65
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis bersifat berulang, kronik dan dapat menginfeksi pulmo dan ekstrapulmo yang dikarakteristikan dengan terbentuknya granuloma kaseosa, fibrosis dan kavitas. Tuberkulosis dapat menyebar secara pulmoner dan ekstrapulmoner. Tuberkulosis paru merupakan bentuk TB yang sering terjadi yaitu sekitar 80% dari kasus. Tuberkulosis ekstrapulmoner dapat menyerang beberapa organ selain paru. Hal ini karena penyebarannya yang bersifat limfogen dan hematogen. 1 Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB paru dengan sebagian besar penderita adalah 15-55 tahun yang berpotensi menularkan kepada orang lain. 2 WHO memperkirakan adanya 9,5 juta kasus baru dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB paru diseluruh dunia. 2 Laporan WHO tentang insidensi TB secara Global tahun 2010 menyebutkan bahwa insidensi terbesar TB terjadi di Asia-Tenggara yaitu sebesar 40% dan Indonesia menempati posisi ke lima setelah Banglades, Buthan, Korea dan India. 3,4 Salah satu bentuk TB ekstrapulmoner yaitu 1

Makalah Tb

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Tb

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis bersifat berulang, kronik dan dapat menginfeksi

pulmo dan ekstrapulmo yang dikarakteristikan dengan terbentuknya granuloma

kaseosa, fibrosis dan kavitas. Tuberkulosis dapat menyebar secara pulmoner

dan ekstrapulmoner. Tuberkulosis paru merupakan bentuk TB yang sering

terjadi yaitu sekitar 80% dari kasus. Tuberkulosis ekstrapulmoner dapat

menyerang beberapa organ selain paru. Hal ini karena penyebarannya yang

bersifat limfogen dan hematogen. 1

Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB paru dengan

sebagian besar penderita adalah 15-55 tahun yang berpotensi menularkan

kepada orang lain. 2 WHO memperkirakan adanya 9,5 juta kasus baru dan

sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB paru diseluruh dunia. 2 Laporan

WHO tentang insidensi TB secara Global tahun 2010 menyebutkan bahwa

insidensi terbesar TB terjadi di Asia-Tenggara yaitu sebesar 40% dan

Indonesia menempati posisi ke lima setelah Banglades, Buthan, Korea dan

India.3,4

Salah satu bentuk TB ekstrapulmoner yaitu tuberkulosis milier

merupakan adanya manifestasi Mycobacterium tuberculosis (tuberkulosis

diseminata) yang menyebar secara hematogen tetapi berdasarkan konsensus

tuberkulosis anak (2010) mengatakan bahwa TB milier masuk kedalam TB

pulmoner tipe berat.5,6 Berdasarkan data yang didapatkan dari Pedoman

Nasional TB 2011, diketahui bahwa tuberkulosis milier memiliki angka

kejadian sekitar 3-7% dari seluruh kasus TB dengan angka mortalitas yang

tinggi yaitu dapat mencapai 25% pada bayi. 7

TB Milier, dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu basil M. Tuberculosis

(jumlah dan virulensinya) dan status imunologis pasien (nonspesifik dan

spesifik). 6 Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil

terutama usia kurang dari 2 tahun. Hal ini dikarenakan imunitas seluler spesifik,

fungsi makrofag dan mekanisme lokal pertahanan parunya belum dapat

1

Page 2: Makalah Tb

berkembang sempurna sehingga basil TB mudah berkembang biak dan

menyebar keseluruh tubuh. 1,6

B. TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui beberapa hal berikut ini :

1. Definisi Tuberkulosis Milier

2. Epidemiologi Tuberkulosis Milier

3. Etiologi Tuberkulosis Milier

4. Cara penularan

5. Faktor risiko Tuberkulosis Milier

6. Patofisiologi Tuberkulosis Milier

7. Penegakkan diagnosis Tuberkulosis Milier

8. Penatalaksanaan Tuberkulosis Milier

C. MANFAAT

1. Diharapkan menjadi salah satu bahan masukan bagi instansi kesehatan

dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan di masa mendatang.

2. Diharapkan menjadi bahan pembelajaran yang baik mengenai Tuberkulosis

Milier bagi Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Senior di Rumah Sakit Bina

Kasih Pinang Baris Medan.

2

Page 3: Makalah Tb

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

1. Tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis yang bersifat kronik, berulang dan merupakan penyakit infeksi pulmo

dan ekstrapulmo yang dikarakteristikan dengan terbentuknya granuloma dengan

kaseosa, fibrosis serta kavitas. 1 Sedangkan, berdasarkan Guidenance for National

Tuberculosis Programmes on Management of Tuberculosis in Children,

tuberculosis merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis yang ditandai oleh pembentukan granuloma pada

jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-

mediated). 8

Basil ini akan masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi lalu masuk ke paru

dan menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah dan sistem limfatik atau secara

langsung menyebar ke organ target tersebut. Tuberkulosis paru merupakan bentuk

TB yang sering terjadi yaitu sekitar 80% dari kasus. Tuberkulosis ekstrapulmo

dapat menyerang beberapa organ selain paru. 1,5

2. Tuberkulosis Milier

Tuberkulosis milier merupakan penyakit limfo-hematogen sistemik akibat

penyebaran Mycobacterium tuberculosis (tuberculosis diseminata) dari kompleks

primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan setelah infeksi awal. TB

milier juga menyebabkan acute respiratory distress syndrome (ARDS). 6

Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan

merupakan 3-7% dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi. TB

milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia dibawah 2 tahun,

karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme lokal pertahanan

parunya belum berkembang sempurna sehingga bakteri TB mudah berkembang

biak dan menyebar ke seluruh tubuh. TB milier dapat terjadi pada anak besar dan

remaja akibat pengobatan penyakit paru primer yang tidak adekuat atau pada usia

dewasa akibat reaktivasi bakteri yang dorman. 6,9

3

Page 4: Makalah Tb

Terjadinya TB milier dipengaruhi 3 faktor yaitu bakteri Mycobacterium

tuberculosis (jumlah dan virulensi), status imunologis penderita (non spesifik dan

spesifik) dan faktor lingkungan. Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun

juga dapat menyebabkan timbulnya TB milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi,

infeksi campak, pertusis, diabetes melitus, gagal ginjal, keganasan, penggunaan

kortikosteroid jangka lama. 1,6

B. EPIDEMIOLOGI

1. Epidemiologi Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB ) paru merupakan penyakit menular yang masih menjadi

perhatian dunia. Penyakit ini merupakan infeksi kronik jaringan paru yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.1 Sepertiga dari populasi dunia sudah

tertular dengan TB paru dengan sebagian besar penderita adalah 15-55 tahun yang

berpotensi menularkan kepada orang lain. Penanggulangan penyakit TB paru aktif

dilakukan oleh 199 negara di dunia tetapi hingga saat ini belum ada satu negara

pun yang bebas TB paru.11 WHO sejak tahun 1995 mencanangkan strategi Direct-

Observed Treatment Short-term (DOTS) yang kemudian dinyatakan oleh Bank

Dunia sebagai intervensi kesehatan yang paling efektif.7 WHO memperkirakan

adanya 9,5 juta kasus baru dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB paru

diseluruh dunia. 12

Tabel 2.1. Insidensi, Prevalensi dan Mortalitas di Asia Tenggara (rata- rata per 100.000 populasi) 2

4

Page 5: Makalah Tb

Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat

sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat

sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi

infeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan

khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Pada TB anak, permasalahan yang

dihadapi yaitu masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan serta komplikasi TB .

Dengan meningkatnya kejadian TB pada orang dewasa, maka jumlah anak yang

terinfeksi TB akan meningkat dan jumlah anak dengan penyakit TB pun akan

meningkat. 2

Imunisasi BCG tidak menjamin anak bebas dari penyakit tersebut.

Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui percikan dahak apabila terkena

bakteri tersebut terus-menerus dari orang dewasa di dekatnya maka anak dapat

terkena. Di antara sesama anak kecil sangat kecil kemungkinannya untuk

menularkan bakteri ini. Oleh karena itu, angka anak penderita TB sangat

terpengaruh jumlah orang dewasa yang dapat menularkan TB . 5,6

Tuberkulosis terutama menonjol di populasi yang mengalami nutrisi buruk,

lingkungan yang penuh sesak, perawatan kesehatan yang tidak memadai. Pada

anak, kebanyakan terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis di rumahnya dari

seseorang yang dekat dengannya tetapi wabah tuberkulosis anak juga terjadi di

lingkungan sekolah. 7,1

2. Epidemiologi TB Milier

Dari seluruh kasus TB , sekitar 1,5% mengalami TB milier. WHO

melaporkan bahwa sekitar 2-3 juta pasien meninggal tiap tahunnya akibat TB

Milier. Insidensi TB Milier nampak lebih tinggi di Afrika. Hal ini disebabkan

faktor risiko sosial ekonomi yang rendah, jenis kelamin yaitu lelaki lebih banyak

dibanding perempuan dan faktor kesehatan. Tidak dibuktikan adanya peran genetik

dalam hal ini. 10,8

Berdasarkan data yang didapatkan dari Pedoman Nasional TB 2011

diketahui bahwa TB milier ini merupakan salah satu bentuk TB berat dan dan

memiliki angka kejadian sekitar 3-7% dari seluruh kasus TB dengan angka

kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi). Tuberkulosis milier lebih

sering terjadi pada bayi dan anak kecil terutama usia kurang dari 2 tahun. Hal ini

