Upload
yedi
View
933
Download
153
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah
Citation preview
PEMBAHASAN
SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH
Penerapan sistem akuntansi pemerintahan dari suatu negara akan sangat
bergantung kepada peraturan perundang-undangan yang beraku pada negara yang
bersangkutan. Ciri-ciri terpenting atau persyaratan dari sistem akuntansi pemerintah
(menurut United Nations / PBB dalam bukunya A Manual forgoverment accounting,
dikutip dari buku akuntansi pemerintahan yang disusun oleh Sonny Loho dan
Sugyanto), antara lain disebutkan bahwa :
1. Sistem akuntansi pemerintah harus dirancang sesuai dengan konstitusi dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku pada suatu Negara.
2. Sistem akuntansi pemerintah harus dapat menyediakan informasi yang
akuntabel dan auditable (artinya dapat dipertanggungjawabkan dan diaudit).
3. Sistem akuntansi pemerintah harus menyediakan informasi keuangan yang
diperlukan untuk penyusunan rencana / program dan evaluasi plaksanaan
secara fisik dan keuangan.
Sistem akuntasi pemerintah pusat adalah sistem akuntansi yang mengolah semua
transaksi keuangan, asset, kewjiban, dan ekuitas dana pemerintah pusat, yang
menghasilkan informasi akuntansi dan laporan keuangan yang tepat waktu dengan
mutu yang dapat diandalkan, baik yang diperlukan oleh badan-badan diluar
pemerintah pusat seperti DPR, maupun oleh berbagai tingkan manajemen oleh
pemeritahan pusat.
A. AKUNTANSI PEMERINTAHAN BARU
Perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia sangat lamban untuk
merespon tututan perkembangan jaman. Akuntansi pemerintahan di Indonesia juga
belum berperan sebagai alat untuk meningkatkan kinerja birokrasi pemerintah dalam
memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Pada periode lama, output yang
dihasilkan oleh akuntansi pemerintahan Indonesia sering tidak akurat, terlambat dan
tidak informaif, sehingga tidak dapat diandalkan dalam pengambilan keputusan.
Malah, segala kekurangan yang ada dalam akuntansi pemerintahan pada periode
tersebut sering menjadi ladang yang subur untuk tumbuhnya praktek-pratek KKN.
1
Namun demikian, pada dasawarsa terakhir yang berkulminasi dengan
diundangkannya tiga paket keuangan Negara, terdapat dorongan yang sangat kuat
untuk memperbaharui akuntansi pemerintahan di Indonesia. Beberapa fakor penting
yang menjadi pendorong tumbuh pesatnya perkembangan akuntansi pemerintahan
di Indonesia akhir-akhir ini antara lain adalah:
1. Diterapknnya tiga paket UU yang mengatur keuangan Negara pasal 32 (1) UU no
17 tahun 2003 tentang kuangan Negara mengmatkan bahwa laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keungan yang
disusun dan disajikan sesuai dengan standar akkuntansi pemerintahan.
2. Diterapkannya UU tentang pemerintahan daerah dan UU tentang perimbangan
antara keuangan pemerintah pusat dan daerah. Pasal 184 ayat (1) UU No. 32
Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah bahwa laporan keuangan disusun dan
disajikan sesuai dengan setandar akuntansi pemerintahan yang ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.
3. Profesi Akuntansi.
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah lama menginginkan adanya standar
akuntansi di sektor publik sebagai hal yang parallel dengan telah adanya lebih
dahulu standar akuntansi di sektor komersil. Keterlibatan IAI nampak dari
dorongan oleh IAI untuk terbentuknya suatu komite standar di sektor publik,
keikutsertaan ketua Umum DPN IAI dalam komite konsultatif komite sandar
akuntansi pemerintahan, keikutsertaan anggota IAI dalam komite kerja komite
standar akuntansi pemerintahan, dibentuknya IAI kompartemen Akuntan Sektor
Publik, dan berbagai seminar, diskusi, dan workshop yang diselenggarakan oleh
IAI kompartemen Akuntan Sektor Publik.
4. Birokrasi.
Pemerintahan merupakan penyusun dan sekaligus pemakai yang sangat
berkepentingan akan adanya suatu akuntansi yang handal. Dengan
diundangkannya tiga paket keuangan Negara maupun undang – undang yang
terkait dengan pemerintahan daerah mmendorong instansi pemerintah baik pusat
dan daerah untuk secara serius menyiapkan sumber daya dalam pengembangan
2
laporan keuangan pemerintah. Selain itu, ketua asusiasi pemerintah propinsi,
kabupaten, dan kota, masing – masing secara ex officio ikut duduk sebagai
anggota komite konsultatif komite standar akuntansi pemerintahan.
5. Masyarakat (LSM dan wakil rakyat).
Masyarakat melalui LSM dan wakil rakyat di DPR, DPD, dan DPRD juga
menaruh perhatian terhadap praktik good governance pada pemerintaha
Indonesia. Ditetapkannya undang – undang yang menyangkut tiga paket
keuangan Negara dan pemerintahan daerah merupakan cerminan dari kontribusi
aktif para wakil rakyat di DPR. Disamping itu, pertanggungjawaban atas
pelaksanaan APBN/APBD memerlukan persetujuan dari DPR/DPRD.
6. Sektor Swasta.
Perhatian dari sektor swasta mungkin tidak terlalu siknifikan karena akuntansi
pemerintahan tidak terlalu dampak secara langsung atas kegiatan dari sektor
swasta. Namun, penggunaan teknologi dan pangembangan sistem informasi
berbasis akuntansi akan mendorong sebagian pelaku bisnis si sektor swasta
untuk ikut menekuninya.
