Upload
gita-aprilonia
View
924
Download
148
Embed Size (px)
DESCRIPTION
studi islam
Citation preview
MAKALAHDiajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah study islam
Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah
Oleh :
Kelompok 3
Ardiansyah Putra
Gita Aprilonia
Husna Kholida
M. Ridho Akbar
Rika Aprianti
Rini Puspita Sari
Weni Sri Wahyuni
Kelas : III A S1 Keperawatan
Dosen Pembimbing : Yosi Aryanti M.Ag
STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi
TA : 2015
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah. Makalah ini di buat untuk memenuhi
salah satu tugas matakuliah Study Islam.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari
beberapa pihak untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini sehingga berhasil, terutama
kepada dosen pembimbing.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan
buku pegangan dan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya menbangun demi kepentingan makalah penulis di masa mendatang.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga dengan adannya makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada pembaca pada umumnya dan khususnya pada penulis sendiri.
Bukittinggi, 13 November April 2015
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN.........................................................................................2
A. Pengertian Jenazah.........................................................................................2
B. Pengertian Penyelenggaraan Jenazah.............................................................2
C. Tata Cara Memandikan Jenazah....................................................................3
D. Tata Cara Mengkafani Jenazah......................................................................5
E. Tata Mensholatkan Jenazah...........................................................................7
F. Tata Cara Pemakaman Jenazah......................................................................10
G. Ta’ziyah .........................................................................................................15
BAB III : PENUTUP.................................................................................................18
A. Kesimpulan ...................................................................................................18
B. Saran ..............................................................................................................18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian
yang tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah
SWT dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang
muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang menghadapi kehariban Allah
SWT orang yang telah meninggal dunia mendapatkan perhatian khusus dari muslim lainnya
yang masih hidup.
Dalam ketentuan hukum Islam jika seorang muslim meninggal dunia maka hukumnya
fardhu kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk menyelenggarakan 4
perkara, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan orang yang telah
meninggal tersebut. Untuk lebih jelasnya 4 persoalan tersebut, pemakalah akan mencoba
menguraikan dalam penjelasan berikut ini.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian jenazah?
2. Apa pengertian penyelenggaran jenazah ?
3. bagaimana tata cara memandikan jenazah?
4. Bagaimana tata cara mengkafani jenazah?
5. Bagaimana tata cara menshalatkan jenazah?
6. Bagaimana tata cara menguburkan jenazah?
7. Apa itu ta’ziyah ?
8. Kapan takziyah dilakukan ?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN JENAZAH
Kata jenazah diambil dari bahasa Arab ( ذح (جن yang berarti tubuh mayat dan
kata ذ yang berarti menutupi. Jadi, secara umum kata jenazah memiliki arti tubuh mayat جن
yang tertutup
B. PENGERTIAN PENYELENGGARAAN JENAZAH
Penyelenggaraan Jenazah adalah prosesi pengurusan jenazah yang dilakukan mulai
dari memandikan, mengkafani, menyolatkan hingga menguburkan mayit berdasarkan
tuntunan syariat
Hukum penyelengaraan jenazah
Hukum menyelenggarakan jenazah adalah Fardhu Kifayah, artinya apabila disuatu
daerah telah ada orang yang telah menguasainya maka gugurlah kewajiban atas yang lain,
namun bila disuatu daerah tidak ada yang menguasainya maka wajib atas semua orang untuk
melaksanakannya, bila tidak ada yang melakukannya maka semua orang yang berada di
daerah tersebut berdosa.
Islam telah mengingatkan kita semua bahwa setiap insan yang bernyawa pasti
mengalami kematian. Allah SWT telah berfirman :“Setiap yang bernyawa akan merasakan
mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu............
