Upload
agus-al-imam
View
1.571
Download
128
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Eksipien berupa polimer untuk sediaan modified release (mukoadhesif)
Citation preview
MAKALAH EKSIPIEN DALAM SEDIAAN FARMASI
POLIMER MUKOADHESIF
Disusun oleh:
Kelompok 2
Agus Al Imam Bahaudin 1006683324
Elda Yulia Mamora 1006756572
Indah Purnama Setiawan 0906531462
Yunita Indah Permatasari 1006659602
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2012
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Eksipien
Farmasetika yang berjudul “Polimer Mukoadhesif” ini. Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat tugas mata kuliah Eksipien dalam Sediaan
Farmasi. Makalah ini berisi uraian tentang pengertian polimer mukoadhesif,
mekanisme pembentukan mukoadhesif, eksipien yang digunakan dan contoh
formulasi mukoadhesif yang penulis buat.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak sekali mendapat bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
makalah ini. Oleh sebab itu, bila ada saran dan kritik yang membangun akan
selalu diterima dengan hati terbuka. Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Esa
membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah diberikan selama penyusunan
makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Depok, Desember 2012
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
1.1.Lata Belakang Masalah..........................................................................1
1.2.Rumusan Masalah..................................................................................1
1.3.Tujuan.....................................................................................................1
1.4.Metode Penulisan...................................................................................2
1.5.Sistematika Penulisan.............................................................................2
BAB II MUKOADHESIF...............................................................................3
BAB III POLIMER MUKOADHESIF.........................................................12
3.1.Polimer Alam.........................................................................................12
3.1.1. Kitosan...........................................................................12
3.1.2. Pektin.............................................................................14
3.1.3. Gelatin...........................................................................15
3.2.Polimer Semisintetik..............................................................................17
3.2.1. HPMC............................................................................17
3.2.2. PVP................................................................................19
3.3.Polimer Hidrogel....................................................................................21
3.3.1. Karagenan......................................................................22
3.3.2. Na Alginat......................................................................24
3.3.3. Alginat-Thiol..................................................................27
3.3.4. Guar Gum.......................................................................29
3.4.Polimer Hidrofilik..................................................................................30
3.3.1. CMC Na..........................................................................31
3.3.2. Carbomer........................................................................32
iv
BAB IV CONTOH FORMULASI.................................................................35
BAB V PENUTUP...........................................................................................59
5.1.Kesimpulan.............................................................................................59
5.2.Saran.......................................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................60
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan sistem penghantaran obat pada dekade belakangan ini telah
sampai pada penggunaan teknologi mukoadhesif. Beberapa keunggulan
mukoadhesif ketika diaplikasikan kepada sistem penghantaran obat antara lain,
dapat meningkatkan kepatuhan pasien mengkonsumsi obat karena bentuk
sediannya dapat diterima dengan baik oleh pasien, meningkatkan efikasi obat,
mengurangi efek samping, jarak pemberian dosis lebih panjang, maka kebutuhan
tidur penderita tidak terganggu dan tentu saja berimbas pada pencapian kualitas
hidup pasien yang lebih baik.
Berbagai macam polimer mukoadhesif dapat ditemukan di alam, dibuat
semi sintetik, maupun sintetik. Uji daya lekat mukoadhesif dari beberapa polimer
eksipien sangat penting dalam pengembangan sediaan lepas lambat oral dengan
sistem mukoadhesif untuk meningkatkan ketersediaan hayati obat.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
a) Apa yang dimaksud dengan mukoadhesif?
b) Bagaimana mekanisme pembentukan mukoadhesifl?
c) Apa saja eksipien yang digunakan yang bersifat mukoadhesif?
d) Bagaimana contoh formulasi mukoadhesif?
1.3 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan informasi
kepada pembaca mengenai polimer mukoadhesif yang dapat digunakan sebagai
eksipien dalam sediaan farmasi serta sebagai salah satu syarat yang harus
dipenuhi pada mata kuliah Eksipien Farmasetika.
2
1.4 Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu
metode studi pustaka. Informasi-informasi yang ada dalam makalah ini penulis
dapatkan dari beberapa buku teks, jurnal, dan literatur-literatur lain mengenai
polimer mukoadhesif Selain itu, penulis juga mencari dan memperoleh beberapa
informasi dari media internet.
1.5 Sistematika Penulisan
Makalah ini penulis susun dalam lima bab yang terdiri dari pendahuluan,
mukoadhesif, polimer mukoadhesif, formulasi, dan penutup. Pada bab pertama,
penulis menjelaskan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan makalah. Pada bab kedua, penulis
menguraikan tentang pengertian mukoadhesif, mekanisme mukoadhesif, mucus,
serta polimer pada Mucosal Drug Delivery. Pada bab ketiga, penulis menguraikan
tentang sepuluh jenis polimer mukoadhesif. Pada bab keempat, penulis
menguraikan tentang contoh formulasi mukoadhesif. Pada bab kelima, penulis
simpulkan isi makalah dan membuat saran. Akhirnya, penulis menyajikan daftar
pustaka sebagai bahan referensi penulis dalam penyusunan makalah.
3
BAB II
MUKOADHESIF
2.1. Definisi Mukoadhesif
Mukoadhesif berasal dari kata mukosa dan adhesi. Mukosa merupakan
membran pada tubuh yang bersifat semipermeabel dan mengandung musin.
Sedangkan adhesi berarti gaya molekuler pada area kontak antar elemen yang
berbeda agar dapat berikatan satu sama lain. Jadi, mukoadhesif adalah sistem
pelepasan obat dimana terjadi ikatan antara polimer alam atau sintetik dengan
substrat biologi yaitu permukaan mukus. Sistem mukoadhesif dapat
menghantarkan obat menuju site-spesific melalui ikatan antara polimer hidrofilik
dengan bahan dalam formulasi suatu obat, dimana polimer tersebut dapat melekat
pada permukaan biologis dalam waktu yang lama.
Sistem penghantaran ini digunakan untuk memformulasikan sediaan lepas
terkendali dengan tujuan memperpanjang waktu tinggal obat tersebut di saluran
cerna dan mengatur kecepatan serta jumlah obat yang dilepas.
2.2. Struktur dan Kandungan Mukosa
Mukus merupakan sekret jernih dan kental serta melekat, membentuk
lapisan tipis, berbentuk gel kontinyu yang menutupi dan beradhesi pada
permukaan epitel mukosa. Mukus disintesis oleh sel goblet. Tebal mukus
bervariasi antara 50-450 um. Didalam mukus terdapat musin yang mengandung
glikoprotein dengan berat molekul yang memungkinkan untuk polimer dapat
menempel dan mengalami penetrasi.
Biasanya mukus terdiri dari air 95 %, glikoprotein dan lemak 0,5-5,0%,
garam-garam mineral 1% dan protein bebas 0,5-1%. Namun, komposisi ini dapat
berbeda pada setiap individu walau hanya dengan perbedaan konsentrasi yang
kecil. Komponen utama mukus yang bertanggung jawab pada viskositas serta sifat
adhesi dan kohesinya adalah glikoprotein, suatu protein berbobot molekul tinggi
yang memiliki unit oligosakarida (rata-rata 8-10 residu monosakarida dari 5 jenis
monosakarida, seperti L-fukosa, D-galaktosa, N-asetil-D-glukosamin, N-asetil-D-
4
galaktosamin dan asam sialat. Unit-unit monosakarida tersebut terikat dalam
rantai oligosakarida. Dengan adanya gugus-gugus tersebut membuat musin dapat
berikatan dengan gugus fungsi yang ada pada polimer.
Gambar 2.1. Struktur Gula dalam Glikoprotein
2.3. Mekanisme Kerja Polimer Mukoadhesif
Prinsip penghantaran obat dengan sistem mukoadhesif adalah
memperpanjang waktu tinggal obat pada organ tubuh yang mempunyai lapisan
mukosa. Sistem mukoadhesif akan dapat meningkatkan kontak yang lebih baik
antara sediaan dengan jaringan tempat terjadinya absorpsi sehingga konsentrasi
obat terabsorpsi lebih banyak dan diharapkan akan terjadi aliran obat yang tinggi
melalui jaringan tersebut. Adapun secara keseluruhan mekanisme kerja dari
polimer mukoadhesif adalah sebagai berikut :
1. Terjadi kontak antara polimer dengan permukaan mukosa yang disebabkan
karena adanya pembasahan yang baik ataupun karena swelling pada
polimer.
2. Setelah berkontak, terjadi penetrasi dari rantai polimer kedalam permukaan
jaringan atau interpenetrasi rantai polimer dan mukosa.
3. Terbentuklah ikatan kimia antara rantai polimer dengan molekul musin,
yang mempertahankan pelekatan polimer ke mukosa.
5
Gambar 2.2. Dua Tahapan Mekanisme Bioadhesif
a) Interaksi mukosa yang terjadi diantaranya adalah:
– Ikatan ionik
Terjadi apabila dua muatan ion yang berlawanan saling tarik menarik
melalui interaksi elektrostatik membentuk ikatan yang kuat.
– Ikatan kovalen
Terjadi peristiwa saling memberi dan menerima elektron pada
pasangan elektron untuk memenuhi orbital keduanya. Jenis ikatan ini
sangat kuat.
– Ikatan hidrogen
Terjadi apabila atom hidrogen yang membawa muatan agak positif,
terikat secara kovalen dengan atom elektronegatif, seperti oksigen,
fluorine atau nitrogen.
– Ikatan Van der Walls
Jenis ikatan yang paling lemah yang timbul karena adanya interaksi
dipol-dipol dan dipol-menginduksi daya tarik dipol pada molekul polar
dan gaya dispersi dari substansi nonpolar.
6
b) Teori yang dapat menjelaskan mekanisme bioadhesi yaitu:
1. Mekanisme Kimia
a. Teori elektronik
Adhesi terjadi sebagai akibat pembentukan electric double layer.
Akibat adanya adanya gaya tarik-menarik elektrostatik antara polimer
mukoadhesif (terutama yang bermuatan positif) dengan glikoprotein pada
musin yang bermuatan negatif.
b. Teori Adsorpsi
Adhesi terjadi akibat pembentukan ikatan hidrogen dan gaya van
der Waals antara polimer mukoadhesif dengan membran mukosa.
2. Mekanisme Fisika
a. Teori Pembasahan
Terjadi karena adanya kemampuan polimer mukoadhesif untuk
menyebar secara spontan pada permukaan mukosa. Kontak antara
polimer mukoadhesif dengan cairan tubuh menyebabkan polimer
terbasahi sehingga dapat melekat pada membran mukosa yang lembab.
b. Teori Interpenetrasi (Difusi)
Terjadi interdifusi rantai polimer dengan musin yang dikendalikan
oleh gradien konsentrasi dan dipengaruhi oleh panjang serta mobilitas
rantai molekul. Seberapa jauh rantai polimer berpenetrasi tergantung
pada koefisien difusi dan waktu kontak.
7
Gambar 2.3. Ilustrasi Mekanisme Mukoadhesif Menggunakan Teori Difusi
c. Teori Fraktur
Teori fraktur menjelaskan mengenai kegagalan suatu sediaan untuk
melekat pada lapisan mukus karena terjadi hidrasi yang berlebihan.
