36
MAKALAH PERKEMBANGAN DETEKSI DIDNI Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Deteksi dan Tumbuh Kembang AUD Dosen : Yani Sobariah, Dra. M.Pd Disusun Oleh Kelompok III : 1. Dian Herawati 2. Iis Ismaryanti 3. Iim Widjaja Putri 4. Tati Listiana SEMESTER V 1

Makalah Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAH

PERKEMBANGAN DETEKSI DIDNI

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Deteksi dan Tumbuh Kembang AUD

Dosen : Yani Sobariah, Dra. M.Pd

Disusun Oleh Kelompok III :

1. Dian Herawati

2. Iis Ismaryanti

3. Iim Widjaja Putri

4. Tati Listiana

SEMESTER V

JURUSAN PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)

UNIVERSITAS SEBELAS APRIL (UNSAP)

TAHUN 2013

1

Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan

karunia-Nya yang memberikan saya akal, budi, dan pikiran yang kemudian

berguna untuk kehidupan saya, khususnya dalam pembuatan makalah

“Perkembangan Deteksi Dini”. Sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada

waktunya.

Tak lupa juga saya ucapkan terima kasih banyak kepada:

1.    Kedua orang tua saya

2.    Dosen mata kuliah Deteksi dan Tumbuh Kembang AUD

3.    Serta teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Deteksi

dan Tumbuh Kembang AUD dan juga diharapkan kelak kemudian dapat berguna

dan bermanfaat untuk menambah informasi dan pengetahuan tentang

perkembangan deteksi dini.

Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini.Oleh karena itu

diharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi dapat

menyempurnakan makalah ini.

Majalengka, September 2013

Penulis,

Kelompok III

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2

C. Tujuan Masalah .......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak ....................................... 3

B. Stimulasi Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak ....................... 6

C. Faktor Genetik Tumbuh Kembang Anak .................................... 9

D. Langkah-langkah Deteksi Dini ................................................... 9

E. Cara Anak Berkembang dan Belajar .......................................... 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 20

3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan dan perkembangan anak secara fisik, mental, sosial,

emosional dipengaruhi oleh gizi, kesehatan dan pendidikan. Ini telah banyak

dibuktikan dalam berbagai penelitian, diantaranya penelitian longitudinal oleh

Bloom mengenai kecerdasan yang menunjukkan bahwa kurun waktu 4 tahun

pertama usia anak, perkembangan kognitifnya mencapai sekitar 50%, kurun

waktu 8 tahun mencapai 80%, dan mencapai 100% setelah anak berusia 18

tahun.

Penelitian lain mengenai kecerdasan otak menunjukkan fakta bahwa

untuk memaksimalkan kepandaian seorang anak, stimulasi harus dilakukan

sejak 3 tahun pertama dalam kehidupannya mengingat pada usia tersebut

jumlah sel otak yang dipunyai dua kali lebih banyak dari sel-sel otak orang

dewasa.

Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang

(SDIDTK) merupakan revisi dari program Deteksi Dini Tumbuh Kembang

(DDTK) yang telah dilakukan sejak tahun 1988 dan termasuk salah satu

program pokok Puskesmas. Kegiatan ini dilakukan menyeluruh dan

terkoordinasi diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga (orang

tua, pengasuh anak dan anggota keluarga lainnya), masyarakat (kader,

organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat) dengan tenaga professional.

Melalui kegiatan SDIDTK kondisi terparah dari penyimpangan pertumbuhan

anak seperti gizi buruk dapat dicegah, karena sebelum anak jatuh dalam

kondisi gizi buruk, penyimpangan pertumbuhan yang terjadi pada anak dapat

terdeteksi melalui kegiatan SDIDTK. Selain mencegah terjadinya

4

penyimpangan pertumbuhan, kegiatan SDIDTK juga mencegah terjadinya

penyimpangan perkembangan dan penyimpangan mental emosional.

Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak umur 0-6

tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu

mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap

kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak dilakukan oleh ibu dan ayah

yang merupakan orang terdekat dengan anak, pengganti ibu/pengasuh anak,

anggota keluarga lain dan kelompok masyarakat di lingkungan rumah tangga

masing-masing dan dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya stimulasi dapat

menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak bahkan gangguan yang

menetap.

Intervensi dini penyimpangan perkembangan adalah tindakan tertentu

pada anak yang perkembangan kemampuannya menyimpang karena tidak

sesuai dengan umurnya. Penyimpangan perkembangan bisa terjadi pada salah

satu atau lebih kemampuan anak yaitu kemampuan gerak kasar, gerak halus,

bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian anak.