(Q.S. Ali ‘Imran/3 : 185)
C. MEMANDIKAN JENAZAH
Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan
dishalatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati
syahid. Hukum memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu
kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika
telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf. Adapun
dalil yang menjelaskan kewajiban memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah hadist
Rasulullah SAW, yakninya:
2
Artinya: “Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW telah bersabda tentang orang yang jatuh
dari kendaraannya lalu mati, “mandikanlah ia dengan air dan daun bidara.” (H.R Bukhari
dan Muslim)
Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang perlu
diperhatikan yaitu:
1. Orang yang utama memandikan jenazah
a. Untuk mayat laki-laki
Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang
diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan istrinya.
b. Untuk mayat perempuan
Orang yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya, neneknya, keluarga
terdekat dari pihak wanita serta suaminya.
c. Untuk mayat anak laki-laki dan anak perempuan
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan sebaliknya
untuk mayat anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.
d. Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya laki-
laki dan dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki meninggal
sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri, maka
mayat tersebut tidak dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari
mereka dengan memakai lapis tangan.[3] Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW,
yakninya:
اArtinya: “Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada perempuan
lain atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan tidak ada laki-laki
selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu dikuburkan, karena kedudukannya sama
seperti tidak mendapat air.” (H.R Abu Daud dan Baihaqi)
2. Syarat bagi orang yang memandikan jenazah
a. Muslim, berakal, dan baligh
b. Berniat memandikan jenazah
c. Jujur dan sholeh
d. Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan memandikannya
sebagaimana yang diajarkan sunnah serta mampu menutupi aib si mayat.
3
3. Mayat yang wajib untuk dimandikan
a. Mayat seorang muslim dan bukan kafir
b. Bukan bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal tidak
dimandikan
c. Ada sebahagian tubuh mayat yang dapat dimandikan
d. Bukan mayat yang mati syahid
4. Tata cara memandikan jenazah
Berikut beberapa cara memandiakan jenazah orang muslim, yaitu:
a. sebelum mayat dimandikan siapkan terlebih dahulu segala sesuatu yang dibutuhkan
untuk keperluan mandinya, seperti:
1. Tempat memandikan pada ruangan yang tertutup.
2. Air secukupnya.
3. Sabun, air kapur barus dan wangi-wangian.
4. Sarung tangan untuk memandikan.
5. Potongan atau gulungan kain kecil-kecil.
6. Kain basahan, handuk, dll.
b. Ambil kain penutup dan gantikan kain basahan sehingga aurat utamanya tidak kelihatan.
c. Mandikan jenazah pada tempat yang tertutup.
d. Pakailah sarung tangan dan bersihkan jenazah dari segala kotoran.
e. Ganti sarung tangan yang baru, lalu bersihkan seluruh badannya dan tekan perutnya
perlahan-lahan.
f. Tinggikan kepala jenazah agar air tidak mengalir kearah kepala.
g. Masukkan jari tangan yang telah dibalut dengan kain basah ke mulut jenazah, gosok
giginya dan bersihkan hidungnya, kemudiankan wudhukan.
h. Siramkan air kesebelah kanan dahulu kemudian kesebelah kiri tubuh jenazah.
i. Mandikan jenazah dengan air sabun dan air mandinya yang terakhir dicampur dengan
wangi-wangian.
j. Perlakukan jenazah dengan lembut ketika membalik dan menggosok anggota tubuhnya.
k. Memandikan jenazah satu kali jika dapat membasuh ke seluruh tubuhnya itulah yang
wajib. Disunnahkan mengulanginya beberapa kali dalam bilangan ganjil.
4
l. Jika keluar dari jenazah itu najis setelah dimandikan dan mengenai badannya, wajid
dibuang dan dimandikan lagi. Jika keluar najis setelah di atas kafan tidak perlu diulangi
mandinya, cukup hanya dengan membuang najis itu saja.
m. Bagi jenazah wanita, sanggul rambutnya harus dilepaskan dan dibiarkan menyulur
kebelakang, setelah disirim dan dibersihkan lalu dikeringkan dengan handuk dan
dikepang.
n. Keringkan tubuh jenazah setelah dimandikan dengan kain sehingga tidak membasahi
kain kafannya.
o. Selesai mandi, sebelum dikafani berilah wangi-wangian yang tidak mengandung alkohol.
