Upload
dnniv
View
55
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Otitis media akut
Citation preview
Otitis Media Akut
Oleh :
Kelompok C7
Tjo Kevin Jaya S. 102009216
Lukfina Filia 102010080
Mutiara Meilyn P. 102010149
Fitri Hardiyanti 102011059
Chintia S. 102011083
Karina Marcella W. 102011183
Samsu Bintaro 102011194
Heidy N. 102011269
Hendra Sucipta 102011403
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11470
2014/2015
1
Pendahuluan
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas
otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk
yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media
tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar,
2007). Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-
tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi
secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta
otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga
dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003). Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi
telinga tengah ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang
terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore
Telinga merupakan salah satu panca indera yang dimiliki manusia. Telinga berfungsi
sebagai pendengaran dan keseimbangan tubuh manusia. Kelainan yang terjadi pada telinga dapat
mempengaruhi kedua fungsi tersebut. Telinga dibagi menjadi 3 yaitu telinga luar,tengah dan
dalam. Pada penulisan ini akan membahas mengenai kelainan pada telinga tengah yang sering
sekali kasusnya ditemukan pada anak-anak. Hal ini tidak lain dikarenakan struktur anatomi pada
anak-anak memudahkan gangguan terjadi pada telinga tengah.
Pembahasan
Kasus
Seorang ibu membawa anaknya laki-laki berusia 2 tahun ke poliklinik anda dengan
keluhan demam sejak 3 hari yang lalu, ibunya mengatakan anaknya tidak mau makan, hidung
mengeluarkan ingus encer dan tadi malam anaknya tiba-tiba menangis dan memegang kuping
kanannya. Anak tampak sakit sedang dan suhu 390C, nadi 100x/menit, RR: 20x/menit.
2
Anamesa
Anamnesis terhadap kasus OMA dapat dilakukan autoanamnesis apabila keadaan
memungkinkan, apabila keadaan tidak memungkinkan untuk bertanya langsung pada pasien,
dapat dilakukan alloanamnesis terhadap keluarga (orang tua, pengasuh bayi) yang merawat
pasien. Anamnesis yang perlu dilakukan meliputi :Identitas Pasien,keluhan utama yaitu ibunya
mengatakan anaknya demam sejak 3 hari yang lalu, keluhan tambahan : anaknya tidak mau
makan, hidung mengeluarkan ingus encer dan tadi malam anaknya tiba-tiba menangis dan
memegang kuping kanannya,riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit keluarga,riwayat
penyakit dahulu, riwayat psikososial seperti apakah sering meminum susu atau cairan saat
berbaring?,dan riwayat pengobatan
Pemeriksaan
Kanalis Auditorius dan Membran Timpani
Untuk melihat kanalis audiotirus dan membran timpani digunakan otoskop. Atur posisi
kepala pasien agar dapat melihat dengan nyaman melalui otoskop. Untuk meluruskan kanalis
auditorius, pegang daun telinga pasien dengan kuat tetapi hati-hati, dan tarik daun telinga ke arah
atas belakang serta agak menjauhi kepala.
Pegang tangkai otoskop di antara ibu jari dan jari-jari tangan, tumpangkan tangan pada wajah
pasien agar otoskop tersebut tidak goyang. Dengan demikian tangan dan alat yang digunakan
akan mengikuti gerakan pasien yang tidak terduga.
