Upload
uddin-prikitiq-kitiq
View
86
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
Nama kelompok
M.HAFIZUR RIZKI
ISSUDDIN
MUSDALIFAH
TOTOK HIDAYAT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin
meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada
semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem
muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya
beberapa golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai
usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah artritis
rheumatoid. Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan
meningkatnya usia manusia.
Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik yang
menyebabkan tulang sendi destruksi, deformitas, dan mengakibatkan ketidakmampuan
(Meiner&Luekenotte, 2006). Prevalensi penyakit muskuloskeletal pada lansia dengan
Rheumatoid Arhtritis mengalami peningkatan mencapai 335 juta jiwa di dunia.
Rheumatoid Arhtritis telah berkembang dan menyerang 2,5 juta warga Eropa, sekitar 75 %
diantaranya adalah wanita dan kemungkinan dapat mengurangi harapan hidup mereka
hampir 10 tahun(Breedveld, 2003). Di Amerika Serikat, Penyakit ini menempati urutan
pertama dimana penduduk AS dengan Rheumatoid Arhtritis 12.1 % yang berusia 27-75
tahun memiliki kecacatan pada lutut, panggul, dan tangan, sedangkan di Inggris sekitar 25
% populasi yang berusia 55 tahun ke atas menderita Rheumatoid Arhtritis pada lutut. Di
Indonesia, data epidemiologi tentang penyakit RA masih sangat terbatas. Menurut
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2004, penduduk dengan keluhan
sendisebanyak 2 %. Hasil penelitian yang dilakukan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Balitbangkes) Depkes, dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta selama 2006 (Yoga,
2006) menunjukkan angka kejadian gangguan nyeri muskuloskeletal yang mengganggu
aktifitas, merupakan gangguan yang sering dialami dalam kehidupan sehari-hari sebagian
besar responden. Dari 1.645 responden laki-laki dan perempuan yang diteliti, peneliti
menjelaskan sebanyak 66,9 % di antaranya pernah mengalami nyeri sendi. Gangguan
utamanya terjadi pada populasi kelompok umur 45 tahun ke atas. Data terakhir dari
Poliklinik Reumatologi RSCM Jakarta menunjukkan, jumlah kunjungan penderita
Reumatoid Artritis selama periode Januari sampai Juni 2007 sebanyak 203 dari jumlah
seluruh kunjungan sebanyak 1.346 pasien.
Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila
otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan
meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan baik. Namun usia lanjut
tidak selalu mengalami atau menderita reumatik. Bagaimana timbulnya kejadian reumatik
ini, sampai sekarang belum sepenuhnya dapat dimengerti. Reumatik bukan merupakan
suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom dan.golongan penyakit yang menampilkan
perwujudan sindroma reumatik cukup banyak, namun semuanya menunjukkan adanya
persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat
terungkap sebagai keluhan dan/atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan
utama pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta
adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi., kelemahan otot, dan gangguan
gerak. (Soenarto, 1982)
Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit
rheumatoid artritis dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada klien Artritis Rheumatoid pada Lansia.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus Artritis Rheumatoid pada lansia?
1.3. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal yaitu Rheumatoid Artritis pada Lansia.
2. Tujuan khusus
Diharapkan mahasiswa mampu memberikan gambaran asuhan keperawatan meliputi :
a. Mampu memberikan gambaran tentang pengkajian pada klien dengan Artritis
Rheumatoid pada Lansia.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Artritis
Rheumatoid pada Lansia.
c. Mampu membuat rencana keparawatan pada klien dengan Artritis Rheumatoid
pada Lansia.
2.4. Manfaat
Dengan pembuatan makalah ini kami dapat mengerti tentang Penyalahgunaan Zat. dan
memahami apa yang harus dilakukan seorang perawat untuk menangani pasien dengan
Artritis Rheumatoid pada Lansia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi dan Fisiologi
Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh dapat bergerak dengan baik,
juga merupakan suatu penghubung antara ruas tulang yang satu dengan ruas tulang lainnya,
sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis persendian yang
diperantarainya.
