Upload
irawan-prastomo
View
1.452
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH
SERANGAN HAMA TIKUS SAWAH
( Rattus Argentiventer )
Oleh:
Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Dasar Perlindungan Tanaman
NAMA : IRAWAN PRASTOMO NIM : HO204046 PRODI : ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2005
BAB IPENDAHULUAN
Sejak manusia berhasil membudidayakan berbagai spesies tanaman
dan hewan untuk memenuhi keperluan hidupnya dan pokok yaitu makan, pakaian,
perumahan, manusia harus menghadapi berbagai tantangan dan kendala, baik
yang berupa fisik, sosial ekonomi dan biologi yang mengancam keberhasilan
produksinya. Berbagai kendala fisik seperti kebanjiran ketika musim penghujan
diatas normal atau kekeringan ketika musim kering berkepanjangan keduanya
menyebabkan kegagalan produksi yang dapat mengakibatkan kelaparan dan
malah kematian sejumlah anggota masyarakat. Misalnya Bangladesh, India, dan
Republik Rakyat Cina sering dilaporkan terkena musibah demikian. Indonesia pun
tidak terkecuali, baik itu di pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa.
Selain itu masih banyak lagi kendala dan tantangan berat bagi
pertanian didalam hal ini khususnya bagi para petani yang menjadi subjek atau
pelaku didalam bidang pertanian. Sejumlah masalah sosial ekonomi misalnya
kekurangan modal usaha, fluktuasi harga, ijon, nilai tukar produk pertanian yang
rendah, pemilikan tanah yang sempit, tenaga kerja tani tak berlahan, penguasaan
teknologi pertanian yang masih terbatas.
Kendala lain yang juga merupakan kendala yang sangat penting ialah
adanya berbagai spesies organisme, disebut organisme pengganggu yang
menyerang tanaman dan hewan tersebut yang mengakibatkan penurunan kuantitas
dan kualitas produksi, atau malah menggagalkan produksi sama sekali.
Dalam hal ini kendala – kendala yang berasal organisme pengganggu
juga dialami oleh para petani padi di Indonesia. Berikut ini dikemukakan beberapa
contoh: Pontianak Post; “Petani di desa kubu khususnya masyarakat trans
Jangkang I s/d IV mengalami keresahan karena panen diserang hama tikus dan
babi. Untuk mencegahnya mereka membutuhkan dana guna membeli insektisida.
Sayangnya mereka terkendala dana dan panen terancam gagal”. Ini
merupakanlah salah satu dari serangan hama tikus sawah ( Rattus Argentiventer)
yang berdampak ribuan hektar tanaman padi petani tersebut akan musnah. Kasus
yang masih sama dan juga, Pontianak Post; “Akibat dari pecahnya tanggul di
Dusun Jirak, Selakau, Kab.Sambas, ratusan hektar sawah dan rumah warga,
menjadi terendam air setinggi setengah meter. Akibat bencana banjir itu,
diperkirakan hasil panen padi untuk musim tanam saat ini, jumlahnya akan
berkurang hingga 50 persen. Tampak jelas terlihat dengan mulai merajalelanya
hama tikus. Keadaan terasa semakin sulit, manakala hama keong emas
menyerang secara bersamaan. Akibatnya benar-benar sangat mengerikan.
Separuh dari areal persawahan, diperkirakan sudah tidak produktif lagi. Jika
keadaan ini terus menerus terjadi, maka dikhawatirkan petani akan mengalami
gagal panen. Sebab jumlah hasil panen yang diharapkan, kualitas dan
kuantitasnya akan jauh dari harapan” . Hal ini menandakan bahwa sanitasi /
kebersihan lingkungan sangat diperlukan supaya hama tidak menyerang areal
pertanian kita. Sebagai contoh di Dusun Jirak, Selakau, Kab.Sambas tadi, akibat
jebolnya tanggul, maka areal pertanian merekapun digenangi air, genangan air di
tambah dengan sanitasi / kebersihan areal pertanian mereka dari gulma masih
kurang maka sawah merekapun menjadi tempat yang nyaman untuk para tikus.