7. Akademisi.
Akademisi terutama di sector akuntansi menaruh perhatian yang cukup besat
atas perkembangan pengetahuan di bidang akuntansi pemerintahan. Perhatian
ini sangat erat kaitannya dengan penyiapan SDM yang menguasai kemampuan
di bidang akuntansi pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan tenaga
operasional dan manajer akuntansi di pemerintahan. Beberapa anggota komite
standar akuntansi pemerintahan saat ini berasal dari perguruan tinggi. Di
samping itu, jurusan akuntansi pada perguruan tinggi sudah lama memberikan
kepada Mahasiawa S1 mata kuliah akuntansi pemerintahan. Beberapa pergurua
tinggi sudah mulai menawarkan spesialisasi akuntansi sektor publik pada
program magister akuntansinya.
8. Dunia Internasional (Lender dan Investor).
World Bank, ADB, dan JBIC, merupakan lembaga internasional (leder), yang ikut
berkepentingan untuk berkembangnya akuntansi sektor publik yang baik di
3
Indonesia. Perkembangan akuntansi tadi diharapkan dapat meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas dari proyek pembangunan yang di danai oleh
lembaga tersebut. Lembaga ini, baik langsung maupun secara tidak langsung,
ikut berperan ikut mendorong terwujudnya standar akuntansi pemerintahan yang
menopang perubahan akuntansi pemerintahan di Indonesia.
9. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
UU No. 17 tahun 2003 dan UU No. 15 tahun 2004 menyebutkan bahwa
pertanggungjawaban pelaksanaan APBM dan APBD diperiksa oleh BPK. Untuk
dapat memberikan opininya, BPK memerlukan suatu standar akuntansi
pemerintahan yang diterima secara umum. Perhatian BPK terhadap
pengembangan akuntansi pemerintahan sangat besar antara lain di tandai
dengan parisipasi dari lembaga ini dalam pembahasan tiga paket UU dengan
DPR, keikutsertaan BPK dalam berbagai workshop dan seminar tentang
akuntansi pemerintahan, dan dibentuknya tim teknis yang di bentuk pleh ketua
BPK untuk mendiskusikan aspek peknis standar akuntansi pemerintahan dengan
komite kerja komite standar akuntansi pemerintahan. Selain itu, pasal 32 (2) UU
No. 17 tahun 2003 mengamanatkan bahwa standar akuntansi pemerintahan
ditetapkan dengan peraturan pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat
pertimbangan dari BPK. Untuk penyusunan draf standar akuntansi pemerintahan
yang saat ini sedang dalam proses penetapan peraturan pemerintahannya, BPK
telah memberikan pertimbangan kepada pemerintah melalui surat ketua BPK
yang ditujukan kepada Presiden pada tanggal 17 januari 2005 yang isinya
meminta presiden agar segera mengesahkan standar akuntansi pemerintah.
10.Aparat Pengawas Intern Pemerintah.
APIP yang meliputi bawasda, irjen, dan BPKP merupakan auditor intern
pemerintahan yang berperan untuk membantu pimpinan untuk terwujudnya
sistem pengendalian intern yang baik sehingga dapat mendorong peningkatan
kinerja instansi pemerintah skaligus mencegah praktek - praktek KKN. Akuntansi
pemerintahan sangat erat kaitan dan dampaknya terhadap sistem pengendalian
intern sehingga auditor intern mau tidak mau harus memiliki kemampuan di
bidang akuntansi pemerintahan sehingga dapat berperan untuk mendorong
penerapan akuntansi pemerintahan yang sedang di kembangkan.
4
B. PENGEMBANGAN SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH
Pengembangan Sistem Akuntansi Pemerintah sudah beberapa kali dilakukan
perubahan dan penyempurnaan dengan beberapa kali dikeluarkannya perauran-
peraturan pemerintah khususnya keputusan Menteri Keuangan. Pengembangan dan
implementasi Sistem Akuntansi Pemerintah dapat kita telusuri sejak dikeluarkannya
keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 476/KMK.01/1991 pada tanggal 21 Mei
1991 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah, sampai pada tahun 2005, Menteri
Keuangan mengeluarkan Peraturan Nomor 59/PMK.06/2005 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Sistem Akuntansi Pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tahun
1991 tersebut, tahap pertama telah dilaksanakan mulai tahun anggaran 1991/1992
dan selanjutnya dilaksanakan secara bertahap, serta direncanakan pada akhir tahun
anggaran 1999/2000 seluruh Departemen/Lembaga di seluruh propinsi dapat di
cakup. Sebelum Sistem Akuntansi Pemerintah di laksanakan secara penuh, sistem
yang saat ini sedang di gunakan dinyatakan masih tetap berlaku.
Sejarah teori dan praktek akuntansi di Indonesia menunjukkan bahwa sebelum
pendidikan akuntanssi di perkenalkan di Indonesia pada tahun 1950-an, pada masa
itu hanya di kenal tata buku warisan Belanda yang disebut sistem Kontinental. Akibat
perubahan hubungan politik dengan belanda, banyak guru besar berkebangsaan
Belanda kembali ke negerinya. Hal ini berakiba adanya perubahan kurikulum
pendidikan akuntansi dan sistem continental ke sistem Anglo Saxis (sistem
Amerika).
Perkembangan selanjutnya, ternyata akuntansi keuangan untuk sector awasta maju
pesat, sedangkan akuntansi di sector pemerintah masih mengikuti konsep-konsep
yang di terapkan sejak zaman belanda. Meskpun ada perbaikan dalam akuntansi
pemerintah, penyempurnaan yang bersifat mendasar belum pernah di lakukan,
sedangkan sistem tersebut mempunyai kelemahan yaitu:
1. Pada Pemerintah, sebagian aktivitasnya di biayai melalui anggaran yang
setiap tahun di tetapkan dengan undang-undang. Pencatatan pelaksanaan
anggaran tersebut terpisah-pisah dan tidak terpadu karena berdasarkan
sistem tata buku tunggal (single entry bookeping). Akuntansi yang terpisah-
pisah tersebut semakin mengakibatkan pelaporannya menjadi tidak
5
bersesuaian satu dengan yang lain Karena tidak menggunakan bagan
perkiraan yang standar.
