MAKALAH Plot Erosi Kelompok 5 Shift B1

Embed Size (px)

Citation preview

  • MAKALAH

    MK. TEKNIK PENGAWETAN TANAH DAN AIR

    Pengukuran Erosi di Lapangan

    (Pengamatan Plot Erosi dan Parameter Klimatologi)

    Oleh:

    1. Norman Fajar (240110090088)

    2. Lauravista S.F (240110090096)

    3. Ray Chandra (240110090103)

    4. Adhi Karno W (240110090108)

    5. Gina Yunitasari (240110090109)

    6. Humam M.Z (240110090073)

    7. Grafi Tungga A. (240110090138)

    JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    2012

  • BAB I

    1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan

    partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep

    pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk

    hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi

    tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses

    penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau

    gabungan keduanya.

    Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di

    kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna

    lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan

    perladangan, kegiatan konstruksi / pembangunan yang tidak tertata dengan baik

    dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk menghasilkan tanaman

    pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah dengan

    vegetasi alaminya. Khususnya di lahan kering, peluang terjadinya erosi sangat

    tinggi terutama oleh angin. Sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan untuk

    mengurangi dampak erosi tersebut.

    Sebelum melakukan konservasi lahan, terlebih dahulu harus dilakukan

    perhitungan erosi agar konservasi yang dilakukan tepat guna, efektif, dan efisien.

    Oleh karena itu mahasiswa khususnya mahasiswa teknik pertanian perlu

    melakukan perhitungan erosi di lahan dalam konteks ini adalah plot erosi yaitu

    pengukuran erosi berbentuk pemodelan dari lahan yang sebenarnya.

    Pengukuran di lapangan dilakukan dengan menggunakan sistem petak

    (plot) dengan ukuran, kemiringan, panjang lereng dan jenis tanah tertentu

    (diketahui). Ukuran petak yang standar mempunyai panjang 22 m (memanjang ke

    arah kemiringan lahan), lebar 1,8 m, namun tetap dimungkinkan untuk membuat

    petak dengan ukuran yang berbeda. Model ini jarang digunakan kerena

    membutuhkan biaya yang cukup besar dan juga waktu yang tepat yaitu pada saat

    musim hujan. Akan tetapi,model ini memberikan data yang akurat karena

    dilakukan pengukuran langsung dilapangan.

  • 1.2 Tujuan

    1. Mahasiswa dapat memahami cara pengukuran erosi dengan menggunakan

    metode petak percobaan.

    2. Mahasiswa dapat memahami cara pengukuran erosi di lapangan.

    3. Mahasiswa dapat menghitung data hujan, erosi dan limpasan. Serta

    menyiapkan data sesuai format.

    4. Mahasiswa dapat membuat grafik hubungan antara parameter sesuai tugas

    dan dapat menganalisis sesuai teori dari pustaka.

    5. Mahasiswa dapat memilih tanaman dan tindakan konservasi sehingga

    menurunkan nilai harkat Indeks Bahaya Erosi dari tiap-tiap perlakuan.

    1.3 Metodologi Pelaksanaan

    1.3.1 Alat dan Bahan

    1. Plot erosi beserta kelengakapan bak/ember

    2. Pita ukur 3 m dan 50 m

    3. Pengukur sudut kemiringan

    4. Ombrometer

    5. Pengukur waktu

    6. Gelas ukur 1 liter sebagai pengukur volume curah hujan, air limpasan, dan

    sedimen

    7. Plastik 0,5 kg dan 5 kg sebagai tempat tanah tererosi

    8. Oven

    9. Cawan

    10. Kanebo untuk mengeringakan ember dan menyerap air pada tanah yang

    tererosi

    1.3.2 Prosedur Pelaksanaan

    1. Mahasiswa melakukan pengamatan durasi hujan dan ketinggian curah

    hujan

    2. Setelah hujan selesai, pengamatan dilakukan pada volume limpasan dan

    sedimen yang terdapat pada bak/ember di outlet plot erosi.

    A. Volume air limpasan / Va (cm3/ml)

  • Va diukur dari keseluruhan air dan sedimen yang tertampung di bak

    (V1 ml) kemudian dikurangi dengan volume dariberat kering tanah (Vt).

