25
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pers merupakan media komunikasi antar pelaku pembangunan demokrasi dan sarana penyampaian informasi dari pemerintah kepada masyarakat maupun dari masyarakat kepada pemerintah secara dua arah. Komunikasi ini diharapkan menimbulkan pengetahuan, pengertian, persamaan persepsi dan partisipasi masyarakat sehingga demokrasi dapat terlaksana. Sebagai lembaga sosial pers adalah sebuah wadah bagi proses input dalam sistem politik. Diantara tugasnya pers berkewajiban membentuk kesamaan kepentingan antara masyarakat dan negara sehingga wajar sekali apabila pers berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan kepentingan pemerintah dan masyarakat. Untuk itu dibutuhkan keterbukaan pers untuk secara baik dan benar dalam mengajukan kritik terhadap sasaran yang manapun sejauh hal itu benar-benar berkaitan dengan proses input. Ada banyak peranan yang dilakukan oleh pers dalam suatu negara dan dalam mewujudkan demokrasi. Namun, agar pers mampu menjalankan peranannya terutama dalam menunjang demokratisasi maka perlu adanya kebebasan pers dalam menjalankan tugas serta fungsinya secara 1 | Makalah PPKn

Makalah PKN Yani

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah PKN Yani

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pers merupakan media komunikasi antar pelaku pembangunan demokrasi dan

sarana penyampaian informasi dari pemerintah kepada masyarakat maupun dari

masyarakat kepada pemerintah secara dua arah. Komunikasi ini diharapkan

menimbulkan pengetahuan, pengertian, persamaan persepsi dan partisipasi

masyarakat sehingga demokrasi dapat terlaksana. Sebagai lembaga sosial pers

adalah sebuah wadah bagi proses input dalam sistem politik. Diantara tugasnya

pers berkewajiban membentuk kesamaan kepentingan antara masyarakat dan

negara sehingga wajar sekali apabila pers berfungsi sebagai jembatan yang

menghubungkan kepentingan pemerintah dan masyarakat. Untuk itu dibutuhkan

keterbukaan pers untuk secara baik dan benar dalam mengajukan kritik terhadap

sasaran yang manapun sejauh hal itu benar-benar berkaitan dengan proses input.

Ada banyak peranan yang dilakukan oleh pers dalam suatu negara dan dalam

mewujudkan demokrasi. Namun, agar pers mampu menjalankan peranannya

terutama dalam menunjang demokratisasi maka perlu adanya kebebasan pers

dalam menjalankan tugas serta fungsinya secara professional. Media masa yang

bebas memberikan dasar bagi pembatasan kekuasaan negara dan dengan demikian

adanya kendali atas negara oleh rakyat, sehingga menjamin hadirnya lembaga-

lembaga politik yang demokratis sebagai sarana yang paling efekif untuk

menjalankan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat itu. Apabila

negara mengendalikan media massa maka terhambatnya cara untuk memberitakan

penyalahgunaan wewenang dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara.

Bagi suatu pemerintahan diktator kebenaran merupakan bahaya baginya,

sebab kebenaran akan membuka seluruh jaringan manipulasinya. Berita-berita

yang berasal dari foto jurnalisme serta data dokumenter lainnya memang memiliki

daya yang sangat kuat. Misi pertama pers dalam suatu masyarakat yang

demokrartis atau suatu masyarakat yang sedang berjuang untuk menjadi

demokratis adalah melaporkan fakta. Misi ini tidak akan mudah dilaksanakan

1 | M a k a l a h P P K n

Page 2: Makalah PKN Yani

dalam suatu situasi ketidak adilan secara besar-besaran dan pembagian yang

terpolarisasi.

Terkucilnya prospek kebebasan pers jelas merupakan bagian dari redupnya

prospek demokratisasi. Perkembangan dan pertumbuhan media massa atau pers di

Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan dan pertumbuhan sistem

politik dinegara ini. Bahkan sistem pers di Indonesia merupakan sub sistem dari

sistem politik yang ada (Harsono Suwardi, 1993: 23) Di negara dimana sistem

persnya mengikuti sistem politik yang ada maka pers cenderung bersikap dan

bertindak sebagai “balancer” (penyeimbang) antara kekuatan yang ada. Tindakan

atau sikap ini bukan tanpa alasan mengingat pers di negara berkembang seperi di

Indonesia mempunyai banyak pengalaman bagaimana mereka mencoba

mempertahankan keberadaannya sebagai pers yang bebas dan bertanggung jawab.