Sendi merupakan tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Sendi dapat dibagi
menjadi tiga tipe, yaitu:
1) sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan kartilago, antara tulang dihubungkan
dengan jaringan ikat fibrosa, dan dibagi menjadi dua subtipe yaitu sutura dan
sindemosis;
2) sendi kartilaginosa dimana ujungnya dibungkus oleh kartilago hialin, disokong
oleh ligament, sedikit pergerakan, dan dibagi menjadi subtipe yaitu sinkondrosis
dan simpisis; dan
3) sendi sinovial. Sendi sinovial merupakan sendi yang dapat mengalami
pergerakkan, memiliki rongga sendi dan permukaan sendinya dilapisi oleh
kartilago hialin. Kapsul sendi membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi,
tidak meluas tetapi terlipat sehingga dapat bergerak penuh. Sinovium
menghasilkan cairan sinovial yang berwarna kekuningan, bening, tidak membeku,
dan mengandung lekosit. Asam hialuronidase bertanggung jawab atas viskositas
cairan sinovial dan disintesis oleh pembungkus sinovial. Cairan sinovial
mempunyai fungsi sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi. Jenis sendi sinovial :
a. Ginglimus : fleksi dan ekstensi, monoaxis ;
b. Selaris : fleksi dan ekstensi, abd & add, biaxila ;
c. Globoid : fleksi dan ekstensi, abd & add; rotasi sinkond multi axial ;
d. Trochoid : rotasi, mono aksis ;
e. Elipsoid : fleksi, ekstensi, lateral fleksi, sirkumfleksi, multi axis. Secara
fisiologis sendi yang dilumasi cairan sinovial pada saat bergerak terjadi
tekanan yang mengakibatkan cairan bergeser ke tekanan yang lebih kecil.
Sejalan dengan gerakan ke depan, cairan bergeser mendahului beban ketika
tekanan berkurang cairan kembali ke belakang. (Price, 2005; Azizi, 2004).
Tulang rawan merupakan jaringan pengikat padat khusus yang terdiri atas sel
kondrosit, dan matriks. Matrriks tulang rawan terdiri atas sabut-sabut protein yang
terbenam di dalam bahan dasar amorf. Berdasarkan atas komposisi matriksnya ada 3
macam tulang rawan, yaitu :
a. tulang rawan hialin, yang terdapat terutama pada dinding saluran pernafasan dan
ujung-ujung persendian;
b. tulang rawan elastis misalnya pada epiglotis, aurikulam dan tuba auditiva; dan
c. tulang rawan fibrosa yang terdapat pada anulus fibrosus, diskus intervertebralis,
simfisis pubis dan insersio tendo-tulang. Kartilago hialin menutupi bagian tulang
yang menanggung beban pada sendi sinovial. Rawan sendi tersusun oleh kolagen
tipe II dan proteoglikan yang sangat hidrofilik sehingga memungkinkan rawan
tersebut mampu menahan kerusakan sewaktu sendi menerima beban yang kuat.
Perubahan susunan kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah
cedera atau penambahan usia
(Wilson, 2005; Laboratorium histologi FK UNS, 2009)
Sebagian besar sendi kita adalah sendi sinovial. Permukaan tulang yang bersendi
diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan licin. Keseluruhan daerah sendi
dikelilingi sejenis kantong, terbentuk dari jaringan berserat yang disebut kapsul.
Jaringan ini dilapisi membran sinovial yang menghasilkan cairan sinovial untuk
“meminyaki” sendi. Bagian luar kapsul diperkuat oleh ligamen berserat yang melekat
pada tulang, menahannya kuat-kuat di tempatnya dan membatasi gerakan yang dapat
dilakukan.
Rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai mempunyai fungsi
ganda yaitu untuk melindungi ujung tulang agar tidak aus dan memungkinkan
pergerakan sendi menjadi mulus/licin, serta sebagai penahan beban dan peredam
benturan. Agar rawan berfungsi baik, maka diperlukan matriks rawan yang baik pula.
Matriks terdiri dari 2 tipe makromolekul, yaitu :
a) Proteoglikan : yang meliputi 10% berat kering rawan sendi, mengandung 70-80%
air, hal inilah yang menyebabkan tahan terhadap tekanan dan memungkinkan
rawan sendi elastic
b) Kolagen : komponen ini meliputi 50% berat kering rawan sendi, sangat tahan
terhadap tarikan. Makin kearah ujung rawan sendi makin tebal, sehingga rawan
sendi yang tebal kolagennya akan tahan terhadap tarikan.
Disamping itu matriks juga mengandung mineral, air, dan zat organik lain seperti
enzim.
Gejala Sama, Jenis Berbeda
Kebanyakan orang tahu bahwa rematik menyebabkan rasa nyeri, kaku, dan
kadang-kadang pembengkakan pada sendi. Tapi, rematik juga dapat mempengaruhi
otot dan tendon (tempat otot melekat), yang mungkin tidak bengkak tetapi tetap
sakit. Jenis rematik ada kuranglebih 100 macam, yang paling umum adalah
Osteoarthritis, Rheumathoid Arthritis dan Gout (Arthritis Pirai).
