Click here to load reader
Upload
yayat-cumbritz-dacil
View
165
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Disampaikan dalam Seminar Nasional ,UIN Sunan Kalijaga 2010
PEMANFAATAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN SAINS UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERFIKIR TINGKAT TINGGI
Dr.Dadan Rosana, M.Si.
FMIPA, UNY, [email protected]
Pendahuluan
Pendidikan ibarat sebuah rahim yang didalamnya terdapat gen-gen dengan komposisi
yang rapi dan dengan segala benih-benih kapabilitas yang ada. Ia juga merupakan sebuah iklim
yang memenuhi syarat untuk memelihara dan menumbuh-kembangkan segala potensi dan
kapabilitas yang diperlukan oleh masyarakat yang terpendam pada setiap individu. Maka dari itu
perlu adanya usaha penggalian potensi, pengarahan (orientasi) dan perencanaan yang baik.
Masih terlalu banyak pos-pos kosong yang sangat membutuhkan sebuah kreativitas agar dapat
mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Salah satu hal penting yang
memiliki peran strategis dalam pengembangan potensi itu adalah pemanfaatan teknologi
pembelajaran.
Pembelajaran merupakan gabungan dari tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu
media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem dalam pendidikan.
Karena itu, keberhasilan belajar juga sangat ditentukan oleh ketiga hal tersebut. Secret of Ancient
Chinese Art of Motivation, mengungkapkan mengenai ciri-ciri keberhasilan dalam pelajaran sebagai
berikut :
Berdasarkan ciri-ciri keberhasilan belajar itulah maka peranan guru dalam mengelola
pembelajaran sangatlah penting. Skenario macam apa yang akan dikembangkan dalam pembelajaran dan
teknologi seperti apa yang digunakan ternyata membawa dampak pada keberhasilan belajar peserta didik.
KITA BELAJAR
Kita Belajar : 10% Apa yang kita baca 20% Apa yang kita dengar 30% Apa yang kita lihat 50% Apa yang kita dengar dan lihat 70% Apa yang dibicarakan dengan orang lain 80% Apa yang kita alami sendiri 95% Apa yang kita ajarkan kepada orang lain
Disampaikan dalam Seminar Nasional ,UIN Sunan Kalijaga 2010
Hal ini sejalan dengan definisi yang diungkapkan oleh Association for Educational
Communications Technology (AECT), tahun 1977, yaitu; “Teknologi pendidikan adalah proses
kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk
menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah
dalam segala aspek belajar pada manusia”. Di sini terlihat bahwa guru sebagai orang yang
memagang peranan penting dalam pembelajaran adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
teknologi pembelajaran. Selanjutnya pada tahun 1994, AECT merumuskannya dalam rumusan
yang lebih sederhana,“ Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain,
pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk
belajar.” Meski dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya
mengandung makna yang dalam. Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi
pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan
teori dan praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau
kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha
menekankan pentingnya proses dan produk.
PERANAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERFIKIR TINGKAT TINGGI
Adalah Edgar Dale dan James Finn merupakan dua tokoh yang berjasa dalam
pengembangan Teknologi Pembelajaran modern. Edgar Dale mengemukakan tentang Kerucut
Pengalaman (Cone of Experience) sebagaimana tampak dalam gambar 1 berikut ini :
Pengalaman Langsung
Pengalaman Buatan
DemonstrasiDramatisasi
Pameran
Gambar Hidup Radio, Rekaman, Gambar
Lambang Verbal
Lambang Visual
Karyawisata
Gambar 1. Kerucut Pengalaman Dale
Disampaikan dalam Seminar Nasional ,UIN Sunan Kalijaga 2010
Dari gambar tersebut dapat kita lihat rentangan tingkat pengalaman dari yang bersifat
langsung hingga ke pengalaman melalui simbol-simbol komunikasi, yang merentang dari yang
bersifat kongkrit ke abstrak, dan tentunya memberikan implikasi tertentu terhadap pemilihan
metode dan bahan pembelajaran, khususnya dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran.
Pemikiran Edgar Dale tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) ini merupakan
upaya awal untuk memberikan alasan atau dasar tentang keterkaitan antara teori belajar dengan
komunikasi audiovisual. Kerucut Pengalaman Dale telah menyatukan teori pendidikan John
Dewey (salah satu tokoh aliran progresivisme) dengan gagasan – gagasan dalam bidang
psikologi yang tengah populer pada masa itu.
