31
1 BAB I PENDAHULUAN Agama Islam menetapkan hak milik seseorang atas harta, baik laki-laki atau perempuan melalui jalan syara’, seperti perpindahan hak milik laki-laki dan perempuan di waktu masih hidup ataupun perpindahan harta kepada para ahli warisnya setelah ia meninggal dunia. Islam tidak mendiskriminasikan antara hak anak kecil dan orang dewasa. Al-Qur’an telah menerangkan hukum-hukum waris dan wasiat sesuai ketentuan masing- masing secara gamblang, dan tidak membiarkan atau membatasi bagian seseorang dari hak-haknya. Al-Qur’an al-Karim dijadikan sandaran dan neracanya. Hanya sebagian kecil saja (perihal hukum waris dan wasiat) yang ditetapkan dengan Sunnah dan Ijma’. Di dalam syari’at Islam tidak dijumpai hukum-hukum yang diuraikan oleh al-Qur’an al-Karim secara jelas dan terperinci sebagaimana hukum waris maupun wasiat. Islam sebagai ajaran yang universal mengajarkan tentang segala aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal pembagian harta warisan. Islam mengajarkan tentang pembagian harta warisan dengan seadil - adilnya agar harta menjadi halal dan bermanfaat serta tidak menjadi malapetaka bagi keluraga yang ditinggalkannya. Dalam kehidupan di masyarakat, tidak sedikit terjadi Universitas Indonesia

Makalah Tafsir Ahkam Warisan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pembahasan tentang hukum warisan yang ada di surat Al-Baqoroh dan Surat An-Nisa

Citation preview

Page 1: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

1

BAB I

PENDAHULUAN

Agama Islam menetapkan hak milik seseorang atas harta, baik laki-laki

atau perempuan melalui jalan syara’, seperti perpindahan hak milik laki-laki dan

perempuan di waktu masih hidup ataupun perpindahan harta kepada para ahli

warisnya setelah ia meninggal dunia.

Islam tidak mendiskriminasikan antara hak anak kecil dan orang dewasa.

Al-Qur’an telah menerangkan hukum-hukum waris dan wasiat sesuai ketentuan

masing-masing secara gamblang, dan tidak membiarkan atau membatasi bagian

seseorang dari hak-haknya. Al-Qur’an al-Karim dijadikan sandaran dan

neracanya. Hanya sebagian kecil saja (perihal hukum waris dan wasiat) yang

ditetapkan dengan Sunnah dan Ijma’. Di dalam syari’at Islam tidak dijumpai

hukum-hukum yang diuraikan oleh al-Qur’an al-Karim secara jelas dan terperinci

sebagaimana hukum waris maupun wasiat.

Islam sebagai ajaran yang universal mengajarkan tentang segala aspek

kehidupan manusia, termasuk dalam hal pembagian harta warisan. Islam

mengajarkan tentang pembagian harta warisan dengan seadil - adilnya agar harta

menjadi halal dan bermanfaat serta tidak menjadi malapetaka bagi keluraga yang

ditinggalkannya. Dalam kehidupan di masyarakat, tidak sedikit terjadi

perpecahan, pertikaian, dan pertumpahan darah akibat perebutan harta warisan.

Pembagian harta warisan didalam islam diberikan secara detail, rinci, dan seadil-

adilnya agar manusia yang terlibat didalamnya tidak saling bertikai dan

bermusuhan yang terpenting pembagian harta warisan setelah di tunaikan dulu

wasiat/hutang si mayat apabila ia berwasiat/berhutang piutang.

Universitas Indonesia

Page 2: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Wasiat

1) Pengertian Wasiat

Pengertian wasiat menurut Muhammad Baqir (2008, h. 257), yaitu wasiat

berasal dari bahasa Arab yang artinya sesuatu yang dipesankan. Dalam hal ini,

maksudnya adalah sesuatu yang dipesankan dari seseoarang kepada orang lain

agar pesan itu dilaksanakan setelah kematiannya. Wasiat juga dapat diartikan

sebagai pemberian seseorang kepada orang lain berupa harta atau benda lain

yang berharga dan bermanfaat agar dapat diterima secara sukarela setelah

kematiannya.

Adapun syarat-syarat pemberi wasiat adalah orang yang memiliki

kemampuan yang diakui. Keabsahan itu dilandasi oleh akal, kedewasaan,

kemerdekaan dan tidak dibatasi kebodohan dan kelalaian. Jika pemberi wasiat

kurang memenuhi kemampuan itu, maka wasiatnya tidak sah. Adapula sesuatu

yang dapat membatalkan wasiat. Sayyid Sabiq dalam bukunya meneyebutkan

tiga faktor batalnya wasiat.

a. Pemberi wasiat menderita penyakit gila yang menyebabkan kematiannya.

b. Penerima wasiat mati sebelum pemberi wasiat.

c. Sesuatu yang diwasiatkan atau barang tersebut menjadi rusak sebelum

diwasiatkan.

2) Hukum Wasiat

Tentang hukum wasiat, para ulama berbeda pendapat tentang hukum

pelaksanaannya. Situasi dan kondisi juga mempengaruhi keberadaan hukum

itu sendiri.

a. Wasiat menjadi wajib bila orang itu memiliki kewajiban syara’ dan

khawatir semua harta atau barang peniggalannya menjadi sia-sia bila tidak

diwasiatkan.

b. Wasiat menjadi sunnah apabila digunakan untuk kebijakan karib-kerabat,

fakir dan orang-orang yang membtuhkan.

