Upload
ciciliadesynta
View
42
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
isk
Citation preview
1
Diagnosis dan Penanganan Stroke Iskemik karena Thrombosis
Cicilia Desynta
102013400
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061, Fax. 021-5631731
Abstrak
Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dan berlangsung lebih dari 24 jam yang hanya disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak atau adanya obstruksi pada aliran darah otak. Stroke berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi stroke iskemik dan stroke trombosis. Stroke iskemik dapat disebabkan adanya emboli ataupun thrombus. Manifestasi klinis pada stroke sangat terkait dengan lokasi terjadinya stroke. Gejala yang umum adalah adanya penurunan kesadaran, paresis dan paralisis dari ekstremitas maupun bagian wajah, gangguan fungsi kognitif hingga fungsi eksekutif. Penatalaksanaan pada stroke iskemik dapat dilakukan dengan pemberian trombolisis (r-TPA), antikoagulan (heparin, warfarin) serta antiplatelet (clopidogrel, aspirin, ticlodipin, cilastazol, trifusal) sebagai terapi farmakologi. Penanganan stroke juga memerlukan pemeriksaan yang rutin dan berkala terhadap tanda-tanda vital (frekuensi nafas, denyut jantung, suhu, tekanan darah) serta asupan cairan dan nutrisi pasien. Stroke dapat menyebabkan berbagai komplikasi di antara lain infeksi thoraks, trombosis vena dalam, decubitus, infeksi saluran kemih berhubungan dengan kateterisasi,kejang, gangguan kepribadian, kelumpuhan permanen hingga kematian.
Kata kunci: stroke, stroke iskemik, stroke hemoragik, emboli, trombus
Abstract
Stroke (cerebrovascular disease) isa functional malfunction of the brain that happens suddenly and last for more than 24 hours that only caused by the brain circulation disease or obstruction in the brain blood flow. Regarding the reasons, stroke divided to ischemic stroke and hemorrhagic stroke. Ischemic stroke can caused by emboli or thrombus. The clinical manifestation of stroke are related to the brain location where the stroke happen. The most common symptoms are unconsciousness, parese and paralysis of the limb and part of the face, cognitive malfunction, and executive function. The therapy for ischemic stroke can be done with the thrombolysis (r-TPA), anticoagulant (heparin, warfarin), and antiplatelet (clopidogrel, aspirin, ticlopidin, cilastazol, and trifusal). The stroke treatment also need a routine and periodically test of the vital sign (respiratory rate, heart rate, temperature, and blood pressure) and body fluid and nutrition of the patient. Stroke can caused complications such as thorax infections, deep vein thrombosis, decubitus, urinary tract infection related to cathetherization, seizures, characters disorder, permanent paralysis, and death.
Key words: stroke, ischemic stroke, hemorrhagic stroke, emboli, thrombus
2
I. Pendahuluan
Penyakit serebrovaskuler atau Cerebro Vascular Dissease meliputi semua gangguan
pada area dari otak; dan secara sepintas atau permanen dipengaruhi oleh iskemia. oklusi atau
perdarahan dari satu atau lebih pembuluh darah serebral pada proses patologis tersebut.
Stroke merupakan salah satu sindrom neurologi yang merupakanancaman terbesar
menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Di Amerika stroke menempati urutan
ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Sedangkan di Indonesia data
nasional stroke menunjukkan angka kematian tertinggi 15,4%. Dua pertiga stroke terjadi di
negara berkembang. 80% menderita stroke iskemik, 20% menderita stroke hemoragik.
Insiden meningkat seiring bertambahnya usia.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, stroke masih merupakan masalah
utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah
krusial ini diperlukan strategi penangulangan stroke yang mencakup aspek preventif, terapi
rehabilitasi, dan promotif. Rendahnya kesadaran akan faktor risiko stroke, kurang dikenalinya
gejala stroke, belum optimalnya pelayanan stroke dan ketaatan terhadap program terapi untuk
pencegahan stroke ulang yang rendah merupakan permasalahan yang muncul pada
pelayanan stroke di Indonesia. Keempat hal tersebut berkontribusi terhadap peningkatan
kejadian stroke baru, tingginya angka kematian akibat stroke, dan tingginya kejadian stroke
ulang di Indonesia. Oleh karena itu, pada makalah ini akan membahas mengenai gejala,
faktor resiko, cara penegakan diagnosis, dan penangan dari stroke.
II. Pembahasan
Anamnesis
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat orang sakit sedang
melakukan aktivitas. Sehingga perlu ditanyakan beberapa pertanyaan berikut :
Apakah serangan strokenya akut/mendadak, bertahap? apakah serangan strokenya ini
yang pertama kali atau sudah pernah sebelumnya?
Menanyakan apakah mengalami kelemahan , kelumpuhan , atau hilang rasa separuh
badan (hemiparese)?
3
Menanyakan apakah mengalami gangguan penglihatan kabur atau buta secara
mendadak?
Menanyakan apakah mengalami sulit bicara atau bicara cadel secara tiba-tiba?
Menanyakan apakah pernah mengalami nyeri kepala hebat, mual, muntah tanpa
diketahui penyebabnya?
Menanyakan apakah mengalami hilang keseimbangan atau tiba-tiba jatuh tanpa
penyebab yang jelas?
Apakah kadar kolestrol orang sakit dalam keadaan tinggi?