B. Rumusan Masalah

1. Apa kegunaan dari deteksi dini?

2. Bagaimana cara mendeteksi penyimpangan perkembangan dan

pertumbuhan anak ?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui kegunaan deteksi dini.

2. Untuk mengetahui cara mendeteksi pemyimpangan tumbuh kembang

anak.

5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak

1. Pengertian Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak

Yang dimaksud dengan deteksi dini adalah upaya penyaringan

yang dilaksanakan untuk menemukan penyimpangan kelainan tumbuh

kembang secara dini dan mengetahui serta mengenal faktor-faktor resiko

terjadinya kelainan tumbuh kembang tersebut.

Sedangkan intervensi dimaksudnya adalah suatu kegiatan

penanganan segera terhadap adanya penyimpangan tumbuh kembang

dengan cara yang sesuai dengan keadaan misalnya perbaikan gizi,

stimulasi perkembangan atau merujuk ke pelayanan kesehatan yang sesuai,

sehingga anak dapat mencapai kemampuan yang optimal sesuai dengan

umumya.

Tumbuh kembang optimal adalah tercapainya proses tumbuh

kembang yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh anak. Dengan

mengetahui penyimpangan tumbuh kembang secara dini sehingga upaya-

upaya pencegahan, stimulasi dan penyembuhan serta pemulihannya dapat

dibenarkan dengan ini yang jelas sedini mungkin pada masa-masa peka

proses tumbuh kembang anak sehingga hasilnya dapat diharapkan akan

tercapai.

Jadi deteksi dini merupakan upaya penjaringan yang

dilaksanakan secara komprehensif untuk menemukan penyimpangan

tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenal faktor resiko (fisik,

biomedik, psikososial) pada balita, yang disebut juga anak usia dini (Tim

Dirjen Pembinaan Kesmas , 1997)

6

2. Kegunaan Deteksi Dini

Kegunaan deteksi dini adalah untuk mengetahui penyimpangan

tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, upaya

stimulasi, dan upaya penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan

dengan indikasi yang jelas sedini mungkin pada masa-masa kritis proses

tumbuh kembang. Upaya-upaya tersebut diberikan sesuai dengan umur

perkembangan anak, dengan demikian dapat tercapai kondisi tumbuh

kembang yang optimal ((Tim Dirjen Pembinaan Kesmas , 1997).

3. Alat untuk Melakukan Deteksi Dini

Alat untuk deteksi dini berupa tes skrining yang telah

distandardisasi untuk menjaring anak yang mempunyai kelainan dari

mereka yang normal ((Tim Dirjen Pembinaan Kesmas , 1997). Tes

skrining yang peka, dapat meramalkan keadaan anak dikemudian hari.

Oleh sebab itu diperlukan kepekaan dari petugas yang melakukan deteksi

dini, dalam hal ini kader Posyandu.

Menurut Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita (Tim

Dirjen Pembinaan Kesmas , 1997) macam-macam tes skrining yang

digunakan adalah:

1) Pengukuran Berat Badan menurut Umur (BB/ U)

Pengukuran ini dilakukan secara teratur untuk memantau

pertumbuhan dan keadaan gizi balita. Balita ditimbang setiap bulan

dan dicatat dalam Kartu Menuju Sehat Balita (KMS Balita)

sehingga dapat dilihat grafik pertumbuhannya dan dilakukan

interefensi jika terjadi penyimpangan.

2) Pengukuran Lingkaran Kepala Anak (PLKA)

PLKA adalah cara yang biasa dipakai untuk mengetahui

perkembangan otak anak. Biasanya besar tengkorak mengikuti

perkembangan otak, sehingga bila ada hambatan pada

perkembangan tengkorak maka perkembangan otak anak juga

7

terhambat. PLKA dapat dipakai sebagai salah satu alat pemantau

perkembangan kecerdasan anak.

3) Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)

KPSP adalah suatu daftar pertanyaan singkat yang ditujukan

kepada orang tua dan dipergunakan sebagai alat untuk melakukan

skrining pendahuluan perkembangan anak usia 3 bulan sampai

dengan 6 tahun. Untuk tiap golongan usia terdapat 10 pertanyaan

untuk orang tua atau pengasuh. KPSP dapat digunakan untuk

mengetahui ada tidaknya hambatan dalam perkembangan anak.

