Upload
zai-dan
View
290
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah tentang tafsir akhlak
Citation preview
AKHLAK MENURUT AL-QUR’AN DAN SUNNAH
Disampaikan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Tafsir dan Hadis Tematik
Dosen Pengampu:
Dr. Saifuddin, M. Ag
Oleh:
Ridha Zahidah Assafitri
NIM. 11.0211.0798
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
PROGRAM PASCASARJANA (S2)
BANJARMASIN
2012
Akhlak Menurut Al-Qur’an Dan Sunnah
A. Pendahuluan
Al-Qur’an memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah,
syari’ah, dan akhlak dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsipil mengenai
persoalan-persoalan tersebut Allah SWT menugaskan Rasulullah untuk
memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar itu: “kami telah
turunkan kepadamu Al-Dzikir (Al-Qur’an) untuk kamu terangkan kepada
manusia apa-apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka berpikir. (Q.S.
Al-Nahl:44).
Di samping keterangan yang diberikan oleh Rasulullah SAW, Allah
memerintahkan pula kepada umat manusia seluruhnya agar memperhatikan
dan mempelajari Al-Qur’an. Al-Qur’an bisa menjadi obat bagi setiap penyakit
pada orang-orang yang beriman1, sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi
penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.(Q.S. Al-Israa: 82)
Sehubungan dengan dasar-dasar prinsipil Islam, makalah ini
membahas tentang permasalahan akhlak. Namun karena luasnya cakupan
permasalahan akhlak, maka dalam makalah ini penulis hanya membahas
tentang: pengertian akhlak, akhlak kepada Allah SWT, dan Akhlak kepada
sesama manusia, Rasulullah sebagai contoh teladan.
B. Akhlak Menurut Al-Qur’an Dan Sunnah
1. Pengertian Akhlak
1 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Di Bawah Naungan Al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, (Jakarta: Rabbani Press, 2000), h. 13
1
Secara etimologi (bahasa) perkataan akhlak (bahasa Arab) adalah
bentuk jama’ dari kata khuluq. Khuluq di dalam kamus Al-Munjid adalah budi
pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat.2 Kata akhlak walaupun terambil dari
kata bahasa Arab, kata seperti itu tidak ditemukan dalam Al-Qur’an. Yang
ditemukan hanyalah bentuk tunggal, kata tersebut yaitu khuluq yang
tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4. Ayat tersebut sebagai
konsinderans pengangkatan Nabi Muhammad Saw. Sebagai Rasul.3
Artinya: Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung
(Q.S. Al-Qalam (68): 4)
Khuluq berakar dari kata Khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar
dengan kata Khaliq (pencipta), Makhluq (yang diciptakan) dan Khalq
(penciptaan). Kesamaan akar kata di atas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak
mencakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan)
dengan perilaku makhluk (manusia). Dengan kata lain, tata perilaku seseorang
terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang
hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak
khaliq (Tuhan).4
Imam Gajali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
ا *ه))' خ'ة.، ع'ن اس))1 'ف*س ر' 'ة: ف1ى الن *ئ ة. ع'ن* ه'ي 'ار' ب لAقA ع1 Aخ* ف'ال
1ل'ى ة: إ ر1 ح'اج))' ر: م1ن* غ'ي))* Aس))* 'ة: و'ي هAو*ل A((1س 'ف*ع'الA ب 'ص*دAرA األ ت
'ة:. ؤ*ي Aر: و'ر* ف1ك“Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-
perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.”5
2 Asmaran As, Pengantar studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 13 Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat),
(Bandung: Mizan, 2007), h. 3364 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan
Islam (LPPI), 2006), h. 1 5 Ibid, h. 1-2
2
Menurut Ibnu Miskawaih karakter (khuluq) merupakan suatu keadaan
jiwa. Keadaan ini menyebabkan jiwa bertindak tanpa berpikir atau
dipertimbangkan secara mendalam. Keadaan ini ada dua jenis. Yang pertama,
alamiah dan bertolak dari watak. Misalnya pada orang yang gampang sekali
marah karena hal yang paling kecil, atau ketakutan mendengar suatu berita,
atau tertawa berlebihan hanya karena suatu hal yang amat sangat biasa yang
telah membuatnya kagum. Yang kedua, tercipta melalui kebiasaan dan
latihan. Pada mulanya keadaan ini terjadi karena dipertimbangkan dan
dipikirkan, namun kemudian melalui praktik terus-menerus menjadi
karakter.6
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa manusia, dia akan muncul secara spontan bila
diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu,
dan tidak memerlukan dorongan dari luar.