Inspeksi kanalis auditorius dengan memperhatikan setiap sekret yang ada, benda asing,
kemerahan pada kulit, atau pembengkakan. Serumen yang warna dan konsistensinya bervariasi
dari kuning serta menyerupai serpihan hingga cokelat dan lengket atau bahkan hitam dan keras
dapat menghalangi sebagian atau seluruh pandangan.Inspeksi membran timpani, perhatikan
warna dan konturnya. Pantulan cahaya berbentuk kerucut pada membran timpani ketika
membran tersebut disinari biasanya mudah dilihat dan akan membantu untuk mengenali arah. 1,2
Ketajaman Pendengaran (Akuitas Auditorius)
3
Untuk memperkirakan kemampuan pendengaran, lakukan pengujian pada setiap telinga satu
per satu. Minta pasien untuk menutup salah satu lubang telinganya dengan jari telunjuknya
sendiri. Jika terdapat perbedaan ketajaman pendengaran pada kedua sisi, gerakkan jari tangan
dengan cepat, tetapi hati-hati dalam saluran telinga yang tersumbat. Bunyi yang ditimbulkan
akan membantu mencegah agar telinga yang tersumbat tidak melakukan pekerjaan dari telinga
yang hendak diperiksa. Kemudian berdiri 0,3 atau 0,6 meter dari pasien, hembuskan udara napas
seluruhnya (untuk mengurangi intensitas suara) dan berbisik dengan perlahan ke arah telinga
yang tidak tersumbat. Pilih bilangan atau kata-kata dengan dua suku kata yang beraksen sama
seperti “dua tiga” atau “sepak bola”. Untuk memastikan pasien tidak membaca gerak bibir, tutupi
mulut atau halangi penglihatan pasien. 1,2
Hantaran Udara dan Tulang
Jika pendengaran berkurang, perlu dibedakan antara gangguan pendengaran konduktif dan
sensorineural. Diperlukan kamar periksa yang sunyi dan sebuah garpu tala, sebaiknya 512 Hz
atau 1024 Hz. Frekuensi suara ini terdapat dalam kisaran suara percakapan manusia (300-3000
Hz) yang secara fungsional merupakan kisaran bunyi yang paling penting. Getarkan garpu tala
untuk menghasilkan vibrasi ringan dengan mengetukkannya secara cepat antara ibu jari dan jari
telunjuk, atau dengan mengetukkannya pada buku-buku jari tangan. 1,2
a.Tes untuk lateralisasi (tes Weber)
Letakkan dengan kuat ujung tangkai garpu tala yang bergetar ringan pada puncak
kepala pasien atau bagian tengah dahinya. Tanyakan kepada pasien di mana bunyinya
terdengar, apakah pada satu sisi atau kedua sisi. Normalnya bunyi akan terdengar pada
garis tengah atau sama kerasnya pada kedua telinga. Jika tidak terdengar bunyi apa pun,
coba sekali lagi dengan menekankan garpu tala tersebut secara lebih kuat pada kepala
pasien. 1,2
4
Gambar 1. Tes Lateralisasi (Tes Weber) 2
b.Membandingkan hantaran udara dengan hantaran tulang (tes Rinne)
Letakkan dengan kuat ujung tangkai garpu tala yang bergetar ringan pada tulang
mastoideus yaitu di belakang telinga dan sejajar dengan saluran telinga. Ketika pasien
sudah tidak lagi mendengar bunyinya, cepat-cepat tempatkan garpu tala tersebut di dekat
saluran telinga dan pastikan apakah bunyinya dapat didengar kembali. Bagian “U” dari
garpu tala harus menghadap ke depan dan dengan demikian membuat bunyinya terdengar
maksimal oleh pasien. Normalnya bunyi akan terdengar lebih lama lewat hantaran udara
dibandingkan lewat hantaran tulang. 1,2
Gamabr 2. Tes Hantaran Udara dan Hantaran Tulang (Tes Rinne) 2
5
• Timpanosintesis
Adalah pungsi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan
mikrobiologik untuk menentukan organisme penyebab (dengan semprit dan jarum khusus) dan
juga adalah cara yang pasti membuktikan keberadaan dan tipe efusi telinga tengah. Dilakukan
dengan menyelipkan, melalui bagian inferior membrana timpani, jarum spinal ukuran 18 yang
dilekatkan pada semprit atau perangkap pengumpulan. Indikasi timpanosintesis yang mungkin
adalah OMA yang tidak berespon terhadap terapi konvensional, OMA pada neonatus atau pasien
yang respon imunnya lemah.1
Timpanosentesis harus juga dipertimbangkan pada keadaan seperti berikut: untuk anak
yang sakit berat atau mereka yang tampak toksik; untuk anak yang berespons secara tidak
memuaskan pada terapi antibiotik; pada mulainya otitis media pada penderita yang mendapat
agen antibiotik; pada penderita yang mengalami komplikasi infratemporal atau intrakranial