Banyak pers yang khawatir bahwa keberadaannya akan terancam di saat

mereka tidak mengikuti sistem yang berlaku. Oleh karena itu guna

mempertahankan keberadaannya, pers tidak jarang memilih jalan tengah. Cara

inilah yang sering mendorong pers itu terpaksa harus bersikap mendua terhadap

suatu masalah yang berkaitan dengan kekuasaan. Dalam kaitan ini pulalah banyak

pers di negara berkembang yang pada umumnya termasuk di Indonesia lebih suka

mengutamakan konsep stabilitas politik nasional sebagai acuan untuk

kelangsungan hidup pers itu sendiri.

Diawal kekuasaannya, rezim pemerintahan orde baru menghadapi Indonesia

yang traumatis. Suatu kondisi dimana kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya

serta psikologis rakyat yang baru tertimpa prahara. Politik satu kata yang tepat

ketika itu kemudian dijadikan formula orde baru, yakni pemulihan atau

normalisasi secepatnya harus dilakukan, jika tidak kondisi bangsa akan kian

berlarut-larut dalam ketidak pastian dan pembangunan nasional akan semakin

tertunda. Konsentrasi bangsa diarahkan untuk pembangunan nasional. Hampir

seluruh sektor dilibatkan serta seluruh segmen masyarakat dikerahkan demi

mensukseskan pembangunan nasional tersebut. Keterlibatan seluruh sektor

maupun segmen masyarakat tersebut agaknya sebanding dengan beban berat

warisan Orde Lama yang ditimpakan kepada Orde Baru. Pemerintah Orde Baru

2 | M a k a l a h P P K n

Page 3: Makalah PKN Yani

memprioritaskan trilogi pembangunannya yakni stabilitas, pertumbuhan ekonomi

dan pemerataan sebagai kata kunci yang saling berkait erat serta sebagai bagian

doktrin negara.

Oleh karena pemerintah menitik beratkan pembaruan pada pembangunan

nasional, maka sektor demokrasi akhirnya terlantarkan. Hal ini mungkin terpaksa

dilakukan oleh karena sepeninggalan orde lama tidak satupun kekuatan non

negara yang bisa dijadikan acuan dan preferensi, serta seluruh yang tersisa

mengidap kerentanan fungsi termasuk yang melanda pers nasional. Deskripsi-

deskripsi yang sering kali ditulis oleh para pemerhati pers menyatakan bahwa

kehidupan pers diawal-awal orde baru adalah sarat dengan muatan berbagai

kepentingan, ketiadaan pers yang bebas, kehidupan pers yang ditekan dari segala

penjuru untuk dikuasai negara, wartawan bisa dibeli serta pers yang bisa dibredel

sewaktu-waktu.

Meskipun pers bukanlah pelopor gerakan revolusi itu, sulit dibayangkan

bahwa gerakan revolusi yang dipelopori mahasiswa itu akan terus bergulir tanpa

pemberitaan dan dukungan gencar media di Indonesia seperti pers. Kekuasaan

presiden Soeharto yang mendekati absolut menyebabkan faktor pemersatu diluar

pemerintah bahkan menjadi semakin besar. Kondisi ini dipicu semakin keras oleh

peranan pers yang menyiarkan pemberitaan yang semakin kritis terhadap

pemerintah maupun penyajian opini publik mengenai kesalahan serta kelemahan

kebijakan publik.

Menurut hemat penulis upaya yang dilakukan oleh pers untuk mewujudkan

demokrasi di tengah-tengah rezim pemerintah otoritarian yang senantiasa

berusaha untuk mempertahankan kekuasaan merupakan hal yang menarik untuk

diteliti. Selain itu pers merupakan lembaga sosial yang secara ideal nya bersifat

netral, tidak untuk kepentingan kelompok orang-orang tertentu melainkan untuk

semua orang.

B. Perumusan Maslah

1. Apakah pengertian pers ?

2. Apa fungsi dan peranan pers?

3 | M a k a l a h P P K n

Page 4: Makalah PKN Yani

3. Jelaskan sejarah pers di indonesia!

4. Bagaimana perkembangan pers di era demokrasi pancasila dan orde baru?

C. Tujuan

1. Melengkapi salah satu tugas kelompok bidang study PKn.

2. Untuk mengetahui sejarah pers di Indonesia.

3. Untuk mengetahui fungsi dan peranan pers dalam masyarakat demokrasi.

4. Upaya untuk mengetahui perkembangan pers di era demokrasi pancasila dan

orde baru.