Hidrasi berlebihan tersebut membentuk massa gel yang licin sehingga sulit
melekat pada permukaan mukus.
c) Faktor yang mempengaruhi sistem penghantaran mukoadhesif:
1. Polimer Mukoadhesif :
a. Bobot molekul
Dengan meningkatnya bobot molekul polimer, terjadi peningkatan
kekuatan mukoadhesif polimer. Polimer dengan berat molekul besar yang
non hidrat membentuk ikatan yang akan berinteraksi dengan substrat,
sementara polimer dengan berat molekul rendah akan membentuk gel
lemah yang mudah larut.
b. Konsentrasi polimer mukoadhesif
Secara umum, konsentrasi polimer dalam kisaran 1-2,5%. Untuk
sediaan padat, semakin besar konsentrasi polimer maka semakin kuat sifat
adhesinya.
8
c. Fleksibilitas rantai polimer
Rantai polimer yang fleksibel membantu penetrasi dan proses belitan
rantai polimer dengan lapisan mukosa menjadi lebih baik sehingga
meningkatkan kekuatan bioadhesif. Fleksibilitas dari rantai polimer
umumnya dipengaruhi oleh reaksi tautan silang dan hidrasi polimer
jaringan. Semakin banyak reaksi tautan silang, fleksibilitas dari rantai
polimer berkurang.
2. Faktor Lingkungan :
a. pH
pH medium berpengaruh dalam kemampuan mukoadhesif suatu
polimer, contohnya pada kitosan. Pada pH yang netral atau basa, kitosan
akan memiliki kemampuan mukoadhesif yang baik.
b. Waktu kontak
Dengan peningkatan waktu kontak, terjadi proses peningkatan
hidrasi dari matriks polimer kemudian proses interpenetrasi dari rantai
polimer. Lapisan fisiologis mukosa dapat bervariasi tergantung pada
patogenesis-sifat fisiologis tubuh manusia.
3. Faktor Fisiologis
a. Waktu penggantian musin (mucin turn over)
Penggantian molekul musin secara alamiah dari lapisan mukus,
penting untuk 2 hal. Pertama, penggantian musin diperkirakan akan
membatasi waktu tinggal mukoadhesif pada lapisan mukus. Seberapa pun
kekuatan mukoadhesif, mukoadhesif akan lepas dari permukaan karena
penggantian musin. Kecepatan penggantian akan berbeda dengan
keberadaan mukoadhesif. Kedua, penggantian musin akan melarutkan
sejumlah molekul musin. Molekul ini berinteraksi dengan mukoadhesif
sebelum terjadi interaksi dengan lapisan mukus.
9
Penggantian musin tergantung pula pada faktor lain seperti
keberadaan makanan. Kecepatan penggantian musin baik pada keadaan
lambung kosong maupun penuh dapat membatasi waktu tinggal sediaan
mukoadhesif karena jika mukus lepas dari membran, polimer bioadhesif
tidak dapat menempel lebih lama.
b. Penyakit tertentu
Adanya penyakit yang dapat merubah sifat-sifat fisikokimia dari
mukus. Perubahan struktural mukus pada kondisi penyakit ini belum
diketahui secara pasti. Jika mukoadhesif akan digunakan dalam keadaan
sakit, maka sifat mukoadhesi harus terlebih dahulu dievaluasi pada kondisi
yang sama.
2.4 Karakteristik Polimer Mukoadhesif
Beberapa karakteristik yang dipertimbangkan:
– Polimer memiliki produk degradasi yang non-toksik dan tidak bersifat
mengabsorbsi pada saluran mukosa.
– Tidak bersifat iritan pada membran mucus.
– Tidak memiliki ikatan kovalen yang kuat dengan permukaan sel epitel mucus.
– Dapat menghantarkan obat secara cepat menuju suatu jaringan dan
harus bisa mengantarkan agen aktif obat pada site spesifiknya.
– Dapat bekerja bersama dengan obat dan tidak mengalami hidrasi yang
berlebihan pada pelepasan obat.
– Polimer tidak mengalami dekomposisi pada penyimpanannya.
– Harga dari polimer terjangkau.
– Dapat bercampur dengan zat aktif namun tidak menghalangi pelepasan obat,
dan memiliki kestabilan yang baik.
Karakteristik-karakteristik tersebut dipengaruhi oleh sifat fisikokimia
polimer, seperti muatan, adanya ikatan hidrogen, hidrofobisitas, fleksibilitas, dan
bobot molekul. Faktor lingkungan yang perlu diperhatikan meliputi kelarutan,
10
pH, kekuatan ionik, dan kehadiran garam lain (misalnya garam empedu) atau
makromolekul lain (misalnya antibodi, enzim, atau polisakarida).
Polimer mukoadhesif dapat bersifat biodegradabel maupun non-
biodegradabel. Beberapa sifat fisikokimia polimer yang berpotensi
memberikan sifat adhesif antara lain:
1. Memiliki berat molekul yang besar (>100000 Da), dibutuhkan untuk
menghasilkan interpenetrasi dan pembelitan dengan rantai musin.
2. Berupa molekul hidrofilik yang mengandung sejumlah besar gugus
fungsional sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan musin.
3. Polielektrolit anionik dengan densitas muatan hidroksil dan karboksil
yang tinggi.
2.5 Keuntungan Polimer Mukoadhesif
Adapun keuntungan penggunaan polimer mukoadhesif adalah sebagai
berikut :
– Dapat membuat obat dengan target spesifik, yaitu pada membran mukosa
pada tubuh seperti pada lambung atau pada usus, sehingga dapat
meningkatkan efektivitas obat.
– Memungkinkan untuk mempertahankan waktu tinggal obat seperti di dalam
saluran cerna, yang akan memberikan respon klinik yang diperpanjang dan
konsisten pada penderita.
– Waktu paruh obat menjadi lebih panjang sehingga dapat meningkatkan
kepatuhan pasien karena dapat menurunkan frekuensi pemberian obat kepada
pasien.
– Kenyamanan penggunaan obat menjadi pada pasien menjadi lebih baik.
11
2.6 Klasifikasi Polimer Mukoadhesif
Polimer mukoadhesif berdasarkan sumbernya, digoolongkan menjadi 2:
1. Polimer sintetik
Contohnya antara lain derivat selulosa (metilselulosa, etilselulosa), poli(asam
akrilat), polietilenoksida, dan polivinil alkohol.
2. Polimer alami
Contohnya antara lain tragakan, natrium alginat, guar gum, karaya gum, lektin,
gelatin, dan pektin.
Sedangkan, berdasarkan mekanisme kerjanya, dapat digolongkan menjadi:
1. Polimer Hidrofilik
Polimer larut air yang akan mengembang setelah mengalami kontak dengan air
dan akan terdisolusi. Contohnya antara lain metil selulosa, hidroksietil selulosa,
karbomer, kitosan, CMC Na, hidroksi propil metil selulosa, termasuk juga
polivinil pirolidon.
2. Hidrogel
Rantai polimer yang memiliki crosslink dan memiliki kemampuan
mengembang yang terbatas di dalam air. Kemampuan ini tergantung pada
gugus fungsional yang bersifat hidrofilik (hidroksil, amino, dan karboksil).
Selain mengabsorbsi air, polimer ini juga memiliki kemampuan adhesi pada
mucus yang melindungi epitel. Contohnya antara lain poli (asam akrilat),
karagenan, natrium alginat, dan guar gum.
3. Polimer termoplastik
Polimer ini meliputi non-erodible neutral polystyrene dan semi-crystalline bio-
erodible. Contohnya antara lain polianhidrida, asam polilaktid, hidroksi propil
metil selulosa, CMC Na.
12
BAB III
POLIMER MUKOADHESIF
3.1. Polimer Alam
3.1.1. Kitosan
Gambar 3.1. Struktur Kimia Kitosan
Nama Kimia
Poly-b-(1,4)-2-Amino-2-deoxy-D-glucose
Sinonim
2-Amino-2-deoksi-(1,4)-b-D-gluKopiranan; Kitosani hidroklorida chitin
deasetilasi; deasetilasi chitin; b-1,4-poly-D-glukosamin; poli-D-
glukosamin; poli-(1,4-b-D-gluKopiranosamin).
Pemerian
Serbuk putih atau putih kekuningan, tidak berbau.
Berat Molekul
10 000–1 000 000
Kelarutan
Sedikit larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol (95%) dan pelarut
organik lainnya.
pH
4,0 – 6,0
13
Fungsi
Agen penyalut, disintegrant, film-forming agent, mukoadhesif, tablet
binder; viscosity increasing agent.
Konsentrasi
5-10 %
Stabilitas
Kitosan stabil pada suhu ruang, meskipun higroskopis setelah
pengeringan. Penyimpanan kitosan dalam wadah yang tertutup rapat
dalam tempat yang dingin dan kering
Inkompabilitas
Kitosan inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat.
Mekanisme sebagai mukoadhesif
Kitosan memiliki gugus NH2, pada suasana asam terionisasi
membentuk NH3+ dan berikatan dengan komponen mukosa yang
bermuatan negatif. Ikatan hidrofobik terjadi antara gugus residu pada
kitosan dengan gugus asetil pada asam sialat. Ikatan hidrogen terjadi
antara gugus hidrogen pada chitosan dengan senyawa penyusun mukosa
lainnya.
Mekanisme mukoadhesi terjadi dalam dua tahap, dimana pada
tahap pertama dikarakterisasi dengan adanya kontak antara kitosan dengan
membran mukus, dengan penyebaran dan pengembangan (swelling) pada
formulasi, menginisisasi dalamnya kontak dengan lapisan mukus. Pada
tahap kosolidasi, kitosan diaktivasi oleh adanya kelembaban, dengan
keadaan tersebut, menyebabkan terjadinya penempelan melalui ikatan
hidrogen atau ikatan elestrostatik pada gugus yang dimiliki kitosan.
14
3.1.2. Pektin
Gambar 3.2. Rumus struktur Pektin
Nama Kimia
Pektin
Sinonim
Metopektin, Metil Pektin, Metil Pektinat, Mexpektin, Pektina, Asam
Pektinat.
Pemerian
Berupa bubuk atau serbuk, berwarna putih kekuningan, tidak berbau dan
memiliki rasa mucilago.
Berat Molekul
30 000–100 000.
Kelarutan
Larut dalam air, tidak larut dalam etanol 95 % dan pelarut organik
lainnya.
pH
6,0–7,2
Fungsi
Adsorben, emulsifying agent, gelling agent, hickening agent, mukoadhesif
Agen penstabil.
Pengunaan
0,5 – 5 %
15
Stabilitas
Pektin bersifat tidak reaktif dan stabil, simpan ditempat yang kering dan
dingin.
Mekanisme sebagai mukoadhesif
Pektin memiliki banyak gugus karboksilat yang dapat berikatan
dengan gugus fungsi yang ada pada musin. Pektin mengalami
pembasahan yang menyebabkan swelling sehingga pektin berkontak
dengan rantai musin pada lapisan mukus. Kemudian gugus karboksil pada
pektin akan berikatan dengan gugus fungsi yang ada pada musin dengan
ikatan hidrogen sehingga pektin menempel pada mukosa, adanya
electrostatic repulsion yang terjadi antara pektin dan mukosa yang
mempertahankan ikatan antara polimer pektin dan mukosa.