    Va = V1 - Vt

    B. Berat kering tanah (gr)

    Jumlah tanah tererosi didapat dari jumlah keseluruhan tanah yang

    tertampung di bak plot erosi. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :

    1. Ambil keseluruhan tanah yang tertampung di plot erosi, kering anginkan

    selama satu hari. Kemudian timbang. (Berat basah / A gram)

    2. Ambil sampel dari A gram sebanyak 3 cawan (Berat sampel basah / B1,

    B2, B3 gram)

    3. Berat kering tanah tererosi

    E = (A/B) x C

    E = Berat kering tanah tererosi

    A = Berat basah tanah tererosi

    B = Berat sampel basah

    C = Berat sampel kering

    C. BD Tanah (gr/cm3)

    1. Ambil seberat tanah kering mutlak missal beratnya adalah A gram

    2. Masukkan ke dalam gelas ukur berisi air sehingga terbaca perubahan

    volume air (V)

    3. BD tanah = A/V (gr/cm3)

  • BAB II

    2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Menghitung Erosi di Lapangan

    Dari berbagai macam cara dalam monitoring akan tingkat lajunya erosi,

    maka ada dua cara pendekatan yang telah banyak dipergunakan di berbagai

    negara dewasa ini ialah :

    a. Dengan monitoring sediment transport yang melalui suatu titik

    pengamatan pada pengeluaran dari suatu daerah pengaliran dan cara ini

    relatif lebih mudah.

    b. Mempelajari kejadian erosi itu sendiri, termasuk beberapa pengukuran

    diatas permukaan tanah sendiri. Untuk mempekirakan besarnya erosi

    dipakai formula Universal Soil Loss Equation.

    Perhtiungan erosi di lapangan dapat dilakukan dengan metode petak kecil

    yaitu suatu metode suatu metode yang menggunakan lahan sepanjang 22 m dan

    lebar 2 m untuk tanaman semusim sedangkan untuk tanaman tahunan lebar petak

    4 m dan panjang lereng 22 m. Ditentukan pula bahwa kemiringan lereng standar

    yang digunakan untuk pengukuran erosi dengan petak kecil ini adalah 9%.

    Prinsip dari metode petak kecil ini adalah bahwa sekeliling petak diberi

    sekat yang maksudnya agar curah hujan yang jatuh di atas permukaan lahan tidak

    terinfiltrasi secara horizontal ke kanan dan ke kiri petak; sementara di ujung petak

    ditampung dengan penampung selebar petakan yang diberi nama kolektor drain.

    Metode petak kecil ini menampung erosi dan limpasan hujan pada setiap kejadian

    hujan yang menimbulkan erosi.

    Pengukuran jumlah tanah tererosi adalah merupakan kumulatif dari jumlah

    hari kejadian hujan yang menimbulkan erosi. Misalnya untuk tanaman jagung

    dengan umur tanaman seratus hari maka dengan pengukuran di lapangan ini

    didapatkan data jumlah tanah erosi seumur tanaman jagung. Pengukuran erosi

    dengan macam ini membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup besar,

    namun hasilnya akurat.

  • 2.2 Cara Pendugaan Erosi

    Pendugaan erosi diperlukan untuk meramalkan besar erosi yang telah

    dan/atau akan terjadi pada suatu lahan dengan atau tanpa pengelolaan tertentu.

    Selain itu juga digunakan untuk memilih praktek penggunaan lahan dalam arti

    luas yang mempunyai produktivitas tinggi dan berkelanjutan. Menurut Rahim

    (2000:55) pendekatan erosi dapat dilakukan dengan cara:

    1) Pendekatan Laboratorium

    Pendugaan erosi di laboratorium adalah dengan melakukan pengukuran erosi

    tanah yang ditempatkan pada petak-petak kecil dan diberi perlakuan hujan buatan

    (rainfall simulator). Tetapi perilaku erosi di laboratorium tidak sama dengan

    keadaan alami di lapangan.

    2) Pendekatan Lapangan

    Pengukuran erosi yang dilakukan di lapangan adalah dengan menggunakan

    sistem petak kecil maupun petak yang berukuran besar. Pendugaan dengan

    menggunakan petak percobaan, pada dasarnya memang mendekati kondisi alami

    yang sebenarnya. Namun cara ini membutuhkan biaya, tenaga, dan waktu yang

    tidak kecil. Selain itu juga untuk mengetahui laju dan jumlah erosi yang terjadi

    pada berbagai jenis penggunaan lahan dan berbagai jenis penggunaan tanaman

    pada berbagai jenis tanah dan topografi (kemiringan dan panjang lereng) juga

    dibutuhkan biaya yang tinggi, tenaga kerja yang banyak, dan waktu yang relatif

    lama.

    3) Pendekatan Gabungan

    Pendekatan ini dilakukan melalui interprestasi data dengan penginderaan jauh

    (remote sensing images) misalnya foto udara dan citra satelit. Dengan metode ini

    erosi bentang lahan pada areal yang luas dapat dilakukan dengan mudah dan

    efektif. Metode ini dapat terlaksana dengan baik bila tersedia sarana dan prasarana

    yang memadai terutama peralatan untuk pemrosesan citra (image processor) dan

    juga alat untuk interpretasi potret udara meliputi stereoskop dari yang sederhana

    sampai yang lebih canggih.

