Makalah Tugas Pak Wahyo

Embed Size (px)

Citation preview

PERMASALAHAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) DAN SOLUSINYA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA(tugas mata kuliah telaah kurikulum matematika)

Di susum oleh: Tri Rismawati Rahayu 109070093 Tingkat 3C

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2012

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan hidayahnya pada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat waktu. Saya ucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah telaah kurikulum matematika, Bapak Dr.H.Wahyo, M.Pd.dan bapak Sugiatno, bapak Agus Ahmad S.Pd,bapak Nurul Huda S.Pd, bapak Moh. Fauzi Ibrahim, Serta pihak pihak yang telah membantu saya dalam penyusunan makalah ini, sehingga penyusunan makalah ini berjalan dengan baik. Saya sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan agar dapat dijadikan pelajaran dalam penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya, dan bagi para permbaca umumnya.

Cirebon, januari 2012

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................i DAFTAR ISI........................................................................................iiBAB I: PENDAHULUAN......................................................................................1 1.1 LATAR BELAKANG........................................................................1 1.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................3 1.3 TUJUAN.............................................................................................4 BAB II: PERTANYAAN.......................................................................................5 BAB III: PEMBAHASAN...................................................................................13 BAB IV: PENUTUP.............................................................................................45 4.1 KESIMPULAN..................................................................................45 4.2 SARAN..............................................................................................45 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................46

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang Ada isu di masyarakat yang menyatakan bahwa pergantian menteri identik dengan pergantian peraturan. Isu ini menyiratkan bahwa peraturan pengganti (baru) dari peraturan sebelumnya dipertanyakan kontribusinya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Demikian pula yang terjadi pada dunia pendidikan, kurikulum 1994 telah berubah menjadi kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang kemudian disempurnakan lagi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Keberadaan KTSP ini juga dipertanyakan kontribusinya terhadap peningkatan mutu hasil belajar siswa, karena implementasinya yang agak sukar dipahami oleh sebagian besar guru. Oleh karena itu, tulisan ini disajikan untuk mengakomodasi guru sehingga kesukarannya itu ada jalan keluarnya. Diketahui bahwa KTSP merupakan suatu kurikulum yang memuat standar nasional untuk isi atau disingkat standar isi (SI) dan diatur melalui Permen No. 22 tahun 2006. SI ini bertujuan untuk menjawab kebutuhan pendidikan di lapangan, berupa: (1) keberagaman budaya dan suku bangsa; (2) potensi dan karakteristik peserta didik; (3) ragam kualitas pendidikan di tiap daerah; (4) globalisasi; (5) kompetensi sumber daya manusia; (6) manajemen berbasis sekolah; (7) relevansi pendidikan; dan (8) inovasi pendidikan (Puskur Balitbang Depdiknas, 2007). Karena SI bersifat Nasional maka haruslah setelah beberapa waktu dipenuhi oleh semua sistem pendidikan di Nusantara. Mengacu kepada SI ini juga standar yang lain seperti standar kompetensi guru dan standar buku/bahan ajar matematika, maka dapat disusun rambu-rambu untuk menyusun kurikulum matematika. Namun demikian seiring dengan perjalanan waktu, ternyata guru mengalami hambatan dalam memahami dokumen SI maupun mengimplementasikannya (proses penyusunan program dan kegiatan

pembelajaran di kelas). Permasalahan tersebut antara lain kepadatan materi, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam standar isi mata pelajaran matematika (Depdiknas, 2007). Berdasarkan pada suatu survey pendahuluan, diperoleh beberapa informasi dari guru matematika bahwa sebenarnya mereka mengalami beberapa kebingungan mengenai SK, KD, Indikator, dan tujuan pembelajaran (Sugiatno, 2009). Kebingunan ini berpotensi menimbulkan multi-interpretasi, karena SK, SD, Indikator, dan tujuan pembelajaran yang dicontohkan oleh para penatar maupun dokumen KTSP masih bersifat umum. Akibatnya, ketika guru menjabarkan SK dan KD untuk implementasi standar isi mengalami beberapa kesulitan dalam penjabaran dokumennya, mulai dari menetapkan indikator pencapaian hasil belajar dari SK dan KD, sampai pada pembatasan dan penyusunan materi pembelajaran. Demikian juga dalam hal, penyusunan Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP), kenyataan di lapangan guru hanya menggandakan (copy-paste) silabus dan RPP yang sudah diterbitkan dari berbagai sumber. Hal ini dilakukan karena mungkin persepsi mereka yang memandang bahwa isi suatu kurikulum itu tidak boleh diubahubah. Mungkin juga, karena keterbatasan kemampuan guru untuk menyusun secara mandiri (sendiri-sendiri atau berkelompok) masih kurang.

Pengembangan KTSP, seharusnya disusun bersama-sama oleh guru, komite sekolah, konselor (guru BP/BK), dan nara sumber, dengan Kepala Sekolah sebagai ketua merangkap anggota, dan disupervisi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, dapat dipahami jika di lapangan banyak ditemukan bahwa KTSP hanya mengadopsi dari contoh model yang ada, sehingga dokumen tersebut tidak dapat dikembangkan secara efektif walaupun sekolah memiliki potensi (Depdiknas, 2007). Bahkan dalam aspek penilaian, pelaksanaan penilaian yang selama ini diterapkan hanya mengacu pada materi tanpa melihat indikator , sehingga tidak mengukur kompetensi yang hendak dicapai. Pemahaman guru mengenai aspek penilaian yang mengandung daya matematis (komunikasi, penalaran, representasi, dan koneksi) dan kemampuan

matematis seperti pemahaman konseptual, pengetahuan prosedural, dan pemecahan masalah, serta kognitif, afektif, dan psikomotor sangat kurang. Oleh karena itu disini penulis ingin memaparkan solusi solusi guru matematika dalm pembelajaran matematika.

1.2.Rumusan masalah 1) pengertian KTSP dan masalah masalah yang dihadapi sistem tersebut 2) pengertian silabus dan prinsip pengembangan silabus 3) Faktor apa sajakah yang yang menyebabkan pelaksanaan KTSP sulit untuk diterapkan di sekolah? Dan bagaimana solusinya? 4) Bagaimana solusi dari penerapan kurikulum KTSP? 5) Apakah yang dimaksud dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar ? 6) apakah yang di maksud dengan indikator dan tujuan pembelajaran? 7) apakah persamaan dan perbedaan indikator dengan tujuan

pembelajaran? 8) apakah rumusan kemampuan pada tujuan pembelajaran dan indikator selalu sama? ataukah dapat berbeda? 9) usaha apa yang harus dilakukan untuk menangulangi proses pembelajaran diinginkan? 10) Apakah dengan menggunakan metode pemecahan masalah pada mata pelajaran matematika di sekolah dasar dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas belajar siswa? 11) Sebutkan dan jelaskan macam- macam strategi pemecahan masalah? 12) langkah langkah metode pemecahan masalah? 13) sebutkan dan jelaskan jenis jenis aktvitas yang dilaksanakan dalam metode pemecahan masalah? 14) bagaimana upaya guru mengadakan variasi dan mengelola kelas akselerasi pada pembelajaran matematika di sekolah menengah? matematika agar sesuai harapan dengan yang

15) hambatan yang dihadapi guru dalam mengadakan variasi dan mengelola kelas akselerasi pada pembelajaran matematika di sekolah menengah? 16) Keberhasilan seorang guru di tentukan oleh hal apa saja?dan kesulitan yang dihadapi guru, baik dalam penyusunan RPP maupun

pelaksanaannya di kelas? 17) Seberapa pentingkah komunikasi matematika? 18) Mengapa pembelajaran generatif lebih baik dalam mengajarkan matematika? 19) Bagaimana cara seorang guru mengembangkan pembelajaran

matematika, agar pelajaran tersebut mudah untuk dipahami oleh siswa? 20) Bagaimana cara mengajarkan matematika agar menyenangkan bagi para siswa sehingga siswa erasa peajaran matematika tidak sulit?

1.3.tujuan tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui: permasalahan permasalahan pembelajaran matematika di dekolah solusi solusi dari permasalahan tersebut memenuhi salah satu tugas mata kuliah telaah kurikulum matematika

BAB II PERTANYAAN

1. Sementara negara lain berpacu meningkatkan teknologi dalam pendidikan, negarab kita masih terseok seok menentukan kurikulum apa yang tepat. Mungkin sudah menjadi tradisi para pemimpin negeri ini untuk menancapkan monumen kepemimpinan mereka, melalui kebijakannya, termasuk dalam bidang pendidikan. Sehingga tak heran setiap ganti menteri, ganti kebijakan. Entah sudah berapa kali kurikulum pendidikan di negeri ini berganti, menyebabkan buku kakak tak lagi di manfaatkan adiknya. Belum selesai kurikulum A, sudah ganti kurikulum B, belum selesai dilaksanakan kurikulum B, sudah berganti lagi dengan kurikulum C. Yang terakhir, kurikulum baru yang dinamakan KTSP(kurikulum tingkat satuan pendidikan) untuk mengganti sistem KBK (kurikulum berbasis kompetensi) yang diterapkan sebelumnya. Apa sih KTSP itu?Dan apa saja masalah masalah yang terjadi dengan sistem tersebut?

2. Penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) di setiap sekolah setingkat SD, SMP dan SMA, akan membuat guru semakin pintar, karena mereka dituntut harus mampu merencanakan sendiri materi pelajarannya untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Kurikulum yang selama ini dibuat dari pusat, menyebabkan kreativitas guru kurang terpupuk, tetapi dengan KTSP, kreativitas guru bisa berkembang. Demikian pendapat dari pakar kurikulum, Dr Karnadi dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Prof Dr Ansyar dari Universitas Negeri Padang (Unan). Pendapat kedua pakar itu dilontarkan berkaitan dengan munculnya KTSP 2006 sebagai pengganti kurikulum berbasis kompetensi (KBK) 2004. Guru merupakan komponen penting yang menunjang keberhasilan program kegiatan sekolah. Semua komponen yang ada di sekolah tidak dapat dimanfaatkan secara optimal bagi pengembangan proses pembelajaran tanpa didukung oleh guru yang bekerja secara profesional. Dalam pembelajaran memerlukan guru yang kreatif baik

dalam menyiapkan kegiatan belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar tercapai pembelajaran seperti yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005. Dalam pasal 19 PP No. 19 tahun 2005 dinyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Oleh karena itu guru perlu melakukan persiapan mengajar dengan baik. Silabus adalah salah satu kelengkapan administrasi guru yang seharusnya disusun oleh guru yang bersangkutan sebelum melaksanakan pembelajaran. Silabus disusun sebagai acuan bagi guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), melaksanakan pembelajaran, dan melakukan penilaian dalam pembelajaran. jelaskan definisi silabus dan prinsip pengembangan silabus?