Namun hasil yang negatif tidak selalu berarti bahwa perkembangan

anak tersebut tidak normal, tetapi hal ini menunjukkan bahwa anak

tersebut memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Untuk jumlah

jawaban “Ya” kurang atau sama dengan enam, maka anak tersebut

harus dirujuk ke ahli.

4) Kuesioner Perilaku Anak Prasekolah (KPAP)

KPAP adalah sekumpulan kondisi-kondisi perilaku yang digunakan

sebagai alat untuk mendeteksi secara dini kelainan-kelainan

perilaku anak prasekolah, sehingga dapat segera dilakukan tindakan

untuk mengantisipasinya. KPAP diberikan kepada anak usia

prasekolah atau 3-6 tahun. Dalam KPAP terdapat 30 perilaku yang

ditanyakan kepada orang tua atau pengasuh anak. Jika didapatkan

hasil nilai lebih atau sama dengan sebelas, maka anak perlu dirujuk.

5) Tes Daya Lihat (TDL) dan Tes Kesehatan Mata (TKM) bagi Anak

Prasekolah.

TDL dan TKM bagi anak prasekolah (3-6 tahun) adalah alat untuk

memeriksa ketajaman daya lihat serta kelainan mata pada golongan

usia tersebut. Dengan demikian dapat segera ditentukan interfensi

sehingga membuat anak lebih siap untuk masuk sekolah dan belajar

tanpa adanya gangguan kesehatan mata.

8

B. Stimulasi  Deteksi   Dini Tumbuh Kembang Anak

Setiap orang tua menginginkan mempunyai anak yang sehat, cerdas,

sholeh, berkualitas dan sukses di masa depan, demikian juga setiap bangsa

menginginkan mempunyai generasi penerus yang mampu bersaing dan unggul

ditengah persaingan global yang sangat kompetitif, hal ini harus dianggap

sebagai suatu investasi untuk masa depan dan hal ini juga merupakan Hak

Anak, seperti yang tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945, pasal 28 B

ayat 2; “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang

serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.   

Salah satu upaya untuk mendapatkan anak yang seperti diinginkan

tersebut adalah dengan melakukan upaya pemantauan pertumbuhan dan

perkembangan balita atau yang dikenal dengan nama Stimulasi Deteksi

Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK). 

Upaya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita dan anak

prasekolah merupakan tindakan skrining atau deteksi secara dini (terutama

sebelum berumur 3 tahun) atas adanya penyimpangan termasuk tindak lanjut

terhadap keluhan orang tua terkait masalah pertumbuhan dan perkembangan

bayi, anak balita dan anak prasekolah, kemudian penemuan dini serta

intervensi dini terhadap penyimpangan kasus tumbuh kembang akan

memberikan hasil yang lebih baik. 

Upaya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita dan anak

prasekolah dilakukan melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini

tumbuh kembang anak yang menyeluruh dan terkoordinasi antar sektor dan

program. Tindakan koreksi dilakukan untuk mencegah masalah agar tidak

semakin berat dan apabila anak perlu dirujuk, maka rujukannya harus

dilakukan sedini mungkin sesuai dengan pedoman yang berlaku.

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta

jaringan, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau

keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.

9

Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang

lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa

serta sosialisasi dan kemandirian.

Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak umur 0 –

6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu

mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap

kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak dapat dilakukan oleh ibu, ayah,

pengganti orang tua/pengasuh anak, anggota keluarga lain atau kelompok

masyarakat di lingkungan rumah tangga masing-masing dan dalam kehidupan

sehari-hari.

Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa

prinsip dasar yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang.

2. Selalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena akan meniru

tingkah laku orang-orang yang terdekat dengannya.

3. Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak.

4. Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi,

bervariasi, menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak ada hukuman.

5. Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur

anak, terhadap ke 4 aspek kemampuan dasar anak.

6. Gunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman dan ada di

sekitar anak.

7. Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan.

8. Anak selalu diberi pujian, bila perlu diberi hadiah atas

keberhasilannya.

Ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat dikerjakan oleh

tenaga kesehatan di puskesmas dan jaringannya, berupa:

Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk

mengetahui/menemukan status gizi kurang/buruk dan

mikrosefali/makrosefali.

10

Deteksi dini penyimpangan perkembangan yaitu untuk mengetahui

gangguan perkembangan anak (Keterlambatan), gangguan daya lihat,

gangguan daya dengar.

Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk mengetahui

adanya masalah mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan

perhatian dan hiperaktivitas.

Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dilakukan dengan

pengukuran Berat Badan terhadap Tinggi Badan dengan tujuan untuk

memnetukan status gizi anak, normal, kurus, kurus sekali atau gemuk.

