
24,60
1,50
1,30
0,10
0,10
Southern
Bluefin
- Daging Merah
- Daging
Berlemak
65,60
63,90 23,60
23,10
9,30
11,60
1,40
1,30
0,10
0,10
Yellowfin
-daging merah 74,20 22,20 2,10 1,40 0,10
Marlin 72,10 25,40 3,00 1,40 0,10
Skipjack 70,40 25,80 2,00 1,40 0,40
Mackerel 62,50 19,80 16,50 1,10 0,10
(Sumber : Murniyati dan Sunarman, 2000).
2.1.3 Kandungan Gizi Ikan Tuna
Kadar protein pada ikan tuna hampir dua kali kadar protein pada telur
yang selama ini dikenal sebagai sumber protein utama. Ikan tuna adalah jenis ikan
dengan kandungan protein yang tinggi dan lemak yang rendah. Ikan tuna
2
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
mengandung protein antara 22,6 - 26,2 g/100 g daging. Kadar protein per 100
gram ikan tuna dan telur masing-masing 22 g dan 13 g. Konsumsi ikan 30 gram
sehari dapat mereduksi risiko kematian akibat penyakit jantung hingga 50 persen.
Untuk kelompok ikan tuna, bagian ikan yang dapat dimakan berkisar antara 50 –
60 % (Stanby, 1963).
Tuna adalah ikan yang memiliki nilai komersial tinggi yang banyak
diminati, baik di pasar lokal maupun internasional. Ini dikarenakan selain rasanya
yang lezat juga kandungan zat gizinya yang mampu menyehatkan orang dewasa
dan mencerdaskan anak-anak. Dilihat dari komposisi gizinya, tuna mempunyai
nilai gizi yang sangat luar biasa. Kadar protein pada ikan tuna hampir dua kali
kadar protein pada telur yang selama ini dikenal sebagai sumber protein utama.
Kadar protein per 100 gram ikan tuna dan telur masing-masing 22 g dan 13 g,
(Efendi, 2008).
2.2 Pengertian Pengalengan
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), pengalengan adalah cara
pengawetan ikan dengan sterilisasi dalam kaleng. Ikan dimasukkan dalam kaleng,
kemudian disterilkan dengan panas. Faktor-faktor utaa yang menentukan daya
awet ikan kalengan adalah :
1. Sterilisasi yang mematikan seluruh bakteri dalam isian kaleng
2. Kaleng yang menahan pengotoran atau penyebab pembusukan di luar
Pratiwi (2004), yang menyatakan bahwa pengalengan didefinisikan
sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis
(kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah
yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba
patogen (penyebab penyakit pada manusia khususnya) dan mikroba pembusuk
(penyebab kebusukan atau kerusakan bahan pangan). Dengan demikian
sebenarnya pengalengan memungkinkan terhindar dari kebusukan atau kerusakan,
perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi atau ada perubahan citarasa.
3
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
2.3 Prinsip Pengalengan
Prinsip dasar pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah
yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang merusak
atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan sampai suhu
tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada. Melalui
perlakuan tersebut terjadi perubahan keadaan bahan makanan, baik sifat fisik
maupun kimiawi sehingga keadaan bahan ada yang menjadi lunak dan enak
dimakan.
Menurut Adawyah (2008), pengalengan ikan merupakan suatu cara
pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis dalam suatu wadah, baik
kaleng, gelas atau aluminium dan kemudian disterilkan. Pengemasan secara
hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat
ditembus oleh udara, air, kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa.
Daya awet makanan kaleng sangat bervariasi tergantung dari jenis bahan
pangan, jenis wadah, proses pengalengan yang dilakukan dan kondisi tempat
penyimpanannya, tetapi jika proses pengolahannya sempurna maka daya awet
produk yang dikalengkan, daya awetnya lama. Kerusakan makanan kaleng pada
umumnya terjadi karena perubahan tekstur dan cita rasa dibandingkan karena
mikroorganisme.
