32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik ialah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema ialah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli (GOLD, 2012 ; PDPI, 2006). Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang biasa disebut sebagai PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya (PDPI, 2006 ; Prince, S & Wilson, L, 2006). PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebro

MAKALAH PPOK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PPOK

Citation preview

Page 1: MAKALAH PPOK

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan

aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau

reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau

gabungan keduanya. Bronkitis kronik ialah kelainan saluran napas yang

ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,

sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit

lainnya. Emfisema ialah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh

pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan

dinding alveoli (GOLD, 2012 ; PDPI, 2006).

Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang biasa disebut sebagai PPOK

merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan resistensi

terhadap aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif

nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik

dan emfisema atau gabungan keduanya

(PDPI, 2006 ; Prince, S & Wilson, L, 2006).

PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung,

kanker dan penyakit serebro vaskular. Biaya yang dikeluarkan untuk

penyakit ini mencapai $ 24 milyar per tahunnya. World Health

Organization (WHO) memperkirakan bahwa menjelang 2020 prevalensi

PPOK akan meningkat (Riyanto, B.S & Hisyam, B, 2007).

Di teliti secara epidemiologi di berbagai Negara seperti di Belanda

angka insidensi PPOK ialah 10 – 15 % pria dewasa, 5 % wanita dewasa

dan 5 % anak – anak. Faktor risiko yang utama adalah rokok. Perokok

mempunyai risiko 4 kali lebih besar daripada bukan perokok, dimana faal

paru cepat menurun. Perbandingan penderita PPOK pada pria dan wanita

adalah 3 – 10 : 1. Pekerjaan penderita PPOK sering berhubungan erat

dengan faktor alergi dan hiperreaktifitas bronkus. Di daerah perkotaan,

insidensi PPOK 1 ½ kali lebih banyak daripada di pedesaan

Page 2: MAKALAH PPOK

(Alsagaff, H & Mukty, A, 2008).

2.2. ETIOLOGI dan FAKTOR RISIKO

Etiologi dan faktor resiko terjadinya PPOK adalah merokok,

hiperresponsif saluran napas, infeksi saluran napas pada masa kanak-

kanak, pekerjaan, polusi udara di dalam dan di luar rumah, perokok pasif

dan faktor genetik yaitu defisiensi enzim α1-antitripsin (α1AT)

(Fishman’S, A.P, et al, 2008 ; Kasper, D.L, et al, 2008).

Merokok

Beberapa studi longitudinal memperlihatkan adanya hubungan

dosis-respon antara percepatan penurunan FEV1 (Forced expiration

volume 1 second) dengan intensitas merokok (pak per tahun) dan

prevalens PPOK pada subyek perokok lebih tinggi dengan bertambahnya

usia. Tingginya prevalens PPOK pada pria mungkin dapat dijelaskan

karena tingginya angka perokok pria. Walaupun demikian ada variabilitas

untuk timbulnya PPOK pada perokok (hanya 15% yang berhubungan

dengan berapa pak rokok per tahun). Faktor genetik dan lingkungan

berperan dalam pengaruh rokok terhadap berkembangnya obstruksi

saluran napas (Fishman’S, A.P, et al, 2008 ; Kasper, D.L, et al, 2008).

Hiperresponsif saluran napas

Banyak pasien PPOK memperlihatkan hiperresponsif saluran

napas. Beberapa studi longitudinal yang membandingkan respon saluran

napas pada awal studi dengan penurunan fungsi paru memperlihatkan

bahwa ada hubungan signifikan antara peningkatan respon saluran napas

dengan fungsi paru, sehingga hiperresponsif saluran napas adalah faktor

risiko PPOK (Fishman’S, A.P, et al, 2008 ; Kasper, D.L, et al, 2008).

4

Page 3: MAKALAH PPOK

Pekerjaan

Beberapa jenis pekerjaan dengan paparan spesifik seperti tambang

batubara, tambang emas, debu tekstil kapas adalah faktor risiko terjadinya

PPOK (Fishman’S, A.P, et al, 2008 ; Kasper, D.L, et al, 2008).

