27
MAKALAH PENGEMAS EDIBLE FILM Oleh : Azelia Talitha M. (H3513008) Egydia Narera D. (H3513012) Miftahurrohmah S. (H3513027) Puput Suraningtyas (H3513033) Rehan Pradipta W. (H3513034) Risti Setiyorini (H3513037) Tabliqiyah K (H3513044) PROGRAM DIPLOMA III AGROFARMAKA FAKULTAS PERTANIAN

Makalah Pengemas Edible Film

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah

Citation preview

Page 1: Makalah Pengemas Edible Film

MAKALAH

PENGEMAS EDIBLE FILM

Oleh :

Azelia Talitha M. (H3513008)

Egydia Narera D. (H3513012)

Miftahurrohmah S. (H3513027)

Puput Suraningtyas (H3513033)

Rehan Pradipta W. (H3513034)

Risti Setiyorini (H3513037)

Tabliqiyah K (H3513044)

PROGRAM DIPLOMA III AGROFARMAKA

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2015

Page 2: Makalah Pengemas Edible Film

BAB I

LATAR BELAKANG

Pada umumnya bahan makanan sagat sensitif dan mudah mengalami kualitas

karena adanya pengaruh lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan

kualitas tersebut dapat dipercepat dengan adanya oksigen, temperatur dan cahaya.

Salah satu cara untuk mencegah penurunan kualias tersebut maka diperlukan suatu

pengemasan yang tepat terhadap bahan makanan. Pengemasan makanan berguna

untuk mempertahankan dan melindungi produk atau makanan hingga sampai ke

tangan konsumen dengan kualitas yang masih baik dan keamanannya dapat

dipertahankan. Beberapa bahan pengemas makanan antara lain plastik, kertas, logam,

dan kaca.

Beberapa bahan pengemas memiliki karakteristik, keunggulan dan kelemahan

yang berbeda pula. Penggunaan bahan pengemas makanan dengan

mempertimbangkan kondisi ekonomis, keamanan bahan dan perlindungan

pengawetan yang baik bagi makanan. Penggunaan bahan kemasan sintetis dapat

menyebabkan pencemaran lingkungan, sehingga diperlukan suatu kemasan yang

ramah lingkungan, aman bagi kesehatan dan memiliki kemampuan melindungi

makanan secara baik dalam waktu yang relatif lama. Dewasa ini, banyak penelitian

tentang suatu bahan yang dapat memenuhi persyaratan bahan kemasan yang baik dan

aman yaitu bahan kemasan edible film.

Penggunaan kemasan edible film, selain dapat mempertahankan kualitas produk

yang lebih baik dan memperpanjang daya tahan, juga dapat merupakan bahan

pengemas yang ramah lingkungan. Edible film memberikan alternatif bahan

pengemas yang tidak berdampak pada pencemaran lingkungan karena menggunakan

bahan yang dapat diperbaharui dan harganya murah (Bourtoom 2007). Selain itu,

pengemas edible film juga memiliki kelebihan lain yaitu dapat menghambat,

menghentikan dan mengurangi atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme

patogen pada makanan dan bahan kemasan. Polimer sintetis yang digunakan dalam

2

Page 3: Makalah Pengemas Edible Film

hal ini adalah pati. Seperti yang dijelaskan Rojas-Grau et al (20009), berbagai

penelitian menunjukkan bahwa edible coating/film dapat berfungsi sebagai pembawa

(carrier) aditif makanan, seperti bersifat sebagai agens antipencoklatan, antimikroba,

pewarna, pemberi flavor, nutrisi, dan bumbu.

Pengaplikasian edible film pada produk makanan bukan merupakan konsep

yang baru dan telah lama dipelajari secara ekstensif. Penerapan edible film dapat

memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas dari berbagai produk

makanan (Hui 2006). Penggunaan bahan-bahan alami dalam pengemas edible film

berbahan baku polimer alami akan mengurangi limbah plastik yang berasal dari

polimer sintetis sehingga mengurangi kerusakan lingkungan (Christina et al 2011).

Polimer yang dipakai untuk pembuatan edible film misalnya polisakarida seperti pati,

selulosa serta turunannya, gum, kitosan dan xanthan. Materi polimer untuk edible

film yang paling potensian dan sudah banyak penelitian yang dikembangkan adalah

yang berbasis pati-patian. Selain itu, pengemas edible film dapat digunakan untuk

pengemas buah, pengemas produk makanan misalnya dodol, coklat maupun permen,

dan juga untuk pengemas sosis daging sapi.