Universitas Indonesia

Page 3: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

3

c. Wasiat menjadi haram bila itu merugikan ahli waris.

d. Wasiat akan menjadi makruh bila yang berwasiat memiliki harta sedikit,

sedangkan dia memiliki ahli waris yang banyak membutuhkan hartanya.

Dan wasiat memiliki hukum jaiz atau boleh jika ia ditunjukkan kepada

orang kaya, baik orang yang diwasiati ataupun bukan.

B. Warisan

Menurut bahasa waris ialah, berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada

orang lain. Sedang menurut istilah, waris adalah harta peninggalan yang

ditinggalkan pewaris kepada ahli waris. Ahli waris ialah orang yang berhak

menerima harta peninggalan orang yang meninggal. Sedangkan harta warisan

ialah sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meniggal baik berupa uang

atau materi.

1) Sebab-Sebab Seseorang Mendapatkan Warisan

Seseorang berhak mendapatkan sejumlah harta warisan apabila terdapat

salah satu sebab di bawah ini, yaitu:

a. Kekeluargaan.

b. Perkawinan.

c. Karena memerdekakan budak.

d. Hubungan Islam.

Orang yang meninggal dunia apabila tidak mempunyai ahli waris, maka

harta peninggalannya diserahkan ke baitul mal untuk umat Islam dengan jalan

pusaka.

2) Sebab-Sebab Seseorang Tidak Berhak Mendapatkan Warisan

a. Hamba. Seorang hamba tidak mendapat warisan dari semua keluarganya

yang meninggal dunia selama ia masih berstatus hamba.

b. Pembunuh. Seorang pembunuh tidak memperoleh warisan dari orang yang

dibunuhnya. Rasulullah Saw bersabda:

Universitas Indonesia

Page 4: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

4

شيا المقتول من القاتل يرث النسائ       ال رواه

“yang membunuh tidak mewarisi sesuatu pun dari yang dibunuhnya” (HR Nasai).

c. Murtad. Orang yang murtad tidak mendapat warisan dari keluarganya

yang masih beragama Islam.

d. Orang non muslim. Orang non muslim tidak berhak menerima warisan

dari keluarganya yang beragama Islam dan begitu pula sebaliknya, orang

muslim tidak berhak menerima harta warisan dari orang non muslim

(kafir).

3) Furudhul Muqadharah (ketentuan kadar bagi masing-masing ahli waris)

a. Ketentuan bagian anak perempuan dalam KHI Pasal 176 yaitu:

Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua

orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan

apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki adalah dua

berbanding satu.

b. Ketentuan bagi ayah dalam KHI Pasal 177 yaitu:

Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak,

bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian.

c. Bagian ibu, dalam KHI mendapatkan bagian:

Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat seprtiga bagian.

Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah.

d. Bagian duda dalam KHI Pasal 179 berhak mendapatkan bagian yaitu:

Duda mendapat separuh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak,

dan bila pewaris meningalkan anak, maka duda mendapat seperempat

bagian.

Universitas Indonesia

Page 5: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

5

e. Bagian janda dalam KHI Pasal 180 mendapatkan bagian yaitu:

Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak,

dan bila pewaris  meninggalkan anak, maka janda mendapatkan

seperdelepan bagian.

f. Bagian saudara laki-laki dan perempuan seibu dalam KHI Pasal 181

mendapatkan bagian:

Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara

laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat

seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka

bersama-sama mendapat sepertiga bagian.

g. Bagian satu atau lebih saudara perempuan kandung atau seayah dalam

KHI Pasal 182 mendapatkan bagian:

Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan ayah dan anak sedang ia

mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah maka ia

mendapat separuh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama

dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih,

maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara

perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau

seayah maka saudara bagian laki-laki adalah dua berbanding satu dengan

saudara perempuan.

3) Pewaris Pengganti

Perihal pewaris pengganti, KHI mengaturnya dalam Pasal 185 sebagai berikut:

a. Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pewaris maka kedudukannya

dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal

173.[5]

b. Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari ahli waris yang

sederajat dan yang diganti.

[

Universitas Indonesia

Page 6: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

6

C. Keterkaitan Antara Waris Dengan Wasiat

Adapun hal-hal yang mempunyai keterkaitan antara waris dengan wasiat,

diantaranya adalah:

1) Warisan tidak harus pewarisnya meninggal terlebih dahulu. Sedangkan, wasiat

orang yang pemberi wasiat harus meninggal terlebih dahulu.

2) Dalam hal pembatalannya keduanya sama-sama, yaitu dalam soal membunuh.

Maka, keduanya batal dengan sebab itu.

3) Warisan sudah ditentukan berapa bagian yang diperoleh masing-masing ahli

waris. Akan tetapi, jika wasiat ditentukan sesuai dengan isi surat wasiat.