Faktor Risiko PPOK

Etiologi & faktor risiko Keterangan

Usia (tua) Gangguan ventilasi, primer efek

kumulatif merokok

Jenis Kelamin Laki-laki lebih beresiko dari wanita

Kebiasaan merokok Berhubungan dengan berapa batang

rokok per-hari dan berapa pak per-

tahun

Polusi udara Di luar ruangan dan di dalam ruangan

(dapur)

Pekerjaan Macam-macam debu yang

menyebabkan hipersekresi mukus :

pekerja tambang batubara, emas dan

cadmium, petani, pemanen gandum,

pekerja pabrik semen dan tekstil.

Status sosial ekonomi Lebih sering pada sosial ekonomi

rendah

Diet Makan ikan banyak mengurangi risiko

pada perokok

Faktor genetic Defisiensi α1-antitripsin adalah risiko

terkuat

Berat lahir dan penyakit saluran napas

waktu kanak-kanak

FEV1 rendah pada berat lahir rendah

dan mortalitas karena PPOK tinggi

setelah dewasa, penyakit kronik pada

masa kanak-kanak predisposisi untuk

penyakit kronik setelah dewasa.

5

Tabel 1. Etiologi & faktor risiko PPOK (Fishman’S, A.P, et al, 2008 ; Kasper, D.L, et al, 2008).

Page 4: MAKALAH PPOK

Penyakit bronkopulmoner rekuren Menyebabkan penurunan fungsi paru

Alergi dan hiperresponsif saluran napas Peningkatan IgE darah dan eosinofil

dan hiperesponsif ditemukan pada

perokok tetapi sebagai faktor risiko

yang signifikan mungkin hanya pada

sebagian perokok

Polusi udara

Beberapa peneliti melaporkan adanya peningkatan gejala saluran

napas pada mereka yang tinggal di kota dibandingkan dengan yang tinggal

di desa yang mungkin berhubungan dengan peningkatan polusi di

perkotaan. Tetapi hubungan polusi udara dengan obstruksi saluran napas

kronik belum jelas. Di negara berkembang tingginya angka PPOK pada

wanita yang tidak merokok diduga berhubungan dengan polusi udara

dalam ruangan, khususnya berhubungan dengan memasak di dapur

(Fishman’S, A.P, et al, 2008 ; Kasper, D.L, et al, 2008).

Perokok pasif

Paparan rokok intra uterin secara signifikan menurunkan fungsi

paru setelah lahir dan paparan rokok terhadap anak-anak mengurangi

pertumbuhan paru. Bahkan perokok pasif berhubungan dengan penurunan

fungsi paru. Berapa besar pengaruh faktor risiko ini terhadap beratnya

penurunan fungsi paru pada PPOK masih belum jelas (Fishman’S, A.P, et

al, 2008 ; Kasper, D.L, et al, 2008).

Faktor genetik

Defisiensi berat enzim a1 antitripsin (a1AT) adalah faktor risiko

genetik untuk terjadinya PPOK disamping adanya determinan genetik

yang lain. Varian lokus protease inhibitor (Pi) yang mengkode a1AT

sudah diketahui. M alel berhubungan dengan kadar a1AT normal. S alel

berhubungan dengan penurunan ringan kadar a1AT. Z alel berhubungan

dengan penurunan bermakna kadar a1AT (muncul pada lebih 1%

6

Page 5: MAKALAH PPOK

penduduk Kaukasia). Jumlah pasien PPOK dengan defisiensi berat a1AT

turunan hanya 1-2%, tetapi mereka memperlihatkan bahwa faktor genetik

berpengaruh besar terhadap kemungkinan berkembangnya PPOK

(Fishman’S, A.P, et al, 2008 ; Kasper, D.L, et al, 2008).

2.3. PATOFISIOLOGI

Faktor resiko utama dari PPOK ini adalah merokok. Komponen-

komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel

penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus

mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-

perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu

sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus

kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus

berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi

dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan

edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi

terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan

sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.

Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya

peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara

progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya

elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang.

Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal

terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.

Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan

terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (Prince, S & Wilson,

L, 2006 ; Sibernagl, S & Lang, F, 2007).

7

Gambar 1. Patogenesis PPOK (PDPI, 2006).