3

Page 4: Makalah Pengemas Edible Film

BAB IIISI

A. Pengertian Edible/Coating Film

Menurut Arpah (1997) dikutip Christina (2008), edible packaging pada bahan

pangan pada dasarny dibagi 3 jenis bentuk yaitu edible film, edible coating, dan

enkapsulasi. Hal yang membedakan edible film dan edible coating adalah cara

pengaplikasiannya. Sedangkan edible film pembentukannya tidak secara langsung

dibentuk pada produk yang akan dilapiri/dikemas. Enkapsulasi adalah edible

packaging yang berfungsi sebagai pembawa zat flavor berbentuk serbuk. Edible

film didefinisikan sebagai lapisan yang dapat dimakan yang ditempatkan di atas

atau di antara komponen makanan (Hui 2006).

Edible film adalah lapisan tipis sebagai pengemas bahan makanan yang dapat

dimakan. Penggunaan edible film dengan kemampuannya sebagai penghambat uap

air, lemak, dan O2 di dalam setiap sistem pangan diharapkan dapat mengurangi

timbulnya sampah dari bahan pengemas (McHugh dan Krochta, 1994). Edible film

juga berfungsi untuk menghambat perpindahan larutan, memperbaiki sifat

mekanik makanan, melindungi senyawa flavor volatil, dan sebagai pembawa

bahan aditif pada makanan. Selain itu, edible film yang terbuat dari lipida dan juga

film dua lapis (bilayer) ataupun campuran yang terbuat dari lipida dan protein atau

polisakarida pada umumya baik digunakan sebagai penghambat perpindahan uap

air dibandingkn dengan edible film yang terbuat dari protein dan polisakarida

dikarenakan lebih bersifat hidrofobik (Hui, 2006).

Pembuatan edible film bahan baku yang digunakan memiliki fungsi dan

keunggulan tertentu. Salah satu contohnya yaitu film dari bahan polisakarida dan

protein yang dapat menghambat perpindahan gas, sehingga efektif untuk

mencegah oksidasi lemak. Komponen volatil yang hilang atau yang diserap oleh

produk dapat diatur dengan melakukan pelapisan edible coating atau film

(Hui 2006).

4

Page 5: Makalah Pengemas Edible Film

B. Bahan Baku Edible Film

Komponen penyusun edible film dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu:

hidrokoloid, lipida, dan komposit. Hidrokoloid yang cocok antara lain senyawa

protein, turunan selulosa, alginat, pektin, pati dan polisakarida lainnya. Lipida

yang biasa digunakan waxes, asilgliserol, dan asam lemak. Sedangkan komposit

merupakan gabungan lipida dengan hidrokoloid (Dohowe dan Fennema, 1994

dalam Krochta et. al., 1994). Edible film dan coating dapat diklasifikasikan

berdasarkan kemungkinan penggunaannya dan jenis film yang sesuai, yaitu :

a. Lipida, komposit penggunaan untuk menghambat penyerapan gas.

b. Hidrokoloid, lipida, atau komposit penggunaan untuk menghambat penyerapan

gas.

c. Hidrokoloid penggunaan untuk menghambat penyerapan minyak dan lemak.

d. Hidrologi, Lipida, atau komposit penggunaan untuk menghambat penyerapan

zat-zat larut, meningkatkan kekuatan struktur atau memberi kemudahan

penanganan, menahan zat-zat volatil, pembawa bahan tambahan makanan.

1. Hidrokoloid

Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah protein

atau karbohidrat. Film yang dibentuk dari karbohidrat dapat berupa pati, gum

(seperti contoh alginat, pektin, dan gum arab), dan pati yang dimodifikasi

secara kimia. Pembentukan film berbahan dasar protein antara lain dapat

menggunakan gelatin, kasein, protein kedelai, protein whey, gluten gandum,

dan protein jagung. Film yang terbuat dari hidrokoloid sangat baik sebagai

penghambat perpindahan oksigen, karbondioksida, dan lemak, serta memiliki

karakteristik mekanik yang sangat baik, sehinggga sangat baik digunakan untuk

memperbaiki struktur film agar tidak mudah hancur

(Dohowe dan Fennema, 1994 dalam Krochta et. al.,1994).