D. Ayat-Ayat tentang Wasiat dan Warisan

1) Ayat Wasiat (QS. Al-Baqoroh : 180)

�ب� �ت �م� ك �ح�د�ك �ذ�ا ح�ض�ر� أ � إ ك � م� ع�ل ت�م� م�م� م� اٱ ر� ك� خ� �ر� �ن ت م� إ

�ة� م�و�ص�ي ن� و�ٱ �د� و�#ل � م� ل �ين�م� ب ر�� م�أ م� �ٱ و ب ر� �م� ف م� م� �ق�ين� ح�ق)ا ع�ل�ى ٱ م�م�ت ٱ

١٨٠ “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan

(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat

untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma´ruf, (ini adalah)

kewajiban atas orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Baqoroh: 180)

2) Ayat Warisan (QS. An-Nisa: 11-12)

�ه� لل �م� �وص�يك ظ/ ٱي ل� ح�11 �ر� م� �لذ�ك � ل �#د�ك ل � م� ف�ي5 أ فم� �م� �ي نث� أ ن م� م� �ن�ٱ �ن ك إ ف�11

ق� اء> ف� �س� ن�م�ن � �ت م�ن م� اٱ �ه�11 � و�#ح�د�ة> ف�ل �ان �ن ك �ر� و�إ �ا م�ا ت �ث �ل �ه�ن� ث م� ف�ل �� ف

/ ��لن ن م� ه�م�ا ٱ �ل/ و�#ح� م/ �ك ه� ل �و� ب� م� و�أل� د� �ر�ٱلسFد�س�م� �ان�ك� م�م�ا ت �ن ك إ

�ه� �ه�ۥل �ن ل �ك � ي �ن ل � ف�إ م� و�ل �� �ه�ۥن � و�و�ر�ث ه� ۥ�� و�ل �م11/ و�اه� ف�أل� �ب�11 � أ Fل ��لث ن �نٱ إ ف�11

Universitas Indonesia

Page 7: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

7

�ه� �ان� ل �م/ه� ۥك و� ف�أل� � � إ� �د�م Fلس�� ن � د�ٱ ا أ �ه�11 �وص�ي ب � ي د� و�ص�ي � م� ب� ن م� م� �د م� ن�

F �ي ون� أ ر� � � ال� ت �اؤ�ك ن � � و�أ �اؤ�ك م�ء�اب م� م" ع> ف�ر�يض�ة> م/ن�م�ه�م� � � ن �ك ب� ل ر�� ن# أ م� م� م�

� $لل ن �ن� ٱ �ه� إ ا ٱلل ا ح�ك�يم11> �يم�11 �ان� ع�ل ك�١١ ك ر� ا ت�11 ف� م�11 � � ن �ك و�ل م% م� ۞

�م� �ك � ف�ل �ه�ن� و�ل ان� ل �ن ك�11 � ف�إ �ه�ن� و�ل �ن ل �ك � ي �ن ل � إ و�#ج�ك� ��أ �� ن م� م� ع�م' ب�11 Fٱلر

��ه�ن � د� و�ل �ه�ا أ �وص�ين� ب � ي د� و�ص�ي � �ر� م� ب ند م�م�ا ت م� م� �د م� ن� � ن ع�م) ب�11 Fاٱلر � م�م11

� � و�ل �ك �ن ل �ك � ي �ن ل � إ ت �ر� م�ت م� م� ��م� �ه�ن� ن � ف�ل � و�ل �ك �ان� ل �ن ك �� ف�إ Fم�ن�م� م�م�اٱلث

ث� �ور� ج� ي �ان� ر� �ن ك � د� و�إ �ه�ا أ �وص�ون� ب � ت د� و�ص�ي � � م/ ب ت �ر� ��ت د ن م� م� �د م� ن� ن� م�

و� � �ة� أ �#ل �ل �ك أ �ر�� م� �ه�ٱ ه�م�ا ۥ و�ل �ل/ و�#ح� م/ �ك � ف�ل � أ �خS أ م� أ د� )� م* د�م� Fلس�� ن �نٱ إ ف�11

U أ �و5ا �ان ر�ك ث�11 �اء� ف�ي م�� ك ر� ك� ف�ه� ش�11 �م� م�ن ذ�#ل�11 Fل �لث ن �ٱ ي د� و�ص�11 � د� م� ب م� ن�

�ة> م/ن� ي ا و�ص�1 ر� م�ض�11 نY غ� � د� ا أ �ه�11 �وص�ى# ب د,+ي ن م� م� �م� $لل ن ه� و�ٱ ��يمSٱلل1 ع�ل

�ي ل ��١٢ح�“Allah mensyari'atkan kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-

anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang

anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih

dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika

anak perempuan itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang

ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam

dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak. Jika

orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-

bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika yang meninggal itu

mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-

pembagian tersebut di atas) setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau (dan)

setelah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak

mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini

adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi

Mahabijaksana.Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang

ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka

Universitas Indonesia

Page 8: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

8

(istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta

yang ditinggalkannya setelah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan)

setelah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu

tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka

para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan setelah

dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) setelah dibayar hutang-hutangmu.

Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak

meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang

saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi

masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika

saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam

bagian yang sepertiga itu, setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau (dan)

setelah dibayar hutangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris).

Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun”

(QS. An-Nisa: 11-12)

E. Asbabun Nuzul Ayat Wasiat dan Warisan

1) Asbabun Nuzul Ayat Wasiat (QS. Al-Baqoroh : 180)

Adapun sebab turunnya ayat ini adalah sesungguhnya masyarakat jahiliyah

mewasiatkan harta mereka kepada orang-orang yang jauh dengan tujuan

pamer (riya’) dan agar terkanal (mencari kemasyhuran), serta mencari

kebasaran dan kemuliaan. Dan meninggalkan kerabat dekatnya dalam keadaan

fakir dan miskin. Kemudian Allah menurunkan ayat ini pada awal islam, serta

mengembalikan hak yang diberikan orang-orang yang jauh kepada sanak

kerabat yang dekat, hal tersebut dilakukan untuk mencari kebaikan dan

hikmah. Ada pendapat yang mengatakan ayat ini dinasakh oleh ayat waris

pada surat an-nisa’, maka sekarang tidak diwajibkan seseorang berwasiat

kepada orang yang dekat maupun orang yang jauh dan jika ada yang berwasiat

pada orang yang dekat ataupun jauh maka mereka bukan termasuk dalam

orang-orang yang menerima waris.

2) Asbabun Nuzul Ayat Warisan (QS. An-Nisa : 11-12)

Universitas Indonesia

Page 9: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

9

Diriwayatkan oleh Imam-Imam yang enam yang bersumber dari Jabir bin

Abdillah: bahwa Rasulullah disertai Abu Bakar berjalan kaki menengok Jabir

bin Abdillah sewaktu sakit keras di kampung Bani Salamh. Ketika

didapatkannya tidak sadarkan diri, beliau minta air untuk berwudu dan

memercikkan air di atasnya, sehingga sadar. Lalu berkatalah Jabir: “Apa yang

tuan perintahkan kepadaku tentang harta bendaku?”. Maka turunlah ayat

tersebut di atas (An-Nisa ayat 11, 12) sebagai pedoman pembagian harta

waris.

Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Al-Hakim yang

bersumber dari Jabir: bahwa istri Sa’ad bin Ar-Rabbi menghadap kepada

Rasulullah Saw dan berkata: “Ya Rasulallah, kedua putri ini anak Sa’ad bin

Ar-Rabi yang menyertai tuan dalam perang Uhud dan ia telah gugur sebagai

syahid. Paman kedua anak ini mengambil harta bendanya, dan ia tidak

meninggalkan sedikitpun, sedang kedua anak ini sukar mendapat jodoh kalau

tidak berharta”. Bersabda Rasulullah Saw: “Allah akan memutuskan hukum-

Nya”. Maka turunlah ayat hukum pembagian waris seperti tersebut di atas

(An-Nisa ayat 11, 12)

Keterangan:

Menurut Al-Hafidh Ibnu Hajar: “Berdasarkan Hadis tentang kedua putri

Sa’ad bin Ar-Rabi, ayat ini turun berkenaan dengan kedua putri itu dan tidak

berkenaann dengan Jabir, karena Jabir pada waktu itu belum mempunyai anak.

Selanjutnya ia menerangkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan

keduanya, mungkin ayat 11 pertama berkenaan dengan kedua putri Sa’ad dan

bagian akhir dari ayat itu (An-Nisa ayat 12) berkenaan dengan kisah Jabir.

Adapun maksud Jabir dengan kata-katanya ‘turunlah ayat 11’, ingin

menyebutkan hal penetapan hukum waris bagi kalalah yang terdapat pada ayat

selanjutnya (An-Nisa ayat 12)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa orang jahiliyyah tidak

memberikan harta waris kepada wanita dan pada anak laki-laki yang belum

dewasa atau yang belum mampu berperang. Ketika Abdurrahman (Saudara

Hasan bin Tsabit) ahli Sya’ir yang masyhur meninggal, ia meninggalkan

seorang istri bernama Ummu Kuhhah dan lima putri. Maka datanglah keluarga

Universitas Indonesia

Page 10: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

10

suaminya mengambil harta bendanya. Berkatalah Ummu Kuhhah kepada Nabi

Saw mengadukan halnya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (An-Nisa ayat

11) yang menegaskan hak waris bagi anak-anak wanita dan (An-Nisa ayat 12)

yang menegaskan hak waris bagi istri.

Diriwayatkan oleh Al-Qadh Isma’il dalam kitab Ahkamul Qur’an yang

bersumber dari Abdul Malik bin Muhammad bin Hazm: bahwa peristiwa

Sa’ad bin Ar-Rabi tentang turunnya ayat 127 surat An-Nisa adalah sebagai

berikut: Amrah binti Hizam yang ditinggal gugur sebagai syahid di perang

Uhud oleh suaminya (Sa’ad bin Ar-Rabi) menghadap kepada Nabi Saw

membawa putrinya (dari Sa’ad bin Ar-Rabi) menuntut hak waris. Ayat

tersebut menegaskan kedudukan dan hak wanita dalam hukum waris.

F. Tafsir Ayat Wasiat dan Warisan

1) Tafsir Ayat Wasiat (QS. Al-Baqoroh : 180)

Ayat ini mengandung perintah untuk memberikan wasiat kepada kedua

orang tua dan kaum kerabat. Menurut pendapat yang lebih kuat, pemberian

wasiat itu merupakan suatu hal yang wajib sebelum turunnya ayat mengenai

mawaris (pembagian harta warisan). Dan ketika turun ayat fara’idh, ayat

washiyat itu dinasakh, dan pembagian warisan yang ditentukan menjadi suatu

hal yang wajib dari Allah Ta’ala yang harus diberikan kepada ahli waris, tanpa

perlu adanya wasiat serta tidak mengandung kemurahan dari orang yang

berwasiat.