Page 6: MAKALAH PPOK

8

Asap rokok dan polusi udara

Gangguan pembersihan paru

Radang bronkus dan bronkiolus

Obstruksi jalan napas akibat radang

Hipoventilasi alveolar

Bronkiolitis kronikLemahnya dinding bronchial

dan kerusaan alveolar

Predisposisi genetik (defisiensi alfa 1 anti

protease)

Hilangnya septum dan jaringan ikat penunjang

Saluran nafas kecil kolaps saat ekspirasi

Empisema sentrilobular Empisema panlobular

Gambar 2. Patofisiologi PPOK (Prince, S & Wilson, L, 2006 ; Sibernagl, S & Lang, F, 2007).

Page 7: MAKALAH PPOK

2.4. PATOLOGI

Pada kelainan patologi PPOK terdapat bronkitis kronis dan

emfisema Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa

bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan

serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga

udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara

anatomik dibedakan tiga jenis emfisema : (Kumar, R ,et al, 2007 ; Prince,

S & Wilson, L, 2006)

a) Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas

ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat

kebiasaan merokok lama.

b) Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara

merata dan terbanyak pada paru bagian bawah.

c) Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran

napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa

atau dekat pleura.

Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien

PPOK, yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran

nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan

parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim).

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena

perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis,

metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi

jalan napas (Kumar, R ,et al, 2007 ; Prince, S & Wilson, L, 2006 ;

Sibernagl, S & Lang, F. 2007).

9

Page 8: MAKALAH PPOK

2.5. KLASIFIKASI

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat : (GOLD, 2012)

1. Derajat I: PPOK ringan

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan

aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada

derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi

parunya abnormal.

2. Derajat II: PPOK sedang

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%;

50% < VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam

bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan

oleh karena sesak nafas yang dialaminya.

3. Derajat III: PPOK berat

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin

memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi).

10

Gambar 3. Empisema sentriasianar & empisema panasinar (Fishman’S, A.P, et al, 2008).

Page 9: MAKALAH PPOK

Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas

latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas

hidup pasien.

4. Derajat IV: PPOK sangat berat

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%;

VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan

adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.

2.6. DIAGNOSIS

Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak

nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+).

Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dapat

ditegakkan dengan cara : (PDPI, 2006).

Anamnesis

Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit

sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan

perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap

aktivitas. (PDPI, 2006).

Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala

pernapasan.

Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja.

Riwayat penyakit emfisema pada keluarga.

Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat

badan lahir rendah (BBLR).

Infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi

udara.

Batuk berulang dengan atau tanpa dahak.

Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi.

Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya : (PDPI, 2006).

Inspeksi

Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu).

11

Page 10: MAKALAH PPOK

Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal

sebanding).

Penggunaan otot bantu napas.

Hipertropi otot bantu napas.

Pelebaran sela iga.

Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena

jugularis di leher dan edema tungkai.

Penampilan pink puffer atau blue bloater.

Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.

Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak

diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.

Auskultasi

Suara napas vesikuler normal, atau melemah.

Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau

pada ekspirasi paksa.

Ekspirasi memanjang.

Bunyi jantung terdengar jauh.

Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit

kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing.

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,

terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis

sentral dan perifer.

Pursed - lips breathing

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan

ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme

tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal

napas kronik.

12

Page 11: MAKALAH PPOK

Pemeriksaan penunjang (PDPI, 2006).

Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:

Hiperinflasi.

Hiperlusen.

Diafragma mendatar.

Ruang retrosternal melebar.

Corakan bronkovaskuler meningkat.

Bulla & jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance).

Pemeriksaan faal paru (PDPI, 2006).

Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP).

Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau

VEP1/KVP ( % ).

Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%

(VEP1/KVP) < 75 %.

VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk

menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

Uji bronkodilator.

Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada

gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi

sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan

nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai

awal dan < 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK

stabil.

2.7. DIAGNOSIS BANDING

PPOK didiagnosis banding dengan : (PDPI, 2006).

Asma.

SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis).

Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada

penderita pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.

Pneumotoraks.

13

Page 12: MAKALAH PPOK

Gagal jantung kronik.

Bronkiektasis, destroyed lung.

2.8. PENATALAKSANAAN (PDPI, 2006).

Tujuan penatalaksanaan :

Mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang.

Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru serta meningkatkan

kualitas hidup penderita.