Polisakarida sebagai bahan dasar edible film dapat dimanfaatkan untuk

mengatur udara sekitarnya dan memberikan ketebalan atau kekentalan pada

larutan edible film. Pemanfaatan dari senyawa yang berantai panjang ini sangat

5

Page 6: Makalah Pengemas Edible Film

penting karena tersedia dalam jumlah yang banyak, harganya murah, dan

bersifat nontoksik (Nisperos-Carriedo, 1994 dalam Krochta et. al., 1994).

Beberapa jenis protein yang berasal dari protein tanaman dan hewan dapat

membentuk film seperti zein jagung, gluten gandum, protein kedelai, protein

kacang, keratin, kolagen, gelatin, kasein, dan protein dari whey susu, karena

sifat dari protein tersebut yang mudah membentuk film. Albumin telur dapat

digunakan sebagai bahan pembetuk film yang baik yang dikombinasikan

dengan gluten gandum, dan protein kedelai (Gennadios, McHugh, Weller, dan

Krochta, 1994 dalam Krochta et. al.,1994).

2. Lipida

Film yang berasal dari lipida sering digunakan seagai penghambat uap air,

atau bahan pelapis untuk meningkatkan kilap pada produk-produk kembang

gula. Film yang terbuat dari lemak murni sangat terbatas dikarenakan

menghasilkan kekuatan struktur film yang kurang baik (Dohowe dan Fennema,

1994 dalam Krochta et. al., 1994). Karakteristik film yang dibentuk oleh lemak

tergantung pada berat molekul dari fase hidrofilik dan fase hidrofobik, rantai

cabang, dan polaritas. Lipida yang sering digunkan sebagai edible film antara

lain lilin (wax) seperti parafin dan carnauba, kemudian asam lemak,

monogliserida, dan resin (Lee dan Wan, 2006 dalam Hui, 2006). Jenis lilin

yang masih digunakan hingga sekarang yaitu carnauba. Alasan mengapa lipida

ditambahkan dalam edible film adalah untuk memberi sifat hidrofobik

(Hernandez, 1994 dalam Krochta et. al., 1994).

3. Komposit

Komposit film terdiri dari komponen lipida dan hidrokoloid. Aplikasi dari

komposit film dapat dalam lapisan satu-satu (bilayer), di mana satu lapisan

merupakan hidrokoloid dan satu lapisan lain merupakan lipida, atau dapat

berupa gabungan lipida dan hidrokoloid dalam satu kesatuan film. Gabungan

dari hidrokolid dan lemak digunakan dengan mengambil keuntungan dari

komponen lipida dan hidrokoloid. Lipida dapat meningkatkan ketahanan

6

Page 7: Makalah Pengemas Edible Film

terhadap penguapan air dan hidrokoloid dapat memberikan daya tahan. Film

gabungan antara lipida dan hidrokoloid ini dapat digunakan untuk melapisi

buah-buahan dan sayuran yang telah diolah minimal (Dohowe dan Fennema,

1994 dalam Krochta et. al., 1994).

C. Bahan Tambahan Edible Film

Perkembangan edible film atau yang dikenal sebagai bahan pelapis dari suatu

produk pangan akhir-akhir ini mengalami kemajuan dengan pesat.

Penelitian edible film yang pada awalnya diutamakan formulasi film dan sifat

fisik, sekarang telah meningkat sampai kemungkinan struktur film mempengaruhi

sifat film. Kemungkinan edible film sebagai agen pembawa bahan tambahan

seperti antimikroba yang dapat meningkatkan masa simpan produk dan

mengurangi risiko pertumbuhan bakteri patogen pada permukaan makanan juga

semakin berkembang. Edible film biasanya dibentuk dengan bahan dasar protein,

polisakarida, dan lemak yang sangat berpotensi untuk meningkatkan kualitas

pangan dan mengurangi penggunaan bahan pengemas. Formulasi film biasanya

terdiri atas 3 komponen besar yaitu polimer dengan berat molekul tinggi,

plasticizer dan pelarut. Berikut adalah bahan tambahan yang biasa digunakan

untuk edible film:

