Upload
rayon-anfield
View
228
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu hal penting untuk dipelajari dalam proses pembentukan batuan
sedimen adalah bagaimana material-material sedimen tertransportasi oleh
berbagai media yang ada di alam. Masing-masing media transpor sedimen
mempunyai sifat-sifat tersendiri yang akan menghasilkan tekstur dan struktur
sedimen yang berbeda pula. Selain itu, pemahaman mengenai media transpor
sedimen sangat penting mengingat hubungannya dengan lingkungan pengendapan
yang tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka penulis
menyusun sebuah karya tulis berupa makalah untuk menguraikan bagaimana
proses transpor sedimen oleh berbagai media transpor khususnya pada lingkungan
laut.
1.2 Batasan Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam makalah ini menyangkut mekanisme atau
proses yang terjadi selama media transpor sedimen bekerja termasuk didalamnya
faktor-faktor yang mempengaruhi proses tersebut.
1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk :
1. Mengetahui media transpor yang bekerja dalam transpor sedimen pada
lingkungan laut.
2. Mengetahui proses-proses yang terjadi dalam media transpor sedimen.
3. Mengetahui faktor-faktor apa yang bekerja pada masing-masing media transpor
sedimen.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Media transportasi dari sedimen pada umumnya terdiri dari air, angin,
gletser, dan gravitasi. Air sebagai media transportasi sedimen dapat berupa
gelombang, pasang surut, dan arus laut, sedangkan gravitasi terdiri dari debris
flow, grain flow, dan turbidit flow.
2.1 Gelombang
Gelombang yang terjadi di lautan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
jenis berdasarkan daya penyebabnya. Penyebab gelombang laut dapat disebabkan
oleh angin, daya tarikan bumi, bulan dan matahari (gelombang pasang-surut),
atau gempa (vulkanik atau tektonik) di dasar laut.
Gelombang dapat membentuk dan merusak pantai dan membentuk struktur
pantai. Tenaga dari gelombang akan membangkitkan arus dan mempengaruhi
pergerakan sedimen dalam arah tegak lurus pantai (cross-shore) dan sejajar pantai
(longshore).
2.1.1 Defenisi, Bentuk, Sifat dan Karakteristik Gelombang
Gelombang merupakan fenomena alam berupa penaikan dan penurunan air
secara periodik dan dapat dijumpai di semua tempat di seluruh dunia. Gross
(1993) mendefenisikan gelombang sebagai gangguan yang terjadi di permukaan
air. Sedangkan Sverdrup at al, (1946) mendefenisikan gelombang sebagai sesuatu
yang terjadi secara periodik terutama gelombang yang disebabkan oleh adanya
peristiwa pasang surut.
Massa air permukaan selalu dalam keadaan bergerak, gerakan ini terutama
ditimbulkan oleh kekuatan angin yang bertiup melintasi permukaan air dan
menghasilkan energi gelombang dan arus. Bentuk gelombang yang dihasilkan
cenderung tidak menentu dan tergantung pada beberapa sifat gelombang, periode
dan tinggi dimana gelombang dibentuk, gelombang jenis ini disebut “Sea”.
Gelombang yang terbentuk akan bergerak ke luar menjauhi pusat asal gelombang
dan merambat ke segala arah, serta melepaskan energinya ke pantai dalam bentuk
2
empasan gelombang. Rambatan gelombang ini dapat menempuh jarak ribuan
kilometer sebelum mencapai suatu pantai, jenis gelombang ini disebut “Swell”.
Gelombang mempunyai ukuran yang bervariasi mulai dari riak dengan
ketinggian beberapa centimeter sampai pada gelombang badai yang dapat
mencapai ketinggian 30 m. Selain oleh angin, gelombang dapat juga ditimbulkan
oleh adanya gempa bumi, letusan gunung berapi, dan longsor bawah air yang
menimbulkan gelombang yang bersifat merusak (Tsunami) serta oleh daya tarik
bulan dan bumi yang menghasilkan gelombang tetap yang dikenal sebagai
gelombang pasang surut.