Sedangkan, James Finn seorang mahasiswa tingkat doktoral dari Edgar Dale berjasa
dalam mengusulkan bidang komunikasi audio-visual menjadi Teknologi Pembelajaran yang
kemudian berkembang hingga saat ini menjadi suatu profesi tersendiri, dengan didukung oleh
penelitian, teori dan teknik tersendiri. Gagasan Finn mengenai terintegrasinya sistem dan proses
mampu mencakup dan memperluas gagasan Edgar Dale tentang keterkaitan antara bahan dengan
proses pembelajaran.
Kalau bercermin pada dunia pendidikan di negara kita, maka agaknya memang
disinilah kelemahan kita, kurang berani mengeksploitasi sumber daya termasuk teknologi
pembelajaran. Disamping itu perlu diyakini bahwa proses pendidikan adalah kerja kombinasi,
tidak bisa berdiri sendiri. Tidak mungkin ada orang yang berbicara tentang pendidikan tanpa
memiliki kecakapan yang cukup dalam bidang lainnya. Karena pada hakekatnya ia merupakan
sebuah konfigurasi dari berbagai spesialisasi dan dari rahimnya akan terlahir produk pendidikan.
Tanpa adanya faktor-faktor ini tidak mungkin akan terjadi sebuah kelahiran, karena 'rahim'
pendidikan saat itu sudah masuk fase 'monophause'.
Seorang guru yang profesional seharusnya mampu mengkoordinasikan segala
keinginan, menggali segala potensi, mengenali kapabilitas dan kecenderungan yang ada pada diri
siswa, kemudian membekalinya dengan ketrampilan sehingga mampu berinteraksi dengan realita
yang ada dan ikut bangkit mencapai idealisme dan sasaran-sasaran yang memungkinkan untuk di
capai. Mendidik adalah sebuah proses. Proses untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan
potensi yang terbaik dalam diri anak didik. Salah satu kompetensi professional yang sangat
penting bagi seorang guru haruslah mampu mendidik dengan hati nurani yang tujuannya hanya
Disampaikan dalam Seminar Nasional ,UIN Sunan Kalijaga 2010
satu, yakni terjadinya kesinambungan antara otak dan hati. Kesinambungan otak dan hati. ini
adalah manifestasi spiritualitas, yang utuh menjadi kunci mendidik dengan sukses.
Otak manusia adalah massa protoplasma yang paling kompleks yang pernah dikenal di
alam semesta ini. Inilah satu-satunya orga yang sangat berkembang sehingga ia dapat
mempelajari dirinya sendiri. Jika dirawat oleh tubuh yang sehat dan lingkungan yang
menimbulkan rangsangan, otak yang berfungsi dapat tetap aktif dan reaktif selama lebih dari
seratus tahun.
Otak mempunyai tiga bagian dasar (lihat gambar 1. )yaitu : batang atau “ otak reptil”,
sistem limbik atau “otak mamalia”, dan neokorteks. Seorang peneliti, Dr. Paul McLean,
menyebutnya “otak triune” karena terdiri dari tiga bagian, masing-masing berkembang pada
waktu yang berbeda dalam sejarah evolusi kita. Masingmasing bagian juga memiliki struktur
syaraf tertentu dan mengatur tugas-tugas yang harus dilakukan.
Yang pertama dalam perkembangan evolusi adalah batang otak atau otak reptil. Kita
mempunyai unsur-unsur yang sama dengan reptilia; inilah komponen kecerdasan terendah dari
species manusia. Bagian otak ini bertanggungjawab atas fungsi-fungsi motor-sensorik,
pengetahuan tentang realitas fisik yang berasal dari panca indra.
Celebral Cortex (bersemayam kecerdasan) (otak berfikir) Brain stem
Limbic System (Batang Otak) (Fungsi emosi dan memori) Otak reptilia/insting (otak mamalia)
Gambar 1. Otak Triune
Disekeliling otak reptil ini terdapat sistem limbik yang sangat komplek dan luas,atau
otak mamalia. Dalam istilah evolusioner sistem ini sangat canggih dan merupakan bagian yang
juga dimiliki semua mamalia. Sistem limbik ini terletak di bagian tengah otak. Fungsinya
Disampaikan dalam Seminar Nasional ,UIN Sunan Kalijaga 2010
bersifat emosional dan kognitif; yaitu ia menyimpan perasaan, memori, dan kemampuan belajar..