3.1.3. Gelatin
Gambar 3.3. Rumus Kimia Gelatin
Nama Kimia
Gelatin
Sinonim
Glatina, Gelatin, Instagel, Kolatin, Solugel, Vitagel.
16
Pemerian
Berwarna kuning, praktis tidak berbau dan berasa, tersedia dalam
translucent sheets, granul ataupun serbuk.
Berat Molekul
20 000–200 000 bergantung pada banyaknya amin yang terikat.
Kelarutan
Praktis tak larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%), eter dan
metanol. Larut dalam gliserin, asam dan basa, namun asam atau basa kuat
dapat mengakibatkan presipitasi. Dalam air, gelatin mengembang dengan
kemampuan sebanyak 5-10 kali air. Gelatin larut dalam air diatas suhu
40°C membentuk larutan koloid, dan membentuk gel pada suhu 35-40°C.
Sistem gel-padat ini bersiat thiksotropik dan heat reversible (dapat
kembali ke bentuk semula dengan pemanasan).
pH
3,8–5,5 (type A)
5,0–7,5 (type B)
Penggunaan
Polimer mukoadhesif dengan konsentrasi 1-2% pada sistem
penghantaran obat GIT, bukal, ocular dan vaginal.
Fungsi
Agen penyalut, film-forming agent, gelly agen, suspending agen, tablet
binder, mukoadhesif, viscosity-increasing agent.
Stabilitas
Gelatin kering stabil dalam udara. Gelatin cair juga stabil untuk
waktu yang lama pada kondisi tempat penyimpanan yang dingin tapi akan
terdegradasi oleh bakteri. Pada temperature dibawah 50C, larutan gelatin
akan depolimerisasi serta akan menurunkan kekuatan gel.
Inkompabilitas
Gelatin merupakan material amfoterik yang akan bereaksi dengan
asam dan basa. Gelatin juga merupakan protein dan memiliki karakteristik
17
kimia seperti dapat terhidrolisis oleh enzim proteolitik akibat kandungan
asam aminonya. Gelatin juga dapat bereaksi dengan aldehid dan gula
aldehid, polimer anionic dan kationik, elektrolit, ion logam, plasticizer,
pengawet, pengoksidasi kuat dan surfaktan. Gelatin dapat mengendap
akibat alkohol, kloroform, eter, garam merkuri dan asam tannat
Mekanisme sebagai mukoadhesif
Sifat anionik yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan
mucin-tipe glikoprotein melalui interaksi karboksil–hidroksil dan gugus
amino.
3.2. Polimer Semisintetis
3.2.1. Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC)
Gambar 3.4. Struktur kimia hidroksipropil metil selulosa
Nama Kimia
Cellulose Hydroxypropil methyl ether
Sinonim
Methocel, Metilselulosa propilengikol eter, metil hidroksipropilselulosa,
Metolose.
18
Pemerian
Berupa serbuk putih atau hampir putih, tidak berbau, tidak berasa.
Berat Molekul
10000 – 1500000
Kelarutan
Larut dalam air dingin, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol
(95%) dan eter; namun larut dalam campuran etanol dan klorometana,
campuran metanol dan diklorometana, dan campuran air dan alkohol.
Larut dalam larutan aseton encer, campuran diklorometana dan propan-2-
ol, dan pelarut organik lain
pH
5, 0- 7,5
Fungsi
Sebagai matriks bioadhesif, matriks penyalut, matriks sustained
release, bahan pengemulsi, matriks mukoadhesif, bahan pensuspensi,
matriks extended release, matriks dalam modifikasi pelepasan. .
Penggunanaan
20-75% ( b/b)
Stabilitas
Serbuk hidroksi propil metil selulosa memiliki stabilitiasnya yang
cukup baik akan tetapi higroskopis setelah dilakukan pengeringan. Sebagai
larutan stabil pada pH 3-11.Serbuk sebaiknya disimpan dalam wadah
tertutup rapat dalam tempat yang sejuk dan kering.
Inkompatibilitas
Agen pengoksidasi, hidroksi propil metil selulosa tidak akan
membentuk kompleks dengan garam logam atau molekul organik ionik
menjadi bentuk yang tidak larut dan mengendap.
19
Mekanisme sebagai mukoadhesif
Hidroksi propil metil selulosa merupakan merupakan polimer
semi sintetis yang bersifat hidrofilik dan biodegradable yang dapat
terdegradasi oleh enzim selulose. Ketika terjadi kontak dengan air atau
cairan GIT maka akan terjadi hidrasi dan peregangan rantai sehingga
dapat membentuk lapisan gel kental. Pelepasan obat dapat terjadi melalui
difusi dan atau erosi dari matriks.
Campuran dari alkil hidroksi alkil selulosa eter yang terdiri dari
gugus metoksi dan hidroksipropil. Maka, gugus hidroksil akan
membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidrofilik fungsional
(karboksil atau hidroksil) pada polimer mukoadhesif sehingga
menghalangi atau mencegah interaksi tegangan permukaan mukosa.
Formasi ikatan hidrogen antara gugus hidrofilik polimer mukoadhesif
dengan lapisan mukus dari permukaan mukosa merupakan faktor yang
menentukan lamanya mukoadhesif yang terjadi.
3.2.2. Polivinil Pirolidon (PVP)
Gambar 3.5. Struktur Kimia Polivinilpriolidon
Povidone merupakan polimer sintetik yang pada dasarnya terdiri
atas kelompok linier 1-vinil-2-pyrrolidinone, derajat polimerisasi yang
menghasilkan polimer dari berbagai berat molekul. Berbagai jenis
Povidone ditandai dengan viskositas yang dinyatakan sebagai nilai K. PVP
K-15 mempunyai derajat viskositas 13-19, PVP K-30 derajat vsikositas
27- 33, PVP K- 60 derajat viskositas 50 – 62, PVP K -90 derajat vsikositas
nya 80-100. Dan PVP K-120 derajat vsikositasnya 108-130.
20
Nama Kimia
1-Etenil-2-piroolidinone homopolimer
Sinonim
Kollidon; Plasdone; poly[1-(2-oxo-1-pyrrolidinyl)ethylene]; polyvidone;
polyvinylpyrrolidone; povidonum; Povipharm; Polivinil; 1-vinyl-2-
pyrrolidinone polymer, Povidone.
Pemerian
Berupa serbuk, berwarna putih kecokelatan, tidak berbau dan higroskopis.
Rumus empiris dan berat Molekul
(C6H9NO)n dengan berat molekul 2500–3 000 000.
Kelarutan
Sangat larut dalam asam, kloroform, etanol (95%), keton, methanol, dan
air. Praktis tidak larut dalam eter, hidrokarbon, dan minyak mineral.
pH
3,0–7,0
Fungsi
Pembentuk film (lapisan), suspending agent, binder, agent mukoadhesif,
agen pengompleks.
Penggunaaan
Untuk sediaan mukoadhesif digunakan konsentrasi 3-10%
Stabilitas
Povidon akan menggelap atau berubah warna menjadi gelap pada
suhu 150C dengan mengurangi kelarutan.
Inkompabilitas
Povidon inkompabilitas dengan garam anorganik, resin alam dan
resin sintetis.
Mekanisme sebagai mukoadhesif
Povidon memiliki sifat hidrofilik dan mudah larut dalam air
sehingga ia mampu menarik air disekitarnya. Semakin cepat dan semakin
banyak jumlah air yang ditarik, semakin cepat pula matriksnya terbasahi
sehingga membentuk gel akan cepat, kemudian adanya gugus hidrofilik
melalui ikatan hidrogen sehingga akan melekat pada membran
21
mukus.Tetapi kemampuan mukoadhesif dari Povidon kurang begitu baik,
biasanya dikombinasikan dengan polimer lain.
(Lalatendu Panigrahi, et al. Design and Characterization of
Mucoadhesive Buccal Patches of Salbutamol Sulphate)
Pada formulasi ini digunakan polimer-polimer yaitu Povidon,
Hidroksi propil metil selulosa, dan Chitosan. Konsentrasi Povidon yaitu
1%, Hidroksi propil metil selulosa 75% dan Carbopol 0,5%. Dari hasil uji
formulasi ini didapatkan bahwa Povidon memiliki sifat mukoadhesif
dengan mekanisme kerja adalah swelling tetapi untuk memaksimalkan
sifat mukoadhesifnya dikombinasikan dengan polimer yang lain.
3.3. Polimer Hidrogel
Hidrogel didefinisikan sebagai rantai polimer cross-linking 3 dimensi yang
memiliki kemampuan menahan air dalam struktur berpori dari polimer tersebut.
Kapasitas penjerapan air oleh hidrogel utamanya disebabkan oleh adanya gugus
fungsional hidrofilik seperti hidroksil, amino dan gugus karboksilat. Secara
umum, peningkatan densitas crosslinking menyebabkan penurunan sifat
mukoadhesif karena mampu menurunkan kemampuan solubilitas dan swelling.
Sifat swellable dari polimer ini dikarenakan adanya penyerapan air dan
berinteraksi (adhesi) dengan mukus yang menutupi sel epitelia pada lambung.
Polimer mukoadhesif hidrogel digunakan untuk memperbaiki
bioavailabilitas obat-obat yang sukar larut air karena mampu meningkatkan waktu
retensi dalam sistem penghantaran dalam saluran pencernaan.
Contoh polimer ini: kopolimer asam poliakrilat-co-akrilamida, karagenan,
Na alginat, guar gum, guar gum termodifikasi, dan lain-lain. Diantara semua
polimer bioadhesif hidrogel, asam poliakrilat-co-akrilamida dipertimbangkan
sebagai polimer mukoadhesif superior, tetapi suhu transisi yang tinggi dan energi
bebas antarmuka yang tinggi dari polimer ini tidak membiarkan pembasahan pada
permukaan mukosa dengan tahap optimal dan menyebabkan kehilangan
interpenetrasi dan interdifusi dari polimer ini sehingga biasanya dikopolimerisasi
dengan PEG atau PVP untuk memperbaiki sifat pembasahannya
22
3.3.1. Karagenan
Gambar 3.6. Struktur Kimia Karagenan
Karagenan dibagi menjadi tiga famili berdasarkan posisi gugus sulfat
dan ada atau tidaknya anhidrogalaktosa.
L-karagenan merupakan polimer non-gel yang mengandung
35% ester sulfat namun tidak mengandung 3,6-
anhidrigalaktosa.
I-karagenan merupakan polimer gel yang mengandung 32%
ester sulfat dan 30% 3,6-anhidrogalaktosa.
K-karagenan merupakan polimer gel yang sangat baik dan
mengandung struktur khusus yang mengandung 25% ester
sulfat dan 34% 3,6-anhidrogalaktosa.
Stabilitas
Karagenan bersifat higroskopis sehingga harus disimpan dalam wadah
yang tertutup rapat, sejuk, dan kering. Tidak stabil pada pH lebih dari 9.