4
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Proses Pengalengan Ikan Tuna Menurut SNI
Proses pengalengan ikan tuna berdasarkan SNI 01-2712-1992, adalah
sebagai berikut:
1. Penerimaan bahan baku
Setiap bahan baku yang diperoleh harus diperiksa mutunya paling tidak
secara organoleptik dan ditangani sesuai dengan persyaratan teknik sanitasi
dan higiene. Ikan yang tidak memenuhi persyaratan bahan baku harus ditolak.
Untuk bahan baku segar harus segera dilakukan pencucian menggunakan air
mengalir dengan suhu maksimum 5oC. Bahan baku yang diterima dalam
keadaan beku, apabila menunggu proses penanganan selanjutnya maka harus
disimpan dalam es yang bersuhu -25oC. Bahan baku yang dalam keadaan
segar apabila menunggu proses penanganan selanjutnya harus disimpan pada
suhu chilling (0oC).
Dalam pengalengan, kesegaran ikan memegang peranan sangat penting.
Sebab, bila ikan sudah tidak segar lagi, maka mutu ikan kaleng pun menurun.
Bau ikan yang busuk atau tekstur ikan yang mulai lembek tidak dapat
dihilangkan sebab pada pengukusan pendahuluan (precooking) yang
seharusnya menyebabkan daging ikan makin kompak, malahan membuat
daging ikan yang mulai busuk menjadi rapuh. Oleh karena itu tempat, cara,
dan lama penyimpanan bahan mentah juga mempengaruhi mutu produk akhir.
Sebab dari cara-cara penanganan permulaan inilah mutu bahan mentah dapat
ditentukan ( Moeljanto, 1992 ).
5
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
Gambar 2. Penerimaan Bahan Baku
2. Persiapan
Apabila bahan baku masih dalam keadaan beku maka dilakukan pelelehan
(thawing) dalam air mengalir yang bersuhu 10o–15oC. Untuk ikan dalam
keadaan utuh, dilakukan pemotongan kepala, sirip dan pembuangan isi perut.
Sedangkan ikan yang berukuran besar dilakukan pemotongan bagian badan
menjadi ukuran yang sesuai dengan alat precooking dan selanjutnya
ditempatkan dalam rak pre-cooking.
3. Pemasakan pendahuluan (pre-cooking)
Ikan tuna yang telah disiapkan dalam rak dimasukkan ke dalam alat
pemasak menggunakan uap panas (steam). Waktu yang dibutuhkan untuk
pemasakan pendahuluan tergantung pada ukuran ikan, namun umumnya
berkisar 1 – 4 jam (mampu mereduksi 17,5 % kadar air dari daging ikan)
dengan suhu pemasakan 100o- 105oC.
Menurut Moeljanto (1992), apabila daging dipanasi, maka sebagian air
yang dikandungnya (yang berasal dari protein daging) akan keluar. Pada ikan
tuna misalnya, air yang keluar kurang lebih 17,5% sedangkan pada sardine
kurang lebih 19-34%. Hal ini tergantung pada kandungan lemaknya. Apabila
semua air yang keluar itu tertampung di dalam kaleng (setelah kaleng
ditutup), maka saus atau mediumnya menjadi lebih encer. Bila
medium/sausnya berupa minyak, maka setelah proses sterilisasi saus minyak
akan tercampur air. Sebab itu, kikan harus dikukus dan air di dalam kaleng
6
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
dibuang sebelum kaleng ditutup. Caranya yaitu dengan meniriskan atau
mengukus ikan sebelum dipotong-potong.
Gambar 3. Ikan Setelah Precooking
4. Penurunan suhu
Ikan yang telah dimasak dikeluarkan dari alat pemasak dan diturunkan
suhunya sampai ikan dapat ditangani lebih lanjut (30oC) dalam waktu
maksimum 6 jam.
5. Pembersihan daging
Daging ikan dibersihkan dari sisik, kulit, tulang dan daging merah
menggunakan pisau yang tajam. Kulit, tulang dan daging merah yang
terbuang ditampung dalam wadah yang terpisah.
Menurut Moeljanto (1992), pisau yang digunakan harus tajam dan bersih.
Ada pisau khusus untuk memisahkan dan membersihkan loin dari daging
merah atau kehitaman. Seekor ikan dibelah menjadi empat potong dengan
tangan kemudian dikukus. Akibat pengukusan itu, daging ikan terlepas dari
tulang-tulang. Sirip-sirip, ekor, isi perut dan kepalanya sekaligus dipisahkan.