2. Pengelompokan perkiraan yang digunakan pemerintah dirancang hanya
untuk memantau dan melaporkan realisasi penerimaan dan pengeluaran
anggaran saja; idak dirancang untuk menganalisis efekifitas pembiayaan
suatu program atau memberikan informasi yang cukup untuk pengendalian
pengeluaran suatu program.
3. Pada akuntansi aset tetap, kelemahannya selain tidak terintegrasi dengan
keuangannya juga dalam perencanaan maupun pelaksanaan anggaran tidak
dibedakan secara tegas antara belanja modal dan belanja operasional.
4. Penyusunan pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksnaan APBN yang
dituangkan dalam bentuk perhitungan anggaran Negara (PAN) semula
berdasarkan sumbangan perhitungan anggaran / SPA dari seluruh
departemen atau lembaga.
5. Tidak ada standar dan prinsip akuntansi pemerintah untuk menjaga
kewajaran dan keseragaman perlakuan akuntansi dan pelaporan keuangan
pemerintah.
6. Khusus dalam pengolahan keuangan Negara, semakin tahun jumlah APBN
yang harus dikelola semakin besar dan masalah yang harus ditangani
pemerinah semakin kompleks dan beragam, sedangkan dalam sistem
akuntansi pemerintah yang lama tersebut terdapat berbagai kelemahan. Hal
ini berakibat pada praktek akuntansi pemerintah yang belum mampu
memberikan informasi yang sesuai dengan peningkatan transaksi keuangan
Negara yang semakin kompleks. Praktek akuntansi pemerintah hanya dapat
memenuhi tujuan pertanggung jawaban, namun tidak menyediakan informasi
yang cukup untuk kepentingan manajerial.
Berdasarkan pertimbangan atas keadaan tersebut, maka dilakukan pengembangan
sistem akuntansi pemerintah pusat dengan tujuan utama untuk :
1. Merancang sistem akuntansi pemerintah yang baru,
2. Menyusun standard dan prinsip akuntansi pemerintah, dan
3. Membentuk pusat akuntansi di Departemen Keuangan
6
Dari tujuan utama di atas, penyusunan sistem akuntansi pemerintah pusat telah
dilaksanakan dan dilakukan implementasi secara bertahap. Penyusunan standar
dan prinsip telah dilakukan seiring dengan penyusunan sistem akuntansi dan
pementukan pusat akuntansi juga telah terselenggara dengan diresmikannya Badan
Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN) pada Departemen Keuangan RI berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 35/1992 tanggal 7 juli 1992. Untuk mengembangkan
usaha yang telah ada, maka dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor
295/KMK.012.2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembukuan dan Pelaporan
Keuangan pada Departemen/Lembaga dan diimplementasikan tahun 2001.
Penjualan untuk mereformasi akuntansi keperintahan sebenarnya sudah dimualai
oleh Departemen Keuangan di sekkitar tahun 1975-1980 dengan rencana sebuah
studi modernisasi sistem akuntansi pemerintah. Pada saat itu, sistem administrasi
pemerintahan masih dilakukan secara manual dan sistem komputerisasi masih
utopia. Perhitungan Anggaran Negara (PAN) yang merupakan pertanggung jawaban
keuangan pemerintah kepada DPR pad waktu itu disajikan berdasarkan sumbangan
PAN dari Deparemen/Lembaga yang disusun secara manual dan single
entry, sehingga penyampaian laporan PAN oleh pemerintah kepada DPR
dilaksanakan dalam waktu 2-3 tahun. Studi modernisasi akuntansi pemerintah baru
terlaksana pada tahun 1982, tetapi Term of Refence (TOR) yang disetujui dan
dibiayai Bank Dunia baru terbatas pada pengembangan sistem pembukuan
berpasangan secar manual.
Desain pengembangan Sistem Akuntansi Pusat dan Sistem Akuntansi Instansi
selesai pada bulan Mei 1986 dengan mengusulkan disusunnya bagian perkiraan
standard dan standar akuntansi pemerintahan serta pembentukan unit eselon I di
lingkungan Departemen Keuangan yang memegang fungsi akuntansi dan
pelaporan. Sistem yang di usulkan dan disetujui Departemen Keuangan pada saat
adalah menyusun alokasi anggaran, proses penerimaan dan pengeluaran melaui
kantor pelayanan perbendaharaan Negara (KPPN), pembuktian bukti jurnal dan
daftar transaksi sebagai dasar pembukuan dalam buku besar secara manual.
Pada 1987/1988 mulai dilakukan simulasi sistem manual tersebut pada departemen
pekerjaan umum, social, perdagangan dan pada wilayah Jakarta, Medan, dan
Surabaya. Pada saat bersamaan, timbul pemikiran pengguaan komputer untuk
7
proses akuntansi dan pada tahun 1989 usulan pengembangan sistem akuntansi
pemerintah berbasis komputer disetujui Departemen Keuangan dan Bank Dunia
dalam bentuk Proyek pengembangan sistem akuntansi pemerintah tahap 1, tetapi
sistem fungsional masih berdasar pada disain manual sebelumnya, belum sampai
proses yang menyeluruh yang dapat menghasilkan laporan keuangan.
Pada tahun 1992, pembentukan Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN) yang
mempunyai fungsi sebagai central accounting office, yang bukan sekedar
“membuku” namun memerlukan adanya setandar akuntansi pemerintahan dan
selanjutnya melaksanakan impelmentasi sistem yang telah dirancang. Dalam tahun
1994 mulai digunakan format daftar isian proyek ( DIP) baru dan saat ini di sebut
daftar isian pelaksanaan anggaran (DIFA) dan penggunaan bagan perkiraan standar
khusus untuk pendapatan dan belanja pada APBN saja.