supuratif; dan untuk otitis pada bayi baru lahir, bayi yang amat muda. atau penderita yang de-
fisien secara imunologis, yang pada masing-masing dari mereka organisme yang tidak biasa
dapat menyebabkan infeksi.1
Struktur Telinga
Telinga secara anatomis terbagi menjadi 3 bagian yaitu, telinga luar,telinga tengah dan
telinga dalam.Telinga luar terdiri dari aurikula(daun telinga), meatus auditorius eksternus,
kanalis auditorius eksternus, dan pada jarak sekitar 2,5cm dari meatus auditorius eksternus
terdapat membran timpani.Telinga tengah terdiri dari maleus, inkus, dan stapes.Sedangkan
telinga dalam terdiri dari 3 bagian yaitu tulang labirin dan membran labirin.3
Aurikula berfungsi sebagai pengumpul dan penguat getaran bunyi di udara, lalu
melanjutkan getaran tersebut ke meatus auditorius eksternus hingga membran timpani. Meatus
auditorius eksternus ini membentuk kanal yang melengkung. Lengkungan ini bisa diluruskan
oleh tarikan lunak,pada aurikularis dewasa, ditarik ke atas-belakang, pada anak-anak, hanya
ditarik ke belakang, pada bayi: ditarik ke bawah-belakang. Pada meatus auditorius eksternus
terdapat rambut halus, kelenjar sebasea, dan kelenjar seruminosa. Kelenjar seruminosa
menghasilkan sekret serumen yang berguna untuk mencegah serangga masuk dan bersifat
bakterisid namun serumen ini sendiri dapat menjadi hambatan akibat akumulasi.3
6
Gambar 3.Struktur Telinga.3
Telinga bagian tengah merupakan ruang kecil dalam tulang temporal, dipisahkan oleh
membran timpani dari telinga bagian luar. Ruang ini dikelilingi membran mukosa dan berisi
udara yang masuk dari faring melalui saluran pendengaran. Rongga faring ini biasanya tertutup,
tetapi dapat terbuka pada saat menguap, mengunyah, dan menelan. Hal ini berfungsi untuk
menyamakan tekanan telinga tengah dengan tekanan telinga luar. Kejadian pada saat pesawat
terbang lepas landas dan penumpang mulai merasakan telinganya berdengung, hal ini disebabkan
perbedaan tekanan telinga bagian luar dan telinga bagian tengah.Perbedaan tekanan dapat
menghambat daya hantar telinga terhadap getaran bunyi.4,5
Tiga tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan stapes merupakan telinga bagian
tengah. Manubrium(tangkai maleus) melekat di belakang membran timpani.Suatu getaran akan
diteruskan dari maleus ke inkus lalu ke stapes.Pada maleus dan stapes terdapat 2 otot rangka
kecil yaitu m.tensor timpani dan m.stapedius.Fungsi dari kedua otot ini untuk meredam suara
keras. Apabila m.tensor timpani dan m.stapedius berkontraksi, manubrium maleus akan tertarik
ke dalam dan lempeng kaki stapes terdorong keluar.Mekanisme ini berfungsi untuk menurunkan
transmisi suara yang keras dan mekanisme ini disebut juga dengan refleks timpani.Namun waktu
refleks ini adalah 40-160mdet sehingga refleks ini tidak dapat melindungi telinga dari
rangsangan kuat yang singkat seperti yang dihasilkan oleh suara tembakan.5
7
Telinga bagian dalam terdiri dari tulang labirin dan membran labirin. Tulang labirin
terbagi menjadi 3 bagian yaitu vestibula, koklea dan kanalis semisirkularis.Vestibula terletak di
antara 2 lubang yaitu fenestra vestibuli atau fenestra oval dan fenestra koklea atau fenestra
rotunda.4 Koklea atau terkenal dengan sebutan rumah siput merupakan saluran yang melingkar
membentuk 23/4 putaran. Di sepanjang struktur ini terdapat membran basilaris dan membran
Reissner yang membaginya menjadi 3 ruang(skala) yaitu skala vestibuli di bagian atas,skala
media di bagian tengah dan skala timpani di bagian bawah.Di ujung skala vestibuli terdapat
bagian yang sempit yang disebut helikotrema. Pada kanalis semisirkularis terdapat 3 kanal yang
berbeda yaitu kanalis semisirkularis superior, kanalis semisirkularis posterior, dan kanalis
semisirkularis lateral. Semua kanal ini berisi perilimfe. Kanal-kanal inilah yang mendeteksi
perubahan posisi kepala dengan bantuan endolimfe yang ada di dalam kanal yaitu di duktus
semisirkularis. Di dalam duktus ini berisikan cairan endolimfe.5
Membran labirin terdiri dari utrikel, sakuli, duktus semisirkularis, dan duktus koklea.