D. MENGKAFANI JENAZAH
Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang
dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah muslim dan
bukan mati syahid adalah fardhu kifayah. Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut:
Artinya: “Kami hijrah bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan Allah
SWT, maka tentulah akan kami terima pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada yang
meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya, Mash’ab bin
Umair dia tewas terbunuh diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali selembar
kain burdah. Jika kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya tertutup,
maka tersembul kepalanya. Maka Nabi SAW menyuruh kami untuk menutupi kepalanya dan
menaruh rumput izhir pada kedua kakinya.” (H.R Bukhari)
Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafani jenazah adalah:
1. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi
seluruh tubuh mayat.
2. Kain kafan hendaknya berwarna putih.
3. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi mayat
perempuan 5 lapis.
4. Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, kain kafan
hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.
5. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.
Adapun tata cara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:
1. Untuk mayat laki-laki
5
a. Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih lebar dan luas serta
setiap lapisan diberi kapur barus.
b. Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan
memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
c. Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur) yang mungkin masih
mengeluarkan kotoran dengan kapas.
d. Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar sebelah
kiri. Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi selembar dengan cara yang lembut.
e. Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan tiga atau lima
ikatan.
f. Jika kain kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka tutuplah bagian
kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka boleh ditutup dengan daun kayu, rumput atau
kertas. Jika seandainya tidak ada kain kafan kecuali sekedar menutup auratnya saja, maka
tutuplah dengan apa saja yang ada.
2. Untuk mayat perempuan
Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang terdiri dari:
a. Lembar pertama berfungsi untuk menutupi seluruh badan.
b. Lembar kedua berfungsi sebagai kerudung kepala.
c. Lembar ketiga berfungsi sebagai baju kurung.
d. Lembar keempat berfungsi untuk menutup pinggang hingga kaki.
e. Lembar kelima berfungsi untuk menutup pinggul dan paha.
Adapun tata cara mengkafani mayat perempuan yaitu:
a. Susunlah kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan
tertib. Kemudian, angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan
diatas kain kafan sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus.
b. Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
c. Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.
d. Pakaikan sarung.
e. Pakaikan baju kurung.
f. Dandani rambutnya dengan tiga dandanan, lalu julurkan kebelakang.
g. Pakaikan kerudung.
6
h. Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua ujung kain kiri
dan kanan lalu digulungkan kedalam.
i. Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.
E. MENSHALATKAN JENAZAH
Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu kifayah.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi:
Artinya: “Shalatilah orang yang meninggal dunia diantara kamu”
Orang paling utana untuk melaksanakan shalat jenazah yaitu:
a. Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.
b. Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
c. Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.
d. Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.
e. Keluarga terdekat.
f. Kaum muslimim seluruhnya.
Rukun shalat jenazah ialah:
a. Berniat menshalatkan jenazah.
b. Takbir empat kali.
c. Berdiri bagi yang kuasa.
Adapun tata cara melakukan shalat jenazah adalah sebagai berikut:
1. Niat shalat jenazah
Niat shalat jenazah dilakukan dalam hati serta ikhlas karena Allah SWT. Sebelum shalat
jenazah dilakukan maka kepada imam dan seluruh makmum hendaknya berwudhu dan
menutup aurat. Untuk menyalatkan mayat laki-laki imam berdiri sejajar dengan kepala si
mayat, sedangkan untuk mayat perempuan, imam berdiri di tengah-tengah sejajar pusat si
mayat.
7
Lafal niat shalat jenazah:
a. Untuk mayat laki-laki
“Sengaja aku berniat shalat atas mayat laki-laki empat takbir fardhu kifayah menjadi
makmun/imam karena Allah ta’ala”
b. Untuk mayat perempuan
ا“Sengaja aku berniat shalat atas mayat perempuan empat takbir fardhu kifayah menjadi
makmun/imam karena Allah ta’ala”
2. Takbir 4 kali
a. Takbir pertama dimulai dengan mengangkat tangan dan membaca Al-Fatihah.
b. Takbir kedua dan membaca shalawat
Artinya: “Ya Allah berikanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan keluarganya,
sebagaimana engkau telah memberikan kesejahteraan kepada Ibrahim dan keluarganya.