Selain itu, juga dilakukan pengukuran Lingkar Kepala Anak (LKA)

dengan tujuan untuk mengetahui lingkar kepala anak dalam batas

normal atau diluar batas normal.

Deteksi dini penyimpangan perkembangan dilakukan dengan :

Skrining/Pemeriksaan perkembangan anak menggunakan Kuisioner

Pra Skrining Perkembangan (KPSP) dengan tujuan untuk mengetahui

perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.

Tes Daya Dengar (TDD) dengan tujuan untuk menemukan gangguan

pendengaran sejak dini, agar dapat segera ditindak lanjuti untuk

meningkatkan kemampuan daya dengar dan bicara anak.

Tes daya Lihat (TDL) dengan tujuan untuk mendeteksi secara dini

kelainan daya dengar agar segera dapat dilakukan tindakan lanjutan

sehingga kesempatan untuk memperoleh ketajaman daya lihat menjadi

lebih besar. 

Ada beberapa jenis alat yang digunakan untuk mendeteksi secara dini

adanya penyimpangan mental emosional pada anak, yaitu; 

Kuisioner Masalah Mental Emosional (KMME) bagi anak umur 36

bulan sampai 72 bulan.

Tujuan untuk mendeteksi secara dini adanya penyimpangan/masalah

mental emosional pada anak prasekolah.

Ceklist Autis anak praseolah  (Checklist for Autism in

Toddler/CATT) bagi anak umur 18 bulan samapai 36 bulan.

11

Tujuan untuk mendeteksi secara dini adanya Autis pada anak umur 18

bulan – 36 bulan.

Formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan

Hiperaktivitas (GPPH) menggunakan Abreviated Conner Rating Scale

bagi anak umur 36 bulan ke atas.

Tujuan untuk mendeteksi secara dini adanya gangguan  Pemusatan

Perhatian dan Hiperaktivitas pada anak umur 36 bulan ke atas. 

C. Faktor  Genetik Tumbuh  Kembang  Anak               

1. Faktor  Keluarga                           

Penyakit   Generik  yang dapat  didiagnosa  selama  masa  kehamilan 

antara lain :

Sindroma  down

Sindroma  Turner

Thalasemia.

2. Faktor  lingkungan 

Dalam  deteksi  dini  memerlukan  data data konkrit  dari  macam-macam

perjalanan  suatu  penyakit yang berbeda-beda  di masyarakat.

3. Tanda-tanda  Tumbuh  Kembang  fisik  diamati  dengan  :

Pertambahan  besar  ukuran-ukuran  anthropometrik  dan  gejala / tanda

lain  pada  rambut,  gigi geligi, otot, kulit,  jaringan  lemak, darah  dll.

Ukuran  Antrhropometrik.

D. Langkah-langkah Deteksi Dini

1. Riwayat Medis

Penilaian perkembangan

• 0 – 5          : KMS, lingkar lengan, DDST, imunisasi, gizi

• 5 – 12        : sekolah. Ortu

• 13-18         : sekolah, ortu

2. Penilaian lingkungan rumah

3. Evaluasi penglihatan, pendengaran

12

4. Berbicara, berbahasa

5. Pemeriksaan fisik, periodik

6. Neurologik

7. Intelegensi

E. Cara Anak Berkembang Dan Belajar

Para ahli konstruktivis mengasumsikan bahwa pada dasarnya anak itu

memiliki kemampuan untuk membangun dan mengkreasi pengetahuan.

Menurut pandangan ini (Schickedanz, at al, 1990), pengetahuan pada

dasarnya dibangun. pengetahuan itu tidak terletak di manapun, melainkan

dibangun oleh anak dengan berinteraksi dengan lingkungannya.

Asumsi di atas mengimplikasikan bahwa keterlibatan, kreativitas, dan

inisiatif anak dalam proses belajar merupakan hal yang sangat esensial. Suatu

pengalaman belajar akan bermakna bagi anak kalau ia berbuat atas

lingkungannya. Kesempatan anak untuk mengkreasi dan/atau memanipulasi

objek atau ide merupakan hal yang utama dalam proses belajar. Dijelaskan

oleh Greenberg (1994) bahwa anak akan terlibat dalam belajar secara lebih

intensif jika ia membangun sesuatu daripada sekedar melakukan atau

menirukan sesuatu yang dibangun oleh orang lain. Secara lebih jauh, ia

melukiskan suasana belajar anak yang bermakna itu sebagai berikut

(Greenberg, 1994: 88): Children learn as they live, work, play, and converse

with peers. As they exchange ideas, they challenge each other every bit as

much as many adults challenge them--to think, to reconstruct their ideas

because they have new information and viewpoints.