2.2. Definisi
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi
utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organtubuh (Kapita Selekta Kedokteran,
2001 : hal 536). Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat
sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara
simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 ). Reumatoid
arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi
(Lemone & Burke, 2001 : 1248). Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari
kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur
(Felson dalam Budi Darmojo, 1999).
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang
mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut (Susan Martin
Tucker.1998). Artritis Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang terutama
mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan
dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. ( Diane C.
Baughman. 2000). Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. ( Arif
Mansjour. 2001 ).
2.3. Epidemologi
Dengan tingkat prevalensi 1 sampai 2 % di seluruh dunia, prevalensi meningkat sampai
hampir 5 % pada wanita di atas usia 50 tahun. Angka penderita Rheumatoid Arthritis
belum dapat dipastikan Pada tahun 2000 ditemukan kasus baru Rheumatoid Arthritis yang
merupakan 4,1 % dari seluruh kasus baru di Poliklinik Rheumatologi RSUPN Cipta
Mangunkusumo Jakarta. Seiring dengan bertambahnya umur, penyakit ini meningkat baik
wanita maupun laki laki. Puncak kejadianya pada umur 20-45 tahun. Prevalensi lebih tinggi
wanita dibandingkan dengan laki laki, lebih dari 75 % penderita RA adalah wanita dengan
perbandingan 3:1 . Rheumatoid Faktor pada serum darah ditemukan 85% pasien penderita
RA (Indonesian Rheumatoid Assosiation (IRA), 2001).
Para ahli dari Universitas Alabama, AS, menarik kesimpulan terhadap penelitian mereka
bahwa wanita yang menderita Rheumatoid Arthritis mempunyai kemungkinan 60% lebih
besar untuk meninggal lebih cepat dibanding wanita yang tidak menderita penyakit
tersebut. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa Rheumatoid Arthritis adalah masalah
kesehatan masyarakat terutama para lansia (lanjut usia). Dalam riset ini, para ahli
mengamati 31 ribu wanita berusia 55 tahun hingga 69 tahun. Pada tahun 1986 ketika
penelitian dimulai, tak satupun dari mereka yang menderita Rheumatoid Arthritis, tetapi
11 tahun kemudian (1997), 158 orang di antara mereka didiagnosa menderita Rheumatoid
Arthritis. Pada tahun 2000, 30 orang di antara penderita Rheumatoid Arthritis itu
meninggal dunia. Berdasarkan data di atas bisa diambil kesimpulan bahwa Rheumatoid
Arthritis akan menjadi penyakit yang banyak ditemui di masyarakat.
2.4. Etiologi
Penyebab Rheumatoid Arthritis sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti.
Penyebab Rheumatoid Arthritis ini masih terus diteliti di berbagai belahan dunia, namun
agen infeksi seperti virus, bakteri, dan jamur, sering dicurigai sebagai pencetusnya.
Sejumlah ilmuwan juga berpendapat, bahwa beberapa faktor resiko seperti faktor genetik
dan kondisi lingkungan pun ikut berperan dalam timbulnya RA, seperti(Williams&Wilkins,
1997) :
a. Genetik
Terdapat hubungan antara HLA-DW 4 dengan RA seropositif yaitu penderita
mempunyai resiko 4 kali lebih banyak terserang penyakit ini.
b. Hormon Sex
Faktor keseimbangan hormonal diduga ikut berperan karena perempuan lebih
banyak menderita penyakit ini.
c. Infeksi
Dengan adanya infeksi timbul karena permulaan sakitnya terjadi secara mendadak
dan disertai tanda-tanda peradangan. Penyebab infeksi diduga oleh bakteri,
mikroplasma atau virus.
d. Heart Shock Protein (HSP)
HSP merupakan sekelompok protein berukuran sedang yang dibentuk oleh tubuh
sebagai respon terhadap stres.
e. Radikal Bebas
Radikal superoksida dan lipid peroksidase yang merangsang keluarnya
prostaglandin dan pembengkakan.