Menanyakan apakah adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan?
Pada riwayat penyakit dahulu tanyakan hal-hal seperti demikian. Adakah riwayat
stroke sebulumnya, TIA, kolaps, kejang, perdarahan subaraknoid? Adakah riwayat penyakit
vaskular yang diketahui (misalnya stenosis karotis, arterosklerosis koroner, penyakit
vaskular) Adakah riwayat perdarahan dan kecenderungan pembekuan? Adakah riwayat
hipertensi, hiperkolesterolemia, atau merokok?
Riwayat obat-obatan seperti demikan. Apakah pasein mengkonsumsi antikoagulan
(misalnya warfarin) atau obat antiplatelet (misalnya aspirin)? Apakah baru-baru ini pasien
mengkonsumsi trombolitik?
Riwayat keluarga dan sosial. Adakah riwayat stroke daalam keluarga? Dapatkan
riwayat merokok dan minum alkohol.1
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan sistem saraf terdiri atas pemeriksaan TTV ditambah segmen yang akan
diuraikan di bawah ini, antara lain:
Tanda-tanda vital
Sensorium (kesadaran)
Tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa yaitu :
- Normal : kompos mentis
4
- Somnolen : Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang.
Somnolen disebut juga sebagai letargi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh
mudahnya pasien dibangungkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis
rangsang nyeri.
- Sopor (stupor) : Kantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan
rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat
mengikuti suruhan yang singkat dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan
rangsang nyeri pasien tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap
perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari
pasien. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.
- Koma - ringan: Pada keadaan ini tidak ada respons terhadap rangsang verbal.
Refleks (kornea, pupil dsb) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respons
terhadap rangsang nyeri. Pasien tidak dapat dibangunkan.
- Koma: Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap
rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya
Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma
Glasgow yang memperhatikan tanggapan (respon) penderita terhadap rangsang dan
memberikan nilai pada respon tersebut.2 Tanggapan/ respon penderita yang perlu
diperhatikan adalah
Gambar 1 Skala Koma Glasglow3
Tanda rangsang meningeal
5
Yaitu meliputi kaku kuduk, brudzinski sign, lasegue sign, kernig sign. Jika tanda
rangsang meningeal (+) berarti menderita meningitis atau SAH (pendarahan
subarachnoid)
Nervus kranialis
Jika belum diperiksa, lakukan pemeriksaan terhadap indera pembau, kekuatan
muskulus temporalis dan masseter, reflex kornea, gerakan wajah, refleks muntah, dan
kekuatan muskulus trapezius dan muskulus sternokleiomastoideus. Tinjauan
pemeriksaan nervus kranialis dapat dirangkum sebagai berikut:
Pemeriksaan Saraf Fungsi dan Kelainan Pada Pasien Stroke
Saraf Olfaktorius (N.I): Penghidu/penciuman.
Saraf Optikus (N.II): Ketajaman penglihatan, lapang pandang.
Saraf Okulomotorius (N.III): Reflek pupil, otot ocular, eksternal termasuk
gerakan ke atas, ke bawah dan medial,
kerusakan akan menyebabkan otosis
dilatasi pupil.
Saraf Troklearis (N.IV): Gerakan ocular menyebabkan ketidak
mampuan melihat ke medial bawah
Saraf Trigeminus (N.V): fungsi sensori, reflek kornea, kulit wajah dan
dahi, mukosa hidung dan mulut, fungsi
motorik, reflek rahang.
Saraf Abduschen (N.VI):. gerakan ocular, kerusakan akan menyebabkan
ketidakmampuan abduksi mata
Saraf Facialis (N.VII): fungsi motorik wajah bagian atas dan bawah,
kerusakan akan menyebabkan asimetris wajah
dan paresis.
pengecapan 2/3 anterior lidah
Saraf Vestibulokoklearis (N.VIII): mengendalikan keseimbangan
6
tes saraf koklear, pendengaran, konduksi udara
dan tulang, kerusakan akan menyebabkan
tinitus atau kurang pendengaran atau
ketulian.
Saraf Glosofaringeus (N.IX): fungsi motorik, reflek gangguan faringeal atau
menelan.
Saraf Vagus (N.X): Fungsi bicara. jika alami kerusakan bicara
pelo
k. Saraf Asesorius (N.XI): kekuatan otot trapezius dan
sternokleidomastouides, kerusakan akan
menyebabkan ketidakmampuan mengangkat
bahu dan menoleh
Saraf Hipoglosus (N.XII): fungsi motorik lidah, kerusakan akan
menyebabkan ketidakmampuan menjulurkan
dan menggerakkan lidah.
Sistem motorik
Massa otot, tonus, dan kekuatan kelompok otot yang utama. Fungsi serebelum dites
dengan gerakan silih berganti yang cepat atau Rapid Alternating Movements (RAM)
dan point to point movements seperti jari tangan ke hidung atau tumit ke tulang
kering, cara pasien berjalan. Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya dilakukan dengan
urutan urutan tertentu untuk menjamin kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.