D. Manfaat

1. Kita bisa mengetahui sejarah pers di Indonesia.

2. Dapat mengetahui fungsi dan peranan pers di Indonesia.

3. Dapat mengetahui perkembangan pers di era demokrasi pancasila dan orde

baru.

4 | M a k a l a h P P K n

Page 5: Makalah PKN Yani

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Pers

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pers adalah alat cetak untuk

mencetak buku/surat kabar, alat untuk mnjepit, surat kabar/majalah berisi berita

dan orang yang bekerja di bidang persurat kabaran.

Pengertian menurut UU No 11 tahun 1966 tentang ketentuan-ketentuan

pokok pers. Menyatakan bahwa pers adalah lembaga kemasyarakatan alat revolusi

yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa yang bersifat

umum.

Menurut J.C.T Simorangkir pers memiliki 2 arti :

a). Hanya terbatas pada surat kabar, majalah dan tabloid.- Arti sempit

b). Bukan hanya dalam arti sempit, namun mencakup juga radio, televisi, film

dll.- Arti luas

2. Fungsi dan Peranan Pers

Beda fungsi dan peranan :

Fungsi lebih mengacu pada kegunaan suatu hal dalam hal ini adalah

kegunaan atau manfaat dari pers itu sendiri.

Peranan lebih merujuk kepada bagian atau lakon yang dimainkan pers dalam

masyarakat, dimana pers memainkan peran tertentu dalam seluruh proses

pembentukan budaya manusia.

a). Fungsi :

1. Sebagai media komunikasi

2. Memberikan informasi kepada masyarakat dalam bentuk berita

3. Sebagai media pendidikan

4. Pemberitaan mengandung nilai dan norma tertentu dalam masyarakat yang baik

5. Sebagai media hiburan

6. Lebih bersifat sebagai sarana hiburan

7. Sebagai lembaga ekonomi

5 | M a k a l a h P P K n

Page 6: Makalah PKN Yani

8. Mendatangkan keuntungan financial

b). Peranan :

1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui

2. Menegakkan nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hokum,

dan HAM, serta menghormati kebhinekaan

3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan

benar

4. Melakukan pengawasa, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kepentingan umum

5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran

3. Sejarah Pers di Indonesia

A. Jaman Belanda

Pers mulai dikenal pada masa gubjen Belanda Jan Pieter zoon Coen masa

VOC (abad 17)

Tujuan pendirian pers masa itu :

1. Untuk menegakkan penjajahan

2. Menentang pergerakan rakyat

3. Melancarkan perdagangan

4. Pada masa Jepang

Sesuai dengan sifat penjajahan maka pers oleh Jepang dijadikan sebagai

alat propaganda dengan maksud memperoleh dukungan rakyat Indonesia dalam

perangnya melawan tentara sekutu.

B. Pada masa pendudukan tentara Sekutu

Sekutu masuk ke Indonesia pada tahun 1945. Pada saat itu bangsa

Indonesia telah dapat mengoperasikan peralatan pers sendiri. Adapun tujuan dari

pers waktu itu dilihat dari sisi kita adalah mengobarkan semangat perlawanan

untuk melawan penjajah

6 | M a k a l a h P P K n

Page 7: Makalah PKN Yani

C. Pers di awal Kemerdekaan

Ini adalah pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Pers dibentuk dan

dikembangkan dengan tujuan utama untuk menyebarluaskan berita proklamasi ke

seluruh wilayah RI.

D. Pers di masa Liberal

Struktur pers terbagi dalam 3 katagori

1. Pers Nasional

2. Surat kabar Belanda

3. Surat kabar berbahasa Cina

Secara financial pers nasional jauh lebih lemah dibanding Koran Belanda

maupun Cina. Pembredelan pers (pelarangan terbit krn kegiatan melawan

pemerintah) banyak dipakai sebagai upaya menghambat perkembngan pers oleh

pemerintah di era Soekarno. Tahun 1957-1958 banyak terjadi pengambilalihan

perusahaan Belanda oleh Indonesia, yang juga menandai menghilangnya Koran

Belanda.