Menurut Meiner&Lueckenotte (2006), penyebab RA belum diketahui dengan jelas,
namun teori yang paling banyak diterima menyebutkan bahwa RA merupakan penyakit
autoimun yang menyebabkan peradangan pada sendi dan jaringan penyambung. Insiden
meningkat dengan bertambahnya usia terutama pada wanita. Insiden puncak adalah antara
40-60 tahun dan penyakit ini menyerang orang diseluruh dunia dan berbagai suku bangsa
(Price&Wilson, 2005).
2.5. Patofisiologi
Pada arthritis rheumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi dalam jaringan synovial.
Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan
memecah kolagen sehingga terjadi edema, poliferasi membrane synovial dan akhirnya
pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi
tulang. Akibatnya adalah menghilangnya gerak sendi. Otot akan turut terkena karena
serabut otot akan mengalami perubahan degenerative dengan menghilangnya elastisitas
otot dan kekuatan kontraksi otot (Brunner&Suddarth, 2002).
2.6. Manifestasi Klinis
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita reumatoid artritis.
Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena
penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi (Brunner&Suddarth, 2002).
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan
demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
b. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan,
namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua
sendi diartrodial dapat terserang.
c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam dapat bersifat generalisasi terutama
menyerang sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis,
yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1
jam.
d. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik.
Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat
dilihat pada radiogram.
e. Deformitas. kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal,
deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang
sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput
metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga
dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam
melakukan gerak ekstensi.
f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar
sepertiga orang dewasa penderita arthritis rheumatoid. Lokasi yang paling sering
dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang
permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga
timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan
suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
g. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ
lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh
darah dapat rusak.
Kelainan yang terjadi pada daerah artikule dibagi menjadi dalam 3 stadium, yaitu :
a. Stadium Sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan diri pada jaringan sinovium (jaringan sendi tipis
yang berada di sendi). Sinovitis aktif mempunyai tanda-tanda hangat,
pembengkakan di sekitar sendi yang radang, nyeri saat istirahat maupun saat
bergerak, bengkak, dan kekakuan. Sendi-sendi yang terkena biasanya sendi-sendi
superficial dimana kapsul sendi mudah dilihat seperti, lutut, pergelangan tangan dan
jari-jari.
b. Stadium Destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada
jaringan sekitar, ditandai adanya kontraksi tendon. Destruksi sendi yang progresif
atau sub luksasio (dislokasi parsial) terjadi ketika satu tulang bergeser terhadap
lainnya dan menghilangkan rongga sendi. Selain tanda dan gejala tesebut terjadi
pula perubahan bentuk pada tangan yaitu bentuk jari Swan-Neck.
c. Stadium Deformitas
Pada stadium ini, terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali deformitas
dan gangguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali sinovitis
berlanjut pada pembentukan pannus, ankilisis fibrosa dan terakhir ankilosis tilang.
Deformitas disebabkan oleh ketidaksejajaran sendi (misalignment) yang terjadi
akibat pembengkakan
2.5. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis arthritis reumatoid tidak bersandar pada satu karakteristik saja tetapi
berdasar pada evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala.
Kriteria diagnostik adalah sebagai berikut:
a. Kekakuan pagi hari (sekurangnya 1 jam)
b. Arthritis pada tiga atau lebih sendi
c. Arthritis sendi-sendi jari-jari tangan
d. Arthritis yang simetris
e. Nodula reumatoid dan Faktor reumatoid dalam serum
f. Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)
Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari
tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan terdahulu harus sudah
berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu.
a. Sinar x dari sendi yang sakit: Menunjukkan pembengkakkan pada jaringanlunak,
erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahanawal)
berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendidan subluksasio.
Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
b. Scan radionuklida:Identifikasi peradangan sinovium.
c. Artroskopi langsung: Visualisasi dari area yang menunjukkan iregularitas/
degenerasi tulang pada sendi.
d. Aspirasi cairan sinovial: Mungkin menunjukkan volume yang lebih besardari
normal; buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi,
2.6. Penatalaksanaan
Rheumatoid Arhtritis (RA) saat ini belum ada obatnya, kecuali dibebabkan oleh
infeksi. Obat yang tersedia hanya mengatasi gejala penyakitnya. Tujuan pengobatan yang
dilakukan adalah untuk mengurangi nyeri, mengurangi terjadinya proses inflamasi pada
sendi, memelihara, dan memperbaiki fungsi sendi dan mencegah kerusakan tulang
(Brunner&Suddarth, 2002). Mengingat keluhan utama penderita Rheumatoid Arhtritis
adalah timbulnya rasa nyeri, inflamasi, kekakuan, maka strategi penetalaksanaanya nyeri
mencangkup pendekatan farmakologi dan non farmakologi (Williams&Wilkins, 1997).
a. Penatalaksanaan Farmakologi
Mengkombinasikan beberapa tipe pengobatan dengan menghilangkan nyeri. Obat
anti infalamasi yang dipilih sebagai pilihan pertama adalah aspirin dan NSAIDs dan
pilihan ke dua adalah kombinasi terapi terutama Kortikosteroid (Bruke&Laramie,
2000). Pada beberapa kasus pengobatan bertujuan untuk memperlambat proses dan
mengubah perjalanan penyakit dan obat-obatan yang digunakan untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut (Williams&Wilkins, 1997).