Utrikel dan sakuli adalah dua kantong kecil dalam vestibula yang satu sama lain dihubungkan
oleh saluran penyambung. Kantong ini berisi potongan kecil saraf sel rambut yang distimulasi
oleh gaya gravitasi pada kristal-kristal kalsium karbonat(otolit). Pada duktus koklea berisikan
cairan endolimfe dan dibatasi oleh dua membran yaitu membran basilaris dan membran
Reissner.3
Disfungsi Eustachian Tube
Eustachian tube menghubungkan nasopharynx dengan telinga tengah. Eustachian tube
memiliki 3 fungsi yaitu 1. Sebagai ventilasi telinga tengah yang berfungsi menyamakan tekanan
antara telinga tengah dengan sekitarnya ,2. Melindungi telinga tengah dari gelombang bunyi dan
sekresi yang tidak diinginkan dari nasopharyngeal ,3. Pengaliran sekresi dari telinga tengah ke
nasopharynx. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Eustachian tube biasanya tertutup dan akan
terbuka saat seseorang menelan dan menguap. Terbukanya Eustachian tube ini dikerjakan oleh
musculus tensor veli palatini yang dipersarafi oleh N5(nervus trigeminus).4
Eustachian tube dilapisi oleh membran mukosa yang diteruskan sampai ke pharynx dan
sel udara mastoid. Infeksi dari nasopharynx dapat berjalan dari nasophrynx ke sepanjang
membran mukosa Eustachian tube lalu ke telinga tengah yang pada akhirnya dapat menyebabkan
8
otitis media akut(OMA. Eustachian tube menuju ke nasopharynx dilapisi oleh sel epitel kubus
yang menghasilkan sel yang menghasilkan lendir. Hipertrofi pada sel ini diduga berkontribusi
terharap sekresi mukus yang terjadi pada tipe-tipe tertentu otitis media. 4
Abnormalitas pada Eustachian tube menjadi faktor penting dari patogenesis infeksi
telinga tengah. Ada 2 tipe penting dari disfungsi Eustachian tube yaitu abnormal patency dan
obstruksi. Abnormal patent tube tidak menutup atau tidak menutup secara sempurna sehingga
pada bayi dan anak-anak, udara dan sekret sering terpompa masuk ke Eustachian tube selama
menangis atau saat hembusan udara dari hidung. 4
Obstruksi pada Eustachian tube dapat terjadi fungsional atau mekanikal. Fungsional
obstruksi menyebabkan kolaps yang menetap dikarenakan melemahnya kekakuan tuba atau
melemahnya fungsi dari otot tensor veli palatini yang mengontrol pembukaan Eustachian tube.
Hal ini wajar karena pada bayi dan anak-anak muda, jumlah dan kekakuan kartilago yang
menyangga Eustachian tube lebih sedikit dibanding anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa.
Selain itu, adanya kelainan craniofacial seperti sumbing, mengubah perlekatan otot tensor yang
dapat menyebabkan obstruksi fungsional Eustachian tube. 4
Obstruksi mekanikal terjadi dari obstruksi internal atau penekanan eksternal Eustachian
tube. Perbedaan etnik pada struktur langit-langit mulut meningkatkan kecenderungan obstruksi.
Obstruksi internal yang umum disebabkan karena
pembengkakan dan sekret yang berasal dari allergi
dan infeksi pernapasan oleh virus. Penekanan
eksternal dengan penonjolan atau pembesaran
jaringan adenoid yang mengelilingi Eustachian
tube dapat membuat aliran dalam tuba terhambat.
Tumor juga dapat menyebabkan hal ini. Dengan
adanya obstruksi, udara dalam telinga tengah
terhisap menyebabkan tekanan negatif dan cairan
transudat serosa dapat masuk ke telinga tengah. 4
Otitis Media dan Epidemiologinya
Otitis media(OM) merupakan infeksi pada
telinga tengah yang berhubungan dengan
9
terkumpulnya cairan. Meskipun OM dapat terjadi ada segala usia namun balita menjadi kasus
tersering OM. Studi epidemiologi, klinik, dan laboratorium menunjukkan viral upper respratory
infections(URIs) meningkatkan resiko disfungsi eustachian tube dan serangan otitis media
akut.Acute otitis media(AOM) merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak-anak.