3. Hampir seluruh guru di Indonesia hanya bisa mengkopi KTSP yang sudah ada untuk diterapkan di sekolah mereka masing-masing tanpa memperhatikan dan disesuaikan dengan potensi yang ada disekolah/ daerah tersebut.

Implementasi kurikulum dijelaskan oleh Saylor dan Alexander (1974) dalam Miller and Seller (1985 : 246) sebagai proses menerapkan rencana kurikulum (program) dalam bentuk pembelajaran, melibatkan interaksi siswa-guru dan dalam konteks persekolahan. Problem konsep inilah yang bagi pengelola pendidikan sudah melaksanakan KTSP dengan bukti adanya dokumen yang tersusun rapi. Para supervisor menilai, para pengelola pendidikan belum menerapkan KTSP sebagaimana yang diharapkan. Di mana para pengembang kurikulum di satuan pendidikan ternyata belum mengembangkan KTSP dalam bentuk kurikulum di satuan pendidikan fungsional yang secara riil dikembangkan dalam pembelajaran. Rencana yang rapi dan sistematis menjadi tidak bermakna apabila tidak diimplementasikan secara konsisten sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakannya.

Begitu juga dalam problem pendekatan impelementasi KTSP. Di mana dalam implementasi KTSP sebenarnya lebih cenderung mengarah pada pendekatan enactment curriculum dibandingkan dengan fidelity perspective maupun mutual adaptif. Pendekatan enactment pernah dikembangkan oleh Jackson (1991 : 492) mempunyai ciri utama pelaksana kurikulum melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan pelaksanaan kurikulum. Mereka menjadi kreator dalam implementasi kurikulum, yang nantinya kurikulum sebagai proses akan tumbuh dan berkembang dalam interaksi guru dan siswa. Terutama dalam membentuk kemampuan berpikir dan bertindak. Sampai saat ini kenyataannya di lapangan masih ada beberapa sekolah yang belum benar-benar mengimplementasikan KTSP sesuai standar isi yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan(BSNP). Munculnya persoalan-persoalan tadi disebabkan oleh tidak siapnya pemerintah membuat strategi implementasi kebijakan di atas, misalnya kurang diantisipasi kesiapan tenaga pendidik dan kurangnya sosialisasi sampai ke seluruh pelosok tanah air. Faktor apa sajakah yang yang menyebabkan pelaksanaan KTSP sulit untuk diterapkan di sekolah? Dan bagaimana solusinya?

4. Ada isu di masyarakat yang menyatakan bahwa pergantian menteri identik dengan pergantian peraturan. Isu ini menyiratkan bahwa peraturan pengganti (baru) dari peraturan sebelumnya dipertanyakan kontribusinya terhadap peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Demikian pula yang terjadi pada dunia pendidikan, kurikulum 1994 telah berubah menjadi kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang kemudian disempurnakan lagi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Keberadaan KTSP ini juga dipertanyakan kontribusinya terhadap peningkatan mutu hasil belajar siswa, karena

implementasinya yang agak sukar dipahami oleh sebagian besar guru. terdapat beberapa hal yang tidak berdiri sendiri (saling terkait), yaitu: isu guru mengenai sosialisasi KTSP, sumber-sumber teoritis tentang KTSP terbatas, persepsi guru dalam memandang suatu kurikulum, dan daya paham guru terhadap KTSP. Bagaimana kah jalan keluar atau solusinya?

5. Diketahui bahwa KTSP merupakan suatu kurikulum yang memuat standar nasional untuk isi atau disingkat standar isi (SI) dan diatur melalui Permen No. 22 tahun 2006. SI ini bertujuan untuk menjawab kebutuhan pendidikan di lapangan, berupa: (1) keberagaman budaya dan suku bangsa; (2) potensi dan karakteristik peserta didik; (3) ragam kualitas pendidikan di tiap daerah; (4) globalisasi; (5) kompetensi sumber daya manusia; (6) manajemen berbasis sekolah; (7) relevansi pendidikan; dan (8) inovasi pendidikan (Puskur Balitbang Depdiknas, 2007). Karena SI bersifat Nasional maka haruslah setelah beberapa waktu dipenuhi oleh semua sistem pendidikan di Nusantara. Mengacu kepada SI ini juga standar yang lain seperti standar kompetensi guru dan standar buku/bahan ajar matematika, maka dapat disusun rambu-rambu untuk menyusun kurikulum matematika. Namun demikian seiring dengan perjalanan waktu, ternyata guru mengalami hambatan dalam (proses memahami penyusunan dokumen program SI dan maupun kegiatan

mengimplementasikannya

pembelajaran di kelas). Permasalahan tersebut antara lain kepadatan materi, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam standar isi mata pelajaran matematika (Depdiknas, 2007). Apakah yang dimaksud dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar ?

6. Berdasarkan pada suatu survey pendahuluan, diperoleh beberapa informasi dari guru matematika bahwa sebenarnya mereka mengalami beberapa kebingungan mengenai SK, KD, Indikator, dan tujuan pembelajaran (Sugiatno). Kebingunan ini berpotensi menimbulkan multi-interpretasi, karena SK, SD, Indikator, dan tujuan pembelajaran yang dicontohkan oleh para penatar maupun dokumen KTSP masih bersifat umum. Akibatnya, ketika guru menjabarkan SK dan KD untuk implementasi standar isi mengalami beberapa kesulitan dalam penjabaran dokumennya, mulai dari menetapkan indikator pencapaian hasil belajar dari SK dan KD, sampai pada pembatasan dan penyusunan materi pembelajaran. Demikian juga dalam hal, penyusunan Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP), kenyataan di lapangan guru hanya menggandakan (copy-

paste) silabus dan RPP yang sudah diterbitkan dari berbagai sumber.apakah yang di maksud dengan indikator dan tujuan pembelajaran? 7. Pengembangan KTSP, seharusnya disusun bersama-sama oleh guru, komite sekolah, konselor (guru BP/BK), dan nara sumber, dengan Kepala Sekolah sebagai ketua merangkap anggota, dan disupervisi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, dapat dipahami jika di lapangan banyak ditemukan bahwa KTSP hanya mengadopsi dari contoh model yang ada, sehingga dokumen tersebut tidak dapat dikembangkan secara efektif walaupun sekolah memiliki potensi (Depdiknas, 2007). Bahkan dalam aspek penilaian, pelaksanaan penilaian yang selama ini diterapkan hanya mengacu pada materi tanpa melihat indikator , sehingga tidak mengukur kompetensi yang hendak dicapai. Pemahaman guru mengenai aspek penilaian yang mengandung daya matematis (komunikasi, penalaran, representasi, dan koneksi) dan kemampuan matematis seperti pemahaman konseptual, pengetahuan prosedural, dan pemecahan masalah, serta kognitif, afektif, dan psikomotor sangat kurang.apakah persamaan dan perbedaan indikator dengan tujuan pembelajaran?

8. Jika Terdapat persamaan dan perbedaan antara indikator dengan tujuan pembelajaranapakah rumusan kemampuan pada tujuan pembelajaran dan indikator selalu sama? ataukah dapat berbeda?

9. Pada kenyataanya pembelajaran matematika yang dilaksanakan

dewasa ini

cenderung ditujukan pada bentuk pencapaian target materi atau sesuai buku yang digunakan sebagai buku wajib dengan berorientasi pada soal- soal ujian nasional. Bahkan kadangkala rientasi lebih ditekankan pada upaya untuk mengantisipasi ujian ujian selanjutnya. Siswa siswa cenderung menghapalkan konsep konsep matematika dan sering kali dengan mengulang ngulang menyebutkan definisi yang dierikan guru atau yang tertulis dalam buku yang dipelajari, tanpa memahami maksud isinya. Kecenderungan semacam ini tentu saja dapat dikatakan mengabaikan kebermaknaan dari konsep konsep matematika yang

dipelajari siswa . berdasarkan hasil studi sumarmo dkk (2001) diperoleh gambaran umum bahwa pembelajaran matematika masih berlangsung secara tradisional yang antara lain memiliki karakteristik sebagai berikut: pembelajaran lebih berpusat pada guru, pendekatan yang digunakan lebih bersifat ekspositori, guru lebih mendominasi proses aktivitas kelas , latihan latihan yang diberikan lebih banyak yang bersifat rutin. Berdasarkan kondisi tersebut,usaha apa yang harus dilakukan untuk menangulangi proses pembelajaran matematika agar sesuai harapan dengan yang diinginkan?

10. Sistem pembelajaran matematika

dewasa ini sangat

menekankan pada

pendayagunaan keaktifan siswa dalam proses belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Tetapi dalam kegiatan pembelajaran siswa tidak hanya dituntut aktif saja tapi juga kreativitasannya, karena kreativitas dalam pembelajaran dapat menciptakan situasi yang baru, tidak monoton dan menarik sehingga siswa akan lebih terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Untuk itulah diperlukan metode pemecahan masalah, metode pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas belajar siswa. Karena Konsep dasar dan karakteristik metode pemecahan masalah diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Apakah dengan menggunakan metode pemecahan masalah pada mata pelajaran matematika di sekolah dasar dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas belajar siswa?

11. Dalam pembelajaran matematika seringkali siswa merasa kesulitan dalam belajar, selain itu belajar siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa tentang konsep salah. Akibatnya prestasi siswa baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Rendahnya prestasi disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami masalah secara komprehensip atau secara parsial. Sedangkan guru yang bertugas sebagai pengelola pembelajaran menyampaikan materi pelajaran kepada siswa seringkali belum mampu secara bermakna, serta

penyampaiannya juga terkesan monoton tanpa memperhatikan potensi dan kreativitas siswa sehingga siswa merasa bosan karena siswa hanya dianggap sebagai botol kosong yang siap diisi dengan materi pelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran matematika guru harus menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi dan disesuaikan dengan kondisi siswa sehingga siswa lebih memahami materi yang disampaikan dan siswa lebih berkesan dengan pembelajaran yang telah disampaikan serta siswa akan lebih mengingat dan tidak mudah melupakan hal- hal yang dipelajarinya. Sebutkan dan jelaskan macam- macam strategi pemecahan masalah?

12. Apa saja langkah langkah metode pemecahan masalah?

13. Siswa adalah suatu oraganisasi yang hidup. Dalam dirinya terkandung banyak kemungkinan dan potensi yang hidup dan sedang berkembang. Dalam diri masing- masing siswa tersebut terdapat prinsip aktif yakni keinginan berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif mengendalikan tingkah lakunya. Pendidikan perlu mengarahkan tingkah laku menuju ke tingkat perkembangan yang diharapkan. Potensi yang hidup perlu mendapat kesempatan berkembang ke arah tujuan tertentu.Siswa memiliki kebutuhan- kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang perlu mendapat pemuasan, dan oleh karenanya menimbulkan dorongan berbuat tertentu. Tiap saat kebutuhan itu bisa berubah dan bertambah, sehingga varietasnya menjadi bertambah besar. Dengan sendirinya perbuatan itupun menjadi banyak macam ragamnya.sebutka dan jelaskan jenis jenis aktvitas yang dilaksanakan dalam metode pemecahan masalah?