E. Pers masa Orde Lama

Pers tunduk sepenuhnya pada peraturan pemerintah, pers dimanfaatkan

sebagai alat revolusi dan penggerak massa. Hal yang menonjol adala :

1. Peraturan No3. Thn 1960 tentang larangan terbit surat kbr berbahasa Cina

2. Peraturan no 19 thn 1961 tentang keharusan adanya Surat Izin terbit bagi surat

kabar

3. Peraturan No.2 tahun 1961 tentang pembinaan pers oleh pemerintah, yang tidak

loyal akan dibreidel

4. UU no 4/ 1963 tentang wewenang Jaksa Agung mengenai pers

F. Pers masa Orde Baru

Awalnya bagus, mengikis dan memberitakan kebobrokan rezim orde lama

namun tidak bertahan lama karena segera dikendalikan oleh penguasa dengan

7 | M a k a l a h P P K n

Page 8: Makalah PKN Yani

dikeluarkannya UU No.11 tahun 1966 tentang pokok-pokok pers. Dibentuk

dewan pers yang merupakan perpanjangan tangan Orde Baru untuk mengontrol

perkembangan pers. Pers ideal adalah pers Pancasila yang penerapannya

dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab demi tercapainya stabilitas nasional

serta terwujudnya keamanan dan ketertiban umum. UU No.21 thn 1982 yg

dikeluarkan mempertegas pemberlakuakn KUHP terhadap pers. Di era ini ada 3

faktor penghambat kebebasan pers yaitu :

1. Adanya perizinan terhadap pers (SIUP)

2. Adanya wadah tunggal organisasi pers dan wartawan yaitu PWI

3. Praktek intimidasi dan sensor pers.

Pencabutan SIUPP atau yang disebut dengan pembreidelen pers manjdi

momok yang sangat menakutkan dunia pers.

G. Perkembangan pers di era Reformasi

SIUPP dicabut oleh Habibie karena dianggap memnghambat kebebasan

pers di era demokrasi ini, dan diganti dengan UU No.40 thn 1999. Pers menjadi

lebih bebas dan longgar, banyak pers yang mengumbar sensasional dan lebih

vulgar sehingga terkesan pers menjadi tidak terkontrol. Era reformasi telah

membuka kesempatan bagi pers Indonesia untuk mengeksplorasi kebebasan.

Akibat ketiadaan otoritas yang memiliki kewenangan untuk menegur atau

menindak pers, public kemudian menjalankan aksi menghukum pers sesuai tolak

ukur mereka sendiri.

4. Perkembangan pers di era demokrasi pancasila dan orde baru

Di awal masa kepemimpinannya, pemerintahan Orde Baru menyatakan

bahwa akan membuang jauh-jauh praktik demokrasi terpimpin dan menggantinya

dengan demokrasi Pancasila. Pernyataan tersebut tentu saja membuat para tokoh

politik, kaum intelektual, tokoh umum, tokoh pers terkemuka, dan lain-lain

menyambutnya dengan antusias sehingga lahirlah istilah Pers Pancasila.

Pemerintah Orde Baru sangat menekankan pentingnya pemahaman tentang

Pers Pancasila. Menurut rumusan Sidang Pleno XXV Dewan Pers (Desember

8 | M a k a l a h P P K n

Page 9: Makalah PKN Yani

1984), Pers Pancasila adalah pers Indonesia dalan arti pers yang orientasi,

sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Hakikat Pers pancasila adalah pers yang sehat, yaitu pers yang bebas dan

bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi

yang benar dan obyektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang

konstruktif.

Masa “bulan madu” antara pers dengan pemerintah ketika itu dipermanis

dengan keluaran Undang-Undang Pokok Pers (UUPP) Nomor 11 Tahun 1966,

yang dijamin tidak ada sensor dan pembreidelan, serta penegasan bahwa setiap

warga negara mempunyai hak untuk menerbitkan pers yang bersifat kolektif dan

tidak diperlukan surat izin terbit. Kemesraan tersebut ternyata berlangsung kurang

lebih delapan tahun karena sejak terjadinya peristiwa “Paristiwa Malari”

(Peristiwa Lima Belas Januari 1974), kebebasan pers mengalami set-

back (kembali seperti zaman Orde Lama).

Peristiwa Malari tahun 1974 menyebabkan beberapa surat kabar dilarang

terbit. Tujuh surat kabar terkemuka di Jakarta (termasuk Kompas) diberangus

untuk beberapa waktu pernyataan maaf. Pemerintah lebih menggiatkan larangan-

larangan melalui telepon pers kode etik Jurnalistik sebagai Self-Consorship.