    4) Pendekatan Permodelan

    Pendekatan ini adalah dengan menggunakan pendekatan matematika, yang

    dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1978), rumus ini pertama kali

  • dikembangkan dari kenyataan bahwa erosi adalah fungsi erosivitas dan

    erodibilitas. Rumus ini dikenal dengan Persamaan Umum Kehilangan Tanah

    (PUKT) atau Universal Soil-Loss Equation (USLE). Rumus ini digunakan di

    suatu wilayah dimana curah hujan dan jenis tanahnya relatif sama sedangkan yang

    beragam adalah faktor panjang lereng, kemiringan lereng, serta pengelolaan lahan

    dan tanaman (L, S, P, C).

    Rumus USLE tersebut adalah sebagai berikut (Wischmeir dan Smith, 1978

    dalam Asdak, 2004: 355):

    A = R K LS C P

    Dimana :

    A = Besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan. Besarnya kehilangan tanah

    atau erosi dalam hal ini hanya terbatas pada erosi kulit dan erosi alur. Tidak

    termasuk erosi yang berasal dari tebing sungai dan juga tidak termasuk

    sedimen yang terendapkan di bawah lahan-lahan dengan kemiringan besar.

    R = Faktor erosivitas curah hujan dan air larian untuk daerah tertentu, umumnya

    diwujudkan dalam bentuk indeks erosi rata-rata (El). Faktor R juga

    merupakan angka indeks yang menunjukkan besarnya tenaga curah hujan

    yang dapat menyebabkan terjadinya erosi.

    K = Faktor erodibilitas tanah untuk horizon tertentu, dan merupakan kehilangan

    tanah per satuan luas untuk indeks erosivitas tertentu. Faktor K adalah indeks

    erodibilitas tanah, yaitu angka yang menunjukkan mudah tidaknya partikel-

    partikel tanah terkelupas dari agregat tanah oleh gempuran air hujan atau air

    larian.

    L = Faktor panjang lereng yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan

    perbandingan antara besarnya kehilangan tanah untuk panjang lereng tertentu

    dengan besarnya kehilangan tanah untuk panjang lereng 72,6 ft.

    S = Faktor gradien (beda) kemiringan yang tidak mempunyai satuan dan

    merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan tanah untuk

    tingkat kemiringan lereng tertentu dengan besarnya kehilangan tanah untuk

    kemiringan 9%.

    C = Faktor pengelolaan (cara bercocok tanam) yang tidak mempunyai satuan dan

    merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan tanah pada

  • kondisi cara bercocok tanam yang diinginkan dengan besarnya kehilangan

    tanah pada keadaan tilled continuous fallow.

    P = Faktor praktek konservasi tanah (cara mekanik) yang tidak mempunyai satuan

    dan merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan tanah

    pada kondisi usaha konservasi tanah ideal (misalnya, teknik penanaman

    sejajar garis kontur, penanaman dengan teras, penanaman dalam larikan)

    dengan besarnya kehilangan tanah pada kondisi penanaman tegak lurus

    terhadap garis kontur.

    Nilai besaran erosi pada suatu lahan dapat dibagi 2 (dua) bagian yaitu:

    1. Erosi Potensial

    Erosi potensial adalah erosi yang pada dasarnya dititikberatkan pada

    faktor-faktor yang diluar pengaruh aktivitas manusia seperti faktor-faktor diatas

    ditambah dengan faktor yang sangat dipengaruhi oleh akyivitas manusia, seperti

    kemiringan lahan dan jenis tanah . Rumusnya adalah:

    A = R K LS C

    2. Erosi Aktual

    Erosi aktual adalah erosi yang dipengaruhi oleh vegetasi penutup lahan

    dan praktek tata guna lahan. Rumusnya adalah:

    A = R K LS C P

    2.2.1 Faktor perhitungan USLE

    Dari persamaan USLE tersebut maka besarnya erosi diperoleh dari

    perhitungan faktor-faktor di bawah ini:

    2.2.1.1 Faktor Erosivitas Hujan (R)

    Erosivitas adalah kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi. Untuk

    menentukan faktor erosivitas dapat diukur dengan menggunakan rumus yang

    dipakai oleh Soemarwoto 1991 berikut:

    R = 0,41 x H 1.09

    Keterangan:

    R : Besarnya Erosivitas

    H : Curah Hujan Tahunan

  • Indeks erosivitas hujan (R) yang digunakan adalah EI30 yang sangat

    berkorelasi dengan erosi pada beberapa tempat di Jawa. EI30 merupakan

    perkalian antara energi kinetik hujan (E) dengan intensitas hujan maksimum

    selama 30 menit (Wischmeier et al., 1958).