1. Inspeksi:
Gaya berjalan dan tingkah laku, simetri tubuh dan ektremitas, kelumpuhan badan
dan anggota gerak, dll
2. Gerakan volunter
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:
- Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu
- Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti
- Mengepal dan membuka jari-jari tangan
7
- Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul
- Fleksi dan ekstensi artikulus genu
- Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki
- Gerakan jari- jari kaki
3. Palpasi otot
Pengukuran besar otot, nyeri tekan, kontraktur. konsistensi (kekenyalan),
konsistensi otot yang meningkat terdapat pada spasmus otot akibat iritasi radix
saraf spinalis, (seperti kasus meningitis), kelumpuhan jenis UMN (spastisitas),
gangguan UMN ekstrapiramidal (rigiditas), kontraktur otot, konsistensi otot yang
menurun terdapat pada kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot dan
kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di motor end plate.1
4. Tonus otot : Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa
kemudian ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi
siku dan lutut. Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar.
- Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan LMN)
- Hipotoni : tahanan berkurang
- Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan, ini dijumpai
pada kelumpuhan UMN
- Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada
Parkinson.
5. Kekuatan otot : Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot. Untuk memeriksa
kekuatan otot ada dua cara, yaitu pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas
atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan ini. Pemeriksa menggerakkan
bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan. Cara menilai
kekuatan otot:
- 0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total
- 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada
persendiaan yang harus digerakkan oleh otot tersebut
- 2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya
berat (gravitasi)
- 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat
- 4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan
8
- 5 : Tidak ada kelumpuhan (normal)
Sistem sensorik
Tes nyeri, suhu, sentuhan lembut dan vibrasi. Bandingkan sisi kiri dengan kanan dan
daerah proximal dengan distal kedua tungkai.
Protopatik : terdiri atas rasa nyeri, rasa suhu dan rasa raba.2
- Rasa nyeri bisa dibangkitkan dengan berbagai cara, misalnya dengan menusuk
menggunakan jarum, memukul dengan benda tumpul, merangsang dengan api
atau hawa yang sangat dingin dan juga dengan berbagai larutan kimia.
- Rasa suhu diperiksa dengan menggunakan tabung reaksi yang diisi dengan air
es untuk rasa dingin, dan untuk rasa panas dengan air panas. Penderita disuruh
mengatakan dingin atau panas bila dirangsang dengan tabung reaksi yang
berisi air dingin atau air panas. Untuk memeriksa rasa dingin dapat digunakan
air yang bersuhu sekitar 10-20 °C, dan untuk yang panas bersuhu 40-50 °C.
Suhu yang kurang dari 5 °C dan yang lebih tinggi dari 50 °C dapat
menimbulkan rasa-nyeri.
- Rasa raba dapat dirangsang dengan menggunakan sepotong kapas, kertas atau
kain dan ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan
atau pembangkitan rasa nyeri. Periksa seluruh tubuh dan bandingkan bagian-
bagian yang simetris.
Proprioseptif : rasa raba dalam (rasa gerak, rasa posisi/sikap, rasa getar dan rasa
tekanan)
- Rasa gerak : pegang ujung jari jempol kaki pasien dengan jari telunjuk dan
jempol jari tangan pemeriksa dan gerakkan keatas kebawah maupun
kesamping kanan dan kiri, kemudian pasien diminta untuk menjawab posisi
ibu jari jempol nya berada diatas atau dibawah atau disamping kanan/kiri.
- Rasa sikap : Tempatkan salah satu lengan/tungkai pasien pada suatu posisi
tertentu, kemudian suruh pasien untuk menghalangi pada lengan dan tungkai.
Perintahkan untuk menyentuh dengan ujung ujung telunjuk kanan, ujung jari
kelingking kiri dsb.
- Rasa getar : Garpu tala digetarkan dulu/diketuk pada meja atau benda keras
lalu letakkan diatas ujung ibu jari kaki pasien dan mintalah pasien menjawab
untuk merasakan ada getaran atau tidak dari garputala tersebut.
9
Diskriminatif : daya untuk mengenal bentuk/ukuran; daya untuk mengenal atau
mengetahui berat sesuatu benda dsb.
- Rasa grafestesia : untuk mengenal angka, aksara, bentuk yang digoreskan
diatas kulit pasien, misalnya ditelapak tangan pasien.
- Rasa stereognosis : untuk mengenal bentuk suatu benda dengan meraba
Refleks
Termasuk reflex biseps, triseps, brakioradialis, patela, achilles, reflex tendon dalam,
reflex plantaris atau reflex Babinski.
- Refleks fisiologis
1. Biseps
Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada
tendon m. biseps brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi
siku
Respons: fleksi lengan pada sendi siku
Afferent : n. musculucutaneus (C5-6)
Efferenst : idem
2. Triseps
Stimulus : ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan
fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.
Respons : extensi lengan bawah disendi siku
Afferent : n. radialis (C 6-7-8)
Efferenst : idem
3. KPR
Stimulus : ketukan pada tendon patella
Respons : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m. quadriceps
emoris.