a. Gliserol

Untuk memperbaiki sifat plastik maka ditambahkan berbagai  jenis

tambahan atau aditif. Bahan tambahan ini sengaja ditambahkan dan berupa

komponen bukan plastik yang diantaranya berfungsi sebagai plasticizer,

penstabil pangan, pewarna,  enyerap UV dan lain-lain. Bahan itu dapat berupa

senyawa organik maupun anorganik yang biasanya mempunyai berat molekul

rendah. Plasticizer merupakan bahan tambahan yang diberikan pada waktu

proses agar plastik lebih halus dan luwes. Fungsinya untuk memisahkan

bagian-bagian dari rantai molekul yang panjang. Plasticizer adalah bahan non

volatile dengan titik didih tinggi yang apabila ditambahkan ke dalam bahan

lain akan merubah sifat fisik dan atau sifat mekanik dari bahan

7

Page 8: Makalah Pengemas Edible Film

tersebut. Plasticizer ditambahkan untuk mengurangi gaya intermolekul antar

partikel penyusun pati yang menyebabkan terbentuknya tekstur edible

film yang mudah patah (getas).

Gliserol adalah senyawa golongan alkohol polihidrat dengan 3 buah

gugus hidroksil dalam satu molekul (alcohol trivalent). Rumus kimia gliserol

adalah C3H8O3, dengan nama kimia 1,2,3 propanatriol. Berat molekul

gliserol adalah 92,1 massa jenis 1,23 g/cm2 dan titik didihnya 209°C. Gliserol

memiliki sifat mudah larut dalam air, meningkatkan viskositas larutan,

mengikat air, dan menurunkan Aw. Gliserol merupakan plasticizer yang

bersifat hidrofilik, sehingga cocok untuk bahan pembentuk film yang bersifat

hidrofobik seperti pati. Ia dapat meningkatkan sorpsi molekul polar seperti air.

Peran gliserol sebagai plasticizerdan konsentrasinya meningkatkan

fleksibilitas film.

Molekul plasticizer akan mengganggu kekompakan pati, menurunkan

interaksi intermolekul dan meningkatkan mobilitas polimer. Selanjutnya

menyebabkan peningkatan elongasi dan penurunan Tensile strength seiring

dengan peningkatan konsentrasi gliserol. Penurunan interaksi intermolekul

dan peningkatan mobilitas molekul akan memfasilitasi migrasi molekul uap

air. Plasticizer menurunkan gaya inter molekuler dan meningkatkan mobilitas

ikatan polimer sehingga memperbaiki fleksibilitas dan extensibilitas film.

Ketika gliserol menyatu, terjadi beberapa modifikasi struktural di dalam

jaringan pati, matriks film menjadi lebih sedikit rapat dan di bawah tekanan,

bergeraknya rantai polimer dimudahkan, meningkatkan fleksibilitas film tanpa

plasticiser amilosa dan amilopektin akan membentuk suatu film dan suatu

struktur yang bifasik dengan satu daerah kaya amilosa dan amilopektin.

Interaksi-interaksi antara molekul-molekul amilosa dan amilopektin

mendukung formasi film, menjadikan film pati jadi rapuh dan kaku.

Keberadaan dari plasticizer di dalam film pati bisa menyela

pembentukan double helices dari amilosa dengan cabang amilopektin, lalu

8

Page 9: Makalah Pengemas Edible Film

mengurangi interaksi antara molekulmolekul amilosa dan amilopektin,

sehingga meningkatkan fleksibilitas film pati.

Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer pada film hidrofilik, seperti

pektin, pati, gel, dan modifikasi pati, maupun pembuatan edible film berbasis

protein. Gliserol merupakan suatu molekul hidrofilik yang relatif kecil dan

mudah disisipkan diantara rantai protein dan membentuk ikatan hidrogen

dengan gugus amida dan protein gluten. Hal ini berakibat pada penurunan

interaksi langsung dan kedekatan antar rantai protein. Selain itu, laju transmisi

uap air yang melewati film gluten yang dilaporkan meningkat seiring dengan

peningkatan kadar gliserol dalam film akibat dari penurunan kerapatan jenis

protein.

b. Pati tapioca

Semua pati yang terdapat secara alami tersusun dari dua macam molekul

pektin (amilosa dan amilopektin). Amilosa merupakan polimer berantai lurus,

α 1-4 glukosidik, sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α

1-6 glukosidik. Molekul-molekul berrantai lurus, yaitu amilosa yang

berdekatandan bagian rantai yang lurus pada bagian luar atau ujungujung

amilopektin tersusun dengan arah sejajar. Susunan tersebut membentuk

bangunan yang kristalin dan kompak. Molekulmolekul bercabang, yaitu

amilopektin mempunyai susunan yang kurang kompak/amorf, sehingga lebih

mudah dicapai oleh air dan enzim. Pati mempunyai peranan yang sangat besar

dalam menentukan sifat-sifat produk pangan. Pati mampu berinteraksi dengan

senyawa-senyawa lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga

berpengaruh pada aplikasi proses, mutu, dan penerimaan produk.