Selain itu sistem ini mengendalikan sistem bioritme manusia, seperti pola tidur, haus, tekanan
darah, detak jantung, gairah seksual, temperatur dan kimia tubuh, metabolisme dan sistem
kekebalan.
Sistem limbik adalah panel kontrol utamayang menggunakan informasi dari indra
penglihatan, pendengaran, sensasi tubuh dan indra lainnya. Kemudian informasi itu
didistribusikan ke bagian pemikir dalam otak yaitu neokorteks.
Neokorteks terbungkus sekitar bagian atas dan sisi-sisi sitem limbik, yang membentuk
80% dari seluruh materi otak. Bagian otak ini merupakan tempat bersemayamnya kecerdasan
manusia. Inilah yang mengatur pesan-pesan yang diterima melalui penglihatan, pendengaran,
dan sensasi tubuh. Proses yang berasal dari pengaturan ini adalah penalaran, berfikir secara
intelektual, pembuat keputusan, prilaku waras, bahasa, kendali motorik, dan ideasi (penciptaan
gagasan) non verbal. Mungkin kecerdasan tertinggi –dan bentuk terbaik dari pikiran yang kreatif
adalah intuisi. Intuisi adalah kemampuan untuk menerima atau menyadari informasi yang tidak
dapat diterima kelima indra kita. Kemampuan ini sangat kuat pada anak-anak usia antara empat
dan tujuh tahun. Seringkali kemampuan ini ditekan dan dihentikan oleh orang orang yang
berkuasa dan memendangnya sebagai prilaku irasional. Orang khawatir dengan intuisi karena
mereka pikir intuisi bisa menghalangi pemikiran rasional. Sebenarnya, intuisi justru berdasarkan
pada pemikiran yang rasional dan tak dapat berfungsi tampanya.
Tiga bagian otak diatas oleh para ahli juga dibagi menjadi belahan otak kiri dan otak
kanan. Kini dua belahan itu lebih dikenal sebagai”otak kanan” dan “otak kiri”. Eksperimen
terhadap kedua belahan itu telah menunjukkan bahwa masing-masing belahan bertanggung
jawab terhadap cara berfikir, dan masing-masing mempunyai spesialisasi dalam kemampuan-
kemampuan tertentu, walaupun ada beberapa persilangan dan interaksi antara kedua sisi.
Proses berfikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, linier dan rasional. Sisi ini sangat
teratur. Walaupun berdasarkan realitas, ia mampu melakukan penafsiran abstrak dan simbolis.
Cara berfikirnya sesuai untuk tugas tugas teratur ekspresi verbal, menulis , membaca, asosiasi
auditorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik, serta simbolisme.
Cara berfikir otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Cara
berfikirnya sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat nonverbal, seperti perasaan
dan emosi, kesadaran yang berkenaan dengan perasaan, kesadaran spasial, pengenalan bentuk
Disampaikan dalam Seminar Nasional ,UIN Sunan Kalijaga 2010
dan pola, musik,seni, kepekaan warna, kreativitas dan visualisasi. Baik kita membicarakan
tentang sistem limbik ataupun neokorteks, belahan kanan ataupun kiri, masalahnya adalah tak
satupun bagian otak ini bekerja secara sempurna tampa adanya rangsangan atau dorongan dari
bagian yang lain.
Berpikir pada umumnya diasumsikan sebagai proses kognitif, tindakan mental untuk
memperoleh pengetahuan. Walaupun kognisi diartikan sebagai cara memperoleh sesuatu seperti
persepsi, penalaran, dan intuisi, penekanan terkini tentang keterampilan berpikir menekankan
penalaran sebagai fokus kognitif yang utama. Berikut ini beberapa definisi tentang berpikir:
• Bagian aktivitas mental dari unsur mental (berpikir) berkaitan dengan persepsi dan manipulasi
atau kombinasi mental tentang pikiran.
• Manipulasi mental dari input sensori untuk merumuskan pikiran-pikiran, alasan, atau penilaian
• Perluasan bukti untuk menjembatani suatu kesenjangan, dan ini dilakukan melalui perubahan
tahap-tahap hubungan atau pernyataan pada suatu waktu.