Demikian juga pengawasan terhadap kegiatan pers dan wartawan diperketat

menjelang Sidang MPR 1978.

Pers pasca-Malari merupakan pers yang cenderung “mewakili”

kepentingan penguasa, pemerintah, atau negara. Pada saat itu, pers jarang, malah

tidak pernah melakukan kontrol sosial secara kritis, tegas, dan berani. Pers  pasca-

Malari tidak artikulturatif dan mirip dengan zaman rezim Demokrasi Terpimpin.

Perbedaan hanya pada kemasan, yaitu rezim Orde Baru melihat pers tidak lebih

dari sekedar dari institusi politik yang harus diatur dan kontrol seperti hanya

dengan organisasi massa dan partai politik.

Pada masa Orde Baru yang juga dikatakan pada era pembangunan,

mungkin nasib pers terlihat sangat mengkhawatirkan. Bagaiamana tidak, pers

sebegitu rupanya harus mematuhi rambu-rambu yang negara telorkan. Dan sejarah

juga memperlihatkan kepada kita bahwa adanya PWI (Persatuan Wartawan

9 | M a k a l a h P P K n

Page 10: Makalah PKN Yani

Indonesia) tidak membawa perubahan yang bersifat signifikan pada pola represi

itu. Yang ada justru PWI dijadikan media yang turut menjadi boneka dari

pemerintahan rezim Orde Baru di tanah air pada masa itu.

Hal tersebut terlihat ketika terjadinya pembredelan pada beberapa

media massa nasional yang sempat nyaring bunyinya. Ketika beberapa media

nasional yang sempat dibredel oleh pemerintah, PWI yang seharusnya

menggugat justru memberi pernyataan dapat memahami atau menyetujui

keputusan yang sewenang-wenang itu. Lalu PWI pula justru mengintruksikan

kepada pemimpin redaksi agar memecat wartawannya yang bersuara nyaring

terhadap pemerintah. Sehingga tidak salah jika Surbakti (1997: 43) mencatat

bahwa PWI adalah salah satu dari alat pengendalian pers oleh pemerintah.

Pada titik itulah Orde Baru memainkan politik hegemoninya melalui

model-model pembinaan. Setidaknya, ada dua arah pembinaan yang dapat kita

lihat; pertama, mengimbau atau tepatnya melarang pers memberitakan

peristiwa atau isu tertentu dengan segala alasan dan pembenaran, dan

menunjukan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pers. Pada kenyataannya

pers pada masa itu sedemikian dekatnya dengan logika self-censorship, baik

hal ini dipaksakan oleh negara atau pun keinginan murni dari pemimpinnya.

Bentuk lain dari kekuasaan negara atas pers di tanah air adalah

munculnya SIUPP yakni Surat Izin untuk Penerbitan Pers. Orde Baru

sedemikian ketatnya dalam hal pengawasan atas pers, karena mereka tidak

menghendaki mana kala pemerintahan menjadi terganggu akibat dari

pemberitaan di media-media massa. Sehingga fungsi pers sebagai transmisi

informasi yang obyektif tidak dapat dirasakan. Padahal dengan transmisi

informasi yang ada diharapkan pers mampu menjadi katalisator bagi perubahan

politik atau pun sosial.

Sedangkan pada masa Orde Baru, fungsi katalisator itu sama sekali

hilang. Hal ini seperti apa yang disampaikan oleh Abar (1994: 23) bahwa

kebebasan pers waktu itu ternyata tidak berhasil mendorong perubahan politik

menuju suatu tatanan masyarakat yang demokratis, tetapi justru mendorong

resistensi dan represi negara. Penelitian yang banyak dilakukan berkenaan

10 | M a k a l a h P P K n

Page 11: Makalah PKN Yani

dengan pers di masa Orde Baru bisa jadi benar hanya pada titik tertentu. Hal ini

merupakan suatu hal yang sangat mendasar tentang sistem kepolitikan Orde

Baru khsususnya perlakuannya terhadap lembaga pers.