Beberapa faktor resiko dapat di lihat pada Tabel di samping.6
Faktor yang dipercaya menjadi pemicu OM termasuk usia, gender, ras, latar belakang
genetik, tipe susu untuk menyusui, terpapar asap tembakau, ada atau tidak alergi saluran
pernapasan, musim,dan status vaksinasi.7
Otitis media memiliki 2 kategori yaitu suppurative atau acute otitis media(AOM) dan
inflamasi yang diikuti dengan efusi, disebut juga nonsuppurative atau secretory OM atau otitis
media with effusion(OME). Middle-ear effusion(MEE) merupakan bagian dari keduanya baik itu
AOM dan OME dan inflamasi terjadi juga pada mastoid air cells. 7
Diagnosis
Working Diagnosis : Acute Otitis Media
Etiologi
Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-75%
kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur
cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena tidak
ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering
adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan
Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti
Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram
negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan
neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai
pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan
yang dijumpai pada anak-anak
10
Bakteri patogenik yang diisolasi dengan teknik kultur standar dari cairan telinga tengah
menunjukkan 3 patogen yang dominan yaitu Streptococcus pneumoniae, nontypeable
Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Namun seiring perkembangan jaman,
imunisasi yang sering digiatkan, nontypeable H.influenzae tergeser oleh S.pneumoniae sebagai
bakteri patogen yang paling sering, ditemukan dalam 40-50% kasus. Staphylococcus aureus dan
organisme gram negatif lainnya juga ditemukan pada neonatus dan infant yang sangat muda
yang ada di rumah sakit. 7
Selain bakteri, virus juga dapat menjadi patogen dari AOM. Baik itu virus sendiri sebagai
patogen ataupun bersama dengan bakteri, keduanya menjadi patogen. Rhinovirus dan respiratory
syncytial virus(RSV) paling sering ditemukan. AOM dikenal sebagai komplikasi dari
bronchiolitis. 7
Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan
dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu
respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira
10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa
dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan
adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme
farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction
(PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat
diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus
Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang dewasa. Ini
karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal
dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran pernapasan atas lebih mudah menyebar ke
telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan
adalah 17,5 mm (Djaafar, 2007). Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring
menganggu drainase melalui tuba Eustachius. Insidens terjadinya otitis media pada anak yang
berumur lebih tua berkurang, karena tuba telah berkembang sempurna dan diameter tuba
11
Eustschius meningkat, sehingga jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem
pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga
tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam
kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid
yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu
terbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke
telinga tengah melalui tuba Eustachius
Manifestasi Klinis Acute Otitis Media(AOM)
Beberapa tanda gejala yang muncul pada AOM adalah otalgia, otorhea, fever, iritabilitas,
anorexia, muntah, atau diare. Membran timpani terasa penuh dan bengkak, opak, dan gerakannya
terbatas atau tidak ada sama sekali pada pemeriksaan pneumatic otoscopy mengindikasikan pada
middle ear effusion.8
Fase awal pada AOM hanya akan terlihat myringitis atau radang pada membran timpani
yang biasanya terlihat eritema dan keruh tapi gerakannya masih normal terhadap respon tekanan
positif dan negatif. Bula atau lepuhan juga mungkin ada ketika penyakit ini masih akut dan
tekanan positif pada telinga tengah ada atau bisa divisualisasikan dengan bantuan pneumatic
otoscope atau diidentifikasi dengan tympanometry. 8
Persistent middle ear effusion merupakan ungkapan tahap yang digunakan untuk
menggambarkan asimptomatik efusi dari telinga tengah yang menetap selama berminggu-
12
minggu hingga berbulan-bulan yang timbul mengikuti onset serangan dari AOM. Harus
diketahui secara klinik dan patofisiologi, tahapan ini tidak bisa dibedakan dengan otitis media
dengan efusi atau OME. Otitis media with effusion tidak diawali dengan adanya AOM. Ketika
OME menetap hingga 3 bulan atau lebih lama setelah adanya serangan AOM, dapat
dipertimbangkan otitis media mengarah ke kronis. 8
Stadium Otitis Media Akut
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi.
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran
timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya
absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal,
refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya
tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan,
atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan
alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai
oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa
yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya
invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran
timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan
pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih
normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi
karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara
dua belas jam sampai dengan satu hari
13
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di
telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi
makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum
timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa
nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat
disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah
dan kejang. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani.
Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis
vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan
nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang
jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang
pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya
pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi
lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.
5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan
berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga
perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya
kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika
membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
14
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif
kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang
keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis
media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran
timpani
Differential Diagnosis
1.Otitis Media with Effusion
Diagnosis pasti dari otitis media harus melingkupi semua elemen ini yaitu 1.onset akut
dari penyakit 2. Adanya MEE 3. Gejala dari inflamasi telinga tengah yaitu adanya eritema dari
membran timpani atau otalgia. Untuk membedakan AOM dan OME merupakan hal yang penting
dikarenakan penatalaksanaan keduanya berbeda karena OME yang tidak disertai dengan infeksi
akut tidak membutuhkan terapi antibiotik. Pada Gambar 1, dapat dilihat algoritma yang dapat
memudahkan untuk membedakan antara acute otitis media dan otitis media with effusion. 7
Otitis media with effusion menjadi istilah yang dapat diterima untuk menggambarkan
adanya efusi dari telinga tengah. Pada OME, tanda dan gejala pada infeksi akut seperti otalgia
dan demam tidak ditemukan pada OME.Menggunakan teknik standar kultur, patogen yang dapat
ditemukan pada AOM hanya melingkupi 30% dari anak dengan OME. Studi pada anak-anak
dengan OME, penggunaan PCR pada efusi telinga tengah menunjukkan hasil ditemukannya
proporsi DNA bakteri dan RNA virus lebih banyak pada anak-anak OME. 7,8
Pneumatic otoscopy sering memperlihatkan apakah membran timpani cembung atau
tertarik dengan kelainan gerakan. Penonjolan atau rasa penuh pada telinga kadang dapat
divisualisasikan pada beberapa pasien. Perbedaan yang paling mencolok antara OME dan AOM
adalah tanda dan gejalan untuk infeksi akut tidak ada pada OME. Namun kehilangan
pendengaran biasanya terjadi pada keduanya. 8
15
Gambar 4. Algoritma OMA
Untuk mendukung diagnosis mengarah ke AOM bukan ke OME pada anak dengan MEE
yaitu adanya tonjolan atau rasa penuh pada membran timpani, hal ini bisa terjadi atau tidak,
dengan atau tidak adanya eritema atau minimal MEE dapat disertai dengan telinga sakit yang
merupakan tanda klinik yang penting. Bullous myringitis atau adanya bula pada membran
timpani merupakan manifestasi fisik pada AOM. Dalam beberapa hari setelah onset, rasa penuh
pada membran timpani dapat hilang namun infeksi masih terus berjalan. 7
2.Otitis Media Suppuratif Kronis
Bila perforasi menetap dan sekret keluar terus-menerus atau hilang timbul, sekret
mungkin encer, kental, bening atau berupa nanah lebih dari dua bulan, maka keadaan ini disebut
16
otitis media supuratif kronis (OMSK). Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi
OMSK ialah terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah
(gizi kurang) atau higiene buruk. OMSK terbagi menjadi 2 yaitu tipr maligna dan benigna:9
Benigna (tubo-timpanik) Maligna (atiko antral)
Penyebab Otitis media supuratif
akut rekuren Eksantema
Disfungsi tuba
Eustachius dengan
terbentuknya retraksi
kantong di atik atau
perforasi. Migrasi epitel
abnormal
Otalgia Ringan Sedang
Otorea Mukopus, banyak Sangat sedikit dan
terserang Pseudomonas /
Proteus
Kelainan khas di
membran timpani
Perforasi sentral Perforasi marginal
dengan kolesteatom dan
polip telinga
Tulang pendengaran Biasanya utuh Biasanya terdapat
nekrosis inkus (terutama
dengan kolesteatom)
Kolesteatom Tidak terdapat Biasa terdapat
Pemeriksaan Rontgen
tulang mastoid
Pneumatisasi tulang
mastoid baik tanpa erosi
Pneumatisasi tulang
mastoid buruk. Erosi
biasa terdapat
Komplikasi intratemporal Jarang Biasa terdapat
Tabel 3. Perbedaaan OMSK tipe benign dan maligna.9
17
Penatalaksanaan
Acute otitis media diobati dengan terapi antibiotik. Namun apabila penyakit AOM tidak
membaik pada 2-3 hari maka penggunaan antibiotik yang bersangkutan perlu dhentikan. Dapat
dilihat pada Gambar 2 mengenai kriteria dalam pemberian antibiotik pada anak. 7
Gambar 2. Kriteria pemberian obat antibiotik atau observasi pada anak-anak.7
Untuk pasien dengan usia<2 tahun, direkomendasikan untuk merawat semua gejala dari
AOM. Untuk pasien yang lebih muda,<6 bulan, meskipun masih menduga AOM belum
memastikan itu AOM, harus dirawat berdasarkan potensi peningkatan dari komplikasi infeksi.