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi.

2. Obat – obatan.

3. Terapi oksigen.

4. Ventilasi mekanik.

5. Nutrisi.

6. Rehabilitasi.

1. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang

pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada

asma karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif,

inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah

kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih

bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah

inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan.

2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal.

3. Mencapai aktiviti optimal.

4. Meningkatkan kualitas hidup.

Pemberian edukasi berdasarkan derajat penyakit PPOK :

Ringan

Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel.

14

Page 13: MAKALAH PPOK

Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus,

antara lain berhenti merokok.

Segera berobat bila timbul gejala.

Sedang

Menggunakan obat dengan tepat, program latihan fisik dan pernafasan.

Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini.

Berat

Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi.

Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan.

Penggunaan oksigen di rumah.

2. Obat - obatan

a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis

bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit.

Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan

pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan

pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang

(long acting ).

Macam - macam bronkodilator :

- Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai

bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari).

- Golongan agonis beta 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah

penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat

pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.

Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak

dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan

atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2

15

Page 14: MAKALAH PPOK

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,

karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu

penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

- Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka

panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau

puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau

drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.

b. Anti inflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau

injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih

golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi

jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu

terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan

minimal 250 mg.

c. Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

- Lini I : Amoksisilin.

Makrolid.

- Lini II : Amoksisilin dan asam klavulanat.

Sefalosporin.

Kuinolon.

Makrolid baru.

Perawatan di Rumah Sakit :

- Amoksilin dan klavulanat.

- Sefalosporin generasi II & III per injeksi.

- Kuinolon per oral.

Anti pseudomonas :

- Aminoglikose per injeksi.

- Kuinolon per injeksi.

16

Page 15: MAKALAH PPOK

- Sefalosporin generasi IV per injeksi.

d. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,

digunakan N-asetil-sistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan

eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

e. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan

mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik

dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK

bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

f. Antitusif

3. Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang

menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen

merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi

seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ

lainnya.

Manfaat oksigen :

- Mengurangi sesak.

- Memperbaiki aktiviti.

- Mengurangi hipertensi pulmonal.

- Mengurangi vasokonstriksi.

- Mengurangi hematokrit.

- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri.

- Meningkatkan kualiti hidup.

Indikasi terapi oksigen :

- PaO2 < 60mmHg atau Saturasi O2 < 90%.

17

Page 16: MAKALAH PPOK

- Pa O2 diantara 55 - 59 mmHg atau Saturasi O2> 89% disertai Kor

Pulmonal perubahan P pulmonal, Hematokrit > 55% dan tanda - tanda

gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain.

Macam – macam terapi oksigen :

- Pemberian oksigen jangka panjang.

- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti.

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak.

- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas.

4. Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan

gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada

pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat

digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.

Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :

- Ventilasi mekanik dengan intubasi dan ventilasi mekanik tanpa intubasi.

5. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena

bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang

meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapnia menyebabkan

terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortalitas

PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan

perubahan analisis gas darah.

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

- Penurunan berat badan, kadar albumin darah.

- Antropometri, pengukuran kekuatan otot (kekuatan otot pipi).

- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia).

6. Rehabilitasi PPOK

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan

dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK.

18

Page 17: MAKALAH PPOK

Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis,

psikososial dan latihan pernapasan.

1. Tatalaksana PPOK stabil (PDPI, 2006).

Terapi Farmakologis

a. Bronkodilator

Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak

terjangkau.

Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan

(gejala intermitten).

3 golongan :

Agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol,

terbutalin, formoterol, salmeterol.

Antikolinergik: ipratropium bromid,

oksitroprium bromid.

Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila

kombinasi -2 dan steroid belum memuaskan.

Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada

meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi.

b. Steroid

- PPOK yang menunjukkan respon

pada uji steroid.

- PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi

(derajat III dan IV)

- Eksaserbasi akut.

c. Obat-obat tambahan lain

Mukolitik (mukokinetik,

mukoregulator) : ambroksol, karbosistein, gliserol iodida.

Antioksidan : N-Asetil-

sistein.

19

Page 18: MAKALAH PPOK

Imunoregulator

(imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin.

Antitusif : tidak rutin.

