Upload
ajzy
View
241
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
1/36
1
PENELURUSAN EFEKTIFITAS BEBERAPA BAHAN ALAM SEBAGAI
KANDIDAT ANTIBAKTERI DALAM MENGATASI PENYAKIT
VIBRIOSIS PADA UDANG WINDU
(Suatu Kajian Kepustakaan)
MAKALAH
Oleh :
MOCHAMAD UNTUNG KURNIA AGUNG
NIP. 132 317 128
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2007
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
2/36
2
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Penelurusan Efektifitas Beberapa Bahan Alam
Sebagai Kandidat Antibakteri Dalam Mengatasi
Penyakit Vibriosis Pada Udang Windu
(Suatu Kajian Kepustakaan)
Nama Pegawai : Mochamad Untung Kurnia Agung
Nomor Induk Pegawai : 132 317 128
Instansi : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK)
Universitas Padjadjaran
Mengesahkan :
Kepala LaboratoriumTeknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Padjadjaran
Prof. Dr. H. Dulmiad Iriana, IrNIP. 130 354 281
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
3/36
3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, atas berkat rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang
berjudul Penelurusan Efektifitas Beberapa Bahan Alam Sebagai Kandidat
Antibakteri dalam Mengatasi Penyakit Vibriosis pada Udang Windu (Suatu
Kajian Kepustakaan). Penulis mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan
dan dukungan, kepada:
1. Prof. Dr. H. Bachrulhajat Koswara, Ir., MS, selaku Dekan Fakultas
Perikanan dan Kelautan (FPIK) Universitas Padjadjaran.
2. Prof. Dr. H. Dulmiad Iriana, Ir., selaku Kepala Laboratorium Teknologi
dan Manajemen Perikanan Tangkap, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan (FPIK) Universitas Padjadjaran.
3. Seluruh Civitas Akademika Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
(FPIK) Universitas Padjadjaran.
Semoga karya tulis ini dapat menambah wawasan keilmuan penulis dan
pihak-pihak yang lain pada umumnya.
Jatinangor, Agustus 2007
Penulis
i
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
4/36
4
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan..
Kata Pengantar..
Daftar Isi..
i
ii
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Tujuan Penulisan.
1.4 Manfaat Penulisan..
1.5 Pendekatan Masalah
1
2
3
3
3
II.TELAAH PUSTAKA
2.1 Biologi udang windu...
2.1.1 Klasifikasi Udang Windu.........................................................
2.1.2 Morfologi Udang Windu..
2.2 Tinjauan Umum Vibrio harveyidan Vibriosis..
2.2.1 Klasifikasi.
2.2.2 Karakteristik biologi.
2.2.3 Patogenisitas Vibrio harveyi.
2.3 Biologi Mangrove Sonneratia caseolaris..........................................
2.3.1 Morfologi Sonneratia caseolaris..............................................
5
7
8
9
9
9
10
11
11
III.METODE PENULISAN
3.1 Metode Pengumpulan Bahan Kajian..................................................
3.2 Prosedur Penulisan.............................................................................
3.3 Sistematika Penulisan........................................................................
12
12
12
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tinjauan Umum Efektivitas Ekstak Daun Sirih (Peper BetleLinn)
dalam mengatasi penyakit vibriosis pada Udang
Windu................................................................................................. 15
ii
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
5/36
5
4.2 Tinjauan Umum Efektivitas Ekstak Buah Mangrove (Sonneratia
caseolaris) dalam mengatasi penyakit vibriosis pada Udang
Windu.................................................................................................
4.3 Tinjauan Umum Efektivitas Isolat Baktei BL542 dalam mengatasi
penyakit vibriosis pada Udang Windu. ..............................................
4.4 Analisis Perbandingan Keunggulan Komparatif Efektivitas Dari
Bebeapa Bahan Alam Dalam Mengatasi Serangan Penyakit
Vibriosis Pada Udang Windu..............................................................
17
23
26
V.PENUTUP
5.1 Kesimpulan.........................................................................................
5.2 Saran....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
27
27
28
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
6/36
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hasil produksi perikanan di Indonesia terus meningkat dari tahun ke
tahun, terutama jenis udang-udangan (Crustacea). Udang windu (Panaeus
monodonFAB) merupakan salah satu produk unggulan perikanan Indonesia yang
termasuk dalam sektor non migas. Permintaan pasar terhadap udang windu sangat
tinggi, baik di dalam negeri maupun dari luar negeri. Hal ini dikarenakan
banyaknya keistimewaan yang dimiliki oleh udang windu dibandingkan dengan
produk perikanan lainnya, misalnya ukurannya yang besar dan cita rasa yang
enak.
Jika dilihat dari media hidupnya, udang windu termasuk kedalam hewan
yang sangat mudah untuk dibudidayakan. Selain dapat hidup di air laut, udang
windu dapat dikultur pada media air payau. Budidaya udang windu juga dapat
dilakukan dalam skala kecil maupun skala besar sehingga membutuhkan tenaga
kerja yang diharapkan dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat
di daerah pesisir maupun daerah di sekitarnya.
Pada saat permintaan udang dunia terus meningkat, terjadi penurunan
produksi udang di Indonesia dari 133,836 ton tahun 2003, dan 127,119 ton tahun
2004 menjadi 100,000 ton pada tahun 2005 (Dirjen Perikanan Budidaya 2006).