Jika kita melihat hal tersebut, sebelumnya kita juga harus

memperhatikan bagaimana pemerintahan Orde Baru berdiri. Soeharto memiliki

latar belakang militer dalam karir politiknya. Sehingga ketika ia menjadi

presiden, ia tidak dapat melepaskan diri dari gaya-gaya kepemimpinan ala

militer. Di awal kepemimpinannya, ketika situasi dalam negeri sedikit-banyak

mengalami kekacauan akibat intrik-intrik politik dari berbagai kelompok

kepentingan, misalkan Partai Komunis Indonesia, bisa jadi kepemimpinan

model militer adalah yang tepat. Situasi yang darurat, perubahan sosial begitu

banyak, maka situasi semacam itu perlu distabilkan agar tidak berdampak lebih

buruk. Pada titik inilah Abdul Gafur (1988: 179), melihat bahwa fungsi militer

pada masa Orde Baru adalah sebagai stabilisator juga dinamisator. Dengan dua

fungsi itu, militer atau tepatnya ABRI dengan dwi-fungsinya ikut terlibat

dalam penyusunan kebijakan-kebijakan politik Orde Baru.

Sayangnya, model kepemimpinan ala militer itu tetap Soeharto pakai

hingga era 1970-1980an. Padahal kondisi masyarakt saat itu sedikit-banyak

sudah berubah. Masyarakat semakin cerdas dan semakin paham tentang

hakikat negara demokratis. Dengan sendirinya model kepemimpinan Soeharto

tertolak oleh kultur atau masyarakat. Untuk tetap mempertahkan kekuasaanya

Soeharto menggunakan cara-cara yang bersifat menekan pada semua pihak

yang melawannya. Model kepemimpinan ini banyak sekali mendapat kritikan

dari berbagai pihak, karena secara umum apa yang diklaim Soeharto dengan

demokrasi Pancasilanya tak lain adalah proyek kekuasaan dan dominasi besar-

besaran atas kesadaran masyarakat. Dalam mewujudkan proyek besar itu,

Soeharto menggunakan militer sebagai alat yang paling efektif untuk

mengawal setiap kebijakan yang ia keluarkan.

Pada titik itulah, pers melihat bahwa model kepemimpinan yang

digunakan Soeharto akan memberantas kebebasan masyarakat. Artinya juga

logika kekuasaan semacam itu pada suatu waktu akan menghancurkan dirinya

11 | M a k a l a h P P K n

Page 12: Makalah PKN Yani

(pers), karena pers adalah salah satu pilar penyusun sistem demokrasi yang

memiliki funsgi pentingnya. Artinya pola yang digunakan Soeharto pada

umumnya bersifat kontradiktif dengan logika pers itu sendiri. Tidak heran jika

Orde Baru sedemikian menekannya dengan pers, karena pers adalah

penghalang bagi lahirnya demokrasi Pancasila yang hegemonik dan dominatif.

Untuk mengoperasikan model kepemimpinannya, maka Orde Baru

harus mengideologisasikan keamanan masyarakat. Artinya, Orde Baru harus

mampu menciptakan kesan bahwa rasa keamanan selalu dibutuhkan. Untuk

menciptakan perasaan semacam ini pada masyarakat, maka Orde Baru

menggunakan logika perpetuation of insecurity atau mengabadikan rasa

ketidakamanan. Dengan mengabadikan rasa ketidakamanan ini, Orde Baru

akan lancar ketika menggunakan kepemimpinan yang militeristik. Sehingga,

dengan sendirinya pengabadian rasa ketidakamanan ini menjadikan kemanan

layaknya seperti agama. Dakhidae (1997: 28), mencatat bahwa kemanan yang

dihubungkan dengan pers itu bukan keamanan yang sifatnya fisikal, tetapi

kemanan di sana sudah menjadi suatu ideologi, dan dalam prosesnya terjadi

suatu ideologisasi keamanan, dan bahkan lebih jauh menjadi suatu

religiofication of security.

Keamanan menjadi semacam hal yang sangat diprioritaskan oleh setiap

orang, dalam pengertian ini ideologi kemanan bekerja seperti dalam arti yang

biasa. Ideologi kemanan merumuskan tindakan, mengatur kebijakan negara,

dan pada gilirannya kebijakan negara tersebut mengatur perilaku aparat dan

warga negaranya. Nasib pers pada masa ideologisasi keamanan ini sangat sulit,

karena pers harus bertindak dalam kerangka yang buram. Kerangka yang

diterapkan kepada pers adalah bagaimana pers mengalami sebuah bentuk

penekanan secara tidak langsung. Artinya, pemisahan antara kebebasan dan

tanggungjawab. Orde Baru tidak memformulasikan kebebasan pers yang

bertanggung jawab. Artinya, tanggung jawab adalah garis batas kebebasan dan

sebaliknya tidak kurang benarnya yakni kebebasan adalah garis batas tanggung

jawab. Tanpa kebebasan tidak mungkin menuntut tanggung jawab dan tanpa

12 | M a k a l a h P P K n

Page 13: Makalah PKN Yani

tanggung jawab tidak mungkin menuntut kebebasan, tetapi dengan rumusan

pers bebas dan bertanggung jawab (dalam Dakhidae, 1997: 31).