Sesuai dengan dunia anak, proses belajar juga perlu dibuat secara

natural, hangat, dan menyenangkan. Penerapan aktivitas yang bersifat

bermain (playful activity) serta kesempatan anak untuk berinteraksi dengan

teman dan lingkungan sekitarnya sangat diutamakan. Karena anak merupakan

individu yang unik dan sangat variatif, maka unsur variasi individual dan

minat anak juga sangat diperhatikan. Dengan kepedulian akan unsur ini,

motivasi belajar anak diharapkan akan muncul secara intrinsik.

13

Memperkaya pandangan para ahli konstruktivis, Vygotsky (Berk,

1994) sangat menekankan pentingnya pengalaman interaksi sosial bagi

perkembangan proses berpikir anak. la meyakini bahwa aktivitas mental yang

tinggi pada anak terbentuk melalui dialog dengan orang lain. Kesimpulan ini

tercermin dari ungkapanya sebagai berikut: ...mind extends beyond the skin

and inseparably joined with other minds. Social experience shapes the ways

of thinking and interpreting the world available to individuals. ... higher

forms of mental activity are jointly constructed and transferred to children

through dialogues other people.

Berkenaan dengan konsep motivasi, para ahli konstruktivis

menjelaskan bahwan motivasi itu muncul dari interaksi individu dengan

pengalaman eksternal. Sebagai hasil pengalaman terdahulu, setiap anak

membawa segala pengetahuan yang telah dimilikinya terhadap pengalaman-

pengalaman barunya. Jika suatu pengalaman belajar tidak memberikan

kesempatan kepada anak untuk mengkreasi suatu pengetahuan baru semuanya

sudah familier atau terlalu mudah, maka pengalaman itu akan membosankan.

Sebaliknya, bilamana pengalaman belajar itu terlalu asing bagi anak tak ada

sedikitpun bekal pengetahuan anak yang berkaitan dengan pengalaman

barunya itu atau terlalu sukar, maka pengalaman itu akan mencemaskan dan

anak akan menarik diri atau menolak berhubungan dengan pengalaman baru

itu. Yang paling tepat adalah apabila pengalaman belajar itu mengandung

sebagian unsur yang sudah familier bagi anak dan sebagian lainnya masih

baru. Dalam situasi seperti ini anak bisa tertarik untuk berinteraksi dengan

pengalaman barunya itu dan bisa memiliki kesempatan untuk memanipulasi

atau mengkreasikan sesuatu (Schickedanz, at al, 1990).

Bredekamp dan Rosegrant (1991/92) akhirnya menyimpulkan bahwa

anak akan belajar dengan baik dan bermakna bila:

1. Anak merasa aman secara psikologis serta kebutuhan-kebutuhan

fisiknya terpenuhi.

2. Anak mengkonstruksi pengetahuan.

14

3. Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak-

anak lainnya.

4. Kegiatan belajar anak merefleksikan suatu lingkaran yang tak pernah

putus yang mulai dengan kesadaran kemudian beralih ke eksplorasi,

pencarian, dan akhirnya ke penggunaan.

5. Anak belajar melalui bermain.

6. Minat dan kebutuhan anak untuk mengetahui terpenuhi.

7. Unsur variasi individual anak diperhatikan.

Dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip perkembangan dan belajar

anak secara umum, melalui penelusuran berbagai referensi dan temuan-

temuan ilmiah yang sangat komprehensif, Bredekamp, S. & Copple, C.

(1997) akhirnya sampai pada kesimpulan sebagai berikut :

Ranah-ranah perkembangan anak: fisik, sosial, emosional, dan

kognitif-saling terkait secara erat. Perkembangan dalam satu ranah

berpengaruh dan dipengaruhi oleh perkembangan dalam ranah-ranah

yang lain.

Perkembangan dalam satu ranah dapat membatasi atau memfasilitasi

perkembangan yang lain. Misal, keterampilan bahasa anak

mempengaruhi abilitasnya untuk membangun hubungan sosial dengan

orang lain; begitu juga keterampilan interaksi sosialnya dapat

mendukung ataun menghambat perkembangan bahasanya. Ini

mengimplikasikan bahwa pendidik perlu sadar akan dan

menggunakan saling keterjalinan ini dalam cara-cara yang membantu

anak berkembang secara optimal dalam seluruh bidang perkembangan

dan yang membuat hubungan yang bermakna antar ranah

perkembangan tersebut.