Karena kemampuannya, pati dijadikan bahan pelapis yang dapat dimakan

(edible film).Edible film adalah lapisan tipis dan kontinyu yang terbuat dari

bahan-bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi komponen makanan

(coating) atau diletakkan di antara komponen makanan (film). Prinsip

pembentukan edible film adalah interaksi rantai polimer menghasilkan agregat

9

Page 10: Makalah Pengemas Edible Film

polimer yang lebih besar dan stabil. Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu

mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam

berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum

atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga

mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna

putih.

Edible film dari tapioka memiliki sifat mekanik yang hampir sama dengan

plastik dan kenampakannya trasparan. Tepung tapioka meskipun dibuat dari

bahan (singkong) dengan kandungan unsur gizi yang rendah, namun masih

memiliki unsur gizi. Tepung tapioka tidak termasuk di dalam golongan

amilopektin, namun tepung tapioka memiliki sifat-sifat yang sangat mirip

dengan amilopektin. Sifat-sifat tepung tapioka tersebut adalah :

1. Sangat jernih. Dalam bentuk pasta, amilopektin menunjukkan

kenampakkan yang sangat jernih sehingga sangat disukai karena dapat

mempertinggi mutu penampilan dari produk akhir.

2. Tidak mudah menggumpal. Pada suhu normal, pasta dari amilopektin

tidak mudah menggumpal dan kembali menjadi keras

3. Memiliki daya pemekat yang tinggi. Karena kemampuannya untuk

mudah pekat, maka pemakaian pati dapat dihemat.

4. Tidak mudah pecah atau rusak. Pada suhu normal atau lebih rendah,

pasta tidak mudah kental dan pecah (retak-retak). Dibandingkan

dengan pati biasa, stabilitas amilopektin pada suhu amat rendah juga

lebih tinggi.

5. Suhu gelisasi lebih rendah. Dengan demikian juga menghemat

pemakaian energy.

Edible film dari pati tapioka termasuk ke dalam kelompok hidrokoloid,

yang bersifat higroskopis. Umumnya film dari hidrokoloid mempunyai

struktur mekanis yang cukup bagus, namun kurang bagus terhadap

10

Page 11: Makalah Pengemas Edible Film

penghambatan uap air. Pada kondisi kandungan uap air yang tinggi, film

akan menyerap uap air dari lingkungannya.

c. CaSO4

Untuk memperbaiki mutu gel cincau dapat ditambahkan bahan pengikat,

antara lain pati, agar dan CaSO4. Penggunaan pati dengan konsentrat 0,1 %

dari air pengekstrak; atau penambahan agar 0,02 % dari air pengekstrak; atau

penambahan CaSO4 dengan konsentrasi 0,05 % dari bubuk daun cincau

kering akan menghasilkan gel yang baik; baik untuk bubuk daun cincau

kering jemur maupun kering oven.

D. Edible Film sebagai Pengemas Suatu Produk

Penambahan edible film pada produk pascapanen sangat berpengaruh untuk

umur simpan suatu produk. Edible film ini biasanya dilakukan dengan cara

pencelupan, pelapisan (wrapping) atau penyemprotan, selanjutnya bahan

dikeringanginkan dan disimpan. Edible film ini biasanya diaplikasikan pada buah-

buahan seperti apel, anggur, papaya, jambu biji, dan belimbing. Penambahan

edible film juga dapat menghindari produk dari kerusakan mikrobia, hal ini sesuai

dengan pernyataan Quintavalla dan Vicini( 2002) yang menyatakan bahwa Edible

film yang bersifat antimikroba berpotensi dapat mencegah kontaminasi patogen

pada berbagai bahan pangan yang memiliki jaringan (daging, buah-buahan,

sayuran). Kombinasi antimikroba dengan pengemas film untuk mengendalikan

pertumbuhan mikroba pada makanan dapat memperpanjang masa simpan dan

memperbaiki mutu pangan.