14. Karakteristik pembelajaran matematika diantaranya: pembelajaran matematika adalah berjenjang, pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral, pengajaran matematika menekankan pola berfikir deduktif, pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.bagaimana upaya guru mengadakan variasi dan

mengelola kelas akselerasi pada pembelajaran matematika di Msekolah menengah? 15. hambatan yang dihadapi guru dalam mengadakan variasi dan mengelola kelas akselerasi pada pembelajaran matematika di sekolah menengah?

16. Keberhasilan seorang guru di tentukan oleh hal apa saja?dan kesulitan yang dihadapi guru, baik dalam penyusunan RPP maupun pelaksanaannya di kelas?

17. Pada hakikatnya doing math yang diharapkan menjadi kompetensi siswa dalam pembelajaran matematika terdiri dari penalaran, koneksi, komunikasi, dan pemecahan masalah matematika. Dengan tidak mengabaikan kemampuan yang lain. Kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah memegang peran penting dalam aktivitas dan penggunaan matematika yang dipelajari siswa. Seberapa pentingkah komunikasi matematika?

18. Mengapa pembelajaran generatif lebih baik dalam mengajarkan matematika? 19. Bagaimana cara seorang guru mengembangkan pembelajaran matematika, agar pelajaran tersebut mudah untuk dipahami oleh siswa? 20. Matematika itu susah merupakan pernyataan klasik. Sebagian besar siswa mengatakan tersebut. Apalagi mereka yang tidak menyukai matematika pasti beranggapan bahwa ilmu pasti ini rumit, membingungkan, dan membuat pusing. Yang Akhirnya mereka menjadi malas belajar matematika.Bagaimana cara mengajarkan matematika agar menyenangkan bagi para siswa sehingga siswa merasa pel ajaran matematika tidak sulit?

BAB III PEMBAHASAN

1. KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) adalah sebuah kurikulum yang diberlakukan berdasarkan Permendiknas No. 19 tahun 2007, yang memungkinkan sekolah menentukan sendiri kurikulum yang diajarkan kepada para siswa. Meski dibebaskan, namun kompetensi siswa telah dirumuskan dalam KBK. Dengan kebebasan ini, seorang guru diharapkan bisa memiliki inovasi dan daya kreatifitas yang tinggi untuk menyampaikan materi kepada peserta didiknya dengan baik. Penentuan kurikulum ini bisa berbeda antar satu sekolah dengan lainnya, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan para siswa. Kurikulum baru ini belum teruji kualitas dan efektivitasnya. Banyak pula guru yang masih gagap untuk menyusun bahan ajar sendiri untuk memenuhi kompetensi yang diharapkan. Masalah masalah yang terjadi dengan di tetapkan sistem KTSP ini di antaranya Tingginya beban jam belajar diakui merupakan salah satu persoalan dari berbagai macam masalah dalam penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, walaupun hal itu bukan persoalan utama. Akan tetapi dengan tingginya beban belajar di sekolah akan berefek terhadap optimalisasi dan efektifitas belajar. Belum lagi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 benar-benar dilaksanakan secara optimal dan menyeluruh diseluruh sekolah di Indonesia, kini pemerintah telah mengesahkan dan memberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menekankan pada Kompetensi Dasar dan Standar Kompetensi (Dua Kolom). Kebijakan terhadap perubahan kurikulum ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki visi yang jelas mengenai arah pendidikan. Karena setiap bergantinya pemegang kendali kebijakan pendidikan di negeri ini, sistem dan pola pendidikan di Indonesia juga akan ikut berubah, termasuk penggunaan standar kurikulum sebagai acuan belajar. Melihat kondisi pendidikan Indonesia yang demikian, khususnya dalam pengelolaan Kurikulum Berbasis Kompetensi, yang sampai saat ini masih

dianggap sebagai kurikulum yang mampu membawa pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik. Banyak praktisi dan para pengamat pendidikan menilai bahwa KBK 2004 tidak banyak diadopsi oleh sekolah-sekolah dalam melaksanakan proses pendidikan. Kalau pun ada, itu pun sedikit yang murni. Selebihnya tetap menggunakan kurikulum lama 1994 tetapi hanya dilabeli KBK 2004. Seperti penilaian banyak kalangan, dengan seringnya pemerintah melakukan perubahan terhadap kurikulum yang ada, pemerintah tidak memiliki visi yang jelas tentang pendidikan. Dan sungguh sangat disayangkan, pemberlakuan Kurikulum Baru 2006 ini yang terkesan bongkar-pasang kurikulum dan mengganti KBK 2004 yang dianggap kurang berhasil. Ini didasari kenyataan bahwa masalah kelemahan penerapan KBK 2004 tidak dicari dan tidak dibenahi, tetapi langsung menerapkan Kurikulum Baru 2006. padahal secara substansialnya, KTSP yang telah disahkan sebagai kurikulum baru Pendidikan Nasional tidak jauh berbeda dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, baik isi kurikulum maupun standar kelulusan. Kurang tercapainya secara optimal penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 di Indonesia, menunjukkan kurang seriusnya pemerintah dalam menyikapi permasalahan pendidikan di negeri ini. Hal ini terbukti dari kurang optimalnya dalam melakukan sosialisasi dan memberikan pemahaman tentang oprasional KBK 2004. Sehingga banyak guru dan steak holder pendidikan menjadi bingung untuk mengimplementasikan KBK 2004 tersebut. Mungkin benar sebuah ungkapan yang mengatakan, bahwa Indonesia dalam menjalankan proses pendidikan menggunakan Manajemen linglung. Inilah yang disebut KBK adalah Kurikulum Berbasis Kebingungan. Bagaimana tidak membingungkan, KBK yang belum lama terealisasi secara optimal dan belum dievaluasi sejauh mana KBK tersebut berhasil, pemerintah akan merubah kurikulum 2004 menjadi kurikulum 2006.Tetapi apabila kurikulum baru 2006 nanti memang benar-benar disahkan, diharapkan agar dalam penerapan Kurikulum Baru 2006 nanti pemerintah lebih serius dapat mensosialisasikan isi

dan penerapan Kurikulum baru sehingga guru tidak lagi kebingungan untuk dapat dengan baik menerapkan Kurikulum baru tersebut. Mungkin kita semua mengetahui, bahwa selama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 diberlakukan mulai 2001, masih banyak guru yang masih belum memahami secara sempurna Kurikulum tersebut. Banyak guru yang merasa masih belum mengetahui apa dan bagaimana sebenarnya KBK itu sendiri. Sehingga untuk menerapkan KBK di sekolah banyak menghadapi kesulitan. Rendahnya pemahaman guru terhadap KBK merupakan persoalan lebih besar yang perlu diatasi secepatnya. Guru kurang paham KBK 2004 karena sosialisasinya yang tidak lancar, tidak merata dan tidak mendalam sehingga banyak guru yang masih bingung inti dari KBK dan bagaimana melaksanakannya. Karena banyak guru belum bisa menjalankan perannya sebagai fasilitator, mereka akhirnya kembali pada metode pembelajaran konvensional yang telah mereka kenal sebelumnya. Guru dan buku teks pelajaran menjadi sumber informasi tunggal sementara disampaikan guru. Disamping Pemerintah mengeluarkan panduan pembuatan kurikulum baru 2006, pemerintah juga harus memberikan pemahan secara jelas tentang makna dan arti dari Kurikulum itu sendiri. Karena masih banyak guru yang memahami kurikulum itu dalam arti yang sangat sempit, yaitu kumpulan dari beberapa mata pelajaran yang harus diajarkan kepada anak didik di sekolah. Sehingga dengan kondisi pemahaman yang demikian, guru akan menganggap murid sebagai manusia kosong yang siap diisi apa saja yang dikehendaki oleh guru sesuai dengan aturan main Kurikulum itu sendiri. Yang tercipta adalah Teacher oriented bukan student oriented yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk belajar bebas dari tekanan dan keterpaksaan. Profesionalitas guru Terlepas dari kurikulum nantinya, mau berdasarkan standar isi dan kompetensi atau standar lain, baik yang lama maupun yang baru, satu hal yang kiranya harus diperhatikan dalam memutuskan berlakunya suatu Kurikulum Nasional ialah penyiapan profesionalitas guru. Dan hal ini telah dilakukan oleh murid diharuskan menerima semua informasi yang

pemerintah Indonesia dengan disahkannya UU guru dan dosen pada 06 desember 2005 yang lalu. Dengan UU guru dan dosen tersebut diharapkan kemampuan manajemen guru dalam melaksanakan tugasnya, baik dalam menyusun Kurikulum maupun ketika mengimplementasikan kurikulum dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kemampuan guru dalam mengelola dan menjalankan kurikulum, akan menentukan keberhasilan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Guru adalah aktor utama dalam pelaksanaan suatu kurikulum di sekolah, entah berdasarkan atau mengacu terhadap apa kurikulum tersebut. Dari kenyataan di lapangan, bila guru itu sendiri tidak siap untuk melaksanakan kurikulum tersebut, maka sebaik apapun kurikulum yang direncanakan dan dipikirkan para ahli dan birokrat pemerintah di Indonesia tidak akan pernah berjalan dengan baik. Akhirnya yang terjadi adalah guru bingung dalam melakukan proses mengajar Dengan demikian , penetapan kurikulum baru 2006 hanya akan membuang banyak dana tanpa hasil yang sepadan karena guru tidak dapat melaksanakannya. Dana yang dibutuhkan untuk membuat dan mensosialisasikan kurikulum tersebut sangatlah besar. Padahal kondisi pendidikan saat ini sangat membutuhkan dana anggaran yang besar, seperti NegaraNegara lain. Namun sampai saat ini dari 20% anggaran pendidikan yang diambil dari APBN 2006 masih belum sepenuhnya terealisasikan. Pengalaman dengan KBK kiranya dapat menjadi bahan refleksi nasional bagi para pemegang otoritas kebijakan. Meski sudah sekitar empat tahun KBK dicoba diaplikasikan, namun sampai saat ini masih terdapat sejumlah besar guru di daerah yang belum pernah mendengar istilah KBK. Sebagian besar lagi bingung karena tidak tahu persis isi dan bagaimana melaksanakan KBK, sebagian lagi bingung karena mau melaksanakan KBK tetapi fasilitas pendukungnya tidak ada. Selain masih minimnya pemahaman guru terhadap konsep KBK, sebetulnya ada juga persoalan yang lebih mendasar, yakni ketersediaan akan sarana penunjang pembelajaran. Di banyak sekolah, sarana penunjang yang memadai