Pada anak berusia antara 6 dan 24 bulan yang diagnosisnya masih dipertanyakan tetapi
penyakitnya sudah parah, dengan suhu >390 C, otalgia, terapi antibiotik disarankan. Anak dengan
usia ini apabila tidak menderita penyakit yang parah dan diagnosisnya masih belum dipastikan,
dapat diobservasi untuk 2-3 hari ke depan. Sedangkan pada anak usia >2 tahun, observasi
dilakukan pada semua keadaan baik itu otitis media yang tidak parah atau diagnosis yang masih
dipertanyakan, namun apabila keadaan bertambah parah karena serangan AOM maka antibiotik
direkomendasikan.7
Untuk keadaan dimana suhu anak tidak lebih dari 390 atau tidak mengalami otalgia yang
parah, direkomendasikan menggunakan amoxicillin 80-90 mg/kg per hari dan apabila terjadi
keadaan yang lebih parah seperti suhu lebih sama dengan 390C maka diberikan Amoxicillin-
clavulanat 90 mg/kg perhari dari amoxcillin dengan 6,4mg/kg per hari dari clavulanatnya. 7
Timpanosintesis untuk kultur bakteri dan fungi dapat dilakukan pada orang yang
immunocompromised dengan otitis media dan ketika infeksi yang menetap atau yang tetap ada
meskipun telah digunakan bermacam-macam antibiotik.10
18
Drainase telinga tengah atau myringotomy dilakukan pada pasien dengan otalgia yang
parah atau ketika komplikasi otitis media terjadi seperti mastoiditis dan meningitis. Rekuren
AOM dapat diatasi dengan antiobiotik jangka panjang untuk profilaksis. Sulfamethoxazole
500mg single dose per hari atau amoxicillin 250 atau 500 mg, diberikan selama 1-3 bulan.
Apabila kegagalan regimen terjadi untuk mengontrol infeksi maka hal ini merupakan indikasi
untuk memasukkan ventilating tube untuk migrasi cairan keluar dari telinga tengah.10
Dapat juga dilakukan pembedahan seperti :
Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi
drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara
dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik.
Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat,
miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007).
Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA
seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat
Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan
OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba
timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang
tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi
obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.9,10
Pencegahan
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada bayi
dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI
minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dan lain-lain
Prognosis
19
Hampir semua kasus OMA memiliki prognosis dubia ad bonam, tentu dengan diagnosis
dan terapi yang tepat dan dini.
Kesimpulan
Anak pada kasus 20 menderita Otitis Media akut dengan memperlihatkan reaksi
peradangan.
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2005.h.46.
20
2. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Bates. Edisi ke-8. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.159-62.
3. Marino BS, Fine KS. Blueprint:pediatrics.6th ed. Philadelphia:Lippincott Williams and
Wilkins;2013.p.244-6
4. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson. 18th
ed.Philadelphia:Elsevier Inc;2011.p.2293-8,2309-10.
5. Heyman GH, Porth CM.Pathophysiology. 7th ed.Philadelphia:Lippincott Williams and
Wilkins;2004.p.963-6.
6. Block SL, Harrison CJ. Diagnosis and management of acute otitis media. 3 rd ed.United State:
Professional Communications;2005.p.19-23.
7. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson vol.1. 19th ed.
Philadelphia:Elsevier Inc;2011.p.7948-70.
8. Alper, Bluestone, Casselorant, Dolar, Mandel. Advanced therapy of otitis media. United State:
BC Decker Inc;2004.p.1-3
9. Rudolph MA, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri rudolph. Edisi 20 volume 2.
Jakarta: EGC; 2006. Hal 1051-2.
10. Mcphee SJ, Papadakis MA.Current medical diagnosis&treatment.United State:McGraw-Hill
Companies,Inc;2013.p.203
21