Perkembangan terjadi dalam suatu urutan yang relatif berurutan, dan

abilitas, keterampilan, serta pengetahuan selanjutnya dibangun

berdasarkan apa yang sudah diperoleh terdahulu.

Penelitian tentang perkembangan manusia mengindikasikan bahwa

urutan pertumbuhan dan perkembangan yang relatif stabil dan dapat

15

diprediksi terjadi pada anak selama masa usia dini. Perubahan--

perubahan yang dapat diprediksi terjadi dalam seluruh ranah

perkembangan-fisik, emosi, sosial, bahasa, dan kognitif-walaupun

manifestasi dari cara-cara perubahan tersebut serta makna yang

melekat pada perubahan tersebut bisa bervariasi dalam konteks kultur

yang berbeda.

Pengetahuan tentang perkembangan anak ini memberikan kerangka

acuan umum bagi guru dalam menyiapkan lingkungan belajar,

merencanakan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran kurikulum yang

realistik, serta pengalaman-pengalaman belajar yang tepat.

Perkembangan berlangsung dengan rentang yang bervariasi antar

anak dan juga antar bidang perkembangan dari masing-masing

fungsi.

Variasi individual sekurang-kurangnya memiliki dua dimensi, yakni

variabilitas dari rata-rata perkembangan dan keunikan masing-masing

individu sebagai individu. Masing-masing anak merupakan pribadi

yang unik dengan pola dan waktu pertumbuhan individualnya, dan

juga bersifat individual dalam hal kepribadian, temperamen, gaya

belajar, serta latar belakang pengalaman dan keluarga. Dengan adanya

sejumlah variasi di antara anak yang berusia kronologis sama, usia

anak harus diakui terbatas sebagai indeks kasar tentang kematangan

perkembangan. Lebih lanjut, pengakuan akan variasi individual

menuntut bahwa keputusan-keputusan tentang kurikulum dan interaksi

guru-anak sejauh mungkin diindividualisasikan. Penekanan pada

ketepatan individual tidak sama dengan "individualism". Alih-alih,

pengakuan ini menuntut bahwa anak dipertimbangkan tidak semata-

mata sebagai anggota dari kelompok seusianya, yang diharapkan

berperikau sesuai dengan norma kelompok yang sudah ditentukan,

tanpa adaptasi akan variasi individual.

16

Pengalaman-pengalaman awal memiliki pengaruh kumulatif dan

tertunda terhadap perkembangan anak. Periode-periode optimal

terjadi untuk tipe perkembangan dan belajar tertentu.

Pengalaman-pengalaman awal anak bersifat kumulatif dalam arti

bahwa jika suatu pengalaman terjadi secara jarang, maka pengalaman

itu bisa memiliki sedikit pengaruh. Sebaliknya, jika pengalaman

tersebut terjadi dengan sering, maka pengaruhnya bisa kuat, kekal, dan

bahkan semakin bertambah. Pengalaman awal juga dapat memiliki

pengaruh yang tertunda terhadap perkembangan berikutnya. Misalnya,

suatu upaya pembentukan perilaku yang bersandar pada ganjaran-

ganjaran ekstrinsik (seperti permen atau uang), suatu strategi yang

bisa sangat efektif untuk jangka pendek, dalam kondisi tertentu dapat

mengurangi motivasi intrinsik anak dalam jangka waktu yang lama.

Lebih lanjut, pada periode tertentu dari masa kehidupan, beberapa

jenis belajar dan perkembangan terjadi sangat efisien. Misalnya, tiga

tahun pertama kehidupan tampak menjadi periode yang optimal bagi

perkembangan bahasa. Dan walaupun ketertundaan perkembangan

bahasa (karena defisit secara fisik atau lingkungan) dapat diperbaiki

lebih lanjut, intervensi tersebut biasanya memerlukan upaya yang

berat. Sama halnya, usia-usia prasekolah tampak optimum bagi

perkembangan gerak-gerak motorik yang fundamental. Pada sisi lain,

anak yang pengalaman-pengalaman motor awalnya sangat terbatas

bisa memerlukan upaya keras untuk memperoleh kompetensi fisik dan

juga bisa mengalami pengaruh-pengaruh tertunda ketika mencoba

berpartisipasi dalam olah raga atau aktivitas-aktivitas kebugaran

dalam hidup selanjutnya.

Perkembangan berlangsung dalam arah-arah yang dapat diprediksi

ke arah kompleksitas, organisasi, dan internalisasi yang lebih

meningkat.