Lain lagi menurut Departemen Pertanian; ”Tikus merupakan hama
dari golongan vertebrata yang hampir sepanjang masa menimbulkan kerugian
terbesar diantara berbagai hama tanaman di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah
dan di Indonesia. Pada tahun 2001 secara nasional kerugian petani akibat
serangan hama tikus pada tanaman pangan diperkirakan mencapai 82.722.964
ha, sementara di Jawa Tengah diperkirakan 38.994 ha dan di Kabupaten Kendal
Rp. 3,54 milyar, setara dengan 2.321 ha. Burung Elang, burung Hantu, binatang
melata seperti ular dan sejenisnya serta satwa liar lainnya yang sejak dulu
diketahui sebagai pemangsa tikus yang berpotensi saat ini semakin langka,
bahkan punah akibat keserakahan manusia berburu satwa liar itu untuk berbagai
keperluan. Penggunaan pestisida kimia, termasuk umpan racun, yang tidak
bijaksana telah mematikan berbagai satwa liar, baik secara langsung kena racun
atau makan tikus yang telah makan umpan racun, sehingga akibatnya populasi
tikus pada saat-saat tertentu justru meningkat dan dapat menimbulkan kerugian
yang besar. Bertolak dari pengalaman itu, maka pendekatan pengendalian tikus
dengan pemberdayaan agen hayati, khususnya burung hantu Tyto Alba yang
mampu mengendalikan tikus pada malam hari perlu dan layak untuk
dikembangkan”.
Kasus diatas merupakan sedikit contoh dari kasus – kasus yang
disebabkan oleh hama tikus sawah (Rattus Argentiventer). Disini Pemakalah
sengaja mengambil kasus serangan hama tikus sawah (Rattus Argentiventer),
karena tikus merupakan salah satu jenis hama yang relatif sulit untuk dikendalikan
karena mempunyai daya adaptasi, mobilitas, dan kemapuan berkembang biak
yang sangat tinggi dan tikus merupakan hama yang tersebar luar hampir diseluruh
dunia khususnya di Asia. Dengan membawa kasus – kasus yang terjadi di daerah
Kalimantan Barat, disini Pemakalah dapat mengetahui permasalahan –
permasalahan berkaitan tentang Dasar Perlindungan Tanaman yang terjadi di
Kalimantan Barat yang merupakan daerah tempat Pemakalah berasal. Sehingga
setelah menempuh mata kuliah ini, kelak pemakalah dapat menerapkannya untuk
mengatasi permasalahan – permasalahan tersebut khususnya serangan hama tikus
sawah (Rattus Argentiventer).
BAB II
ISITikus Sawah (Rattus Argentiventer)
Tikus merupakan hama penting yang menimbulkan kerugian bagi tanaman
pertanian baik dilapangan maupun hasil pertanian didalam penyimpanan. Jenis
tanaman yang sering mendapat serangan hama tikus adalah padi, jagung, kedelai,
kacang tanah dan ubi-ubian. Jenis tikus yang banyak menimbulkan kerugian
adalah dari jenis tikus sawah (Rattus Argentiventer) dan Rattus diardi yang
menimbulkan kerusakan hasil dalam simpanan. Tikus suka hidup ditempat gelap
yang bersemak-semak dari banyak rerumputan didekat sumber makanan.
Tikus sawah (Rattus Argentiventer) merupakan hama padi yang cukup
penting, tergolong famili Muridae, ordo Rodenstia, klas Mammalia. Tikus sawah
dapat menyerang berbagai jenis tanaman pada berbagai fase pertumbuhan.
Kehilangan hasil yang diakibat serangan tikus di Asia Tenggara diperkirakan
berkisar antara 5 – 60 %. Populasi tikus cepat meningkat kalau masa panen
mengalami perpanjangan karena tidak serentaknya waktu tanam, atau umur
varietas yang ditanam tidak sama. Selain itu banyaknya gulma dipematang –
pematang sawah dapat menjadi pelindung tikus untuk bersembunyi. Tikus
merupakan salah satu jenis hama yang relatif sulit untuk dikendalikan karena
mempunyai daya adaptasi, mobilitas, dan kemempuan berkembang biak yang
tinggi. Tikus sawah (Rattus Argentiventer) tersebar luas di negara – negara di
Asia Tenggara.
