makalah puasa

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Seperti yang kita ketahui agama islam mempunyai lima rukun islam yang salah satunya ialah puasa, yang mana puasa termasuk rukun islam yang keempat. Karena puasa itu termasuk rukun islam jadi, semua umat islam wajib melaksanakannya namun pada kenyataannya banyak umat islam yang tidak melaksanakannya. Semuanya itu disebabkan mereka tidak mengetahui manfaat dan hikmah puasa. Bahkan, umat muslim juga masih banyak yang tidak mengetahui pengertian puasa, dan bagaimana menjalankan puasa dengan baik dan benar.Banyak orang-orang yang melakasanakan puasa hanya sekedar melaksanakan, tanpa mengetahui syarat sahnya puasa dan hal-hal yang membatalkan puasa. Hasilnya,pada saat mereka berpuasa mereka hanyalah mendapatkan rasa lapar saja. Sangatlah rugi bagi kita jika sudah berpuasa tetapi tidak mendapatkan pahala.

1.2 Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini kami buat adalah :1. Agar ummat islam selalu melaksanakan ibadah puasa dengan baik dan benar.2. Bisa melaksanakan puasa dengan ikhlas3. Untuk mengetahui semua hal yang membahas tentang puasa dan bersangkut paut dengan puasa1.3 Rumusan Masalah 1. Bagaiman pengertian puasa secara bahasa dan istilah?2. Bagaimana ketentuan-ketentuan menjalankan ibadah puasa?3. Apa saja yang membatalkan seseorang untuk menjalankan ibadah puasa?BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Definisi Puasa

Puasa menurut bahasa adalah Shaum (puasa) berasal dari kata bahasa arab yaitu shaama-yashuumu, yang bermakna menahan dari segala sesuatu, seperti makan, minum, hawa nafsu, atau menahan diri dari segala apa yang membatalkan puasa.Adapun puasa dalam pengertian terminology (istilah) agama adalah menahan diri dari makan, minum dan semua perkara yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dengan syarat-syarat tertentu.Sebagaimana firman Allah makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar (Q.S Al-Baqarah:187)2.2 Hukum Puasa

Ditinjau dari hukumnya puasa terbagi menjadi puasa wajib dan puasa sunnah. Puasa wajib adalah puasa yang dilaksanakan pada bulan ramadhan. Yang merupakan salah satu dari rukun islam dan salah satu fardhu dari sekian banyak fardhu.

Berdasarkan firman AllahSubhanahu wa Taala: Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.( QS Al Baqarah 183). (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. ( QS Al Baqarah 184).Hal ini juga dijelaskan oleh hadist berikut, RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallambersabda: Dari Ibnu UmarRadhiyallaahu 'anhu, bahwa RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallambersabda: Islam di tegakan diatas lima perkara, bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, Mendirikan Shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitullah dan berpuasa di bulan Ramadhan.(HR Bukhari-Muslim).Adapun puasa sunnah adalah puasa yang dilaksanakan di luar bulan ramadhan di hari-hari yang telah di contohkan Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasalam yang insyaAllah akan dipaparkan di depan.2.3 Syarat Wajib Puasa1. Beragama Islam.2. Baligh (telah mencapai umur dewasa).3. Berakal.4. Mumayyiz.5. Sehat/ mampu berpuasa.

2.4 Rukun Puasa

a. NiatNiat adalah keinginan dalam hati untuk berpuasa karena ingin menjalankan perintah AllahSubhanahu wa Taaladan mendekat kepada-Nya. Hal ini berdasarkan Firman AllahSubhanahu wa Taala: RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallambersabda:sesungguhnya segala amal tergantung pada niat dan sesungguhnya setiap orang hanya akann mendapat apa yang tlah diniatkan.( HR Bukhari , Muslim, Trmidzi, Ibnu Majah & Nasai).

Jika melaksanakan puasa wajib, maka niat wajib dilakukan pada waktu sebelum fajar. Berdasarkan sabda NabiShallallaahu 'alaihi wa Sallam:Dari Hafshah, telah Bersabda RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam: Barang siapa yang nenetapkan niat puasa sebelum fajar, maka tiada puasa baginya.(HR Tirmidzi & Nasai)Adapun jika melaksanakan puasa sunnah, maka sah berniat setelah terbit fajar dan matahari telah meninggi. Dengan syarat belum memakan apapun. Berdasarkan dalil dari AisyahRadhiyallaahu 'anha. : : . . , : : . AisyahRadhiyallaahu 'anhaberkata bahwa suatu hari RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallamke rumah, kemudian beliau bertanya :Apakah engkau mempunyai makanan?saya menjawab Tidak ada, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabdakalau begitu baiklah, saya puasa. Kemudian pada hari lain beliau datang pula. Lalu kami berkata, Ya Rasullulah, kita telah diberi hadiah kue haisun, beliau berkata mana kue tersebut? Sebenarnya saya dari pagi telah berpuasa, lalu beliau memakan kue tersebut ( HR Jamaah ahli hadist kecuali Bukhori).

b. Menahan Diri

Yaitu menahan diri dari hal - hal yang membatalkan puasa seperti: makan, minum dan hubungan suami istri dari terbit fajar sampai terbenam matahari.Berdasarkan firman AllahSubhanahu wa Taala: . maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah di tetapkan Allah untukmu dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam.(QS Al-Baqarah: 187)

2.5 Macam-Macam Puasa

Ulama madzhab Maliki, Syafii dan hambali sepakat bahwasanya puasa itu terbagi menjadi empat macam, yaitu :1. Puasa wajib, yaitu puasa bulan ramadhan, puasa kifarat, puasa nazar.2. Puasa sunnah (mandub)3. Puasa makruh4. Puasa haram