5

Page 6: Makalah Tb

dikarenakan imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan mekanisme lokal

pertahanan parunya belum dpaat berkembang sempurna, sehingga basil TB mudah

berkembang biak dan menyebar keseluruh tubuh. Akan tetapi, TB milier juga

dapat terjadi pada anak besar dan remaja akibat pengobatan penyakit paru primer

sebelumnya yang tidak adekuat atau pada usia dewasa akibat reaktivasi kuman

yang dorman. 9,11

TB milier ini, selalu diikuti oleh infeksi primer, dengan atau tanpa periode

laten yang pendek. Infeksi yang terjadi pada TB milier dikarakteristikan sebagai

jumlah yang besar dari basil TB . Walaupun dengan foto thorax, TB Milier dapat

didiagnosis tetapi bila tidak ditangani dengan segera maka dapat menyebabkan

kematian pada pasien. Sekitar 25% pasien dengan TB Milier dapat terjadi

penyebarluasan ke meningens. 8

C. ETIOLOGI

1. Etiologi Tuberkulosis

Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang

merupakan bakteri berbentuk batang (basil) lengkung, gram positif, pleomorfik,

tidak bergerak, dan tidak membentuk spora. Basil tuberkel ini mempunyai panjang

sekitar 2-4µm. Bakteri ini merupakan aerob obligat yang tumbuh pada media

biakan sintetik yang mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan garam

ammonium sebagai sumber nitrogen. Oleh sebab itu bakteri ini lebih menyenangi

jaringan yang tinggi kandungan oksigennya seperti tekanan oksigen pada bagian

apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lain, sehingga bagian apikal ini

merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. 12,13

Bakteri ini tumbuh paling baik pada suhu 37-41ºC. Dinding selnya kaya

akan kompleks lipid yaitu mengandung mycolic acid, wax-D dan fosfatid. Mycolic

acid ini yang membuat bakteri tersebut tahan asam sehingga warnanya tidak dapat

dihilangkan dengan asam alkohol setelah diberi warna. Ketahanan terhadap asam

ini menyebabkan bakteri memiliki kapasitas untuk membentuk kompleks mikolat

stabil dengan pewarnaan arilmetan. Bila diwarnai maka bakteri ini akan melawan

perubahan warna dengan etanol dan hidrokhlorida atau asam lain.

Cord factor (trehalose dimycolate) yang dimiliki oleh bakteri ini

berhubungan dengan virulensi bakteri. Bakteri ini dapat hidup pada udara kering

6

Page 7: Makalah Tb

maupun dalam keadaan dingin dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini

terjadi karena bakteri bersifat dormant. Sifat dormant inilah yang menyebabkan

bakteri dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi. 12,1

Gambar 2.3. Mycobacterium tuberculosis. Panah putih menunjukkan basil tahan asam pada pewarnaan Ziehl Neelson 13

Gambar 2.4. Mycobacterium tuberculosis yang dilihat pada mikroskop elektron 14

2. Faktor yang mempengaruhi TB Milier

Terjadinya TB Milier, dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu basil M.

Tuberculosis (jumlah dan virulensinya) dan status imunologis pasien (nonspesifik

dan spesifik). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat

memudahkan timbulnya TB Milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi

morbili, pertusis, diabetes mellitus, gagal ginjal, keganansan dan penggunaan

kortikosteroid jangka panjang. Faktor-faktor lain, yang juga ikut mempengaruhi

perkembangan penyakit ini ialah faktor lingkungan, yaitu kurangnya paparan sinar

matahari, perumahan yang padat, polusi udara, asap rokok, penggunaan alkohol

serta sosial ekonomi yang rendah. 8,13

D. CARA PENULARAN

7

Page 8: Makalah Tb

Sumber penularan TB paru yaitu penderita TB BTA positif. Pada waktu

batuk atau bersin, penderita menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk droplet

(percikan dahak) dengan diameter1-5μm yang mengandung Mycobacterium

tuberculosis. Droplet yang mengandung bakteri dapat bertahan diudara pada suhu

kamar selama beberapa jam. Risiko infeksi tergantung dari beberapa faktor seperti

sumber infeksi, kedekatan dengan kontak dan banyaknya basil yang terinhalasi.

Orang dapat terinfeksi apabila droplet tersebut terhirup kedalam saluran

pernapasan. Selama Mycobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh manusia

melalui pernapasan, bakteri tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh

lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau

penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya. 10,15

Penularan jarang terjadi dengan kontak langsung dengan kotoran cair

terinfeksi atau barang-barang yang terkontaminasi. Peluang penularan bertambah

bila penderita mempunyai ludah dengan basil pewarnaan tahan asam, infiltrat, dan

kaverna lobus atas yang luas, produksi sputum cair, banyak dan batuk berat serta

kuat. 9

Tabel 2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan penularan Mycobacterium tuberculosis(7

Faktor DeskripsiSuseptibilitas (Susceptibility)

Status imun dari individu yang terekspos

Infeksius (Infectiousness)

Jumlah tuberkel basilus yang dikeluarkan oleh orang dewasa dengan TB aktif.

Lingkungan (Environment )

sirkulasi udara yang buruk memperbesar penularan.

Paparan (Exposure)

Kedekatan (proximity), frekuensi dan durasi dari paparan

Daya penularan dari seorang penderita dewasa ditentukan oleh banyaknya

bakteri yang dikeluarkan dari paru. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan

dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif

(tidak terlihat bakteri ), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.

Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam

udara dan lamanya menghirup udara tersebut. 7,10

E. FAKTOR RISIKO

8

Page 9: Makalah Tb

Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi tuberkulosis

pada anak-anak, antara lain adalah anak yang memiliki kontak dengan orang

dewasa dengan TB aktif. Bayi dari seorang ibu yang dengan sputum BTA positif

memiliki faktor risiko tinggi terinfeksi TB . Faktor risiko lain adalah daerah

endemis, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat termasuk sirkulasi udara

yang tidak baik. Malnutrisi dan keadaan imunokompromais (seperti infeksi

HIV/AIDS, keganasan) juga merupakan faktor risiko terjadinya penyakit TB .

Faktor risiko lainnya adalah faktor usia. Anak dibawah umur 5 tahun mempunyai

risiko yang lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit tuberkulosis.

Namun risiko penyakit TB ini akan berkurang bertahap dengan seiring

pertambahan usia. 7

Tabel 2.3. Faktor Risiko terjadinya Tuberkulosis 7

F. PATOGENESIS

Berdasarkan Konsensus Tuberkulosis pada pediatrik tahun 2010, diketahui

bahwa TB milier termasuk dalam TB pulmo yang berat (Severe Pulmonary TB ).

Perkembangan TB milier merupakan perkembangan fokus infeksi basil

Mycobacterium tuberculosis secara hematogen. 9

9

Page 10: Makalah Tb

Setelah paparan dan inhalasi dari basil TB melalui drophlet infection, maka

basil TB ini akan masuk ke saluran pernafasan dan ke daerah paru. Hal ini diikuti

dengan terbentuknya limfangitis paru dan limfadenopati hilus. Kemudian dalam

waktu 3 bulan, apabila kondisi pasien mengalami penurunan, sanitasi buruk dan

keadaan gizi kurang, maka basil TB akan menyebar secara hematogen, setelah

terjadi infeksi primer. Akan tetapi TB milier, dapat terjadi sebagai TB primer atau

mungkin merupakan perkembangan setelah adanya infeksi awal. 15,16

Droplet yang terinhalasi dapat melewati sistem imun yang berada di

bronkus karena ukurannya yang terlalu kecil dan berpenetrasi ke dalam alveoli.

Hal ini kemudian mengaktifkan mekanisme imunologis non spesifik. Basil tersebut

mengaktifkan makrofag alveolar dan sel dendritik yang berfungsi memfagosit

patogen tersebut melalui reseptor makrofag yang dimilikinya. Lipoarabinomannan

mycobacterial yang dimiliki oleh basil ini dapat menyebabkan basil dapat berikatan

dengan reseptor makrofag alveolar sehingga C3 sebagai komplemen protein dapat

bekerja dengan mengikat dinding sel dan meningkatkan perlawanan terhadap

Mycobacterium. M. tuberculosis juga dapat menginfeksi sel non fagositik pada

alveolar space yaitu M cells, alveolar endothelial, type 1 dan type 2 epithelial

cells (pneumocytes). 15

Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan biasanya dapat

menghancurkan sebagian besar kuman TB . Makrofag ini juga akan menginisiasi

terbentuknya berbagai reaksi yang berkelanjutan dan mengontrol terjadinya infeksi

akibat basil ini, lalu diikuti terjadinya fase latent tuberculosis atau perubahan

menjadi aktifnya penyakitnya TB yang disebut sebagai primary progressive

tuberculosis. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu

menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag yang

terjadi setiap 25-32 jam. Akibat reaksi makrofag dan mycobacterium selanjutnya,

akan menghasilkan enzim proteolitik dan sitokin. Produksi dari sitokin akan

merangsang limfosit T pada proses imunitas. Makrofag akan menggiring antigen

dari basil ini ke permukaan sel T untuk terus bereaksi melawan bakteri ini. Selain

itu, bakteri ini yang tidak dapat dilawan oleh beberapa proses tersebut akan terus

berkembang biak di dalam makrofag sehingga makrofag tidak mampu

menghancurkan bakteri ini dan bakteri tersebut bereplikasi di dalam makrofag.