23
Inkompabilitas
Karagenan membentuk kompleks dengan material kationik sehingga akan
merusak sifat fisikokimia (kelarutan, perubahan pH). Karagenan
berinteraksi dengan makromolekul lainnya (contoh : protein) sehingga
akan menimbulkan beberapa efek seperti peningkatan viskositas,
pembentukan gel, stabilisasi atau presipitasi.
Konsentrasi penggunaan
1,5 % karagenan atau kemampuan sebagai polimer mukoadhesif dapat
ditingkatkan dengan co-processed antara karagenan:gelatin dengan
perbandingan 1:1
Mekanisme sebagai mukoadhesif
Karagenan memiliki gugus hidroksil yang berperan penting dalam
pembentukan ikatan hidrogen sehingga mempunyai sifat mukoadesif.
Gugus hidrofil ini akan mengikat air sehingga air akan terjerap pada
matriks. Penjerapan air ini dapat meningkatkan fleksibilitas pada rantai
polimer dimana rantai polimer yang fleksibel dapat membantu dalam
penetrasi dan pembelitan rantai polimer dengan lapisan mukosa sehingga
meningkatkan sifat adhesi. Selain itu, gugus hidrofil juga berfungsi dalam
membentuk ikatan hidrogen dengan jaringan biologis dalam hal ini
jaringan epitel pada saluran pencernaan.
Karagenan dapat digunakan dalam formulasi untuk sediaan oral,
optalmik, dan bukal. Karagenan memiliki sifat mukoadhesi pada daerah
orofaringeal. Selain itu karagenan juga dapat menempel pada membran
vagina sehingga dapat digunakan dalam sediaan untuk vaginal.
24
3.3.2. Na Alginat
Gambar 3.7. Struktur Kimia Na Alginat
Keterangan : M = D-asam mannosiluronat, dan G = L-asam guluronat
Alginat berasal dari dinding sel algae coklat. Natrium alginat
adalah garam natrium dari asam alginat dan merupakan campuran dari
asam poliuronat yang tersusun dari residu D-mannuronat dan asam L-
guluronat.
Kelarutan
Praktis tidak larut etanol (95%), eter, kloroform dan campuran etanol/air
dengan komposisi etanol lebih dari 30%. Praktis tidak larut pelarut organic
lainnya dan pelarut asam dengan pH kurang dari 3. Melarut perlahan
dalam air membentuk larutan koloid kental.
Dalam medium asam (lambung), natrium alginate secara cepat berubah
menjadi asam alginate yang tak larut akibat protonasi H+, yang akan
mengembang sesuai hidrasi
Konsentrasi Penggunaan
Polimer mukoadhesif dengan konsentrasi 1-2% pada sistem penghantaran
obat GIT, bukal, okular dan vaginal.
Stabilitas
Natrium alginat memiliki sifat higroskopis yang stabil pada penyimpanan
dalam wadah yang sejuk, tertutup rapat, dan kelembaban rendah. Na
alginat stabil pada pH 4-10. Zat ini akan mengalami presipitasi pada
25
pHdibawah 3. Larutan Na alginat tidak boleh disimpan dalam wadah
logam.
Inkompabilitas
Dengan turunan akridin, fenilmerkuri asetat dan nitrat, garam kalsium,
logam berat dan etanol konsentrasi > 5%. Konsentrasi kecil elektrolit dapat
meningkatkan viskositas, sedangkan konsentrasi tinggi elektrolit (misalnya
4% NaCl) menyebabkan salting-out.
Mekanisme sebagai mukoadhesif
Digunakan sebagai hidrogel sediaan mukoadhesif pada konsentrasi 1-2%
- Sifat ionik alginate
Alginat merupakan polisakarida bermuatan negatif / anionik
(polianion) yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan mucin-
type glycoprotein melalui interaksi karboksil–hidroxil.
- Tegangan permukaan alginat yang rendah
Tegangan permukaan alginat (31.5 mN/m) lebih rendah dari tegangan
permukaan mucin coated cornea (38 mN/m) sehingga dapat menyebar
dan melekat dengan baik.
- Cepat mengembang (swelling)
Luas permukaan mucus yang kontak dengan polimer lebih luas
sehingga membantu interaksi antar keduanya.
Untuk membentuk matriks hidrogel yang baik, natrium alginat
membutuhkan kation divalen (contoh yang sering digunakan Ca2+
). Kation ini
kemudian akan membentuk kompleks dengan alginat membentuk matriks
hidrogel. Kation ini juga berfungsi dalam membentuk ikatan hidrogen dengan
asam sialat sehingga matriks melekat pada permukaan jaringan epitel. Matriks
antara Ca2+
dengan alginat akan menghasilkan matriks gel yang bersifat rigid
(kaku) tetapi memiliki sifat mukoadhesif yang bagus.
26
Gambar 3.8. a. Rantai Na-alginate; b. Matriks Kalsium Alginat
Gambar 3.9. Kompleks antara Ca2+
dengan Alginat
27
3.3.3. Alginat-Thiol
Thiomer (thiolated polymer) = generasi polimer kedua dalam
bentuk modifikasi eksipien dengan penambahan gugus thiol pada bagian
gugus karboksilat asam alginat. Alginat-thiol dibuat dengan
mencampurkan perbandingan 1:2 alginat dan L-cysteine. Walaupun ikatan
yang terbentuk adalah ikatan kovalen, namun mekanisme mucin-turnover
(mekanisme pergantian musin) dapat membatasi lama dan kuatnya ikatan
polimer pada mucus. Waktu mucin turnover pada manusia terjadi setiap
12-24 jam.
Gugus sulfida pada L-cysteine akan terikat pada molekul
glikoprotein berinteraksi satu sama lain membentuk matriks polimer
crosslinked dan membentuk ikatan kovalen melalui jembatan disulfida
antara polimer dengan mucin. Sehingga, thiolated polymer memiliki sifat
mukoadhesif yang paling kuat diantara eksipien polimer lainnya.
Gambar 3.10. Struktur Alginat-Thiol (L-Cysteine)
28
Gambar 3.11. Sintesis Na-Alginat-Sistein (Thiol) dengan Modifikasi Kimia
menggunakan EDAC (1-Ethyl-3-(3-dimethylaminopropyl) carbodiimide
hydrochloride)
29
Gambar 3.12. Ikatan Kovalen (disulfida) Antara Thiolated Polimer dengan
Musin
3.3.4. Guar Gum
Gambar 3.13. Struktur Kimia Guar Gum
30
Deskripsi:
Merupakan polisakarida hidrokolid dengan BM tinggi yang mengandung
galactan dan mannan yang terhubung melalui ikatan glikosida
Kelarutan:
Praktis tidak larut dalam pelarut organik. Dalam air dingin dan panas, guar
gum terdispersi dan mengembang membentuk massa kental.
Inkompatibilitas:
Kompatibel dengan hidrokoloid dari tumbuhan seperti tragacanth. Tidak
compatibel dengan aseton, etanol, tannin, asam dan basa kuat, serta dengan
ion borat.
Konsentrasi yang digunakan: 3 %
Memiliki kemampuan swelling yang lumayan baik dan memiliki sifat
mukoadhesif yang bagus
Mekanisme polimer mukoadhesif:
Guar gum memiliki gugus hidroksil pada strukturnya sehingga mampu
menghasilkan iktan hidrogen antara guar gum dengan musin sehingga
mampu menghasilkan efek mukoadhesif. Selain itu gugus hidroksil ini
mampu menarik dan menjerap air dari medium sehingga menyebabkan
rantai belitan antara polimer dengan musin sehingga menyebabkan
terjadinya adhesi antara polimer dengan musin.
3.4. Polimer Hidrofilik
Polimer ini merupakan polimer larut air. Polimer polielektrolit memiliki
sifat mukoadhesif yang lebih baik dibandingkan dengan polimer netral. Polimer
polielektrolit anionik seperti asam poliakrilat dan CMC secara luas digunakan
untuk sistem pelepasan dengan prinsip mukoadhesif karena memiliki kemampuan
mengikat musin dengan ikatan hidrogen yang kuat pada lapisan mukosa.
Polimer polielektrolit kationik contohnya berupa chitosan yang telah
dikembangkan untuk polimer adhesif juga karena memiliki biokompatibilitas dan
sifat biodegradabel yang baik. Chitosan akan mengalami interaksi elektrostatik
dengan rantai musin yang bermuatan negatif sehingga menunjukkan sifat
31
mukoadhesif. Polimer non ionik seperti poloxamer, HPMC, Metil Selulosa,
Polivinil Alkohol, PVP juga memiliki sifat sebagai polimer mukoadhesif.
Sejumlah polisakarida dan turunannya seperti chitosan, metil selulosa,
asam hyaluronat, HPMC, HPC, xanthan gum, gellan gum, guar gum, dan
karagenan dapat digunakan dan diterapkan untuk sistem penghantaran
mukoadhesif okular (daerah mata). Selulosa dan turunannya memiliki sifat
permukaan aktif sehingga memiliki kapabilitas membentuk lapisan film. Turunan
selulosa dengan energi permukaan yang lebih rendah secara umum digunakan
sebagai sistem okular mukoadhesif karena mampu mengurangi iritasi pada mata.
3.4.1. CMC Na
Gambar 3.14. Struktur kimia CMC Na
Rumus Molekul
Merupakan bentuk garam dari polikarboksimetil eter selulosa.
pH
pH ( larutan 1% w/v) 6.0–8.0
Kelarutan
Praktis tak larut dalam aseton, etanol (95%), eter dan toluen. Mudah
terdispersi dalam air pada semua temperature, membentuk larutan
kolid jernih. Kelarutannya dalam air bervariasi bergantung derajat
substitusinya (DS).
32
Inkompatibilitas
Dengan larutan asam pekat dan larutan garam besi dan logam - logam
seperti alumunium, merkuri dan zink. CMC juga inkompatibel dengan
xanthan gum. Presipitasi terjadi pada pH < 2 dan bila dicampur dengan
ethanol (95%). CMC Na membentuk kompleks coacervates dengan
gelatin dan pektin. CMC membentuk kompleks dengan kolagen dan
dapat mengendap dengan beberapa protein bermuatan positif.
Penggunaan
Sebagai polimer mukoadhesif dengan konsentrasi 1% pada sistem
penghantaran obat GIT, bukal, ocular dan vaginal.
Mekanisme sebagai mukoadhesif
- Polimer anionik
CMC merupakan polimer bermuatan negatif / anionik (polianion)
yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan mucin-type
glycoprotein melalui interaksi karboksil–hidroksil.
- Sifat mengembang (swelling) yang tinggi
Luas permukaan polimer yang kontak dengan lapisan mukus
meningkat sehingga membantu interaksi antara keduanya.
3.4.2. Carbomer
Sinonim
Acrypol, Acritamer, Acrylic Acid Polymer, Carbomera, Carbopol,
Carboxy polymethylene, polyacrylic acid, Carboxyvinyl polymer,
Pemulen, Tego Carbomer.
Karbomer merupakan polimer sintetik dengan BM tinggi dari asam akrilat
yang di crosslink dengan alil sukrosa atau alil eter lainnya dari
pentaerythriol. Karbomer mengandung sekitar 52%-68% asam karboksilat
(COOH) yang dihitung terhadap sediaan kering. Berat molekulnya secara
teoritis diperkirakan sekitar 7 x 105
hingga 4 x 109.