Gelombang laut biasanya disebabkan oleh angin. Gelombang angin akan
mentransfer energi melalui partikel air sesuai dengan arah hembusan angin.
Mekanisme transfer energi ini terdiri dari dua bentuk yakni akibat variasi tekanan
angin pada permukaan air yang diikuti oleh pergerakan gelombang dan transfer
momentum dan energi dari gelombang frekuensi tinggi ke gelombang frekuensi
rendah (periode tinggi dan panjang gelombang besar). Gelombang frekuensi
tinggi dapat ditimbulkan oleh angin yang berhembus secara kontinyu.
Tiga faktor yang menentukan karakteristik gelombang yang dibangkitkan
oleh angin (Davis, 1991) yaitu : (1) lama angin bertiup atau durasi angin, (2)
kecepatan angin dan (3) fetch (jarak yang ditempuh oleh angin dari arah
pembangkitan gelombang atau daerah pembangkitan gelombang). Semakin lama
angin bertiup, semakin besar jumlah energi yang dapat dihasilkan dalam
pembangkitan gelombang. Demikian halnya dengan fetch, gelombang yang
bergerak keluar dari daerah pembangkitan gelombang hanya memperoleh sedikit
tambahan energi.
Gerakan geelombang dapat disimulasikan sebagai partikel air yang berada
dalam satu tempat, bergerak di suatu lingkaran, naik dan turun dengan suatu
gerakan kecil dari sisi satu kembali ke sisi semula. Partikel yang mengapung di air
pindah ke pola yang sama, naik turun di suatu lingkaran yang lambat, yang
dibawa oleh pergerakan air.
3
Gambar 2.1 Ilustrasi pergerakan partikel zat cair pada gelombang
Di bawah permukaan, gerakan putaran gelombang itu semakin mengecil.
Pergerakan orbital yang mengecil seiring dengan kedalaman air, sehingga
kemudian di dasarnya hanya akan meninggalkan suatu gerakan kecil mendatar
dari sisi ke sisi yang disebut “surge” .
Bentuk orbital pergerakan putaran gelombang dipengaruhi oleh bentuk dari
dasar laut. Dasar laut yang bentuknya datar akan menghasilkan bentuk orbital
yang melingkar, sedangkan dasar laut yang bentuknya tidak rata akan
menghasilkan orbital yang berbentuk semakin elips seiring kedalaman air laut
atau semakin dekat dengan dasar.
2.1.2 Pengaruh yang Ditimbulkan oleh Gelombang
Ketinggian dan periode gelombang tergantung kepada panjang fetch
pembangkitannya. Fetch adalah jarak perjalanan tempuh gelombang dari awal
4
pembangkitannya. Fetch dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut.
Semakin panjang jarak fetch-nya, ketinggian gelombangnya akan semakin besar.
Angin juga mempunyai pengaruh yang penting pada ketinggian gelombang.
Angin yang lebih kuat akan menghasilkan gelombang yang lebih besar.
Gelombang yang menjalar dari laut dalam (deep water) menuju ke pantai
akan mengalami perubahan bentuk karena adanya perubahan kedalaman laut.
Apabila gelombang bergerak mendekati pantai, pergerakan gelombang di bagian
bawah yang berbatasan dengan dasar laut akan melambat. Ini adalah akibat dari
friksi/gesekan antara air dan dasar pantai. Sementara itu, bagian atas gelombang di
permukaan air akan terus melaju. Semakin menuju ke pantai, puncak gelombang
akan semakin tajam dan lembahnya akan semakin datar. Fenomena ini yang
menyebabkan gelombang tersebut kemudian pecah.
Gambar 2.2 Perubahan bentuk gelombang yang menjalar mendekati pantai
2.1.3 Jenis-Jenis Gelombang
Berdasarkan sifat-sifatnya, gelombang dapat dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu gelombang pembangun/pembentuk pantai (Constructive wave) dan
gelombang perusak pantai (Destructive wave).