2.5.1 Puasa Wajib (Fardhu) Puasa wajib atau fardhu yaitu puasa pada bulan ramadhan.

Telah kita ketahui bahwasanya puasa fardhu ialah puasa ramadhan yang dilakukan secara tepat waktu artinya pada bulan Ramadhan secara ada dan demikian pula yang dikerjakan secara qadha. Termasuk puasa fardhu lagi ialah puasa kifarat dan puasa yang dinazarkan. Ketentuan ini telah disepakati menurut para imam-imam madzhab, meskipun sebagian ulama hanafiyah berbeda pendapat dalam hal puasa yang dinazarkan. Mereka ini mengatakan bahwa puasa nazar itu puasa wajib bukan puasa fardhu. dalil dasarnya

Puasa ramadhan adalah fardhu ain bagi setiap orang mukllaf yang mampu berpuasa. Puasa ramdhan tersebut mulai diwajibkan pada tanggal 10 syaban satu setengah tahun setelah hijrah. Tentang dalil dasarnya yang menyatakan kewajiban puasa ramadhan ialah Al-quran, hadits dan ijma. Dalil dari Al-quran iala firma Allah swt : Artinya : (bulan yang diwajibkan berpuasa didalamnya) ialah bu;lan ramdhan, yang didlamanya diturunkan (permulaan) Al-quran.(Al-baqarah : 185)2.5.2 Puasa Sunnah (mandub)Puasa sunnah ialah puasa yang apabila kita kerjakan mendapat pahala, dan apabila kita tinggalkan atau tidak kita kita kerjakan tidak berdosa.

Macam-macam Puasa SunnahAdapun macam macam puasa yang disunnahkan oleh RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallamberdasarkan dalil yang shahih adalah sebagai berikut:

1. Puasa Hari Arafah

Puasa arafah di sunnahkan bagi selain orang yang berhaji yang dilaksanakan tanggal 9 Dzulhijjah, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:Puasa hari arafah itu menghapus dosa dua tahun, setahun yang silam dan setahun yang akan datang. Dan puasa asyura itu menghapus dosa setahun sebelumnya.(HR Muslim).2. Puasa Tasua dan Puasa Asyura

Yaitu puasa yang di laksanakan pada tanggal 9 & 10 muharram. Berdasarkan hadits: jika sampai pada tahun depan Insya Allah kita puasa TasuaBerdasarkan hadits dari Abu HurairahRadhiyallaahu 'anhubahwa RasulullahShallallaahu alaihi wa Sallambersabda :Puasa yang paling utama setelah bulan ramadhan adalah bulan Allah Muharram. Dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.(HR Muslim, Abu Daud, Tirmidzi & Nasai)

3. Puasa 6 Hari di Bulan Syawal

Berdasarkan Sabda NabiShallallaahu alaihi wa Sallam:Barangsiapa berpuasa di bulan ramadhan dan meneruskannya dengan (puasa) enam hari di bulan syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun.(HR Muslim)

4. Memperbanyak Puasa di bulan Syaban

Berdasarkan dalil dari aisyah: .Dari AisyahRadhiyallaahu 'anha, dia berkata. Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali pada bulan ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat Beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam memperbanyak puasa di bulan-bulan lain seperti syaban.(HR Bukhari-Muslim)

5. Puasa Setiap Hari Senin Dan Kamis

Dari Usamah bin Zaid berkata. Sesungguhnya NabiyullahShallallaahu alaihi wa Sallampuasa pada hari senin dan kamis dan RasulullahShallallaahu alaihi wa Sallampernah ditanya perihal puasa itu. RasulullahShallallaahu alaihi wa Sallambersabda:Sesungguhnya segala awal seluruh hamba dipaparkan pada hari senin dan kamis.(HR. Abu Daud).

6. Puasa Tiga Hari Setiap Pertengahan Bulan.

Dari Abdullah bin Amr berkata, RasulullahShallallaahu alaihi wa Sallam Bersabda:Berpuasalah tiga hari pada setiap bulan, karena sesungguhnya kebaikan di kalikan sepuluh, sehingga puasa itu (puasa 3 hari) sama dengan puasa satu tahun penuh. (HR Bukhari Muslim)Juga hadits dari Abu Dzar, dia berkata. RasulullahShallallaahu alaihi wa SallamBersabda :Wahai Abu Dzar jika engkau berpuasa tiga hari dari setiap bulan, maka berpuasalah tanggal tiga belas, empat belas, dan lima belas.(HR. Tirmidzi dan Nasai)

7. Puasa Nabiyullah Dawud

Disunnahkan bagi oramg yang mampu agar berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari. Diterangkan bahwa puasa semacam ini merupakan salah satu macam puasa sunnah yang lebih utama.Berdasarkan sabda RasulullahShallallaahu alaihi wa SallamPuasa yang paling di sukai di sisi Allah adalah puasa Dawud, yaitu berpuasa sehari dan berbuka sehari.(HR Muslim, Nasai dan Ibnu Majjah)