33
Rumus Struktur
Gambar 3.15. Struktur kimia karbomer
Polimer karbomer terbentuk dari pengulangan unit dari asam akrilat. Unit
monomernya ditunjukkan dalam lingkaran merah di atas. Rantai polimer di
crosslinked dengan alil sukrosa atau alil pentaeritriol.
Penggunaan
Bahan bioadhesif, matriks untuk kontrol sediaan lepas lambat, bahan
pengemulsi, menjaga stabilitas emulsi, berperan dalam modifikasi
rheologi, bahan penstabil, bahan pensuspensi, pengikat tablet
Kelarutan
Mengembang dalam air dan gliserin setelah dinetralisasi dengan etanol
95%. Karbomer tidak terlarut, namun dapat mengembang sehingga
memperpanjang pelepasan.
Pemerian
Karbomer berupa serbuk yang berwarna putih, halus, bersifat asam,
higroskopis dengan sedikit bau.
Konsentrasi yang digunakan: 3 - 4 %
Inkompatibilitas
Karbomer berubah warna dengan resorsinol dan inkompatibel dengan
fenol, kationik polimer, asam kuat, dan elektrolit konsentrasi tinggi.
Adjuvant penggunaan antimikroba tertentu juga harus dihindari atau
digunakan dengan konsentrasi rendah. Besi dan logam katalis transisi
dapat menurunkan dispersi karbomer. Kompleks karbomer dengan
beberapa guguas fungsional protein dapat dicegah dengan mengatur pH
34
dispersi dan atau parameter kelarutan dengan menggunakan alkohol dan
poliol yang sesuai. Bentuk kompleks karbomer dengan eksipien lain juga
tergantung dari pH. Penyesuaian pH atau parameter kelarutan dapat
dilakukan.
Mekanisme mukoadhesif
Carbomer merupakan polimer polianionik yang memiliki banyak
gugus karboksil. Muatan anionik ini akan berinteraksi dengan musin
membentuk suatu belitan antara polimer dengan musin dan mengembang
dalam medium cair serta akibat adanya ikatan hidrogen yang berasal dari
gugus karboksil dari carbomer sehingga menghasilkan sifat mukoadhesif.
Bahan bioadesif yang mengandung gugus karboksilat seperti
Carbopol® dalam suasana asam akan menjadi bentuk tak terionisasi yang
akan membentuk ikatan hidrogen dengan asam sialat, rantai oligosakarida,
atau pada protein dari mucin. Pada suasana netral atau sedikit basa bahan
bioadesif akan terionisasi dan terjadi relaksasi belitan-belitan gugus
karboksilat dalam jumlah besar yang disebabkan karena adanya gaya tolak
menolak diantara muatan ion sejenis dari gugus karboksilat. Oleh karena
itu pada suasana netral atau sedikit basa seperti di usus sebagian besar
ikatan berlangsung melalui penetrasi atau interpenetrasi belitan-belitan
tersebut pada permukaan mukus serta ikatan sambung silang antara belitan
dengan mucin.
Kekuatan mukoadhesif akan meningkat dengan meningkatnya
jumlah polimer karena sejumlah polimer tersebut akan menghasilkan
gugus fungsi yang terdisosiasi (COOH) yang akan terikat dengan asam
sialat pada membran mukosa sehingga akan meningkatkan daya
mukoadhesif polimer tersebut.
35
BAB IV
CONTOH FORMULASI
4.1 Formulasi dan Evaluasi in vitro Tablet Bukal Timolol Maleat
Sediaan obat bukal merupakan alternatif yang menarik untuk rute
pemberian obat secara oral, khususnya dalam mengatasi defisiensi yang terkait
dengan dosis. Masalah-masalah seperti metabolisme fase 1 dan degradasi obat di
saluran gastrointestinal dapat dihindari dengan pemberian obat dalam sediaan
bukal. Selain itu, rongga mulut mudah diakses untuk pengobatan sendiri dan dapat
segera dihentikan jika terjadi toksisitas dengan menghentikan pemberian obat.
Pemberian obat bukal yang menggunakan sistem adhesif membutuhkan 3
hal berikut :
a. bioadhesif untuk mempertahankan sistem di dalam rongga mulut dan
memaksimalkan kontak antara obat dengan mukosa
b. pembawa dalam pelepasan obat pada laju yang sesuai di bawah
kondisi mulut
c. strategi untuk mengatasi permeabilitas yang rendah dari mukosa oral.
Penghantaran obat bukal adhesif memberikan waktu pelepasan obat dan
bertindak sebagai bentuk sediaan dengan pelepasan terkontrol.
Mukosa bukal merupakan pilihan tempat yang tepat jika diingikan
pemberian obat yang berkepanjangan karena bukal kurang permeabel
dibandingkan sublingual. Selain itu, terdapat pemberian obat yang sangat baik
dan obat dapat diaplikasikan, diletakkan dan dikeluarkan dengan mudah setiap
saat selama masa pengobatan. Hal tersebut bermanfaat pada Timolol untuk
mengatasi masalah dosis dimana Timolol memiliki waktu paruh yang sangat
pendek. Pelepasan obat yang diperlambat dan peningatan bioavaibilitas dapat
membuat adanya penurunan dosis yang signifikan dan nantinya akan terkait pada
efek samping dosis.
36
Oleh karena itu, penelitian kali ini memformulasikan tablet bukal
mukoadhesif Timolol Maleat menggunakan campuran polimer untuk mencegah
metabolism fase 1, degradasi lambung, dan memberikan efek obat yang
berkepanjangan.
4.1.1 Alat dan Bahan
A. Bahan
1. Timolol Maleat
2. Polietilen Oksida
3. Hidroksi Propil Metil Selulosa
4. Karbopol 934
5. Manitol
6. Magnesium Stearat
7. Talk
B. Alat
1. Timbangan analitik
2. Spektrofotometer FTIR
3. titrator Karl Fisher
4. Alat uji sifat alir
5. Alat uji kerapatan granul
6. Alat uji waktu hancur
7. Spektrofotometer UV-VIS
8. Media cetak tablet rotary
9. Alat uji kekerasan tablet
10. Alat uji kerenyahan tablet
11. Alat uji disolusi
12. Oven
13. alat-alat gelas
37
4.1.2 Formulasi Tablet Bukal Mukoadhesif Timolol Maleat
Tabel 1. Formulasi dari tablet bukal mukoadhesif Timolol Maleat
4.1.3 Metode Pembuatan
Zat aktif, polimer dan eksipien dicampur di dalam mortar selama 15 menit
campuran (sebanyak 150 mg) kemudian dikompres dengan menggunakan
biconcave punch in a single-stroke 8-station rotary machine berukuran 8 mm
4.1.4 Evaluasi pada Tablet Bukal Mukoadhesif Timolol Maleat
Evaluasi yang dilakukan adalah :
1. Bobot rata-rata tablet
2. Uji kekerasan
3. Uji friabilitas (kerapuhan)
4. Uji ketebalan tablet
5. Uji Keseragaman kandungan
6. Uji pH Permukaan
pH lingkungan (pH permukaan) dari tablet bukal diuji untuk memeriksa
adanya efek samping in vivo. pH asam atau basa dapat menyebabkan
iritasi pada mukosa bukal, oleh karena itu pH formulasi dijaga agar
mendekati pH netral. Metode yang digunakan untuk menentukan pH
permukaan tablet (Battenberg et al). Alat yang digunakan adalah gabungan
elektroda kaca. Tablet yang mengembang dijaga agar tetap kontak dengan
air suling sebanyak 5 mL (pH 6.5 ± 0.05) selama 2 jam pada suhu kamar.
38
pH diukur dengan cara menghubungkan elektroda dengan permukaan
tablet, kemudian diseimbangkan selama 1 menit.
7. Uji Bioadhesi
Dalam evaluasi adhesi, penting menggunakan permukaan yang sama yang
memungkinkan pembentukan ikatan adhesif. Dalam penelitian ini,
digunakan mukosa bukal domba sebagai model permukaan mukosa untuk
uji bioadhesi. Segera setelah, mukosa bukal diambil dari domba lalu
dibawa ke laboratorium dalam larutan tyrode dan disimpan dalam
temperatur 40oC. Komposisi dari larutan tyrode (g/L) yaitu 8 sodium
klorida, 0,2 potassium klorida, 0,134 kalsium klorida dihidrat, 1,0 sodium
bikarbonat, 0,05 sodium dihidrogen fosfat, dan 1,0 glukosa.
8. Fabrication of assembly
9. Uji Swelling
6 tablet bukal masing-masing ditimbang (W1) dan ditempatkan secara
terpisah pada cawan petri dengan 5 mL buffer fosfat pH 6,8. Pada interval
waktu 1 jam, 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 8 jam, tablet dikeluarkan dari cawan
petri dan kelebihan air dibuang dengan menggunakan kertas saring. Tablet
yang mengembang ditimbang kembali (W2) dan presentase hidrasi
dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Presentasi Hidrasi : [(W2-W1)/ W1] ×100
10. Uji Disolusi secara In vitro
Uji disolusi dilakukan menurut United States Pharmacopoeia (USP)
XXIV. Metode dayung berputar digunakan untuk menguji pelepasan obat
dari tablet. Medium disolusi terdiri dari 900 mL buffer fosfat (pH 6,8).
Pelepasan dilakukan pada suhu 37°C ± 0.5°C, dengan kecepatan rotasi 50
rpm. Sebanyak 5 mL sampel diambil dengan interval waktu yang telah
ditentukan (1-7 jam) dan volume diganti dengan medium yang segar.
Kemudian sampel disaring melalui kertas saring Whitman no. 40 dan
Timolol dianalisis dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang
296 nm setelah pengenceran yang cukup. Persentase pelepasan obat
menggunakan kurva kalibrasi obat dalam dapar fosfat pH 6,8.
39
11. Uji Kinetik Pelepasan Obat
Dari evaluasi tersebut, yang berkaitan dengan sediaan mukoadhesif ada
pengukuran pH permukaan, uji disolusi dan uji swelling. Maka data dan
analisis yang akan dibahas disini yang berkaitan dengan sediaan
mukoadhesif maka hanya pengukuran pH permukaan, uji disolusi dan uji
swelling.
4.1.5 Hasil dan Analisis
1. Uji pH Permukaan
Nilai pH permukaan untuk semua formulasi yaitu berkisar antara 5,8 –
6,38, dimana batas pH yang baik yang dapat diterima pH saliva yaitu
berkisar antara 5,69 – 6,34. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa
semua formulasi tidak menyebabkan iritasi lokal pada permukaan mukosa.