Pengobatan dengan Aspirin dan Asetaminofen diberikan untuk menghindari
terjadinya infalamasi pada sendi dan menggunakan obat NSAIDs untuk menekan
prostaglandin yang menyebabkan timbulnya peradangan dan efek samping obat ini
adalah iritasi pada lambung (Meiner&Leuckenotte, 2006). Penelitian yang dilakukan
oleh Gotzsche&Johansen (1998), penggunaan obat ini dapat menurunkan ambang
nyeri mencapai 0.25% sampai dengan 2.24%, tetapi obat ini mempunyai suatu efek
lebih besar dibanding anti inflamatori selama penggunaan jangka panjang.
Pemberian kortikosteroid digunakan untuk mengobati gejala Rheumatoid Arthritis
saja seperti nyeri pada sendi, kaku sendi pada pagi hari, lemas, dan tidak nafsu
makan. Cara kerja obat Kortokosteroid dengan menekan sistem kekebalan tubuh
sehingga reaksi radang pada penderita berkurang (Handono&Isbagyo, 2005). Efek
samping jangka pendek menggunakan Kortikosteroid adalah pembengkakan, emosi
menjadi labil, efek jangka panjang tulang menjadi keropos, tekanan darah menjadi
tinggi, kerusakan arteri pada pembuluh darah, infeksi, dan katarak. Penghentian
pemberian obat ini harus dilakukan secara bertahap dan tidak boleh secara mendadak
(Bruke&Laramie, 2000).
Bagi penderita RA erosif, persisten, bedah rekonstruksi merupakan indikasi jika
rasa nyeri tidak dapat diredakan dengan tindakan konservatif. Prosedur bedah
mencangkup tindakan Sinovektomi (eksisi membran sinovial), Tenorafi (penjahitan
tendon), Atrodesis (operasi untuk menyatukan sendi), dan Artroplasti (operasi untuk
memperbaiki sendi). Namun operasi tidak dilakukan pada saat penyakit masih berada
dalam stadium akut (Brunner&Suddarth, 2002).
b. Penatalaksanaan non farmakologi
Tindakan non farmakologi mencangkup intervensi perilaku-kognitif dan penggunaan
agen-agen fisik. Tujuannya adalah mengubah persepsi penderita tentang penyakit,
mengubah perilaku, dan memberikan rasa pengendalian yang lebih besar
(Perry&Potter, 2006). Menggunakan terapi modalitas maupun terapi komplementer
yang digunakan pada kasus dengan Rheumatoid Arhtritis pada lansia mencangkup :
1. Terapi Modalitas
a) Diit makanan merupakan alternatif pengobatan non farmakologi untuk
penderita Rheumatoid Arhtritis (Burke&Laramie, 2000). Prinsip umum
untuk memperoleh diit seimbang bagi pederita dengan Rheumatoid Arhtritis
adalah penting di mana pengaturan diit seimbang pada penderita akan
menurunkan kadar asam urat dalam darah. Umumya penderita akan mudah
menjadi terlalu gemuk disebabkan oleh aktivitas penderita rendah.
Bertambahnya berat badan dapat menambah tekanan pada sendi panggul,
lutut, dan sendi-sendi pada kaki (Price&Wilson, 1995). Diit dan terapi
yang berfungsi sebagai pengobatan bagi penderita Rheumatoid Arhtritis
seperti mengkonsumsi jus seledri dan daun salada, kubis, bawang putih,
bawang merah, dan wortel (Nainggolan, 2006). Menurut Syamsul (2007)
penderita dapat mengkonsumsi buah musiman yaitu anggur, ceryy, sirsak,
aprikort, dan buah tin serta sebaiknya hindari makanan seperti lobak, buncis,
kacang tanah, adas, dan tomat. Mengkonsumsi minyak ikan yang
mengandung Omega 3 seperti ikan salmon, tuna, sarden, dan makarel akan
mengurangi dan menghilangkan kekakuan pada sendi di pagi hari dan
pembengkakan. 1 gram minyak ikan yang dikonsumsi dapat menurunkan
pembengkakan dan nyeri pada sendi. Begitu pula dengan mengkonsumsi
multivitamin setiap hari yang mempunyai sifat anti inflamasi dan anti
oksidan sangat bermanfaat bagi penderita Rheumatoid Arhtritis (Eliopoulus,
2005).