8. Puasa 6 hari di bulan syawalDisunnhakan berpuasa selama 6 hari dari bulan syawal secara mutlak dengan tanpa syarat-syarat9. Puasa bulan rajab, syaban dan bulan-bulan mulia yang lain.Disunnahkan berpuasa pada bulan rajab dan syaban menurut kesepakatan tiga kalangan imam-imam madzhab.Adapun bulan-bulan mulia yaitu ada 4, dan yang tiga berturut-turut yakni: Dzulqadah, dzulhijjah dan Muharram, dan yang satu sendiri yakni bulan Rajab, maka berpuasa pada bulan-bulan tersebut memang disunnahkan .2.5.3 Puasa MakruhPuasa hari jumat secara tersendiri, puasa awal tahun Qibthi, puasa hari perayaan besar yang keduanya disendirikan tanpa ada puasa sebelumnya atau sesudahnya selama hal itu tidak bertepatan dengan kebiasaan, maka puasa itu dimakruhkan menurut tiga kelompok imam madzhab. Namun ulama madzhab syafiI mengatakan : tidak dimakruhkan berpuasa pada kedua hari itu secara mutlaq.2.5.4 Puasa HaramMaksudnya ialah seluruh ummat islam memang diharamkan puasa pada saat itu, jika kita berpuasa maka kita akan mendapatkan dosa, dan jika kita tidak berpuasa maka sebaliknya yaitu mendapatkan pahala. Allah telah menentukan hukum agama telah mengharamkan puasa dalam beberapa keadaan, diantaranya ialah :1. Puasa pada dua hari raya, yakni Hari Raya Fitrah (Idul Fitri) dan hari raya kurban (idul adha)2. Tiga hari setelah hari raya kurban. Banyak ulama berbeda pendapat tentang hal ini(fiqih empat madzhab hal 385)3. Puasa seorang wanita tanpa izin suaminya dengan melakukan puasa sunnat, atau dengan tanpa kerelaan sang suami bila ia tidak memberikan izin secara terang-terangan. Kecuali jika sang suami memang tidak memerlukan istrinya, misalnya suami sedang pergi, atau sedang ihram, atau sedang beritikaf.

2.6 Perkara yang diharamkan, dimakruhkan, dan disunnahkan bagi orang yang berpuasa.

2.6.1 Perkara yang diharamkan

a. Berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan dengan maksudihtiyath(berjaga-jaga).

Hal ini menyelisihi hadist dari Abu HurairahRadhiyallaahu 'anhu, ia berkata bahwa RasulullahShallallaahu alaihi wa Sallambersabda:Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan kecuali seorang yang biasa berpuasa dengan suatu puasa sunnat maka hendaknyalah ia berpuasa.(HR. al-Bukhari dan Muslim)Ash-Shananirahimahullahberkata: Ini menunjukkan haramnya berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan dalam rangka untukihtiyath(berjaga-jaga).An-Nawawirahimahullahberkata: Hukum berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan adalah haram apabila bukan karena kebiasaan puasa sunnah.Maka disimpulkan haramnya puasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan dalam rangkaihtiyath, adapun kalau ia mempunyai kebiasaan berpuasa seperti puasa Senin-Kamis, puasa Daud dan lain-lainnya lalu bertepatan dengan sehari atau dua hari sebelum Ramadhan maka itu tidak apa-apa.

b. Mengkhususkan ziarah kubur menjelang Ramadhan.

Tidaklah tepat ada yang menyakini bahwa menjelang bulan Ramadhan adalah waktu utama untuk menziarahi kubur orang tua atau kerabat (dikenal dengannyadranataunyekar). Kita boleh setiap saat melakukan ziarah kubur agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Namun kesalahannya adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan menyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuknyadranataunyekar.Ini sungguh suatu kekeliruan, karena sama sekali tidak ada dasarnya dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.

c. Padusan, mandi besar atau keramasan menyambut Ramadhan.

Tidaklah tepat amalan sebagian orang yang menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar atau keramasan terlebih dahulu. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi MuhammadShallallaahu alaihi wa Sallam.Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (dikenal denganpadusan) ada juga yang melakukannya dengan campur baur laki-laki dan perempuan dalam satu tempat pemandian umum. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka AllahSubhanahu wa Taala.

2.6.2 Perkara yang dimakruhkan

a. Membersihkan Hidung, Menghirup Air, dan Berkumur-kumur berlebihanSabda RasulullahShallallaahu alaihi wa Sallamkepada seorang sahabat yang minta nashihat tentang wudlu:Sempurnakanlah wudlu, selat-selati diantara jari-jari, dan dalam-dalamlah saat menghirup air ke hidung kecuali engkau dalam keadaan shaum.(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan An-Nasai). NabiShallallaahu alaihi wa Sallamjugabersabda, Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) kecuali jika engkau berpuasa. (HR. Abu Daud no. 142, Tirmidzi no. 788, An Nasai no. 87, Ibnu Majah no. 407, dari Laqith bin Shobroh. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits tersebut hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih.)Ibnu Taimiyah menjelaskan, Adapun berkumur-kumur dan beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) dibolehkan bagi orang yang berpuasa berdasarkan kesepakatan para ulama. Nabishallallahu alaihi wa sallamdan para sahabat juga berkumur-kumur dan beristinsyaq ketika berpuasa. Akan tetapi, dilarang untuk berlebih-lebihan ketika itu.(Majmu Al Fatawa, 25/266)Juga tidak mengapa jika orang yang berpuasa berkumur-kumur meski tidak karena wudhu dan mandi. (Shahih Fiqh Sunnah, 2/112)Jika masih ada sesuatu yang basah yang tersisa sesudah berkumur-kumur- di dalam mulut lalu tertelan tanpa sengaja, seperti itu tidak membatalkan puasa karena sulit dihindari. Ibnu Hajarrahimahullah mengatakan, Jika dikhawatirkan sehabis bersiwak terdapat sesuatu yang basah di dalam mulut (seperti sesudah berkumur-kumur dan masih tersisa sesuatu yang basah di dalam mulut), maka itu tidak membatalkan puasa walaupun sesuatu yang basah tadi ikut tertelan.(Fathul Bari, 4/159)