Akhlak disebut sebagai kondisi atau sifat yang telah meresap dan
terpatri dalam jiwa, karena seandainya ada seseorang yang menyumbangkan
hartanya dalam jumlah besar setelah mendapat dorongan dari seorang da’i,
maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat pemurah, karena
kemurahannya itu lahir setelah mendapatkan dorongan dari luar. Tapi
manakala tidak ada dorongapun dia tetap menyumbang, kapan dan dimana
saja, barulah bisa dikatakan dia mempunyai sifat pemurah.
Nilai-nilai Akhlak mencakup akhlak terhadap diri sendiri, seperti
optimism dalam hidup, tidak mengenal putus asa, kedisiplinan dan lain-lain.
Akhlak terhadap makhluk-makhluk lain, seperti penyayang terhadap binatang
dan menjaga kelestarian alam dan sebagainya. Dan akhlak terhadap Tuhan,
seperti tunduk dan patuh terhadap-Nya, berprasangka baik terhadap-Nya.
Demikian akhlak islam mencakup cakupan yang sangat luas dan sangat
6 Abu Ali Akhmad Al-Miskawaih, Tahdzib Al-Akhlaq, Menuju Kesempurnaan Akhlak Buku Daras Pertama Tentang Filsafat Etika, terj. Helmi Hidayat, (Bandung: Mizan, 1994) h. 56
3
menyeluruh sehingga tak ada satupun aspek kehidupan yang luput dari
jangkauan-Nya.7
Dalam Al-Qur’an terdapat kira-kira 1.500 ayat yang mengandung
ajaran akhlak maupun yang teoritis ataupun praktis. Diantaranya yaitu; Al-
Baqarah 112, 157, Ali Imran 7-9, 199, An-Nisaa 125, At-Taubah 61, Al-Israa
23-29, Al-Anbiyaa 127, Al-Mu’minun 1, 57-61, As-Sajadah 15, Al-Ahzab
21, Al-Mumtahanah 4-6, Al-Qalam 4.8
2. Akhlak Terhadap Allah SWT
a. Taqwa
Allah berfirman Pada surah Al-Baqarah:
Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat
itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah
beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan
zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan
mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah [2]: 177)
7 M. Ishom El Saha dan Saiful Hadi, Sketsa Al-Qur’an Tempat, Tokoh, Nama dan Istilah Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Lista Fariska Putera, 2005), h. 45
8 Afzalurrahman, Indeks Al-Qur’an, terj. Ahsin W. Al-Hafidz, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 2
4
Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, “bahwa Allah SWT ketika memerintakan orang-orang mu’min untuk menghadap kearah Baitul Maqdis kemudian memerintahkan mereka untuk berpindah menghadap kearah Ka’bah, sebagian ahli kitab dan umat Islam merasa sulit untuk melaksanakannya, sehingga Allah SWT menurunkan ayat ini untuk menjelaskan hikmah perintah-Nya, dan mengikuti syri’at-Nya. Inilah hakikat kebaikan, ketakwaan dan keimanan yang sempurna.”9
Selain itu kualitas ketakwaan seseorang juga menentukan
tingkat kemuliaannya di sisi Allah SWT. Semakin maksimal takwanya
semakin mulia dia di sisi Allah SWT.10 Allah Berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. (Q.S. Al-Hujurat
[49]: 13)
Kalau kita perhatikan penjelasan Imam Ibnu Katsir, hakikat
takwa sebenarnya ialah ketika seorang hamba tidak lagi
mempertanyakan apa maksud dari sebuah perintah atau larangan. Yang
dia lakukan hanyalah tunduk dan patuh terhadap perintah dan menjauhi
larangan. Hal inilah yang dilakukan oleh sahabat Nabi Abu Bakar yang
selalu tunduk dan patuh terhadap apa yang datang dari Allah dan
Rasul-Nya, sehingga beliau diberikan gelar As-Shiddiq. Namun
demikian, bukan berarti pula kita tidak boleh bertanya-tanya dan
mencari hikmah dari setiap perintah dan larangan Allah SWT.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi,
Rasulullah SAW memerintahkan kita agar selalu bertakwa kepada
Allah dimanapun dan kapanpun berada, disertai dengan perbuatan