belum terpenuhi. Terutama sekolah-sekolah yang letaknya jauh di pelosok desa. Sehingga target dari Kurikulum KBK itu sendiri, hanya tercapai pada tingkatan materi, dan tidak mampu dipraktekkan karena ketidaktersedianya fasilitas. Jika KBK betul-betul dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan ditunjang oleh fasilitas pendidikan, maka pendidikan Indonesia akan lebih maju. Dan proses pendidikan yang egaliter, demokratis dan bebas dari tekanan akan terwujud. Hal ini sesuai dengan apa yang tertuang dalam PP No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, bahwa anak didik diberikan peluang untuk memilih mata pelajaran yang diminati sesuai dengan bakatnya. Sebelum suatu kurikulum diberlakukan, pemerintah harus menyiapkan para guru agar nanti dapat melaksanakan kurikulum baru tersebut dengan jelas, benar, dan bertanggung jawab. Langkahlangkah yang mungkin harus dilakukan pemerintah dalam menyiapkan guru agar profesionalitasnya dapat dipertanggungjawabkan untuk mengelola Kurikulum adalah memberikan

pemahaman kepada guru tentang isi dan hakikat Kurikulum yang baru ini. Oleh karena itu, perlu sosialisasi merata dan optimal di seluruh daerah Indonesia yang sangat luas dengan guru yang jumlahnya banyak tersebar di seluruh Indonesia, tentunya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk sosialisasi. Oleh karena itu, pemerintah jangan mengira guru akan mengetahui kurikulum baru tersebut dengan sendirinya. Ada baiknya, untuk mempercepat sosialisasi dan teks kurikulum yang baru diperbanyak untuk semua guru di Indonesia. Lalu, orang-orang yang sudah ditatar oleh pemerintah dengan kurikulum baru itu diterjunkan ke seluruh daerah untuk membantu sosialisasi. Diharapkan dengan diberlakukannya kurikulum baru 2006 tersebut, proses pembelajaran di setiap sekolah akan memperhatikan potensi dan bakat yang dimiliki oleh anak didik. Dengan demikian guru bukan hanya mencekoki murid (teacher oriented), akan tetapi menitikberatkan pada pola belajar siswa aktif atau active learning. Guru tidak hanya sekadar berceramah, komunikasi berjalan dua arah dan sebanyak mungkin dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Ya, semua memang butuh waktu. Kita berharap banyak pada kurikulum baru ini, agar tak semakin tertinggal dari negara lain.

2. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Adapun prinsip prinsip pengembangan kurikulum adalah: 1. Ilmiah Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. 2. Relevan Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik. 3. Sistematis Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. 4. Konsisten Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok/pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian. 5. Memadai Cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar. 6. Aktual dan kontekstual Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi. 7. Fleksibel Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.

8. Menyeluruh Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

3. Sebab sebab KTSP sulit diterapkan disekolah adalah KTSP, Kurikulum yang tidak sistematis. Ketidaklogisan KTSP terjadi karena sekolah diberi kebebasan untuk mengelaborasi kurikulum inti yang dibuat pemerintah, tetapi evaluasi nasional oleh pemerintah melalui ujian nasional (UN) justru paling menentukan kelulusan siswa. KTSP tidak fungsional Kurikulum ini menjadi tidak logis karena tidak proporsionalnya pembagian tugas pengembangan antara pemerintah dan sekolah.Tidak siapnya pemerintah membuat strategi implementasi kebijakan, misalnya kurang diantisipasi kesiapan tenaga pendidik dan kurangnya sosialisasi sampai ke seluruh pelosok tanah air.Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung terlaksananya KTSP. Dan solusi dari permasalahan yang dihadapi dalam penerapan KTSP disekolah adalah Segala persoalan yang muncul akibat penerapan KTSP ini seharusnya menjadi perhatian serius dari pemerintah (Depdiknas) agar tidak menambah daftar carut marut wajah pendidikan di Indonesia. Ada beberapa kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah, yaitu sebagai berikut: 1. Penentuan kelulusan siswa tidak harus berpatokan pada hasil nilai UN yang ditetapkan pemerintah tetapi dikembalikan pada guru yang mengajar di sekolah tersebut. 2. Seharusnya pemerintah hanya menetapkan kerangka umum dari tujuan atau kompetensi, isi, strategi, dan evaluasi, sedangkan pengembangannya secara rinci menjadi siap pakai diserahkan sepenuhnya kepada sekolah. KTSP dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik dengan berpedoman pada panduan yang disusun oleh BNSP. Sekolah dan komite sekolah mengembangkan KTSP dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi kelulusan, dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di

bidang pendidikan (SD, SMP, SMA, SMK) dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama (MI, MTs, MA)

Sosialisasi yang terus menerus harus dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan beragam perangkat media secara tepat sasaran. Agar, para pelaku pendidikan mengerti secara jelas maksud dan tujuan dari KTSP ini sehingga meningkatkan kualitas tenaga pendidik terkait konsep dan aplikasi

KTSP.Menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung terlaksananya KTSP.Kebijakan-kebijakan tersebut harus senantiasa diobservasi dan evaluasi pelaksanaannya di lapangan, agar kebijakan itu benar-benar mencapai tujuan yang diinginkan pemerintah 4. Jalan keluar terhadap masalah yang telah dikemukakan terfokus pada; (a)Kerangka (body of knowledge) KTSP matematika sekolah (b) Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator, dan Tujuan Pembelajaran. Kerangka yang dimaksud dalam tulisan ini, terdiri atas: (1) mathematical power (daya matematis); (2) content strand (komponen isi); (3) mathematical abilities (kecakapan-kecakapan matematis). Ketiganya ini, di dalam dokumen NCTM (1989) dan NAEP (2003) dinamakan dimensi standar penilaian matematis. Untuk memperjelas pandangan ini, perhatikan Gambar berikut.

Dari Gambar tampak bahwa daya matematis itu hanya akan terjadi jika ada komponen isi yang standar (misalnya aljabar, geometri, aritmatika, teori peluang dan statistika, atau kalkulus) yang digunakan untuk mencapai kecakapankecakapan matematis (misalnya pemahaman konseptual maupun pengetahuan prosedural). Demikian juga, dari gambar tampak bahwa standar kompetensi

matematis hanya akan tercapai, jika standar proses pembelajaran matematika itu terjadi. Kompetensi matematis ini seyogyanya terkait dengan ketiga dimensi

matematis, yaitu daya matematis (pemecahan masalah, komunikasi, penalaran, koneksi, dan representasi), komponen isi (content strands), dan kecakapan-

kecakapan matematis. Ketiga dimensi matematis ini merupakan satu kesatuan yang secara umum termasuk ke dalam standar kompetensi maupun kompetensi dasar (NAEP, 2003, Depdiknas, 2007). Di dalam dimensi penilaian matematis, menyiratkan bahwa daya matematis merupakan jiwa dari KTSP Matematika Sekolah. Daya matematis meliputi: the ability to explore, conjecture, and reason logically; to solve non-routine problems; to communicate about and through mathematics; and to connect ideas within mathematics and between mathematics and other intellectual activity (NCTM, 1999). Di samping kemampuan untuk menggali, menyusun konjektur, dan membuat alasan-alasan secara logis; untuk memecahkan masalah nonrutin; untuk berkomunikasi mengenai dan melalui matematika; dan untuk

menghubungkan berbagai ide-ide dalam matematika dan di antara matematika dan aktivitas intelektual lainnya. Pandangan ini menyiratkan suatu prinsip bahwa daya matematis itu, hakikatnya merupakan suatu potensi yang dimiliki oleh seseorang untuk mengeksplorasi pengetahuan matematisnya dan

mengkonstruksikannya sehingga menjadi pengetahuan matematis yang baru. Daya matematis juga meliputi pengembangan kepercayaan diri dan disposisi untuk mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi kuantitatif dan spasial dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan (Syaban, 2008). Daya matematis ini di dalamnya juga tersirat kompetensi di ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Daya matematis yang semula memuat empat komponen, kini telah dikembangkan menjadi: (1) pemecahan masalah; (2) komunikasi; (3) penalaran; (4) representasi; dan (5) koneksi (NAEP, 2007). Untuk memperjelas komponenkomponen ini, berikut disajikan beberapa contoh yang secara simultan memuat daya matematis.

Perhatikan suatu gagasan sistem persamaan linier dengan dua variabel (SPLDV) yang disajikan melalui pemecahan masalah : Suatu taman Margasatwa di dalamnya terdapat dua jenis binatang yang dilindungi, yaitu Badak bercula satu dan Ayam Kalkun. Ada berapa ekorkah badak bercula satu dan ayam Kalkun, jika diketahui jumlah mata kedua binatang tersebut ada sepuluh? Ketika pemecahan masalah ini diajukan kepada beberapa orang mahasiswa, sebagian besar dari mereka menjawab bahwa model matematikanya adalah x + y = 10, di mana x dimisalkan sebagai banyaknya badak bercula satu dan y

dimisalkan sebagai banyaknya ayam kalkun. Dengan menggunakan model matematika yang dibuatnya itu, ada di antara mahasiswa yang menyatakan bahwa model matematika tersebut tidak bisa diselesaikan, karena ada dua variabel yang tidak diketahui. Oleh karena itu untuk memberikan scaffolding (topangan) bagi kesulitan yang seperti itu, maka secara bertahap pemecahan masalah tersebut dapat dikomunikasikan melalui suatu representasi (sajian gambar, sajian tabel, sajian grafik, atau sajian simbolik) yang dikoneksikan dengan sajian gambar, sajian tabel, sajian grafik, atau sajian simbolik berikut.