b. Menggosok gigi atau bersiwak

Seorang sahabat menerangkan bahwa;Aku melihat RasulullahShallallaahu alaihi wa Sallamsedang menggosok gigi padahal ketika itu beliau sedang shaum (HR. Bukhari)Dari Abu Hurairah, Nabishallallahu alaihi wa sallam,Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya akan kuperintahkan mereka untuk menyikat gigi (bersiwak) setiap kali berwudhu.Imam Al Bukhari membawakan hadits di atas (tanpa sanad) dalam judul Bab Siwak basah dan kering bagi orang yang berpuasa. Judul bab ini mengisyaratkan bahwa Imam Al Bukhari ingin menyanggah sebagian ulama (seperti ulama Malikiyah dan Asy Syabi) yang memakruhkan untuk bersiwak ketika berpuasa dengan siwak basah.(Fathul Bari, 4/158)Ibnu Taimiyah menjelaskan, Adapun siwak (ketika berpuasa) maka itu dibolehkan tanpa ada perselisihan di antara para ulama. Akan tetapi, para ulama berselisih pendapat tentang makruhnya hal itu jika dilakukan setelah waktu zawal (matahari tergelincir ke barat). Ada dua pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad dalam masalah ini. Namun yang tepat, tidak ada dalil syarii yang mengkhususkan bahwa hal tersebut dimakruhkan. Padahal terdapat dalil-dalil umum yang membolehkan untuk bersiwak.(Majmu Al Fatawa, 25/266.)Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin mengatakan, Yang benar adalah siwak dianjurkan bagi orang yang berpuasa mulai dari awal hingga akhir siang.(Majmu Fatwa wa Rosail Ibnu Utsaimin, 17/259.)Dalil yang menunjukkan mengenai keutamaan siwak adalah hadits Aisyah. Dari Aisyah, Rasulullahshallallahu alaihi wa sallambersabda,Bersiwak itu akan membuat mulut bersih dan diridhoi oleh Allah.(HR. An Nasai no. 5 dan Ahmad 6/47. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.)Adapun menggunakan pasta gigi ketika puasa lebih baik tidak digunakan ketika berpuasa karena pasta gigi memiliki pengaruh sangat kuat hingga bisa mempengaruhi bagian dalam tubuh dan kadang seseorang tidak merasakannya. Waktu untuk menyikat gigi sebenarnya masih lapang. Jika seseorang mengakhirkan untuk menyikat gigi hingga waktu berbuka, maka dia berarti telah menjaga diri dari perkara yang dapat merusak puasanya.(Majmu Fatawa wa Rosail Ibnu Utsaimin, 17/261-262.).

c. Banyak tidur dan melakukan perbuatan yang sia-sia

Ada di antara kaum Muslimin yang menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan untuk tidur dan bermalas-malasan atau dengan melakukan perbuatan-perbuatan sia-sia seperti main catur, kartu domino, nonton TV, bermain Game, mendengar musik dan semacamnya, dengan dalih untuk menghilangkan kejenuhan sambil mengisi waktu luang menunggu waktu berbuka puasa, padahal akan jauh lebih bermanfaat apabila ia mengisi waktu lowong tersebut dengan membaca al-Quran, mendengarkan kajian-kajian Islam atau membaca buku-buku agama.Orang yang banyak melakukan tidur di bulan Ramadhan melandaskan perbuatannya dengan sebuah hadits dhaif yaitu:Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah.Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Mandah dari Ibnu UmarRadhiyallaahu 'anhudan al-Baihaqi dari Abdullah bin Abi AufaRadhiyallaahu 'anhu.Hadist ini adalah dhaif.

d. Shalat tarawih dengan tergesa-gesa dan tidaktumaninah(tenang)

Pada pelaksanaan shalat tarawih di masjid-masjid sering kita saksikan imam shalat melakukan shalat tarawih dengan tergesa-gesa, terlalu cepat dalam melaksanakan shalat, tidak menyempurnakan sujud, ruku, dan bacaan shalat lainnya. PadahalRasulullahshallallahu alaihi wa sallambersabda,Seburuk-buruk pencuri adalah pencuri di dalam shalat, di mana ia tidak menyempurnakan ruku, sujud, dan kekhusyukannya.(HR. Ahmad)Dan juga sabda beliaushallallahu alaihi wa sallam, Tidak sah shalat seseorang yang tulang punggungnya tidak lurus ketika melakukan ruku dan sujud.(HR. An-Nasai dan At-Tarmidzi)