baik. Beliau bersabda:
9 Ibnu Katsir, Abu Al-Fida Ismail bin Umar Bin Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Adzhim, jilid 1, (Lebanon: Dar Al-Theiba, 1999), cet.ke-2, h. 485
10 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 2006), h. 21
5
ه X((ل'ى الل ه1 ص))' X((الل Aول A((س ال' ل1ى ر' 1ى ذ'ر] ق'ال' ق))' ب' ع'ن* أ
'ة' يئ X((ع1 الس *ب))1 ت' *ت' و'أ Aن ا ك Aم))' *ث ي ق1 الل))ه' ح' X((ات : Xم' ل *ه و'س))' علي
1خAلAق: ح'س'ن: Xاس' ب 1ق1 الن ال 'م*حAه'ا و'خ' 'ة' ت ن 11الح'س'
“Dari Abu Dzar beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“bertakwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada, iringilah
(hapuslah) perbuatan buruk itu dengan kebaikan, dan bergaullah
dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik.” (H.R. At-Tirmidzi)
b. Cinta Kepada Allah SWT
Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah:
Artinya: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat
sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang
berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari
kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa
Allah Amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (Q.S. Al-
Baqarah [2]: 165)
Imam Ibnu katsir menjelaskan bahwa hamba-hamba Allah itu karena cinta mereka kepada Allah SWT, dan sempurnanya ma’rifah mereka, serta ketundukan dan pengakuan terhadap keesaan Allah, mereka tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, bahkan mereka hanya menyembah-Nya dan bertawakkal kepada-Nya, dan menyerahkan semua urusan mereka kepada-Nya.12
Syarat an bukti bahwa seseorang hamba mencintai Allah,
ditegaskan dalam surah Ali Imran:
11 Al-Tirmidzi, Muhammad Bin Isa Bin Saurah bin Adhahak, Sunan Al-Tirmidzi, jilid 7 (disadur dari maktabah Shameela), h. 488
12 Ibnu Katsir, Abu Al-Fida Ismail bin Umar Bin Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Adzhim, jilid 1, (Lebanon: Dar Al-Theiba, 1999), cet.ke-2, h.
6
Artinya: “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-
dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Ali
Imran [3]: 31)
Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
Aو*ن' الل))ه A((ك' 'ن* ي : أ ان1 *م))' 1ي ة' اإل 'ي))' ه1 ح'ال AنX ف1ي))* 'ث. م'ن* ك 'ال ث
ء' ر* Aح1بX الم))' 'ن* ي و'اهAم'ا، و'أ ' س))1 *ه1 م1مoا 'ي 1ل 'ح'بX إ AهA أ و*ل Aس و'ر'
ا 'م))' ر1 ك Aف))* 1ل'ى الك و*د' إ A((ع' 'ن* ي ه' أ *ر' Aك ن* ي' X الله1، و'أ 1ال sهA إ ب Aح1 'ي ال
Xار1 )رواه البخاري( Aق*ذ'ف' ف1ي الن 'ن* ي هA أ *ر' 'ك 13ي
“Barang siapa yang terdapat adanya tiga perkara, maka dia akan
merasakan kemanisan iman. Yang tiga perkara itu ialah: mencintai
Allah dan Rasul-Nya melebihi cinta kepada yang lain-lain, mencintai
manusia karena cinta kepada Allah semata-mata, membenci kembali
kepada kufur seperti kebenciannya bila dilemparkan ke dalam api
neraka” (H.R. Bukhari)
3. Akhlak Terhadap Sesama Manusia
a. Berbakti Kepada Kedua Orang Tua
Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang memerintahkan seseorang
untuk berbakti kepada orang tuanya. Al-Qur’an menggunakan istilah
ihsana sebanyak 6 kali, lima diantaranya dalam konteks berbakti
kepada orang tua (Al-Baqarah: 83), (An-Nisa: 36), (Al-An’am: 151),
(Al-Isra:23), dan (Al-Ahqaf: 15), dan menggunakan kata husn sekali
pada surah Al-Ankabut: 8.14 dalam hal ini sedangkan hadist sering
13 Bukhari, Muhammad Bin Ismail Bin Mughirah, Shahih Al-Bukhari, Jilid I (disadur dari Maktabah Shameela), h. 34
14 Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi Hidup Bersama Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2007), h 125
7