Gelombang pembentuk pantai dicirikan dengan ketinggian kecil dan
kecepatan rambatnya rendah. Sehingga saat gelombang tersebut pecah di pantai
akan mengangkut sedimen (material pantai). Material pantai akan tertinggal di
pantai (deposit) ketika aliran balik dari gelombang pecah meresap ke dalam pasir
5
atau pelan-pelan mengalir kembali ke laut.
Gambar 2.3 Gelombang pembentuk pantai
Sedangkan gelombang perusak pantai biasanya mempunyai ketinggian dan
kecepatan rambat yang besar (sangat tinggi). Air yang kembali berputar
mempunyai lebih sedikit waktu untuk meresap ke dalam pasir. Ketika gelombang
datang kembali menghantam pantai akan ada banyak volume air yang terkumpul
dan mengangkut material pantai menuju ke tengah laut atau ke tempat lain.
Gambar 2.4 Gelombang perusak pantai
6
Berdasarkan kedalamannya, gelombang yang bergerak mendekati pantai
dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu gelombang laut dalam dan gelombang
permukaan. Gelombang laut dalam merupakan gelombang yang dibentuk dan
dibangun dari bawah kepermukaan. Sedangkan gelombang permukaan merupakan
gelombang yang terjadi antara batas dua media seperti batas air dan udara (Ippen,
1996 dan McLellan, 1975 dalam Tarigan, 1987).
Gelombang permukaan terjadi karena adanya pengaruh angin. Peristiwa ini
merupakan peristiwa pemindahan energi angin menjadi energi gelombang di
permukaan laut dan gelombang ini sendiri akan meneruskan energinya ke molekul
air. Gelombang akan menimbulkan riak dipermukaan air dan akhirnya dapat
berubah menjadi gelombang yang besar. Gelombang yang bergerak dari zona laut
lepas hingga tiba di zona dekat pantai (nearshore beach) akan melewati beberapa
zona gelombang yaitu : zona laut dalam (deep water zone), zona refraksi
(refraction zone), zona pecah gelombang (surf zone), dan zona pangadukan
gelombang (swash zone) (Dyer,1978). Uraian rinci dari pernyataan tersebut dapat
dikemukakan sebagai berikut :
Gelombang mula-mula terbentuk di daerah pembangkit (generated area)
selanjutnya gelombang-gelombang tersebut akan bergerak pada zona laut dalam
dengan panjang dan periode yang relatif pendek. Setelah masuk ke badan parairan
dangkal, gelombang akan mengalami refraksi (pembelokan arah) akibat topografi
dasar laut yang menanjak sehingga sebagian kecepatan gelombang menjadi
berkurang periodenya semakin lama dan tingginya semakin bertambah,
gelombang kemudian akan pecah pada zona surf dengan melepaskan sejumlah
energinya dan naik kepantai (swash) dan setelah beberapa waktu kemudian
gelombang akan kembali turun (backswash) yang kecepatnnya bergantung pada
kemiringan pantai atau slope. Pantai dengan slope yang tinggi akan lebih cepat
memantulkan gelombang, sedangkan pantai dengan slope yang kecil pemantulan
gelombangnya relatif lambat. Kennet (1982) membagi zona gelombang atas tiga
bagian, yaitu zona pecah gelombang (breaker zone), zona surf (surf zone), dan
zona swash (swash zone).
7
Pada zona surf, terjadi angkutan sedimen karena arus sepanjang pantai
terjadi dengan baik. Pada kedalaman dimana gelombang tidak menyelesaikan
orbitalnya, gelombang akan semakin tinggi dan curam, dan akibatnya mulai pecah
(Kennet, 1982). Sebuah gelombang akan pecah bila perbandingan antara
kedalaman perairan dan tinggi gelombang adalah 1,28 (Yuwono, 1986) atau bila
perbandingan antara tinggi gelombang dan panjang gelombang melampaui 1 : 7
(Gross, 1993).
2.1.3 Energi Gelombang
Daerah pantai termasuk daerah dan lingkungan yang berada didekat
pantainya sangat ditentukan dan didominasi oleh faktor-faktor gelombang.