Efferent : n. femoralis (L 2-3-4)
Afferent : idem
4. APR
Stimulus : ketukan pada tendon achilles
Respons : plantar fleksi kaki karena kontraksi m. gastrocnemius
Efferent : n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )
Afferent: idem
10
- Refleks patologis
1. Babinski
Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke
anterior
Respons : dorsofleksi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning)
jari – jari kaki
Koordinasi:
- Gerakan yang berubah dengan cepat
- Gerakan dari titik ke titik
- Gaya Berjalan
- Cara Berdiri : Uji Romberg dan Perhatikan adanya penyimpangan pronator
(Pasien merentangkan tangan dengan mata terpejam selama 20-30 detik dan
pada mata terbuka tangan direntangkan, dan tepuk tangan tersebut)
Status mental
atensi (mengulangi angka), orientasi (mengenali tempat: pagi, siang, malam), bahasa
(dengan menulis, membaca), daya ingat, berhitung, peribahasa, persamaan,
perbedaan, neglect, dan praxis
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Analisis laboratorium standar mencakup urinanalisis, HDL, laju endap darah, panel
metabolik dasar (natrium, kalium, klorida, bikarbonat, glukosa, nitrogen urea darah,
dan kreatinin), profil lemak serum, dan serologi untuk sifilis. Nilai rujukan untuk
Kolestrol Total tidak boleh lebih dari 200 mg / dL, HDL > 45 mg / dL, LDL tidak
boleh lebih dari 250 mg / dL, dan TG antara 0,7 – 1,4 mmol/L.3
Pada pasien yang dicurigai mengalami stroke iskemik, panel laboratorium yang
mengevaluasi keadaan hiperkoagulasi termasuk dalam perawatan standar.
Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah protrombin dengan rasio normalisasi
internasional, waktu tromboplastin parsial, dan hitung trombosit. Pemeriksaan lain
yang mungkin dilakukan adalah antibodi antikardiolipin, protein C dan S, antitrombin
III, plasminogen, faktor V Leiden, dan resistensi protein C aktif.
11
Pemeriksaan Radiologi.1,4,6,7
CT Scan (Pilihan Utama/baku emas)
Pada stroke non haemorrhagic terlihat adanya infark sedangkan pada stroke
haemorrhagic terlihat adanya pendarahan. Berikut dapat kita lihat dalam Tabel 7,
Gambaran Perbedaan Stroke Hemoraggik dan Iskemik
Tabel 7. Gambaran CT-scan
Stroke Hemoragik ( Lesi Hiperdens) Stroke Iskemik (Lesi Hipodens)
Sumber : http://www.medscape.com/viewarticle/452843_2
GA
MRI (Pilihan kedua setelah CT-scan)
12
Menunjukan bagian yang infark, pendarahan, Malforasi Anterior Vena. Yang lebih
spesifik dibandingkan CT-scan
Angiografi Cerebral
Membantu melihat adanya pendarahan, obstruksi arteri, memperlihatkan adanya
oklusi atau bagian pembuluh darah yang ruptur. Risiko utama pada prosedur ini
adalah robeknya aorta atau arteria karotis dan embolisasi dari pembuluh besar ke
pembuluh intrakranium. Dengan demikian, keuntungan memperoleh informasi
diagnostik yang penting harus ditimbang terhadap kemungkinan meluasnya stroke
saat medium kontras yang disuntikkan menggantikan aliran darah. Secara umum,
angiografi biasanya dicadangkan untuk pasien dengan TIA di bagian anterior sirkulus
Willisi, kerena kelainan penyebab mungkin dapat diperbaiki secara bedah. Namun,
angiografi sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan gejala dan tanda lesi
sirkulasi posterior.
Elektrokardiografi
Untuk mengetahui keadaan jantung dimana jantung berperan dalam suplai darah ke
otak yang dapat menegtahui pencetus stroke akibat penyakit jantung.
Doppler transkranium
Gambar 7. Angiografi Stroke 7
13
Ultrasonografi yang menggambarkan citra dan suara, memungkinakan kita menilai
aliran di dalam arteri dan mengidentifikasi stenosis yang mengancam aliran ke otak.
Teknologi jenis ini, yang disebut transkranial Doppler (TCD), juga dapat digunakan
untuk menilai aliran darah kolateral dan CBF total di aspek anterior dan posterior
sirkulus Willisi. Keunggulan prosedur ini adalah bahwa prosedur ini dapat dilakukan
di tempat tidur pasien, noninvasive, dan relative murah; prosedur ini juga dapat
dilakukan secara serial untuk menilai parubahan dalam pola CBF. Kemampuan yang
terakhir ini sangat penting untuk memantau awitan dan resolusi vasospasme arteri
setelah pardarahan intrakranium.
Pemeriksaan cairan otak dilakukan apabila dicurigai stroke perdarahan subarakhnoid dan
pada pemeriksaan CT-Scan tidak terlihat ada perdarahan subarakhnoid. Pada penderita
tertentu dilakukan pemeriksaan tambahan.
Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik membantu menentukan lokasi kerusakan otak.Untuk memperkuat
diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI . Kedua pemeriksaan tersebut
juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak.
Kadang dilakukan angiografi.4
Tabel 1. Skor stroke Siriraj.
(2,5x derajat kesadaran) + (2X muntah) + (2X nyeri kepala) + (0,1 X tekanan diastolik) - (3X penanda ateroma)-12Dimana :Derjat Kesadaran 0 = kompos mentis, 1 =somnolen, 2= sopor/komaMuntah 0 = tidak ada, 1= adaNyeri Kepala 0 = tidak ada, 1= adaAteroma 0 = tidak ada, 1= salah satu atau lebih (diabetes, angina, atau peyakit pembuluh darah)
Hasil : Skor >1: Perdarahan supratentorialSkor <1 : infark serebri
14
Tabel 2. skor stroke Gajah Madah.