menggunakan istilah birrul walidain. Di antara ayat Al-Qur’an yang
memerintahkan hal tersebut ialah:
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-
Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-
bapa (Q.S. Annisa [4]:36)
Kata ihsan digunakan untuk dua hal. Pertama, memberi nikmat
pada pihak yang lain, kedua perbuatan baik. Maknanya bahkan lebih
tinggi dan dalam dibandingkan makna “adil”, karena adalah
memperlakukan orang lain sama dengan perlakuannya dengan anda,
sedangkan ihsan memperlakukannya lebih baik dari perlakuannya
terhadap anda.15 Sehubungan dengan ayat diatas, ada sebuah hadis
yang menerangkan kedudukan bakti kepada kedua orang tua dalam
islam yaitu:
'ا 'ن دXث ال' ح))' ك1 ق))' د1 الم'ل))1 *نA ع'ب))* امA ب *د1 ه1ش' 1ي *و'ال Aوال ب' 'ا أ 'ن ح'دXث
Aم1ع*ت ال' س))' 1ى ق))' ن 'ر' ب خ*' ار1 أ *ز' *نA الع'ي *دA ب 1ي 'ةA ق'ال' الو'ل ع*ب Aش
ذ1ه1 ال))دXار1 'ا ص'اح1بA ه))' 'ن 'قAو*لA ح'دXث 1ىX ي 'ان *ب ي 'ا ع'م*ر:و الش' 'ب أ
1ىX ص))لى Xب 'ل*تA الن أ ال' س))' *د1 الل))ه1 ق))' 1ل'ى د'ار1 ع'ب ار' إ 'ش' و'أ
: ال' 'ح'بs إلى' الل))ه1؟ ق))' ىs الع'م'ل1 أ' الله عليه وسلم: أ
sر AمX ب)))1 : ث ال' AمX أيs ق)))' ال' ث ا. ق)))' 1ه)))' 'ةA ع'ل'ى و'ق*ت ال X(((الص
*ل1 الله1. 1ي ب 'دA ف1ى س' . الج1ها AمX أيs ق'ال' . ق'ال' ث *ن1 1د'ي 16الو'ال
“Telah diriwayatkan oleh Abu Al-Walid Hisyam Bin Abdul
Malik, beliau berkata: telah diriwayatkan oleh Syu’bah, beliau berkata:
15 Ibid, h. 12616 Bukhari, Muhammad Bin Ismail Bin Mughirah, Shahih Al-Bukhari, Jilid II (disadur
dari Maktabah Shameela), h.34
8
Al-Walid bin Al-Aizar telah meriwayatkan kepadaku, beliau berkata:
Aku telah mendengar Abu ‘Amr Al-Syaibani berkata : Telah
meriwayatkan kepada kami pemilik rumah ini, sambil menunjuk
rumah Abdullah (bin Mas’ud), bahwa beliau berkata: Aku telah
bertanya kepada Nabi SAW, “Apakah amal perbuatan yang paling
dicintai oleh Allah SWT? Beliau bersabda: “Shalat pada waktunya”,
kemudian beliau bertanya lagi: “kemudian apa?” Rasulullah bersabda:
“Birrul Walidain (berbakti kepada kedua orang tua)” kemudian beliau
bertanya lagi: Kemudian apa? Rasulullah menjawab: Jihad fi sabililah”
(H.R. Bukhari)
b. Kasih Sayang dan Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak
Artinya: “Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami,
anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami
sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Furqan: 74)
Qurratu’ayyun berarti cahaya mata, permata hati, sangat
menyenangkan. Inilah tipologi anak yang ideal. Kriteria tipologi ini
antara lain tunduk dan patuh kepada Allah SWT, berbakti kepada
orang tua, bermuamalah dengan baik sesama manusia. Atau dengan
ungkapan lain beriman, berilmu dan beramal. Hablun minallah dan
hablun minannasnya berjalan dengan baik.17
Tetapi untuk mendapatkan anak semacam ini, bukanlah
semudah membalikan telapak tangan. Karena pada dasarnya setiap
anak dilahirkan membawa potensi dasar yang sama. Disebut dengan
fitrah, tinggal bagaimana orang tuanya membina dan mendidiknya
17 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 2006), h. 176
9
menjadi seorang muslim yang taat kepada Allah. Dalam sebuah hadis
Beliau bersabda:
و*' ه1 أ 'ان))1 Aه'ود 'و'اهA ي ب
' أ ة1، ف))' ر' دA ع'ل'ى الف1ط))* Aو*ل))' Aو*د: ي Aلs م'و*ل ك
1ه1 ان Aم'جس' و* ي' 1ه1 أ 'ن 'صرا Aن 18ي
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka ibu
bapaknyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, atau Nasrani, atau
Majusi” (H.R. Bukhari)
Oleh karena itu orang tua mempunyai kewajiban memelihara
dan mengembangkan fitrah atau potensi dasar keislaman anak tersebut