Adapun makanan yang sebaiknya dihindari oleh penderita Rheumatoid
Arhtritis seperti minuman alkohol, bersoda dan kafein, tinggi protein, jeroan
(hati,ginjal), makanan laut, seafood, gorengan, emping, dan kuah daging
atau daging merah serta merokok. Akan tetapi makanan yang bersumber
dari hewani seperti, ikan tawar sangat penting dalam mencegah dan
mengobati Rheumatoid Arhtritis (Junaidi, 2002). Dalam mengkonsumsi
makanan pada lansia dengan Rheumatoid Arhtritis, jumlah proteinnya harus
dibatasi sebesar 20-40 gram/hari (Eliopoulus, 2005).
b) Kompres panas dan dingin serta massase. Penelitian membuktikan bahwa
kompres panas sama efektifnya dalam mengurangi nyeri
(Brunner&Suddarth. 2002). Pilihan terapi panas dan dingin bervariasi
menurut kondisi penderita, misalnya panas lembab menghilangkan
kekakuan pada pagi hari, tetapi kompres dingin mengurangi nyeri akut dan
sendi yang mengalami peradangan (Perry&Potter, 2006). Namun pada
sebagian penderita, kompres hangat dapat meningkatkan rasa nyeri, spasme
otot, dan volume cairan sinovial. Jika proses inflamsi bersifat akut, kompres
dingin dapat di coba dalam bentuk kantung air dingin atau kantung es
(Doenges&Moorhouse, 2000). Massase dengan menggunakan es dan
kompres menggunakan kantung es sangat efektif menghilangkan nyeri.
Meletakkan es di atas kulit memberikan tekanan yang kuat, diikuti dengan
massase melingkar, tetap, dan perlahan. Lokasi pengompresan yang paling
efektif berada di dekat lokasi aktual nyeri, serta memakan waktu 5 sampai
10 menit dalam mengkompres dingin (Perry&Potter, 2006).
c) Olah raga dan istirahat. Penderita Rheumatoid Arhtritis harus
menyeimbangkan kehidupannya dengan istirahat dan beraktivitas. Saat
lansia merasa nyeri atau pegal maka harus beristirahat (Brunner&Suddarth,
2002). Istirahat tidak boleh berlebihan karena akan mengakibatkan
kekakuan pada sendi. Latihan gerak (Range of Motion) merupakan terapi
latihan untuk memelihara atau meningkatkan kekuatan otot (Brunner
&Sudarth,2002).
Otot yang kuat membantu dan menjaga sendi yang terserang penyakit
Rheumatoid Arhtritis (Bruke&Laramie, 2000). Ketidakaktifan penderita
dapat menimbulkan dekondisioning oleh karena itu tindakan untuk
membangun kertahankan fisik harus dilaksanakan dengan latihan
kondisioning seperti berjalan kaki, senam, berenang atau bersepeda, dan
berkebun dilakukan secara bertahap dan dengan pemantauan
(Brunner&Suddarth, 2002). Dengan berolahraga, penderita Rheumatoid
Arhtritis akan menurunkan nyeri sendi, mengurangi kekauan, meningkatkan
kelenturan otot, meningkatkan daya tahan tubuh, tidur menjadi nyenyak, dan
mengurangi kecemasan. Lansia melakukan olahraga dengan diit secara
seimbang berdasarkan penelitian Jong et al (2000), kepada 217 lansia
selama 17 minggu menemukan terjadi perbedaan antara lansia yang
melakukan olahraga dengan lansia yang tidak berolahraga dapat
menurunkan berat badan 0.5 kg sampai dengan 1.2 kg dengan P Value =
0.02 dan dapat terhindar dari kekauan dan nyeri pada sendi (Syamsul, 2007).