Setelah duri dan tulang-tulang serta sirip yang menempel dipisahkan, kulit
yang berwarna hitam kelabu (bila belum dibersihkan) disisir dengan pisau
sampai bersih.
6. Pemotongan
Daging putih yang telah bersih dari kulit, tulang dan daging merah,
dipotongpotong dengan ukuran yang disesuaikan dengan ukuran kaleng. Pada
tahap pemotongan ini sekaligus dilakukan sortasi terhadap daging yang rusak.
7
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
Daging putih yang telah dipotong secepatnya harus dimasukkan/diisikan ke
dalam kaleng.
Gambar 4. Pemotongan Ikan Tuna
7. Pengisian
Pengisian daging ke dalam kaleng dilakukan dengan cara menata daging
ikan ke dalam kaleng sesuai dengan tipe produk (solid, chunk, flake, standard,
grated).
a. Solid : 1 – 2 potong daging putih, bebas serpihan.
b. Standard : 2 – 3 potong daging putih, serpihan maksimum 2 %.
c. Chunk : serpihan daging putih ± satu kali makan, sepihan flake maks 40
%.
d. Flake : potongan daging kecil < chunk
e. Grated : daging kecil (flake, tidak seperti pasta).
Menurut Effendi (2008), besarnya ikan yang akan dimasukkan
dalam kaleng disesuaikan dengan ukuran kaleng. Ikan tuna berukuran
besar biasanya dikemas dalam kaleng berbentuk oval, sedangkan ikan
dengan berukuran kecil dikemas dalam kaleng berbentuk oval kecil. Pada
waktu pengisian harus diperhatikan agar masih terdapat ruangan kosong
di bagian atas kaleng (head space), sehingga pada waktu proses
exhausting (penghampaan) masih ada tempat untuk pengembangan isi
kaleng. Isi yang terlalu penuh akan menyebabkan kaleng menjadi
cembung, yang meskipun tidak menyebabkan kebusukan tetapi akan
menurunkan mutunya karena disangka buruk, selain dari pada head
space berguna untuk merapatkan penutupan kaleng.
8
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
Gambar 5. Pengisian Ikan
8. Penambahan medium
Medium ditambahkan sesaat sebelum kaleng ditutup. Suhu medium antara
70–80oC. Pengisian media hingga batas head space atau antara 6–10% dari
tinggi kaleng.
Didalam pengalengan terdapat medium yang digunakan sebagai medium
untuk mengurangi resistensi terhadap kaleng dan organisme pembusuk.
Medium yang dapat digunakan antara lain :
a. Medium asam
Pada medium asam ini dapat menggunakan sari tomat dengan asam
sitrat, laktat atau asetat untuk mengubah resistensi Bacillus
thermoacidurans terhadap panas.
b. Medium Gula
Beberapa peneliti menduga bahwa larutan gula dapat menaikkan
resistensi spora dengan terjadinya dehidrasi parsial protoplasma sel,
melindungi protein dari koagulasi.
c. Medium garam
Garam dalam larutan (sampai empat persen) dapat melindungi spora
yang resisten terhadap pemanasan tetapi kadar yang lebih tinggi (8 persen
atau lebih) menurunkan resistensi spora terhadap pemanasan.
d. Medium Lemak
Lemak atau minyak mempunyai daya menghambat dalam usaha
mematikan spora bakteri dengan pemanasan lembab serta berperan sebagai
agensia penyedap dan memiliki daya mengawetkan.
9
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
Gambar 6. Penambahan Media
9. Penutupan kaleng
Penutupan kaleng dilakukan dengan sistem double seaming dan dilakukan
pemeriksaan secara periodik.
Menurut Moeljanto (1992), cara menutup kaleng adalah dengan
memasang tutup di atas badan kaleng, lalu melipat ujungnya secara rapi
(sealing). Dapat juga dengan memutar tutupnya bila wadah terbuat dari
kaleng atau gelas, seperti aluran sekrup. Supaya rapat, biasanya dibagian
dalam tutup diberi sebuah karet. Penutupan kaleng dilakukan dengan mesin
penutup (sealing machine). Ada juga yang disebut double seamer sebab
proses penutupan kaleng terjadi dua kali (rol pertama dan rol kedua).