sehingga tumbuh dan berkembang menjadi muslim yang benar-benar
menyerahkan diri secara total kepada Allah SWT.19 Bukan sebaliknya,
anak menjadi musuh bagi kedua orang tuanya, sebagaimana yang telah
diperingatkan oleh Allah SWT di dalam surah Al-Taghabun:
Artinya: “Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-
isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu Maka
berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan
tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-
Taghabun:14)
Maksud dari ayat di atas kadang-kadang isteri atau anak dapat
menjerumuskan suami atau Ayahnya untuk melakukan perbuatan-
perbuatan yang tidak dibenarkan agama.
c. Kewajiban Anak Berbakti Kepada Orang Tua
18 Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Jilid 5, h. 321 19 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan
Islam (LPPI), 2006), h. 177
10
Berbuat baik kepada kedua orang tua suatu perbuatan yang
amat disukai Allah SWT, sebagaimana hadis Nabi SAW:
عAود: *ن1 م'س))* د1 الل))ه1 ب ح*من1 ع'ب))* Xد1 ال))ر 1ى ع'ب))* ب' ع'ن* أ
Aى الل))هXل 1ي' ص))' Xب 'ل*تA الن أ : س))' *هA ق'ال' ض1ى' اللهA ع'ن ر'
الى'؟ 'ع))' 1ل'ى الله1 ت 'ح'بs إ يs الع'م'ل1 أ' : أ Xم' ل *ه1 و'س' 'ي ع'ل
: يs؟ : ق'ال'' AمX أ : ث Aل*تA1ه'ا. ق 'ةA ع'ل'ى و'ق*ت : الصXال ق'ال'
*ل1 1ي ب ادA ف1ي س))' يs؟ الج1ه))'' AمX أ : ث Aل*تAق . *ن1 د'ي الو'ال))1 s1ر ب
الله1 )متفق عليه(Artinya: diriwayatkan dari Abu Abdirrahman Abdullah ibn Masud ra,
dia berkata: Aku bertanya kepada Nabi SAW: Apa amalan yang paling
disukai oleh Allah SWT? Beliau menjawab: “shalat tepat pada
waktunya”. Aku bertanya lagi: kemudian apa? Beliau menjawab:
“Birrul walidain”. Kemudian Aku bertanya lagi: Seterusnya apa?
Beliau menjawab:”Jihad fi sabilillah” (H.R. Muttafaqun ‘alaih)
Pada surah Luqman disebutkan bahwa penghormatan dan
kebaktian kepada kedua orang tua menempati tempat kedua setelah
pengagungan kepada Allah SWT. Al-Qur’an seringkali
menggandengkan perintah menyembah Allah dan perintah berbakti
kepada kedua orang tua.20 Seperti firman Allah SWT:
…
Artinya: Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan
atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan
20 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 128
11
sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa…
(Q.S. Al-An’am: 151)
Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya
atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah"
dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
Perkataan yang mulia. (Q.S. Al-Isra: 23)
Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh
agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka
dengan lebih kasar daripada itu.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an mengisahkan luqman
tatkala memberi pelajaran dan nasihat kepada puteranya pada surah
Luqman, yaitu:
Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam
Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua
tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu. (Q. S. Luqman: 14)
Allah memerintahkan kepada hamba-Nya, agar berbuat baik dan
berbakti kepada kedua ibu bapaknya, karena Ibunya telah mengandungnya
dalam keadaan lemah ditambah kelemahan si janin, kemudian setelah
lahir, memiaranya dengan menyusuinya selama dua tahun, maka
12
hendaklah engkau bersyukur kepada Allah dan bersyukur kepada kedua
orang tuamu. Dan walaupun hendaknya engkau berbakti dan berbuat baik
kepada kedua ibu bapakmu, namun bila keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan sesuatu dengan Allah dan menyembah selain-Nya,
maka janganlah engkau mengikuti dan menyerah kepada paksaan mereka.