2.6.3 Perkara yang disunnahkan bagi orang yang berpuasa

1. Makan sahur dengan mengakhirkannya.Para ulama telah sepakat tentang sunnahnya sahur untuk puasa. Meski demikian, tanpa sahur pun puasa tetap boleh.Sabda RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam: Dari AnasRadhiallahu 'anhu, ia berkata; Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallambersabda:"Makan sahurlah kalian, karena (makan) di waktu sahur itu mengandung barakah.".(HR Bukhari dan Muslim)Makan sahur itu menjadi barakah karena salah satunya berfungsi untuk mempersiapkan tubuh yang tidak akan menerima makan dan minum sehari penuh. Selain itu, meski secara langsung tidak berkaitan dengan penguatan tubuh, tetapi sahur itu tetap sunnah dan mengandung keberkahan. Misalnya buat mereka yang terlambat bangun hingga mendekati waktu subuh. Tidak tersisa waktu kecuali beberapa menit saja. Maka tetap disunnahkan sahur meski hanya dengan segelas air putih saja. Karena dalam sahur itu ada barakah.Sabda RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam: Dari Abu Sa'id Al KhudriRadhiyallaahu 'anhuberkata; Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallambersabda:"makan sahur itu berkah, maka janganlah kalian tinggalkan meskipun salah seorang dari kalian hanya minum seteguk air, karena sesungguhnya Allah 'azza wajalla dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur."(HR. Ahmad).2. Menyegerakan berbukaDisunnahkan dalam berbuka puasa dengan menyegerakan dan tidak menunda-nundanya setelah terdengar adzan sholat Maghrib.Sabda RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam: Dari Sahal bin Sa'adRadhiyallaahu 'anhubahwa Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallambersabda:"Senantiasa manusia berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka". (HR. Bukhari dan Muslim)Disunnahkan membaca doa yang matsur dari Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallamketika berbuka puasa. Karena doa orang yang berpuasa dan berbuka termasuk doa yang tidak tertolak. Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallamapabila berbuka beliau mengucapkan: DZAHABAZH ZHAMAA`U WABTALLATIL 'URUUQU WA TSABATIL AJRU IN SYAA-ALLAAH (Telah hilang dahaga, dan telah basah tenggorokan, dan telah tetap pahala insya Allah).(HR. Abu Dawud)3. Memberi makan orang berbukaMemberi makan saat berbuka bagi orang yang berpuasa sangat dianjurkan karena balasannya sangat besar sebesar pahala orang yang diberi makan itu tanpa dikurangi. Bahkan meski hanya mampu member sebutir kurma atau seteguk air putih saja. Tapi yang lebih utama bila dapat memberikan makanan yang cukup dan bisa mengenyangkan perut. Dari Zaid bin Khalid Al Juhani Radhiyallaahu 'anhu berkata; Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallambersabda:"Barangsiapa yang memberi makan orang yang berbuka, dia mendapatkan seperti pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun"Abu 'Isa berkata;"Ini merupakan hadits hasan shahih."(HR. At Tirmidzi)4. Menjaga lidah dan anggota tubuhDisunnahkan untuk meninggalkan semua perkataan kotor dan keji serta perkataan yang membawa kepada kefasikan dan kejahatan. Termasuk di dalamnya adalah ghibah (bergunjing), namimah (mengadu domba), dusta dan kebohongan. Meski tidak sampai membatalkan puasanya, namun pahalanya hilang di sisi AllahSubhanahu wa Taala.Sedangkan perbuatan itu sendiri hukumnya haram baik dalam bulan Ramadhan ataupun di luar Ramadhan. Sabda RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam:Dari Abu HurairahRadhiyallaahu 'anhuberkata,RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallambersabda,Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan bohong, melakukan kebohongan dan perbuatan bodoh, maka Allah tidak memiliki keperluan (tidak akan menerima) apa yang dilakukan seseorang dari menahan makan dan minum (puasa).(HR. Al-Bukhari dan Abu Dawud, dengan lafazh Abu Dawud).5. Memperbanyak sedekahIbnu Rajab al HambaliRohimahullahjuga membawakan sebuah hadits:. RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling dermawan, sedangkan pada bulan Ramadhan, ketika Jibril menemuinya, beliau menjadi lebih dermawan lagi. Adapun Jibril selalu menemui beliau setiap malam pada bulan Ramadhan untuk mengajarinya Al-Quran. Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, ketika Jibril menemuinya, lebih dermawan dari angin yang berhembus.(HR. Al-Bukhari dan Muslim)6. Menyibukkan diri dengan ilmu dan tilawahHubungan antara Ramadhan dan Al-Quran sangat kuat, ikatannya amat erat. Sebagaimana yang kita ketahui, Al-Quran adalah kitab AllahSubhanahu wa Taalayang dengannya AllahSubhanahu wa Taalamengeluarkan umat ini dari kegelapan menuju cahaya.RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallambersabda:Puasa dan Al-Quran memberi syafaat kepada hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, Wahai Robbku, aku telah menahannya dari makan dan syahwat pada siang hari, maka berikanlah syafaat kepadaku untuknya. Al-Quran berkata, Wahai Robbku, aku telah menahannya dari tidur di malam hari, maka berikanlah syafaat kepadaku untuknya. Lantas keduanya memberi syafaat kepada hamba tersebut.(HR. Ahmad, dishahihkan al-Abani).7. Shalat TarawihSudah lazim diketahui bahwa shalat malam pada bulan Ramadhan disebut dengan shalat tarawih. Al-Hafizh Ibnu HajarRahimahullahmengatakan , Tarawih adalah bentuk jamak (plural) daritarwihah, yaitu bentuk kata yang bermakna satu kali dari katarahah(istirahat), seperti katataslimahyang berasal dari katasalam. Shalat berjamaah pada setiap bulan Ramadhan disebut shalat tarawih karena pada permulaannya, mereka berkumpul untuk mengerjakannya, mereka beristirahat setiap dua kali salam.Pada suatu malam bulan Ramadhan, RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallampernah keluar, lalu beliauShallallaahu 'alaihi wa Sallammelihat orang-orang mengerjakan shalat di salah satu sudut masjid. Beliau bertanya, Apa yang mereka lakukan?, seorang sahabat berkata, Wahai Rasulullah, mereka itu adalah orang-orang yang tidak memiliki hafalan Al-Quran. Ubay bin Kaab membacakan kepada mereka dan ia menjadi imam dalam shalat mereka. Beliau bersabda, Sungguh baik apa yang mereka lakukan. Atau sungguh tepat apa yang mereka lakukan. Beliau tidak keberatan terhadap apa yang telah mereka lakukan itu. (HR. al-Baihaqi, dishahihkan al-Albani)Anas bin MalikRadhiyallaahu 'anhumenuturkan, RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallammengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan di masjid. Begitu aku datang, aku pun segera mengerjakan shalat disamping beliau. Kemudian datang orang lain yang juga mengerjakan shalat hingga jumlah kami menjadi banyak. Begitu NabiShallallaahu 'alaihi wa Sallammenyadari keberadaan kami di belakang beliau, beliau lantas memperingan shalat. Kemudian, beliau masuk ke dalam rumahnya dan mengerjakan shalat yang tidak beliau kerjakan bersama kami.Anas bin MalikRadhiyallaahu 'anhuberkata, Pada pagi harinya, kami bertanya, Apakah Anda menyadari keberadaan kami tadi malam? Beliau menjawab:Ya, Itulah yang menyebabkan aku melakukan apa yang telah aku lakukan.(HR. Muslim).8. Itikaf dan Mencari Lailatul QadarItikaf Ramadhan adalah kesempatan terbaik bagi orang yang ingin mendapatkan kebahagiaan sejati. Karena di dalamnya terdapat berbagai macam hadiah yang telah disimpan untuk para hamba, tepat pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.Itikaf hukumnya sunnah muakkad. NabiShallallaahu 'alaihi wa Sallammelakukannya secara rutin dalam kehidupan beliau setelah hijrah ke Madinah al-Munawwarah. Itikaf yang dihidupkan oleh RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallamitu pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan dan kurun waktunya terbatas antara Sembilan sampai sepuluh hari.Abu HurairahRadhiyallaahu 'anhumengatakan bahwa RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallambersabda :(Waktu datangnya) Lailatul Qadar diperlihatkan kepadaku. Kemudian salah seorang keluargaku telah membuyarkan konsentrasiku, (sehingga) aku pun lupa darinya, maka carilah ia pada sepuluh (malam) terakhir.(HR. Muslim)RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallamtelah berusaha keras pada sepuluh hari terakhir ini, sesuatu yang tidak beliau lakukan pada waktu-waktu yang lainnya, dan beliau melakukan itikaf untuk mencari malam itu. Beliau melakukannya secara berkesinambungan untuk menggapai malam itu. Oleh sebab itu, marilah kita raih apa yang terluputkan dari kita selama ini dengan memanfaatkan sebaik mungkin malam Lailatul Qadar. Malam yang ketika itu AllahSubhanahu wa Taalamenerima taubat dari setiap orang yang bertaubat. Pada malam itu ditetapkan apa yang akan terjadi pada setahun ke depan berupa kematian, hidup, rezeki dan hujan.