Berkatilah Muhammad dan keluarganya, sebagaimana engkau telah memberkati Ibrahim
dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi bijaksana”
8
c. Takbir ketiga dan membaca do’a untuk si mayat
Artinya: “Ya Allah, ampunilah dia, kasihilah dia, maafkanlah dia dan sentosakanlah dia,
muliakan tempatnya, lapangkanlah kuburnya, sucikanlah dia dengan air embun dan es,
sucikanlah dia dari kesalahannya, sebagaimana sucinya kain putih dari kotoran.
Gantikanlah rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada rumahnya, dan gantikan
keluarganya dengan keluarga yang lebih baik, masukkan ia kedalam syurga, dan jauhkan ia
dari siksa kubur dan siksa neraka.”
d. Takbir keempat lalu diam sejenak dan membaca do’a
Artinya: “ Ya Allah janganlah Engkau tahan untuk kami pahalanya dan janganlah engkau
tinggalkan fitnah untuk kami setelah kepergiannya”
e. Salam ke kiri dan ke kanan
9
*catatan :
Doa diatas adalah doa untuk jenazah laki laki satu, jika jenazahnya ada du orang laki
laki atau perempuan, maka HU diganti dengan HUMA.
Sedangkan untuk perempuan satu orang, diganti dengan HA.
Jika jenazahnya berjumlah banyak dan berkelamin pria maka diganti HUM.
Jika banyak mayit wanita maka diganti dengan HUNNA.
Untuk campuran laki laki maupun perempuan yang digabung sehingga jumlahnya
banyak maka , bisa pakai HUM.
Misal "Allahummaghfir lahum warhamhum, wa’aafihi wa’fu ‘anhum .... "
F. MENGUBURKAN JENAZAH
Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas
pundak dari keempat sudut usungan.
Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa.
Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau
kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.
Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.
10
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan
binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita
(non muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam
“Ahkamul Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar
kubur pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya
(membentuk huruf U memanjang).
- Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.
11
- Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.
- Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari
arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak
memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.
- Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah
mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut
Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika
menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam.
Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya
12
(dalam posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan
kedua kaki.
- Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak
ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si
mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.
- Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki
dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu
dari atasnya (agak samping).
- Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu
yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.
13
- Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang
kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.
- Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
- Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat
riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan
batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
- Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan.
Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)
- Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab
pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya
dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai
menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit
14
(dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit
bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.
Wallahu a’lam bish-shawab.
G. TA’ZIYAH
Definisi Ta’ziyah
Kata “ta`ziyah”, secara etimologis merupakan bentuk mashdar (kata benda turunan) dari kata
kerja ‘aza. Maknanya sama dengan al aza’u. Yaitu sabar menghadapi musibah kehilangan.
Penulis kitab Radd al Mukhtar mengatakan : “Berta’ziyah kepada ahlul mayyit (keluarga
yang ditinggal mati) maksudnya ialah, menghibur mereka supaya bisa bersabar, dan sekaligus
mendo’akannya”.
Imam al Khirasyi di dalam syarahnya menulis: “Ta’ziyah, yaitu menghibur orang yang
tertimpa musibah dengan pahala-pahala yang dijanjikan oleh Allah, sekaligus mendo’akan
mereka dan mayitnya”.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan : “Yaitu memotivasi orang yang tertimpa musibah
agar bisa lebih bersabar, dan menghiburnya supaya bisa melupakannya, meringankan tekanan
kesedihan dan himpitan musibah yang menimpanya”.
Hukum Fikih Ta’ziyah
Berdasarkan kesepakatan para ulama, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Qudamah,
hukumnya adalah sunnah. Hal ini diperkuatkan oleh hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, di antaranya :
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Barangsiapa yang berta’ziyah kepada orang yang tertimpa musibah, maka baginya pahala
seperti pahala yang didapat orang tersebut. [HR Tirmidzi 2/268. Kata beliau: “Hadits ini
gharib. Sepanjang yang saya ketahui, hadits ini tidak marfu’ kecuali dari jalur ‘Adi bin
‘Ashim”; Ibnu Majah
Dalil lainnya, ‘Abdullah bin ‘Amr bin al Ash menceritakan, bahwa pada suatu ketika
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada Fathimah Radhiyallahu 'anha :
15
“Wahai, Fathimah! Apa yang membuatmu keluar rumah?” Fathimah menjawab,”Aku
berta’ziyah kepada keluarga yang ditinggal mati ini.” [HR Abu Dawud, 3/192].