Dipandang dari Morfologi dan biologi, tikus sawah (Rattus Argentiventer)
mudah dibedakan dari tikus lainnya karena ekornya yang relatif pendek, hanya
kira – kira sepanjang tubuhnya. Rambut punggungnya kasar, berwarna coklat
gelap di bagian pangkal dan ujungnya kekuningan. Sedang warna perut putih abu
– abu dan bulu ekor seluruhnya berwarna gelap. Jumlah putting susu 12 buah, 3
pasang di bagian dada dan 3 pasang di bagian perut. Berat tubuh sekitar 100 – 230
gram. Rata – rata panjang kaki 34 mm, sedang panjang kuping 20 – 22 mm.
Tikus sawah (Rattus Argentiventer) lebih menyukai hidup di sawah –
sawah yang berpengairan dan bersarang dengan membuat lubang di dalam tanah.
Mereka mulai bermigrasi ke sawah pada saat tanaman padi membentuk malai.
Kemudian mereka membuat terowongan – terowongan dipematang sawah dan
mulai berkembang biak. Potensi perkembangbiakkan sangat tergantunga pada
makanan yang tersedia.
Perkembangbiakan tikus sangat cepat, umur 1,5 – 5 bulan sudah dapat
berkembangbiak, setelah hamil 4 minggu/ ±21 hari, setiap ekor dapat melahirkan
6-12 ekor anak, 21 hari kemudian pisah dari induknya dan setiap tahun seekor
tikus dapat melahirkan 4 kali, dan dari satu pasangan beserta keturunannya
mereka dapat berkembang biak menjadi 500 ekor. Tikus dapat hidup selama satu
tahun atau lebih. Tikus betina yang berusia dua bulan sudah siap untuk kawin.
Kalau tidak ada pertanaman di sawah, mereka akan bermigrasi ke daerah
sekitarnya seperti tegakan nipah, rumpun – rumpun 6amboo, semak belukar dan
sebagainya. Di tempat – tempat ini mereka mengharapkan dapat berlindung.
Mereka juga kadang – kadang datang ke rumah atau ke gudang – gudang
penyimpanan padi dan menjadi pesaing tikus rumah untuk mendapatkan makanan.
Tikus sawah (Rattus argentiventer) aktif menyerang tanaman padi pada
waktu malam, sedang pada siang hari mereka bersembunyi di dalam lubang –
lubang atau semak – semak.
1. Gejala serangan dan tingkat kerusakannya.
Tikus dapat menyerang tanaman padi pada berbagai fase bertanaman
padi. Pada fase vegetatif mereka akan memutuskan batang – batang padi
sehingga tampak berserakan. Mereka akan menggigit lebih dari jumlah yang
dibutuhkan untuk makan. Kerusakan akibat serangan tikus bersifat khas, yaitu
di tengah – tengah petakan sawah tampak gundul, sedang bagian tepi
biasanya tidak diserang. Mereka juga menyerang bedengan persemaian
dengan memekan benih – benih yang di sebar, atau mencabut tanaman –
tanaman yang baru tumbuh.
Pada fase generatif tikus – tikus akan memakan malai yang
terbentuk dan bulir – bulir padi yang mulai menguning, sehingga dapat
menyebabkan kehilangan hasil secara langsung. Kerusakan tidak akan terlihat
dari jarak yang agak jauh sampai persentase serangan mencapai 15 %.
Serangan tikus lebih berat pada musim hujan daripada musim kemarau.
2. Tanaman Inang
Tikus dapat memekan segala macam jenis makanan. Mereka bersifat
omnivor, (pemakan segala jenis makanan), akan tetapi dalam hidupnya tikus
membutuhkan makanan yang kaya akan zat pati seperti kacang tanah, bulir
padi, umbi – umbian, dan biji – bijian. Jagung dan tebu tampaknya kurang
disukai dibandingkan padi. Urutan kesukaan makanan bagi tikus adalah;
malai padi segar, beras, gabah, ketela pohon, kelapa bakar, ubi jalar, kacang
tanah, ketam bakar, jagung, dan kedelai.