2.7 Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

2.7.1 Makan minum secara sengaja.

Sabda RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam: Dari Abu HurairahRadhiyallaahu 'anhubahwa RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam,Barangsiapa lupa bahwa ia sedang berpuasa, lalu ia makan dan minum, hendaklah ia meneruskan puasanya, karena sesungguhnya ia telah diberi makan dan minum oleh Allah.(HR. Al-Bukhari dan Muslim)Sabda RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam: Siapa yang berbuka di bulan Ramadhan karena lupa, maka tidak ada kewajiban mengqadha dan tidak ada kewajiban kafarat.(HR. Ibnu Hibban,Ad Daraquthni, dan Ibnu Khuzaimah).Hadist di atas menunjukkan bahwa seseorang yang lupa lalu ia makan, minum saat ia berpuasa maka puasanya tidak batal, berdasarkan ungkapan beliau,maka hendaklah ia meneruskan puasanyayang berarti ia masih berpuasa, demikianlah pendapat jumhur ulama, Zaid bin Ali, Al-Baqir, Ahmad bin Isa, Imam Yahya dan dua golongan.Sedangkan ulama yang lain berpendapat bahwa puasanya batal, karena menahan diri dari segala yang membatalkan merupakan rukun puasa, maka hukumnya seperti orang yang lupa melakukan salah satu rukun dari rukun-rukun shalat, orang tersebut harus mengulangi shalatnya walaupun hal itu terjadi karena lupa, sedangkan sabda beliau,maka hendaklah orang tersebut meneruskan puasanyayakni hendaklah orang tersebut meneruskan usahanya dalam menahan diri dari segala yang membatalkan.Pendapat ini dibantah, bahwasanya sabda beliau,maka tidak wajib baginya qadha maupun kafarat.Jelas menyebutkan bahwa puasanya sah dan tidak wajib diqadha. Ad-Daruquthni juga telah meriwayatkan tidak wajibnya qadha ini dari Abu Rafi, Said Al-Maqbari, Al-Walid bin Abdurrahman dan Atha bin Yasar yang semuanya dari Abu Hurairah. Beberapa orang sahabat juga menfatwakan hal tersebut di antaranya Ali, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah dan Ibnu Umar, sebagaimana yang dilansir oleh Ibnu Al-Mundzir dan Ibnu Hazm.

2.7.2 Hubungan Suami Istri

Sabda RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam:Dari Abu HurairahRadhiyallahu 'anhu, beliau berkata, ketika kami duduk-duduk bersama RasulullahShallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba datanglah seseorang sambil berkata: Wahai, Rasulullah, celaka !Beliau menjawab, Ada apa denganmu? Dia berkata, Aku berhubungan dengan istriku, padahal aku sedang berpuasa.(Dalam riwayat lain berbunyi: aku berhubungan dengan istriku di bulan Ramadhan).Maka RasulullahShallallahu 'alaihi wa sallamberkata, Apakah kamu mempunyai budak untuk dimerdekakan?Dia menjawab, Tidak! Lalu BeliauShallallahu 'alaihi wa sallamberkata lagi, Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?, Dia menjawab, Tidak. Lalu Beliau,Shallallahu 'alaihi wa sallambertanya lagi: Mampukah kamu memberi makan enam puluh orang miskin?Dia menjawab, Tidak. Lalu Rasulullah diam sebentar. Dalam keadaan seperti ini, NabiShallallahu 'alaihi wa sallamdiberi satuirq berisi kurma Al irqadalah alat takaran- (maka) Beliau berkata: Mana orang yang bertanya tadi?Dia menjawab,Saya orangnya.Beliau berkata lagi: Ambillah ini dan bersedekahlah dengannya!Kemudian orang tersebut berkata:Apakah kepada orang yang lebih fakir dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada di dua ujung kota Madinah satu keluarga yang lebih fakir dari keluargaku. Maka RasulullahShallallahu 'alaihi wa sallamtertawa sampai tampak gigi taringnya, kemudian (BeliauShallallahu 'alaihi wa sallam)berkata:Berilah makan keluargamu!.(HR. Bukhari)Hadist ini menunjukkan wajibnya kafarat bagi orang yang berjima dengan sengaja pada siang hari di bulan Ramadhan. An-Nawawi mengatakan bahwa hukum ini adalah ijma ulama, baik orang tersebut kaya atau miskin. Salah satu pendapat Asy-SyafiI mengatakan, bahwa jika orang tersebut dalam keadaan miskin maka kewajiban tersebut berada di dalam tanggungannya hingga ia mampu-, sedangkan pendapat keduanya ialah bahwa kewajiban tersebut lepas dari tanggungjawabnya, karena dalam kisah tersebut RasulullahShallallahu Alaihi waSallam tidak menjelaskan kalau orang tersebut masih menanggung kafarat.