Adanya nyeri, pembatasan gerak, keletihan, maupun malaise dapat
menggangu istirahat oleh karena itu penderita sebaiknya menggunakan
kasur atau matras yang keras dengan meninggikannya sesuai kebutuhan,
mengambil posisi yang nyaman saat tidur atau duduk di kursi, gunakan
bantal untuk menyokong sendi yang sakit dalam mempertahankan posisi
netral, ataupun memberikan massase yang lembut (Doenges&Moorhouse,
2000). Mencegah ketidaknyamanan akibat stress aktivitas atau stress akibat
menanggung beban berat pada sendi, penggunaan verban tekan, bidai, dan
alat bantu mobilitas seperti tongkat, kruk, dan tripod dapat membantu
mengurangi rasa nyeri dengan membatasi gerakan (Brunner&Suddarth,
2002).
d) Sinar Inframerah. Cara yang lebih modern untuk menhilangkan rasa saklit
akibat rematik adalah penyinaran menggunakan sinar inframerah. Meskipun
umumnya dilakukan di tempat-tempat fisioterapi, penyinaran tidak boleh
melampaui 15 menit dengan jarak lampu dan bagian tubuh yang disinari
sekitar 1 meter. Harus diperhatikan juga agar kulit di tempat rasa sakit tadi
tidak sampai terbakar (Syamsul, 2007).
2.8. Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid
drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada
arthritis reumatoid. Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat
vaskulitis.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ
lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut
atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi;
kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan.
Tanda : Malaise
Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan,
faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan
pada orang lain).
4. Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan
adekuat: mual, anoreksiaKesulitan untuk mengunyah
Tanda : Penurunan berat badan Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.
Ketergantungan
6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan
lunak pada sendi ).
8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan
dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan
menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran;
isolasi.
2.2. Diagnosa
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan
kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi,
ketidakseimbangan mobilitas
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan kurangnya pemahaman/ mengingat,kesalahan
interpretasi informasi
2.3. Intervensi
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Kriteria Hasil:
a.Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol,
b. Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas
sesuai kemampuan.
c.Mengikuti program farmakologis yang diresepkan,
d. Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam
program kontrol nyeri.
Intervensi dan Rasional:.
1. Kaji nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang
mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
Rasional : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan
keefektifan program
2. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai
kebutuhan
Rasional : Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah
pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi
yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi
yang terinflamasi/nyeri
3. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter,
bebat, brace.
Rasional : Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan
posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat
mengurangi kerusakan pada sendi
4. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur,
sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak.
Rasional : Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi.
Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi)
5. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu
bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk
mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air
kompres, air mandi, dan sebagainya.
Rasional : Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa
sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat
dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan
6. Berikan masase yang lembut
Rasional : meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri
Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi
progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi,
hypnosis diri, dan pengendalian napas.
7. Rasional : Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin
meningkatkan kemampuan koping
8. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat
9. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
Rasional : Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme,
memudahkan untuk ikut serta dalam terapi
10. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat)
Rasional : sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi
kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
11. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan
Rasional : Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama
periode akut
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan
kontraktur.
- Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari
dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
- Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan
melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasional:.
a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi
(R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi
dari peoses inflamasi)
b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas
untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur
malam hari yang tidak terganmggu.(R/ Istirahat sistemik dianjurkan
selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk
mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan)
c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif
dan isometris jika memungkinkan (R/ Mempertahankan/ meningkatkan
fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak
adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang
berlebihan dapat merusak sendi)
d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup.
Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan
mobilitas, mis, trapeze (R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan
meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan
kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah
robekan abrasi kulit)
e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace
(R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan
memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh,
mengurangi kontraktor)
f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. (R/ Mencegah fleksi leher)
g. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri,
dan berjalan (R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan
mobilitas)
h. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi,
menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. (R/
Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh)
i. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R/ Berguna dalam
memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada
kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat)
j. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. (R/ Menurunkan
tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko
imobilitas)
k. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). (R/ Mungkin
dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut)
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan
kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan
energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Kriteria Hasil :
- Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan
untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan
kemungkinan keterbatasan.
- Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi dan Rasional:
a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan
masa depan. (R/Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/
kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung)
b. Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat.
Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan
gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual.
(R/Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan
interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap
intervensi/ konseling lebih lanjut)
c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima
keterbatasan. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat
mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya
sendiri)
d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. (R/ Nyeri
konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum
terjadi)
e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu
memperhatikan perubahan. (R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun
metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut)
f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. (R/
Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat
meningkatkan perasaan harga diri)
g. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal
aktivitas. (Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian,
dan mendorong berpartisipasi dalam terapi)
h. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.(R/ Mempertahankan
penampilan yang dapat meningkatkan citra diri)
i. Berikan bantuan positif bila perlu. (R/ Memungkinkan pasien untuk merasa
senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif.
