32
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Farah Farhanah binti Mansor N.I.M : 10.2009.341 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl.Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510 Email: [email protected] Abstrak : Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Fasiliti pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di Puskesmas sampai di rumah sakit pusat rujukan masih jauh dari fasiliti pelayanan untuk penyakit PPOK. Disamping itu kompetensi sumber daya manusianya, peralatan standar untuk mendiagnosis PPOK seperti spirometri hanya terdapat di rumah sakit besar saja, sering kali jauh dari jangkauan Puskesmas. Kata kunci : PPOK, Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), asma, bronkitis kronik, emfisema, spirometri.

Makalah ppok

  • Upload
    winaldi

  • View
    63

  • Download
    10

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Citation preview

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIKFarah Farhanah binti MansorN.I.M : 10.2009.341Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,Jl.Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510Email: [email protected] : Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Fasiliti pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di Puskesmas sampai di rumah sakit pusat rujukan masih jauh dari fasiliti pelayanan untuk penyakit PPOK. Disamping itu kompetensi sumber daya manusianya, peralatan standar untuk mendiagnosis PPOK seperti spirometri hanya terdapat di rumah sakit besar saja, sering kali jauh dari jangkauan Puskesmas.Kata kunci : PPOK, Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), asma, bronkitis kronik, emfisema, spirometri.

Pendahuluan Latar belakang masalahBeberapa penyakit paru yang jelas secara anatomi, memberikan tanda kesulitan pernafasan yang mirip, yaitu terbatasnya jalan udara yang kronis, terutama bertambahnya resistensi terhadap jalan udara saat ekspirasi. Bronkitis dan bronkiolitis menambah resistensi pada jalan udara, karena proses peradangan dan sekret yang menyempitkan jalan udara, sedang pada kerusakan karena emfisema, pada dinding septa tidak hanya mengurangi recoil elastik dari paru, tetapi juga sering disertai penyakit jalan udara kecil. Seringkali sulit secara klinik (bila mungkin) membedakan keadaan ini dan lebih dari itu, mereka sering merasa bahwa klinisi lebih senang menghimpun keadaan ini sebagai PPOK (COPD).SkenarioTn Z, 57 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan sesak nafas yang memberat dan terus menerus sejak 5 jam yang lalu. Sejak 1 hari yang lalu mengeluh batuk berdahak warna putih. Pasien mengatakan dirinya tidak demam. Pasien memiliki riwayat merokok sejak usia 30 tahun sebanyak 1-2 bungkus/hari. Keluhan seperti ini sudah beberapa kali timbul, sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafas terasa berat terutama jika beraktifitas berat dan terutama bila dirinya sedang demam dan batuk. PF : TD : 120/70 mmHg, frekuensi nadi : 100x/menit, frekuensi nafas : 32x/menit, suhu 36C, KU : tampak sakit sedang, kesadaran : compos mentis, mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mulut : sianosis (-), leher : tidak teraba perbesaran KGB, JVP 5-2 cm H2O, tiroid tidak teraba membesar, thorax pulmo : Inspeksi simetris dalam keadaan statis dinamis, retraksi intercostals (+), Palpasi taktil fremitus simetris. Perkusi : sonor pada kedua lapang paru, Auskultasi SN vesikuler, wheezing +/+, ronki basah kasar minimal +/+. Cor : BJ I-II murni regular, murmur (-), gallop (-), abdomen : perut datar, NT (-), bising usus (+) normal, ekstremitas : sianosis ringan jari-jari tangan, clubbing finger (-), akral hangat, perfusi < 3 detik, oedema (-). Lab : Hb : 16g/dL, leukosit : 6500/L, trombosit : 300.000/L, thorax photo : tampak sela iga melebar.HipotesisTn Z, 57 tahun sesak nafas berat, batuk berdahak putih, riwayat merokok, pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nafas 32x/menit, retraksi interkostal, wheezing, ronki basah kasar minimal, sianosis ringan jari-jari tangan dan thorax photo tampak sela iga melebar diduga menderita penyakit paru obstruksi kronik.