Jadi hendaklah engkau tetap menggauli dan menghubungi mereka dengan
baik, hormat dan sopan. Dan ikutilah jalan orang-orang yang beriman
kepada Allah dan kembali taat dan bertaubat kepadanya.21
4. Rasulullah Sebagai Contoh Teladan
Nabi Muhammad SAW adalah uswah (teladan) dalam sifatnya
yang luhur.22 Al-Qur’an sendiri yang menegaskan dalam surah Al-Ahzab:
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah (Q.S. Al-Ahzab
[33]:21)
Kata “Uswah” tampak dirangkaikan dengan kata “Rasulillah”.
Namun tidak mudah memisahkan atau memilah mana pekerjaan atau
ucapan yang bersumber dari kedudukan beliau sebagai rasul, dan mana
pula yang dalam kedudukan lainnya. 23 Namun, Keteladanan tersebut dapat
dilakukan oleh setiap manusia, karena beliau telah memiliki segala sifat
terpuji yang dapat dimiliki oleh manusia.24
Keluhuran budi pekerti Nabi SAW juga terlukis dalam surah Al-
Qalam:
21 Ibnu Katsier, Mukhtasar Tafsir Ibnu katsier, terj. H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1990), h. 257
22 Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi Hidup Bersama Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2007), h. 27
23 Ibid, h. 3424 Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan
Umat), (Bandung: Mizan, 2007), h. 54
13
Artinya: Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung
(Q.S. Al-Qalam [68]:4)
Salah satu bukti dari sekian banyak bukti tentang keagungan
Rasulullah-menurut Sayyid Quthub-adalah kemampuan beliau menerima
pujian ini dari sumber Yang Maha Agung itu dalam keadaan mantap tidak
luluh di bawah tekanan pujian yang demikian besar itu, tidak pula goncang
kepribadian beliau, yakni tidak menjadikan beliau angkuh. Beliau
menerima pujian itu dengan penuh ketenangan dan keseimbangan.
Keadaan beliau itu, menurut Sayyid Quthub, menjadi bukti melebihi bukti
yang lain tentang keagungan beliau.25
Ma’mar menceritakan dari Qatadah, ‘Aisyah pernah ditanya
tentang akhlak Rasulullah SAW, maka dia menjawab: “Akhlak beliau
adalah Al-Qur’an”. Dan itu berarti bahwa Nabi SAW menjadi percontohan
Al-Qur’an, baik dalam hal perintah, larangan, sebagai karakter sekaligus
perangai beliau.26
Rasulullah sebaik-baik manusia yang memiliki budi pekerti yang
tinggi dan tutur katanya halus tidak pernah menbentak. Seperti yang
tergambar dalam hadis dari Anas, yaitu:
Aد'م*ت : خ))' ال' هA، ق))' ى الل))هA ع'ن))* ض))1 'س: ر' 'ن *ثA أ د1ي ح))'
، *ن' 1ي ن ر' س))1 ، ع'ش))* Xم' ل ه1 و'س))' 'ي))* 1يX ص'لى الل))هA ع'ل Xب الن
X 'ال ': أ ؟ و'ال 'ع*ت' ن 1م' ص)))' ' ل . و'ال Aف] ال' ل1ى: أ ا ق)))' ف'م)))'
! )أخرج))ه البخ))ارى فى: 'ع*ت' ن اب78ص))' 1ت))' – ك
25 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah pesan,kesan dan keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati 2002), h.244
26Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, diterjemahkan M. Abdul Ghaffar, Abu Ihsan Al-Atsari, (Bogor: Pustaka Imam Syafi’I,2004) h.250-251
14
– باب حسن الخلق والسخاء وم))ا39األدب:
يكره من البخل( Anas r.a. berkata: Aku telah melayani (menjadi pelayan) Nabi saw.