Gelombang yang terjadi dilaut dalam pada umumnya tidak berpengaruh pada
dasar laut dan sedimen yang terdapat didalamnya. Sebaliknya gelombang yang
terdapat di dekat pantai terutama di daerah pecahan ombak ( surf zone ) memiliki
energi yang besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi pantai
seperti menyeret sedimen (sedimen berukuran pasir dan kerikil) yang berada di
dasar laut diangkut dan ditumpahkan dalam bentuk gosong pasir (Dahury,1996).
2.1.3 Pasang Surut
Pasang surut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya
permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi
dan gaya tarik benda-benda astronomi terutama oleh bumi, bulan dan matahari.
Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh dan
ukurannya lebih kecil. Faktor non astronomi yang mempengaruhi pasang surut
terutama di perairan semi tertutup seperti teluk adalah bentuk garis pantai dan
topografi dasar perairan.
Gelombang pasang surut yang terjadi di suatu perairan yang diamati adalah
merupakan penjumlahan dari komponen-komponen pasang yang disebabkan oleh
gravitasi bulan, matahari, dan benda-benda angkasa lainnya yang mempunyai
periode sendiri. Tipe pasang berbeda-beda dan sangat tergantung dari tempat
dimana pasang itu terjadi (Cappenberg, 1992).
8
Tipe pasang surut yang terjadi di Indonesia terbagi atas dua bagian yaitu
tipe diurnal dimana terjadi satu kali pasang dan satu kali surut setiap hari misalnya
yang terjadi di Kalimantan dan Jawa Barat. Tipe pasang surut yang kedua yaitu
semi diurnal, dimana pada jenis yang kedua ini terjadi dua kali pasang dan dua
kali surut dalam satu hari, misalnya yang terjadi di wilayah Indonesia Timur
(Ceppenberg,1992).
Pasang surut atau pasang naik mempunyai bentuk yang sangat kompleks
sebab dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti hubungan pergerakan bulan
dengan katulistiwa bumi, pergantian tempat antara bulan dan matahari dalam
kedudukannya terhadap bumi, distribusi air yang tidak merata pada permukaan
bumi dan ketidak teraturan konfigurasi kolom samudera.
Gambar 2.5 Posisi bumi terhadap matahari dan bulan yang mempengaruhi pasang dan surut di bumi
Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut
pasang rendah. Perbedaan vertikal antara pasang tinggi dan pasang rendah disebut
rentang pasang surut (tidal range). Pasang surut sering disingkat dengan pasut
adalah gerakan naik turunnya permukaan air laut secara berirama yang disebabkan
oleh gaya tarik bulan dan matahari, dimana matahari mempunyai massa 27 juta
kali lebih besar dibandingkan dengan bulan, tetapi jaraknya sangat jauh dari bumi
9
(rata-rata 149,6 juta km) sedangkan bulan sebagai satelit bumi berjarak (rata-rata
381.160 km).
Dalam mekanika alam semesta jarak sangat menentukan dibandingkan
dengan massa, oleh sebab itu bulan lebih mempunyai peran besar dibandingkan
matahari dalam menentukan pasut. Secara perhitungan matematis daya tarik bulan
kurang lebih 2,25 kali lebih kuat dibandingkan matahari.
Periode pasang surut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang
ke puncak atau lembah gelombang berikutnya. Harga periode pasang surut
bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit. Pasang purnama
(spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam suatu garis
lurus. Pada saat tersebut terjadi pasang tinggi yang sangat tinggi dan pasang
rendah yang sangat rendah. Pasang purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan
bulan purnama. Pasang perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari
membentuk sudut tegak lurus.