Fokus penelitianBerdasarkan kasus, beberapa masalah yang dapat dikenalpasti. Antaranya adalah: Anamnesis Pemeriksaan fisik dan penunjang Diagnosisa) Working diagnosis (WD)b) Differential diagnosis (DD) Etiologi Epidemiologi Patofisiologi Penatalaksaan (terapi) Komplikasi Prognosis PencegahanAnamnesisPerpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala (simptom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam menentukan diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis harus dilakukan secara tenang, ramah dan sabar, dalam suasana yang rahasia dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien.Buatlah catatan penting selama melakukan anamnesis sebelum dituliskan secara lebih baik didalam status pasien. Status adalah catatan medik pasien yang memuat semua catatan mengenai penyakit pasien dan perjalanan penyakit pasien. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai, misalnya keadaan gawat darurat, afasia akibat strok dan lain sebagainya.

Tabel 1. AnamnesisPemeriksaanPemeriksaan fisikInspeksi Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu) Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) Penggunaan otot bantu napas Hipertrofi otot bantu napas Pelebaran sela iga Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema tungkai Penampilan pink puffer atau blue bloater

Palpasi Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah

Auskultasi suara napas vesikuler normal, atau melemah terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar jauh

Tabel 2. Pemeriksaan fisik pada PPOK2

Pemeriksaan penunjangTerbagi kepada 2 bagian, yaitu :a) Pemeriksaan rutinb) Pemeriksaan tidak rutin

Pemeriksaan rutinFaal paru Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %-VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.-Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

Uji bronkodilator- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.-Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

Darah rutinHb, Ht, leukosit

RadiologiFoto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lainPada emfisema terlihat gambaran :- Hiperinflasi- Hiperlusen- Ruang retrosternal melebar- Diafragma mendatarJantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)Pada bronkitis kronik : Normal Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

Tabel 3. Pemeriksaan khusus (rutin) pada PPOK2

Pemeriksaan khusus (tidak rutin)Faal paru- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat- DLCO menurun pada emfisema- Raw meningkat pada bronkitis kronik- Sgaw meningkat- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

Uji latih kardiopulmoner- Sepeda statis (ergocycle)- Jentera (treadmill)- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

Uji provokasi bronkusUntuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan

Uji coba kortikosteroidMenilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP 1 pasca bronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid

Analisis gas darahTerutama untuk menilai :- Gagal napas kronik stabil- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Radiologi- CT - Scan resolusi tinggi-Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos- Scan ventilasi perfusiMengetahui fungsi respirasi paru

ElektrokardiografiMengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.

EkokardiografiMenilai fungsi jantung kanan

BakteriologiPemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.

Kadar alfa-1 antitripsinKadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

Tabel 4. Pemeriksaan khusus (tidak rutin) pada PPOK2DiagnosisWorking DiagnosisPenyakit Paru Obstruksi KronisDefinisi PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial.2-3 PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.Bronkitis kronik - Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. 3Emfisema - Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.

Gambar 1. Bronkitis kronik dan emfisema4

Gambar 2. Perbedaan keadaan paru pada keadaan normal dan PPOKDifferential diagnosis1.AsmaDefinisi : Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernafasan yang dihubungkan dengan hiper responsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala pernafasan. Asma menimbulkan gejala episodik berulang : wheezing, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam atau dini hari. Pada pasien yang mengalami asma, hiper responsif bronkial melibatkan perlepasan mediator peradangan, meningkatkan sekresi pada saluran nafas selain terjadinya bronkokonstriksi. Pada kebiasaannya, asma mempunyai episode-episode akut, diasingkan dari periode bebas simptom, dan episode nokturnal merupakan tanda yang sering dikeluhkan pasien. Terdapat berbagai faktor yang dapat menginduksi terjadinya asma yaitu seperti allergen, bahan iritan, infeksi pada saluran nafas, olahraga, selain faktor emosi. Apabila dihindarkan dari faktor-faktor ini, biasanya pasien dapat sembuh. Gejala-gejala yang biasanya didapatkan adalah wheezing, batuk, dan rasa sesak pada dada. Diagnosis asma ditolak karena asma merupakan penyakit yang disertai dengan aliran udara yang reversible, selain tidak didapatkan sebarang riwayat alergi pada pasien.PersamaanTerdapat obstruksi saluran nafas, dapat disertai dengan wheezing, batuk dengan sputum mukoid

PerbedaanAliran udara masih reversible, mempunyai episode akut, kebiasaannya pasien asma mempunyai riwayat alergi, episode nokturnal