Oleh karena itu, disebutkan dalam sebuah hadits yang terdapat dalam kitab

as-Sunan dan lainnya, dari Amr bin Kharijah, katanya, aku pemah mendengar

Rasulullah berkhutbah, dan beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah telah

memberikan hak kepada setiap yang berhak, maka tiada wasiat bagi ahli

waris.”

Imam Ahmad meriwayatkan dari Muhammad bin Sirin, katanya, ketika

Ibnu Abbas duduk dan membaca surat al-Baqarah hingga sampai ayat ini: in

taraka khairanil washiiyyatu lilwaalidaini wal aqrabiin (“Jika ia meninggalkan

harta yang banyak, berwasiat kepada ibu bapak dan karib kerabatnya,”) ia pun

mengatakan, “Ayat ini sudah dinasakh.”

Universitas Indonesia

Page 11: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

11

Hadits di atas juga diriwayatkan al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak, dan

menurutnya derajat hadits ini shahih sesuai persyaratan al-Bukhari dan

Muslim.

Dan mengenai firman-Nya: al washiiyyatu lilwaalidaini wal aqrabiin

(“Berwasiat kepada ibu bapak dan karib kerabatnya,”) Ali bin Abi Thalhah

meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, “Pada mulanya tidak ada yang memperoleh

warisan dengan adanya ibu-bapak kecuali jika ia berwasiat kepada kaum

kerabat. Kemudian Allah Ta’ala menurunkan ayat tentang mawaris, di

dalamnya diterangkan bagian kedua orang tua dan ditetapkan wasiat untuk

karib kerabat dengan sepertiga harta si mayit.”

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ayat: al washiiyyatu

lilwaalidaini wal aqrabiin (“Berwasiat kepada ibu bapak dan karib

kerabatnya,”) ini telah dinasakh dengan ayat yang artinya:

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan

kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian pula dari harta peninggalan ibu

bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah

ditetapkan.” (QS. An-Nisaa’: 7)

Mengenai ini, penulis (Ibnu Katsir) katakan: “Kewajiban berwasiat kepada

ibu bapak dan juga karib kerabat yang termasuk ahli waris itu menurut ijma’

telah dinasakh, bahkan dilarang.” Hal itu didasarkan pada hadits:

“Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada setiap yang berhak, maka

tiada wasiat bagi ahli waris.”

Dengan demikian, ayat mawaris merupakan hukum yang independen dan

kewajiban dari sisi Allah bagi ashhabul furudh (ahli waris yang mendapat

bagian tertentu) dan juga ashabah (ahli waris yang menerima sisa bagian dari

ashhabulfurudh). Dengan ayat ini pula hukum wasiat terhapus secara total.

Dengan demikian yang tertinggi adalah kaum kerabat yang tidak berhak

memperoleh warisan. Disunnahkan kepada seseorang untuk berwasiat bagi

mereka dari sepertiga hartanya sebagai respon atas ayat wasiat dan

keumumannya.

Selain itu, diriwayatkan dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim dari

Ibnu Umar, bahwa Rasulullah bersabda: “Tidak dibenarkan bagi seseorang

Universitas Indonesia

Page 12: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

12

muslim yang memiliki sesuatu untuk diwasiatkan berdiam diri selama dua

malam, melainkan wasiat itu telah tertulis di sisinya.” (Muttafaq ‘alaih).

Ibnu Umar menuturkan: “Tidak ada satu malam pun yang berlalu dariku sejak

aku mendengar Rasulullah menyampaikan-hal itu melainkan wasiatku berada

di sisiku.”

Dan firman-Nya: in taraka khairan (“Jika ia meninggalkan harta yang

banyak”) Di antara para ulama ada yang berpendapat bahwa wasiat itu

disyariatkan, baik harta warisan itu sedikit maupun banyak sepert halnya

disyari’atkannya warisan. Tetapi di antara mereka ada juga yang berpendapat,

bahwa wasiat itu hanya dilakukan bila seseorang meninggalkan harta yang

banyak.

Firman-Nya lebih lanjut: bil ma’ruuf (“Dengan cara yang baik.”) Artinya

dengan lemah lembut dan baik. Dan yang dimaksud dengan makruf adalah

hendaklah seseorang berwasiat kepada kaum kerabat tanpa menghancurkan

(masa depan) ahli warisnya; tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir.

Sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim,

bahwa Sa’ad pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhya aku

mempunyai harta kekayaan (yang cukup banyak) dan tidak ada yang

mewarisiku kecuali seorang puteriku, apakah aku boleh mewasiatkan dua

pertiga hartaku?” “Tidak,” jawab Rasulullah. “Apakah setengahnya?”

tanyanya lebih lanjut. Beliau jawab, “Tidak.” Ia bertanya lagi, “Apakah

sepertiga?” Beliau menjawab, “Ya sepertiga, dan sepertiga itu banyak.

Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya

adalah lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin,

meminta-minta kepada orang lain.”

Sedangkan dalam kitab Shahih al-Bukhari diriwayatkan, bahwa Ibnu

Abbas berkata, “Seandainya orang-orang mengurangi (nya) dari sepertiga

menjadi seperempat itu sudah cukup karena sesungguhnya Rasulullah telah

bersabda, “Sepertiga, dan sepertiga itu banyak.”