Penutupan wadah kaleng dilakukan dengan menggunakan double seamer
machine. Seorang karyawan bertugas mengoprasikan double seamer machine
dan mengisi tutup kaleng kedalam mesin. Kecepatan yang digunakan
bervariasi. Double seamer untuk kemasan kaleng kotak dioprasikan dengan
kecepatan penutupan 84 kaleng permenit (kecepatan maximum 200 kaleng
permenit), double seamer untuk kaleng kecil dioperasikan dengan kecepatan
penutupan 375 kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng permenit)
sedangkan untuk double seamer kaleng besar dioperasikan dengan kecepatan
200 kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng permenit). Tutup
kaleng yang dipakai adalah tutup kaleng yang sudah terlebih dahulu diberi
kode tanggal kedaluwarsa diruang jet print. Mesin penutup kaleng memiliki
10
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
empat bagian penting yang berhubungan langsung dengan proses penutupan.
Keempat bagian itu adalah:
1. Seaming chuck
Merupakan bagian yang berbentuk lempeng atau piringan bulat yang
ukurannya tepat
seperti tutup kaleng (memiliki ukuran yang sama seperti bagian counter
sink). Adapun fungsi seaming chuck ini adalah untuk menahan kaleng
body agar tidak meleset pada operasi penutupan oleh rol pertama dan
kedua.
2. Can lifter plate
Merupakan lempengan bulat yang menyangga kaleng dari bawah sehingga
bagian atas kaleng menempel pada seaming chuck dan tepat berada pada
posisi operasi rol pertama dan kedua.
3. First operation seaming roll
Pada alat penutup kaleng double seamer, proses penutupan kaleng yang
sebenarnya dilakukan oleh dua pasang rol yang posisinya saling
bersilangan. Rol pertama ini ada dua (sepasang) yang posisinya adalah
saling diagonal. Rol pertama memiliki lekukan yang lebih dalam dan lebar
yang berfungsi untuk membentuk keliman awal.
4. Second operation seaming roll
Ini adalah rol kedua yang berfungsi untuk menyempurnakan hasil dari rol
pertama. Rol kedua ini memiliki lekukan yang dangkal dan sempit
sehingga menghasilkan keliman ganda yang lebih rapat.
Gambar 7. Penutupan Kaleng
11
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
10. Sterilisasi
Sterilisasi dilakukan di dalam retort dengan nilai Fo sesuai dengan jenis
dan ukuran kaleng, media dan tipe produk dalam kemasan atau equivalent
dengan nilai Fo > 2,8 menit pada suhu 120o C. Pada setiap sterilisasi harus
dilakukan pencatatan suhu secara periodik.
Menurut Adawyah (2007), sterilisasi atau lebih dikenal dengan istilah
processing adalah operasi yang paling penting dalam pengalengan makanan.
Processing tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk
dan patogen, tetapi juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup
masak, yaitu dilihat dari penampilan, tekstur, dan cita rasanya sesuai dengan
yang diinginkan. Oleh karena itu, proses pemanasan harus dilakukan pada
suhu yang cukup tinggi untuk menghancurkan mikroba, tetapi tidak boleh
terlalu tinggi sehingga membuat produk menjadi terlalu masak.
Retort adalah alat untuk mensterilisai bahan pangan yang sudah
dikalengkan. Sterilisasi adalah proses termal yang dilakukan pada suhu tinggi
>1000C dengan tujuan utama memusnahkan spora patogen dan pembusuk.
Suatu produk dikatakan steril bila tidak ada satupun mikroba yang dapat
tumbuh pada produk tersebut. Spora bakteri lebih tahan panas dibandingkan
dengan sel vegetatifnya.