Bakteri dalam makrofag yang terus berkembang biak akhirnya akan menyebabkan

10

Page 11: Makalah Tb

makrofag lisis dan bakteri tersebut akhirnya akan membentuk koloni di tempat

tersebut. Lokasi pertama koloni bakteri di jaringan paru disebut fokus primer

GOHN. 9,15

Dari fokus primer, Mycobacterium tuberculosis menyebar melalui saluran

limfe menuju kelenjar limfe regional yaitu kelenjar limfe yang memounyai saluran

limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di

saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika

fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlihat

adalah kelenjar limfe parahilus sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru

maka yang akan terliat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer meruakan

gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar

(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). 9

Waktu yang diperlukan sejak masuknya Mycobacterium tuberculosis

hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa

inkubasi TB . Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi

lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala

penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu

dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman

tumbuh hingga mencapai jumlah 103 -104, yaitu jumlah yang cukup untuk

merangsang respons imunitas seluler. 9

Tabel 2.4. Timetable Tahapan Perjalanan Infeksi Mycbacterium Tuberculosis 15

11

Page 12: Makalah Tb

Gambar 2.5. Kalender Perjalanan TB Primer 10

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, mikroorganisme basil

tersebut akan berlanjut tumbuh sampai jumlah yang dicapai cukup untuk bereaksi

dengan sistem imun tubuh. Sehingga, terjadi perubahan pada jaringan tubuh yang

12

Komplek primer

sebagian besar

sembuh sendiri (3-24 bulan)

Efusi pleura(3-6

bulan)

Erosi bronkus

(3-9 bulan)

Meningitis

TBC milier

(dalam. 12

bulan)

TBCginjal, kulit

(setelah 5 th.)

TBC tulang(dlm. 3

th)

Hipersensitivitas UJI TUBERKULIN

POSITIF2 – 12 minggu

(6-8 minggu

)

1 tahunRisiko

tertinggi untuk

Komplikasi lokal dan

diseminasi

Risiko menurun

Infeksi Kekebalan

didapat

Page 13: Makalah Tb

awalnya belum tersensitisasi terhadap tubekulin. Sekitar 3-8 minggu terjadii

perkembangan sensitivitas serta konversi reaktivitas dermal terhadap tuberkulin.

Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan

telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap

tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama

masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk,

imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu

dengan sistem imun yang berfungsi baik, sistem imun seluler berkembang dan

proliferasi bakteri terhenti tetapi sejumlah kecil bakteri dapat tetap hidup dalam

granuloma. Granuloma ini terbentuk akibat adanya reaksi dengan sistem imunitas.

Selain itu, lesi yang terbentuk merupakan tipe nodular yang terbentuk akibat

adanya akumulasi dari pengaktifan limfosit T dan makrofag yang terbentuk akibat

upaya dalam mempertahankan replikasi basil TB . Hal ini dapat berlanjut

membentuk nekrosis padat di tengah dari lesi yang terbentuk. Setelah itu,

M.tuberculosis dapat merubah ekspresi fenotipnya seperti protein regulation untuk

tetap bertahan. 7,9,15

Sekitar 2 sampai 3 minggu, nekrosis yang terjadi berubah menjadi nekrosis

perkejuan atau nekrosis kaseosa, yang dikarakteristikan dengan kadar oksigen yang

rendah, pH rendah, nutrisi yang terbatas. Kondisi ini akan menghambat

pertumbuhan basil tersebut dan mempertahankan fase laten yang akan terus

berlanjut. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke

dalam alveoli akan segera dimusnahkan. 7,9,15

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya

mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah

mengalami nekrosis perkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan

mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak

sesempurna fokus primer di jaringan paru. Bakteri dapat tetap hidup dan menetap

selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. 9

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang

terjadi dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus

primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal.

Jika terjadi nekrosis perkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan

keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).

13

Page 14: Makalah Tb

Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal

infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut sehingga area

bronkus akan terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal

dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis

perkejuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga

menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa keju dapat

menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan

pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-

konsolidasi. 1,2

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi

penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar

ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada

penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar

ke seluruh tubuh dan adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB

disebut sebagai penyakit sistemik. 1,3

Apabila virulensi kuman rendah atau jumlah kuman sedikit atau daya tahan

tubuh yang baik Kompleks Primer akan mengalami resolusi secara sempurna

membentuk fibrosis dan kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan

enkapsulasi. Begitu juga kelenjar limfe regional akan mengalami fibrosis dan

enkapsulasi, tetapi resolusinya biasanya tidak sesempurna Fokus Primer di

jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun

dalam kelenjar ini (dormant). Selain mengalami resolusi Kompleks Primer dapat

juga mengalami komplikasi dan dapat menyebar. Penyebaran dapat terjadi secara

bronkogen, limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen kuman menyebar

ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada

penyebaran hematogen kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar

ke seluruh tubuh. Penyebaran hematogen kuman TB dapat berupa 3,):

a) Occult hematogenic spread (penyebaran hematogenik tersamar).

b) Acute generalized hematogenic spread (penyebaran hematogenik

generalisata akut).

c) Protracted hematogenik spread (penyebaran hematogenik berulang-

ulang).

14

Page 15: Makalah Tb

Week year

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi yaitu dalam bentuk

penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,

kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak

menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di

seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai

vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks

paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi

dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan

membatasi pertumbuhannya. 4,1

Gambar 2.6. Patogenesis TB Milier 6

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic

spread dengan jumlah kuman yang besar. Pada bentuk ini, sejumlah besar

Mycobacterium tuberculosis masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh

tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB

secara akut, yang disebut TB diseminata atau TB milier. TB milier ini timbul

dalam waktu 3-6 bulan setelah terjadi infeksi. 2

15

Page 16: Makalah Tb

Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran

yang lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang

menyerupai butir padi-padian atau jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik,

lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang tersebar merata (difus) pada

paru.yang secara histologi merupakan granuloma. Bentuk penyebaran hematogen

yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini

terjadi bila suatu fokus perkejuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya,

sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara

klinis, sakit.TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute

generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang. 7,16

TB milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia di

bawah 2 tahun, karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme

lokal pertahanan paru-nya belum berkembang sempurna sehingga kuman TB

mudah berkembangbiak dan menyebar ke seluruh tubuh. Terjadinya TB milier

dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu kuman M. tuberkulosis (jumlah dan virulensi),

status imnologis penderita (nonspesifik  dan spesifik) dan faktor lingkungan

(kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, merokok,

penggunaan alkohol, obat bius serta sosio ekonomi). Beberapa kondisi yang

menurunkan sistem imun juga dapat menyebabkan timbulnya TB milier.1

16

Page 17: Makalah Tb

17

Inhalasi Mycobacterium tuberculosisFagositosis oleh

makrofag alveolus paru

Bakteri tetap hidup

Berkembang biak

Pembentukan Fokus

GhonLimfangitisLimfadeniti

s(Kompleks

Primer)Penyebaran

limfogen dan

hematogen *1

Kompleks Primer Ghon*2

Terbentuk imunitas seluler

spesifik

Mas

a in

kuba

si (

2-12

m

ingg

u)

Sakit TB

Resolusi

Uji Tuberkulin (+)

Komplika

si komplek

s primer

Imunitas turun

Reaktivasi (HIV, usia

tua, diabetes,

sitotoksik, steroid, stress,

malnutrisi, malignansi, penyakit kronik)

Komplika

si penyebaran

hematogen

Komplika

si penyebaran

limfogen

Penyebaran secara

lokal

Obstruksi Bronku

s

Paru

Kolaps

TB Milie

rMeningitis TBTB

ekstrapulmoMeni

nggal Sembuh

TB

P

rim

er

*3TB

Pasca Primer *4

Keterangan :1. Penyebaran hematogen terjadi secara sporadic (occult hematogenic spread)

dapat juga secara akut dan menyelruh. Bakeri TB akan membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari

2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer, limfangitis dan limfadenitis regional3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya4. TB pasca primer dapat terjadi akibat dari mekanime reaktivasi fokus lama TB

(endogen) biasanya pada ornag dewasa. TB dewasa juga dapat terjadi akibat infeksi baru.