Tabel 5. Persamaan dan perbedaan antara PPOK dan asma2. BronkiektasisDefinisi :Suatu keadaan bronkus atau bronkiolus yang melebar akibat hilangnya sifat elastisita dinding otot bronkus yang dapat disebabkan oleh obstruksi dan peradangan yang kronis, atau dapat pula disebabkan oleh kelainan kongenital yang dikenal sebagai sindrom Kartegener, yaitu suatu sindrom yang terdiri atas bronkiektasis, sinusitis, dan dekstrokardia.5Keluhan biasanya berupa sesak, batuk-batuk kronis sekret yang banyak dan kental kadang-kadang bercampur darah (hemoptisis) dan pada pemeriksaan fisik ditemukan suara nafas yang kasar dan ronkhi basah kasar.5Pemeriksaan foto toraks polos tampak gambaran bronkovaskular yang kasar yang umumnya terdapat di lapangan bawah paru, atau gambaran garis-garis translusen yang panjang menuju ke hilus dengan bayangan konsolidasi sekitarnya akibat peradangan sekunder, kadang-kadang juga bisa berupa bulatan-bulatan translusen yang sering dikenal sebagai gambaran sarang tawon ( honey comb appearance).-Diagnosis bronkiektasis ditolak karena perbedaan gambaran pada foto thorax selain tidak didapatkan sebarang riwayat infeksi bronkopulmonari pada pasien.5-6EtiologiFaktor risiko1.Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :Riwayat merokok Perokok aktif Perokok pasif Bekas perokok

Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB),(jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari) x (lama merokok dalam tahun) Ringan : 0-200 Sedang : 200-600 Berat : >600

Tabel 6. Pencatatan riwayat merokok2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja3. Hipereaktivitas bronkus4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di IndonesiaEpidemiologiAkhir-akhir ini chronic obstructive pulmonary disease (COPD) atau penyakit paru obstruksi kronik semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitas yang terus meningkat. Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. 7Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebrovaskular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai 24 miliar per tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa menjelang lensi tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat.Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan meningkat dari keduabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke enam. Merokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.Patofisiologi

Gambar 3. Konsep patogenesis PPOK2Bronkhitis kronik-Keadaan klinis yang jelas dari bronchitis-bronkiolitis kronik adalah hipersekresi dari mukus. Faktor penyebab tunggal yang paling penting adalah perokok, walaupun polusi udara yang lain seperti sulphur dioksida dan nitrogen dioksida dapat menyertainya. Iritan ini secara langsung atau melalui jalur neurohumoral dapat menyebabkan hipersekresi kelenjar mukus bronkus, diikuti oleh hiperplasia dan metaplasia, pembentukan sel-sel goblet yang mengeluarkan musin pada epitel permukaan kedua saluran udara besar ataupun yang kecil.-Sekret ini apabila banyak akan menyebabkan hambatan aliran udara pada saluran udara yang lebih besar. Dalam saluran udara kecil bahkan dapat lebih membuntu, karena adanya emfisema sering menimbulkan hilangnya jaringan penyangga, dan perubahan tekanan udara di dalam bronkioli alveoli menyempitkan jalan udara dan membatasi aliran udara.-Keradangan mikrobial seringkali terjadi, tetapi berperan sekunder. Organisme tuan rumah telah dapat diisolasi dari penderita, namun yang paling sering adalah spesies Klebsiella dan Staphylococcus koagulase positif. Agen virus seperti adenovirus dan rhinovirus sincitia dari pernafasan kadang-kadang juga dapat diidentifikasi.Emfisema-Asal usul dari dua bentuk emfisema, centriacinar dan panacinar, tidak sepenuhnya dipahami. Terdapat opini yang menyatakan bahwa emfisema timbul sebagai konsekuensi dari dua ketidakseimbangan yang kritikal, yaitu ketidakseimbangan protease-antiprotease dan oksidan-antioksidan.8 Ketidakseimbangan tersebut hampir selalu berdampingan, dan pada kenyataannya, efek mereka aditif dalam memproduksi hasil akhir dari kerusakan jaringan.a) Hipotesis ketidakseimbangan protease-antiprotease menyebabkan kenaikan aktivitas elastase dalam paru, kemungkinan diikuti beberapa penghambat dari antielastase. Sumber elastase masih belum dapat ditetapkan, tetapi umumnya dikaitkan dengan rangsangan rokok pada makin banyaknya jumlah neutrofil yang kaya dengan elastase dan enzim katabolik lain, serta makrofag monosit yang mengandung kadar elastase rendah pada kedua paru. Pada perokok, jumlah sel-sel tersebut akan lebih besar dalam paru dari non-perokok. Walaupun makrofag dominan, kadang-kadang juga terdapat neutrofil kemoatraktan.8b)Hipotesis ketidakseimbangan oksidan-antioksidan Pada keadaan normal, paru mengandung komplemen antioksidan ( superoksida dismutase, glutation) yang memastikan kerusakan yang diakibatkan oleh proses oksidasi adalah minimum. Asap rokok mengandung banyak radikal bebas yang dapat mengurangkan mekanisme kerja anti-oksidan, yang dapat memicu pada kerusakan sel. Merokok telah dilaporkan mempercepat inaktivasi alfa 1 antiproteinase karena mengandung oksidan.8PenatalaksanaanTujuan penatalaksanaan :- Mengurangi gejala- Mencegah eksaserbasi berulang- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru- Meningkatkan kualiti hidup penderita