Sajian gambar:

Sajian Tabel:x

1 2 3 4

y 4 3 4 1

x y 10 10 10 10

Sajian Grafik:6

5 A 4 B 3

2

C

1

D

-2

-1 -1

1

2

3

4

5

6

Sajian semi Simbol: Misalkan x = banyaknya badak bercula satu y = banyaknya ayam kalkun x + y = 10 Sajian Simbol:

@ 1. x ! 1, y ! 4 2. x ! 2, y ! 3 3. x ! 3, y ! 2 4. x ! 4, y ! 1 Dalam aktivitas belajar, ketika seseorang dapat menghubungkan suatu gagasan matematis dengan gagasan matematis lainnya, maka kemampuan mereka itu dapat dikategorikan ke dalam kemampuan koneksi. Ketika seseorang mengkoneksi suatu pemecahan masalah dengan sajian tabel maupun dengan

sajian lainnya (perhatikan ilustrasi halaman 5), aktivitas-aktivitas ini di dalamnya terkandung penalaran matematis. Aktivitas-aktivitas inilah yang sebenarnya merupakan eksplanasi (penjelasan) bahwa manusia itu aktif mengkonstruksi pengetahuan. Dengan demikian, daya matematis juga sangat bermanfaat bagi guru untuk membantu siswa mencapai indikator pencapaian kompetensi matematika. 5. Istilah standar memiliki sinonim patokan, takaran, taraf, atau ukuran dasar. Menurut Rifat (2009) di dalamnya terdiri atas dua bagian inti, yaitu adanya pernyataan standar dan pernyataan deskriptif. Pernyataan standar di dalam KTSP digunakan untuk menyatakan standar kompetensi (SK), sedangkan pernyataan deskriptif dipakai untuk menuliskan atau merumuskan kompetensi dasar (KD). SK merupakan tujuan mata pelajaran untuk setiap tahapan pembelajaran. Sedangkan KD merupakan tujuan akhir untuk setiap unit atau satuan pembelajaran. Dalam kaitannya dengan pernyataan standar, SK merupakan pernyataan yang secara luas memuat dan menentukan keterampilan dasar yang perlu diketahui. Standar keterampilan dasar ini, seyogyanya merujuk kepada kecakapan-kecakapan matematis (pemahaman konseptual, dan pengetahuan prosedural). Demikian juga dalam kaitannya dengan pernyataan standar, KD seyogyanya merujuk kepada daya matematis (komunikasi, penalaran, representasi, dan koneksi). Dengan demikian, SK lebih luas cakupan tujuan yang akan dicapai daripada cakupan tujuan yang akan dicapai melalui KD. Dalam merumuskan SK mata pelajaran matematika perlu diperhatikan: (1) urutan berdasarkan hierarki atau tingkat kesulitan materinya; (2) keterkaitan antara SK dalam mata pelajaran matematika; (3) keterkaitan SK dan KD antar mata pelajaran (misalnya matematika dengan IPA). Sedangkan merumuskan KD dalam bentuk pernyataan deskriptif, hendaknya menggambarkan secara luas dan mendalam tentang jenis-jenis pengetahuan dan keterampilan sebagai standar (dalam hal ini yang dimaksudkan adalah daya matematis sebagai standar proses bermatematika di sekolah). Berikut diberikan suatu contoh rumusan mengenai KD dalam materi SPLDV di SMP.

- Menentukan penyelesaian SPLDV dengan substitusi, eliminasi, dan grafik; - Menyelesaikan SPLDV (Depdiknas, 2003: 24-25). Permasalahannya, apakah kedua rumusan KD tersebut mendeskripsikan secara komprehensif daya matematis? Permasalahan ini diajukan mengingat bahwa hendaknya merumuskan KD dalam bentuk pernyataan deskriptif, menggambarkan secara luas dan mendalam tentang jenis-jenis pengetahuan dan keterampilan sebagai standar. Karena itu, diusulkan agar pernyataan deskriptif untuk KD tersebut, misalnya menjadi menginvestigasi penyelesaian SPLDV. 6. Menurut Standar Proses pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

(Permendiknas) Nomor 41 Tahun 2007, indikator (pencapaian kompetensi) adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ini berarti indikator merupakan rumusan kemampuan yang harus dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk menunjukkan ketercapaian KD. Dengan demikian indikator merupakan tolok ukur ketercapaian suatu KD. Hal ini sesuai dengan maksud bahwa indikator menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Dan Menurut Standar Proses pada Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan KD. Ini berarti kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran harus memuat gambaran proses belajar siswa sehingga ia mencapai kemampuan tertentu sebagai hasil akhir belajar pada suatu KD.

7. Jawaban atas pertanyaan ini adalah indikator dapat berbeda dengan tujuan pembelajaran. Perbedaan dan persamaan diberikan berikut. Sebelum membahas tentang perbedaannya, terlebih dahulu dibahas tentang persamaan indikator dan tujuan pembelajaran. Merujuk pada pengertiannya, tujuan pembelajaran mencerminkan arah yang akan dituju selama pembelajaran berlangsung. Dengan demikian arah proses pembelajaran harus mengacu pada

tujuan pembelajaran. Namun perlu diingat pula bahwa proses pembelajaran dikelola dalam rangka memfasilitasi siswa agar dapat mencapai KD. Pencapaian itu diukur dengan tolok ukur kemampuan yang dirumuskan dalam indikator. Agar kegiatan memfasilitasi berhasil optimal maka arah pembelajaran hendaknya mengacu pada indikator. Dengan demikian persamaan dari indikator dan tujuan pembelajaran adalah pada fungsi keduanya sebagai acuan arah proses dan hasil pembelajaran. Sedangkan perbedaan antara indikator dan tujuan pembelajaran dapat diberikan melalui uraian berikut. Dalam pembelajaran, setiap siswa akan diukur pencapaian kompetensinya. Bagi siswa yang pencapaian kompetensinya belum mencapai kriteria yang ditetapkan (Kriteria Ketuntasan Belajar Minimal), maka ia berhak mendapat pelayanan remediasi (pembelajaran remidi) untuk memperbaiki kemampuannya yang didahului dengan analisis terhadap kesulitan atau kelemahannya dan diakhiri dengan penilaian kemajuan belajarnya. Mengingat bahwa tolok ukur yang digunakan dalam pengukuran itu adalah kemampuan pada indikator, maka indikator dapat diartikan sebagai pencapaian kompetensi merupakan target kemampuan yang harus dikuasai siswa secara individu atau dengan kata lain bahwa indikator adalah target pencapaian kemampuan individu siswa. Merujuk pada pengertiannya, maka tujuan pembelajaran adalah gambaran dari proses dan hasil belajar yang akan diraih selama pembelajaran berlangsung. Ini berarti tujuan pembelajaran adalah target kemampuan yang akan dicapai oleh seluruh siswa. Dengan demikian dapat dikatakan, perbedaan indikator dan tujuan pembelajaran adalah bahwa kemampuan yang dirumuskan pada indikator merupakan target pencapaian kemampuan individu siswa. Sedangkan kemampuan yang dirumuskan pada tujuan pembelajaran merupakan target pencapaian kemampuan siswa secara kolektif. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran yang dirumuskan guru hendaknya mempertimbangkan kemudahan agar setiap individu siswa dapat mencapai indikator. 1. Misalkan dipilih KD, yaitu menginvestigasi penyelesaian SPLDV.

Misalkan dikembangkan dua indikator pada KD tersebut, yaitu: (a) menggunakan

gambar, tabel, atau grafik untuk menyelesaikan pemecahan masalah SPLDV,(b) menentukan penyelesaian pemecahan masalah SPLDV. Posisi indikator (a)

sebagai indikator pendukung atau jembatan yaitu indikator yang tuntutan kemampuannya harus ditunjukkan sebelum kemampuan yang dituntut KD-nya dicapai. Posisi indikator (b) adalah sebagai indikator kunci. Indikator kunci adalah penanda pencapaian suatu KD dengan target minimal. Tuntutan kemampuan pada indikator kunci mewakili tuntutan kemampuan KD-nya. 2. Dalam proses pembelajaran, mengingat bahwa mungkin siswa belum pernah menyelesaikan pemecahan masalah SPLDV (misalnya dengan menggunakan gambar), maka guru perlu memberikan scaffolding (perancah) kepada siswa (baik secara individu maupun secara kelompok) agar terlebih dahulu belajar membuat gambar, tabel, atau grafik yang relevan dengan pemecahan masalah SPLDV yang tersedia. Setelah itu siswa diminta mengkomunikasikan gambar, tabel, atau grafik yang dibuatnya itu, untuk menentukan jawaban yang tepat bagi penyelesaian pemecahan masalah SPLDV yang dihadapinya. Untuk kepentingan itu maka perlu dirumuskan dua tujuan pembelajaran, yaitu setelah mengikuti pembelajaran siswa mampu: (a) membuat suatu gambar, tabel, atau grafik untuk merepresentasikan pemecahan masalah SPLDV yang diketahui, (b) mencari kemungkinan penyelesaian pemecahan masalah SPLDV yang diberikan secara coba-coba dengan menggunakan gambar, tabel, atau grafik dan (c) menentukan

penyelesaian pemecahan masalah SPLDV yang diberikan dengan mengecek kebenarannya. 3. Untuk membandingkan persamaan dan perbedaan antara indikator dan tujuan pembel-ajaran tersebut, perhatikan Tabel 1 berikut. Tabel 1 Perbedaan antara Indikator dan Tujuan Pembelajaran Butir a Indikator Tujuan Pembelajaran

Menggunakan gambar Siswa dapat membuat untuk menyelesaikan gambar, masalah grafik merepresentasikan pemecahan masalah tabel, atau untuk

pemecahan SPLDV

SPLDV yang diketahui

Menentukan b

penyele- Siswa dapat mencari ke-

saian pemecahan masa- mungkinan penyelesaian lah SPLDV pemecahan masalah SPLDV coba gambar, grafik Siswa dapat menentukan penyelesaian pemecahan secara coba-

menggunakan tabel, atau

c

masalah SPLDV setelah ia mengecek kebenarannya

8. Dengan mencermati persamaan dan perbedaan indikator dengan tujuan pembelajaran, secara keseluruhan dapat terjadi bahwa rumusan kemampuan pada tujuan pembelajaran sama dengan rumusan kemampuan pada indikator. Namun dapat pula terjadi sebagian rumusan tujuan pembelajaran tidak sama dengan rumusan indikator. Merujuk pada pengertian indikator sebagai tolok ukur dalam penilaian dan tujuan pembelajaran yang menggambarkan proses dan hasil belajar, maka dapat terjadi kemampuan yang akan diraih siswa selama pembelajaran berlangsung targetnya sama dengan kemampuan tolok ukur. Jika ini yang terjadi berarti keseluruhan rumusan tujuan pembelajaran sama dengan keseluruhan rumusan indikator. Dapat pula terjadi target pencapaian kemampuan selama pembelajaran berlangsung tidak sama persis dengan kemampuan tolok ukur. Hal itu disebabkan antara lain diperlukannya proses pendukung agar siswa belajar dapat mencapai

kemampuan tolok ukur dengan baik. Dalam hal ini maka keseluruhan rumusan tujuan pembelajaran tidak sama persis dengan keseluruhan rumusan indikator, karena diperlukan suatu tujuan pembelajaran sebagai jembatan untuk mencapai indikator pencapaian kompetensi.