3. Pengendalian
Pengendalian hama tikus dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Pengendalian secara kultur teknis akan makanan, pelindungan, dan juga
faktor – faktor lingkungan yang dapat menekan populasinya.
Dalam pengendalian hama tikus kita menganut konsep pengendalian
hama terpadu yaitu sistem pengendalian populasi yang memanfaatkan secara
terpadu untuk menurunkan populasi dan mempertahankannya dibawah batas
ambang ekonomi. Untuk memperoleh hasil yang baik dalam pengendalian
hama tikus perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut:
perlu pengorganisasian yang baik meliputi daerah yang luas dilaksanakan
secara massal serentak berulangkali dilakukan sampai populasi dibawah batas
yang menyebabkan kerugian ekonomis perlu disesuaikan dengan keadaan
serangan dan fase pertumbuhan tanaman. Macam – macam taktik
pengendalian hama dalam hal ini hama tikus sawah (Rattus Argentiventer)
dapat dikelompokkan seperti di bawah ini:
3.1. Mengusahakan pertumbuhan tanaman sehat
Yang dimaksud dengan tanaman sehat ialah tanaman yang terlihat
segar, tumbuh normal menurut kriteria pertumbuhan yang telah diketahui.
Dimulai dengan menilai kesehatan benih. Tanda – tanda benih sehat adalah
harus bersih terlihat bernas tidak berkeriput, tidak ada gejala – gejala
berpenyakit, persentase tumbuhnya (kecambah) hampir 100%.
Selain mengusahakan pertumbuhan tanaman sehat, sanitasi tanaman
dan lingkungan juga perlu dilakukan. Sanitasi tanaman dan lingkungan yaitu
membersihkan semak-semak dan rerumputan, membongkar liang dan sarang
serta tempat perlindungan lainnya. Membersihkan gulma – gulma dari
pematang sawah dan disekitar sawah bertujuan agar sawah menjadi bersih
dari gulma sehingga tidak dijadikan tempat berlindung tikus.
Membuang gundukan jerami setelah panen, karena gundukan ini
dapat dimanfaatkan tikus untuk membuat lubang yang tersembunyi sehingga
mereka dapat berkembang biak.
Mengatur waktu tanam, ini bis dilakukan dengan melakukan
penanaman secara serempak, sehingga pada saat – saat tertentu tidak ada
tanaman padi di sawah. Hal ini dapat memutuskan siklus hidup tikus karena
waktu tersedianya makanan yang disukai tikus terbatas. Mengecilkan ukuran
pematang sawah, sehingga tikus – tikus tidak dapat membuat sarang.
3.2. Pengendalian secara mekanik
Pengendalian secara mekanik ialah dengan menggunakan berbagai
alat/ bahan untuk membinasakan hama dalam hal ini khususnya pada hama
tikus, termasuk menggunakan tangan kita untuk mengambil dan menangkap
hama tersebut. Pengendalian hama secara mekanik dapat dilakukan secara
langsung membunuh tikus dengan pukulan, diburu anjing, menggunakan
perangkap, dan pembongkahan sarang – sarang tikus, cara ini disebut juga
gropyokan. Cara ini akan berhasil bila diorganisir dengan baik dan
dilakasanakan serentak, sebagai contoh adalah pemasangan perangkap dengan
menggunakan Bambu dengan panjang antar 1,5 – 2 meter yang salah satu
ujungnya dibiarkan tertutup dan ujung lainnya dilubangi.