Pada saat tersebut terjadi pasang tinggi yang rendah dan pasang rendah yang
tinggi. Pasang surut perbani ini terjadi pada saat bulan ¼ dan ¾ . Tipe pasang
surut ditentukan oleh frekuensi air pasang dengan surut setiap harinya. Suatu
perairan mengalami satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, kawasan
tersebut dikatakan bertipe pasang surut harian tunggal (diurnal tides), namun jika
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, maka tipe pasang surutnya
disebut tipe harian ganda (semi diurnal tides). Tipe pasang surut lainnya
merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda disebut dengan tipe campuran
(mixed tides) dan tipe pasang surut ini digolongkan menjadi dua bagian yaitu tipe
campuran dominasi ganda dan tipe campuran dominasi tunggal. Selain dengan
melihat data pasang surut yang diplot dalam bentuk grafik, tipe pasang surut juga
dapat ditentukan berdasarkan bilangan formzahl (F).Karena sifat pasang surut
yang periodik, maka ia dapat diramalkan. Untuk meramalkan pasang surut,
diperlukan data amplitudo dan beda fase dari masing-masing komponen
pembangkit pasang surut.
Komponen-komponen utama pasang surut terdiri dari komponen tengah
harian dan harian. Bulan berputar mengelilingi bumi sekali dalam 24 jam 51
10
menit, dengan demikian tiap siklus pasang surut mengalami kemunduran 51 menit
setiap harinya. Untuk menentukan jenis pasang surut pada suatu daerah maka
perlu dilakukan analisa pasang surut. Analisa pasang surut memerlukan data
amplitudo dan tinggi pasang surut selama dua minggu yaitu satu siklus pasang
surut.
2.3 Transpor Gravitasi
Transpor gravitasi merupakan transpor dan deposisi massa yang besar
walaupun dalam waktu yang singkat (skala waktu geologi). Pengontrol utamanya
adalah gravitasi. Umumnya dihasilkan dari massa yang telah terdepositkan yang
mengalami redeposisi untuk mencapai kestabilan. Ada 4 tipe transpor sedimen
yang diklasifikasikan berdasarkan mekanisme butir dalam aliran yaitu:
2.3.1 Arus Turbidit
Turbidit didefinisikan oleh Keunen dan Migliorini (1950) sebagai suatu
sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbidit, sedangkan arus turbidit
itu sendiri adalah suatu arus yang memiliki suspensi sedimen dan mengalir pada
dasar tubuh fluida, karena mempunyai kerapatan yang lebih besar daripada cairan
tersebut.
Massa turbulen memiliki bagian-bagian yaitu head, body, dan tail. Head
adalah bagian tertebal dari aliran; body adalah bagian yang memiliki ketebalan
uniform; dan tail adalah daerah dimana ketebalan berkurang dan konsentrasi
sedimen. Mekanisme turbidity current : Aliran di head cenderung lebih acak
dibandingkan dengan aliran yang ada di body, sehingga sedimen yang tersuspensi
di body berpindah ke head, lalu sedimen tersebut terangkat dan tersapu (upward
motion of head) kembali ke body.
Kecepatan head dikontrol oleh ketebalan head, densitas fluida sekitar
(ambient fluida), perbedaan densitas ambient fluida dengan denditas arus turbidit,
dan konstanta Froud (F=0.7). Sedangkan kecepatan pada body lebih cepat
daripada kecepatan di head. Kecepatan pada body dikontrol oleh kemiringan
lereng, koefisien gesek pada base (fb) , koefisien gesek pada puncak aliran (ft).
11
Untuk base yang smooth, nilai friksi bergantung pada Reynold number,
sedangkan untuk base yang kasar bergantung pada kekasaran bed.
Sedimen yang lebih kasar akan terkonsentrasi di head, dan head juga
mengerosi bed menghasilkan groove dan flute. Kemudian terisi oleh material dari
body dan tail, yaitu sedimen yang lebih halus dan menghasilkan graded bed.