2) Tafsir Ayat Warisan (QS. An-Nisa : 11-12)

Universitas Indonesia

Page 13: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

13

Ayat di atas (yakni ayat 11 dan 12) serta ayat terakhir surat An Nisa'

adalah ayat-ayat tentang warisan, ditambah dengan hadits Ibnu Abbas

radhiyallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

bersabda:

وا ق� �ل�ح� ائ�ض� أ �ر �ا ال�ف �ل�ه �ا ، ب�أ�ه �م �ى� ف و� ب�ق� �ه �و�ل�ى ف�ل+ أل ج� �ذ�ك�ر+ ر

"Berikanlah bagian ashabul furudh, sisanya untuk laki-laki yang terdekat."

(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini sudah mencakup sebagian besar hukum-hukum faraa'idh,

bahkan menerangkan semuanya sebagaimana yang akan kita lihat selain

warisan nenek shahih; yang tidak disebutkan di sana. Namun telah tsabit

(tetap) dalam As Sunnah, dari Mughirah bin Syu'bah bahwa Nabi shallallahu

'alaihi wa sallam memberikan 1/6 kepada nenek, dan para ulama pun telah

sepakat seperti itu.

Ada yang menafsirkan lebih luas lagi kata-kata "Yuushiikumullahu fii

awlaadikum", yakni wahai para orang tua, di sisi kalian ada titipan yang Allah

wasiatkan terhadapnya, yaitu agar kamu memperhatikan maslahat anak-

anakmu baik terkait dengan agama maupun dunia, kamu membimbing mereka

dan mengajarkan adab serta menghindarkan dari mafsadat, kamu menyuruh

mereka menaati Allah dan agar senantiasa bertakwa sebagaimana firman-Nya

"Quu anfusakum wa ahliikum naaraa" (Jagalah dirimu dan keluargamu dari

api neraka). Oleh karena itu, orang tua mendapatkan wasiat terhadap anak-

anaknya; yakni apakah orang tua akan memenuhi wasiat itu atau

mengabaikannya sehingga mereka memperoleh ancaman dan siksa. Hal ini

menunjukkan bahwa Allah Ta'ala lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya

daripada sayangnya orang tua mereka, di mana Allah Ta'ala mewasiatkan para

orang tua untuk memperhatikan anaknya meskipun orang tua memiliki rasa

sayang yang dalam kepada anaknya.

Universitas Indonesia

Page 14: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

14

Bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah karena kewajiban laki-

laki lebih berat dari perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan

memberi nafkah. (Lihat surat An Nisaa ayat 34). Anak laki-laki di ayat ini

adalah anak kandung, anaknya anak (cucu) dst. ke bawah, jika tidak ada orang

yang mendapat bagian tertentu (shahib fardh) atau bagian telah diberikan

kemudian ada sisa, maka anak-anak menghabisinya dengan ketentuan seorang

anak laki-laki mendapat dua bagian dua anak perempuan. Jika masih ada anak

kandung, maka anaknya anak (cucu) tidak mendapatkan bagian. Keadaan di

atas adalah ketika berkumpul anak laki-laki dengan anak perempuan.

"Lebih dari dua" maksudnya dua atau lebih. Hal ini sebagaimana

ditunjukkan dalam hadits shahih bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

memberikan kepada dua puteri Sa'ad 2/3. Baik anak perempuan tersebut

adalah anak kandung atau puteri dari anak laki-laki. Faedah disebutkan "lebih

dari dua" adalah untuk memberitahukan bahwa bagian 2/3 itu tidaklah

bertambah meskipun jumlah anak perempuan itu banyak. Ayat yang mulia ini

juga menunjukkan bahwa jika ada anak perempuan kandung seorang saja dan

ada seorang atau lebih puteri dari anak laki-laki, maka anak perempuan

kandung mendapatkan 1/2, sisanya dari 2/3 yaitu 1/6 diberikan kepada

seorang puteri dari anak laki-laki atau lebih, inilah yang dimaksud dengan

menyempurnakan menjadi 2/3. Termasuk ke dalam contoh ini adalah puteri

dari anak laki-laki bersama dengan puteri dari anak laki-laki yang di

bawahnya.

Kata-kata "dari harta yang ditinggalkan" menunjukkan bahwa ahli waris

mewarisi semua yang ditinggalkan si mati, baik 'aqaar (benda tidak

bergerak/tidak bisa dipindahkan), perabot, emas, perak dsb. bahkan termasuk

pula diyat yang tidak wajib kecuali setelah meninggalnya dan piutang yang

ada pada orang lain.

Berdasarkan keterangan ini, maka bahwa harta warisan itu terbagi dua:

a. Harta warisan yang dapat dibagi. Misalnya uang, tanah yang harga dan

isinya sama, dsb.

Universitas Indonesia

Page 15: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

15

b. Harta yang tidak bisa dibagi sama rata. Misalnya bangunan, tanah yang

berbeda isinya, barang perkakas, kendaraan, dan lainnya.

Harta yang dapat dibagi, bisa langsung diberikan berdasarkan bagiannya

masing-masing. Akan tetapi, harta yang tidak bisa dibagi, harus diuangkan

terlebih dahulu. Kalau tidak, maka hanya akan diperoleh angka bagian di atas

kertas dalam bentuk nisbah (persentase). Artinya masing-masing ahli waris

yang sudah ditetapkan bagiannya, memiliki saham atas harta tersebut.