Prinsip kerja retort yaitu elemen pemanas pada retort akan memanaskan
air membentuk uap panas. Uap panas ini akan mengusir udara dari dalam
retort, sehingga terbentuk uap panas murni. Uap panas murni tersebut
digunakan untuk memanaskan bahan yang terdapat dalam wadah. Jumlah
panas yang diperlukan untuk sterilisasi yang memadai tergantung beberapa
faktor antara lain ukuran kaleng dan isinya serta pH bahan makanan.Sterilisasi
makanan lebih tepat disebut sterilisasi komersial, artinya suatu proses untuk
membunuh semua jasad renik yang dapat menyebabkan kebusukan makanan.
12
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
11. Penurunan suhu dan pencucian
Penurunan suhu dan pencucian menggunakan air yang mengandung residu
klor 2 ppm. Setelah dikeluarkan dari retort, kaleng dipindahkan ke tempat
yang terlindung (restricted area) untuk pendinginan dan pengeringan.
Menurut Adawyah (2007), wadah harus cepat didinginkan segera setelah
proses sterilisasi selesai, dengan tujuan untuk memperoleh keseragaman
(waktu dan suhu) dalam proses dan untuk mempertahankan mutu produk
akhir. Apabila pendinginan terlalu lambat dilakukan maka produk cenderung
terlalu masak sehingga akan merusak tekstur dan cita rasanya. Selain itu,
selama produk berada pada suhu antara suhu ruang dan suhu proses,
pertumbuhan spora bakteri tahan panas akan distimulir. Selain itu, dengan
pendinginan juga mengakibatkan bakteri yang masih bertahan hidup akan
menyebabkan shocksehingga akan mati.
12. Pemeraman
Kaleng yang telah dingin dimasukkan ke dalam suatu ruang dengan suhu
kamar dan diletakkan dengan posisi terbalik, dan kemudian dilakukan
pengecekan terhadap kerusakan kaleng. Kaleng yang dianggap rusak adalah
kaleng yang menggembung atau bocor. Pemeraman dilakukan minimal
selama 7 (tujuh) hari.
Untuk mencegah timbulnya karat pada bagian luar kaleng atau tumbuhnya
jamur, kelembaban ruang penyimpanan hendaknya diatur serendah mungkin.
Bahan yang menggunakan gelas jars harus dihindari dari cahaya, karena dapat
menurunkan mutu beberapa produk makanan kaleng akibatnya dari perubahan
warna dan rusaknya beberapa macam vitamin (Adawyah, 2007).
3.2 Standar Mutu Tuna Kaleng Menurut SNI
Dalam upaya untuk menjaga mutu produk tuna, pemerintah telah
mengembangkan standar mutu tuna kaleng dalam SNI 01-2712-1992. Ikan tuna
dalam kaleng adalah potongan daging putih ikan tuna yang telah mengalami
13
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
pemasakan pendahuluan dan dikalengkan dalam medium minyak atau air garam
(brine) (Dewan Standarisasi Nasional, 1992). Syarat mutu tuna dalam kaleng
menurut SNI 01-2712-1992 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Syarat mutu ikan tuna kaleng
Jenis Uj Satuan Persyaratan Muta
a) Organoleptik 7
b) Mikrobiologi
1) TPC anaerob
2) TPC aerob
per gram
per gram
0
0
c) Kimia
1) Stanum (Sn) *)
2) Plumbum (Pb) *)
3) Arsen (As) *)
4) Mercuri (Hg) *)
5) Histamin
ppm
ppm
ppm
ppm
mg/100 g
250
5
1
0,5
20
d) Fisika
1) Fsika kaleng
2) Bobot tuntas %
Baik
70
Sumber : Dewan Standarisasi Nasional (1992)
*) Bila direkomendasikan
3.3 Manfaat Pengalengan Ikan
Manfaat utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan adalah:
a. Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya. Makanan
yang ada di dalam wadah yang tertutup secara hermetis dapat dijaga
terhadap kontaminasi oleh mikroba, serangga, atau bahan asing lain yang
mungkin dapat menyebabkan kebusukan atau penyimpangan penampakan
dan cita rasanya.
14
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
b. Kaleng dapat juga menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air
yang tidak diinginkan.
c. Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-
gas lain, bau-bauan, dan partikel-partikel radioaktif yang terdapat di
atmosfer.
d. Untuk bahan pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia,
kaleng dapat menjaga terhadap cahaya.