    Rumus penduga R atau EI30 menurut Lenvain, 1975 (dalam Bols, 1978)

    adalah :

    R = 2,34H1,98

    R : curah hujan (dalam dm)

    Rumus penduga R atau EI30 menurut Lenvain, (Asdak, 2007) adalah :

    R = 2,21H1,98

    R : curah hujan (dalam cm)

    2.2.1.2 Faktor Erodibilitas Tanah (K)

    Faktor erodibilitas tanah (K) adalah besaran yang menunjukkan kemampuan

    tanah dalam menahan daya pemecahan tanah oleh air hujan. Besarnya faktor

    erodibilitas tanah sangat dipengaruhi oleh struktur tanah, kandungan bahan

    organik, tekstur tanah dan permeabilitas tanah.

    Hujan yang sama pada tanah dengan nilai Erodibilitas (K) yang tinggi akan

    lebih mudah tererosi dari pada tanah dengan indeks erodibilitas rendah. Untuk

    penentuan erodibilitas tanah dengan kandungan debu dan pasir sangat halus > 70

    % dihitung dengan rumus:

    100 K = 1,292[2,1M1,14

    (10-4

    )(12-a)+3,25(b-2)+2,5(c-3)]

    Keterangan:

    K = Indeks erodibilitas tanah

    M = (% debu + pasir sangat halus) (100- % lempung)

    a = Bahan organik (% C organik x 1.724)

    b = Kode struktur tanah

    c = Kode tingkat permeabilitas tanah.

    Penilaian struktur dan permeabilitas tanah masing-masing menggunakan

    tabel 1 dan 2 yaitu sebagai berikut :

  • Tabel 1. Penilaian struktur tanah

    Tipe Strukur tanah Kode Penilaian

    Granular sangat halus (very fine granular) 1

    Granular halus (fine granular) 2

    Granular sedang dan besar (medium, coarse granular) 3

    Gumpal, lempeng, pejal (blocky, platty, massif) 4

    Sumber: Wischmeier et al., 1971

    Tabel 2. Penilaian permeabilitas tanah

    Kelas permeabilitas tanah Kode penilaian

    Cepat (rapid) 1

    Sedang sampai cepat (moderate to rapid) 2

    Sedang (moderate) 3

    Sedang sampai lambat (moderate to slow) 4

    Lambat (slow) 5

    Sangat lambat (very slow) 6

    Sumber: Wichmeser et al. (1971)

    Tabel 3. Prakiraan nilai K untuk beberapa jenis tanah

    No Jenis Tanah Nilai K

    1 Latosol (haplorthox) 0,09

    2 Latosol merah (humox) 0,12

    3 Latosol merah kuning (typic haplorthox) 0,26

    4 Latosol coklat (typic tropodult) 0,31

    5 Latosol (epiaquatic tropodult) 0,31

    6 Regosol ((troporthents) 0,14

    7 Regosol (oxic dystropept) 0,12 0,16

    8 Regosol (typic entropept) 0,29

    9 Gley humic (typic tropoquept) 0,13

    10 Gley humic (trapoquept) 0,20

    11 Gley humic (aquic entropept) 0,26

    12 Lithosol (litic eutropept) 0,16

    13 Lithosol (orthen) 0,29

  • 14 Grumosol (chromudert) 0,21

    15 Hydromorf abu-abu (tropofluent) 0,20

    16 Podsolik (tropudults) 0,16

    17 Podsolik merah kuning (tropudults) 0,32

    18 Mediteran (tropohumults) 0,10

    19 Mediteran (tropaqualfs) 0,22

    20 Mediteran (tropudalfs) 0,23

    Sumber : Arsyad, 1989 dan Asdak, 1995

    2.2.1.3 Faktor Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S)

    Dalam USLE faktor panjang dan kemiringan lereng digabung menjadi

    satu. Kemiringan mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan,

    semakin curam suatu lereng persentase kemiringan semakin tinggi sehingga

    makin cepat laju limpasan permukaan. Dengan singkatnya waktu infiltrasi, maka

    volume limpasan semakin besar. Jadi dengan meningkatnya persentase

    kemiringan, erosi yang terjadi juga semakin besar. Untuk menghitung nilai LS

    digunakan rumus:

    LS = (, + , + , )/

    Keterangan:

    Ls = Faktor panjang dan kemiringan lahan

    L = Panjang lereng (m)

    S = Kemiringan lereng (%)

    Untuk karakteristik DAS, kemiringan lereng pada setiap satuan lahan perlu

    diklasifikasikan, klasifikasi kemiringan lereng menurut Chay Asdak adalah

    sebagai berikut:

    Tabel 4. Nilai Kemiringan Lereng

    No Kelas Lereng Nilai Klasifikasi

    1 I 0 8 % Datar

    2 II 8 15 % Landai

    3 III 15 25 % Agak cuiram

    4 IV 25 45 % Curam

    5 V >45 % Sangat curam

  • Besarnya nila LS juga dapat diperoleh dengan menggunakan Nomograf

    Faktor LS disajikan pada gambar berikut :