Tabel 2. Parameter Fisiko Kimia Tablet Bukal Timolol Maleat
2. Uji Bioadhesive
Kekuatan bioadhesif ditunjukkan pada tabel 2. Karakteristik bioadhesif
dipengaruhi oleh konsentrasi polimer bioadhesif. Apabila konsentrasi
polimer meningkat, maka kekuatan bioadhesif dari formula tersebut juga
meningkat. Formulasi F1, F2, F3, dan F4 yang menggunakan Karbopol
934 dan polietilen oksida memiliki kekuatan bioadhesif masing-masing
sebesar 34,5 , 31,4 , 29,5 , dan 27,6 g. sedangkan formulasi F5, F6, F7, dan
40
F8 yang menggunakan karbopol 934p dan HPMC K4M memiliki kekuatan
bioadhesif sebesar 36,5 , 34,1, 33,5, dan 31,5 g
3. Uji Swelling
Hasil pengujian swelling untuk semua formulasi ditunjukkan pada
tabel 3. Semua formulasi secara umum terhidrasi dengan menjaga tablet
tetap kontak dengan air selama 1-8 jam
Hidrasi paling tinggi (swelling) yaitu 80,3 % ditunjukkan pada formulasi
F5. Hal tersebut dikarenakan kecepatan hidrasi dari polimer (karbopol dan
HPMC K4M). Laju swelling tablet meningkat pada formulasi F5 yang
mengandung karbopol 934p dan HPMC K4M dengan rasio perbandingan
1:2,5:10
Tabel 3. Persentase Hidrasi Tablet Bukal Timolol Maleat
4. Uji Disolusi
Formulasi F1, F2, F3, dan F4 yang mengandung obat, polimer karbopol
934 p dan polietilen oksida dalam rasio masing-masing 1:2.5:10, 1:3.5:9,
1:4.5:8 dan1:5.5:7. Profil pelepasan obat kumulatis secara in vitro pada
formulasi F1, F2, F3, dan F4 masing-masing menunjukkan presentase
85.94%, 80.65%, 75.30% dan 73.14%. Di antara keempat formulasi ini,
persentase pelepasan obat yang paling besar adalah F1. Selama penelitian
diamati bahwa tablet dengan formulasi F1 pada awalnya mengembang dan
tidak mengalami erosi selama periode waktu 7 jam.
41
Gambar 4.1. Grafik Pelepasan Obat pada Formulasi F1 – F4
Demikian pula dengan formulasi F5, F6, F7, dan F8 yang mengandung
polimer karbopol 934p dan HPMC K4M dengan rasio masing-masing
1:2.5:10, 1:3.5:9, 1:4.5:8 dan 1:5.5:7. Profil pelepasan obat kumulatis
secara in vitro pada formulasi F5, F6, F7, dan F8 masing-masing
menunjukkan presentase 98.18%, 88.25%, 82.75% dan 76.35%. Diantara
keempat formulasi tersebut, persentase pelepasan obat yang paling besar
adalah F5. Selama penelitian diamati bahwa tablet dengan formulasi F5
pada awalnya mengembang dan tidak mengalami erosi selama periode 7
jam.
Gambar 4.2. Grafik Pelepasan Obat pada Formulasi F5 – F8
42
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi
karbopol 934p dalam formulasi, menyebabkan laju pelepasan obat dari
tablet menjadi menurun. Tapi ketika konsentrasi polimer kedua (polietilen
oksida dan HPMC K4M) ditingkatkan, laju pelepasan obat meningkat. Hal
tersebut disebabkan karena adanya peningkatan hidrasi atau karakteristik
swelling dari polimer dengan peningkatan konsentrasi. Dari keseluruhan
data, diperoleh bahwa formulasi F5 menunjukkan persentase pelepasan
obat yang maksimum yaitu 98,18 % pada jam ke 7.
4.1.6 Kesimpulan
Tablet bukal mukoadesif Timolol Maleat dapat diformulasikan dengan
menggunakan obat, karbopol 93p dan HPMC K4M dengan rasio 1:2.5:10. Hal
tersebut dapat terlihat dari peningkatan konsentrasi karbopol 34p dalam formulasi,
menyebabkan terjadinya penurunan laju pelepasan obat dari tablet. Tetapi ketika
konsentrasi HPMC K4M meningkat, laju pelepasan obat juga meningkat.
4.2 Formulasi dan Evaluasi In-Vitro Tablet Bukal Mukoadhesif
Famotidin
Famotidin merupakan inhibitor kompetitif reseptor-H2 histamin. Aktivitas
farmakologi yang penting dari famotidin yaitu menghambat sekresi lambung.
Konsentrasi asam dan volume basal, noktunal dan sekresi lambung ditekan oleh
famotidin. Hal ini umumnya digunakan dalam ulkus lambung, duodenum ulkus,
penyakit refluks gastro esophageal, dan sindrom Zolinger-Elisons. Famotidin
memiliki bioavaibilitas sebesar 40-45 % karena adanya metabolisme fase 1 yang
ekstensif dan puncak plasma mencapai 1-3 jam. Waktu paruh dari famotidin
adalah sebesar 2,5 – 3,5 jam. Pengobatan yang efektif untuk erosive esophagitis
dan sindrom Zolinger-Elisons memerlukan pemberian dosis Famotidin sebanyak
20 mg selama 4 kali sehari. Dosis konvensional famotidin sebanyak 20 mg dapat
menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam tetapi tidak sampai 10 jam.
Dosis alternativ Famotidin sebanyak 40 mg mengarah ke fluktuasi plasma; dengan
demikian diinginkan famotidin dalam bentuk sediaan sustained release.
Pengembangan dari formulasi ini dimaksudkan untuk memperbaiki bioavaibilitas
43
dengan mencegah metabolisme fase 1 melalui penghantaran obat bukal; Absorbsi
obat disebabkan oleh nilai pka sebesar 7,1 yang menyebabkan obat tidak
terionisasi untuk absorpsi pada pH antara 6,8 – 7,4 di daerah bukal; berat molekul
obat yang rendah (<500 D juga mempengaruhi permeabilitas obat melalui mukosa
bukal; waktu paruh obat antara 2,5-3,4 jam yang menyebabkan pelepasan obat
yang diperlambat melalui mukosa bukal.
4.2.1 Bahan
1. Famotidin
2. Sodium Karboksi Metil Selulosa
3. Karbopol 934 P
4. Laktosa
5. Magnesium stearat
6. Etil Selulosa
7. Talk
8. Aspartam
4.2.2 Formulasi Tablet Bukal Mukoadhesif Famotidin
Tabel 4. Formulasi dari Tablet Bukal Mukoadhesif Famotidin
44
4.2.3 Metode Pembuatan Tablet Bukal Mukoadhesif Famotidin
Metode pembuatan dilakukan dengan cara teknik kompresi langsung
ganda. Dalam teknik ini, lapisan pertama dibentuk dan campuran layer kedua
diletakkan pada lapisan pertama dan dikompresi untuk mendapatkan tablet
bilayer. Komposisi dari lapisan inti mengandung zat aktif, polimer mukoadhesif
(Karbopol-934P, Sodium Karboksi Metil Selulosa), laktosa, Aspartam dan
Lubrikan, sedangkan untuk lapisan belakang digunakan etil selulosa. Zat aktif,
polimer dan eksipien dicampur dan disaring dengan menggunakan saringan
berukuran 60 mesh, dan kemudian campuran tersebut sedikit dikompresi dengan
menggunakan flat faced punch berukuran 8 mm in Rimek 10 station rotary press
untuk memperoleh tablet intermediat atau kurang padat. Demikian pula, campuran
lapisan belakang mengandung etil selulosa yang dicampur, diayak dan dikompresi
pada tablet intermediate yang telah dikompres sebelumnya atau loose compact
untuk memperoleh tablet bilayer. Kekerasan tablet yang diperoleh berkisar 6-7
kg/cm2.
4.2.4 Evaluasi pada Tablet Bukal Mukoadhesif Famotidin
A. Uji Karakteristik Fisik Tablet
1. Bobot rata-rata tablet
2. Uji friabilitas
3. Uji Kekerasan
4. Uji Keseragaman Kandungan
5. Uji Swelling
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan cawan petri yang berisi 10
mL buffer fosfat pH 6,8 dan tablet diletakkan di dalam cawan petri
tersebut. Terlebih dahulu timbang berat awal tablet pada masing-masing
batch (W0) dengan menggunakan electronic balance. Tablet dari masing-
masing batch kemudian diambil pada interval waktu yang berbeda (1, 2, 3,
4, 6, dan 8 jam), setelah itu disaring dengan kertas saring untuk membuang
kelebihan air dari permukaan tablet, dan kemudian ditimbang kembali
(W1). Index swelling (% w/w) ditentukan dengan rumus berikut dan diplot
terhadap waktu.
45
B. Uji in vitro
1. Uji Daya Mukoadhesi
Kekuatan mukoadhesif tablet bukal diukur dengan menggunakan
keseimbangan fisika yang dimodifikasi. Alat disusun seperti pada gambar
3.Metode ini melibatkan mukosa bukal kambing sebagai model membran
mukosa. Mukosa bukal kambing yang masih segar dicuci dengan buffer
fosfat pH 6,8. Kedua sisi neraca diseimbangkan dengan meletakkan beban
dengan berat 5 gram pada sisi sebelah kanan. Sepotong membran segar
ditempelkan pada glass block dengan adhesive sianoakrilat. Glass block
tersebut kemudian diturunkan ke dalam wadah kaca, kemudian diisikan
dengan buffer fosfat isotonik pH 6,8 pada suhu 37± 1 °C, dimana buffer
tersebut hanya mencapai permukaan membran mukosa dan dijaga agar
tetap dalam kondisi lembab. Tablet mukoadhesif ditempelkan dengan
adhesive yang sama pada rubber block pada sisi sebelah kanan dan balok
keseimbangan yang diberi beban seberat 5 gm pada pan sebelah kanan
kemudian dihilangkan. Hal tersebut dapat menurunkan rubber block
bersama dengan tablet dengan berat 5 gm. Keseimbangan dijaga pada
posisi ini selama 3 menit dan lalu perlahan-lahan air ditambahkan ke
dalam wadah plastik pada pan sebelah kanan dengan menggunakan pipet.
Berat air kemudian diukur. Lalu kekuatan mukoadhesif tablet dihitung. 3
tablet diuji pada masing-masing membran mukosa bukal kambing. Setelah
masing-masing pengukuran tersebut, jaringan dicuci dengan buffer fosfat
pH 6,8 dan dibiarkan selama 5 menit sebelum percobaan berikutnya.
Membran segar digunakan untuk masing-masing batch tablet.
46
Gambar 4.3. Susunan alat untuk menguji kekuatan mukoadhesif secara in
vitro (1. Rubber block ; 2. Tablet mukoadhesif ; 3. Glass Block ; 4. Buffer
fosfat pH 6,8 ; 5. Mukosa Bukal)
2. Pengukuran pH permukaan
pH lingkungan (pH permukaan) dari tablet bukal diuji untuk memeriksa
adanya efek samping in vivo. pH asam atau basa dapat menyebabkan
iritasi pada mukosa bukal, oleh karena itu pH formulasi dijaga agar
mendekati pH netral. Tablet bukal pertama dibiarkan mengembang
dengan menjaga agar tablet-tablet tersebut tetap kontak dengan 5 mL
buffer fosfat pH 6,8 selama 2 jam. pH diukur dengan cara menghubungkan
elektroda dengan permukaan tablet, kemudian diseimbangkan selama 1
menit. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali.