Page 18: Makalah Tb

Gambar 2.7. Perjalanan Infeksi Mycobacterium Tuberculosis 1,2,3

G. IMUNOPATOGENESIS

Terdapat dua macam respon imun pertahanan tubuh terhadap infeksi

tuberkulosis yaitu innate immunity dan imunitas spesifik didapat. Imunitas spesifik

yang didapat ini dibagi menjadi respon imun selular (sel T dan makrofag yang

teraktivasi) bersama sejumlah sitokin dan pertahanan secara humoral (anti bodi-

mediated). Respon imun seluler lebih banyak memegang peranan dalam pertahan

tubuh terhadap infeksi tuberkulosis. Pertahanan secara humoral tidak bersifat

protektif tetapi lebih banyak digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis. 3,7

Innate immunity merupakan mekanisme pertahanan tubuh nonspesifik yang

mencegah masuknya dan menyebarnya mikroorganisme dalam tubuh serta

mencegah terjadinya kerusakan jaringan. Beberapa komponen innate immunity

yaitu 7 :

1. Pemusnahan bakteri intraselular oleh sel polimorfonuklear (PMN) dan

makrofag.

2. Aktivasi komplemen melalui jalur alternatif.

3. Degranulasi sel mast yang melepaskan mediator inflamasi

4. Produksi interferon alfa (IFN α) oleh leukosit dan interferon beta (IFN β)

oleh fibroblast yang mempunyai efek antivirus.

5. Pemusnahan mikroorganisme ekstraselular oleh sel natural killer (sel NK)

melalui pelepasan granula yang mengandung perforin.

Imunitas spesifik didapat, bila mikroorganisme dapat melewati

pertahanan nonspesifik/innate immunity, maka tubuh akan membentuk mekanisme

pertahanan yang lebih kompleks dan spesifik. Mekanisme imunitas ini memerlukan

pengenalan terhadap antigen lebih dulu. Mekanisme imunitas spesifik ini terdiri

dari 2,7 :

1. Imunitas humoral

2. Produksi antibodi spesifik oleh sel limfosit B (T dependent dan non T

dependent).

3. Cell mediated immunity (CMI)

18

Page 19: Makalah Tb

Sel limfosit T berperan pada mekanisme imunitas ini melalui:

1. Produksi sitokin serta jaringan interaksinya.

2. Sel sitotoksik matang di bawah pengaruh interleukin 2 (IL-2) dan

interleukin 6 (IL-6).

Respons imun tubuh dipicu oleh masuknya antigen atau mikroorganisme

ke dalam tubuh dan dihadapi oleh sel makrofag yang selanjutnya akan berperan

sebagai antigen presenting cell (APC). Sel ini akan menangkap sejumlah kecil

antigen dan diekspresikan ke permukaan sel yang dapat dikenali oleh sel limfosit T

penolong (Th atau T helper). Sel Th ini akan teraktivasi dan (selanjutnya sel Th ini)

akan mengaktivasi limfosit lain seperti sel limfosit B atau sel limfosit T sitotoksik.

Sel T sitotoksik ini kemudian berpoliferasi dan mempunyai fungsi efektor untuk

mengeliminasi antigen. 2,7

Respon imun primer terjadi sewaktu antigen pertama kali masuk ke dalam

tubuh, yang ditandai dengan munculnya IgM beberapa hari setelah pemaparan.

Kadar IgM mencapai puncaknya pada hari ke-7. Pada 6-7 hari setelah pemaparan,

barulah bisa di deteksi IgG pada serum, sedangkan IgM mulai berkurang sebelum

kadar IgG mencapai puncaknya yaitu 10-14 hari setelah pemaparan antigen.

Mycobacterium tuberculosis dapat hidup terus serta melanjutkan

pertumbuhannya di dalam sitoplasma makrofag setelah mereka difagositosis.

Induksi respons kekebalan spesifik sekunder terhadap sejenis mikroba dapat

merangsang tubuh untuk serentak memberikan kekebalan nonspesifik pada

mikroba lain yang mempunyai sifat pertumbuhan yang sama. 10

Makrofag tersebut mempunyai 3 fungsi utama, yaitu 10 :

a. Memproduksi enzim proteolitik dan metabolit lainnya yang

memperlihatkan efek mycobactericidal.

b. Memproduksi sitokin sebagai respon terhadap M. tuberculosis yakni IL-

1, IL-6, IL-8, IL-10, TNF-a TGF-b. Sitokin mempunyai efek

imunoregulator yang penting.

c. Untuk memproses dan menyajikan anti gen terhadap limfosist T.

Pada tuberkulosis primer, perkembangan infeksi M. tuberculosis pada target

organ tergantung pada derajat aktivitas anti bakteri makrofag dari sistem imun

alamiah serta kecepatan dan kualitas perkembangan sistem imun yang di dapat.

Oleh sistem imun alamiah, basil akan di eliminasi oleh kerja sama antara alveolar

19

Page 20: Makalah Tb

makrofag dan NK sel melalui sitokin yang dihasilkannya yakni TNF-a dan INF-g.

Mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi ini terutama dilakukan oleh sel-sel

pertahanan (sel T dan makrofag yang teraktivasi) bersama sejumlah sitokin. Pada

limfonodi regional, terjadi perkembangan respon imun adaptif, yang akan

mengenali basil tersebut. Tipe respon imun ini sangat tergantung pada sitokin yang

dihasilkan oleh sistem imun alamiah.

Granuloma merupakan mekanisme pertahanan utama dengan cara membatasi

replikasi bakteri pada fokus infeksi. Granuloma terutama terdiri atas makrofag dan

sel-T. Selama interaksi antara anti gen spesifik dengan sel fagosit yang terinfeksi

pada berbagai organ, sel-T spesifik memproduki IFN-γ dan mengaktifkan fungsi

anti mikroba makrofag. Dalam granuloma terjadi enkapsulasi yang di picu oleh

fibrosis dan kalsifikasi serta terjadi nekrosis yang menurunkan pasokan nutrien dan

oksigen, sehingga terjadi kematian bakteri. Akan tetapi sering terjadi keadaan di

mana basil tidak seluruhnya mati tapi sebagian masih ada yang hidup dan tetap

bertahan dalam bentuk dorman. Infeksi yang terlokalisir sering tidak menimbulkan

gejala klinis dan bisa bertahan dalam waktu yang lama. 2,10

Pada tuberkulosis post primer, pertahanan tubuh di dominasi oleh

pembentukan elemen nekrotik yang lebih hebatdari kasus infeksi primer. Elemen-

elemen nekrotik ini akan selalu dikelurkan sehingga akhirnya akan terbentuk

kavitas. Limfadenitis regional jarang terjadi, M. tuberculosis menetap dalam

makrofag dan pertumbuhannya di kontrol dalam fokus-fokus yang terbentuk.

Pembentukan dan kelangsungan hidup granuloma di kontrol oleh sel-T, di mana

komunikasi antara sel-T dan makrofag di perantarai oleh sitokin.

H. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding TB milier yaitu11:

1. Acute respiratory distress syndrome

2. Addison disease

3. Blastomikosis

4. Cardiac tamponade

5. Disseminated intravascular coagulation

6. Epididymal tuberculosis

7. Hypersensitivity pneumonitis

20

Page 21: Makalah Tb

8. Pneumocystis carinii pneumonia

9. Pneumonia bakterial

10. Community-acquired pneumonia

11. Pneumonia fungal

12. Pneumonia viral

I. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Diagnosis TB milier pada anak dapat ditegakkan dengan adanya riwayat

kontak dengan pasien TB dewasa yang infeksius (BTA positif), gambaran

radiologis yang khas, gambaran klinis dan uji tuberkulin yang positif. Pada

kenyataannya menegakkan diagnosis TB pada anak tidak selalu mudah karena

gejala klinis dan laboraturium tidak khas

1. Manifestasi Klinis

Berdasarkan Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak (2008), mengatakan

bahwa manifestasi klinis TB Milier bermacam-macam, bergantung pada

banyaknya kuman dan jenis organ yang terkena. Gejala yang sering dijumpai

adalah keluhan kronik yang tidak khas, seperti TB pada umumnya, misalnya

anoreksia dan BB turun atau gagal tumbuh pada anak (dengan demam ringan atau

tanpa demam), demam lama dengan penyebab yang tidak jelas, serta batuk dan

sesak nafas. 1,12

Pada anak bila dibandingkan dengan dewasa, gejala menggigil, keringat

malam hari, hemoptisis dan batuk produkstif jarang ditemukan. Manifestasi klinik

yang lebih sering ditemukan pada anak yaitu limfadenopati perifer dan

hepatosplenomegali.13

Tuberkulosis milier, juga dapat diawali dengan serangan akut berupa

demam tinggi yang sering hilang timbul (remittent), pasien tampak sakit berat

dalam beberapa hari, tetapi gejala dan tanda respiratorik belum ada. Sekitar 50%

pasien akan mengalami limfadenopati superfisial, splenomegali dan hepatomegali

yang akan terjadi dalam beberapa minggu. Demam kemudian bertambah tinggi dan

berlangsung terus menerus atau kontinu, tanpa diserti gejala respiratorik atau

disertai gejala minimal dan foto rontgen thorax biasanya masih normal. Beberapa

minggu kemudian, hampir diseluruh organ terbentuk tuberkel difus multipel,

terutama diparu, limpa, hati dan sumsum tulang. 4

21

Page 22: Makalah Tb

Gejala klinis, biasanya timbul akibat gangguan pada paru, yaitu gejala

respiratorik seperti batuk dan sesak nafas yang disertai ronkhi atau mengi. Pada

kelainan paru yang berlanjut, dapat timbul sindrom sumbatan alveolar, sehingga

timbul gejala gangguan pernafasan, hipoksia, pneumothorax, dan

pneumomediastinum. Dapat juga terjadi gangguan fungsi organ, kegagalan

multiorgan serta syok. (4) Gejala lain yang dapat ditemukan ialah kelainan kulit

berupa tuberkuloid, papula nekrotik, nodul atau purpura. 3

Gambar 2.14. Manifestasi Klinis pada TB Milier Dewasa 13

Gambar 2.15. Papul eritematosa pada pasien TB milier 3

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Tuberculin Skin Test (TST)

Tuberculin Skin Test (TST) disebut juga Mantoux Test. Ada 2 jenis

tuberkulin yang dipakai yaitu OT (Old Tuberkulin) dan Tuberkulin PPD (Purified

Protein Derivatif) dan ada 2 jenis tuberkulin PPD yang dipakai yaitu PPD-S

(Seibert) dan PPD-RT23. Tes ini dilakukan dengan cara menyuntikan 0,1 ml PPD-

RT 23 2TU, PPD-S 5 TU atau OT 1/2000 secara intrakutan. Pembacaan dilakukan

22

Page 23: Makalah Tb

48-72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter melintang dari indurasi yang

terjadi. Seseorang yang menerima vaksin BCG dapat memberikan hasil yang

positif pada TST. Hal ini dikarenakan efek BCG pada hasil TST kurang lebih

bermakna selama 15 tahun dan akan minimal terjadi pada setelah 10 tahun.