    Gambar 1. Nomograf Faktor LS

    2.2.1.4 Faktor Pengelolaan Tanaman (C)

    Faktor C adalah faktor pengelolaan tanaman. Faktor pengelolaan tanaman

    merupakan gabungan antara jenis tanaman, pengelolaan sisa-sisa tanaman, tingkat

    kesuburan, dan waktu pengelolaan tanah. Adanya tanaman dapat menekan laju

    limpasan permukaan dan erosi. Tanaman mampu mempengaruhi laju erosi karena:

    1) adanya intersepsi air hujan oleh tajuk daun

    2) adanya pengaruh terhadap limpasan permukaan.

    3) adanya pengaruh terhadap sifat fisik tanah.

    4) adanya peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi.

    Dengan adanya tanaman menyebabkan air hujan yang jatuh tidak langsung

    memukul massa tanah, tetapi terlebih dahulu ditangkap oleh tajuk daun tanaman.

    Selanjutnya tidak semua air hujan tersebut diteruskan ke permukaan tanah karena

    sebagian akan mengalami evaporasi. Kejadian ini akan mengurangi jumlah air

    yang sampai ke permukaan tanah yang disebut hujan lolos tajuk. PUSLITTAN

    telah melaksanakan penelitian-penelitian lapangan untuk menilai faktor C

    beberapa jenis pertanaman. Nilai faktor C dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

  • Tabel 5. Prakiraan Nilai C

    No Macam Penggunaan Nilai Faktor

    (C)

    1. Tanah terbuka tanpa tanaman 1,000

    2. Sawah 0,010

    3. Tegalan tidak dispesifikan 0,700

    4. Ubi kayu 0,800

    5. Jagung 0,700

    6. Kedelai 0,399

    7. Kentang 0,400

    8. Kacang Tanah 0,200

    9. Padi 0,561

    10. Tebu 0,200

    11. Pisang 0,600

    12. Akar wangi (sereh wangi) 0,400

    13. Rumput bede (tahun pertama) 0,287

    14. Rumput bede (tahun kedua) 0,002

    15. Kopi dengan penutup tanah buruk 0,200

    16. Talas 0,850

    17. Kebun campuran

    - Kerapatan tinggi 0,100

    - Kerapatan sedang 0,200

    - Kerapatan rendah 0,500

    18. Perladangan 0,400

    19. Hutan alam

    - Seresah banyak 0,001

    - Seresah sedikit 0,005

    20. Hutan Produksi

    - Tebang habis 0,500

    - Tebang Pilih 0,200

    21. Semak belukar/ padang rumput 0,300

  • 22. Ubi kayu + kedelai 0,181

    23. Ubi kayu + kacang tanah 0,195

    24. Padi Sorgun 0,345

    25. Padi kedelai 0,417

    26. Kacang tanah + gude 0,495

    27. Kacang tanah + Kacang tunggak 0,571

    28. Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha 0,049

    29. Padi + mulsa jerami 4 ton/ ha 0,096

    30. Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ ha 0,128

    31. Kacang tanah + mulsa clotaria 3 ton/ ha 0,136

    32. Kacang tanah + mulsa kacang tunggak 0,259

    33. Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ ha 0,377

    34. Padi + mulsa crotalaria 3 ton/ ha 0,387

    35. Pola tanam tumpang gilir + mulsa jerami 0,079

    36. Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman 0,357

    37. Alang-alang murni subur 0,001

    38. Karet * 0,200

    39. Permukiman ** 0,500

    Sumber: Data Pusat Penelitian Tanah (1973 1981) tidak dipublikasikan

    *) Morgan, 1987 dalam Rahim, 2000

    *) Setya Nugraha, 1997

    Tabel 6. Nilai Faktor C untuk Berbagai Tanaman dan Pengelolaan Tanaman

    No Macam Penggunaan Nilai Faktor

    (C)

    1. Hutan A atau semak belukar dengan luas

    penutupan lahan >80% 0,001

    2. Hutan B atau semak belukar dengan luas

    penutupan lahan 50 80% 0,08

    3. Lahan rumput 0,2

    4. Perkebunan 0,3

    5. Persawahan (luas areal > 80%) 0,001

  • 6. Persawahan (luas areal 50 80%) 0,04

    7. Persawahan ( luas areal 20 50%) 0,07

    8. Sawah tadah hujan 0,1

    9. Lahan kering 0,5

    10. Kebun campuran 0,25

    11. Lahan gundul 1,0

    12. Daerah longsoran 1,0

    13. Jurang (cliff portion) 0,3

    14. Perkampungan A (>80%) 0,4

    15. Perkampungan B (50-80%) 0,35

    16. Perkampungan C (20-50%) 0,3

    17. Sungai A (river deposit area) 1,0

    18. Sungai B (paddy used area) 0,02

    19. Bangunan beton 0,0

    Sumber : Kitahara (2002), M.J Kirby (2002), RP Stone (2004)

    2.2.1.5 Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah (P)

    Faktor P adalah faktor tindakan konservasi tanah. Faktor ini merupakan

    bentuk usaha manusia untuk membatasi semaksimal mungkin pengaruh erosi

    terhadap lahan.