Belajar selama usia dini berlangsung dari pengetahuan behavioral ke

pengertahuan simbolik atau representasional. Misalnya, anak sudah

17

belajar mengitari rumah dan setting keluarga lainnya jauh sebelum

mereka memahami konsep kata kiri dan kanan atau membaca peta

rumah. Ini mengimplikasikan perlunya memberikan kesempatan

kepada anak untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan

behavioral mereka dengan menyediakan sejumlah pengalaman

langsung dan dengan membantu anak memperoleh pengetahuan

simbolik melalui representasi pengalaman mereka dalam sejumlah

media seperti gambar, konstruksi model, bermain dramatik, deskripsi

verbal dan tertulis.

Perkembangan dan belajar terjadi dalam dan dipengaruhi oleh

konteks sosial dan kultural yang majemuk.

Menurut model ekologis, perkembangan anak sangat baik dipahami

dalam konteks sosiokultural keluarga, setting pendidikan, dan

masyarakat yang lebih luas. Konteks yang bervariasi tersebut saling

berikorelasi dan semuanya memiliki pengaruh terhadap perkembangan

anak. Pemahaman ini menuntut guru untuk belajar tentang kultur

mayoritas anak yang mereka layani jika kultur mereka berbeda dengan

kulturnya. Namun, mengakui bahwa perkembangan dan belajar

dipengaruhi oleh konteks-konteks sosial dan kultural tidak menuntut

guru untuk memahami semua nuansa-nuansa (perbedaan-perbedaan

yang sangat kecil) dari setiap kelompok kultural yang ia hadapi dalam

kerjanya, ini merupakan tugas yang tidak mungkin.

Anak adalah pembelajar akfif, mengambil pengalaman fisik dan sosial

serta juga pengetahuan yang ditransmisikan secara kultural untuk

mengkonstruk pemahaman mereka sendiri tentang lingkungan sekitar

mereka.

Anak berkontribusi terhadap perkembangan dan belajarnya sendiri di

saat mereka berupaya memaknai pengalaman sehari-harinya di rumah,

sekolah, dan di masyarakat. Sejak lahir, anak secara aktif terlibat

dalam mengkonstruksi pemahaman mereka sendiri dari pengalaman

18

mereka, dan pemahaman ini diperantarai oleh dan secara jelas terkait

dengan konteks sosiokultural.

Perkembangan dan belajar merupakan hasil dari interaksi

kematangan biologis dan lingkungan, yang mencakup baik lingkungan

fisik maupun sosial tempat anak tinggal.

Manusia merupakan produk dari keturunan dan lingkungan, dan

kekuatan-kekuatan ini saling berinterelasi. Kaum behavioris berfokus

pada pengaruh-pengaruh environmental sebagai penentu belajar,

sementara kaum maturationis menekankan hamparan yang sudah

ditentukan sebelumnya, yakni karakteristik heriditas. Masing-masing

perspektif sampai tarap tertentu benar, namun tak ada satu perspektif

pun yang memadai untuk menjelaskan belajar atau perkembangan.

Dewasa ini, perkembangan lebih sering dipandang sebagai hasil

proses interaktif transaksional antara individu yang tumbuh-berubah

dan pengalaman-pengalamannya dalam dunia sosial dan fisik.

Bermain merupakan suatu sarana penting bagi perkembangan sosial,

emosional, dan kognitif anak, dan juga merefleksikan perkembangan

anak.

Aktivitas bermain anak merupakan konteks yang sangat mendukung

proses perkembangan. Bermain memberi kesempatan kepada anak

untuk memahami lingkungan, berinteraksi dengan yang lain dalam

cara-cara sosial, mengekspresikan dan mengontrol emosi, serta

mengembangkan kapabilitas-kapabilitas simbolik mereka. Aktivitas

bermain anak memberi orang dewasa wawasan tentang perkembangan

anak dan kesempatan untuk mendukung perkembangan dengan

strategi-strategi baru.

Vygotsky meyakini bahwa bermain mengarahkan perkembangan.

Bermain memberikan suatu konteks bagi anak untuk mempraktekkan

keterampilan-keterampilan yang baru diperoleh dan juga untuk

berfungsi pada puncak kapasitas mereka yang berkembang untuk

mengambil peran-peran sosial baru, mencoba tugas-tugas baru dan

19

menantang, dan memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Selain

itu untuk mendukung perkembangan kognitif, bermain memainkan

fungsi-fungsi penting dalam perkembangan fisik, emosi, dan sosial

anak. Anak mengekspresikan dan merepresentasikan ide-ide, pikiran,

dan perasaan mereka ketika terlibat dalam bermain simbolik. Selama

bermain anak dapat belajar mengendalikan emosi, berinteraksi dengan

yang lain, memecahkan konflik, dan memperoleh rasa berkemampuan.