Vaksinasi : influenza,

pneumokokus.

Terapi Non-Farmakologis

a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan

pernapasan, rehabilitasi psikososial.

b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari) : pada PPOK

derajat IV, Analisa Gas Darah :

PaO2 < 55 mmHg, atau

SaO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia.

PaO2 55-60 mmHg, atau

SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer

karena gagal jantung, polisitemia.

Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian

oksigen harus dipantau secara ketat. Oleh karena, pada pasien

PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi

kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan

normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang

menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya

konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus

merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif

kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan

muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk

bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya

memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat

diberi terapi dengan oksigen tinggi.

c. Nutrisi

d. Terapi Pembedahan

- Memperbaiki fungsi paru, memperbaiki mekanik paru.

20

Page 19: MAKALAH PPOK

- Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi.

- Memperbaiki kualiti hidup.

Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :

Bulektomi.

Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume

reduction surgey (LVRS) dan transplantasi paru.

Tabel 2. Penatalaksanaan menurut derajat PPOK (GOLD, 2012 ; PDPI, 2006).

DERAJAT KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN

Semua

derajat

Hindari faktor pencetus

Vaksinasi influenza

Derajat I

(PPOK

Ringan)

VEP1 / KVP < 70 %

VEP1 80%

Prediksi

a. Bronkodilator kerja singkat

(SABA, antikolinergik kerja pendek)

bila perlu

b. Pemberian antikolinergik kerja

lama sebagai terapi pemeliharaan

Derajat II

(PPOK

sedang)

VEP1 / KVP < 70 %

50% VEP1 80%

Prediksi dengan atau

tanpa gejala

1. Pengobatan

reguler dengan

bronkodilator:

a. Antikoline

rgik kerja lama

sebagai terapi

pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomat

ik

2. Rehabilitasi

Kortikosteroid

inhalasi bila

uji steroid

positif

Derajat III

(PPOK

Berat)

VEP1 / KVP < 70%;

30% VEP1 50%

prediksi

Dengan atau tanpa

gejala

1. Pengobatan

reguler dengan 1 atau

lebih bronkodilator:

a. Antikoline

rgik kerja lama

sebagai terapi

Kortikosteroid

inhalasi bila

uji steroid

positif atau

eksaserbasi

berulang

21

Page 20: MAKALAH PPOK

pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomat

ik

2. Rehabilitasi

Derajat IV

(PPOK

sangat

berat)

VEP1 / KVP < 70%;

VEP1 < 30% prediksi

atau gagal nafas atau

gagal jantung kanan

1. Pengobatan reguler dengan 1 atau

lebih bronkodilator:

a. Antikolinergik kerja lama

sebagai terapi pemeliharaan

b. LABA

c. Pengobatan komplikasi

d. Kortikosteroid inhalasi

bila memberikan respons klinis

atau eksaserbasi berulang

2. Rehabilitasi

3. Terapi oksigen

jangka panjang bila gagal nafas

4. Pertimbangkan terapi bedah

2. Tatalaksana PPOK eksaserbasi (PDPI, 2006).

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah:

bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari.

Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan

antibiotika spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H influenzae, M

catarrhalis).

Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:

Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask.

22

Page 21: MAKALAH PPOK

Bronkodilator : inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan)

dan antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat : ditambahkan

aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam).

Steroid : prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.

Steroid intravena: pada keadaan berat.

Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.

Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik.

Indikasi rawat inap :

Eksaserbasi sedang dan berat.

Terdapat komplikasi.

Infeksi saluran napas berat.

Gagal napas akut pada gagal napas kronik.

Gagal jantung kanan.

Indikasi rawat ICU :

Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau

ruang rawat.

Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi.

Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau

perburukan PaO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik

(invasif atau non invasif).

2.9. KOMPLIKASI (GOLD, 2012 ; PDPI, 2006).

1. Gagal napas

- Gagal napas kronik.

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik.

2. Infeksi berulang (80 %) Infeksi S. Pneumonia, H. Influenza.

(Scharschmidt, B.F, 2007).

3. Kor pulmonal.

2.10. PROGNOSIS

23

Page 22: MAKALAH PPOK

Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit

komorbid lain (GOLD, 2012).

24