Diagnosis stroke dapat dilakukan pula lewat: (1) skor stroke seperti stroke Siriraj, skor Gajah
Mada, (2) laboratorium darah untuk mencari faktor resiko, (3) EKG untuk mencari faktor
pencetus akibat gangguan jantung, (4) pungsi lumbal tapi sesuai indikasi, (5) CT Scan, MRI
kepala non kontras, (6) MRA kepala.
Working Diagnosis
Stroke Iskemik
Berikut adalah klasifikasi stroke iskemik berdasarkan penyebabnya:
1. Stroke emboli
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial maupun emboli paradoxical
melalui patent foramen ovale. Sumber emboli cardiogenik termasuk thrombus
valvular (seperti mutral stenosis, endoraditis, katup prostetik), thrombus mural
(seperti infark myocardm fibrilasi atrial, cardiomyopathy dilatasi, CHF dan atrial
myxoma). MI berhubungan dengan 2-3% insidensi stroke emboli, dimana 85% kasus
terjadi pada bulan pertama.3
2. Stroke thrombosis
Dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem arteri carotis atau pembuluh
darah kecil (termasuk percabangan sirkulus wilis dan sirkulasi posterior). Tempat
yang umum terjadi thrombosis adalah titik percabangan arteri serebral khususnya
distribusi arteri carotis interna. Stenosis arteri dapat mengakibatkan aliran darah yang
Penurunan kesadaran Nyeri kepala Babinski Jenis Stroke
+ + + Perdarahan
+ - - Perdarahan
- + - Perdarahan
- - + Iskemik
- - - Iskemik
15
turbulen dan meningkatkan resiko tebentuknya thrombus, atherosclerosis (seperti plak
ulserasi), dan perlengketan plateler yang kesemuanya dapat menyebabkan
pembentukan bekuan darah juga emboli atau oklusi pada arteri.
Penyebab yang umum dari thrombosis adalah polisitemia, defisiensi protein C,
dysplasia fibromuscula pada arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan
pada gangguan migraine headache. Berbagai proses diseksi dari arteri serebral juga
dapat menyebabkan stroke thrombosis seperi trauma, diseksi aorta thoracalis dan
arteritis. Hipoperfusi distal akibat stenosis atau oklusi arteri atau hipoperfusi area
diantara dua arteri serebral dapan menyebabkan stroke iskemik.
Stroke trombotik sebagian besar terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami dehidrasi
dan dinamika sirkulasi menurun. Thrombosis pembuluh otak cenderung memiliki awitan
bertahap, pola ini menyebabkan timbulnya istilah stroke in evolution. Gejala hilang timbul
berganti-ganti secara cepat. Pasien mungkin sudah mengalami beberapa kali TIA (transien
iskemik attack) sebelum akhirnya mengalami stroke. Stroke embolik dapat berasal dari
embolus arteri distal atau jantung. Stroke biasanya mendadak dengan efek maksimum sejak
awitan pertama. Biasanya serangan terjadi saat pasien sedang beraktivitas.4
Differential Diagnosis
Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga
menyebabkan iskemia (penurunan aliran) dan hipoksia di sebelah hilir. Penyebab stroke
hemoragik adalah hipertensi, pecahnya aneurisma, atau malformasi ateriovenosa. Hemoragi
dalam otak secara signifikan meningkatkan tekanan intracranial yang memperburuk cedera
otak yang dihasilkan.
Merupakan sekitar 15-20% dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi intraserebrum
mengalami ruptur, sehingga terjadi pendarahan ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi
vaskular yang dapat menyebabkan pendarahan subarachnoid (PSA) adalah aneurisma sakular
(Berry) dan malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada stroke haemoragik adalah
pemakaian kokain dan amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan
pendarahan intracerebrum atau subarachnoid.
16
Berikut merupakan etiologi stroke haemoragik, yaitu : 5
- Aneurisme merupakan keadaan dinding arteri yang melemah sehingga menyebabkan
arteri tersebut meregang dan menggelembung seperti balon. Biasanya aneurisme terjadi di
tempat yang terdapat percabangan arteri.
- Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang dapat menyebabkan arteriol kecil
pecah di dalam otak. Darah yang dilepaskan di dalam jaringan otak akan menimbulkan
tekanan pada arteriol sekitarnya sehingga arteriol tersebut ikut pecah dan menimbulkan
perdarahan yang lebih luas. Hipertensi dapat pula menyebabkan infark lakuner. Bentuk
ini merupakan infark miniatur yang serupa dengan strok komplek, tetapi memiliki skala
yang lebih kecil. Infark lakuner terjadi di dalam nukleus dan traktus spinalis otak dan
menyerupai danau atau lubang kecil-kecil.