Proses berpikir berkaitan dengan tingkah laku dan memerlukan keterlibatan aktif pemikirnya.Produk-
produk berpikir seperti pikiran, pengetahuan, alasan, serta proses yang lebih tinggi seperti penilaian dapat
juga dihasilkan. Kaitan-kaitan kompleks dikembangkan melalui berpikir ketika digunakan sebagai bukti
dari waktu ke waktu. Kaitan-kaitan ini dapat dihubungkan pada struktur yang terorganisasi dan
diekspresikan oleh pemikir dalam beragam cara. Jadi definisi ini menunjukkan bahwa berpikir merupakan
suatu upaya kompleks dan reflektif dan juga pengalaman kreatif.
Literatur baru tentang berpikir menyajikan daftar ganda tentang proses-proses kognitif yang dapat
dipertimbangkan sebagai keterampilan berpikir. Beyer menekankan pentingnya mendefinisikan
keterampilan secara akurat dan menyarankan untuk mereview kerja para peneliti seperti Bloom, Guilford,
dan Feuerstein untuk menemukan definisi yang bermakna tentang berpikir. Beyer menyarankan agar tidak
bingung membedakan proses-proses seperti inkuiri dan mengingat sederhana. Beyer konsisten dengan
para peneliti sebelumnya tentang proses kognitif, untuk membedakan keterampilan berpikir tingkat
rendah, dan keterampilan berpikir kompleks. Sebagai contoh, ada perbedaan besar antara mendapatkan
contoh identik dari insekta tertentu dengan menemukan perbedaan dari insekta yang sama. Tugas yang
pertama melibatkan proses dasar mengidentifikasi dan membandingkan. Sedangkan tugas satunya lagi
memerlukan tahap yang kompleks, canggih, berulang dan berurutan dari pemecahan masalah.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan keterampilan berpikir dasar atau esensial? Nickerson
mengemukakan bahwa tidak ada satu taksonomi. Para pendidik secara bijaksana menyarankan untuk
Disampaikan dalam Seminar Nasional ,UIN Sunan Kalijaga 2010
menyeleksi kemampuan siswa yang diinginkan serta memadukan keterampilan-keterampilan khusus
tersebut kedalam kurikulum dan program sekolahnya.
Seperti kita ketahui kategori keterampilan berpikir yang disarankan Bloom dan Guilford
sejak 45 tahun yang lalu adalah sebagai berikut.
Tabel 1 Katerampilan Berpikir menurut Bloom dan Guilford
No Taksonomi Bloom Struktur Intelektual Guilford
1 Pengetahuan Unit
2 Pemahaman Kelas
3 Aplikasi Relasi
4 Analisis-Sintesis Sistem
5 Evaluasi Transformasi
6 Kreasi Implikasi
Dari kedua peneliti itu dapat dilihat beberapa dimensi urutan keterampilan berpikir. Tugas
berpikir secara umum bergerak dari operasi sederhana menuju operasi yang lebih kompleks, dari
dimensi konkrit menuju abstrak, dan dari penekanan bekerja dengan materi yang diketahui
menuju kreasi atau penemuan sesuatu yang baru. Guilford tertarik pada operasi berpikir
konvergen dan divergen, yang tujuan akhirnya adalah pemaparan yang teliti tentang hakekat
intelegensi.
Proses Berpikir Dasar
Dalam merencanakan pembelajaran, penting sekali mempertimbangkan tingkat perkembangan
siswa, metode menyampaikan informasi kepada mereka serta relevansinya dengan materi
pelajaran. Sedikitnya ada lima kategori keterampilan berpikir yang dapat dipertimbangkan, hasil
kerja Bloom dan Guilford, yang merupakan kerangka berpikir dasar.
Disampaikan dalam Seminar Nasional ,UIN Sunan Kalijaga 2010
Tabel 2. Suatu Model Keterampilan Berpikir Dasar Menurut Bloom dan Guilford
No Keterampilan Berpikir Dasar Proses-Proses Dasar
1
Sebab – memantapkan sebab dan akibat, – menguji
Prediksi, Inferensi, Pertimbangan, Evaluasi
2
Transformasi – mengaitkan karakteristik yang
sudah dan belum diketahui, menciptakan makna-makna
Analogi, Metafor, Induksi logis
3
Relasi – mendeteksi operasi reguler
Fakta dan pola, Analisis dan sintesis, Urutan dan pilihan, Deduksi logis
4 Klasifikasi – menentukan ciri umum
Persamaan dan perbedaan, pengelompokan dan pemilahan, perbandingan dan pemisahan
5 Kualifikasi – menemukan karakteristik unik
Unit identitas dasar, definisi, fakta-fakta, pengenalan masalah
Proses Berpikir Kompleks
Kelima kategori berpikir dasar di atas merupakan keterampilan berpikir yang esensial. Proses
yang kompleks melibatkan program keterampilan berpikir yng disebut strategi makro didasarkan
pada keterampilan esensial tersebut tetapi digunakan untuk tujuan-tujuan khusus.