9. Salah satu jawaban yang dapat dikemukakan adalah tentu perlu adanya reformasi. Reformasi yang dimaksud disini adalah terutama menyangkut pendekatan atau model pembelajaran yang dilakukan dalam pembelajaran matematika. Dalam hal ini ada beberapa alasan logis yang dapat dikemukakan mengapa model pembelajarannya yang menjadi penekanan dalam mereformasi pembelajaran matematika, yaitu : Pertama, model pembelajaran merupakan variabel manipulatif, yang mana setiap guru memiliki kebebasan untuk memilih dan menggunakan berbagai model pengajaran sesuai dengan karakteristik mata pelajarannya. Kedua, model pembelajaran memiliki fungsi sebagai instrumen yang membantu atau memudahkan siswa, dalam memperoleh sejumlah pengalaman belajar. Dalam hal ini, walaupun materi pembelajaran memiliki tingkatan kesulitan yang tinggi, akan tetapi jika guru mampu meramu dan menyajikan dengan menerapkan model model pembelajaran yang menarik bagi siswa dan sesuai dengan karakteristik materi, dimungkinkan mereka tak akan mengalami kesulitan. Mereka akan mendapat kemudahan dalam menerima materi pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Ketiga, pengembangan model pembelajaran dalam konteks peningkatan mutu perolehan hasil belajar siswam perlu diupayakan secara terus menerus dan bersifat komprehensif karena proses pembelajaran merupakan faktor penentu terhadap mutu hasil belajar.

10. Konsep dasar dan karakteristik metode pemecahan masalah diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga ciri utama dari metode pemecahan masalah yaitu:pertama, merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran

artinya dalam implementasinya ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa, kedua aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaiakn masalah, yang menempatkan masalah sebagai kunci dari proses belajar, ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berfikir secara ilmiah (wina Sanjaya, 2008; 114-115) Menurut Gagne, belajar dapat dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar, yaitu: belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep,pembentukan aturan dan pemecahan masalah. Belajar pemecahan masalah adalah tipe belajar yang paling tinggi kerena lebih kompleks dari yang lain. Dalam rangka memecahkan persoalan- persoalan atau masalah- masalah apabila diamati akan terdapat adanya perbedaan dalam langkah- langkah yang diambil dari individu satu dengan individu yang lain. Ada yang segera mengambil langkah begitu perintah telah dimengerti dan mencoba-coba hingga sampai pada cara yang benar, namun ada juga yang tidak mengambil tindakan tetapi memikirkan kemungkinan- kemungkinan yang ada berkaitan dengan pemecahan masalahnya sebelum mengambil tindakan secara kongkrit. Strategi pemecahan masalah dapat diterapkan manakala:y

Guru mengharapkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi

pelajaran, tetapi menguasai dan memahami secara penuh.y y

Guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berfikir rasional siswa. Guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta

membuat tantangan intelektual siswa.y y

Guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya. Guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan

kenyataan dalam kehidupannya. Kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam strategi pemecahan masalah:y y

Bahan pelajaran harus mengandung isu- isu yang mengandung konflik. Bahan yang dipilih adalah bahan yang familiar dengan siswa, sehingga siswa

dapat mengikuti dengan baik.

y

Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan

orang banyak, sehingga terasa bermanfaat.y

Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi

yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum,y

Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa

perlu mempelajarinya. 11. a. Beraksi(Act It Out) Strategi ini menuntut untuk melihat apa yang ada dalam masalah dan membuat hubungan antar komponen dalam masalah menjadi jelas melalui serangkaian saksi fisik atau manipulasi objek. Penggunaan manipulasi objek agar hubungan antar komponen dalam permasalahan menjadi jelas. b. Membuat gambar atau diagram Strategi ini digunakan untuk menyederhanakan masalah dan memperjelas hubungan yang ada. Untuk membuat gambar atau diagram ini, tidak perlu membuatnya detail tetapi cukup yang berhubungan dengan permasalahan yang ada. c. Mencari pola Pada prinsipnya, strategi mencari pola ini sudah dikenal sejak di Sekolah Dasar. Untuk memudahkan memahami permasalahan, siswa sering kali diminta untuk membuat tabel dan kemudian menggunakannya untuk menemukan pola yang relevan dengan permasalahan yang ada. d. Membuat tabel Strategi ini ini membantu mempermudah siswa untuk melihat pola dan memperjelas informasi yang hilang. Dengan kata lain strategi ini sangat membantu dalam mengklasifikasikan dan menyusun informasi atau data dalam jumlah besar. e. Menghitung semua kemungkinan secara sistematis Strategi ini sering digunakan bersama-sama dengan strategi mencari pola dan membuat tabel, karena kadang kala tidak mungkin untuk mengidentifikasi seluruh kemungkinan himpunan penyelesaian. Dalam kondisi demikian, dapat

menyederhakan dengan mengkategorikan semua kemungkinan kedalam beberapa

bagian. Namun, jika memungkinkan kadang-kadang perlu mengecek atau menghitung semua kemungkinan jawaban. f. Menebak dan menguji Strategi menebak yang terdidik ini didasarkan pada aspek-aspek yang relevan dengan permasalahan yang ada, ditambah pengetahuan dari pengalaman sebelumnya. Hasil tebakan tentu saja harus diuji kebenaranya serta diikuti oleh sejumlah alasan yang logis. g. Bekerja mundur Strategi ini sangat cocok untuk menjawab permasalahan yang menyajikan kondisi atau hasil akhir dan menayakan sesuatu yang terjadi sebelumnya. h. Mengidentifikasi informasi yang didinginkan, diberikan, dan diperlukan. Strategi ini membentu menyortir informasi dan memberi pengalaman dalam merumuskan pengalaman. Dalam hal ini perlu menentukan permasalahan yang akan dijawab, menyortir informasi-informasi penting untuk menjawabnya, dan memilih langkah-langkah penyelesaian yang sesuai dengan soal. i. Menulis kalimat terbuka Strategi ini dapat melihat hubungan antara informasi yang diberikan dan yang dicari. Untuk menyederhanakan permasalahan, dapat menggunkan variabelveriabel sebagai pengganti kalimat dalam soal. j. Menyelesaikan masalah yang lebih sederhana atau serupa Suatu masalah yang rumit dapat diselesaikan dengan cara menyelesaikan masalah yang serupa tetapi lebih sederhana. k. Mengubah pandangan Strategi ini dapat digunakan setelah beberapa strategi lain telah dicoba tanpa ada hasilnya (Nyimas Aisyah, dkk, 2007;11-16). Jika diperhatikan secara seksama antara strategi satu dengan yang lainya adalah selalu berkaitan dan berhubungan dalam menyelesaikan pemecahan masalah matematika. Bahkan dalam satu soal pemecahan masalah matematika dapa menggunakan lebih dari satu strategi. Untuk memilih strategi manakah yang paling tepat digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan, diperlukan suatu keterampilan dan langkah-langkah secara rinci.

12. Langkah- langkah metode pemecahan masalah:y

Merumuskan masalah: Yaitu langkah siswa dalam menentukan masalah yang

akan dipecahkan.y

Menganalisis masalah: Yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari

berbagai sudut pandang.y

Merumuskan

hipotesis:

Yaitu

langkah

siswa

merumuskan

berbagai

kemungkinan pemecahan yang sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.y

Mengumpulkan data: Yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan

informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.y

Pengujian hipotesis: Yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan

kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penilakan hipotesis yang diajukan.y

Merumuskan pemecahan masalah: Yaitu langkah siswa menggambarkan

rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan simpulan.

13. Pendidikan modern lebih menitikberatkan pada aktivitas sejati, dimana siswa belajar sambil bekerja. Dengan bekerja, siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan serta perilaku lainnya termasuk sikap dan nilai. Sehubungan dengan hal tersebut, sistem pembelajaran dewasa ini sangat menekankan pada pendayagunaan aktivitas (keaktifan) dalam proses belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Jenis- jenis aktivitas Aktivitas belajar banyak macamnya. Para ahli mencoba mengadakan klasifikasi, antara lain Paul D. Dierich membagi kegiatan belajar menjadi 8 kelompok, sebagai berikut: a. Kegiatan-kegiatan visual : membaca, melihat gambar- gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja atau bermain. b. Kegiatan-kegiatan lisan (oral) : Mengemukakan fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi.

c.

Kegiatan-kegiatan

mendengarkan

:

Mendengarkan

penyajian

bahan,

mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, permainan instrumen musik, mendengarkan siaran radio.

mendengarkan suatu

d. Kegiatan-kegiatan menulis : Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat sketsa, atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket. e. Kegiatan-kegiatan menggambar : Menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola. f. Kegiatan-kegiatan metrik : Melakukan percobaab, memilih alat- alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, berkebun. g. Kegiatan-kegiatan mental : Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis keputusan. h. Kegiatan-kegiatan emosional : Minat, membedakan, berani, tenang, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat pada semua kegiatan tersebut diatas, dan bersifat tumpang tindih (Burton, 1952, h. 436). Upaya pelaksanaan aktivitas dalam pembelajaran Asas aktivitas dapat diterapkan dalam semua kegiatan dan proses pembelajaran. Untuk memudahkan guru dalam melaksanakan asas ini, maka dalam hal ini dipilih empat alternatif pendayagunaan saja, yakni : 1) Pelaksanaan aktivitas pembelajaran dalam kelas. Asas aktivitas dapat dilaksanakan dalam setiap tatap muka dalam kelas yang terstruktur, baik dalam bentuk komunikasi langsung, kegiatan kelompok, kegiatan kelompok kecil, belajar independen. 2) Pelaksanaan aktivitas pembelajaran sekolah masyarakat. Dalam pelaksanaan pembelajaran dilakukan dalam bentuk membawa kelas kedalam masyarakat, melalui metode karyawiasata, survei, keja lapangan, pelayanan masyarakat, dan sebagainya. Cara lain, mengundang nara sumber dari masyarakat ke dalam kelas, dan pelatihan diluar. faktor-faktor, menemukan hubunganhubungan, membuat

3) Pelaksanaan aktivitas pembelajaran dengan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) Pembelajaran dititik beratkan pada keaktifan siswa dan guru bertindak sebagai fasilitator dan nara sumber, yang memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar.