3. Waktu pelepasan obat secara in vitro
4. Uji Disolusi In vitro
Berdasarkan USP tipe 2 , metode yang digunakan yaitu rotating paddle
untuk menguji pelepasan obat dari tablet bilayer. Medium disolusi terdiri
dari 500 mL buffer fosfat pH 6,8. Uji pelepasan dilakukan pada suhu 37 ±
0.5°C, dengan kecepatan rotasi 50 rpm. Lapisan belakang tablet bukal
menempel pada kaca dengan adhesive sianokrilat. Disk diletakkan di
bagian bawah bejana disolusi. Sampel disaring, kemudian dibuat
pengenceran yang sesuai dengan buffer fosfat dan dianalisis dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 272 nm menggunakan
47
Shimadzu UV-Visible1800 double-beam spectrophotometer. Persentase
jumlah kumulatif obat yang dilepaskan dari sediaan dihitung dengan
menggunakan persamaan yang diperoleh dari kurva kalibrasi dengan range
5-35 mg/mL untuk buffer fosfat pH 6,8.
5. Studi permeasi Ex vivo
6. Uji kecepatan disolusi
7. Uji stabilitas optimized batch
Dari evaluasi tersebut, yang berkaitan dengan sediaan mukoadhesif ada
pengukuran pengukuran pH permukaan, uji daya mukoadhesi, uji disolusi
dan uji swelling. Maka data dan analisis yang akan dibahas disini yang
berkaitan dengan sediaan mukoadhesif maka hanya pengukuran pH
permukaan, uji daya mukoadhesi, uji disolusi dan uji swelling.
4.2.5 Hasil dan Analisis
1. Evaluasi fisikokimia
pH permukaan berkisar antara 6,24 – 6,75
Tabel 5. Evaluasi Fisikokimia dari Masing-masing Formulasi Tablet Bukal
Mukoadhesif Famotidin
2. Uji Disolusi
Dalam tujuan investigasi, design faktorial 32 dipilih untuk memeriksa efek
polimer pada tablet matriks, dimana rasio polimer sodium CMC : karbopol
48
934P sebagai faktor X1 dan konsentrasi polimer sebagai faktor X2 dipilih
dalam formulasi. Dari hasil uji pelepasan obat secara in vitro selama 8 jam
dari ke-9 formulasi (F1 – F9) diamati bahwa terdapat peningkatan
konsentrasi polimer (X2) yang menyebabkan adanya efek perlambatan
pelepasan dari konsentrasi faktor polimer (X2). Faktor rasio (X1) polimer
memiliki efek yang relatif pada profil pelepasan obat berdasarkan fraksi
polimer individu. Peningkatan fraksi sodium CMC menyebabkan adanya
perlambatan pelepasan obat karena sifat viskositas dari sodium CMC yang
membentuk lapisan gel yang kental (viscous) di atas lapisan mukoadhesif
tablet bersama dengan karbopol 934 sehingga dapat menyebabkan laju
difusi obat menjadi lama pada medium disolusi dan dapat menghasilkan
sediaan sustained-release. Persentase Pelepasan obat yang paling rendah
dengan konsentrasi yaitu 77,94 % pada formulasi F9 karena konsentrasi
polimer yang lebih besar yaitu 25 % dengan rasio antara sodium CMC :
karbopol 934P (2:1) dan pelepasan obat tertinggi dengan konsentrasi yaitu
102,57 % pada formula F1 dengan konsentrasi polimer paling rendah yaitu
15 % dengan rasio antara sodium CMC : karbopol 934 P (1:2)
Tabel 6. Data Pelepasan Obat secara In Vitro pada Masing-masing
Formulasi
49
Gambar 4.4. Grafik Disolusi Obat pada Formulasi F1 – F9
Gambar 4.5. Grafik yang menunjukkan pengaruh kombinasi polimer pada
pelepasan obat dengan rasio perbandingan antara Sodium CMC : Karbopol
934P yaitu 1 : 2
50
Gambar 4.6. Grafik yang menunjukkan pengaruh kombinasi polimer pada
pelepasan obat dengan rasio perbandingan antara Sodium CMC : Karbopol
934P yaitu 1 : 1
Gambar 4.7. Grafik yang menunjukkan pengaruh kombinasi polimer pada
pelepasan obat dengan rasio perbandingan antara Sodium CMC : Karbopol
934P yaitu 2 : 1
51
Gambar 4.8. Grafik yang menunjukkan pengaruh rasio polimer pada
pelepasan obat dengan konsentrasi polimer 15 %
Gambar 4.9. Grafik yang menunjukkan pengaruh rasio polimer pada
pelepasan obat dengan konsentrasi polimer 20 %
Gambar 4.10. Grafik yang menunjukkan pengaruh rasio polimer pada
pelepasan obat dengan konsentrasi polimer 25 %
52
3. Uji pengembangan (swelling)
Pada pengujian index swelling (X2), konsentrasi polimer memiliki efek
yang positif, adanya peningkatan konsentrasi polimer menyebabkan
peningkatan sifat swelling dari tablet matriks. Sedangkan rasio polimer
sodium CMC : karbopol 934P dengan rasio 1:2 dan 2:1 menunjukkan sifat
swelling yang lebih besar daripada rasio 1:1. Index swelling paling rendah
yaitu sebesar 54,05 % ditunjukkan pada formulasi F2 dengan konsentrasi
polimer yang rendah yaitu 15 % dengan rasio perbandingan antara sodium
CMC dan karbopol 934 P (1:1). Sedangkan indeks swelling yang paling
besar yaitu 100,62 % yang ditunnjukkan pada formulasi F9 dengan
konsentrasi polimer yang besar yaitu 25 % dengan rasio perbandingan
antara sodium CMC : karbopol 934P (2:1).
Gambar 4.11. Grafik yang menunjukkan index swelling pada masing-
masing formulasi
4. Uji Daya Mukoadhesif
Pada faktor uji daya mukoadhesif (X2) konsentrasi polimer memiliki efek
yang positif dalam sifat swelling, adanya peningkatan konsentrasi polimer
menyebabkan peningkatan daya mukoadhesif pada tablet. Sedangkan efek
faktor (X1) rasio polimer pada daya mukoadhesif bergantung pada fraksi
karbopol 934P dalam formulasi tablet, karena karbopol 934P memiliki
sifat mukoadhesif yang lebih tinggi dan lebih efektif. Daya mukoadhesif
53
yang paling rendah yaitu 9 gm pada formulasi F3 karena konsentrasi
polimer yang rendah yaitu 15 % dengan rasio perbandingan 2:1 antara
sodium CMC : karbopol 934P. sedangkan daya mukoadhesif yang paling
tinggi yaitu 21 gm pada formulasi F7 dengan konsentrasi polimer yang
besar yaitu 25 % dengan rasio perbandingan 1:2 antara sodium CMC :
karbopol 934P
Gambar 4.12. Grafik yang menunjukkan daya mukoadhesi pada masing-
masing formulasi
4.2.6 Kesimpulan
Pengaruh rasio Sodium karboksi metil selulosa dan karbopol 934 P serta
konsentrasi polimer pada laju pelepasan obat diuji dengan menggunakan design
faktorial 32
. Rasio polimer dan konsentrasi polimer keduanya memiliki efek
perlambatan pelepasan obat yang simultan. Formulasi ini memberikan pelepasan
obat yang diperlambat (sustained-release) karena adanya pembentukan lapisan gel
yang kental (viscous) di atas lapisan mukoadhesif tablet karena sifat viskositas
yang dimiliki oleh sodium CMC, sehingga menyebabkan laju difusi obat menjadi
lebih lama dari lapisan mukoadhesif ke dalam medium disolusi. Kombinasi dari
kedua polimer ini membentuk struktur gel yang keras dan padat serta bertindak
sebagai barier difusi obat, yang menyebabkan penurunan dalam pelepasan obat.
Formulasi F1 merupakan formulasi yang optimal yang memberikan konsentrasi
54
pelepasan obat sebesar 102,57 % dalam waktu 8 jam dan formulasi tersebut
memiliki sifat swelling dan mukoadhesif yang optimal.
Selain itu kandungan etil selulosa yang cukup tinggi dalam formulasi
tersebut yaitu 50 mg pada setiap formulasi, digunakan sebagai pengikat karena etil
selulosa bersifat hidrofob sehingga dengan konsentrasi yang tinggi dapat
memperlama pelepasan obatnya dan menghasilkan sediaan sustained-release
4.3 Formulasi Tablet Matriks Mukoadhesif Diltiazem Hidroklorida
Menggunakan Hidroksi Propil Metil Selulosa dan Carbopol 940
Diltiazem hidroklorida digunakan sebagai salah satu model untuk
diformulasikan dalam bentuk sediaan mukoadhesif karena mempunyai waktu
paruh yang pendek yaitu 3-4 jam, sehingga diperlukan frekuensi pemberian cukup
sering. Pemberian dalam bentuk mukoadhesif dapat mengurangi frekuensi
pemberian karena zat aktif akan dilepaskan dari matriks hidrokoloid secara
perlahan dalam jangka waktu yang lama. Sediaan mukoadhesif diformulasikan
dalam bentuk tablet matriks dengan metode granulasi basah. Etil selulosa
digunakan sebagai pengikat karena bersifat hidrofob yang dapat memperlama
pelepasan obatnya
4.3.1 Alat dan Bahan
A. Alat
1. Timbangan analitik
2. Ayakan mesh 12,16, dan 20
3. Spektrofotometer FTIR
4. titrator Karl Fisher
5. Alat uji sifat alir
6. Alat uji kerapatan granul
7. Alat uji waktu hancur
8. Spektrofotometer UV-VIS
9. Media cetak tablet rotary
55
10. Alat uji kekerasan tablet
11. Alat uji kerenyahan tablet
12. Alat uji disolusi
13. Oven
14. alat-alat gelas
B. Bahan
1. Diltiazem hidroklorida
2. Diltiazem hidroklorida BPFI
3. Etil selulosa N 100
4. Hidroksipropil metal selulosa
5. Carbopol 940
6. Etanol 95 %
7. Laktosa
8. Magnesium stearat
9. Talk
10. Asam klorida 0,1 N
11. Natrium klorida
12. Kalium hidrofen fosfat
13. Natrium hidroksida
14. Air suling
4.3.2 Formulasi Tablet Matriks Mukoadhesif Diltiazem Hidroklorida
Tabel 7. Formulasi dari tablet matriks mukoadhesif Diltiazem Hidroklorida
56
4.3.3 Metode Pembuatan Tablet Matriks Mukoadhesif Diltiazem
Hidroklorida
Pada formulasi ini dilakukan dilakukan pembuatan tablet matriks ini
dengan meode granulasi basah.
1. Semua bahan yang diperlukan ditimbang
2. Etil selulosa dilarutkan dalam alkohol 95 %
3. Diltiazem hidroklorida, HPMC, carbopol 940, dan laktosa monohidrat
dicampur homogen, lalu tambahkan larutan etil selulosa sedikit-sedikit
sampai terbentuk massa lembab dan kompak
4. Massa lembab diayak dengan pengayak mesh 12 dan dikeringkan di oven
pada suhu 40oC sampai diperoleh dievaluasi meliputi kadar lembab, uji
homogenitas, sifat alir, dan kompresibilitas
5. Magnesium stearat dan talk ditimbang sesuai dengan bobot granul yang
diperoleh, dicampur dan dicetak menjadi tablet menggunakan mesin tablet
rotary dengan 8 lubang.