Cohen membedakan proses-proses berdasarkan eksternal stimuli dan upaya untuk produktif
seperti membuat penilaian atau pemecahan masalah, dari proses-proses yang bergantung pada
persamaan stimulus eksternal dan internal dan pencarian kreatif. Cohen mengemukakan empat
proses berpikir kompleks yaitu:
1. Memecahkan Masalah (Problem Solving)
Memecahkan masalah melibatkan aktivitas-aktivitas seperti menggunakan proses-proses
berpikir dasar untuk memecahkan kesulitan tertentu, merakit fakta tentang informasi tambahan
yang diperlukan, memprediksi atau menyarankan alternatif solusi dan menguji ketepatannya,
mereduksi ke tingkat penjelasan yang lebih sederhana, mengeliminasi kesenjangan, memberi uji
solusi ke arah nilai yang dapat digeneralisasi.
Disampaikan dalam Seminar Nasional ,UIN Sunan Kalijaga 2010
2. Membuat Keputusan (Decision Making)
Membuat keputusan melibatkan aktivitas-aktivitas seperti menggunakan proses-proses
berpikir dasar untuk memilih respons terbaik diantara beberapa pilihan, merakit informasi yang
diperlukan dalam satu topik area, membandingkan keuntungan dan kerugian dari berbagai
pendekatan alternatif, menentukan informasi tambahan yang diperlukan, menilai respons yang
paling efektif dan mampu mengujinya.
3. Berpikir kritis (Critical Thinking)
Berpikir kritis bukan berarti menjadi kritis atau menjadi negatif. Berpikir kritis lebih tepat
diartikan sebagai berpikir evaluatif. Hasil evaluasi dapat berentang mulai dari positif menuju
negatif, penerimaan menuju penolakan, atau apapun diantaranya. Menurut Ennis & Beyer
berpikir kritis dapat didefinisikan sebagai “memutuskan apa yang harus diyakini atau dilakukan
secara masuk akal dan reflektif”. Jadi berpikir kritis artinya membuat pertimbangan yang masuk
akal. Pada dasarnya berpikir kritis juga berarti menggunakan kriteria untuk mempertimbangkan
kualitas sesuatu, dalam makalah ilmiah hal ini diperlukan untuk mengolah informasi menuju
kesimpulan tertentu.
Proses berpikir kritis meliputi penggunaan proses berpikir dasar untuk menganalisis argumen
dan menghasilkan wawasan menuju makna dan interpretasi khusus, mengembangkan pola-pola
penalaran kohesif, logis, memahami asumsi dan bias, menandai tanda-tanda khusus, memperoleh
gaya penyajian yang kredibel, padat, dan meyakinkan.
4. Berpikir Kreatif (Creative Thinking)
Berpikir Kreatif melibatkan aktivitas-aktivitas seperti menggunakan proses-proses berpikir
dasar untuk mengembangkan atau menciptakan ide atau produk yang baru, estetis, konstruktif,
berhubungan dengan persepsi dan konsep, serta menekankan aspek berpikir intuitif serasional
mungkin. Penekanannya adalah pada penggunaan informasi atau materi yang telah diketahui
untuk menghasilkan kemungkinan dan mengelaborasi perspektif original pemikirnya. Proses-
proses kompleks ini secara jelas menggambarkan dan mengelaborasi keterampilan-keterampilan
esensial. Beberapa keterampilan esensial tertentu dapat lebih signifikan terhadap proses
kompleks yang lain, namun penelitian terbaru tidak menjelaskan pemahaman diskrit tentang
Disampaikan dalam Seminar Nasional ,UIN Sunan Kalijaga 2010
relasi ini. Yang paling penting adalah bahwa siswa mengembangkan kompetensi keterampilan
esensial pada awal tahun pertama sekolah dan kemudian ketika memasuki sekolah menengah
pertama mulailah dikenalkan pada proses-proses berpikir yang lebih kompleks pada materi
tertentu yang spesifik yang sangat dekat dengan penggunaan beberapa keterampilan.