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Pada masa Orde Baru, pers sedemikian kukuhnya memperjuangkan

kebebasan yang akhirnya ia berhadap-hadapan dengan rezim yang otoriter.

Tetapi, dengan kontrasnya suasana ketika rezim orde baru membuat seolah-

olah pers menjadi sebuah boneka dari pemerintah yang berkuasa pada rezim

tersebut. Dalam hal ini latar belakang pers sebagai suatu lembaga sosial yang

mempunyai kekuatan dalam sistem politik dan bahwa pers selama orde baru

senantiasa dibatasi ruang geraknya oleh pemerintah, dengan kata lain

dilakukannya kontrol yang ketat oleh pemerintah terhadap pers, namun dalam

situasi dan kondisi seperti itu pers tetap mampu berperan dalam mewujudkan

demokrasi di Indonesia.

2. Saran

Dalam hal ini bagaimanapun pers seharusnya tidak dapat dikekang oleh

pemerintah yang berkuasa baik itu siapapun karena dalam hal ini ini pers

berkedudukan sebagai salah satu penyeimbang dalam suatu proses

pemerintahan serta pers juga berperan sebagai sebuah lembaga yang bertindak

sebagai control politik, social dalam suatu pemerintahan. Pers tidak boleh di

batasi secara otoriter, karena dengan hal ini dapat mengurani kinerja akan

fungsi pers itu sendiri. Tetapi pers juga tidak boleh seenaknya dalam hal

membuat pemberitaan, para insan pers haruslah bersikap professional dan

selalu berprilaku objektif. Disamping itu para insan pers juga harus tunduk

kepada kode etik mereka serta hukum dan undang-undang yang berlaku di

negara ini.

13 | M a k a l a h P P K n

Page 14: Makalah PKN Yani

DAFTAR PUSTAKA

Abar, Ahmad Zaini. 1994. “Kekecewaan Masyarakat dan Kebebasan Pers”.

Prisma. Jakarta: LP3ES.

Afandi, Emilianus. 2005. Menggugat Negara; Rasionalitas Demokrasi, HAM, dan

Kebebasan. Jakarta: PBHI.

Akhmadi, Heri (ed.). 1997. Ilusi Sebuah Kekuasaan. Jakarta: ISAI.

Bulkin, Farchan (Peng). 1988. Analisa Kekuatan Politik di Indonesia; Pilihan

Artikel Prisma. Jakarta: LP3ES.

Imawan, Riswandha. 1998. Membedah Politik Orde Baru. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Muis, A. 2000. Titian Jalan Demokrasi; Peranan Kebebasan Pers untuk Budaya

Komunikasi Politik. Jakarta: Penerbit Harian Kompas.

Pamungkas, Sri-Bintang. 2003. Setelah hari “H”. Jakarta: Pustaka Utan Kayu.

Simanjutak, Togi (ed.). 1998. Wartawan Terpasung; Intervensi Negara di Tubuh

PWI. Jakarta: ISAI.

Online :

Putra, A. Firdaus. 2009. Pers Pada Era Orde Baru dan Reformasi.

Bandung :eljudge.co.cc.

Memey. 2009. Peranan Pers di Era Orde Baru dan Reformasi. Bandung :

mumu0089.blogspot.com.

Ismail, Taufik. 2009. Pers Bebas, Konflik Sosial, Pendidikan Politik.

Bandung :budimanshartoyo.wordpress.com.

14 | M a k a l a h P P K n

Page 15: Makalah PKN Yani

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya

makalah yang berjudul “Pers di Era Demokrasi Pancasila dan Orde Baru” ini

dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai tugas untuk

mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Keberhasilan penulis dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya

makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk

itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan

makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Indramayu,  November 2014

Penulis

15 | M a k a l a h P P K n