Middleton (1967) menyatakan bahwa arus turbidit merupakan salah satu
tipe dari arus kerapatan (density current), dimana arus bergerak secara gaya berat,
karena adanya perbedaan kerapatan antara arus dengan cairan di sekeliingnya,
yang disebabkan oleh adanya dispersi sedimen pada suatu tempat (misalnya :
muara sungai atau delta), dimana sedimen banyak terakumulasi karena adanya
faktor pemicu, misalnya : suatu gempa bumi, tsunami,dan lain-lain, mulai
bergerak dan meluncur secara tiba-tiba ke arah bawah cekungan. Saat sedimen
12
Gambar 2.5 Mekanisme Pengendapan Arus Turbidit
tersebut mulai meluncur ke bawah akan membentuk slump. Slump tersebut
bergerak perlahan-lahan dan berangsur-angsur menjadi lebih cepat disebabkan
adanya pengurangan viskositas. Selanjutnya massa sedimen akan bergerak sampai
pada lereng yang curam, maka terjadilah kenaikan kecepatan dan pergerakan
selanjutnya berubah menjadi arus turbid, sehingga butiran kasar akan
terkonsentrasi pada bagian kepala arus, sedangkan yang lebih hglus di bagian
ekor. Karena pengaruh gravitasi maka arus turbid akan bergerak ke bawah
mengikuti ngarai di bawah samudera.
Pada saat mendekati daerah pengendapannya, kecepatan arus mulai
berkurang karena penurunan gravitasi akibat kemiringan lereng yang semakin
landai. Dalam kondisi seperti ini maka bagian kepala dari arus akan mengerosi
lapisan dibawahnya membentuk struktur sedimen scour mark. Sesuai dengan
sifat-sifat kerapatan arus, maka pengendapan akan terjadi sekaligus, sehingga
sedimen yang diendapkan mempunyai pemilahan yang sangat buruk. Dalam hal
ini material-material yang lebih berat akan terkumpul pada bagian depan arus
turbid, sedangkan material halus akan terperangkap bersama-sama. Endapan yang
pertama terbentuk adalah batupasir berstruktur perlapisan bersusun. Selanjutnya
arus akan semakin lemah dan sedimen yang halus akan diendapkan. Apabila
kecepatan arus telah hilang, maka akan terjadi pengendapan lempung pelagik
dalam suasana suspensi yang menunjukan kondisi lingkungan bernergi rendah.
Sekuen Bouma
Bouma (1962) memberikan urutan ideal endapan turbidit yang dikenal
dengan Sekuen Bouma. Bouma Sequence yang lengkap dibagi 5 interval (Ta-Tje),
peralihan antara satu interval ke interval berikutnya dapat secara tajam, berangsur,
atau semu, yaitu :
1) Gradded Interval (Ta)
Merupakan perlapisan bersusun dan bagian terbawah dari urut-urutan ini,
bertekstur pasir kadang-kadang sampai kerikil atau kerakal. Struktur perlapisan ini
menjadi tidak jelas atau hilang sama sekali apabila batupasir penyusun ini terpilah
baik. Tanda-tanda struktur lainnya tidak tampak.
13
2) Lower Interval of Parallel Lamination (Tb)
Merupakan perselingan antara batu pasir dengan serpih atau batu lempung,
kontak dengan interval dibawahnya umumnya secara berangsur.
3) Interval of Current Ripple Lamination (Tc)
Merupakan struktur perlapisan bergelombang dan konvolut. Ketebalannya
berkisar antara 5-20 cm, mempunyai besar butir yang lebih halus daripada kedua
interval dibawahnya. (Interval Tb).
4) Upper Interval of Parallel Lamination (Td)
Merupakan lapisan sejajar, besar butir berkisar dari pasir sangat halus
sampai lempung lanauan. Interval paralel laminasi bagian atas, tersusun
perselingan antarabatupasir halus dan lempung, kadang-kadang lempung
pasirannya berkurang ke arah atas. Bidang sentuh sangat jelas.
5) Pelitic Interval (Te)
Merupakan susunan batuan bersifat lempungan dan tidak menunjukan
struktur yang jelas ke arah tegak, material pasiran berkurang, ukuran besar butir
makin halus, cangkang foraminifera makin sering ditemukan. Bidang sentuh
dengan interval di bawahnya berangsur. Diatas lapisan ini sering ditemukan
lapisan yang bersifat lempung napalan atau yang disebut lempung pelagik
Endapan turbidit mempunyai karakteristik tertentu yang sekaligus dapat
dijadikan sebagai ciri pengenalnya. Namun perlu diperhatikan bahwa ciri itu
bukan hanya berdasarkan suatu sifat tunggal sehingga tidak bisa secara langsung
untuk mengatakan bahwa suatu endapan adalah endapan turbidit. Hal ini
disebabkan banyak struktur sedimen tersebut, yang juga berkembang pada
sedimen yang bukan turbidit.