Saat para siswa berada di Sekolah Menengah Pertama awal merupakan waktu yang tepat
untuk mengenalkan keterampilan berpikir tingkat tinggi atau proses berpikir kompleks ini.
Semakin dewasa maka terjadi pertumbuhan kemampuan kognitif yang menantang berpikir lebih
kompleks. Beberapa proses berpikir kompleks memang lebih relevan dengan bidang studi
tertentu daripada dengan bidang studi lainnya. Misalnya keterampilan berpikir memecahkan
masalah tampak ideal untuk matematika atau sains. Membuat keputusan lebih relevan dengan
bidang sosial dan kejuruan. Berpikir kritis lebih relevan dengan bahasa, seni, masalah demokrasi.
Sedangkan berpikir kreatif dapat memperkaya semua bidang studi. Yang paling penting adalah
bahwa tujuan dari proses berpikir kompleks itu harus saling menguatkan dalam belajar.
Tabel berikut menyajikan suatu model proses berpikir kompleks. Kaitan satu proses
berpikir dengan proses berpikir esensial lainnya digambarkan secara tentatif dan relatif terhadap
keterampilan-keterampilan berpikir dasar seperti telah dikemukakan terdahulu.
Tabel 3 Suatu Model Keterampilan Berpikir: Proses-Proses Kompleks
Berpikir Tingkat Tinggi
Memecahkan Masalah
Membuat Keputusan Berpikir Kritis Berpikir Kreatif
Tugas Memecahkan kesulitan
Memilih alternatif terbaik
Memahami makna-makna
spesifik
Menciptakan ide atau produk
baru
Keterampilan esensial yang ditekankan
Transformasi Sebab akibat
Klasifikasi, kaitan
Kaitan, transformasi, sebab akibat
Kualifikasi, kaitan,
transformasi
Hasil Solusi, generalisasi Respons Alasan, bukti,
teori Makna baru, produk baru
Disampaikan dalam Seminar Nasional ,UIN Sunan Kalijaga 2010
Kesimpulan
Keberhasilan pencapaian kompetensi pembelajaran sangat bergantung kepada beberapa
aspek. Salah satu aspek yang sangat mempengaruhi adalah bagaimana cara seorang guru
melaksanakan pembelajaran. Kecenderungan pembelajaran saat ini masih berpusat pada guru
dengan berceramah. Siswa kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Akibatnya tingkat
pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran kurang optimal. Di samping itu teknologi
pembelajaran yang tepat jarang digunakan dalam pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi
kering dan kurang bermakna.
Setiap siswa pada dasarnya memiliki potensi yang luar bisa untuk dikembangkan ibarat
tambang emas yang siap untuk digali. Untuk itu, seorang dosen diharapkan dapat menggali dan
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap siswa. Salah satu cara yang dapat ditempuh
adalah mengelola pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat
dan mengekspresikan segala potensi yang dimilikinya. Salah satu strategi yang diterapkan untuk
tujuan ini adalah dengan memanfaatka teknologi pembelajaran sehingga dapat dikembangkan
pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan. Pembelajaran ini merupakan pembelajaran aktif
yang menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif untuk mengalami sendiri, menemukan,
memecahkan masalah sehingga potensi mereka berkembang secara optimal.
Kemampuan berpikir merupakan komponen penting untuk dilatihkan di sekolah
menengah atas agar siswa dapat memiliki keterampilan berpikir yang mengarah pada perilaku
akademis yang kompeten dan mandiri. Walaupun keterampilan berpikir sudah mulai dilatihkan
kepada siswa oleh guru Sekolah Dasar hingga Menengah, namun di lapangan keterampilan
berpikir sering terbatas pada keterampilan berpikir sederhana, kurang mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi. Padahal kompetensi guru menuntut pengembangan
kompetensi profesional, personal, pedagogi, dan sosial. Oleh karena itu keterampilan berpikir
hendaknya dilatihkan pula hingga keterampilan berpikir tingkat tinggi agar dapat beradaptasi
dengan perkembangan ilmu pengetahuan
Referensi Arends, R. I. (1997). Classroom Instruction and Management. New York: McGraw Hill Companies. ---------. (2001). Learning to Teach. New York: McGraw Hill Companies. Ausubel, D.P.. (1986). Educational Physichology: A Cognitive View. New York: Holt Rinehart and
Winston. Gagne, R.M. (1977). The Conditions of Learning. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Disampaikan dalam Seminar Nasional ,UIN Sunan Kalijaga 2010