- Malformasi arteriovenosa merupakan kelainan pembuluh darah otak dan disini arteri
berhubungan langsung ke vena tanpa melewati jaringan kapiler (capillary bed). Tekanan
darah yang datang dari arteri tersebut terlalu tinggi bagi vena sehingga membuat vena ini
melebar sehingga dapat mengangkut darah dengan volume yang lebih besar. Pelebaran ini
dapat menyebabkan ruptur vena tersebut.Tabel. 3 Evaluasi Manifestasi Klinis yang diperlukan.5
Gejala klinis Perdarahan
IntraSerebral
(PIS)
Perdarahan
Subarakhnoid (PSA)
Stroke Non
Hemoragik (SNH)
Gejala defisit
fokal
Berat Ringan Berat/ringan
Awitan/onset Menit/jam 1-2 menit Pelan (Jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tidak ada
Muntah pada
awalnya
Sering Sering Tidak, kecuali lesi
dibatang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Hampir selalu
Kaku kuduk Biasa ada Jarang Mungkin ada
Kesadaran Biasa hilang Bisa hilang sebentar Dapat hilang
17
Hemiparesis Seing sejak awal Awal tidak ada Sering sejak awal
Deviasi mata Bisa ada Jarang Mungkin ada
Lumbal Punksi
Warnah
Tekanan
Eritrosit
Sering berdarah
Meningkat
>1000/mm3
Berdarah
Meningkat
>1000/mm3
Jernih
Normal
>250/mm3
CT scan Massa intrakranial densitas bertambah
(hiperdens)
Densitas berkurang
(lesi hipodens)
Edema pupil + -
Etiologi
1. Vaskuler: arterosklerosis, displasia fibromuskuler, inflamasi (giant cell arteritis, SLE,
poliarteritis nodusa, angitis granuloma, arteritis sifilitika, AIDS), diseksi arteri,
penyalahgunaan obat, sindroma Moyamoya, trombosis sinus, atau vena.
2. Kelainan jantung: trombus mural, aritmia jantung, endokarditis infeksiosa dan non
infeksiosa, penyakit jantung rematik, pengunaan katup prostetik, miksoma atrial, dan
fibrilasi atrium.
3. Kelainan darah: trombositosis, polisitemia, anemia sel sabit, leukositosis,
hiperkoagulasi, dan hiperviskositas darah.
Trombosis arteri atau vena pada SSP dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari trias
Virchow: (1) abnormalitas dinding pembuluh darah, umumnya penyakit degeneratif dapat
juga inflamasi (vaskulitis) atau trauma/diseksi, (2) abnormalitas darah misalnya polisitemia,
(3) gangguan aliran darah. Penyabab tersering stroke adalah penyakit degeneratif arterial,
baik arteroskelrosis pada pembuluh darah besar (dengan tromboemboli) maupun penyakit
pembuluh darah kecil (lipohialinosis).3,4
Epidemiologi
Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200
kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun . Di Amerika diperkirakan terdapat lebih
18
dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per
tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. Rasio insiden pria dan wanita
adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07
pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun.
Faktor resiko
Faktor yang tidak dapat dikontrol antara lain: jenis kelamin, pria lebih sering
ditemukan menderita stroke dibanding wanita. Usia. Resiko mengalami stroke meningkat
seiring bertambahnya usia. Resiko semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Usia terbanyak
terkena serangan stroke adalah usia 65 tahun ke atas.
Keturunan. Adanya riwayat keluarga yang terkena stroke meningkatkan resiko
terjadinya stroke. Ras. Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada ras
kulit hitam karena diduga angka kejadian hipertensi yang tinggi dan diet tinggi garam.5
Faktor yang dapat dikontrol (Reversible) antara lain: hipertensi. Merupakan faktor
resiko tunggal yang paling penting untuk stroke iskemik maupun stroke perdarahan. Pada
keadaan hipertensi, pembuluh darah mendapat tekanan yang sangat besar. Jika proses tekanan
berlangsung lama, dapat menyebabkan kelemahan pada dinding pembuluh darah sehingga
menjadi rapuh dan mudah pecah. Hipertensi juga dapat menyebabkan aterosklerosis dan
penyempitan diameter pembuluh darah sehingga mengganggu aliran darah ke jaringan otak.
Tabel 4. Faktor Resiko Stroke
19
Penyakit jantung. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan
menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang
bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
Kolesterol tinggi atau hiperkolesterolemia Hiperkolesterolemia dapat menyebabkan
aterosklerosis. Aterosklerosis berperan dalam menyebabkan penyakit jantung koroner dan
stroke itu sendiri.
Diabetes Melitus. Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu
terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya
serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang
terjadi pada pembuluh darah serebral.
Stress Emosional. Seseorang yang sering mengalami stres emosional juga dapat
mempengaruhi kondisi fisiknya. Stres dapat merangsang tubuh mengeluarkan hormon-
hormon yang mempengaruhi jantung dan pembuluh darah sehingga berpotensi meningkatkan
resiko serangan stroke.
Merokok. Perokok lebih rentan mengalami stroke dibandingkan bukan perokok.
Nikotin dalan rokok membuat jantung bekerja keras karena frekuensi jantung dan tekanan
darah meningkat. Nikotin juga mengurangi kelenturan arteri serta dapat menimbulkan
aterosklerosis. Aktivitas yang tidak sehat. Kurang olahraga, makanan berkolesterol.
Patofisiologi
Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan
otak per menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit,
dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis
(dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai
sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah
ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya
sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior
membentuk suatu sirkulus Willisi.6
20
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke
jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu
di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang di
perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke
daerah tersebut.
Aterotrombotik insitu
Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu
pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke
jenis ini. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah
arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua
arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Suatu
ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga
menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh
darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak.