2.7.3 Sengaja Muntah

Sabda RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam: Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari (Nafi) dari (abdullah bin Umar) berkata:Barangsiapa muntah dengan sengaja saat sedang berpuasa, maka dia harus mengganti puasanya. Dan barangsiapa tidak sengaja muntah, maka dia tidak wajib menggantinya.Hadist ini menunjukkan bahwa muntah tanpa disengaja tidak membatalkan puasa berdasarkan sabda beliau, maka dia tidak wajib menggantinya.Karena ketiadaan qadha merupakan isyarat bahwa ibadah tersebut sah. Sedangkan orang yang berusaha untuk muntah maka puasanya batal, dan zhahir hadist ini mengisyaratkan bahwa ia wajib menggantinya/mengqadha walaupun tidak berhasil muntah berdasarkan perintah beliau untuk menggantinya. Ibnu Al-Mundzir meriwayatkan adanya ijma yang mengatakan bahwa kesengajaan untuk muntah membatalkan puasa.

2.7.4 Keluarnya mani secara sengaja

Melakukan segala sesuatu yang dapat merangsang birahi hingga sampai keluar air mani menyebabkan puasa menjadi batal. Seperti melakukan onani/masturbasi, atau melihat gambar porno baik media cetak maupun film dan internet. Karena itu sebaiknya bagi orang yang berpuasa menghindari semua hal yang merangsang birahi karena dapat membatalkan puasa. Tetapi bila keluar mani dengan sendirinya seperti bermimpi, maka puasanya tidak batal, karena bukan disengaja atau bukan kehendaknya. Sabda RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam: Dari Aisyah, bahwa RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallambersabda: pena diangkat (tidak terkena dosa) dari tiga hal, orang yang tidur hingga ia bangun dari orang gila hingga hilang penyakit gilanya, dan seorang anak kecil hingga ia berakal.(HR Ahmad).

2.7.5 Mendapat Haidh atau Nifas

Sabda RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam: : : Dari Abi Said Al-KhudhriRadhiyallahu 'anhuberkata bahwa RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallambersabda,Bukankah bila wanita mendapat haidh, dia tidak boleh shalat dan puasa?Wanita yang sedang berpuasa lalu tiba-tiba mendapat haidh, maka dengan demikian menjadikan puasanya batal. Meski kejadian itu menjelang terbenamnya matahari. Begitu juga wanita yang mendapat darah nifas, maka puasanya batal. Ini adalah merupakan ijma para ulama Islam atas masalah wanita yang mendapat haidh atau nifas saat sedang berpuasa.

2.7.6 Keluar dari Agama Islam (Murtad).

Seseorang yang sedang berpuasa, lalu keluar dari agama Islam / murtad, maka dengan demikian puasanya menjadi batal. Dan bila hari itu juga dia kembali lagi masuk Islam, puasanya sudah batal. Dia wajib mengqadha puasanya hari itu meski belum sempat makan atau minum. Firman AllahSubhanahu wa Taala,Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu Termasuk orang-orang yang merugi. (QS Az-Zumar : 65)2.8 Orang-Orang yang diperbolehkan meninggalkan Puasa Dalam keadaan tertentu, syariah membolehkan seseorang tidak berpuasa. Hal ini adalah bentuk keringanan yang Allah berikan kepada umat MuhammadShallallaahu 'alaihi wa Sallam. Bila salah satu dari keadaan tertentu itu terjadi, maka bolehlah seseorang meninggalkan kewajiban puasa. Adapun kondisi yang diperbolehkan seseorang meninggalkan puasa wajib adalah sebagai berikut:

2.8.1 Dalam keadaan safar (perjalanan).

Seseorang yang sedang dalam perjalanan, dibolehkan untuk tidak berpuasa. Keringanan ini didasari oleh Firman Allah Subhanahu wa Taala :Dan siapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan maka menggantinya di hari lain(QS Al-Baqarah : 184).Sedangkan batasan jarak minimal untuk safar yang dibolehkan berbuka adalah jarak dibolehkannya qashar dalam shalat, yaitu 47 mil atau 89 km. Sebagian ulama mensyaratkan bahwa perjalanan itu telah dimulai sebelum mulai berpuasa (waktu shubuh). Jadi bila melakukan perjalanan mulai lepas Maghrib hingga keesokan harinya, bolehlah dia tidak puasa pada esok harinya itu.Namun ketentuan ini tidak secara ijma disepakati, karena ada sebagian pendapat lainnya yang tidak mensyaratkan jarak sejauh itu untuk membolehkan berbuka. Misalnya Abu Hanifah yang mengatakan bahwa jaraknya selama perjalanan tiga hari tiga malam. Sebagian mengatakan jarak perjalanan dua hari. Bahkan ada yang juga mengatakan tidak perlu jarak minimal seperti yang dikatakan Ibnul Qayyim.Meski berbuka dibolehkan, tetapi harus dilihat kondisi berat ringannya. Bila perjalanan itu tidak memberatkan, maka meneruskan puasa lebih utama. Dan sebaliknya, bila perjalanan itu memang sangat berat, maka berbuka lebih utama. Berbeda dengan keringanan dalam menjama dan mengqashar shalat dimana menjama dan mengqashar lebih utama, maka dalam puasa harus dilihat kondisinya. Meski dibolehkan berbuka, sesungguhnya seseorang tetap wajib menggantinya di hari lain. Jadi bila tidak terlalu terpaksa, sebaiknya tidak berbuka. Hal ini dijelaskan dalam hadist RasulullahShallallaahu 'alaihi wa Sallam,Dari Aisyahradhiallahu 'anha, bahwasanya;Hamzah bin Amru Al Aslamibertanya kepada Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam, "Wahai Rasulullah, saya seorang laki-laki yang kuat berpuasa dalam perjalanan. Apakah aku harus berpuasa dalam perjalanan?"Beliau menjawab:"Berpuasalah jika kamu mau, dan berbukalah jika kamu ingin berbuka."(HR. Muslim)