Penurunan produksi udang di Indonesia mulai tahun 2003 hingga sekarang
terutama disebabkan oleh serangan infeksi virus akibat buruknya kondisi perairan
(Purnomo 1997) sehingga terjadi kegagalan panen di tambak.
Pada saat ini, ada beberapa penyakit pada udang yang sudah mulai
meresahkan masyarakat pembudidaya udang, misalnya penyakit whitespot yang
menyerang udang putih atau penyakit vibriosis yang menyerang udang windu.
Penyakit vibriosis dikenal pembudidaya udang sebagai penyakit yang menyerang
bagian kulit udang. Penyakit ini disebabkan oleh spesies-spesies dari jenis vibrio
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
7/36
2
yang berbeda-beda, dan setiap spesies vibrio memiliki intensitas parasitas yang
berbeda-beda.
Penularan penyakit vibriosis ini tergolong cepat sehingga dapat
meningkatkan nilai mortalitas pada suatu tambak. Penyakit yang disebabkan oleh
bakteri ini dapat menyebabkan kematian larva udang sampai 100% dalam waktu
1-2 hari.
Beberapa lembaga perikanan sudah mulai mencari cara untuk pencegahan
dan pengobatan udang dari serangan vibriosis. Beberapa bahan alam yang telah
diketahui dapat mengatasi serangan penyakit vibriosis ini adalah buah mangrove,
makroalga sargassum,dan beberapa bakteri laut. Penggunaan bahan-bahan alam
dalam mengatasi serangan penyakit vibriosis lebih efektif dibandingkan dengan
menggunakan bahan-bahan kimia sintetis, karena selain tidak menimbulkan efek
samping juga mudah untuk didapatkan. Pencegahan penyakit vibriosis ini
dilakukan dengan tujuan menghambat penyebaran dan penularan penyakit
tersebut terhadap udang-udang lainnya.
Apalagi penyakit ini dikenal sebagai penyakit yang berkembang baik di
perairan tropis, sedangkan di Indonesia budidaya udang telah menyebar hampir
diseluruh wilayah, yaitu daerah jawa, Bali, Lampung, Sulawesi selatan dan aceh
(Taslihan 1991). Oleh karena itu beberapa balai perikanan di Indonesia sudah
mulai melakukan penyuluhan-penyuluhan terhadap petambak-petmbak yang
rentan dalam menangani masalah ini, seperti yang kita ketahui, kebanyakan
nelayan di Indonesia hanya mengelola tambak-tambak dengan pengetahuan
seadanya. Oleh karena itu, peran tenaga-tenaga ahli dalam melakukan
penyuluhan-penyuluhan di berbagai tempat harus ditingkatkan untuk menunjang
keberhasilan masyarakat petambak dalam meningkatkan hasil produksinya.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang dapat diidentifikasi
adalah seberapa besar efektifitas jenis bahan alam untuk mengatasi serangan
penyakit vibriosis pada udang windu (Panaeus monodonFAB).
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
8/36
3
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengkaji efektifitas beberapa jenis alam untuk mengatasi serangan vibriosis
pada udang windu (Panaeus monodonFAB).
2. Mengetahui bahan alami yang paling efektif dalam mengatasi serangan
penyakit vibriosis pada udang windu (Panaeus moniodonFAB).
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan ini dapat memberikan informasi dan kajian ilmiah
kepada mahasiswa, instansi yang terkait, dan masyarakat khususnya pembudidaya
mengenai bahan-bahan alam yang dapat digunakan untuk mengatasi serangan
penyakit vibriosis pada udang windu (Panaeus monodonFAB).
1.5 Pendekatan Masalah
Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam meningkatkan hasil produksi
budidaya tambak udang adalah dengan cara mengatasi kendala-kendala yang
dapat menghambat kelancaran proses produksi budidaya udang, diantaranya
adalah mengatasi serangan-serangan virus dan bakteri yang dapat mengganggu
proses pertumbuhan dan perkembangan udang di tambak.
Penanggulangan penyakit windu telah dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya adalah penggunaan ekstrak bahan-bahan alam untuk mencegah dan
mengobati penyakit udang. Penyakit yang sering menjadi kendala besar bagi para
petambak udang windu saat ini adalah penyakit vibriosis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri-bakteri vibrio. Beberapa ekstrak bahan alam yang dapat digunakan
dalam mengatasi serangan penyakit vibriosis tersebut diantaranya adalah buah
mangrove, makroalga sargassum, dan bakteri-bakteri laut.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa selain untuk mengatasi
serangan penyakit vibriosis, penggunaan ekstrak bahan-bahan alam tersebut dapat
juga dapat meningkatkan ketahanan hidup udang windu setelah diinfeksi dengan
bakteri vibrio harveyi dan penurunan jumlah bakteri yang terdapat pada tubuh
udang. Gambaran histology memperlihatkan terjadinya kenormalan pada organ
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
9/36
4
pencernaan dengan penuhnya saluran pencenaan oleh pakan setelah pemberian
ekstrak bahan-bahan alam. Jadi ekstrak bahan-bahan alam memiliki fungsi ganda
terhadap proses peningkatan produksi di tambak.