WAKTU TA’ZIYAH
Jumhur ulama memandang bahwa ta’ziyah diperbolehkan sebelum dan sesudah mayit
dikebumikan.
Pendapat lainnya, sebagaimana yang diriwayatkan dari Imam Tsauri, bahwa beliau
memandang makruh ta’ziyah setelah mayitnya dikuburkan. Alasannya, setelah mayitnya
dikuburkan, berarti masalahnya juga selesai. Sedangkan ta’ziyah itu sendiri disyari’atkan
guna menghibur agar orang yang tertimpa musibah bisa melupakannya. Oleh karena itu,
hendaknya ta’ziyah dilakukan pada waktu terjadinya musibah. Kala itu, orang yang tertimpa
musibah benar-benar dituntut untuk bersabar.
Pendapat yang rajih, yaitu pendapat jumhur ulama. Alasannya, orang yang tertimpa musibah
memerlukan penghibur untuk mengurangi beban musibah yang menghimpitnya. Penglipur ini
tentu saja diperlukan, sekalipun mayitnya sudah dikuburkan, sebagaimana ia memerlukannya
sebelum dikuburkan. Bahkan ta’ziyah setelah mayit dikuburkan hukumnya lebih utama.
Sebab, sebelumnya ia sibuk mengurus mayit. Dan orang yang tertimpa musibah merasa lebih
kesepian dan sengsara karena betul-betul berpisah dengan si mayit.
Jangka Waktu Ta’ziyah
Ta’ziyah disyari’atkan dalam jangka waktu tiga hari setelah mayitnya dikebumikan. Jumlah
tiga hari ini bukan pembatasan yang final, tetapi perkiraan saja (kurang lebihnya saja). Dan
jumhur ulama menghukumi makruh, apabila ta’ziyah dilakukan lebih dari tiga hari. Ini
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Tidaklah dihalalkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, untuk
berkabung lebih dari tiga hari, terkecuali berkabung karena (ditinggal mati) suaminya, yaitu
selama empat bulan sepuluh hari. [HR Bukhari, 2/78; Muslim, 4/202].
Alasan lainnya, setelah tiga hari, biasanya orang yang ditinggal mati, bisa kembali tenang.
Maka, tidak perlu lagi untuk dibangkitkan kesedihannya dengan dilayat. Kendatipun begitu,
jumhur ulama membuat pengecualian. Yaitu apabila orang yang hendak melayatnya, atau
orang yang hendah dilayatnya (keluarga yang ditinggal mati) tidak ada dalam jangka waktu
16
tiga hari tersebut.
Sebagian ulama mazhab Syafi’iyah dan Hanabilah membebaskannya begitu saja. Sampai
kapan saja, tak ada pembatasan waktunya. Sebab, menurut mereka, tujuan dari ta’ziyah ini
untuk mendo’akan, memotivasinya agar bersabar dan tidak melakukan ratapan, dan lain
sebagainya. Tujuan ini tentu saja berlaku untuk jangka waktu yang lama.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sepanjang uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya manusia sebagi
makhluk yang mulia di sisi Allah SWT dan untuk menghormati kemuliannya itu perlu
mendapat perhatian khusus dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana, penyelengaraan
jenazah seorang muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini
dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian
orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.
Adapun 4 perkara yang menjadi kewajiban itu ialah:
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menshalatkan
4. Menguburkan
Adapun hikmah yang dapat diambil dari tata cara pengurusan jenazah, antara lain:
a. Memperoleh pahala yang besar.
b. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
c. Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas
musibah yang dideritanya.
d. Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-
masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
e. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah
seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan
Allah SWT dan RasulNya.
B. SARAN
Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini, pemakalah
berharap kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian dan mempersiapkan diri untuk
menyambut kematian itu. Selain itu, pemakalah juga berharap agar pembahasan ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan kita semua serta dapat mengajarkannya dengan baik
ketika telah menjadi seorang guru di masa yang akan datang.
18