Melalui bermain, anak juga dapat mengembangkan imajinasi dan

kreativitas anak. Karena itu, bermain yang diinisiasi oleh anak dan

didukung oleh guru merupakan komponen yang esensial dari

pembelajaran berorientasi perkembangan.

Perkembangan mengalami percepatan bila anak memiliki kesempatan

untuk mempraktekkan keterampilan-keterampilan yang baru

diperoleh dan juga ketika mereka mengalami tantangan di atas level

penguasaannya saat ini.

Anak akan cenderung malas dan tidak termotivasi bila dihadapkan

pada kegiatan yang terlalu mudah dan tidak menantang. Sebaliknya,

kegiatan yang terlalu sulit dan membuat anak selalu gaga) akan

mendorongnya mengalami frustrasi. Pemahaman ini didasarkan pada

pemikiran bahwa perkembangan dan belajar adalah proses dinamis

yang mempersyaratkan orang dewasa memahami kontinum itu. Guru

atau pendidik lainnya perlu mengamati anak dengan cermat untuk

mencocokkan kurikulum dan pembelajaran dengan kompetensi,

kebutuhan, dan minat anak yang muncul, clan kemudian membantu

anak beralih dengan mentargetkan pengalaman-pengalaman yang

menantang mereka, tetapi tidak membuat mereka frustrasi.

Anak mendemonstrasikan mode-mode untuk mengetahui dan belajar

yang berbeda serta cara yang berbeda pula dalam merepresentasikan

apa yang mereka tahu.

Para ahli tenang belajar dan para ahli psikologi perkembangan telah

mengakui bahwa manusia memahami lingkungan dengan banyak cara

20

dan bahwa individu cenderung memiliki cara belajar yang lebih

disukai atau lebih kuat. Prinsip perbedaan modalitas ini

mengimplikasikan bahwa guru harus menyediakan tidak hanya

kesempatan bagi individu anak untuk menggunakan cara-cara belajar

yang disukainya serta mempergunakan kekuatan-kekuatannya, tetapi

juga kesempatan untuk membantu anak mengembangkan mode-mode

atau kapabilitasnya yang kurang kuat.

Anak berkembang dan belajar terbaik dalam suatu konteks komunitas

yang dirasa aman dan menghargai, memenuhi kebutuhan-kebutuhan

fisiknya, dan dirasa aman secara psikologis.

Kondisi seperti ini akan mendorong anak untuk berekspresi dan

beraktualisasi secara optimal. Anak memiliki keleluasaan untuk

bergerak, berperilaku, dan menyatakan pendapat tanpa terbebani

dengan tekanan-tekenan psikologis. Begitu pun keamanan fisiknya

terjamin sehingga ia bisa terhindar dari hal-hal yang bisa

membahayakan. Karena itu, praktek-praktek pendidikan yang

berorientasi perkembangan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan

fisik, sosial, dan emosional serta juga perkembangan intelektualnya.

21

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kegunaan deteksi dini adalah untuk mengetahui penyimpangan

tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, upaya

stimulasi, dan upaya penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan

indikasi yang jelas sedini mungkin pada masa-masa kritis proses tumbuh

kembang.

Intervensi dini penyimpangan perkembangan anak  tujuan intervensi

dan rujukan dini perkembangan anak adalah untuk mengoreksi, memperbaiki

dan mengatasi masalah atau penyimpangan perkembangan sehingga anak

dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya.

Waktu yang paling tepat untuk melakukan intervensi dan rujukan dini

penyimpangan perkembangan anak adalah sesegera mungkin ketika usia anak

masih di bawah lima tahun.

22

DAFTAR PUSTAKA

S. Bredekam dan C. Kopple. (1997). Prinsip-prinsip Perkembangan dan Belajar

Anak.

Schickedanz. (1990). Cara Anak Berkembang dan Belajar.

Siahaan, R. (2005). Pelaksanaan Program Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita

di Posyandu.

Sri Astuti. (2005). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini

Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayananan Kesehatan Dasar.

Jakarta : Departemen kesehatan Republik Indonesia

Zulkifli. (2003). Posyandu dan Kader Kesehatan. Pelaksanaan Program Deteksi

Dini Tumbuh Kembang Balita di Posyandu.

23