Tromboemboli
Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga
tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung
atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral
= pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani
pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung
(terutama fibrilasi atrium).Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak
terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan
akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. 4,6
Manifestasi Klinik
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi
bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak
yang mati (stroke in evolution).
Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil,
dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan.
21
Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena. Membaca isyarat
stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa gejala stroke. Manifestasi klinis
berdasarkan lokasi lesinya:
1. arteri serebri anterior : menyebabkan hemiparesis dan hemipistesi kontralateral yang
terutama melibatkan tungkai
2. arteri serebri media : menyebabkan hemiparesis dan hemipestesi kontralateral yang
terutama mengenai lengan disertai gangguan fungsi luhur berupa afasia (bila
mengenai area otak dominan) hemipastial neglect (bila mengenai area otak
nondominan)
3. arteri serebri posterior : menyebabkan hemianopsi homonim atau kuandratanopsi
kontralateral tanpa disertai gangguan motorik dan sensoris. Gangguan daya ingat
terjadi bila terjadi infark pada lobus temporalis medial. Aleksia tanpa agrafia timbul
bila infark terjadi pada korteks visual dominan dan splenium korpus kalosum.
Agnosia dan prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah) timbul akibat infark
pada korteks temporooksipitalis inferior
4. Korteks : Gejala terlokalisasi, mengenai daerah lawan dari letak lesi, hilangnya
sensasi kortikal (stereonogsis, diskriminasi 2 titik), kurang perhatian terhadap
rangasang sensorik
5. Kapsula : Lebih luas, sensasi primer menghilang, bicara dan penglihatan mungkin
terganggu.
6. Batang otak : menyebabkan gangguan saraf kranial seperti disartria, diplopia, dan
vertigo ; gangguan serebelar seperti ataksia atau hilang keseimbangan; penurunan
kesadaran
7. Infark lakunar merupakan merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni
motorik atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.
Kelainan neurologis yang terjadi lebih berat, lebih luas, berhubungan dengan koma atau
stupor dan sifatnya menetap.7 Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau
ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi. Stroke bisa menyebabkan edema atau
pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas.
Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan
neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak bertambah luas. Berikut merupakan tanda-tanda
peringatan seseorang dapat diduga mendapat serangan stroke, yaitu:
22
Gambar 1. Tanda Peringatan Serangan Stroke
Pentalaksanaan dan Pencegahan
Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan pasien dan
menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan dan pemeriksaan
laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba. Keputusan penting pada
manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan
menentukan resiko atau keuntungan dari pemberian terapi trombolitik.
Penatalaksanaan Umum Airway and breathing. Pasien dengan jalan napas yang tidak
adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari
intubasi.
Circulation. Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena
dan pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami aritmia
jantung dan peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat
menyebabkan terjadinya stroke.
Pengontrolan tekanan darah. Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada
stroke atau peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan vasoregulator
sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure (MAP) dan cardiac output (CO)
untuk mempertahankan aliran darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan
tekanan darah dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin
memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti hipertensi
diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg
23
dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi
trombolitik.7,8
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih 185 mmHg,
dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan
pengontrolan tekanan darah selama dan setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi
komplikasi perdarahan. Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol (10-20
mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali).
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus diperiksa
setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam berikutnya, dan setiap
jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari
nilai awal. Untuk mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat
diberikan.
Pengontrolan edema serebri. Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan
stroke non hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke.
Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial
dengan cepat.
Pengontrolan kejang. Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama
setelah onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap sekuel
kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap direkomendasikan.
Penatalaksanaan Khusus
1. Terapi Trombolitik
Trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-plasminogen activator) merupakan satu-
satunya pengobatan yang sudah terbukti dan direkomendasikan untuk memulihkan iskemia
pada stroke akut dengan syarat-syarat khusus yaitu tidak ada kelainan darah.5 Obat rt-PA
yaitu asetosal (asam asetil salisilat) digunakan dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari
sublingual.
Atau Trombolisis rt-PA intravena/intraarterial pada ≤ 3 jam setelah awitan stroke dengan
dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg). Sebanyak 10% dosis awal diberi sebagai bentuk bolus,
sisanya dilanjutkan melalui infus dalam waktu 1 jam
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam. Suatu
fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik
apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang
24
memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotisdan
infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai
terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.
1) Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu paruh
plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading
dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.
2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Cepat bereaksi dengan
protein plasma yang terlibat dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek
vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi
lewat urin. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare.
3. Neuroprotektif.
Mencegah perburukan neurologis yang berhubungan dengan stroke yang masih
berkembang dengan obat neuroprotector yaitu citicoline dan methylcobalamine.
4. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)8
1) Aspirin
Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini
sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila
terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum.
Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik,
muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara lain adalah
kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah. Aspirin mengurangi
agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg (belakangan ada yang memakai 150 mg)
mampu secara permanen merusak pembentukan agregasi platelet.
2) Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat menggunakan
tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet,
agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet
25
dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan
antraksi platelet-platelet. Menurut suatu studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke
dalam 3 tahun dan dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13 persen untuk grup
aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen dengan
Pencegahan
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental, alkohol,
kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan. Menggendaliakan hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi
seimbang dan olahraga teratur.5
Pencegahan sekunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti hipertensi
dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat hipoglikemik oral
atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia dengan diet rendah
lemak dan obat antidislipidemia, berhenti merokok, hindari kegemukan dan kurang gerak.