Karakteristik endapan turbidit pada dasarnya dapat dikelompokan ke dalam
dua bagian besar berdasarkan litologi dan struktur sedimen, yaitu :
Karakteristik Litologi
1. Terdapat perselingan tipis yang bersifat ritmis antar batuan berbutir relatif
kasar dengan batuan yang berbutir relatif halus, dengan ketebalan lapisan
beberapa milimeter sampai beberapa puluh centimeter. Umumnya
14
perselingan antar batupasir dan serpih. Batas atas dan bawah lapisan
planar, tanpa adanya scouring.
2. Pada lapisan batuan berbutir kasar memiliki pemilahan buruk dan
mengandung mineral-mineral kuarsa, feldspar, mika, glaukonit, juga
banyak didapatkan matrik lempung. Kadang-kadang dijumpai adanya fosil
rework, yang menunjukan lingkungan laut dangkal.
3. Pada beberapa lapisan batupoasir dan batulanau didapatkan adanya
fragmen tumbuhan.
4. Kontak perlapisan yang tajam, kadang berangsur menjadi endapan pelagik.
5. Pada perlapisan batuan, terlihat adanya struktur sedimen tertentu yang
menunjukan proses pengendapannya, yaitu antara lain perlapisan
bersusun, planar, bergelombang, konvolut, dengan urut-urutan tertentu.
6. Tak terdapat struktur sedimen yang memperlihatkan ciri endapan laut
dangkal maupun fluvial.
7. Sifat-sifat penunjukan arus akan memperlihatkan pola aliran yang hampir
seragam saat suplai terjadi.
Karakteristik Struktur sedimen
Menurut Bouma (1962) dalam hal pengenalan endapan turbidit salah satu
ciri yang penting adalah struktur sedimen, karena mekanisme pengendapan arus
turbidit memberikan karakteristik sedimen tertentu. Banyak klasifikasi struktur
sedimen hasil mekanisme arus turbid, salah satunya karakteristik genetik dari
Selly (1969). Selly (1969) mengelompokan struktur sedimen menjadi 3
berdasarkan proses pembentukannya :
Struktur Sedimen Pre-Depositional
Merupakan struktur sedimen yang terjadi sebelum pengendapan sedimen, yang
berhubungan dengan proses erosi oleh bagian kepala (head) dari suatu arus turbid
(Middleton, 1973). Umumnya pada bidang batas antara lapisan batupasir dan
serpih. Beberapa struktur sedimen yang antara lain flute cast, groove cast.
Struktur Sedimen Syn-Depositional
Struktur yang terbentuk bersamaan dengan pengendapan sedimen, dan merupakan
struktur yang penting dalam penentuan suatu endapan turbidit. Beberapa struktur
15
sedimen yang penting diantaranya adalah perlapisan bersusun, planar, dan
perlapisan bergelombang.
Struktur Sedimen Post-Derpositional
Struktur sedimen yang dibentuk setelah terjadi pengendapan sedimen, yang
umumnya berhubungan dengan proses deformasi. Salah satunya struktur load
cast.
Karakteristik-karakteristik tersebut tidak selalu harus ada pada suatu
endapan turbidit. Dalam hal ini lebih merupakan suatu alternatif, mengingat
bahwa suatu endapan turbidit juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya yang
akan memberikan ciri yang berbeda dari suatu tempat ke tempat lain.Umumnya
struktur sedimen yang ditemukan pada endapan turbidit adalah struktur sedimen
yang terbentuk karena proses sedimentasi, terutama yang terjadi karena proses
pengendapan suspensi dan arus.