4.3.4 Evaluasi pada Tablet Matriks Mukoadhesif Diltiazem Hidroklorida
1. Evaluasi granul matriks
a. Penetapan kadar lembab
b. Uji homogenitas
c. Uji sifat alir
d. Uji kompresibilitas
2. Evaluasi Tablet
a. Uji kekerasan
b. Uji keseragaman ukuran
c. Uji kerenyahan
d. Uji penetapan kadar
e. Uji keragaman bobot
f. Uji disolusi
Uji disolusi tablet diltiazem hidroklorida dilakukan berdasarkan USP
XXVI untuk diltiazem hdroklorida extended release capsule
menggunakan alat-alat dengan kecepatan 100 putaran per menit. Uji
57
disolusi dilakukan menggunakan medium air sebanyak 900,0 ml selama
12 jam. Zat aktif yang terlepas tidak kurang dari 70%. Serapan diukur
pada panjang gelombang maksimum yang telah ditentukan dan jumlah
yang lepas dihitung menggunakan persamaan regresi linier dari kurva
kalibrasi.
g. Uji wash off
Dilakukan menggunakan alat uji waktu hancur. Potongan jaringan
lambung dan usus kelinci segar yang berukuran 2 x 5 cm ditempelkan
diatas objek berukuran 2 x 7 cm dengan bantuan lem siano akrilat.
Sebuah tablet diltiazem hidroklorida dibasahi dengan cairan lambung
dan cairan usus buatan kemudian ditempelkan pada jaringan, kemudian
kaca objek dimasukkan ke dalam tabung kaca dan dimasukkan ke
dalam alat uji waktu hancur. Alat digerakkan naik turun secara lambat
dan teratur (30 kali/menit) dalam media cair lambung atau usus buatan,
suhu diatur 37oC± 2
oC. Selang waktu 1 jam pada medium lambung dan
2 jam pada medium usus. Alat dihentikan dan tablet diamati apakah
masih menempel atau tidak.
Dari evaluasi tersebut, yang berkaitan dengan sediaan mukoadhesif ada uji
disolusi dan uji wash off. Maka data dan analisis yang akan dibahas disini yang
berkaitan dengan sediaan mukoadhesif maka hanya uji disolusi dan uji wash off.
4.3.5 Hasil dan Analisis
1. Uji Disolusi
Hasil uji disolusi tablet lepas terkendali diltiazem hidroklorida dalam
medium air selama 12 jam menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi carbopol 940 jumlah diltiazem hidroklorida yang dilepas
semakin kecil. Berturut-turut dari formula I – V adalah 75,99%; 74,08%;
73,07%; 72,03%; dan 71,29%. Kelima formula memenuhi persyaratan
USP 26 untuk diltiazem hidroklorida extended capsule yaitu setelah 12
jam melepaskan tidak kurang dari 70%. Jumlah yang dilepas setelah 3 jam
pada semua formula masih terlalu besar yaitu berturut-turut dari formula I
– V sebesar 44,45%; 39,74%; 38,23%; 34,73%; dan 33,56%. Persyaratan
58
yang diberikan antara 10 – 25%, hal ini kemungkinan disebabkan oleh
jumlah laktosa yang berperan menciptakan pori pada matriks tablet masih
cukup besar sehingga pada jam-jam pertama pelepasan diltiazem
hidroklorida masih relatif cepat.
Tabel 8. Hasil disolusi tablet lepas terkendali diltiazem hidroklorida
2. Uji Wash off
Hasil uji wash off tablet matriks dalam medium cairan lambung buatan
tanpa enzim hanya formula I dan II yang bersifat adhesif terhadap mukosa
lambung dan waktu mukoadhesifnya selama 2 jam. Di dalam medium
cairan usus buatan tanpa enzim tidak ada perbedaan waktu mukoadhesif
pada semua
formula yaitu setelah 8 jam masih melekat pada mukosa usus. Hal ini
menunjukkan bahwa carbopol 940 mempunyai kekuatan mukoadhesif
yang besar terhadap mukosa usus, sedangkan HPMC lebih lemah. Waktu
transit yang panjang di saluran cerna dapat digunakan untuk mengatur
pelepasan obat lebih lama.
4.3.6 Kesimpulan
Kombinasi carbopol 940 dan HPMC dapat digunakan untuk
memperpanjang waktu tinggal sediaan tablet di dalam saluran cerna sehingga
pelepasan obat dapat dikendalikan. Semakin tinggi konsentrasi carbopol 940,
jumlah diltiazem hidroklorida yang dilepas semakin rendah.
59
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Mukoadhesif adalah sistem penghantaran obat yang memanfaatkan sifat-
sifat musin dalam mukosa saluran cerna. Sistem penghantaran ini digunakan
untuk memformulasikan sediaan lepas terkendali dengan tujuan memperpanjang
waktu tinggal obat tersebut di saluran cerna dan mengatur kecepatan serta jumlah
obat yang dilepas. Sistem penghantaran obat mukoadhesif ini dapat dimanfaatkan
untuk mengembangkan sediaan bukal, sublingual, vaginal, rektal, nasal, okular,
serta gastrointestinal.
Mekanisme adhesi dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu :
1. Terjadi kontak (melalui pembasahan) antara sediaan mukoadhesif dengan
membran mukus.
2. Tahap interpenetrasi, yaitu terjadi penetrasi dari bioadhesif ke jaringan atau ke
permukaan membran mukosa.
Beberapa contoh polimer mukoadhesif adalah kitosan, pektin, gelatin,
hidroksipropil metil selulosan, polivinil pirolidon, karagenan, Na alginat, alginat
thiol, guar gum, CMC Na, karbomer, dan lain-lain.
5.2 Saran
Perlu dipelajari lebih lanjut mengenai sistem penghantaran mukoadhesif
karena banyak sekali keuntungan yang diperoleh dari sistem penghantaran obat
ini.
60
DAFTAR PUSTAKA
Abd Elhady, S Seha. Et all. 2003. Development of In Situ Gelling and
Muchoadhesive Mebeverine Hydroclorida Solution For Rectal
Administration. Saudi Pharmaceutical Journal, Vol. 11, No. 4, October
2003.
Alexander, Amit, et al. 2011. Mechanisme Responsible For Mucoadhesion of
Mucoadhesive Drug Delivery System: A Review. International Journal of
Applied Biology Pharmaceutical Technology Vol 2, 434-445
Alli, Saikh Mahammed Athar, et al. 2011. Oral Mucoadhesive Microcarriers for
Controlled and Extended Release Formulations. International Journal of
Life Science & Pharma Research Vol 1, 41-59.
Andrews G.P., Laverty T.P., Jones, D.S. 2009. Mucoadhesive polymeric platforms
for controlled drug delivery. European Journal of Pharmaceutics and
Biopharmaceutics 71, 505–518.
Bhanja Satyabrata, et al. 2010. Formulation and in vitro evaluation of
mucoadhesive buccal tablets of Timolol maleate. International Journal of
Pharmaceutical and Biomedical Research, 1(4), 129-134
Bhavsar, Jalpeshkumar D. , Patel, Mukesh R., Patel, Kanu R., Patel, N.M. 2012.
Formulation and In-Vitro Evaluation of Mucoadhesive Buccal Tablet of
Famotidine. International Journal of Pharmaceutical Sciences, ISSN:
0976-7908. India.
Bonacucina, Giulia, Sante Martelli, and Giovanni F. Palmieri. 2004. Rheological,
Mucoadhesive and Properties of Carbopol Gels in Hydrophilic
Cosolvents. Internationa Journal of Pharmaceutics 282, 115-130.
Bonferoni, Maria Cristina, et al. 2004. Carrageenan-Gelatin Mucoadhesive
Systems for Ion-Exchange Base Ophtlamic Delivery: In Vitro and
Preliminary In Vivo Studies. European Journal Pharmaceutics and
Biopharmaceutics 57, 465-472.
61
Carvalho, Flavia Chiva, et al. 2010. Mucoadhesive Drug Delivery Systems.
Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences vol 46.
Martinez, A., et al. 2011. Synthesis and characterization of thiolated alginate-
albumin nanoparticlesstabilized by disulfide bonds. Evaluation as drug
delivery systems. Carbohydrate Polymers 83, 1311-1321
Nep, Elijah I, and Barbara R Conway. 2011. Grewia Gum 2: Mucoadhesive
Properties of Compacts and Gels. Tropical Journal of Pharmaceutical
Research Pharmacotheraphy Group, 393-400.
Panigrahi, Lalatendu. Pattanaik, Snigdha. Ghosal, K Saroj. 2004. Design and
Characterization of Muchoadhesive Buccal Patch of Salbutamol Sulphate.
Acta Poloniae Pharmaceutica- Drug Research. Vol. 61. No. 5 pp. 351-360
Raymond C. Rowe, Paul J Sheskey, Quinn E Marian. 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipients 6th
ed. USA: Pharmaceutical Press.
Roy, S., et al. 2009. Polymers in Mucoadhesive Drug Delivery System: A Brief
Note. Designed Monomer and Polymers 12, 483-495.
Saikh, A.A., Y.D. Pawar, and S.T. Kumbhar. 2012. An In-Vitro Study for
Mucoadhesion and Control Release Properties of Guar Gum and Chitosan
in Itraconazole Mucoadhesive Tablets. International Journal of
Pharmaceutical Sciences and Research Vol 3, 1411-1414.
Serra, Laura., Josep Domenech., and Nicholas A. Peppas. 2009. Engineering
Design and Molecular Dynamics of Mucoadhesive Drug Delivery Systems
as Targeting Agents. European Journal of Pharmaceutics and
Biopharmaceutics 71, 519-628.
Sofiah, S., Faizatun, Riyana, Y. 2007. Formulasi Tablet Matriks Mukoadhesif
Diltiazem Hidroklorida Menggunakan Hidroksi Propil Metil Selulosa dan
Carbopol 940. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 5(2). 53-58
Sriamornsak, Pornsak. Wattanakorn, Nathaya, Takeuchi, Hirofumi. 2010. Study
on the mucoadhesion mechanism of pectin by atomic force microscopy and
62
mucin-particle method. ScienceDirect. Carbohydrate Polymers 79 (2010)
54–59.
Sudhakat, Yajaman, Ketousetou Koutsu, and A.K. Bandyopadhyay. 2006. Buccal
Biadhesive Drug Delivery – A Promising Option for Orally Less Efficient
Drugs. Journal of Controlled Release 114, 15-40.
Sumargo, Fredy., Lannie Hadisoewignyo. 2011. Optimasi Formula Tablet Lepas
Lambat Ibuprofen. Jurnal Farmasi Indonesia Vol 5, 195-204.
Sutrio. Rachmat, Hasan. Rosalina, Mita. 2008. Pengembangan sediaan dengan
Pelepasan di modifikasi Mengandung Furosemid sebagai Model Zat Aktif
menggunakan Sistem Mukoadhesif. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. V,
No. 1, April 2008, 01 – 08
Yadav V.K. et al. 2010. Mucoadhesive Polymers: Means of Improving the
Mucoadhesive Properties of Drug Delivery System. Journal of Chemical
and Pharmaceutical Research, 2(5) : 418-432.