Interpretasi hasil test Mantoux 4 :

1) Indurasi 10 mm atau lebih → reaksi positif

Arti klinis adalah sedang atau pernah terinfeksi dengan kuman

Mycobacterium tuberculosis.

2) Indurasi 5 – 9 mm → reaksi meragukan

Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi dengan

Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu diulang dengan konsentrasi

yang sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm atau lebih berarti infeksi

dengan Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 – 9 mm berarti cross

reaction atau BCG, kalau tetap 6 – 9 mm tetapi ada tanda – tanda lain dari

tubeculosis yang jelas maka harus dianggap sebagai mungkin sering kali

infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.

3) Indurasi 0 – 4 mm → reaksi negatif.

Arti klinis adalah tidak ada infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.

Reaksi positif palsu terhadap tuberculin dapat disebabkan oleh sensitisi

silang terhadap antigen mikobakteria non tuberculosis. Reaksi silang ini biasanya

sementara selama beberapa bulan sampai beberapa tahundan menghasilkan indurasi

kurang dari 10 – 12mm. Vaksinasi sebelumnya (BCG) juga dapat menimbulkan

reaksi terhadap uji kulit tuberculin. Sekitar setengah dari bayi yang mendapat

vaksin BCG tidak pernah menimbulkan uji kulit tuberculin reaktif, dan reaktivitas

akan berkurang 2 – 3 tahun kemudian pada penderitayang pada mulanya memiliki

uji kulit positif. 14

b. Funduskopi

Tuberkuloid koroid dapat dikarakteristikan sebagai tuberkel single atau

multipel, berwarna putih keabuan atau kekuningan dan berdiameter 0,5–3 mm

dapat dilihat di koroid mata. Tuberkel koroid tidak terlihat di semua pasien tetapi

ditemukan pada 13-87% pasien, dan jika ditemukan dini dapat menjadi tanda yang

sangat spesifik dan sangat membantu diagnosis TB Milier oleh karena itu pada

pasien TB Milier perlu dilakukan funduskopi untuk menemukan tuberkel koroid. 3

23

Page 24: Makalah Tb

Gambar 2.16. Tuberkel Koroid 3

c. Uji serologis

TB umumnya dilakukan dengan cara ELISA (Enzyme Linked

Immunosorbent Assay), untuk mendeteksi antibodi IgG terhadap cord factor

berguna untuk serodiagnosis paru aktif. Titer antibodi faktor anti cord menurun

sampai normal setelah pemberian obat anti tuberkulosis. Uji peroksidase-anti-

peroksidase (PAP) merupakan uji serologis imunoperoksidase yang menggunakan

kit histogen imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik

terhadap basil TB . 12

d. Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan

mikroskopik apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan kuman

M. tuberculosis dan pemeriksaan PCR. Pada anak pemeriksaan mikroskopik

langsung sulit dilakukan karena sulit mendapatkan sputum sehingga harus

dilakukan bilas lambung. Dari hasil bilas lambung didapatkan hanya 10 % anak

yang memberikan hasil positif. Pada kultur hasil dinyatakan positif jika terdapat

minimal 10 basil per milliliter spesimen. Saat ini PCR masih digunakan untuk

keperluan penelitian dan belum digunakan untuk pemeriksaan klinis rutin. 14

e. Uji interferon

Prinsip yang digunakan adalah merangsang limfosit T dengan antigen

tertentu, diantaranya antigen dari kuman TB . Bila sebelumya limfosit T tersebut

telah tersensitisasi dengan antigen TB maka limfosit T akan menghasilkan

interferon gamma yang kemudian di kalkulasi. Akan tetapi, pemeriksaan ini hingga

saat ini belum dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB . 14

f. Pemeriksaan Darah

24

Page 25: Makalah Tb

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang

meragukan. Pada TB bisa didapatkan leukositosis dan Laju Endap Darah (LED)

yang meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan

laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. 3

Mekanisme imunologi telah berimplikasi menyebabkan supresi sumsum

tulang dan TB milier sehingga menyebabkan pasnsitopenia dan anemia

hipoplastik. Hiponatremia pada TB milier disebabkan oleh gangguan fungsi

neurohipofisis yang tidak dapat meregulasi pegeluaran Antidiuretic hormone

(ADH), antidiuretik pada jaringan paru dipengaruhi oleh TB sehingga terjadi

gangguan pengeluaran ADH dari hipofisis posterior. 12

Tabel 2.5. Hasil Pemeriksaan Laboratorium darah pada TB milier 12

Laboratorium DarahHematologi Anemia

LeukositosisNeutrofiliaLymfositosisMonositosisThrombositosisLeukopeniLimfopeniaThrombositopeniPeningkatan ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate)Peningkatan CRP (C-reactive protein)

Biokimia HiponatraemiaHipoalbuminaemiaHipercalcaemiaHipophosphatemiaHiperbilirubinaemiaPeningkatan serum transaminasePeningkatan serum alkaline phosphatasePeningkatan serum ferritin

g. Pemeriksaan bakteriologis TB

Pemeriksaan bakteriologis untuk mendapatkan bahan pemeriksaan

bakteriologis berupa sputum pada anak sangat sukar, sebagai gantinya biasanya

dilakukan bilasan lambung karena cairan lambung mengandung sputum yang

tertelan. Cairan ini pun sebenarnya kurang memuaskan disamping kesulitan untuk

mendapatkan biakan metode pembiakan basil TB memerlukan waktu cukup lama

25

Page 26: Makalah Tb

sehingga dibutuhkan suatu metode pembiakan yang lebih baik. Saat ini dipakai

sistem BACTEC.12

h. Gambaran Radiologis

Gambaran radiologis yang khas, juga merupakan salah satu alat bantu

diagnostik pada tuberkulosis milier ini. Lesi milier dapat terlihat pada foto Rontgen

Thorax dalam waktu 2-3 minggu setelah penyebaran basil secara hematogen. TB

milier secara klasik digambarkan sebagai “millet-like” yaitu bintik bulat atau

tuberkel halus (millii) 1-3mm yang tersebar merata di seluruh lapangan paru.

Bentukan ini terlihat sekitar 1-3% dari semua kasus TB . Sekitar 1-2 minggu

setelah timbulnya penyakit, pada foto Rontgen thorax, dapat dilihat lesi yang tidak

teratur seperti kepingan salju. 12

Gambar 2.17. Gambaran Rontgen Thorax Pasien Tuberkulosis Milier 3

Pasien yang terdiagnosis TB milier, harus dipikirkan mengalami TB tulang.

Oleh karena itu dapat dilakukan pemeriksaan foto polos vertebrae dan ditemukan

osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebrae, disertai penyempitan diskus

intervertebralis yang berada diantara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan

adanya massa abses paravetebral. pada foto AP, abses paravetebral di daerah

servikal berbentuk sarang burung ( bird’s nest ), di daerah torakal berbentuk bulbus

dan pada daerah lumbal abses berbentuk fusiform pada stadium lanjut terjadi

destruksi vertebrae yang hebat sehingga timbul kifosis pemeriksaan foto dengan zat

kontras sedangkan pemeriksaan melografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala

26

Page 27: Makalah Tb

penekanan sumsum tulang atau dapat juga dilakukan pemeriksaan CT scan atau CT

dengan mielografi serta pemeriksaan MRI.3

i. Pemeriksaan analisis cairan serebrospinal

Pasien yang terdiagnosis TB milier harus dipikirkan menderita Meningitis

TB.Diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan lumbal pungsi dengan analisis

cairan serebro spinal (CSF) untuk mengetahui terdapatnya organisme atau

antigennya dalam CSF. Pada pemeriksaan cairan CSF akan didapatkan warna

xantokrom, peningkatan protein, jumlah sel 200 – 500/mm.limfosit, glukosa

menurun (lebih dari 50% gula darah) dan kultur 50% positif. 3

j. Patologi Anatomi

Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya

kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit.