Meningkatkan rasa percaya diri)
j. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri,
psikolog. (R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan
selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan)
k. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan
obat-obatan peningkat alam perasaan. (R/ Mungkin dibutuhkan pada sat
munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan
koping yang lebih efektif
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Kriteria Hasil :
- Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten
dengan kemampuan individual.
- Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
- Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat
memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi dan Rasional:
a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi
penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. (R/ Mungkin
dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang
diperlukan pada keterbatasan saat ini).
b.Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. (R/
Mendukung kemandirian fisik/emosional)
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi
/rencana untuk modifikasi lingkungan. (R/ Menyiapkan untuk
meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri)
d.Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R/ Berguna untuk
menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis;
memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu,
menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran)
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan
evaluasi setelahnya. (R/ Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin
dihadapi karena tingkat kemampuan aktual)
f. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan
perawatan rumah, ahli nutrisi. (R/ Mungkin membutuhkan berbagai
bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah)
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan kurangnya pemahaman/ mengingat,kesalahan
interpretasi informasi.
Kriteria Hasil :
- Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
- Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi
gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan
aktivitas.
Intervensi dan Rasional:
a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan. (R/
Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi)
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui
diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan istirahat.(R/
Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan
lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas)
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang
realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik,
dan manajemen stres. (R/ Memberikan struktur dan mengurangi ansietas
pada waktu menangani proses penyakit kronis kompleks)
d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik. (R/
Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis)
e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada
waktu tidur. (R/ Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS
akan meningkatkan tidur dan m,engurangi kekakuan di pagi hari)
f. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus,
perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik. (R/ Memperpanjang dan
memaksimalkan dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus
umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi)
g. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan
obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter. (R/ Banyak produk
mengandung salisilat tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar
layak obat/ efek samping yang berbahaya)
h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak
mengandung vitamin, protein dan zat besi. (R/ Meningkatkan perasaan
sehat umum dan perbaikan jaringan)
i. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan
informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan. (R/ Pengurangan
berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut,
pergelangan kaki, telapak kaki)
j. Berikan informasi mengenai alat bantu (R/ Mengurangi paksaan untuk
menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara
lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan)
k. Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk daripada berdiri untuk
mempersiapkan makanan dan mandi (R/ Mencegah kepenatan,
memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian)
l. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada sat istirahat
maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi
tetap meregang , tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang
ditentukan, menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh selama
menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat benda jika
memungkinkan. ( R: mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari
gaya hidup pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri ).
m. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya
dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan
yang tepat. ( R: mengurangi resiko iritasi/ kerusakan kulit )
n. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan laboratorium,
mis: LED, Kadar salisilat, PT. ( R; Terapi obat obatan membutuhkan
pengkajian/ perbaikan yang terus menerus untuk menjamin efek optimal
dan mencegah takar lajak, efek samping yang berbahaya.
o. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan ( R: Informasi mengenai
posisi-posisi yang berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk pemenuhan
seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan
harga diri/ percaya diri.).
p. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis ( bila ada).
(R: bantuan/ dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan
maksimal).
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Penyakit reumatik adalah kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan
berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri, deformitas,
pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi – sendi tangan dan sendi besar yang
menanggung beban. Artritis rematoid adalah merupakan penyakit inflamasi sistemik
kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.
Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini berkembang
lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga menunjukkan gejala
berupa kelemahan umum cepat lelah.
4.2. Saran
Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai bahan masukan
yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang akan
datang, diantaranya :
1. Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat mengetahui atau mengerti tentang
rencana keperawatan pada pasien dengan rheumatoid artritis, pendokumentasian
harus jelas dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan klien dan keluarga.
2. Dalam rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan rheumatoid
artritis maka tugas perawat yang utama adalah sering mengobservasi akan
kebutuhan klien yang mengalami rheumatoid artritis.
3. Untuk perawat diharapkan mampu menciptakan hubungan yang harmonis dengan
keluarga sehingga keluarga diharapkan mampu membantu dan memotivasi klien
dalam proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Kalim, Handono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Lemone & Burke, 2001. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client Care, Third
Edition, California : Addison Wesley Nursing.
Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculaapius FKUI:Jakarta.
Prince, Sylvia Anderson. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC:
Jakarta.
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta: EGC.
http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/rheumatoid-artritis.html