    Untuk penilaian faktor P di lapangan akan lebih mudah bila digabungkan

    dengan faktor C, sebab kenyataannya kedua faktor tersebut berkaitan erat. Faktor-

    faktor pada PUKT masing-masing telah tersedia pada banyak publikasi. Data

    tersebut diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang banyak dilakukan di tanah air:

    Tabel 7. Prakiraan Nilai P untuk Berbagai Tindakan Konservasi

    No Tindakan Konservasi Tanah Nilai P

    1. Teras Bangku1)

    Konstruksi Baik 0,04

    Konstruksi Sedang 0,15

    Konstruksi Kurang Baik 0,35

    Teras Tradisional 0,40

  • 2. Strip tanaman rumput bahia 0,40

    3. Pengelolaan tanah dan penanaman menurut garis kontur

    Kemiringan 0-8 % 0,50

    Kemiringan 9-8 % 0,75

    Kemiringan lebih dari 20 % 0,90

    4. Tanpa tindakan konservasi 1,00

    Sumber : Data pusat penelitian tanah (1973-1981 dalam Arsyad, 1989: 259)

    Keterangan: 1)

    Konstruksi teras bangku dinilai dari kerataan dasar dan keadaan

    talud teras

    2.2.2 Nilai Toleransi Erosi atau Toleransi Soil Loss (TSL)

    Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan, adalah

    perlu karena tidaklah mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari tanah-tanah

    yang diusahakan untuk pertanian. Kedalaman tanah tertentu harus dipelihara agar

    terdapat suatu volume tanah yang cukup dan baik bagi tempat berjangkarnya akar

    tanaman dan untuk menyimpan air serta unsur hara yang diperlukan oleh tanaman

    sehingga tanaman dapat tumbuh secara optimal.

    Nilai toleransi erosi atau Tolerable Soil Loss (TSL) adalah laju erosi yang

    dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/hektar/tahun yang terbesar yang masih dapat

    dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup

    untuk pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya

    produktivitas yang tinggi secara lestari.

    Suatu tanah yang dalam, bertekstur sedang dengan permeabilitas sedang

    dan memiliki lapisan bawah yang baik bagi pertumbuhan tanaman, memiliki nilai

    TSL lebih besar daripada tanah dangkal. Faktor-faktor yang dipertimbangkan

    dalam menetapkan nilai TSL adalah sebagai berikut :

    a. Kedalaman tanah

    b. Ciri-ciri fisik dan sifat tanah yang mempengaruhi perkembangan akar

    c. Pencegahan terbentuknya erosi parit

    d. Penyusutan kandungan bahan organik.

    e. Kehilangan unsur hara

    f. Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sedimen di lapangan.

  • Tabel 8 . Pedoman Penetapan Nilai TSL

    No Sifat Tanah dan Substratum Nilai TSL

    (ton/ha/th)

    1. Tanah dangkal (90 cm) dengan lapisan bawah

    berpermeabilitas sedang, di atas substrata yang telah

    melapuk

    19,2

    7. Tanah yang dalam (>90 cm) dengan lapisan bawah

    berpermeabilitas lambat, di atas substrata yang telah

    melapuk

    24,0

    8. Tanah yang dalam (>90 cm) dengan lapisan bawah

    permeable, di ata substrata yang telah melapuk 30,0

    2.2.3 Indeks Bahaya Erosi

    Indeks bahaya erosi dapat diprediksi dengan cara memperhatikan adanya

    erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur ( rill erosion), dan erosi parit (

    gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi Indeks bahaya erosi dilakukan

    adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun.

    Indeks bahaya erosi disajikan dalam tabel di bawah ini.

    Berdasarkan penelitian Hardjowigeno (1987) dalam Arsyad (1989) dapat

    ditetapkan besarnya nilai TSL maksimum untuk tanah-tanah di Indonesia adalah

    2,5 mm pertahun, yaitu tanah yang dalam dengan lapisan bawah (subsoil) yang

    permeable dengan substratum yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami

    pelapukan).