Penyakit vibriosis dikenal sebagai penyakit yang berkembang subur pada
perairan tropis sedangkan di Indonesia telah menyebar budidaya udang hampir di
seluruh wilayahnya, yaitu daerah Jawa, Bali, Lampung, Sulawesi selatan, dan
Aceh (Taslihan 1991). Oleh karena itu, pemerintah Indonesia harus
mempersiapkan diri dengan matang dalam menghadapi penyakit vibriosis sebagai
masalah yang besar bagi dunia perikanan. Maka setelah ditemukan beberapa
bahan alam yang dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit
tersebut, pemerintah berusaha untuk menyebarluaskannya kepeda masyarakat
petambak, khususnya petambak udang.
Buah mangrove, makroalga sargassum, dan bakteri-bakteri laut adalah
bahan alam yang mudah didapat tetapi kebanyakan pembudidaya tambak udang
belum menyadari fungsi dan khasiat bahan-bahan alam yang terdapat disekitar
mereka tersebut.
Kita dapat membandingkan keunggulan bahan-bahan alam dan bahan-
bahan kimia sintetis dalam penggunaannya untuk mengatasi serangan penyakit
vibriosis pada udang windu. Bahan-bahan alam cenderung tidak menimbulkan
efek samping sehungga aman dalam penggunaanya. Selain itu, bahan-bahan alam
juga mudah didapat dan harganya pun terjangkau.
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
10/36
5
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Biologi udang windu
Udang windu (Panaeus monodonFab.) memiliki sifat-sifat dan ciri khas
yang membedakannya dengan udang-udang yang lain. Udang windu bersifat
Euryhaline, yakni secara alami bisa hidup di perairan yang berkadar garam
dengan rentang yang luas, yakni 5-45 . Kadar garam ideal untuk pertumbuhan
udang windu adalah 19-35 . Sifat lain yang juga menguntungkan adalah
ketahanannya terhadap perubahan suhu yang dikenal sebagai eurythemal(Suyanto
dan Mujiman 2004).
Udang merupakan organisme yang aktif mencari makan pada malam hari
(nocturnal). Jenis makannya sangat bervariasi tergantung pada tingkatan umur
udang. Pada stadia benih, makanan utamanya adalah plankton (fitoplankton dan
zooplankton). Udang dewasa menyukai daging binatang lunak atau molusca
(kerang, tiram, siput), cacing, annelida yaitu cacing Polychaeta, dan crustacea.
Dalam usaha budidaya, udang mendapatkan makanan alami yang tumbuh di
tambak, yaitu klekap, lumut, plankton, dan benthos. Udang akan bersifat kanibal
bila kekurangan makanan (Soetomo 1990).
Pada siang hari, udang hanya membenamkan diri pada lumpur maupun
menempelkan diri pada sesuatu benda yang terbenam dalam air (Soetomo 1990).
Apabila keadaan lingkungan tambak cukup baik, udang jarang sekali
menampakkan diri pada siang hari. Apabila pada suatu tambak udang tampak
aktif bergerak di waktu siang hari, hal tersebut merupakan tanda bahwa ada yang
tidak sesuai. Ketidakesuaian ini disebabkan oleh jumlah makanan yang kurang,
kadar garam meningkat, suhu meningkat, kadar oksigen menurun, ataupun karena
timbulnya senyawa-senyawa beracun (Suyanto dan Mujiman 2004).
Secara alami daur hidup udang panaeoid meliputi dua tahap, yaitu tahap
ditengah laut dan diperairan muara sungai (estuaria). Udang windu tumbuh
menjadi dewasa dan memijah ditengah laut. Telur udang yang telah dihasilkan
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
11/36
6
kemudian disimpan pada bagian punggung dari abdomen betina. Bila telur
tersebut telah matang dan siap untuk dibuahi maka dikeluarkan melalui saluran
telur (oviduct) yang terdapat pada bagian pangkal dari pasangan kaki jalan ke tiga.
Pada saat telur dikeluarkan, secara bersamaan spermatofor dipecahkan oleh induk
betina, sehingga terjadilah pembuahan. Telur yang yang telah dibuahi akan
menetas dalam waktu 12 sampai 15 jam dan berkembang menjadi larva
(Martosudarmo dan Ranoemihardjo 1979).
Gambar 1. Sikuls Hidup Udang Windu (Panaeus monodonFab.)
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
12/36
7
2.1.1 Klasifikasi Udang Windu
Dalam dunia internasional, udang windu dikenal dengan nama black tiger,
tiger shrimp, atau tiger prawn. Adapun udang windu diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthropoda
Class : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Family : Panaeidae
Genus : Panaeus
Species : Panaeus monodonFabricus
2.1.2 Morfologi Udang Windu
Ditinjau dari morfologinya, tubuh udang windu (Panaeus monodonFab.)
terbagi menjadi dua bagian, yakni bagian kepala yang menyatu dengan bagian
dada (kepala-dada) disebut cephalothorax dan bagian perut (abdomen) yang
terdapat ekor dibagian belakangnya. Semua bagian badan beserta anggota-
anggotanya terdiri dari ruas-ruas (segmen). Kepala-dada terdiri dari 13 ruas, yaitu
kepalanya sendiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas, Sedangkan bagian perut terdiri atas 6
segmen dan 1 telson. Tiap ruas badan mempunyai sepasang anggota badan yang
beruas-ruas pula (Suyanto dan Mujiman 2004).
Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton, yang
terbuat dari zat chitin. Bagian kepala ditutupi oleh cangkang kepala (karapaks)
yang ujungnya meruncing disebut rostrum. Kerangka tersebut mengeras, kecuali
pada sambungan-sambungan antara dua ruas tubuh yang berdekatan. Hal ini
memudahkan mereka untuk bergerak (Suyanto dan Mujiman 2003). Udang betina
lebih cepat tumbuh daripada udang jantan, sehingga pada umur yang sama tubuh
udang betina lebih beasr daripada udang jantan (Soetomo 1990).
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
13/36
8
Gambar 2. Morfologi Udang Windu (Panaeus monodonFab.)
Di bagian kepala-dada terdapat anggota-anggota tubuh lainnya yang
berpasang-pasangan. Berturut-turut dari muka ke belakang adalah sungut kecil
(antennula), sirip kepala (scophocerit), sungut besar (antenna), rahang
(mandibula), alat-alat pembantu rahang (maxilla), dan kaki jalan (pereiopoda). Di
bagian perut terdapat lima pasang kaki renang (pleopoda). Ujung ruas ke-6 arah
belakang membentuk ujung ekor (telson). Di bawah pangkal ujung ekor terdapat
lubang dubur (anus).
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
14/36
9
2.2 Tinjauan Umum Vibrio harveyi dan Vibriosis
2.2.1 Klasifikasi
Berdasarkan Bergey,
s Manual of Determinative Bacteriologydalam Breed
et al.(1948) Vibrio harveyidiklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Pseudomonadaceae
Genus : Vibrio
Spesies : Vibrio harveyi
2.2.2 Karakteristik biologi
Secara umum ciri-ciri Vibrio yaitu berbentuk koma atau batang pendek,
bengkok atau lurus, bersel tunggal, mempunyai alat gerak berupa flagellakutub
tunggal (monotoric flagel), termasuk gram negatif, ukuran sel 1-4 m, tidak
membentuk spora, oksidase positif, katalase positif, serta proses fermentasi
karbohidratnya tidak membentuk gas (Jawestz et al., 1984). Bakteri ini selain
didapatkan di air laut juga ditemukan di air payau, hal ini dibuktikan dengan
ditemukannya penyakit vibriosis pada ikan air payau (Sunaryanto et al., 1987).
Vibrio juga termasuk bakteri yang bersifat halofil, yaitu tumbuh dengan rentang
toleransi salinitas 5-80 ppt dan tumbuh optimal pada salinitas 20-40 ppt (Taslihan,
1992).
Pada umumnya Vibrio dapat tumbuh dengan baik dan cepat dalam
medium kultur standar (Breed et al., 1948). Medium yang dapat digunakan untuk
kultur Vibrio antara lain : ORI yang mengandung 0,1 % pepton, 0,2 % protease,
dan 0,2 % ekstrak khamir (Simidu et al., 1987); CEY yang mengandung 20
gram/liter asam casamino, 6 gram/liter ekstrak khamir, dan 2,5 gram/liter NaCl
(Krovacek et al., 1987); medium NaCl tanpa nutrien agar (Farkas dan Malik,
1986); medium TGY (Tryptone Glucose Yeast) (Egidius dan Andersen, 1978);
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
15/36
10
medium BHI (Broth Hearth Infision), TSA (Tryptic Soy Agar), TSB (Tryptic Soy
Broth), NA (Nutrient Agar), NB (Nutrient Broth), serta medium TCBS
(Sunaryanto et al., 1987; Taslihan, 1988).
2.2.3 Patogenisitas Vibrio harveyi
Vibrio merupakan bakteri yang berbahaya dalam kegiatan budidaya
perikanan laut dan payau, baik bagi jenis ikan maupun crustacea. Menurut Egidius
(1987) Vibrio menyerang lebih dari 40 spesies ikan di 16 negara. Sedangkan
menurut Lightner (1983) dari 17 spesies bakteri yang diisolasi dari Penaeus
setiferus42,3 % adalah Vibrio yang terdiri dari 57 strain.
Vibrio merupakan penyebab utama penyakit udang menyala dan dapat
berperan sebagai patogen primer ataupun patogen sekunder. Sebagai patogen
primer, Vibrio masuk melalui kontak langsung dengan organisme; sedangkan
sebagai patogen sekunder, Vibrio menginfeksi organisme yang telah terlebih
dahulu terinfeksi penyakit lain (Mariam dan Mintarjo, 1987; Sunaryanto et al.,
1987; Farkas dan Malik, 1986). Menurut Rheinheimer (1985) Vibrio menyerang
dengan merusak lapisan kutikula yang mengandung khitin dikarenakan Vibrio
memiliki chitinase, lipase, dan protease. Penyakit udang menyala ini pada
umumnya menyerang udang pada stadia mysissampai awal pasca larva (Taslihan,
1988).
Penanganan yang paling umum dilakukan untuk mengatasi penyakit
udang menyala akibat infeksi Vibrio harveyiadalah dengan menggunakan bahan-
bahan kimia seperti : Chloramphenicol 1,9 ppm, Oxytetracycline 2 ppm,
Furazalidon 2-4 ppm, dan Prefuran 1,5-2,0 ppm (Rukyani, 1999). Akan tetapi
sebagian besar obat-obatan yang digunakan tersebut pada akhirnya tidak efektif
dan dapat mengakibatkan kelainan (deformities) pada larva udang (Pitogo, 1989)
serta dapat juga berakibat berkembangnya resistensi bakteri terhadap obat
(Rukyani, 1999).