2.8.2 Sakit

Orang yang sakit dan khawatir bila berpuasa akan menyebabkan bertambah sakit atau kesembuhannya akan terhambat, maka dibolehkan berbuka puasa. Bagi orang yang sakit dan masih punya harapan sembuh dan sehat, maka puasa yang hilang harus diganti setelah sembuhnya nanti. Sedangkan bagi orang yang sakit tapi tidak sembuh-sembuh atau kecil kemungkinannya untuk sembuh, maka cukup dengan membayar fidyah, yaitu memberi makan fakir miskin sejumlah hari yang ditinggalkan.

2.8.3 Hamil dan Menyusui.

Wanita yang hamil atau menyusui di bulan Ramadhan boleh tidak berpuasa, namun wajib menggantinya di hari lain. Ada beberapa pendapat berkaitan dengan hukum wanita yang haidh dan menyusui dalam kewajiban mengganti puasa yang ditinggalkan. Pertama, mereka digolongkan kepada orang sakit. Sehingga boleh tidak puasa dengan kewajiban mengqadha (mengganti) di hari lain.Kedua, mereka digolongkan kepada orang yang tidak kuat/mampu. Sehingga mereka dibolehkan tidak puasa dengan kewajiban membayar fidyah. Ketiga, mereka digolongkan kepada keduanya sekaligus yaitu sebagai orang sakit dan orang yang tidak mampu, karena itu selain wajib mengqadha, mereka wajib membayar fidyah. Pendapat terakhir ini didukung oleh Imam As-Syafii.Namun ada juga para ulama yang memilah sesuai dengan motivasi berbukanya. Bila motivasi tidak puasanya karena khawatir akan kesesahatan / kekuatan dirinya sendiri, bukan bayinya, maka cukup mengganti dengan puasa saja. Tetapi bila kekhawatirannya juga berkait dengan anak yang dikandungnya atau bayi yang disusuinya, maka selain mengganti dengan puasa, juga membayar fidyah.2.8.4 Lanjut Usia.

Orang yang lanjut usia dan tidak kuat lagi untuk berpuasa, maka tidak wajib lagi berpuasa. Hanya saja dia wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan fakir miskin sejumlah hari yang ditinggalkannya itu. Firman Allah Subhanahu wa Taala:Dan bagi orang yang tidak kuat/mampu, wajib bagi mereka membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin.(QS Al-Baqarah:184).

BAB IIIPENUTUP

3.1 kesimpulan Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu wajiblah bagi kita untuk melaksanakan puasa dengan ikhlas tanpa paksaan dan mengharap imbalan dari orang lain. Jika kita berpuasa dengan niat agar mendapat imbalan atau pujian dari orang lain, maka puasa kita tidak ada artinya. Maksudnya ialah kita hanya mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak mendapat pahala dari apa yang telah kita kerjakan. Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh ummat islam sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita. Sebagaimana firman Allah swt yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa(Q.S Al-Baqarah)Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh Allah swt. Allah telah memberikan kita banyak kemudahan(keringanan) untuk mengerjakan ibadah puasa ini, jadi jika kita berpuasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah kami sebutkan diatas, kita sendiri akan merasakan betapa indahnya berpuasa dan betapa banyak faidah dan manfaat yang kita dapatkan dari berpuasa ini.

3.2 Saran. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan, maka penulis mengharapkan kritikan dan saran demi pengembangan penulisan selanjutnya. Dan untuk senantiasa mencari tahu lebih dalam dan memperbarui pengetahuan mengenai ilmu Keagamaan khususnya mengenai Puasa karena ilmu pengetahuan akan terus berkembang dari waktu ke waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Al Quran al KarimTajwid Al-Quran Abdul Azhim bin Badawi Al Khalafi. .2008. Al Wajiz. Jakarta : Pustaka Assunah.Abu Bakr Al Jazairi. .2008. Ensiklopedi Muslim. Jakarta : Darul Falah. A. Hasan..2002. Terjemah Bulughul Maram Ibnu Hajar Al-Asqalani. Bandung: CV Penerbit Diponogoro. Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shanani. .2010. Subul As-Salam Syarah Bulughul Maram.Jakarta : Darus Sunnah Press. Ibnu Rusyd. .2007. Bidayatul Mujtahid. Jakarta : Pustaka Amani. Muhammad Abduh Tuasikal..2011. Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat. http://www.rumaysho.com/. Rendyadamf.Hal-hal yang tidak membatalkan puasa dianggap membatalkanpuasa.https://rendyasylum.wordpress.com/2010/09/28/hal-hal-yang-tidak-membatalkan-puasa-dianggap-membatalkan-puasa/. September 28, 2010.

26