  • Indeks bahaya erosi dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut

    (Hammer, 1981) :

    Tabel 9. Indeks Bahaya Erosi

    No Indeks Bahaya Erosi Kategori

    1. < 1,00 Rendah

    2. 1,01 4,00 Sedang

    3. 4,01 10,00 Tinggi

    4. > 10,00 Sangat tinggi

    Sumber : Hammer, 1991

  • BAB III

    3 HASIL

    3.1 Hasil Pengamatan

    Berikut merupakan tabel hasil perhitungan plot erosi yang berlokasi di

    sekitar kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat.

    Pengambilan data dilaksanakan dari tanggal 23 April 2012 3 Juni 2012.

    3.1.1 Perlakuan 1

    Tabel 3.1 Pengamatan Plot Erosi

    Informasi Plot Penelitian

    Panjang (meter) 21,7

    Lebar (meter) 2,27

    Kemiringan (derajatdanpersen) 17,34odan 31,22 %

    Mulsa (ton/ha dan kg/plot) 4 ton/ha atau 19,7 kg/plot

    Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Plot Erosi dengan Mulsa 4 ton/ha

  • 3.1.2 Perlakuan 2

    Tabel 3.3 Pengamatan Plot Erosi

    Informasi Plot Penelitian

    Panjang (meter) 21,16

    Lebar (meter) 2,2

    Kemiringan (derajatdanpersen) 17,340 atau 31,22 %

    Mulsa (ton/ha dan kg/plot) 6 ton/ha atau 27,93 kg/plot

    Tabel 3.4 Hasil Pengamatan Plot Erosi dengan Mulsa 6 ton/ha

    3.1.3 Perlakuan 3

    Tabel 3.5 Pengamatan Plot Erosi

    Informasi Plot Penelitian

    Panjang (meter) 21,16

    Lebar (meter) 2,27

    Kemiringan (derajatdanpersen) 17,34odan 31,22 %

    Mulsa (ton/ha dan kg/plot) -

  • Tabel 3.6 Hasil Pengamatan Plot Erosi Tanpa Mulsa

    3.1.4 Perlakuan 4

    Tabel 3.7 Pengamatan Plot Erosi

    Informasi Plot Penelitian

    Panjang (meter) 21,16

    Lebar (meter) 2,2

    Kemiringan (derajatdanpersen) 27 %

    Mulsa (ton/ha dan kg/plot) 2 ton/ha atau 9,3 kg/plot

    Tabel 3.8 Hasil Pengamatan Plot Erosi dengan Mulsa 2 ton/ha

  • 3.1.5 Grafik Hubungan

    Grafik 1. Hubungan tinggi curah hujan dengan erosi

    Grafik 2. Hubungan tinggi curah hujan dengan limpasan

    y = 5.535x + 29.76R = 0.013

    0.0

    100.0

    200.0

    300.0

    400.0

    500.0

    600.0

    2.0 6.9 7.9 8.6 10.8 13.9 14.2 18.3 19.3 20.4 27.4

    Ero

    si (

    kg/h

    a)

    Tinggi curah hujan (mm)

    4 ton/ha

    6 ton/ha

    0 ton/ha

    2 ton/ha

    y = 52.56x + 3368.R = 0.026

    0.0

    5000.0

    10000.0

    15000.0

    20000.0

    25000.0

    30000.0

    35000.0

    40000.0

    45000.0

    2.0 6.9 7.9 8.6 10.8 13.9 14.2 18.3 19.3 20.4 27.4

    Lim

    pas

    an (l

    t/h

    a)

    Tinggi curah hujan (mm)

    4 ton/ha

    6 ton/ha

    0 ton/ha

    2 ton/ha

  • 3.2 Prosedur Analisis dan Pembahasan

    Setelah melaksanakan perhitungan erosi dengan metode petak (plot erosi)

    terdapat beberapa hal yang harus dibahas, seperti pelaksanaan prosedur,

    kesesuaian data pengamatan dengan literatur, variabel yang mempengaruhi,

    permasalahan yang terjadi, sampai pada hasil perhitungan bila dibandingkan

    dengan teori.

    Pada pelaksanaan prosedur, praktikan telah dibagi menjadi 4 kelompok

    sesuai dengan banyaknya perlakuan. Setiap kelompok tersebut bertanggung jawab

    terhadap masing-masing plot erosi. Tetapi pada perlakuan 2 terdapat data yang

    kurang yaitu data limpasan pada tanggal 21 Mei 2012. Hal ini menyebabkan

    grafik yang dihasilkan pun menjadi terputus.

    Perhitungan erosi ini tidak jauh berbeda dengan resitasi mengenai

    perhitungan erosi di lapangan. Perhitungan erosi yang bergantung pada volume

    (Va), dan berat tanah basah, tanah kering (A dan B). Nilai erosi yang terlihat pada

    praktikum ini dipengaruhi oleh iklim (curah hujan), tutupan lahan (mulsa), dan

    faktor konservasi (kemiringan lahan).