14. Upaya guru dalam mengadakan variasi, baik kelas akselerasi putra maupun putri dilakukan terhadap tiga komponen, yaitu: variasi gaya mengajar, variasi penggunaan media dan bahan ajar, dan variasi pola interaksi dan kegiatan siswa. Untuk variasi gaya mengajar dilakukan melalui penggunaan variasi suara, perubahan mimik dan gerak, pemberian waktu hening dalam pembicaraan, melakukan kontak pandang, perubahan posisi, dan pemberian penekanan pada butir yang penting. Hambatan yang dihadapi adalah kesulitan siswa memahami pokok bahasan, kondisi siswa dan guru yang kurang mendukung. Untuk variasi penggunaan media, guru menggunakan jika siswa dirasa benar-benar

membutuhkan atau punya maksud tertentu. Hambatan yang dihadapi ialah terkadang media yang dibutuhkan di sekitar tidak ada, sehingga harus membuatnya sendiri. Untuk variasi bahan ajar, guru menggunakan literatur lain selain buku pegangan siswa dan diskusi dengan guru. Hambatan yang dihadapi ialah terbatasnya waktu. Untuk variasi pola interaksi dan kegiatan siswa sudah terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. Hambatan yang dihadapi ialah siswa tidak siap dan paham benar terhadap materi, kondisi siswa yang kurang mendukung, dan waktu belajar yang singkat. Upaya guru dalam mengelola kelas akselerasi putra maupun putri dilakukan terhadap dua komponen, yaitu: menciptakan kondisi belajar optimal dan pengembalian kondisi belajar optimal. Upaya guru dalam menciptakan kondisi belajar optimal dilakukan melalui beberapa cara, yaitu: pertama, menunjukkan sikap tanggap dengan memandang siswa secara seksama, gerak mendekati, memberi pernyataan, dan pemberian reaksi terhadap gangguan dan ketidakacuhan siswa.

15. Hambatan yang dihadapi adalah tidak semua siswa benar-benar paham terhadap materi dan sikap tanggap yang diberikan guru, ada siswa yang tidak jera ketika diberikan teguran bahkan pendendam. Kedua, membagi perhatian dipayakan merata tidak pilih kasih sesuai dengan kondisi dan karakteristik siswa. Hambatan yang dihadapi adalah guru tidak hafal semua nama dan karakteristik masingmasing siswa. Ketiga, memusatkan perhatian kelompok dengan menyiapkan terlebih dahulu, menciptakan dan mengarahkan perhatian, serta menyusun komentar. Hambatan yang dihadapi ialah siswa tidak siap benar terhadap materi maupun apa yang seharusnya dilakukan, ada siswa yang ingin menonjol, dan kurangnya perhatian siswa. Keempat, menuntut tanggungjawab siswa dengan menyuruh siswa lain mengenai rekannya dan menyuruh siswa menunjukkan pekerjaannya. Hambatan yang dihadapi ialah tugas siswa di luar jam sekolah yang sudah banyak dan adanya siswa yang tidak mau mengerjakan tugasnya. Kelima, memberikan petunjuk yang jelas diberikan kepada siswa secara individu maupun seluruh siswa sebagai satu kelompok dengan singkat dan jelas. Hambatan yang dihadapi adalah ada anak yang tidak suka matematika dan mengalami kesulitan dalam memahami materi. Keenam, memberikan teguran dilakukan dengan mennggunakan isyarat dan lisan diupayakan mendidik, tidak menyinggung perasaan. Hambatan yang dihadapi adalah penyalah tafsiran siswa terhadap teguran guru sebagai sikap kurang suka guru kepada siswa dan adanya siswa yang tidak jera bahkan pendendam. Ketujuh, memberikan penguatan dilakukan secara verbal, dengan mimik dan gerak, dengan sentuhan, gerak mendekati, dan kegiatan yang menyenangkan. Hambatan yang dihadapi adalah banyaknya jam mengajar guru, sehingga sulit untuk berusaha mengenal dan memahami karakteristik siswa, kondisi siswa yang kurang fit. Untuk pengembalian kondisi belajar optimal, terhadap kenakalan siswa yang berlebihan, guru berencana memberikan sanksi yang diupayakan bersifat mendidik. Hambatan yang dihadapi terkadang anak tidak jera bahkan ada yang pendendam, penyalahtafsiran siswa terhadap nasehat guru, dan bagaimana memberikan sanksi yang sifatnya mendidik. Upaya dan hambatan yang dihadapi guru dalam mengajar kelas akselerasi putra maupun putri pada dasarnya hampir sama, hanya saja metodenya yang berbeda. Disamping itu

untuk kelas akselerasi putri, karena yang mengajar guru putra, maka ada batasanbatasan yang harus diperhatikan.

16. Keberhasilan guru dalam mengajar ditentukan oleh beberapa hal, antara lain: penguasaan materi, metode mengajar yang digunakan, pengorgani- sasian kelas, dan perencanaan yang dibuat oleh guru sebelum mengajar di kelas. Perencanaan yang dibuat guru sebelum mengajar adalah rincian pekan efektif, program semester (PROMES), program tahunan (PROTA), silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian

pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. Dari RPP inilah dapat dilihat gambaran yang akan dikerjakan oleh guru dalam pencapaian stndar kompetensi dan kompetensi dasar. Untuk itulah maka guru dituntut mampu menyusun RPP dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah maka kemampuan guru (utamanya guru matemtika) dalam menyusun RPP dapat ditingkatkan melalui supervisi klinis. Berdasarkan pengamatan ditemukan kesulitan yang dihadapi di kelas, guru, dan baik dalam penyusunan tersebut RPP maupun

pelaksanaannya sebagai berikut:

temuan-temuan

disampaikan.

1. Secara Umum Yang Direncanakan Guru Dalam RPP Belum Sepenuhnya Dilaksanakan Di Kelas. RPP merupakan perencanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas, merupakan skenario kegiatan yang akan dilakukan. Pembelajaran di kelas harus sesuai dengan langkah-langkah dalam RPP. RPP harus rinci agar apa yang ada dalam RPP bisa dilaksanakan oleh guru lain apabila guru yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan tugas karena suatu alasan yang bisa diterima. RPP tidak hanya sekedar memenuhi tuntutan administrasi tetapi merupakan tuntatan akademis. RPP yang baik akan mencerminkan suatu keberhasilan yang akan dicapai. Orang bijak mengatakan rencanakan kerjamu dan kerjakan rencanamu, ini menunjukkan betapa pentingnya suatu perencanaan dan perencanaan

merupakan salah satu fungsi manajemen sesuai dengan pendapat George R. Terry dalam Manullang (1992 ) dalam bukunya ; Dasar-dasar Manajemen mengatakan bahwa fungsi manajemen yang disingkat POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling), perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan , dan pengendalian atau penilaian. 2. Perumusan Indikator Kurang Operasional. Perumusan indikator harus merupakan kalimat operasional dan rumusan yang ada pada indikator merupakan kegiatan yang bisa diukur melalui kegiatan evaluasi. Indikator yang dirumuskan untuk satu KD dapat dijabarkan menjadi beberapa indikator. Dari indikator yang dirumuskan inilah kita menyusun alat evaluasi untuk mengukur apakah standar kompetensi, kompetensi dasar yang ada telah tercapai apa belum. 3. Pengorganisasian Kelas Masih Kurang. Pengorganisasian kelas merupakan salah satu unsur yang penting dalam rangka melaksanakan pembelajaran yang baik di kelas. Pengorganisasian kelas merupakan pengaturan tempat duduk siswa, pembagian kelompok, dan penciptaan situasi kelas yang nyaman selama pelaksanaan pembelajaran. Pengaturan tempat duduk siswa hendaknya juga memperhatikan siswa yang kurang daya tangkapnya ditempatkan di depan, usahakan tempat duduk yang kosong ada di belakang bukan di depan atau di tengah. Pembagian kelompok pada saat ada tugas kelompok di kelas hendaknya diatur agar siswa yang pandai merata di setiap kelompok agar ada transver ilmu dari siswa yang pandai ke siswa kurang pandai. 4. Kurang Adanya Motivasi Terhadap Siswa. Motivasi merupakan unsur penting dalam pembelajaran, siswa harus punya motivasi yang tinggi agar siswa tertarik pada mata pelajaran khususnya matematika yang merupakan pelajaran yang selalu dianggap momok dan pelajaran yang sangat sulit. Kenalkan kepada mereka bahwa matematika merupakan pelajaran yang sangat menarik dan banyak digunakan dalam segala kebutuhan. Ajak para siswa menyukai matematika. Untuk itu perlu ada perasaan senang kepada guru yang mengajarnya melalui pendekatan-pendekatan kepada siswa, jangan menimbulkan perasaan seram pada guru yang mengajar. Kalau demikian

siswa akan takut pada guru dan benci kepada guru yang akan berakibat pada takut dan benci pada mata pelajaran matematika. 5. Alat Evaluasi Masih Belum Sesuai Dengan Indikator. Alat evaluasi digunakan untuk mengukur sejauh mana kompetensi dasar yang dirinci menjadi indikator-indikator telah dicapai. Agar alat evaluasi dapat mengukur pencapaian indikator, maka alat evaluasinya harus sesuai dengan indikator yang ada. Indikator dirumuskan dengan kalimat oprasional yang merupakan tindakan untuk mencapai sesuatu. Tercapai atau tidak bisa diukur dengan menggunakan alat evaluasi. 6. Topik/Tema Yang Dibicarakan Tidak Ditulis Di Papan Tulis. Tema/topik yang akan diajarkan sebaiknya ditulis di papan tulis agar siswa mengerti apa yang dibicarakan pada waktu itu.Di samping itu siswa dalam membuat catatan di bukunya ada judul/topik/tema sehingga apabila mereka belajar akan tahu apa yang dipelajarinya. 7. Kompetensi Dasar Tidak Disampaikan Kepada Siswa. Kompetensi dasar perlu disampaikan kepada siswa agar mereka mengetahui arah yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut sehingga mereka termotipasi untuk ikut aktif mencapai tujuan yang dirumuskan pada kompetensi dasar bahkan akan lebih baik lagi kalau indikator pencapaian juga disampaikan kepada siswa. 8. Apersepsi Sebelum Menerangkan Materi Baru Kurang Berkaitan Dengan Materi Baru Apersepsi perlu diterangkan kepada siswa agar siswa ada gambaran hubungan antara materi yang lama dan materi yang baru. Dalam apersepsi guru bisa menjelaskan bahwa sebelum memasuki materi yang baru siswa harus telah mengetahui/memahami materi yang menjadi prasyarat untuk materi berikutnya. 9. Kurang Memberikan Motivasi Kepada Siswa. Motivasi sangat perlu agar siswa lebih bersemangat dalam belajar dan siswa senang mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh guru. Besarkan jiwa mereka dan ajak mereka untuk selalu belajar demi masa depan mereka. 10. Pembagian Kelompok Siswa Terlalu Banyak Sehingga Ada Siswa Yang Hanya Tergantung Pada Anggota Kelompok Lain.