Pemasangan dilakukan sore hari ditempat yang biasa dilalui tikus
didekat pamatang diharapkan tikus akan masuk lubang dan sembunyi, dan
pagi diambil dengan terlebih dahulu ujung yang terbuka dimasukkan karung/
plastik, kemudian tikus dibunuh. Biasanya gropyokan dikombinasikan dengan
pengendalian hayati. Pada saat gropyokan, dibawa juga hewan – hewan
predator seperti anjing atau kucing, sehingga tikus yang lari karena sarangnya
dirusak dapat dikejar oleh hewan tersebut atau dipukul/ Gropyokan biasanya
dilakukan beramai – ramai oleh pemilk sawah dalam suatu hamparan.
3.3. Pengendalian secara hayati (musuh – musuh alam)
Dalam pengertian ekologi definisi pengendalian hayati ialah
pengaturan populasi kepadatan organisme oleh musuh – musuh alamnya,
hingga tingkat kepadatan rata – rata organisme tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan yang tidak diatur oleh musuh alamnya. Contoh musuh
alami (predator) yang menghambat populasi tikus seperti ular, kucing, burung
hantu dll.
3.4. Pengendalian secara kimia
Selama dua dekade terakhir ini banyak kemajuan yang telah tercapai
dalam mengindentifikasi dan menetapkan fungsi berbagai senyawa
kimia.dilakukan. Pengemposan dilakukan dengan memasukkan gas – gas
beracun ke dalam liang – liang tikus. Biasanya digunakan belerang yang di
bakar di atas sabut kelapa, kemudian dihembuskan kedalam lubang oleh alat
emposan ataupun cara lain dengan membakar merang yang telah diberi serbuk
belerang didalam alat emposan, sebelumnya lubang-lubang keluar ditutup
terlebih dahulu. Penggunaan gas beracun akan efektif bila padi dalam stadium
bunting.
Pengumpanan dilakukan dengan menempatkan umpan di tempat –
tempat tertentu. Tempat umpan harus terbuat dari bahan alami, karena tikus
akan menghindari benda – benda asing. Pengumpanan hanya efektif pada fase
vegetatif, karena pada fase generatif tikus lebih menyukai malai padi segar.
Racun yang digunakan dalam pengumpanan ada yang bersifat racun akut
(membunuh dengan segera) dan racun khronis (tidak membunuh dengan
segera). Penggunaan racun akut tikus mati 3-14 jam sesudah peracunan tetapi
kelemahannya tikus dapat mengalami jera umpan kalau melihat tikus lain mati
karena memakan umpan tersebut, perbandingan umpan dan racun 99 : 1.
Oleh karena itu saat ini lebih disukai penggunaan racun khronis
seperti klerat RMB. Racun kronis bekerjanya lambat, namun tidak
menimbulkan jera umpan. Tikus akan mati 2 –14 hari setelah peracunan.
Contoh: Klerat RM dosis penggunaan 10-40 per tempat umpan.
Rodentisida digunakan dengan umpan yang disukai tikus seperti: beras,
jagung, ubi kayu dn ubi jalar. Umpan beracun ada 2 jenis, yaitu yang siap
pakai seperti; Klerat RM dan Umpan yang dibuat sendiri (umpan + Zink
Phosfit). Untuk melindungi umpan dari hujan dan tidak termakan hewan
ternak, perlu digunakan tempat umpan yang diletakkan ditepi pematang dekat
liang tikus dengan jarak masing-masing tempat 25 meter, dan masing-masing
tempat diberi 10-20 gram umpan.
Di dalam pembuatan umpan, dibuat campuran antara makanan
dengan racun tikus (rodentisida) biasanya dengan perbandingan 19 : 1. Akan
tetapi ada umpan tikus yang siap pakai, tidak perlu lagi di campur dengan
bahan lain.
3.5. Pengendalian secara genetik
Ada kemungkinan untuk merubah komponen – komponen genetic
populasi hama atau mekanisme pewarisnya yang lain dengan tujuan untuk
mengendalikan hama tersebut. Metode pengendalian secara genetik yang
bicara disini adalah:
teknik jantan mandul dengan radiasi
zat kimia pemandul
Jadi dengan pengendalian hama tikus melalui berbagai cara yang
dilaksanakan secara terpadu, ini diharapkan dapat menekan populasi tikus
dilapangan dibawah ambang batas ekonomi yang tidak merugikan bagi petani.