Di antara bakteri-bakteri yang berhubungan dengan pengalengan ikan,
Clostridium botulinum adalah yang paling berbahaya. Bakteri tersebut dapat
menghasilkan racun botulin dan membentuk spora yang tahan panas. Pemanasan
selama empat menit pada suhu 120oC atau 10 menit pada suhu 115oC sudah cukup
untuk membunuh semua strain C. botulinum (A-C). Karena sifatnya yang tahan
panas, jika proses pengalengan dilakukan secara tidak benar, bakteri tersebut
dapat aktif kembali selama penyimpanan.
Dalam proses biasanya dilakukan penambahan medium pengalengan. Di
Indonesia, dikenal tiga macam medium pengalengan, yaitu larutan garam (brine),
minyak atau minyak yang ditambah dengan cabai dan bumbu lainnya, serta saus
tomat. Penambahan medium bertujuan untuk memberikan penampilan dan rasa
yang spesifik pada produk akhir, sebagai media pengantar panas sehingga
memperpendek waktu proses, mendapatkan derajat keasaman yang lebih tinggi,
dan mengurangi terjadinya karat pada bagian dalam kaleng.
Apabila menginginkan produk yang siap olah, pilihlah yang bermedia saus
tomat. Bila ingin mengolah produk dalam kaleng lebih lanjut, produk berlarutan
garam atau minyak nabati dapat dipilih.
3.4 Kerusakan Pada Produk Kaleng
Kerusakan pada produk kaleng, khususnya produk pengalengan ikan
menurut Adawyah (2008) dibagi menjadi dua yaitu kerusakan yang disebabkan
karena kesalahan pengolahan dan kebocoran kaleng. Kerusakan itu menyebabkan
produk makanan kaleng yang tidak steril komersial. Jadi, kerusakan tersebut
15
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
timbul karena pertumbuhan mikroba. Selain kerusakan akibat mkroba masih ada
beberapa penyebab lainnya yang bersifat nonmikrobial diantaranya seperti wadah
yang kurang steril atau karena suhu yang kurang tinggi.
1. Kesalahan Pengolahan
Pengolahan yang kurang (Underprocessing) mengakibatkan mikroba
mesofil masih dapat hidup. Mikroba tersebut berasal dari spora yang tahan pada
suhu tinggi. Jenis kerusakan ini dinamakan inspient spoilage, yaitu produk akhir
yang steril komersial tetapi isi kaleng menunjukkan gejala kerusakan oleh
mikroba (Adawyah, 2008). Adapun jenis-jenis kerusakan yang disebabkan oleh
kesalahan pengolahan adalah sebagai berikut.
a. Mengalami penurunan tekanan vakum yang disebabkan oleh perubahan
tekstur daging ikan.
b. Sering terjadi lengket produk bagian dalam tutup kaleng.
c. Terbentuknya gumpalan warna kelabu pada permukaan produk.
d. Terbentuknya kristal seperti kaca dari magnesium ammonium fosfat.
2. Kerusakan Kaleng
Kaleng yang tidak tertutup secara hermetis, ketika didinginkan dalam air
pendingin yang tidak memenuhi syarat maka akan terkontaminasi oleh mikroba.
Kerusakan itu dapat terlihat dengan adanya mixed flora, terdiri atas bakteri
berbentuk batang rod dan kokus di dalam makanan yang rusak.
3. Kerusakan Nonbakteriologi
Selain kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas mikroba, masih terdapat
kerusakan yang tidak disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Misalnya
Hidrogen swell yaitu kerusakan yang terjadi karena adanya reaksi kimia antara
makanan dan kaleng yang membentuk gas hidrogen. Selain itu juga ada kerusakan
akibat penyimpanan di atas 40-45oC dan masih banyak lagi kerusakan produk
kaleng yang tidak disebabkan oleh aktivitas mikroba lainnya.