Zaman semakin berkembang dan penggunaan edible film juga semakin

beragam, yang awalnya hanya bisa di aplikasikan pada buah-buahan namun

sekarang sudah bisa di aplikasikan sebagai Pembungkus primer permen (permen

susu)dan sebagai pengganti pembungkus kapsul , hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh sari dewi anggraeni (2002) yang menyatakan bahwa edible

film yang dihasilkan cukup baik dari segi organoleptic dan sifat mekanik dan

kimianya, sehingga layak untuk digunakan sebagai pengemas primer produk

11

Page 12: Makalah Pengemas Edible Film

permen ( contohnya permen susu). Formulasi dari permen perlu ditambahkan atau

dimodifikasi untuk meningkatkan fleksibilitasnya dan menurunkan laju transmisi

uap airnya, sehingga menghasilkan barrier yang lebih baik untuk melindungi

produk tersebut dari kerusakan.

Edible film bisa digunakan pada semua produk, tidak hanya produk

pascapanen pertanian, namun juga produk permen, coklat maupun dodol. Hal ini

sesuai dengan pernyataan krochta (1997) Yang mengatakan bahwa

pengembangan rumput laut jennies Gracilaria Sp. Sebagai bahan kemasan pelapis

permen yang prosesnya diaplikaikan dari pembuatan agar-agar kertas, dan bersifat

edible film atau dapat dimakan, diharapkan dapat mengurangi ketergantungan

produsen terhadap pemakaian bahan plastic sebagai bahan pengemas untuk pelapis

permen, serta menambah cita rasa pada permen tersebut. Selain itu juga dapat

digunakan sebagai pengemas makanan semi basah seperti dodol, pengemas bumbu

mie instan, pelapis coklat, sosis, buah-buahan dan sayur-sayuran. Bahan kemasan

ini aman terhadap lingkungan dan dapat mempertahankan kualitas produk pangan

dari segi gizi, warna, aroma, rasa, dan penampakan.

Edible coating yang diaplikasikan pada sosis daging sapi dengan formula

kombinasi chitosan-ekstrak daun jati lebih efektif dalam menghambat kerusakan

mikrobiologis dan oksidatif sosis daging sapi selama penyimpanan Hal ini

menunjukkan adanya efek sinergistik antara chitosan dan ekstrak daun jati dalam

menghambat kerusakan mikrobiologis dan oksidatif sosis daging sapi.

E. Pengujian Edible Film

Penggunaan edible film yang telah beragam sebelum dipasarkan terlebih

dahulu melalui proses uji ketahanan. Uji ketahanan ini dimaksud agar edible film

sebagai pengemas produk tidak mudah cepat rusak, sehingga keunggulan edible

film dari bahan lainnya dapat dirasakan. Uji ketahanan edible film terhadap

pengaruh kelembaban udara lingkungan (RH). Percobaan satu faktor, dengan

rancangan dasar RAKL. Perlakuan terdiri atas 65, 75, 85 dan 95% RH pada suhu

ruang. Pengujian dilaku-kan pada pengamatan awal dan akhir penyim-panan.

12

Page 13: Makalah Pengemas Edible Film

Pengamatan yang dilakukan terhadap karakteristik edible film, yamg meliputi: Aw,

metode Aw meter (ASTM,1983) dan kuat tarik film (ASTM, 1983). Kondisi RH

lingkungan penyimpanan terbaik, kemudian digunakan untuk aplikasi

penyimpanan tahap berikutnya.

McHugh & Krochta (1994) menyatakan bahwa penting sekali mengetahui

sifat-sifat edible film sebelum diaplikasikan untuk mengemas suatu produk

pangan. Menurut Downhowe & Fennema (1994), beberapa uji telah

dikembangkan untuk menentukan sifat permeabilitas, karakteristik fisik, dan

karakteristik mekanik edible film yang didasarkan pada metode uji standar untuk

nonedible films. Uji-uji tersebut di antaranya, sifat permeabilitas uap air, sifat

permeabilitas zat terlarut, dan sifat permeabilitas lemak, kuat tarik dan persen

elongasi, berat dasar, ketebalan film, dan uji-uji lainnya.