Selama sepuluh tahun, maka tidak pernah membentak saya dengan
kalimat: Uf. Juga tidak pernah menegur: mengapa anda berbuat itu, atau
mengapa anda tidak berbuat itu? (Bukhari, Muslim)27
Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menjelaskan tentang
akhlak Nabi Muhammad saw. Ayat tersebut sekaligus menjadi nama lain
dari Rasulullah SAW salah satunya adalah al rauf (belas kasihan):
Artinya: “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari
kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan, sangat menginginkan
(keinginan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang
terhadap orang-orang mukmin.” (Q.S. At-Taubah [9]: 128)
C. Kesimpulan
akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, dia akan
muncul secara spontan bila diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau
pertimbangan terlebih dahulu, dan tidak memerlukan dorongan dari luar.
27 Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi, Al-Lu’lu’ Wal Marjan, terj. H. Salim Bahreisy, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996) h. 882
15
Sebagai seorang muslim, contoh teladan yang patut kita tiru adalah
Rasulullah SAW. Dan itu berarti bahwa Nabi SAW menjadi percontohan Al-
Qur’an, baik dalam hal perintah, larangan, sebagai karakter sekaligus perangai
beliau.
Hakikat takwa sebenarnya ialah ketika seorang hamba tidak lagi
mempertanyakan apa maksud dari sebuah perintah atau larangan. Yang dia
lakukan hanyalah tunduk dan patuh terhadap perintah dan menjauhi larangan.
Agar dapat merasakan kemanisan iman yang harus kita lakukan
yaitu: mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cinta kepada yang lain-lain,
mencintai manusia karena cinta kepada Allah semata-mata, membenci
kembali kepada kufur seperti kebenciannya bila dilemparkan ke dalam api
neraka.
Kewajiban seorang anak adah berbakti kepada orang tua, orang tua
mempunyai kewajiban memelihara dan mengembangkan fitrah atau potensi
dasar keislaman anak tersebut sehingga tumbuh dan berkembang menjadi
muslim yang benar-benar menyerahkan diri secara total kepada Allah SWT.
Daftar Pustaka
Afzalurrahman, Indeks Al-Qur’an, terj. Ahsin W. Al-Hafidz, Jakarta: Amzah,
2009.
16
Al-Miskawaih, Abu Ali Akhmad, Tahdzib Al-Akhlaq, Menuju Kesempurnaan
Akhlak Buku Daras Pertama Tentang Filsafat Etika, terj. Helmi Hidayat,
Bandung: Mizan, 1994.
Al-Tirmidzi, Muhammad Bin Isa Bin Saurah bin Adhahak, Sunan Al-Tirmidzi,
jilid 7 (disadur dari maktabah Shameela)
Asmaran As, Pengantar studi Akhlak, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Baqi, Muhammad Fuad ‘Abdul, Al-Lu’lu’ Wal Marjan, terj. H. Salim Bahreisy,
Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996.
Bukhari, Muhammad Bin Ismail Bin Mughirah, Shahih Al-Bukhari, Jilid I (disadur dari
Maktabah Shameela)
El Saha, M. Ishom dan Saiful Hadi, Sketsa Al-Qur’an Tempat, Tokoh, Nama dan
Istilah Dalam Al-Qur’an, Jakarta: PT. Lista Fariska Putera, 2005.
Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan
Pengamalan Islam (LPPI), 2006.
Katsier, Ibnu, Mukhtasar Tafsir Ibnu katsier, terj. H. Salim Bahreisy dan H. Said
Bahreisy, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1990.
Katsir, Ibnu, Abu Al-Fida Ismail bin Umar Bin Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-
Adzhim, jilid 1, cet.ke-2, Lebanon: Dar Al-Theiba, 1999.
Katsir, Ibnu, Tafsir Ibnu Katsir, diterjemahkan M. Abdul Ghaffar, Abu Ihsan Al-
Atsari, Bogor: Pustaka Imam Syafi’I, 2004.
Quthb, Sayyid, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Di Bawah Naungan Al-Qur’an, terj.
Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Jakarta: Rabbani Press, 2000.
Shihab, Quraish, Secercah Cahaya Ilahi Hidup Bersama Al-Qur’an, Bandung:
Mizan, 2007.
17
Shihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah pesan,kesan dan keserasian Al-Qur’an,
Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Shihab, Quraish, Wawasan Al-Qur’an (Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan
Umat), Bandung: Mizan, 2007.
18