Misalnya seorang wafat meninggalkan dua buah rumah yang sama besar,

tetapi beda harganya. Ia memiliki dua orang anak laki-laki, maka harta ini

tidak dapat dibagi Kecuali jika mereka mau berdamai, atau saling

mengikhlaskan, itu pun setelah mengetahui bagian yang seharusnya mereka

terima] tetapi hanya bisa diberikan nisbah (persentase) bagian sebagaimana

yang sudah diatur dalam ilmu Faraa’id.

Menurut sebagian ulama termasuk juga ke dalam tarikah adalah segala

sesuatu yang ditinggalkan oleh si mayyit, berupa harta yang ia peroleh selama

hidupnya, atau hak dia yang ada pada orang lain seperti barang yang dihutang,

atau gajinya, atau yang akan diwasiatkan, atau amanatnya, atau barang yang

digadaikan atau barang baru yang diperoleh karena terbunuhnya dia, atau

kecelakaan yang berupa santunan ganti rugi.

Adapun barang yang tidak berhak diwarisi di antaranya adalah:

a. Peralatan tidur untuk istri dan peralatan yang khusus bagi dirinya, atau

pemberian suami kepada istrinya semasa hidupnya.

b. Harta yang diwaqafkan oleh si mati, seperti kitab dan lainnya.

c. Barang yang diperoleh dengan cara haram, seperti barang curian,

hendaknya diserahkan kepada pemiliknya atau diserahkan kepada

pihak yang berwajib.

Perlu diketahui bahwa tidak termasuk tarikah hibah dan wasiat. Adapun

hibah adalah pemberian yang dilakukan ketika si mati masih hidup, sedangkan

wasiat adalah pemberian yang dilakukan ketika si mati sudah meninggal.

Universitas Indonesia

Page 16: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

16

G. Analisis Nasakh dan Mansukh Ayat Wasiat dan Warisan

1) Kategori Nasakh

Secara umum, nasakh di dalam Al-Qur’an memiliki empat kategori1:

a. Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an

Nasakh kategori ini disepakati kebolehannya oleh para Ulama dan

telah diterapkan secara hukum. Sebagai contoh, ayat tentang Iddahdalam

suratAl-Baqoroh ayat 240 yang masanya satu tahun di nasakh menjadi

empat bulan sepuluh hari oleh ayat 234 di surat yang sama.

b. Nasakh Al-Qur’an dengan As-Sunnah

Pada nasakh kategori ini, para ulama membatasi hannya pada

Sunnah mutawatiroh (sebagaimana menurut imam Maliky, Abu Hanifah,

mazhab al-Asy’ary dan Mu’tazilah), dan naskh ini ditolak oleh mazhab

syafi’ih, dengan alasan ayat Al-Baqarah : 106, bahwa Al-Qur’an tidak

lebih baik kedudukannya dengan as-sunnah.2

c. Nasakh As-Sunnah dengan Al-Qur’an

Nasakh kategori ini dibolehkan oleh jumhur ulama. Sebagai

contoh, masalah pengahadapan kiblat ke Baitul Maqdis yang ditetapkan

dengan As-Sunnah kemudian dinasakh oleh Al-Qur’an dalam QS.Al-

Baqarah: 144.

d. Nasakh As-Sunnah dengan As-Sunnah

Dalam kategori ini terdapat empat bentuk: 1) nasakh mutawatir

dengan mutawatir; 2) nasakh ahad dengan ahad, 3) nasakh ahad dengan

mutawatir, dan 4) nasakh mutawatir dengan ahad. Tiga bentuk pertama

dibolehkan, sedang pada bentuk keempat terjadi silang pendapat seperti

halnya nasakh Al-Qur'an dengan hadits ahad, yang tidak dibolehkan oleh

jumhur. 

2) Jenis-Jenis Nasakh pada Al-Qura’an

1 Manna Al-Qathan. 2013. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Pustaka Al-Kautsar: Jakarta. hal. 291-293

2Imam Al-Subki. 2007. Jam' al-Jawami'. Prodial Pratama Sejati Press : Ponorogo.hal.32

Universitas Indonesia

Page 17: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

17

Adapun jenis-jenis nasakh yang terjadi pada Al-Qur’an terbagi dalam tiga

jenis3:

a. Nasakh bacaan dan hukumnya sekaligus

Artinya menghapuskan bacaan ayat dan hukumnya sekaligus

sehingga bacaan ayatnya sudah tidak ada lagi dan hukum ayat pun telah

dihapus dan diganti dengan ketentuan lain.

b. Nasakh hukum tetapi bacaannya tetap

Yaitu tulisan dan bacaan ayatnya masih tetap, sementara isi hukum

ajarannya telah di-nasakhdan diganti dengan hukum yang

lain. Nasakh macam yang kedua ini banyak terdapat dalam al-Qur`an.

c. Nasakh bacaan tetapi hukumnya tetap

Yakni bacaan ayat-ayatnya sudah dihapus, sehingga sudah tidak

bisa dibaca lagi tetapi hukumnya masih tetap berlaku dan diamalkan.