16
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
3.5 Tips Pemilihan Produk Kaleng yang Baik
Dalam pemilihan makanan kaleng dapat dilakukan hal sebagai berikut:
a. Pilih kaleng yang tidak bocor. Bentuk boleh tidak sempurna (sedikit
penyok), tetapi pastikan tidak ada kebocoran atau pengkaratan terutama di
lipatan kaleng tutup atau sambungan kaleng.
b. Perhatikan tanggal kadaluarsa. Memang tidak semua produk kaleng yang
melampaui tanggal kadaluarsa, selalu sudah rusak. Tetapi demi keamanan
dan kelezatan produk, pilih produk yang belum melampaui tanggal
kadaluarsa. Bila terpaksa harus mengkonsumsi produk lewat masa
kadaluarsa, pastikan tidak ada penampakan dan rasa yang menyimpang.
c. Perhatikan tanda-tanda kerusakan kaleng. Jangan mengkonsumsi produk
kaleng yang mempunyai tanda-tanda kerusakan seperti yang telah dibahas
di atas.
d. Khusus untuk produk kaleng aseptik, pilih ukuran kaleng sesuai dengan
keperluan sekali pakai. Jangan menyimpan sisa poduk tetap dalam
kalengnya. Pindahkan dari kaleng ke wadah lain.
e. Produk kaleng yang sudah dibuka sebaiknya cepat dipakai karena
keawetannya sudah tak sama lagi dengan produk awalnya. Produk yang
sudah terbuka hendaknya disimpan di refrigerator.
f. Sedapat mungkin simpan di tempat yang kering dan sejuk. Hindari dari
genangan air atau kelembapan yang tinggi.
g. Pastikan membeli produk yang diproduksi atau diedarkan oleh manufaktur
atau produsen/penyalur yang jelas
17
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan
lemak yang rendah. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6 - 26,2 g/100 g
daging. Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan
yang dikemas secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda
asing lainnya) dalam suatu wadah yang kemudian disterilkan secara komersial
untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit pada manusia
khususnya) dan mikroba pembusuk (penyebab kebusukan atau kerusakan bahan
pangan). Prinsip dasar pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah
yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang merusak
atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan sampai suhu
tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada.
Proses pengalengan ikan menurut SNI terdiri dari penerimaan bahan
baku, persiapan, pemasakan pendahuluan, penurunan suhu, pembersihan daging,
pemotongan, pengisian, penambahan medium, penutupan kaleng, sterilisasi,
penurunan suhu dan pencucian, pemeraman. Syarat mutu tuna telah diatur
dalam SNI 01-2712-1992. Pengalengan bahan pangan
bermanfaat untuk menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya
dari kontaminasi oleh mikroba, perubahan kadar air, penyerapan
oksigen dan lain sebagainya.
4.2 Saran
Saran terhadap pengolahan ikan dengan cara pengalengan adalah, agar
produsen benar-benar memperhatikan setiap proses pengalengan, terutama
penggunaan suhu sesuai dengan mata rantai, hal ini dapat menimbulkan
pertumbuhan bakteri-bakteri pathogen. Untuk konsumen diharapkan bisa memilah
18
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
produk ikan kalengan yang hendak dikonsumsi dikarenakan masih banyak
masyarakat yang belum paham sepenuhnya akan bahaya dari produk ikan kaleng.
19
Teknologi Hasil Perikanan Modern 2015
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara.
Jakarta.
. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Cetakan ke-3.
Bumi Aksara. Jakarta.
[DSN] Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2712.2. Penanganan
dan Pengolahan Ikan Tuna Dalam Kaleng. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional
Effendie, I. 2008. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Bogor
163 hal.
Handoyo, N. 2008. Studi Tentang Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup
IkanLele Dumbo (Clarias gariepinus) dengan Sistem Tanpa Ganti
Air. Universitas Lampung. 55 hal
Moeljanto, 1992. Pemanfaatan Limbah Perikanan, Balai Penelitian
Teknologi Perikanan. Jakarta.
Murniyati, AS dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan
Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Pratiwi, A.R. 2004. Aspek Mikrobiologi Makanan Kaleng. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan, Bina Cipta.
Jakarta.
Stanby, M. 1963. Industry Fishery Technology. Reinhold Publishing Corp.
Washington.
Widiastuti, I. 2008. Analisis Mutu Ikan Tuna Selama Lepas Tangkap pada
Perbedaan Preparasi dan Waktu Penyimpanan. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Winarno, F.G. 1980. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
20