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
16/36
11
2.3 Biologi Mangrove Sonneratia caseolaris
Sonneratia caseolaris adalah salah satu spesies tanaman mangrove yang
tunbuh di daerah estuarin atau perairan payau yang memiliki salinitas 10-15 ppm.
Biasanya ekosistem mangrove terdiri dari berbagai jenis tanaman yang memiliki
karakteristik yang hampir mirip. Sonneratia adalah salah satu dari berbagai jenis
tanaman dari ekosistem mangrove yang sering dimanfaatkan untuk keperluan di
bidang farmakologi dan konsevasi lingkungan.
Spesies ini juga berperan sebagai sarana penunjang kehidupan bagi
hewan-hewan atau tumbuhan-tumbuhan yang hidup di perairan payau. Tanaman
ini berperan dalam menyuplai O2dan juga sebagai sumber nutrisi bagi makhluk-
makhluk yang hidup disekitarnya. Oleh karena itu, pengembangan mangrove atau
hutan bakau di Indonesia saat ini dilakukan secara besar-besaran. Karena selain
dapat menunjang kehidupan organisme di perairan payau, hutan mangrove jaga
dapat mencegah abrasi (pengikisan yang disebabkan oleh air laut).
2.3.1 Morfologi Sonneratia caseolaris
Morfologi Sonneratia caseolaris tidak berbeda jauh dengan morfologi
tumbuhan terrestrial tingkat tinggi pada umumnya. Tumbuhan ini memiliki
pembuluh kayu pada batangnya dan terdapat klorofil pada daunya. Hanya saja
perbedaanya terdapat pada bagian akarnya. Sebagian besar tumbuhan mangrove
memilik akar napas yang berfungsi untuk mengatur suplai O2 dan sebagai alat
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Akar napas tersebut adalah salah
satu faktor yang menyebabkan tanaman mangrove dapat hidup di perairan yang
memiliki salinitas yang cukup tinggi.
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
17/36
12
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Metode Pengumpulan Bahan Kajian
Metode penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode penulisan
deskriptif yang dilakukan dengan penelusuran, pengumpulan dan telaah pustaka
yang relevan dengan masalah yang dikaji. Bahan kajian tersbut adalah data-data
sekunder berupa hasil-hasil pebelitian dan informasi yang relevan dengan
permasalahan. Data dan informasi diperoleh dari berbagai media cetak (laporan,
jurnal, skripsi, dan buku-buku) dan media elektronik (internet).
3.2 Prosedur Penulisan
Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penulisan karya tulis ini adalah :
a. Identifikasi masalah.
b. Kerangka penulisan untuk mengetahui data-data dan informasi yang
dibutuhkan sebagai bahan analisa kajian.
c. Penelusuran pustaka dan pengumpulan bahan kajian.
d. Analisa deskriptif terhadap bahanbahan yang terkumpul.
e. Diskusi dengan narasumber terhadap hasil kajian.
f. Penulisan karya tulis.
3.3 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut :
1. Bagian Awal.
a. Halaman Judul
b. Lembar Pengesahan
c. Kata Pengantar
d. Daftar isi, dafta tabel, dan daftar gambar
e. Ringkasan
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
18/36
13
2. Bagian Inti
Bab I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Manfaat Penulisan
1.5 Pendekatan Masalah
Bab II. Telaah Pustaka
2.1 Biologi Udang Windu
2.2 Penyakit Vibriosis pada Udang Windu Vibriosis
2.3 Biologi Daun Sirih Piper betleLinn
2.4 Biologi Mangrove Sonneratia caseolaris
Bab III. Metode Penulisan
3.1 Metode Pengumpulan Bahan Kajian
3.2 Prosedur Penelitian
3.3 Sistematika Penulisan
Bab IV. Hasil dan Pembahasan
4.1 Tinjauan Umum Efektivitas Ekstak Daun Sirih (Peper BetleLinn)
dalam mengatasi penyakit vibriosis pada Udang Windu
4.2 Tinjauan Umum Efektivitas Ekstak Buah Mangrove (S. caseolaris)
dalam mengatasi penyakit vibriosis pada Udang Windu
4.3 Tinjauan Umum Efektivitas Isolat Baktei BL542 dalam mengatasi
penyakit vibriosis pada Udang Windu
4.4 Analisis Perbandingan Keunggulan Komparatif Efektivitas Dari
Bebeapa Bahan Alam Dalam Mengatasi Serangan Penyakit
Vibriosis Pada Udang Windu
Bab V. Penutup
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Daftar Pustaka
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
19/36
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Tinjauan Umum Efektivitas Ekstrak Daun Sirih (Peper betle Linn)
dalam Mengatasi Penyakit Vibriosis Pada Udang Windu
Dalam Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun
sirih dalam pakan buatan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
kelangsungan hidup udang windu yang diinfeksi Vibrio harveyi. Hasil uji jarak
berganda Duncun menunjukkan perbedaan (Tabel 1).
Tabel 1. Rata-rata Kelangsungan Hidup Benih Udang Windu Setelah DiinfeksiVibrio harveyi pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Sirih.