Meski sudah ada BAKUN, pelaksanaan implementasi sistem dimaksud bukannya
tidak mengalami hambatan. Karena tak ada kewajiban dari peraturan perundang –
undangan, maka sistem akuntasi pemerintah pusat, departemen dan non
departemen masih menggunakan sistem pembukuan yang dalam banyak hal sulit
dipertanggungjawabkan kualitasnya. Dalam dunia akuntansi, sistem yang lebih
dapat dipertanggungjawabkan adalah sistem akuntansi berpasangan yang
mewajibkan semua catatan akuntansi dimulai dengan teknologi penjualan debet
kredit selalu seimbang berpasangan.
Patut dicatat, pada kebanyakan pandangan pakar akuntansi, sistem pembukuan
tunggal belum pantas disebut sebagai suatu akuntansi. Yang disebut laporan
keuangan berfokus hanya pada laporan realisasi anggaran semata. Catatan
pemerintah pusat tentang investasi jangka panjang dan utang dilakukan secara tak
terstruktur atau informal. Di dalamnya termasuk catatan pengeluaran
yang menggunakan dana luar Negeri, seperti bantuan, hibah dan utang. Karena
standar akuntansi kepemerintahan RI saat itu belum ada, praktek akuntansi
pemerintah juga belum sesuai prinsip akuntansi kepemerintahan yang berlaku
umum, kode rekening akuntansi baku dan berlaku bagi semua departemen atau
lembaga belum ada, serta neraca tak mungkin disusun apalagi di tertipkan.
Pada tahun 1995, sebagai lanjutan dari pinjaman bank dunia dikembangkan lagi
sistem akuntansi pemerintah berbasis komputer yang open sistem melalui proyek
8
pengembangan sistem akuntansi pemerintah tahap 2 dan implementasinya
dilaksanakan secara bertahap. Pada tahun 1999 telah dilakuakan implementasi
sistem akuntansi instansi untuk seluruh departemen atau lembaga yang dapat
menghasilkan laporan realisasi anggaran dan neraca. Namun demikian masih
menghadapi masalah inforcement-nya, karena pada saa itu belum ada ketentuan
perundangan yang mewajibkan penyusunan laporan keuangan yang lengkap.
Paket bantuan IMF tahun 1997/1998 berisi persaratan good governance umumnya,
reformasi manajemen keuangan kususnya, lebih kusus lagi tentang reformasi
pemerintahan. Reformasi akuntansi pemerintahan mendapat momentumnya dengan
terbitnya UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mewajibkan
adanya suatu standar akuntansi pemerintahan sebagai basis penyusunan laporan
keuangan instansi pemerintah, lalu diperkuat dengan UU Pemeriksaan Keuangan
Negara. UU tersebut menyebabkan kebutuhan terdesak akan standar akuntansi
sebagia basis penyusunan dan audit laporan keuangan instansi pemerintah oleh
BPK. Tanpa standar, BPK tidak dapat menerbitkan opini audit.
UU Perbendaharaan Negara Nomor 1 tahun 2004 mempunyai implikasi jadwal kerja
amat ketat dan bersanksi. Bentuk pertanggungjawaban APBN/APBD adalah laporan
keuangan yang harus sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah. Agar dalam
penyusunan standar akuntansi pemerintahan objektif, maka dalam tahun 2002
(sebelum disahkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara) menteri
keuangan membentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah.
Hasil dari komite tersebut setelah dimintakan pertimbangan kepada BPK dan
disarankan untuk disempurnakan penetapan keanggotaannya dengan keputusan
Presiden dan hasilnya harus ditetapkan dengan PP. Melalui proses panjang,
ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2004 tentang Komite Standar
Akuntansi Pemerintahan yang tugasnya me-review dan menyempurnakan draf
publikasian Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang dihasilkan oleh
komite lama yang dibentuk Menteri Keuangan dan setelah dimintakan pertimbangan
dari BPK diusulkan kembali melalui Menkundang dan disetujui oleh Presiden dengan
PP Nomor 24 Tahun 2005 tanggal 13 Juni 2005.
9
Menurut ketentuan UU No. 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara, Menteri atau
pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran wajib menyusun laporan keuangan
dan disampaikan paling lambat 2 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Menteri
Keuangan menyusun laporan keuangan pemerintah pusat untuk disampaikan
kepada Presiden dalam 3 bulan setelah tahun anggaran yang lalu berkhir.
Presiden/Gubernur/Bupati/Wali kota harus menyampaikan laporan keuangan
kepada BPK untuk diperiksa paling lambat 3 bulan setelah tahun anggaran lalu
berakhir. Jadwal audit BPK amat ketat, yakni hanya 2 bulan dan laporan keuangan
yang telah diperiksa BPK diajukan Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota kepada
DPR/DPRD dalam 6 bulan setelah tahun anggaran yang lalu berakhir, setidak-
tidaknya meliputi laporan realisasi APBN, neraca, laporan arus kas dan catatan atas
laporan keuangan yang dilampiri laporan keuangan perusahaan Negara/daerah dan
badan lain. Selanjutnya, BPK membuat laporan hasil pemeriksaan atas alporan
keuangan dilengkapi dengan opinni seperti umumnya dilakukan audito eksternal.
C. DASAR HUKUM SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT
Penyelenggaraan sistem akuntansi pemerintah pusat yang berbasis double
entry memiliki dasar hukum sebagai berikut:
1. Keputusan Presiden RI Nomor 17 Tahun 2000, khususnya Bab VI tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran.
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.01/1991 tanggal 24 Mei 1991
tentang Sistem Akuntansi Pemerintah.
3. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1135/KMK.01/1992 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN)
4. Surat Menteri Keuangan RI Nomor S-984/KMK.018/1992 perihal Pengesahan
Daftar Perkiraan Sistem Akuntansi Pemerintah
D. TUJUAN SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT
(Modul Sistem Akuntansi Instansi : Hal. 2) Sistem Akuntansi Pemerintahan Pusat
(SAPP) bertujuan untuk :
10
Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melalui pencatatan,
pemprosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten sesuai dengan
standar dan praktek akuntansi yan diterima secara umum;
Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan
kegiatan keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi
yang berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan
terhadap otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas;
Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu
instansi dan Pemerintah Pusat secara keseluruhan;
Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan,
pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara
efisien.