2.3.2 Debris flow
Debris flow adalah pergerakan material sedimen gravitasi yang dilumasi
oleh air di dalam ruangan antarbutir. Debris flow terjadi ketika massa sedimen
yang tersortasi buruk, terganggu dan terjenuhkan oleh air, bergerak menuruni
lereng sebagai akibat dari gaya gravitasi. Aliran ini terdiri atas partikel lempung
dan pasir halus yang membentuk lumpur yang memiliki kekentalan yang dapat
mengangkut material kasar. Karakteristik deposit debris flow adalah reverse
grading.
2.3.3 Grain Flow
Grain flow adalah aliran sedimen yang berlangsung tanpa pengaruh media
transport. Grain flow dihasilkan oleh tekanan dispersi yang dihasilkan dari
collision butir. Mekanismenya terjadi ketika akumulasi sedimen mengakibatkan
peningkatan shear stress. Pada keadaan aliran steady, shear stress dan tekanan
dispersi diseimbangkan oleh gaya normal dan tangensial. Aliran butir cenderung
menghasilkan deposisi yang seragam. Grain flow bukan aliran turbulen atau
turbulensinya terbatas, sehingga tidak ada percampuran antara layer bawah dan
16
layer atas. Ketika butir besar dapat tertransport di puncak aliran yang dikontrol
oleh efek kinetic sieve. Hal tersebut dapat menghasilkan struktur reverse bedding.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bagian pembahasan maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut.
a. Media-media transpor sedimen yang bekerja dalam transportasi sedimen secara
garis besar terdiri dari media air (gelombang, arus, dan pasang surut), angin,
gletser, dan gravitasi (debris flow dan turbidit flow).
b. Proses-proses yang terjadi dalam media transpor dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti media air berupa gelombang yang dipengaruhi oleh angin dan
bentuk dasar laut, pasang surut yang dikontrol oleh gaya tarik antara bumi
dengan benda-benda langit (bulan dan matahari), media gravitasi berupa arus
turbidit yang dikontrol oleh gaya gravitasi bumi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin, John I Pariwono, dkk. 2009. Pola Tranformasi Gelombang Dengan
Menggunakan Model Rcpwave Pada Pantai Bau-Bau, Provinsi Sulawesi
Tenggara. Bogor : Teknologi Kelautan, FPIK-IPB.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 1, No. 2, Hal. 60-71
Dauhan Stefani K. Dkk. 2013. Analisis Karakteristik Gelombang Pecah Terhadap
Perubahan Garis Pantai Di Atep Oki.Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.12,
November 2013 (784-796) ISSN: 2337-6732
Praptisih dan Kamtono. 2011. Fasies Turbidit Formasi Halang di Daerah
Ajibarang, Jawa Tengah. Bandung : Puslit Geoteknologi – LIPI.
Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 6 No. 1 Maret 2011: 13-27
Purba Noir Primadona. 2014. Variabilitas Angin dan Gelombang Laut Sebagai
Energi Terbarukan di Pantai Selatan Jawa Barat. Bandung : Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.
Jurnal Akuatika Vol. V No. 1/Maret 2014 (8-15) ISSN 0853-2532
Rampengan Royke M. 2009. Pengaruh Pasang Surut Pada Pergerakan Arus
Permukaan di Teluk Manado. Jurnal Perikanan Dan Kelautan Volume V
Nomor 3, Desember 2009 ISSN 1411-9234
Surbakti Heron. 2012. Karakteristik Pasang Surut dan Pola Arus di Muara
Sungai Musi Sumatera Selatan.Palembang : Universitas Sriwijaya.
Jurnal Penelitian Sains Volume 15 Nomer 1(D) 15108
Umar. 2011. Kajian Pengaruh Gelombang Terhadap Kerusakan Pantai Matang
Danau Kabupaten Sambas Kajian Pengaruh Gelombang Terhadap
Kerusakan Pantai Matang Danau Kabupaten Sambas. Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura.
Jurnal Teknik Sipil Untan / Volume 11 Nomor 1 – Juni 2011
19