Granuloma tresebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area nekrosis kaseosa

di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya ditemukannya sel datia langhans

(multinucleat giant cell). 3

3. Penegakkan diagnosis berdasarkan WHO

1) Dicurigai TB ( suspected tuberculosis)

Anak sakit dengan riwayat kontak penderita TB dengan BTA positif.

Keadaan klinis tidak membaik setelah menderita campak atau batuk rejan,

berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, batuk dan mengi yang tidak

membaik dengan pengobatan antibiotika untuk penyakit pernafasan,

pembesaran kelenjar superfisial yang tidak sakit.

2) Mungkin TB (probable tuberculosis)

Uji tuberculin positif (10 mm atau lebih)

Foto roentgen paru sugestif TB

Pemeriksaan histopatologis biopsy sugestif TB

Respon yang baik pada pengobatan dengan OAT

3) Pasti TB (confirmed tuberculosis)

Ditemukan basil tuberkulosis pada pemeriksaan langsung atau biakan.

4. Sistem skoring

Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik

overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan

gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB

27

Page 28: Makalah Tb

anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor IDAI telah membuat

Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring

system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai.

Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional pengendalian

tuberkulosis untuk diagnosis TB anak. 14

Tabel 2.6. Sistem Skoring TB Pediatrik 15

Catatan : Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter

Hal-hal yang perlu diperhatikan :

1) Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk

kronik lainnya seperti asma, sinusitis dan lain-lain.

2) Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat

langsung didiagnosis tuberkulosis.

3) Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname)

4) Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak

5) Gambaran sugestif TB , berupa pembesaran kelenjar hilus atau

paratrakeal dengan atau tanpa infiltrate, konsolidasi

segmental/lobar;kalsifikasi dengan infiltral, atelektasis, tuberkuloma.

Gambaran milier tidak dihitung dalam skor karena diperlakukan secara

khusus.

28

Page 29: Makalah Tb

6) Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari

setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

7) Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)

8) Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi

lebih lanjut

9) Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:

Tanda bahaya: kejang, kaku kuduk, penurunan kesadaran kegawatan

lain, misalnya sesak napas, foto toraks menunjukkan gambaran milier,

kavitas, efusi pleura, gibbus dan koksitis

Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah

skor yang lebih atau sama dengan 6 (≥6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB

dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara

klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik

lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal,

pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.

J. PENATALAKSANAAN

1. Aspek Medikamentosa

Obat TB utama (first line, lini utama) saat ini adalah rifampisin (R),

isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan Streptomisin (S). Rifampisin dan

isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid,

etambutol, dan streptomisin. Obat lain (second line, lini kedua) adalah

paraaminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone, ethionamide, prothionamide,

ofloxacin, levofloxacin, mixiflokxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin, kanamycin,

amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika terjadi MDR. 16

Tabel 2.7. OAT Lini Pertama 16

Nama ObatDosis harian

(mg/kgBB/hari)

Dosis maksimal(mg/hari)

Efek Samping

Isoniazid 5-15* 300 Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas

Rifampisin** 10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis,trombositopenia, peningkatan

29

Page 30: Makalah Tb

enzim hati, cairantubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hati, atralgia, gastrointestinal

Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman penglihatan berkurang,buta warna merah-hijau, penyempitan lapangpandang, hipersensitivitas, gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis, nefrotoks* Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari.** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan.

Gambar 2.18. Alur Penatalaksanaan TB 16

30

Hal yang mencurigakan TB :Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TB dengan BTA (+)Tes uji tuberkulin yang positif (>10 mm)Gambaran foto Rö sugestif TBTerdapat reaksi kemerahan yang cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi dengan BCGBatuk-batuk lebih dari 3 mingguSakit dan demam lama atau berulang, tanpa sebab yang jelasBerat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan kurang baik yang tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi (failure to thrive)Gejala-gejala klinis spesifik (pada kelenjar limfe, otak, tulang, dll)

Bila > 3 positif

Dianggap TBBeri OAT

Observasi 2 bulan

Membaik

Membaik

OAT

Memburuk/tetap

Bukan TBTB kebal obat (MDR)

Rujuk ke RS

PERHATIANBila terdapat tanda-tanda bahaya : Kejang Kesadaran menurun Kaku kuduk Benjolan di punggung Dan kegawatan lainSegera rujuk ke Rumah Sakit

Rumah Sakit/Rumah Sakit Pendidikan :Gejala klinisUji tuberkulinFoto RöPemeriksaan mikrobiologi dan serologi Pemeriksaan patologi anatomiProsedur diagnosis dan tatalaksana yang sesuai dengan prosedur RS yang bersangkutan

Page 31: Makalah Tb

Gambar 2.19. Alur Penatalaksanaan TB di Puskesmas 16

Tabel 2.8. Obat-obatan Lini Kedua Tuberkulosis 3

a. Panduan Obat TB

Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2 bulan

pertama) dan sisanya fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB minimal tiga

macam obat pada fase intensif dan dilanjutkan dengan dua macam obat pada fase

lanjutan (4 bulan atau lebih). Pemberian panduan obat ini bertujuan untuk

membunuh kuman intraselular dan ekstraselular. Pemberian obat jangka panjang,

selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya

31

Skor ≥ 6

Beri OAT

2 bulan terapi , dievaluasi

Respons ( + ) Respon ( - )

Terapi TB diteruskan Terapi TB diteruskan

Rujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut

Page 32: Makalah Tb

kekambuhan. Berbeda pada orang dewasa , OAT diberikan pada anak setiap hari,

bukan dua atau tiga kali dalam seminggu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi

ketidakteraturan menelan obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak ditelan

setiap hari. Saat ini panduan obat yang baku untuk sebagian besar kasus TB pada

anak adalah panduan rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Pada fase intensif

diberikan rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid sedangkan pada fase lanjutan

hanya diberikan rifampisin dan isoniazid. 16

Penatalaksanaan TB milier pada fase intesif (selama 2 bulan pertama)

diberikan 4-5 macam OAT kombinasi rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan

etambutol atau streptomisin. Pada fase lanjutan diberikan rifampisin dan isoniazid

sampai 9-12 bulan sesuai dengan perkembangan klinis. Terapi adjuvan seperti

kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis,

maksimal 60mg dalam satu hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4

minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off hingga 2-6 minggu. 4,16

Tabel 2.9. Dosis OAT Kombipak pada anak15

Tabel 2.10. Dosis OAT FDC (Fixed Dose Combination) 15

Keterangan:

1) Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit

2) Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.

3) Anak dengan BB > 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.

4) Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

5) OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus

sesaat sebelum diminum.

32

Page 33: Makalah Tb

b. Evaluasi Hasil Pengobatan

Evaluasi hasil pengobatan sebaiknya dilakukan tiap bulan. Evaluasi hasil

pengobatan dilakukan setelah 2 bulan terapi. Evaluasi pengobatan penting karena

diagnosis TB pada anak sulit dan tidak jarang terjadi salah diagnosis. Evaluasi

pengobatan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi

radiologis, dan pemeriksaan LED. Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis,

yaitu menghilang atau membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal

pengobatan, misalnya penambahan berat badan, hilangnya demam, hilangnya

batuk, perbaikan nafsu makan dan lain-lain. Apabila respon pengobatan baik, maka

pengobatan dilanjutkan. 1,16

Evaluasi radiologis dalam 2-3 bulan pengobatan tidak perlu dilakukan

secara rutin, kecuali pada TB dengan kelainan radiologis yang nyata/luas seperti

TB milier, efusi pleura atau bronkopneumonia TB . Pada pasien TB milier, foto

rontgen toraks perlu diulang setelah 1 bulan untuk evaluasi hasil pengobatan,

sedangkan pada efusi pleura TB pengulangan foto rontgen toraks dilakukan setelah

2 minggu. Laju endap darah dapat digunakan sebagai sarana evaluasi bila pada

awal pengobatan nilainya tinggi. Apabila respon setelah 2 bulan kurang baik, yaitu

gejala masih ada dan tidak terjadi penambahan BB, maka OAT tetap diberikan

sambil dilakukan evaluasi lebih lanjut mengapa tidak terjadi perbaikan.

Kemungkinan yang terjadi adalah misdiagnosis, mistreatment, atau resistensi

terhadap OAT. Bila awalnya pasien ditangani di sarana kesehatan terbatas, maka

pasien dirujuk ke sarana yang lebih tinggi atau ke konsultan paru anak. 16

Foto rontgen toraks ulang pada akhir pengobatan tidak perlu dilakukan

secara rutin. Pengobatan selama 6 bulan bertujuan untuk meminimalisasi residu

subpopulasi persisten M. tuberculosis (tidak mati dengan obat-obatan) bertahan

dalam tubuh, dan mengurangi secara bermakna kemungkinan terjadinya

kekambuhan. Pengobatan lebih dari 6 bulan pada TB anak tanpa komplikasi

menunjukkan angka kekambuhan yang tidak berbeda bermakna dengan pengobatan

6 bulan. 15,16

2. Aspek Non Medikamentosa

a. Pendekatan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse)

Keteraturan pasien untuk menelan obat dikatakan baik apabila pasien

menelan obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam panduan pengobatan.