No Perlakuan
(mg/kg pakan)
Rata-rata kelangsungan hidup
(%)
1 A (5) 16,67 a
2 B (10) 53,33 b
3 C (15) 66,67 c
4 D (20) 76,67cd
5 E (25) 86,67 d
6 F (0) 6,66 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama memberikanpengaruh yang tidak berbeda nyata, menurut uji Duncun pada taraf5%.
Perlakuan F (kontrol) dimana udang windu tidak diberikan ekstrak daun
sirih memberikan angka kelangsungan hidup terndah sebesar 6,66 %. Hal ini
dikarenakan dalam tubuh udang tidak terdapat zat antimikroba yang dapatmembunuh bakteri yang menyerang, seperti zat yang terkandung dalam daun
sirih. Diduga udang hanya memiliki antibodi alami yang dibentuk oleh tubuh
dalam kondisi normal sehingga kemampuan Vibrio harveyi untuk menyerang
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
20/36
15
benih udang windu pada perlakuan ini lebih kuat, akibatnya kemampuan untuk
mempertahankan diri lebih rendah dibandingkan udang windu yang diberi ekstrak
daun sirih. Menurut Kwang (1996) dalam Salfira (1998), sistem kekebalan tubuh
udang windu masih sederhana, dimana udang tidak mempunyai immunoglobin
yang berperan dalam mekanisme tubuh.
Rata-rata kelangsungan hidup benih udang windu pada perlakuan A
sebesar 16,67 %, dimana berdasarkan uji Duncan perlakuan A berbeda nyata
dengan perlakuan B, C, D, dan E tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan F.
Rendahnya tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan A dikarenakan konsentrasi
ekstrak daun sirih yang diberikan pada udang sangat rendah. Senyawa-senyawa
dalm ekstrak daun sirih yang diberikan pada konsentrasi 5 mg/kg pakan belum
mampu membunuh bakteri dalam tubuh udang windu secara maksimal atau masih
dalam tingkatan yang rendah sehingga belum mampu mencegah infeksi oleh
Vibrio harveyi.
Tingkat kelangsung hidup rata-rata pada perlakuan B berbeda nyata
dengan perlakuan yang lainnya yaitu sebesar 53,33 %, diduga ekstrak daun sirih
yang masuk ke dalam tubuh udang melalui pakan mulai pekerja mencegah
terjadinya infeksi dan dapat menghambat zat-zat yang dapat dihasilkan oleh
bakteri seperti racun. Namun seperti halnya perlakuan A, konsentrasi yang
dibutuhkan untuk membunuh Vibrio harveyi masih terlalu rendah karena
perlakuan B merupakan konsentrasi minimum ekstrak daun sirih dalam
membunuh Vibrio harveyi.
Perlakuan C, D, dan E memberikan kelangsungan hidup rata-rata masing-
masing sbesar 66,67 % 76,67 % dan 86,67 % dimana perlakuan C tidak
memberikan pengaruh yang berbeda dengan perlakuan D tetapi berpengaruh
nyata dengan perlakuan E. Sedangkan perlakuan D tidak berbeda nyata dengan
perlakuan E. Hal ini diduga pada konsentrasi tersebut, ekstrak daun siruh telah
mampu membunuh Vibrio harveyi dengan cara menghambat/menghancurkan
dinding sel Vibrio harveyi. Perlakuan E memberikan angka kelangsungan hidup
yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain, diduga karena
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
21/36
16
konsentrasi ekstrak daun sirih yang semakin tinggi maka kandungan dari
ekstrakpun akan semakin tinggi pula, sehingga lebih efektif menghancurkan
dinding sel bakteri.
Pemberian ekstrak sebesar 15 mg/kg pakan mampu meningkatkan
kelangsungan hidup udang yang terinfeksi Vibrio harveyi, namun belum mampu
memberikan kelangsungan hidup yang maksimal. Diduga, untuk membunuh
Vibrio harveyiyang menyerang udang diperlukan konsentrasi ekstrak yang lebih
tinggi karena tidak terdapat hubungan langsung antara ekstrak dengan bakteri,
tetapi melalui pakan yang diberikan pada udang. Sehingga kemampuan untuk
membunuh dari pemberian ekstrak secara langsung terhadap bakteri lebih besar
dibandingkan dengan ekstrak yang dicampur dalam pakan yang konsentrasi yang
sama.
Data tambahan dengan konsentrasi 50 mg dan 100 mg per kilogram pakan
menunjukan bahwa kelangsungan hidup rata-rata udang windu yang dihasilkan
semakin menurun yaitu sebesar 76,67 % dan 73,33 %. Hal ini diduga dikarenakan
pakan yang dicampur dengan ekstrak daun sirih pada konsentrasi tersebut tidak
dimakan seluruhnya, terbukti dengan adanya sisa pakan pada dasar akuarium,
sehingga kemampuan untuk membunuh bakteri tidak maksimal. Kemungkian
pakan tidak dimakan karena rasa dari daun sirih, yaitu memiliki rasa yang pedas.
Terlebih lagi pada konsentrasi tinggi kandungan daun sirih lebih banyak sehingga
rasanyapun akan semakin pedas. Faktor lainnya karena adanya senyawa terpen
yang terdapat pada minyak atsiri daun sirih yang bersifat racun bagi udang.