Disamping itu, SAPP juga di rancang untuk mendukung transparansi laporan
Keuangan Pemerintahan dan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah dalam mencapai
pemerintahan yang baik, yang meliputi Akuntabilitas, Manajerial dan Transparansi.
Akuntabilitas yang dimaksud adalah meningkatkan kualitas akuntabilitas
(pertanggungjawaban) pemerintah atas pelaksanaan anggaran. Dalam hal
Manajerial adalah menyediakan informasi keuangan yang diperlukan untuk
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengendalian
anggaran, perumusan kebijaksanaan, pengambilan keputusan dan penilaian kinerja
pemerintah. Sedangkan menyangkut transparansi adalah memberikan keterbukaan
pelaksanaan kegiaan pemerintah kepada rakyat untuk mewujudkan pemerintahan
yang baik.
E. RUANG LINGKUP SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 476/KMK.01/1991 tentang
Sistem Akuntansi Pemerintah, sistem akuntansi pemerintah pusat telah
dikembangkan dan diimplementsikan secara bertahap. Tahap pertama dilaksanakan
mulai tahun anggaran 1993/1994, dan di ikuti dengan tahap – tahap berikutnya, dan
yang pada tahun anggaran 1999/2000, implementasi SAPP telah mencakup seluruh
Departemen/Lembaga diseluruh propinsi.
11
Berbagai perubahan dan penyempurnaan terus dilakukan oleh pemerintah dalam
rangka pengembangan sistem akuntansi pemerintah pusat. Pada tahun 2005,
pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Nomor
59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah
Pusat. Pertimbangan peraturan ini dikelurkan bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal
7 ayat (2) huruf o Undang – undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang
menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Negara sehingga perlu
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan Pemerintah Pusat.
Penerapan Sistem Akuntanasi Pemerintah Pusat (SAPP) adalah untuk unit-unit
organisasi pemerintah pusat yang keuangan dikelola langsung oleh pemerintah
pusat, seperti lembaga tertinggi Negara (MPR), lembaga tinggi Negara (DPR, DPA,
MA), departemen atau lembaga nondepartemen. Sedangkan SAPP tidak diterapkan
untuk pemerintah daerah, BUMN/BUMD, bank pemerintah, dan lembaga keuangan
milik pemeintah.
Terdapat tujuan ciri-ciri Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat yaitu:
1. Sistem yang terpadu
Dalam penyusunan sistem digunakan pendekatan bahwa keseluruhan Pemerintah
Pusat merupakan kesatuan akuntansi dan ekonomi unggal dengan Presiden
sebagai pengelola utama dan DPR sebagai badan yang bertugas menelaah dan
mengevaluasi pelaksanaannya. Dengan dasasr kesatuan tunggal, maka sistem
akuntansi dan pelaporan keuangan dikembangkan dengan yang terpadu, yang
terdiri dari berbagai subsistem. Subsistem-subsistem ini masing-masing merupakan
bagian yang integral adri sistem yang menyeluruh.
2. Akuntansi Anggaran dan Akuntansi Dana
Undang-undang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (UU-APBN) digunakan
sebagai landasan operasional keuangan tahunan Pemerintah Pusat dan dengan
disahkannya UU-APBN maka pelaksanaan telah dapat dilaksanakan. Untuk itu
diperlukan akuntansi yang membukukan anggaran serta realisasinya, dengan
12
demkian pertanggungjawaban dapat cepat dan tepat serta mudah dalam
pengawasannya.
Akuntansi Dana yang dilaksanakan adalah Dana Umum sebagai Dana Tunggal ini
merupakan tempat dimana Pendapatan dan Belanja Pemerintah
dipertanggungjawabkan laporan dan menemukan selisih pembukuan yang terjadi.
3. Sistem Tata Buku Berpasangan
Sistem Akuntansi Pemerintah ini menggunakan sistem tata buku berpasngan
(double entry bookeping) untuk mengatasi kelemahan sistem tata buku tunggal.
Dengan tata buku berpasangan antara lain akan lebih mudah menyusun laporan dan
menemukan selisih pembukuan yang terjadi.
4. Basis Kas untuk Pendapatan dan Belanja
Penggunaan basis kas ini sesuai dengan Undang-undang Perbendaharaan
Indonesia dan Kepres Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
5. Standar dan Prinsip Akuntansi
Standar dan prinsip akuntansi adlah norma atau aturan dalam praktek yang dapat
diterima oleh profesi, dunia usaha, dan departemen/lembaga pemerintah yang
berkepentingan dengan laporan keuangan.
6. Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi
Sistem dirancang agar pelaksanaan akuntansi dilakukan secara berjenjang dan
dimulai pada sumber data di daerah atau propinsi dan digunakan sebagai pedoman
penyusunan unit-unit akuntansi baik di tingkat wilayah maupun tingkat pusat.
7. Perkiraan Standar yang Seragam
Perkiraan yang digunakan unit akuntansi dan mata anggaran pada unit operasional
anggaran dan pelaksanaan anggaran sama, baik klasifikasi maupun istilahnya agar
dapat memastikan bahwa anggaran dan laporan realisasinya menggunakan istilah
yang sama, serta meningkatkan kemampuan sistem akuntansi untuk memberikan
informasi/laporan yang relevan, berarti, dan dapat diandalkan. Selain itu dapat
digunakan untuk memudahkan pengawasan atas ketaatan dengan pagu yang
13
ditentukan dalam UU-APBN dan dalam dokumen allotment (DIK/DIP/SKO), serta
memungkinkan perbandingan data laporan keuangan, baik dalam satu laporan
maupun antarlaporan.