Membagi kelompok dalam diskusi kelas hendaknya tidak terlalu banyak anggota kelompoknya, karena jika hal itu teradi maka akan sulit mengontrolnya. Ada kecenderungan anggota kelompok hanya sekedar titip nama kepada kelompoknya. Sebaiknya dalam membagi kelompok dirancang agar semua anggota kelompok ikut aktif dalam diskusi dan mengemukakan pendapatnya. Dengan anggota yang relatif kecil dalam penilaian akan lebih mudah dilakukan. Aktivitas mereka akan terpantau dengan baik. Selain itu perlu diperhatikan adanya pembagian kelompok yang merata antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai sehingga akan terjadi tutor sebaya di atara mereka. 11. Evaluasi Yang Dilakukan Guru Masih Bersifat Evaluasi Kelompok Bukan Individu. Penilaian hendaknya tidak hanya penilaian kelompok, tetapi hendaknya juga dilakukan untuk individu. Penilaian kelompok tidak mencerminkan nilai untuk individu karena dalam kelompok sering terjadi anggota kelompok hanya ikutikutan pada kelompoknya. Jika nilai kelompok baik tidak berarti nilai individuindividu juga baik, mungkin bahkan nilai individu individu rendah karena nilai kelompok yang baik diperoleh oleh salah satu anggota kelompok yang sangat pandai. Selain hal tersebut di atas, hasil pengamatan supervisor pada pelaksanaan pembelajaran di kelas ditemukan: 1. Nilai RPP lebih besar dari nilai pelaksanaannya di kelas, ini berarti bahwa apa yang direncanakan guru telah rinci tetapi pelaksanaannya di kelas tidak sesuai dengan RPP ( dalam mengajar tidak sesuai dengan RPP) .

2. Nilai RPP lebih kecil dari pelaksanaannya di kelas, ini berarti bahwa guru tersebut mengajarnya baik sekali. Apa yang dilakukan lebih dari apa yang direncanakan dalam RPP yang dibuatnya. Implementasi kemampuan professional guru mutlak diperlukan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, khsususnya bidang pendidikan. Kemampuan professional guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar-mengajar pada tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada tataran

makro. Salah satu upaya peningkatan profesional guru adalah melalui supervisi pengajaran. Pelaksanaan supervisi pengajaran perlu dilakukan secara sistematis oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah bertujuan memberikan pembinaan kepada guru-guru agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaannya, baik kepala sekolah dan pengawas menggunakan lembar pengamatan yang berisi aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kinerja guru dan kinerja sekolah. Untuk mensupervisi guru digunakan lembar observasi yang berupa alat penilaian kemampuan guru (APKG), Sedangkan untuk mensupervisi kinerja sekolah dilakukan dengan mencermati bidang akademik, kesiswaan, personalia, keuangan, sarana dan prasarana, serta hubungan masyarakat. Implementasi kemampuan professional guru agar mampu meningkatkan peran yang dimiliki, baik sebagai informatory(pemberi informasi), organisator, motivator, director, inisiator (pemrakarsa inisiatif), transmitter (penerus), fasilitator, mediator, dan evaluator sehingga diharapkan mampu mengembangkan kompetensinya. Mewujudkan kondisi ideal di mana kemampuan professional guru dapat diimplementasikan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, bukan merupakan hal yang mudah. Hal tersebut lantaran aktualisasi kemampuan guru tergantung pada berbagai komponen system pendidikan yang saling

berkolaborasi. Oleh karena itu, keterkaitan berbagai komponen pendidikan sangat menentukan implementasi kemampuan guru agar mampu mengelola pembelajaran yang efektif, selaras dengan paradigma pembelajaran yang direkomendasiklan Unesco, belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).

17. komunikasi dalam matematika sangat penting karena komunikasi matematika tidak hanya sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal bercakap, menjelaskan, menggambarkan,

mendengar, menanyakan dan bekerja sama.

Komunikasi matematik adalah kemampuan siswa dalam hal menjelaskan suatu algoritma , mengkonstruksi dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafik, kata kata/ kalimat, persamaan, tabel dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa memberikan dugaan dugaan tentang gambar gambar geometri. Komunikasi matematik lebih ditekankan pada kemampuan siswa dalam hal: 1. Membaca dan menulis matematika dan menafsirkan makna dan ide dari tulisan itu. 2. Mengungkapkandan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide matematika dan hubungannya 3. Merumuswkan definisi matematika dan membuat generalisasi yang ditemui melalui investigasi 4. Menuliskan sajian matematika dengan pengertian 5. Menggunakan kosa kata/ bahasa, otasi struktur secara matematika untuk menyajikan ide menggambarkan hubungan, dan pembuatan model 6. Memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan secara lisan, dalam tulisan, atau dalam bentuk visual 7. Mengamati dan membuat dugaan meru,muskan pertanyaan, mengumpulkan, dan menilai informasi, 8. Menghasilkan dan menyajikan argumen yang meyakinkan Komunikasi matematika perlu menjadi perhatian dalam pembelajaran matematika sebab melalui komunikasi siswa dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematisnya, dan siswa dapat meengeksplore ide ide matematika. Oleh sebab itu untuk menumbuh-kembangkan kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika maka guru harus mengupayakan pembelajaran dengan menggunakan model model belajar yang dapat memberi peluang yang dapat mendorong siswa melatihkan kemampuan komunikasi dan kemampuan

pemecahan masalah matematika.

18. Pembeljaran generatif lebih baik, karena pemikiran ini didasarkan bahwa Langkah langkah yang terdapat dalam model pembelajaran generatif dapat membuat

siswa untuk belajar menjadi aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Di samping itu melalui pembelajaran generatif dapatlah tercipta suatu iklim belajar , dimana siswa mendapat kebebasan dalam mengajukan ide ide, pertanyaan pertanyaan dan masalah masalah sehingga belajar matematika lebih efektif dan bermakna. Langkah langkah pembelajaran efektif dapat memberikan kesempatan kepada siswa merespons dan menyelesaikan masalah secara bebas dan kreatif. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator yang lebih mendorong siswa untuk melakukan sendiri aktivitas pemecahan masalah dan aktivitas

mengkomunikasikan konsep konsep matematika yang diperolehnya melalui pemecahan masalah matematika. Jika siswa mengajukan suatu gagasan, maka guru hendaknya mempertimbangkan gagasan siswa dengan tidak menyalahkanya, dan jika salah maka guru dengan mengarahkan dengan cara memberikan pertanyaan yang mengarah pada penyelesaian yang diharapakan. Sehingga pada akhirnya siswa dapat mengkomunikasikan idenya kepada teman sejawatnya melalui diskusi kelas atau kelompok.

19. 1. Persiapan yang matang oleh seorang guru sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Oleh karena itu guru hendaknya membuat skenario pembelajaran terlebih dahulu sebelum proses belajar mengajar berlangsung sehingga kegiatan belajar akan lebih terarah, terstruktur dan lebih dari itu mudah dipahami oleh siswa. 2. Pemilihan metode yang tepat, juga akan menumbuhkan minat siswa terhadap pelajaran matematika sebab selama ini sebagian siswa merasa jenuh belajar matematika karena mereka menganggap pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit. Oleh karena itu guru dituntuk untuk aktif, kreatif, dan inovatif dalam membelajarkan siswa. 3. Agar tujuan pengajaran dapat tercapai, guru harus mampumengorganisir semua komponen persiapan pembelajaran sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan lainnya dapat berinteraksi secara harmonis

4. Dalam melakukan pembelajaran matematika harus bisa membuat situasi yang menyenangkan, memberikan alternative penggunaan sumber belajar, LKS, Alat Peraga, Skema Pembelajaran, Kegiatan Asesment dan RPP PBM Matematika yang bisa digunakan pada berbagai tempat dan keadaan, baik disekolah maupun di rumah.

20. Tanamkan pada anak didik, dengan belajar matematika kita akan tahu dan bisa mengukur berapa jauh jalan balik menuju tempat semula sehingga tidak tersesat. Kita juga bisa mengatur uang saku yang harus dikeluarkan dan berapa rupiah sisanya yang bisa ditabung. Dalam matematika seringkali terdapat banyak soal cerita. Ketika mengerjakan soal cerita, kita dituntut mengaitkan beberapa hal sehingga dapat membuat logika kita berjalan. Beberapa tips berikut ini dapat diterapkan oleh guru untuk mempelajari matematika. Sebagai pendidik berusahalah supaya cara mengajar menarik bagi para siswa sehingga mereka menyukai gurunya. cobalah untuk sabar dan telaten menuntun mereka belajar. Selingi jam mengajar dengan dongeng dan lelucon. Jangan memaksa anak menghafal rumus matematika. Ajaklah mereka memahami teori dan langkah-langkah pengerjaan soal dengan memberi contoh yang dekat dengan dunia anak-anak. guru membuat sketsa untuk mempermudah siswa memahami soal cerita. Khusus untuk geometri (pelajaran ruang bangun), ajaklah siswa membuat alat peraga bersama. guru membuat bank soal dari soal-soal sulit yang ditemukan dari sumber mana pun. guru dan semua siswa mencoba menyelesaikan semua soal itu bersama-sama. Bisa juga dibentuk kelompok belajar. Setiap kelompok harus ada 1 dan 2 anak yang pandai matematika supaya bisa membantu teman-temannya. Dan gurunya tetap memberi petunjuk penting

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Guru masih banyak mengalami kesulitan dalam menentukan SK, KD, indikator dan tujuan pembelajaran, namun ada beberapa solusi agar masalah tersebut dapat di tanggulangi. Selain itu, agar pembelajaran matematika dapat diterima oleh siswa dan mudah dipahami oleh siswa, adalah dengan pemilihan model pembelajaran, dan metode pembelajaran yang tepat, serta merumuskan skenario kegiatan belajar dan mengajar.

4.2 Saran Guru harus dapat memilih dan menggunakan metose dan model pembelajaran yang tepat pada pembelajaran matematika agar siswa daat cepat memahami materi yang diajarkan. Dan agar menjadi seorang guru yang berkualitas diantaranya adlah harus benar benar mengetahui dan memahami arti dari SK, KD, tujuan pembelajaran, dan arti sebenarnya sistem kurikulum KTSP yang sebenarnya.

DAFTAR PUSTAKA

-

http://www.slideshare.net/Rikamegaswara/penerapan-ktsp http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=permasalahan%20dan%20solu si%20ktsp&source=web&cd=3&sqi=2&ved=0CDAQFjAC&url=http%3A %2F%2Flibrary.unib.ac.id%2Fkoleksi%2FTowilan-abs2008.pdf&ei=BTMBT7eZFY_NrQfZkfSfBQ&usg=AFQjCNG8uHgniN3f JLoAIKfS1fMEl7mFbg

-

http://bunudjaya.blogspot.com/2007/09/kurikulum-ktsp-benarkah-sebuahsolusi.html

-

http://www.aguschandra.com/search/solusi-pemecahan-masalah-ktsp/ http://citizennews.suaramerdeka.com/?option=com_content&task=view&i d=256

-

Hasil wawancara dengan beberapa guru matematika, bapak Nurul Huda S.Pd, bapak Sugiatno, bapak Agus Ahmad S.Pd, bapak Moh. Fauzi Ibrahim.