F. Kelebihan dan Kekurangan Edible Film

1. Kelebihan

Edible memiliki kelebihan yaitu bisa dimakan, terbuat dari bahan alami,

ramah lingkungan, harganya murah, memperpanjang umur simpan, mengurangi

risiko pertumbuhan bakteri patogen pada permukaan makanan,

mempertahankan kualitasmakanan dengan cara menahan perpindahan aroma,

gas, dan air. Semua kelebihan itu dikarenakan edible film terbuat dari bahan –

bahan organik, seperti pati, gliserol, tepung jagung, bahkan ada juga inovasi

edible film yang terbuat dari pati ganyong. Edible filem tidak hanya digunakan

untuk melapisi buah dan sayuran saja, edible filem juga dapat digunakan untuk

pengemasan pada daging. Sesuai dengan penelitiankhotibul (2010) edible

film yang berasal dari protein dan polisakarida ternyata mampu menghambat

pertumbuhan Salmonella pada permukan daging ayam, penghambatan ini akan

lebih baik apabila edible film tersebut ditambahkan senyawa

antimikroorganisme.

Water vapor permeability (WVP) merupakan kemampuan edible

film dalam menjaga kandungan air dalam produk agar tidak menguap.

13

Page 14: Makalah Pengemas Edible Film

Penguapan ini menyebabkan terjadinya penyusutan berat yang pada umumnya

merugikan baik dari segi ekonomi maupun kualitas produk itu sendiri. Masalah

ini berhubungan dengan sifat dari edible film apakah hidrofilik atau

hidrofobik.pelapisan edible filmmenghalangi penguapan kelembaban dan

transfer panas dari karkas selama 24 jam pertama

Berdasarkan penelitian. Ditambahkan pada penelitian Wong (1996)

bahwa edible film berbahan protein whey mampu menghambat

pertumbuhan Listeria monocytogenes pada hot dog selama 42 hari

penyimpanan dingin. Hal ini menunjukan bahwa kelebihan dan inovasi dari

edible film sangat banyak.

2. Kekurangan

Selain keunggulan, edible coating/film memiliki kelemahan. Film dari

bahan seperti pati misalnya, mudah rusak/sobek karena resistensinya yang

rendah terhadap air dan mempunyai sifat penghalang yang rendah terhadap uap

air karena sifat hidrofilik dari pati (Garcia et al. 2011). Sifat mekanik lapisan

film dari pati juga kurang baik karena mempunyai elastisitas yang rendah,

untuk meningkatkan karakteristiknya, biasanya pati dicampur dengan

biopolimer yang bersifat hidrofobik atau bahan tahan air seperti kitosan. Salah

satu komponen yang ditambahkan dalam pem buatan edible film adalah

plasticizer. Penambahan plasticizer pada edible film ini penting untuk

mengatasi sifat rapuh film yang disebabkan kekuatan intermolekul ekstensif.

Jenis plasticizer yang paling banyak digunakan antara lain poliglikol,

monosakarida, mono oligosakarida, di oligosakarida, lipid dan turunannya

seperti gliserol, dan beeswax (Gontard et al., 1993). Selain itu kekurangannya

yaitu kegunaannya dalam bentuk murni sebagai film terbatas, karena integritas

dan ketahanannya rendah. Edible film dari komposit (gabungan hidrokoloid dan

lipid) dapat meningkatkan kelebihan dari film hidrokoloid dan lipid, serta

mengurangi kelemahannya (Downhowe & Fennema, 1994).

14

Page 15: Makalah Pengemas Edible Film

BAB III

PENUTUP

Edible film adalah lapisan tipis sebagai pengemas bahan makanan yang dapat

dimakan. Penggunaan edible film dengan kemampuannya sebagai penghambat uap

air, lemak, dan O2 di dalam setiap sistem pangan diharapkan dapat mengurangi

timbulnya sampah dari bahan pengemas, Edible film juga berfungsi untuk

menghambat perpindahan larutan, memperbaiki sifat mekanik makanan, melindungi

senyawa flavor volatil, dan sebagai pembawa bahan aditif pada makanan. Selain itu,

edible film yang terbuat dari lipida dan juga film dua lapis (bilayer) ataupun campuran

yang terbuat dari lipida dan protein atau polisakarida pada umumya baik digunakan

sebagai penghambat perpindahan uap air dibandingkn dengan edible film yang terbuat