33

Page 34: Makalah Tb

Keteraturan dalam menelan obat ini menjamin keberhasilan pengobatan serta

mencegah relaps dan terjadinya resistensi. Salah satu upaya untuk meningkatkan

keteraturan adalah dengan melakukan pengawasan langsung terhadap pengobatan

(directly observed treatment). Directly observed treatment shortcours (DOTS)

adalah strategi yang telah direkomendasikan oleh WHO dalam pelaksanaan

program penanggulangan TB , dan telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun

1955. Penanggulangan TB dengan strategi DOTS dapat memberikan angka

kesembuhan yang tinggi. 16

Sesuai rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas lima komponen yaitu

sebagai berikut 16 :

1) Komitmen politis dari para pengambil keputusan, temasuk dukungan

dana.

2) Diagnosis TB dengan pemeriksaan sputum secara mikroskopis.

3) Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan

langsung oleh pengawas minum obat (PMO).

4) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.

5) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan

dan evaluasi program penanggulangan TB .

b. Sumber penularan dan case finding

Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB , maka harus dicari

sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB . Sumber penularan

adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak

tersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis

dan BTA sputum (pelacakan sentripetal). Bila telah ditemukan sumbernya, perlu

pula dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencari anak lain di sekitasnya yang

mungkin juga tertular, dengan cara uji tuberculin. 16

Sebaliknya, jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak

disekitarnya atau yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi TB

(pelacakan sentrifugal). Pelacakan tersebut dilakukan dengan cara anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberkulin. 16

c. Aspek edukasi dan sosial ekonomi

Pengobatan TB tidak lepas dari masalah sosial ekonomi. Karena

pengobatan TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang

34

Page 35: Makalah Tb

cukup lama, maka biaya yang diperlukan cukup besar. Selain itu, diperlukan juga

penanganan gizi yang baik, meliputi kecukupan asupan makanan, vitamin dan

mikronutrien. Tanpa penanganan gizi yang baik, pengobatan dengan

medikamentosa saja tidak akan tercapai hasil yang optimal. Edukasi ditujukan

kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui mengenai TB . Pasien TB anak

tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB padak anak tidak menular kepada

orang disekitarnya. Aktivitas fisik pasien TB anak tidak perlu dibatasi, kecuali

pada TB berat. 16

d. Pencegahan

1) Imunisasi BCG

Imunisasi BCG (Bacille Calmette-Guérin) diberikan pada usia sebelum 2

bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara

intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan (penyuntikan lebih mudah dan lemak

subkutis lebuh tebal, ulkus tidak menggangu struktur otot dan sebagai tanda baku).

Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji

tuberkulin terlebih dahulu. Insidens TB anak yang mendapat BCG berhubungan

dengan kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin

dan intensitas pemaparan infeksi. 16,18

Manfaat BCG telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, yaitu antara 0-80%.

Imunisasi BCG efektif terutama untuk mencegah TB milier, meningitis TB dan

spondilitis TB pada anak. Imunisasi ini memberikan perlindungan terhadap

terjadinya TB milier, meningitis TB , TB sistem skletal, dan kavitas. Fakta di

klinik sekitar 70% TB berat dengan biakan positif telah mempunyai parut BCG.

Imunisasi BCG ulangan dianjurkan di beberapa negara, tetapi umumnya tidak

dianjurkan di banyak negara lain, temasuk Indonesia. Imunisasi BCG relative

aman, jarang timbul efek samping yang serius. Efek samping yang sering

ditemukan adalah ulserasi lokal dan limfadenitis (adenitis supuratif) dengan

insidens 0,1-1%. Kontraindikasi imunisasi BCG adalah kondisi imunokompromais,

misalnya defisiensi imun, infeksi berat, gizi buruk, dan gagal tumbuh. Pada bayi

prematur, BCG ditunda hingga bayi mencapai berat badan optimal. . 16,18

2) Kemoprofilaksis

Terdapat dua jenis kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan

kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah

35

Page 36: Makalah Tb

terjadinya infeksi TB , sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah

berkembangnya infeksi menjadi sakit TB. Pada kemoprofilaksis primer diberikan

isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal. Kemoprofilaksis

ini diberikan pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA

sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif). Pada akhir bulan

ketiga pemberian profilaksis dilakukan uji tuberkulin ulang. Jika tetap negatif dan

sumber penularan telah sembuh dan tidak menular lagi (BTA sputum negatif),

maka INH profilaksis dihentikan. Jika terjadi konversi tuberkulin positif, evaluasi

status TB pasien. Jika didapatkan uji tuberkulin negatif dan INH profilaksis telah

dihentikan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin ulang 3 bulan kemudian untuk

evaluasi lebih lanjut. 16

Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi

belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, sedangkan klinis dan radiologis

normal. Tidak semua anak diberi kemoprofilaksis sekunder, tetapi hanya anak yang

termasuk dalam kelompok resiko tinggi untuk berkembang menjadi sakit TB , yaitu

anak-anak pada keadaan imunokompromais. Contoh anak-anak dengan

imunokompromais adalah usia balita, menderita morbili, varisela, atau pertusis,

mendapat obat imunosupresif yang lama (sitostatik dan kortikosteroid), usia

remaja, dan infeksi TB baru (konvensi uji tuberkulin dalam kurun waktu kurang

dari 12 bulan). Lama pemberian untuk kemoprofilaksis sekunder adalah 6-12

bulan. Baik profilaksis primer, profilaksis sekunder dan terapi TB , tetap dievaluasi

tiap bulan untuk menilai respon dan efek samping obat 16

K. KOMPLIKASI

Tuberkulosis milier dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat

memperburuk keadaan pasien. Komplikasi pada TB milier terbagi atas 3 bagian,

yakni paru, hematogen dan limfogen. Pada paru dapat menyebabkan ARDS,

pneumothorax, abses paru. Hematogen dapat menyebabkan meningitis TB ,

tuberculoma dan TB enteritis. Sedangkan penyebaran secara limfogen ialah

lymphodenitis TB . 12

Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan salah satu

komplikasi yang jarang terjadi pada TB milier, yang mungkin muncul bahkan

setelah pengenalan antituberkulosis terapi. Kematian telah dilaporkan setinggi

36

Page 37: Makalah Tb

100% walaupun sudah diterapi adekuat dengan pengobatan. Sekitar 7% kasus

tuberkulosis milier berhubungan dengan sindrom ini. Patogenesis ARDS secara

keseluruhan belum dapat diketahui secara pasti. ARDS menyebabkan terjadinya

kasus infeksi akibat lipopolisakarida yang dihasilkan oleh mycobacterial tersebut.

Salah satu produknya ialah lipoarabinomannan yang menginduksi produksi tumor

necrosis factor (TNF) pada makrofag dan hal inilah yang memodulasi timbulnya

ARDS. 2

Pasien yang mengalami tuberkulosis milier dapat mengakibatkan terjadinya

pneumothorax. Insidensi pneumothorax jarang, sekitar 1,3%-1,5% pada

tuberkulosis milier. Gejala-gejala klinis yang dapat terlihat pada pasien

tuberculosis milier yaitu terdapat tanda kesulitan bernafas, batuk kering dan

perubahan fungsi dan struktur anatomi jantung. Gejala-gejala ini, juga terlihat pada

pasien TB milier dengan pneumothorax, akan tetapi jika dengan pneumothorax

akan terlihat peningkatan dispneu dan nafas pendek pada pasien. Sehingga, dalam

pemeriksaan fisik sukar untuk dibedakan antara TB milier saja atau TB milier

dengan pneumothorax. Jika hal ini terjadi, maka penanganan secara emergency

harus segera dilakukan, karena pada fase ini, pasien dapat jatuh ke dalam ARDS.

Patogenesis pneumothorax dalam tuberkulosis milier belum diketahui secara pasti,

akan tetapi diduga akibat proses kaseosa atau nekrosis di subpleural akibat nodul

milier dan hal ini dapat terjadi ruptur sehingga memicu terperangkapnya udara

yang menyebabkan pneumothorax. Selain itu, tuberkulosis milier akut dapat

menyebabkan emphysematous lung. Hal ini dapat disebabkan karena

penyebarannya bilateral, simultan dan atau adanya pneumothorax rekuren pada

pasien, sehingga memicu timbulnya gambaran emphysematous lung. 6,12

Tuberkulosis enteritis juga merupakan manifestasi ekstrapulmoner dari

tuberkulosis pulmoner, dan hal ini terjadi sekitar 15-20% dari pasien tuberculosis

pulmoner yang aktif. Chung dkk (2006) melaporkan bahwa tuberkulosis intestinal

dapat merupakan salah satu komplikasi tuberkulosis milier yang ditandai dengan

nyeri abdomen dan demam. 6,12

Tabel 2.11. Komplikasi TB Milier12

Komplikasi Tuberkulosis MilierSistemik Cryptic miliary tuberculosis

Pireksia yang tidak diketahui asalnyaSyok, disfungsi multi organ

37

Page 38: Makalah Tb

Pulmo Acute respiratory distress syndrome“Air leak” syndrome (pneumothorax, pneumomediastinum)Empiema akut

Hematologi Myelopthisic anaemiaImmune haemolytic anaemiaEndocrinologicalThyrotoxicosis

Renal Failure due to granulomatous destruction ofthe interstitiumImmune complex glomerulonephritis

Kardiovaskular Perikarditis dengan atau tanpa efusi perikardialSudden cardiac deathMycotic aneurysm of aortaNative valve, prosthetic valve endocarditis

Hepatik Cholestatic jaundiceLainnya Presentation as focal extra-pulmonary tuberculosis

Berdasarkan hal tersebut maka tuberkulosis enteritis merupakan suatu

differential diagnosis pada pasien yang memiliki keluhan bagian abdomen terutama

riwayat tuberkulosis pulmner sebelumnya. Tuberkulosis intestinal didiagnosis

dengan konfirmasi laparotomi dan biopsi darurat. Oleh karena itu, pasien diberikan

OAT selama 12 bulan dan kortikosteroid. Sekitar 25% pasien dengan TB milier,

dapat berlanjut sampai mengenai sistem saraf pusat yaitu meningitis TB dan

tuberculoma. Setelah mendapatkan beberapa minggu terapi yang efektif, maka

diharapkan pasien mengalami perbaikan klinis yang signifikan, dan memiliki hasil

negatif pada pemeriksaan sputum basil tahan asam, dan retraksi nampak minimal.