Sistem Akuntansi Pemerinth Pusat, yang selanjutnya disebut SAPP, adalah
serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari
pengumpulan data, pencatatan; pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi
keuangan dan operasi keuangan Pemerintah pusat. SAPP terdiri dari Sistem
Akuntansi Pusat (SiAP) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang menghasilkan
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. SiAP memproses data transaksi Kas Umum
Negara dan Akuntansi Umum, sedangkan SAI memproses data transaksi keuangan
dan barang yang dilaksanakan ole kementrian Negara/lembaga.
F. RUANG LINGKUP SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH
Sistem Akuntansi Pemerintah terbagi menjadi 2 sistem utama yang mempunyai
hubungan data atau informasi akuntansi timbal balik yaitu :
1. Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) yang dilaksanakan oleh Departemen Keuangan
cq Ditjen Perbendaharaan.
Subsistem Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) terdiri dari:
Sistem Akuntansi Umum (SAU). Sistem menghasilkan Laporan Realisasi
Anggaran dan Neraca SAU
Sistem Akuntansi Kas Umum Negara (SAKUN)
Sistem ini menghasilkan menghasilkan Laporan Arus Kas dan Neraca KUN. Pada
tingkat wilayah, kedua subsistem di atas dilaksanakan oleh Kanwil Ditjen
Perbendaharaan dan seluruh KPPN di wilayah kerjanya selaku Kuasa BUN.
Sistem Akuntansi Pusat, yang selanjutnya disebut SiAP, adalah serangkaian
prosedur manual maupun yang terkompurerisasi mulai dari pengumpulan data,
pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi
keuangan pada Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
SiAP terdiri dari SAKUN dan SAU. Sistem Akuntansi Kas Umum Negara, yang
selanjutnya disebut SAKUN, adalah sub-SiAP yang menghasilkan Laporan Arus Kas
14
dan Neraca Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut Neraca KUN. Sistem
Akuntansi Umum, yang selanjutnya disebut SAU, adalah sub-SiAP yang
menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat dan Neraca.
Dalam rangka pelaksanaan SiAP sebagimana dimaksud pada ayat (1):
a. Kantor Pelayanan Perbendaharaan SiAP Negara (KPPN) memproses data
transaksi penerimaan dan pengeluaran;
b. KPPN Khusus memproses data transaksi pengeluaran yang berasal dari
Bantuan Luar Negeri (BLN);
c. Direktorat Pengelolaan Kas Negara (DPKN) memproses data transaksi
penerimaan dan pengeluaran Bedahara Umum Negara (BUN) melalui kantor
pusat; dan
d. Direktorat informasi dan Akuntansi memperoleh data APBM, serta melakukan
verifikasi dan akunansi untuk data tran saksi penerimaan dan pengeluaran
BUN melalui kantor pusat.
2. Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh Kementerian/ Lembaga.
Subsistem Akuntansi Instansi (SAI) terdiri dari :
Sistem Akuntansi Keuangan (SAK). Sistem ini menghasilkan Laporan
Keuangan Instansi
Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN). Sistem ini menghasilkan
Laporan Barang Milik Negara.
Sistem Akuntansi Instnsi, yang selanjutnya disebut SAI, adalah serangkaian
prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data,
pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi
keuangan pada Kementrian Negara/Lembaga. Setiap Kementrian Negara/Lembaga
wajib menyelenggarakan SAI untuk menghasilkan laporan keuangan termasuk
Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan. Untuk melaksanakan SAI
sebagaimana dimaksud ayat (1) dibentuk Unit Akuntansi Keuangan terdiri dari:
a. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran
Unit Akuntansi Pembantu Anggaran, yang selanjutnya disebut UAPA, adalah unit
akuntansi instansi pada tingkat Kementrian Negara/lembaga (pengguna
15
anggaran) yang melakukan kegiatan penggabungan laporan, baik keaungan
maupun barang seluruh UAPPA-E1 yang berada di bawahnya.
b. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon I
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon I, yang selanjutnya
disebut UAPPA-E1, adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan
penggabngan laporan, baik keuangan seluruh UAPPA-W yang berada di wilayah
kerjanya serta UAKPA yang langsung berada di bawahnya.
c. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilyah
Unit Akuntansi Pembantu Anggaran Wilayah, yang selanjutnya disebut UAPPA-
W, adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan penggabungan
laporan, baik keuangan maupun barang seluruh UAKPA yang berada dalam
wilayah kerjanya.
d. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran, yang selanjutnya disebut UAKPA,
adalah unit akuntansi dan pelaporan tingkat satuan kerja.
Sistem Akuntansi Barang Milik Negara
Sistem Akuntansi Barang Milik Negara, yang selanjutnya disebut SABMN, adalah
subsistem dari SAI yang meripakan serangkaian prosedur yang saling berhubungan
untuk mengolah dokumen sumber dalam rangka menghasilkan informasi untuk
menyusun neraca dan laporan BMN serta laporan manajerial lainnya sesuai
ketentuan yang belaku.
SABMN merupakan subsistem dari SAI. Untuk melaksanakan SABMN sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Kementerian Negara/Lembaga membentuk Unit
Akuntansi Barang sebagai berikut :
a. Unit Akuntansi Pengguna Barang, yang selanjutnya disebut UAPBA, adalah
unit akuntansi BMN pada tingkat Kementrian Negara/Lembaga yang
16
melakukan kegiatan penggabungan laporan BMN dari UAPPB-E1, yang
penanggung jawabnya adalah Menteri/Pimpinan Lembaga.
b. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon I, yang selannjutnya
disebut UAPPB-E1, adalah unit akuntansi BMN pada tingkat Eselon I yang
melakukan kegiatan penggabungan laporan BMN dari UAPPB-W, dan
UAKPB yang langsung berada di bawahnya yang penanggung jawabnya
adalah pejabat Eselon I.
c. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah, yang UAPPB-W,
adalah unit akuntansi BMN pada tingkat wilayah yang ditetapkan sebagai
UAPPB-W dan melakukan kegiatan Penggabungan BMN dari UAKPB,
penanggung jawabnya adalah Kepala Kantor Kepala unit kerja yang
ditetapkan sebagai UAPPB-W.
d. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang, yang selanjutnya disebut satuan
kerja/kuasa pengguna barang yang memiliki wewenang menggunakan BMN.
G. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (disingkat LKPP) adalah laporan pertanggung-
jawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang terdiri
dari Laporan realisasi anggaran, Neraca, Laporan arus kas dan Catatan atas
laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.
LKPP Merupakan konsolidasi laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga
yang disusun dengan berdasarkan praktik terbaik internasional (best practice) dalam
pengelolaan keuangan Negara. LKPP diterbitkan setiap tahun, dan pertama kali
diterbitkan pada tahun 2004 sejak Indonesia merdeka sebagai bentuk
pertanggungjawaban keuangan pemerintah. LKPP disusun oleh Direktorat Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan Kementerian Keuangan Indonesia.
Komponen LKPP
Saat ini laporan keuangan pemerintah pusat disusun berdasarkan penerapan
akuntansi basis kas menuju akrual. Pada tahun 2015 penerapan basis akrual akan
diberlakukan di Indonesia sehingga laporan keuangan yang diberi opini oleh Badan
Pemeriksa Keuangan adalah yang berbasis akrual.
Komponen laporan keuangan pemerintah berbasis akrual terdiri dari:
17
1. Laporan Pelaksanaan Anggaran, yang terdiri dari Laporan Realisasi
Anggaran dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
2. Laporan Finansial, yang terdiri dari Neraca, Laporan Operasional, Laporan
Perubahan Ekuitas dan Laporan Arus Kas. Adapun Laporan Operasional (LO)
disusun untuk melengkapi pelaporan dan siklus akuntansi berbasis akrual
sehingga penyusunan LO, Laporan Perubahan Ekuitas dan Neraca mempunyai
keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan.
3. Catatan Atas Laporan Keuangan
Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) merupakan salah satu komponen laporan
keuangan pemerintah yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian
sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang
menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam suatu
periode tertentu.
Contoh Laporannya : (dalam Triliun rupiah)
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL) menyajikan informasi kenaikan
atau penurunan SAL tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan
hanya disajikan oleh Bendahara Umum Negara dan entitas pelaporan yang
menyusun laporan keuangan konsolidasi.
18
Neraca
Neraca merupakan laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan suatu
entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.
Contoh Laporannya : (dalam Triliun rupiah)
Laporan Operasional
Laporan Operasional (LO) disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi
berbasis akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan Laporan
Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai keterkaitan yang
dapat dipertanggungjawabkan. LO menyediakan informasi mengenai seluruh
kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan dalam
pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan
yang penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya.
Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas (LAK) adalah bagian dari laporan finansial yang menyajikan
informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu yang
diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris.
Tujuan LAK untuk memberikan informasi mengenai sumber, penggunaan,
perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi serta saldo kas dan
setara kas pada tanggal pelaporan. LAK wajib disusun dan disajikan hanya oleh unit
organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum.
19
Contoh Laporannya : (dalam Triliun rupiah)
Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) menyajikan informasi kenaikan atau penurunan
ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. LPE
menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan,
apakah mengalami kenaikan atau penurunan sebagai akibat kegiatan yang
dilakukan selama periode pelaporan.
Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari Laporan Keuangan dan oleh karenanya setiap entitas pelaporan diharuskan
untuk menyajikan Catatan atas Laporan Keuangan. CaLK meliputi penjelasan atau
daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan
Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan
Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Termasuk pula
dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan
dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta
pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar
atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen
20
lainnya. CaLK bertujuan untuk meningkatkan transparansi laporan keuangan dan
penyediaan pemahaman yang lebih baik atas informasi keuangan pemerintah.
Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKPP
Opini BPK pertama kali diberikan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun
2004. Sejak 2004 hingga 2008 opini BPK terhadap LKPP adalah disclaimer (tidak
memberikan pendapat). Baru pada tahun 2009 LKPP memperoleh predikat WDP.
Predikat tersebut bertahan hingga sekarang. Berikut daftar opini BPK terhadap
LKPP sejak tahun 2004 hingga sekarang.
Tahun Laporan Opini BPK2004 Tidak Menyatakan Pendapat (disclaimer)
2005 Tidak Menyatakan Pendapat (disclaimer)
2006 Tidak Menyatakan Pendapat (disclaimer)
2007 Tidak Menyatakan Pendapat (disclaimer)
2008 Tidak Menyatakan Pendapat (disclaimer)
2009 Wajar Dengan Pengecualian
2010 Wajar Dengan Pengecualian
2011 Wajar Dengan Pengecualian
2012 Wajar Dengan Pengecualian
2013 Wajar Dengan Pengecualian
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Laporan_Keuangan_Pemerintah_Pusat#cite_note-7
H. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN APBD
Di era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai
perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut merupakan rakaian
bagaimana suatu Pemerintah Daerah dapat menciptakan good
governance dan clean goverment dengan melakukan tata kelola pemerintahan
dengan baik. Keberhasilan dari suatu pembangunan di daerah tidak terlepas dari
aspek pengelolaan keuangan daerah yang di kelola dengan manajemen yang baik
pula.
21
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah.
Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 20013 pasal 3 meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah,
azas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD,
penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD,
pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan
daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD,
pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan
pengelolaan keuangan BLUD. Pengelolaan keuangan daerah harus dikelola secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis,
transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan,
kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
Proses Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan perencanaan/penyusunan
anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). APBD merupakan rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah
daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Oleh karena itu APBD
merupakan kesepakatan bersama antara eksekutif dan legislatif yang dituangkan
dalam peraturan daerah dan dijabarkan dalam peraturan bupati. APBD disusun
sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan
pendapatan daerah. Penyusunan APBD berpedoman kepada RKPD dalam rangka
mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah pasal 181 dan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara pasal 17-18, yang menjelaskan bahwa proses penyusunan APBD harus
didasarkan pada penetapan skala prioritas dan plafon anggaran, rencana kerja
Pemerintah Daerah dan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati bersama
antara DPRD dengan Pemerintah Daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Bab IV
Penyusunan Rancangan APBD Pasal 29 sampai dengan pasal 42 dijelaskan bahwa
proses penyusunan RAPBD berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan
22
Umum APBD, Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dan Rencana Kerja
Anggaran SKPD (RKA-SKPD).