    Pengolahan data untuk memperoleh grafik cukup rumit, karena harus

    mengurutkan data terlebih dahulu dari curah hujan terkecil sampai terbesar. Hal

    ini dilakukan dengan harapan grafik yang dihasilkan mudah dibaca dan

    dimengerti.

    Menurut Suripin (2001), faktor iklim yang besar pengaruhnya terhadap

    erosi tanah adalah hujan, temperatur dan suhu. Morgan (1963) menyimpulkan

    bahwa rata-rata kehilangan tanah perkejadian hujan meningkat seiring dengan

    meningkatnya intensitas hujan. Pernyataan ini menunjukkan bahwa tingginya

    curah hujan berbanding lurus dengan besarnya erosi yang terjadi. Hal itu dapat

    terlihat di dalam Grafik 1. Dimana fungsi yang dihasilkan adalah fungsi linear

    meskipun nilai R2 ny sangat kecil yaitu 0,13. Nilai ini menunjukkan simpangan

    yang terjadi dalam data. Semakin mendekati 1, semakin tinggi akurasi datanya.

    Pada Grafik 2 juga terlihat bahwa trendline menunjukkan fungsi linear meskipun

    nilainya hanya 0,26.

    Apabila dilihat dari hasil pengamatan, terhadap besarnya erosi yang terjadi

    sangat dipengaruhi oleh mulsa. Terlihat pada tabel, jumlah erosi terbesar terjadi

  • pada plot tanpa mulsa yaitu 692 kg/ha. Diikuti oleh plot dengan mulsa 6 ton/ha

    yaitu sebesar 662 kg/ha. Apabila diperbandingkan diperbandingkan dengan tabel

    prakiraan nilai C oleh Morgan (1987), Rahim (2000), dan Setya (1997) yang

    dirangkum oleh PUSLITTAN, jumlah jerami yang ideal yaitu berkisar pada angka

    2 4 ton/ha. 2/ ton/ha untuk mulsa jerami, 3 ton/ha untukmulsa clotaria, dan 4

    ton/ha untuk mulsa jagung.

    Permasalahan yang muncul ketika melaksanakan perhitungan erosi

    menggunakan petak adalah banyaknya gangguan dari alam, misalnya, saat

    menimbang volume dan berat tanah, bisa saja terdapat hewan di sekitar plot yang

    tidak sengaja masuk.

    Pengolahan data yang banyak dapat menggunakan bantuan ms.excel.

    Terdapat beberapa data yang harus diubah dulu formatnya agar dapat dihitung

    menggunakan ms.excel. Hal ini cukup memperlambat pengerjaan.

  • BAB III

    4 PENUTUP

    4.1 Kesimpulan

    Setelah melaksanakan praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa :

    1. Faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap besarnya jumlah erosi

    adalah curah hujan.

    2. Perhitungan erosi dapat dilaksanakan dengan metode petak dan metode

    prakiraan.

    3. Faktor C (tutupan lahan) dan P (konservasi oleh manusia) merupakan

    faktor yang mampu direkayasa. Jika diolah dengan baik, maka jumlah

    erosi pun dapat berkurang secara signifikan.

    4. Plot yang memiliki jumlah erosi terbesar adalah plot tanpa mulsa. Hal

    ini disebabkan oleh tanpa adanya tutupan lahan maka nilai C mendekati

    1.

    5. Jerami yang terlalu banyak tidak baik bagi lahan. Jumlah jerami yang

    ideal berkisar antara 2 4 ton kg/ha

    6. Metode petak lebih rumit dan membutuhkan waktu yang lebih lama

    dibandingkan dengan metode USLE

    4.2 Saran

    1. Praktikan terlebih dahulu harus memahami materi agar praktikum berjalan

    sesuai prosedur.

    2. Perhitungan volume, berat bsaha, dan berat kering hendaknya dilakukan

    secara teliti agar data yang dihasilkan akurat.

    3. Lebih sering mengecek plot erosi yang dibuat demi keakuratan data.

  • 5 DAFTAR PUSTAKA

    Abdurachman, A., dan S. Sutono. 2002. Teknologi pengendalian erosi lahan

    berlereng. hlm.103-145 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering:

    Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan

    Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan

    Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

    Bafdal, N., Amaru, K., Suryadi, E., & Ardiansah, I. (2012). Menghitung Curah

    Hujan. In N. Bafdal, K. Amaru, E. Suryadi, & I. Ardiansah, Penuntun

    Praktikum Teknik Pengawetan Tanah dan Air (pp. 01-02). Bandung:

    Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Pertanian, FTIP, Universitas

    Padjadjaran.

    Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB-Press. Bogor.

    Asdak, Chay., 1991, Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai, Gadjah

    Mada University Press,004.