dari protein dan polisakarida dikarenakan lebih bersifat hidrofobik. Komponen

penyusun edible film dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu: hidrokoloid, lipida, dan

komposit. Edible film bisa digunakan pada semua produk, tidak hanya produk

pascapanen pertanian, namun juga produk permen, coklat maupun dodol. Edible

memiliki kelebihan yaitu bisa dimakan, terbuat dari bahan alami, ramah lingkungan,

harganya murah, memperpanjang umur simpan, mengurangi risiko pertumbuhan

bakteri patogen pada permukaan makanan, mempertahankan kualitasmakanan dengan

cara menahan perpindahan aroma, gas, dan air. Selain keunggulan, edible

coating/film memiliki kelemahan. Film dari bahan seperti pati misalnya, mudah

rusak/sobek karena resistensinya yang rendah terhadap air dan mempunyai sifat

penghalang yang rendah terhadap uap air karena sifat hidrofilik dari pati

15

Page 16: Makalah Pengemas Edible Film

DAFTAR ISI

 Al Awwaly, Khotibul Umam, dkk. 2010. Jurnal Universitas Brawijaya (Pembuatan Edible Film ProteinWhey: Kajian Rasio Protein dan Gliserol Terhadap Sifat Fisik dan Kimia).

ASTM 1983. Standard Test Method for Water Vapor Transmission Rate of Material (E96). Annual Book of ASTM Standard. Philadelphia : American Society for Testing and Material.

Bourtoom T 2007. Effect of Some Process Parameters on The Properties of Edible Film Prepared From Starch. Songkhala : Department of Material Product Technology.

Christina W, Miskiyah dam Widaningrum 2011. Teknologi Produksi dan Aplikasi Pengemas Edible Antimikroba Bebasis Pati. Jurnal Litbang Pertanian. 31(3) : 85-93.

Donhowe G, Fennema O 1994. Edible film and coating: Characteristic, formation, definitions and testing methods. In Krochta, J.M., Baldwin, E.A. and Nisperos-Carriedo, M.O. (eds.). Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Technomic Publ. Co. Inc. Lancaster, Pennsylvania. 378 pp.

Fennema O.R 1976. Principle of Food Science. New York : Marcel Dekker Inc.

Garcia N L, Ribbon, Dufresne, Aranguren, Goyanes 2011. Effect of glycerol on the morphology of nanocomposites made from thermoplastic starch and starch nanocrystals. Carbohydrate Polymers 84(1): 203−210.

Gontard, Guilbert, Cuq JL 1993. Water and glycerol as plasticizer effect mechanical and water vapor barrier properties of an edible wheat gluten film. J. Food. Sci. 58(1): 206–210.

Hui Y.H 2006. Handbook of Food Science, Technology, and, Engineering Volume I. USA : CRC Press.

Khamir_Yeast , 2010.  Artikel Ilmu Dan Teknologi Pangan Gizi Dan Farmasi cara membuat edible film, edible film, edible film dari pektin, ekstraksi pektin, pembuatan edible film, wrapping edible film. https://yisluth.wordpress.com/2010/12/17/review-lengkap-tentang-edible-film-pembuatannya-dari-bubuk-pektin-cincau-dan-aplikasinya/. Diakses tanggal 26 November 2015

Krocht J M dan Johnston C D M 1997. Edible and biodegredible polimer films. J. Food Technology. 51(2):61

Page 17: Makalah Pengemas Edible Film

Krochta, J. M., E. A. Baldwin, dan M. O. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Technomic Publishing Company,New York, NY.

McHugh TH, Krochta 1994. Permeability properties of edible films. In Krochta, J.M., Baldwin, E.A. and Nisperos-Carriedo, M.O. (eds.). Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Lancaster-Basel.p. 139–187.

Quintavalla, S. and L. Vicini. 2002. Antimicrobial Food Packaging In Meat Industry. Meat Sci. 62: 373–380.

Rojas-Grau, M.S Tapia, F.D Rodriguez, A.J Carmona 2007. Alginate and gellan based edible coatings as support of antibrowning agent applied on fresh cut Fuji apple. Food Hydrocolloids 21 : 118-127.

Wong, W. S.; Camirond, W. M.; Pavlath, A. E., 1996. Structures and functionality of milk proteins. Critical Reviews in Food Science and Nutrition, v.36, n.8, p. 807-844