Kontrol terhadap penyakit vaskular, seperti :
1. Hipertensi
Hipertensi harus diatasi untuk mencegah terjadinya serangan ulang stroke. Menurut
Canadian Hypertension Education Program (CHEP), target tekanan darah untuk pencegahan
stroke adalah <140/90mmHg (135/85mmHg untuk pengukuran di rumah).8
2. Diabetes
Pada penderita diabetes, tekanan darah tetap kita kontrol dan nilainya <130/80mmHg. Selain
itu, kontrol yang paling penting adalah kontrol terhadap kadar glukosa dan dianjurkan
mencapai nilai hampir normal untuk mengurangi komplikasi vaskular. Menurut Canadian
Diabetes Association, target untuk kadar gula darah adalah 4.0-7.0mmol/L saat puasa dan
5.0-10.0mmol/L 2 jam setelah makan.
3. Kolesterol
Pasien dengan kadar Low Density Lipoproteins-Cholesterol (LDL-C) >2.0 mmol/L harus
dilakukan modifikasi gaya hidup, diet, dan pengobatan dengan statin. Hal ini dilakukan
sampai didapati kadar LDL-C <2.0 mmol/L.
Kontrol terhadap perilaku yang bisa diubah :
1. Merokok
26
Semua penderita stroke yang merokok harus dianjurkan berhenti merokok. Hal ini dapat
dilakukan dengan memberikan terapi tambahan berupa terapi pengganti nikotin dan terapi
perilaku.
2. Alkohol
Pasien yang merupakan peminum berat seharusnya berhenti atau mengurangi konsumsi
alkohol sampai ke titik yang aman, yaitu berkisar 14 minuman dalam 1 minggu untuk pria
dan 9 minuman untuk wanita. Tetapi, titik aman tersebut tidak sama untuk semua orang
sehingga berhenti mengkonsumsi alkohol lebih baik.
3. Obesitas
Penurunan berat badan merupakan hal yang dianjurkan sampai dicapai
BMI 18.5-24.9kg/m2 dan lingkar pinggang <88 cm untuk wanita dan <102 cm untuk pria.
Konsumsi makanan rendah lemak dan natrium, dan banyak konsumsi buah dan sayur
dianjurkan.
4. Aktivitas fisik
Bagi penderita stroke yang mampu melakukan aktivitas fisik, latihan fisik 30-60 menit seperti
berjalan, jogging, bersepeda selama 4-7 hari dalam seminggu dapat mengurangi faktor risiko
dan faktor lain yang dapat meningkatkan kejadian stroke.
Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema serebral,
transformasi hemoragik, dan kejang. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik
bisa terjadi meskipun agak jarang (10-20%). Indikator awal iskemik yang tampak pada CT
scan tanpa kontras adalah indikator independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan.
Manitol dan terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan dalam
situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih
lanjut belum diketahui.4
Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark mereka. Hal ini
diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa adanya trombolitik.
Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan penurunan neurologis dan berkisar
dari peteki kecil sampai perdarahan hematoma yang memerlukan evakuasi. Insiden kejang
berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-stroke iskemik biasanya bersifat
fokal tetapi menyebar.
27
Beberapa pasien yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic
seizure disorders. Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama
seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury.
Prognosis
Prognosis stroke tergantung jenis stroke dan sindrom klinis stroke. Kemungkinan hidup
setelah menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran, lesi, serta usia pasien, dan penyakit
yang menyertai sebelum stroke.Penderita yang selamat memiliki resiko tinggi stroke kedua
kali. Stroke hemoragik memiliki prognosis yang buruk, pada 30 hari pertama risiko
meninggal 50%, sedangkan stroke iskemik hanya 10%.8
Kesimpulan
Laki-laki berusia 63 tahun tersebut terkena stroke yang disebabkan oleh thrombosis. Hal ini
dapat dilihat dari faktor resiko yang dimilikinya yaitu kadar kolestrol yang tinggi dan juga
riwayat hipertensi sejak 7 tahun lalu, maupun dari gejala klinis yang tampak. Oleh karena itu
pentingnya dalam melakukan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
dengan tepat sehingga dapat menentukan jenis dan dimana lokasi dari stroke tersebut.
Pemeriksaan penunjang yang sangat dianjurkan adalah CT-scan dan atau MRI karena karena
cepat dan efisien. Penatalaksanaan yang cepat pada pasien stroke akan sangat menentukan
kesembuhan pasien dengan serangan stroke.
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2004.h.164-
5,175.
2. Bickley LS. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Edisi ke-8.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.h.12-13
3. Sacher RA, McPherson RA. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Edisi ke-11.
Jakarta: EGC; 2004.h.428-9.
4. Clarke C, Howard R, Rossor M, Shorvon SD. Neurology: a queenshare textbook.
USA:John Wiley and Sons;2011.Hal 125-43
5. Kasper DL, Braunwald E, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson JL, editors. Harrison’s
principles of internal medicine. 18th Ed. New York: McGraw Hills; 2011.h. 3270-99.
28
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI; 2006.h.1513-5.
7. Brust JCM. Current diagnosis and treatment in neurology. : McGraw-Hill Companies;
2006. Hal 107-41.
8. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnosis & tatalaksana
penyakit saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.24-7