Menurut Kitto (1999) senyawa terpenoid pada konsentrasi tinggi mampu
membentuk busa dengan air sehingga proses pernafasan udang akan terganggu,
akibat terjadi kematian. Gambar memperlihatkan tingkatan kelangsungan hidup
benih udang windu dengan konsentrasi yang berbeda, diman pada perlakuan E
(ekstrak daun sirih sebesar 25 mg/kg pakan) menunjukkan kelangsungan hidup
tertinggi.
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
22/36
17
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
A B C D E F
Perlakuan
KelangsunganHidup(%
Gambar 3. Grafik Rata-rata Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Udang Windu
Setelah Diinfeksi Vibrio Harveyi.
4.2 Tinjauan Umum Efektivitas Ekstrak Buah Mangrove (Sonneratia
caseolaris) dalam Mengatasi Penyakit Vibriosis Pada Udang Windu
Penyakit bakterial yang disebabkan oleh bakteri Vibrio sering menimbulkan
masalah pada budidaya udang. Penelitian untuk mengetahui peranan ekstrak buah
mangrove Sonneratia caseolaris(L), untuk pencegahan dan pengobatan terhadapinfeksi bakteri Vibrio harveyipada udang windu (Panaeus monodonFab.) telah
dilakukan. Dosis yang digunakan pada percobaan ini adalah 100 ppm untuk
pencegahan dan 200 ppm untuk pengobatan, Indikator efektivitas metode ini
dilihat dari perubahan persentasi hemosit yang dibedakan menjadi dua, yaitu
granulosit (hemosit yang memiliki granula) dan hialosit (hemosit yang tidak
bergranula).
4.2.1 Percobaan Pencegahan Infeksi Bakteri V. harveyi
Indikator efektivitas ekstrah bunga mangrove pada proses pencegahan infeksi
V. harveyiterhadap udang windu dilihat dari perubahan persentase granulosit dan
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
23/36
18
perubahan persentase hialosit atau hialin yang dibandingkan dengan kontrolnya
(tidak menggunakan ekstrak mangrove).
Hasil perbandingan persentase sel granular hemosit udang windu pada
perlakuan pencegahan dapat dilihat pada gambar 1. Dari gambar tersebut dapat
dilihat bahwa terjadi kenaikan persentase granulosit pada hari ke-1 sampai hari
ke-14 pada perlakuan dengan pemberian ekstrak buah mangrove, dan berbeda
halnya dengan control (tanpa pemberian ekstrak mangrove), pada hari ke-1
sampai hari ke-6 persentase granulosit mengalami penurunan, dan mulai pada hari
ke-8 sampai hari ke-14 semua udang control telah mengalami kematian sehingga
perhitungan persentase sel granular tidak dapat dilakukan.
Hasil perbandingan persentase sel hialosit hemosit udang windu pada
perlakuan pencegahan dapat dilihat pada gambar 2. dari gambar tersebut dapat
dilihat bahwa terjadi penurunan persentase hialin pada hari ke-1 sampai hari ke-14
pada perlakuan dengan pemberian ekstrak buah mangrove. Bila dibandingkan
dengan control (tanpa ekstrak mangrove), persentase hialin meningkat pada hari
ke-1 sampai hari ke-6, dan mulai mengalami kematian sehingga perhitungan
persentase sel hialin hemosit tidak dapat dilakukan.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 4 6 8 10 12 14
Hari ke
Ekstrak Buah Mangrove Kontrol
Gambar 4. Persentase sel granular hemosit udang windu (panaeus monodon)pada percobaan pencegahan
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
24/36
19
0
10
20
30
40
50
60
7080
90
1 2 4 6 8 10 12 14
Hari ke
Ekstrak Buah Mangrove Kontrol
Gambar 5. Persentase sel hialosit hemosit udang windu (panaeus monodon)pada percobaan pencegahan
4.2.2 Percobaan Pengobatan Udang Windu Terhadap Infeksi Bakteri V.
harveyi
Berbeda dengan percobaan pencegahan terhadap infeksi bakteri V. harveyi,
pada pengobatan udang windu dengan penggunaan ekstrak buah mangrove
terlebih dahulu diinfeksi bakteri dengan cara perendaman pada konsentrasi 107
CFU/ml. Tetapi indikator yang digunakan untuk mengetahui efektifitas ekstrak
buah mangrove untuk pengobatan penyakit vibriosis sama halnya dengan
indikator yang digunakan pada percobaan pencegahan, yaitu perubahan persentase
granulosit dan persentase hialosit dibandingkan dengan kontrolnya.
Pada gambar 2 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan persentase hialin pada
hari ke-1 sampai hari ke-14 pada perlakuan dengan pemberian ekstrak buah
mangrove. Dan bila dibanndingkan dengan control (tanpa pemberian ekstrak
mangrove), persentase hialin meningkat pada hari ke-1 sampai hari ke-6, dan
mulai pada hari ke-8 sampai hari ke -14 semua udang control telah mengalami
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
25/36
20
kematian sehingga perhitungan persentase sel hialin hemosit tidak dapat
dilakukan.