Namun, yang harus diyakini bahwa pasien benar-benar tidak lagi menular. Tidak

adanya hasil sputum yang positif pada pasien tersebut, sehingga dapat menjamin

perlindungan saat paparan dengan orang lain. Terapi harus diawasi secara

langsung, sehingga hasil dapat optimal untuk memastikan kepatuhan dan mencegah

kekambuhan pada pasien. 4

Menurut Buku Panduan Nasional Tuberkulosis Anak 2011 mengungkapkan

bahwa terkadang pada TB Milier Akut yang menyeluruh (acute generalized

miliary) dapat terjadi tuberkulosis kelenjar limfe superfisialis. Manifestasi klinis

tersering, terjadi di kelenjar leher (cervical adenitis, limfadenitis kolli), kemudian

terdapat juga didaerah aksila dan ingunial. Tuberkulosis kelenjar leher umumnya di

38

Page 39: Makalah Tb

bagian anterior. Anemia aplastik juga merupakan salah satu komplikasi dari

tuberkulosis milier. Patogenesisnya secara lebih rinci tidak diketahui secara pasti. 15

L. PROGNOSIS

Prognosis tuberkulosis milier dipengaruhi oleh umur anak, lama infeksi,

luas lesi, gizi, sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan

infeksi lain. Adanya infeksi HIV, multydug resistance (MDR) dan reaksi obat

(rash, hepatitis dan trombositopenia) dengan TB milier berkontribusi terhadap

peningkatan morbiditas dan mortalitas. Pada TB milier terjadi peningkatan

morbiditas dan mortilitas sebesar 20-25%. 4,12

Prognosis penderita penyakit tuberkolosis milier adalah baik bila diagnosa

dini dapat diketahui dan dilakukan pengobatan yang tepat. Komplikasi yang sering

adalah menigitis tuberkolosis terutama pada dewasa muda. Angka mortalitas yang

diakibatkan oleh TB milier bila tidak diobati 100% dan bila diobati dengan tepat

akan berkurang menjadi 10% hal ini dapat di dapati di Amerika Serikat , di negara

lain angka kematian bervariasi berkisar 10%-28%.

39

Page 40: Makalah Tb

BAB III

KESIMPULAN

1. Tuberkulosis milier adalah penyakit limfo-hematogen sistemik akibat

penyebaran Mycobacterium tuberculosis (tuberculosis diseminata) dari

kompleks primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan setelah infeksi

awal.

2. Tuberkulosis milier memiliki angka kejadian sekitar 3-7% dari seluruh kasus

TB dengan angka mortalitas yang tinggi yaitu dapat mencapai 25% pada bayi.

3. Sumber penularan TB paru yaitu penderita TB BTA positif yang menularkan

saat batuk atau bersin mengandung Mycobacterium tuberculosis.

4. Faktor risiko TB milier yaitu usia, lokasi geografi, imunitas tubuh, kondisi

medik, genetik, stress, faktor lingkungan dan Mycobacterial.

5. Penyebaran TB milier yaitu secara limfo-hematogen dan melibatkan reaksi

imun non-spesifik dan spesifik.

6. Diagnosis banding TB milier yaitu ARDS, Addison disease, Blastomikosis,

Cardiac tamponade, DIC dan Pneumonia.

7. Diagnosis TB milier pada anak dapat ditegakkan dengan adanya riwayat

kontak dengan pasien TB dewasa yang infeksius (BTA positif), gambaran

radiologis yang khas, gambaran klinis, uji tuberkulin yang positif.

8. Penatalaksanaan TB milier yaitu meliputi aspek medikamentosa seperti

pemberian OAT dan kortikosteroid serta aspek non medikamentosa.

9. Komplikasi TB mliier meliputi sistemik, pulmo, hematologi,renal,

kardiovaskular, hepatik dan enteral.

10. Prognosis tuberkulosis milier dipengaruhi oleh umur anak, lama infeksi, luas

lesi, gizi, sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan

infeksi lain.

11.

40

Page 41: Makalah Tb

DAFTAR PUSTAKA

1. Grange JM, Zumla AI. Tuberculosis. In Cook GC, editor. Manson's Tropical Disease 22nd edition. Elsevier Ltd; London, 2008 : p. 1-57.

2. World Health Organization. Tuberculosis Control in the South-East Asia Region. The Regional Report. 2012: p. 77-83.

3. World Health Organization. WHO. [Online].; 2010 [cited 2012 November 28. Available from: http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241564069_eng.pdf..

4. World Health Organization. Global Tuberculosis Report. 2012: p. 2-98.

5. Rahajoe NN, Setyanto DB. Diagnosis Tuberkulosis pada Anak. In Buku Ajar Respirologi Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 194-227.

6. Basir D, Yani FF. Tuberkulosis dengan Keadaan Khusus. In Buku Ajar Respirologi Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012:. p. 228-45.

7. Kemenkes RI. Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia. In Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, 2011: p. 16-59.

8. World Health Organization. Management of TB meningitis and miliary TB . Guidance for national tuberculosis programmes on management of tuberculosis in children. 2006: p. 10-50.

9. Kelompok Kerja TB Anak IDAI. Diagnosis & Tatalaksana Tuberkulosis Anak. Departemen Kesehatan Indonesia. Jakarta, 2008.

10. CDC. CDC. [Online].; 2008 [cited 2012 November 28. Available from: http://wonder.cdc.gov/wonder/PrevGuid/p0000425/p0000425.asp.

11. Reviono , Probandari AN, Pamungkasari EP. Keterlambatan Diagnosis Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Journal of Respiratory Indonesian. 2008; 28 1: p. 1-10.

12. World Health Organization. WHO. [Online].; 2009 [cited 2012 November 28. Available from: http://www.who.int/TB /publications/global_report/2009/key_points/en/index.html.

13. Rahajoe NN, Setiawati L. Tatalaksana TB . In Buku Ajar Resoirologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 214-27.

14. Said M, Boediman I. Imunisasi BCG pada Anak. In Buku Ajar Respirologi Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 252-259.

41

Page 42: Makalah Tb

15. Kar A. Characterization, Classification and Taxonomy of Microbes. In Pharmaceutical Microbiology. New Age International Ltd. New Delhi, 2008: p. 23-62.

16. Levinson W. Mycobacteria. In Review of Medical Microbiology and Immunology. The McGraw-Hill Companies. United State of America, 2008: p. 25-45.

17. Barrera L. The Basic of Clinical Bacteriology. In Palomino JC, Leao SC, Ritacco V, editors. Tuberculosis 2007 From Basic science to patient care. BourcillierKamps Ltd. Brazil, 2007: p. 93-112.

18. Ahmad S. Pathogenesis, immunology and Diagnosis of Latent Mycobacterium tuberculosis Infection. Clinical and Developmental Immunology. 2010 October 26; 2011: p. 1-17.

19. Lyadova I. Inflammation and Immunopathogenesis of Tuberculosis Progression, Understanding. [Online].: InTech; 2012 [cited 2012 November 28. Available from: http://www.intechopen.com/books/understandingtuberculosis-analyzing-the-origin-of-mycobacterium-tuberculosis-pathogenicity/inflammation-andimmunopathogenesis-of-tuberculosis-progression.

20. Munasir Z. Respon Imun terhadap Bakteri. Sari Pediatri. 2001 Maret; 2: p. 193-7.

21. Dheda K, Schwander SK, Zhu B, Van Vyl-Smit RN, Zhang Y. The immunology of tuberculosis. Respirology. 2010; 15: p. 433-50.

22. Lessnau KD, Luise C, Masci JR, Talavera F, Glatt A, Cunha B. Emedicine. [Online].; 2012 [cited 2012 November 28. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/221777-overview.

23. Avalos GG, Montes de Oca EP. Classic and New Diagnostic Approaches to Childhood Tuberculosis. Journal of Tropical Medicine. 2012 Januari 2; 2012.

24. Surendra KS, Alladi M, Abhishek S. Challenges in the diagnosis & treatment of miliary tuberculosis. Indian Journal Medical Respirology. 2012 May;: p. 703-30.

42