3) Analisis Nasakh dan Mansukh Ayat Wasiat dan Warisan

Nasakh dan Mansukh ayat tentang wasiat dan warisan ini termasuk dalam

kategori nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an serta jenis nasakh yang

hukumnya telah dihapus sedangkan tulisan dan bacaannya tetap.

Dalam surat Al-Baqoroh ayat 180 Allah menjelaskan bahwa wasiat itu

wajib. Adapun kewajiban wasiat itu diberikan kepada orang yang disebut

dalam ayat ini dengan (lil walidaini wal aqrobina), yaitu mewajibkan

berwasiat untuk kedua orang tua dan kerabat dekat. Namun, ketetapan hukum

pada ayat ini akhirnya di hapus setelah turunnya surat An-Nisa ayat 11 dan 12

tentang warisan yang menjadi nasikh bagi ayat wasiat ini. Dalam ketetapan

hukum yang baru yakni di surat An-Nisa ayat 11-12 dijelaskan siapa saja

sanak kerabat yang berhak menerima warisan, berapa hak mereka masing-

masing, dan siapa saja yang tidak berhak menerima warisan. Dengan adanya

penjelasan ini, maka hukum kewajiban memberikan wasiat kepada orang tua

dan kerabat termansukh.4

Dengan ditetapkannya orang tua sebagai ahli waris yang dalam setiap

keadaan dalam bab waris mendapatkan bagian warisan, maka mereka tidak

3 Abu Anwar. 2009. Ulumul Qur’an. Amzah: Pekan Baru.hal. 60-614 Dr. Aidh Al-Qarni. 2007. Tafsir Muyassar Jilid 1. Qisthi Press: Jakarta. hal. 138

Universitas Indonesia

Page 18: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

18

boleh menerima wasiat. Sedangkan terhadap para kerabat, maka ditetapkan

dengan jalan qiyas. Maksudnya adalah kerabat yang bukan termasuk ahli

waris boleh menerima wasiat, sedangkan kerabat yang termasuk ahli waris

tidak dapat menerima wasiat.5

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

5 Sayyid Quthb. 2000. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 1. Gema Insani: Jakarta. hal.197.

Universitas Indonesia

Page 19: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

19

1. Wasiat diartikan sebagai pemberian seseorang kepada orang lain berupa

harta atau benda lain yang berharga dan bermanfaat agar dapat diterima

secara sukarela setelah kematiannya.

2. Warisan adalah harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris kepada ahli

waris.

3. Diantara sebab-sebab seseorang mendapatkan warisan adalah: a)

Hubungan kekeluargaan, b) Pernikahan , c) Memerdekakan budak, d)

Hubungan Islam. Sebaliknya, seseorang tidak mendapatkan warisan

dengan beberpa sebab yaitu: a) Hamba, b) Pembunuh, c) Murtad, d) Non

Muslim.

4. Asbabun Nuzul dari ayat-ayat wasiat dan warisan ini sesuai dengan latar

belakang historisnya yaitu kondisi dan perilaku masyarakat arab pada saat

itu.

5. Sedangkan Tafsir dari ayat-ayat ini mengandung ketentuan hukum tentang

berapa jumlah wasiat yang boleh diberikan, serta siapa saja kategori ahli

waris yang berhak mendapatkan warisan.

6. Dari sisi nasakh dan Mansukh, dalam surat Al-Baqoroh ayat 180 Allah

menjelaskan bahwa wasiat itu wajib. Adapun kewajiban wasiat itu

diberikan kepada orang yang disebut dalam ayat ini dengan (lil walidaini

wal aqrobina), yaitu mewajibkan berwasiat untuk kedua orang tua dan

kerabat dekat. Namun, ketetapan hukum pada ayat ini akhirnya di hapus

setelah turunnya surat An-Nisa ayat 11 dan 12 tentang warisan yang

menjadi nasikh bagi ayat wasiat ini. Dalam ketetapan hukum yang baru

yakni di surat An-Nisa ayat 11-12 dijelaskan siapa saja sanak kerabat yang

berhak menerima warisan, berapa hak mereka masing-masing, dan siapa

saja yang tidak berhak menerima warisan.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Anwar. 2009. Ulumul Qur’an. Amzah: Pekan Baru.

Universitas Indonesia

Page 20: Makalah Tafsir Ahkam Warisan

20

Bagir, Muhammad. 2008. Fiqih Praktis II: Menurut Al-Quran, As-Sunnah

dan Pandangan Para Ulama. Karisma: Bandung

Dr. Aidh Al-Qarni. 2007. Tafsir Muyassar Jilid 1. Qisthi Press: Jakarta.

Haqiy Al-Burusawa, Ismail. 2006. Tafsir Ruhul Bayan Juz 1. Lebanon:

Dar al Fiqr.

Imam Al-Subki. 2007. Jam' al-Jawami'. Prodial Pratama Sejati Press :

Ponorogo.

Manna Al-Qathan. 2013. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Pustaka Al-

Kautsar: Jakarta.

Sabiq, Sayyid. 2006. Fiqhus Sunnah diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin

dengan judul Fiqih Sunnah. Pena Pundi Askara: Jakarta

Sayyid Quthb. 2000. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 1. Gema Insani:

Jakarta.

Syarifuddin,Amir. 2004. Hukum Kewarisan Islam. Kencana : Jakarta

Universitas Indonesia