APBD mempunyai fungsi :
Fungsi Otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan;
Fungsi Perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan;
Fungsi Pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
Fungsi Alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk
menciptakan lapangan kerja/ mengurangi pengangguran dan pemborosan
sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian;
Fungsi Distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi
alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian daerah.
Sebelum berlakunya sistem Anggaran Berbasis Kinerja, APBD disusun dengan
menggunakan metoda tradisional atau item line budget. Mekanisme penyusunan
anggaran ini tidak didasarkan pada analisa rangkaian kegiatan yang harus
dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, namun lebih meniitikberatkan
pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran. Sasaran (target), keluaran (output) dan
hasil (outcome) dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan
dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur tidak
dapat disajikan dengan baik sehingga esiensi dari pengertian anggaran berbasis
kinerja (performance based budgeting) semakin tidak jelas.
Namun dalam perkembangannya, sistematika anggaran berbasis kinerja muncul
sebagai pengganti dari anggaran yang bersifat tradisional. Anggaran berbasis
23
kinerja pada dasarnya memiliki makna yang mendalam yaitu suatu pendekatan
sistematis dalam proses penyusunan anggaran yang mengaitkan pengeluaran yang
dilakukan organisasi pemerintahan di daerah dengan kinerja yang dihasilkannya
serta menggunakan informasi kinerja yang terencana. Proses penyusunan anggaran
pemerintah daerah, dimulai dengan dokumen-dokumen perencanaan seperti
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan
Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Sedangkan, pada tingkat satuan kerja
pemerintah daerah (SKPD), dokumen-dokumen tersebut meliputi Rencana Stratejik
(Renstra) SKPD, Rencana Kerja (Renja) SKPD dan Rencana Kerja dan Anggaran
(RKA) SKPD. Dalam implementasinya penerapkan penganggaran berbasis kinerja
tidak hanya dibuktikan dengan adanya dokumen-dokumen tersebut, melainkan
substansi dari dokumen tersebut harus ada keselarasan antar dokumen-dokumen
dengan memperhatikan indikator kinerja yang hendak dicapai. Indikator-indikator
kinerja di SKPD dituangkan dalam Renja SKPD seyogyanya terdapat keselarasan
dalam pencapaian indikator kinerja yang termuat dalam Renstra SKPD. Indikator
kinerja Renja SKPD harus selaras dengan indikator-indikator kinerja yang dituang
dalam RKA SKPD. Keselarasan indikator kinerja secara otomatis akan dapat
mengaitkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam dokumen perencanaan
strategis (Renstra SKPD) yang selanjutnya dituangkan dalam program dan kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan SKPD.
Oleh karena itu, kedudukan APBD sangatlah penting sebagai alat untuk memelihara
dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah dalam
proses pembangunan di daerah. APBD juga merupakan alat/wadah untuk
menampung berbagai kepentingan publik (public accountability) yang diwujudkan
melalui program dan kegiatan. APBD merupakan instrumen kebijakan yaitu sebagai
alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah
yang harus mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi dan
karakteristik daerah serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah
yang berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik. Proses penganggaran
yang telah direncanakan dengan baik dan dilaksanakan dengan tertib serta disiplin
akan mencapai sasaran yang lebih optimal. APBD juga menduduki posisi sentral
dan vital dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah.
24
Proses pembangunan di era otonomi daerah memberikan celah dan peluang yang
besar bagi Pemerintah Daerah dalam menentukan kebijakan dan arah
pembangunan yang mengutamakan potensi serta keunggulan daerah sesuai
dengan karakteristik daerah sehingga esensi dari dokumen APBD yang dihasilkan
dapat memenuhi keinginan dari semangat otonomi daerah itu sendiri. Pemerintah
Daerah juga dituntut melakukan pengelolaan keuangan daerah yang tertib,
transparan dan akuntabel agar tujuan utama dapat tercapai yaitu mewujudkan good
governance dan clean goverment.
25
KESIMPULAN
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat dalah sistem akuntansi yang mengolah semua
transaksi keuangan, asset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah pusat, yang
menghasilkan informasi akuntansi dan laporan keuangan yang tepat waktu dengan
mutu yang dapat diandalkan, baik yang diperlukan oleh badan-badan di luar
pemerintah pusat seperti DPR, maupun oleh berbagai tingkat manajemen pada
pemerintah pusat.
Pengembangan dan implementasi Sistem Akuntansi Pemerintah dapat kita telusuri
sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 476/KMK.01/1991
pada tanggal 21 Mei 1991 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah, sampai pada
tahun 2005, Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Nomor 59/PMK.06/2005
tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Tujuan SAPP sendiri adlah untuk menyediakan informasi keuangan yang diperlukan
dalam hal perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penata usahaan,
pengendalian anggaran, perumusan kebijaksanaan, pengambil keputusan dan
penilaian kinerja pemerintah dan sebagai upaya untuk mempercepat penyajian
Perhitungan Anggaran Negara (PAN), serta memudahkan pemeriksaan oleh aparat
pengawasan fungsional secara efektif dan efisien.
Sistem Akuntansi Pemerintah terbagi menjadi dua sistem utama yaitu:
1) Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) yang dilaksanakan oleh Departemen
Keuangan cq Ditjen Perbendaharaan, terdiri dari: Sistem Akuntansi Umum(SAU),
sistem ini menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca SAU; Sistem
Akuntansi Kas Umum Negara (SAKUN)
26
2) Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh kementrian/lembaga,
terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK), yang menghasilkan Laporan
Keuangan Instansi; dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN) yang
menghasilkan Lporan Barang Milik Negara.
27