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas :1) penatalaksanaan pada keadaan stabil 2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.1. EdukasiEdukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifatreversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuanpengobatan dari asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal3. Mencapai aktiviti optimal4. Meningkatkan kualiti hidupAgar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala priorit

1.Berhenti merokokDisampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan

2. Penggunaan obat dan jenisnya- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selang waku tertentu atau kalau perlusaja )-Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

3. Penggunaan oksigen-Kapan oksigen harus digunakan-Berapa dosisnya-Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

4. Mengenal dan mengatasi efek samping atau terapi oksigen

5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannyaTanda eksaserbasi :- Batuk atau sesak bertambah- Sputum bertambah- Sputum berubah warna

6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi

7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti

Tabel 7. Skala prioriti edukasi

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :Ringan- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhentimerokok- Segera berobat bila timbul gejalaSedang- Menggunakan obat dengan tepat- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini- Program latihan fisik dan pernapasanBerat- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan- Penggunaan oksigen di rumah2. Obat - obatana. BronkodilatorDiberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikandengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakaninhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat beratdiutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( longacting ).Macam - macam bronkodilator :- Golongan antikolinergikDigunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator jugamengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).- Golongan agonis beta - 2Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaandapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.- Golongan xantinDalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas, bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.b. AntiinflamasiDigunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsimenekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentukinhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.c. AntibiotikaHanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :- Lini I : amoksisilin, makrolid- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid barPerawatan di Rumah Sakit :dapat dipilih- Amoksilin dan klavulanat- Sefalosporin generasi II & III injeksi- Kuinolon per oralditambah dengan yang anti pseudomonas- Aminoglikose per injeksi- Kuinolon per injeksi- Sefalosporin generasi IV per injeksid. AntioksidanDapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein.Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.e. MukolitikHanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.f. AntitusifDiberikan dengan hati hatig. Terapi oksigenIndikasi- PaO2 < 60mmHg atau Sat O2< 90%- PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain

4. Ventilasi MekanikVentilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napaskronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :- ventilasi mekanik dengan intubasi- ventilasi mekanik tanpa intubasi5. NutrisiMalnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :- Penurunan berat badan- Kadar albumin darah- Antropometri- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia) Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresig tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxygen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOKdengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan. Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder darigangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :a) Hipofosfatemib) Hiperkalemic) Hipokalsemid) HipomagnesemiGangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengankomposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.6. Rehabilitasi PPOKTujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualiti hiduppenderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :- Simptom pernapasan berat- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat- Kualiti hidup yang menurunB. Penatalaksanaan PPOK stabilKriteria PPOK stabil adalah :- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik- Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah menunjukkanPCO2< 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg- Dahak jernih tidak berwarna- Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri)- Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan- Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahanPenatalaksanaan di rumah meliputi :1. Penggunakan obat-obatan dengan tepat.Obat-obatan sesuai klasifikasi (tabel 2). Pemilihan obat dalam bentuk dishaler, nebuhaler atautubuhaler karena penderita PPOK biasanya berusia lanjut, koordinasi neurologis dan kekuatan otot sudah berkurang. Penggunaan bentuk MDI menjadi kurang efektif. Nebuliser sebaiknya tidak digunakan secara terus menerus. Penggunaan nebuliser di rumah sebaiknya bila timbul eksaserbasi, penggunaan terus menerus, hanya jika timbul eksaserbasi.2. Terapi oksigenDibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat sedang oksigen hanyadigunakan bila timbul sesak yang disebabkan pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat beratyang terapi oksigen di rumah pada waktu aktiviti atau terus menerus selama 15 jam terutamapada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter3. Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya. Beberapa penderita PPOKdapat menggunakan mesin bantu napas di rumah 4. Rehabilitasi- Penyesuaian aktiviti- Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough)- "Pursed-lips breathing"- Latihan ekstremiti atas dan otot bantu napas5. Evaluasi / monitor terutama ditujukan pada :- Tanda eksaserbasi- Efek samping obat- Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen

C. Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi AkutEksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.Gejala eksaserbasi :- Sesak bertambah- Produksi sputum meningkat- Perubahan warna sputumEksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atasb. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atasc. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baselinePenatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara :- Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yangdigunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser- Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur- Menambahkan mukolitik- Menambahkan ekspektoranBila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.D. Terapi PembedahanBertujuan untuk :- Memperbaiki fungsi paru- Memperbaiki mekanik paru- Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi- Memperbaiki kualiti hidupOperasi paru yang dapat dilakukan yaitu :1. Bulektomi2. Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey (LVRS)3. Transplantasi paru

Gambar 4. Algoritme penatalaksanaan PPOK stabil ringan2

Gambar 5. Algoritme penatalaksanaan PPOK stabil sedang-berat2KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :1. Gagal napasa) Gagal napas kronikHasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2 > 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan :- Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2- Bronkodilator adekuat- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur- Antioksidan- Latihan pernafasan dengan pursed lips breathing b) Gagal napas akut pada gagal napas kronikDitandai oleh :- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis- Sputum bertambah dan purulen- Demam- Kesadaran menurun

2. Infeksi berulangPada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.3. Kor pulmonal- Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kananPrognosisSecara umumnya, prognosis yang didapatkan adalah buruk. PPOK merupakan penyakit yang secara progresif mengalami perburukan, terutama jika pasien terus merokok. Pasien dengan PPOK mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mendapat infeksi paru-paru yang dapat membawa kepada kematian pasien. Apabila terjadi kerusakan yang non-reversible pada paru, jantung juga akan ikut terpengaruh. Pasien dengan PPOK akhirnya mati apabila paru-paru tidak dapat berfungsi dan oksigen tidak bisa masuk ke organ tubuh dan jaringan, atau pada saat terjadinya komplikasi seperti infeksi berat. Pengobatan yang tepat pada PPOK dapat membantu mencegah komplikasi, memperpanjang jangka hidup selain meningkatkan kualitas hidup pasienPencegahanMencegah terjadinya PPOK Hindari asap rokok Hindari polusi udara Hindari infeksi saluran napas berulang

Mencegah perburukan PPOK Berhenti merokok Gunakan obat-obatan secara adekuat Mencegah eksaserbasi berulang

Tabel 8. Pencegahan yang dapat dilakukan pada PPOK

PenutupPPOK adalah manifestasi dari penyakit paru kronik yang progresif dan ireversibel, sehingga pada penampilan klinis (keluhan dan tanda klinis) yang menonjol adalah gambaran adanya perburukan penyakit dari waktu ke waktu. Penatalaksaan yang menyeluruh dapat mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru selain dapat meningkatkan kualiti hidup penderitaKesimpulan Hipotesis diterima.Tn Z, 57 tahun sesak nafas berat, batuk berdahak putih, riwayat merokok, pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nafas 32x/menit, retraksi interkostal, wheezing, ronki basah kasar minimal, sianosis ringan jari-jari tangan dan thorax photo tampak sela iga melebar menderita penyakit paru obstruksi kronik.

Daftar pustaka

1. Setiyohadi B, Supartondo. Anamnesis. Buku Ajar Penyakit Dalam 2009 ; 5 : 25-62. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Diagnosis PPOK. Edisi 2003. Diunduh dari http://www.klikpdpi.com/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid=93, 20 Juli 20113. Robbins SL, Kumar V. Penyakit paru obstruktif menahun. Buku Ajar Patologi II 1995 ; 4 : 137-394. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN. Obstructive pulmonary disease. Robbins Basic Pathology 2007 ; 8 : 484-75. Ekayuda I. Bronkiektasis. Radiologi Diagnostik 2005; 2 : 1106. Bickley LS, Szilagyi PG. Dyspnea ; factors that aggravate, relieve, associated symptoms and setting. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 2009 ; 10 : 314-167. Hisyam B, Riyanto BS. PPOK eksaserbasi akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 2009 ; 5 : 22258. Underwood JCE . Emfisema. Patologi Umum dan Sistematik 2000 ; 2 : 402-4

1