3.6. Fisik (Luckamn and Metccalf,1975)
Yang dimaksud dengan pengendalian secara fisik ialah
memenfaatkan faktor – faktor fisik untuk membinasakan atau menekan
perkembangan populasi hama, antara lain dengan:
Suhu panas, dingin
Suara
Kelembaban
Energi, perangkap cahaya, pengaturan cahaya.
BAB IIIPENUTUP
Dari semuanya yang telah di jabarkan diatas mengenai hama tikus sawah
(Rattus Argentiventer), terhadap tanaman padi (Oriza Sativa) dan bagaimana
teknik – teknik pengendalian hamanya sehingga masalah – masalah yang
dihasilkan oleh hama tikus tersebut dapat diminimalisasi/ tidak sampai merusak
padi secara kualitas dan kuantitas dengan skala yang besar.
Pentingnya padi (Oriza Sativa) sebagai sumber utama makanan pokok
dan dalam perekonomian bangsa Indonesia tidak seorang pun menyangsikan.
Oleh karena itu setiap faktor yang mempengaruhi tingkat produksinya sangat
penting diperhatikan. Masyarakat Indonesia, khususnya dalam lingkungan
pertanian, pasti ingat bahwa hama wereng coklat pada pertengahan tahun 70-an
telah menyebabkan bencana nasional dalam budidaya padi. Tikus juga menjadi
masalah besar dibanyak daerah, khususnya tikus sawah (Rattus Argentiventer).
Memperhatikan pentingnya faktor hama diatas, maka pengendalian perlu
dilakukan. Hal ini pun telah menjadi perhatian nasional sehingga usaha
pengendalian hama dan penyakit tanaman dimasukkan sebagai salah satu dari
program Panca Usaha Tani dalam budidaya padi. Empat usaha lainnya adalah
penggunaan bibit unggul, pengolahan tanah yang baik, serta pemupukan yang
seimbang.
Salah satu usaha keberhasilan usaha pengendalian hama dan penyakit
tanaman padi adalah identifikasi tehadap jasad penggangunya. Identifikasi ini
selain dilakukan langsung pada jasad penggangunya, juga dapat dibantu dengan
pengenalan terhadap gejala serangan yang ditimbulkannya. Oleh karena itu uraian
mengenai gejala serangan jasad pengganggu dalam buku ini punya arti yang
sangat penting, khususnya bagi praktisi di lapang. Jika jasad penggangunya telah
diketahui, maka berdasarkan sifat – sifatnya cara pengendalian yang sesuai dapat
diterapkan.
Cara pengendalian hama dan penyakit padi biasanya terdiri dari
beberapa macam. Dalam pelaksanaannya sebaiknya cara – cara itu jika saling
menunjang atau memungkinkan dilakukan secar terpadu. Biasanya dari beberapa
cara yang tersedia, yang hampir selalu dapat disarankan adalah penanaman
varietas yang tahan terhadap hama atau penyakit yang potensil disuatu daerah.
Sekali lagi hendaknya masalah pengendalian hama dan penyakit
tanaman khususnya disini tanaman padi (Oriza Sativa) terus kita perhatikan agar
swasembada beras nasional yang telah tercapai dapat dimantapkan. Tujuan yang
tak kalah pentingnya adalah usaha pengendalian hama dan penyakit ini adalah
menjaga penghasilan para petani padi agar tidak “dicuri” oleh hama dan penyakit.
Semoga makalah ini dapat berguna untuk para pembaca sekalian, akhir
kata dari Pemakalah: “ Jayalah terus pertanian Indonesia “.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian .http://www.deptan.go.id.
Harahap, Idham Sakti dan Budi Tjahjono. 1989. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Oka, Ida Nyoman. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Pontianak Post. Kamis, 12 Agustus 2004.Cara Mengatasi Serangan Hama Tikus.
Pontianak Post. Kamis, 20 Januari 2005.Tikus dan Keong Emas Serang Padi.
Trubus. Edisi 348 .November 1998. Menjebak Tikus 3000 ekor/ malam.