Seperti halnya pada percobaan pencegahan, dengan buah mangrove, pada
pengobatan menggunakan ekstrak buah mangrove, pada hari ke-1 sampai pada
hari ke-14 terjadi kenaikan perentase granulosit, dan berbeda halnya dengan
control (tanpa pemberian ekstrak mangrove), pada hari ke-2 sampai hari ke-6
persentase granulosit mengalami penurunan, dan mulai pada hari ke-8 sampai hari
ke-14 semua udang Kontrol telah mengalami kematian sehingga penghitungan
persentase sel granular hemosit tidak dapat dilakukan.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
PersentaseselGranular
(%)
1 2 4 6 8 10 12 14
Hari ke
Ekstrak Buah Mangrove Kontrol
Gambar 6. Persentase sel granular hemosit udang windu (Panaeus monodon) padapercobaan pengobatan.
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
26/36
21
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
PersentaseSelHialosit
(%)
1 2 4 6 8 10 12 14
Hari ke
Ekstrak Buah Mangrove Kontrol
Gambar 7. Persentase sel granular hemosit udang windu (Panaeus monodon) padapercobaan pengobatan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa percobaan
pencegahan dan pengobatan dengan ekstrak buah mangrove S. caseolaris
didapatkan hasil persentase granulosit lebih besar disbanding persentase hialin.
Persentase granulosit yang lebih besar dibanding hialosit yang diperoleh pada
penelitian ini disebabkan karena granulosit merupakan sistem pertahanan seluler
melawan infeksi, sel ini akan bermigrasi ke daerah-daerah yang mengalami
infeksi. Granulosit mengandung granula di dalam sitoplasmanya dan memberikan
warna biru dengan pewarnaan giemsa (Supamattaya et al, 1994). Granulosit akan
menghancurkan patogen dengan cara menelan petogen.
4.2.3. Kelangsungan Hidup Udang Windu (Panaeus monmodonFab.)
Kelangsungan hidup udang windu (P. monodon Fab.) pada perlakuan
pencegahan dengan pemberian ekstrak buah mangrove dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
27/36
22
0
5
10
15
20
25
30
35
1 2 4 6 8 10 12 14
Hari ke
JumlahUdangWind
u(Ekor)
Ekstrak Buah Mangrove Kontrol
Gambar 8. Jumlah udang windu (Panaeus monodon) yang hidup pada
percobaan pencegahan
Tingkat kematian udang mulai terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-4 pada
perlakuan pencegahan buah mangrove, sedanakan kematian semua udang control
mulai terjadi pada hari ke-8, selanjutnya keadaan udang windu yang dipelihara
sampai hari ke-14 pada perlakuan pencegahan dengan buah mangrove berada
dalam keadaan normal. Udang makan mulai dari hari ke-2.
Pada perlakuan pengobatan dengan pemberian ekstrak buah mangrove,
kelangsungan hidup udang windu (P. monodonFab,) dapat dilihat pada gambar 9.
0
5
10
15
20
25
30
35
1 2 4 6 8 10 12 14
Hari ke
JumlahUdangWindu(ekor)
Ekstrak Buah Mangrove Kontrol
Gambar 9. Jumlah udang windu (Panaeus monodon) yang hidup padapercobaan pencegahan
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
28/36
23
Tingkat kematian udang mulai terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-6 pada
perlakuan pengobatan dengan buah mangrove, kematian udang mulai terjadi pada
hari ke-1 sampai hari ke-4, sedangkan kematian semua terjadi pada hari ke-8.
Pada gambar 8 dan 9 menunjukkan bahwa ekstrak buah mangrove S.
caseolaris pada pencegahan maupun pengobatan mampu menekan kematian
udang terbukti dengan memberikan kelangsungan hidup yang relative tinggi yakni
73,33, 80,00, dan 83,33%, hal ini jauh berbeda dengan kontrol yang masing-
masing SR nya 0,00%. Peningkatan nilai kelangsungan hidup udang uji tersebut
kemungkinan karena mangrove mempunyai bahan aktif yang berfungsi sebagai
bahan antimikroba yang mampu menghambat dan mematikan bakteri.
4.3 Tinjauan Umum Efektivitas Isolat Bakteri BL542 dalam Mengatasi
Penyakit Vibriosis Pada Udang Windu
Uji tantang secara in vivoisolat bakteri BL542 dilakukan melalui pemaparan
dengan perendaman berdasarkan metode dari Hameed (1995). Adapun konsentrasi
isolat bakteri BL542 yang digunakan adalah 108 cfu/mL, berdasarkan rekomendasi
terbaik hasil Uji Patogenesitas Isolat BL542 terhadap larva udang windu. Pada uji
ini digunakan larva udang stadia PL-7 sebayak 20 ekor/wadah.
Perlakuan yang digunakan adalah bakteri Vibrio harveyi (107 cfu/mL)
ditantang dengan isolat BL542 (108
cfu/mL), monokultur V. harveyi(107cfu/mL),
dan monokultur larva udang windu (tidak dinokulasi bakteri).Pengamatan
populasi bakteri dalam air dilakukan setiap 24 jam, sedangkan pengamatan larva
udang yang mati dilakukan setelah 96 jam (hari ke-4).
Kondisi populasi bakteri Vibrio harveyidalam airpemeliharaan udang selama
penelitian disajikan dalam Gambar 10 dari gambar tersebut terlihat bahwa
populasi bakteri V. harveyi dalam pemeliharaan yang diberi isolat bakteri BL542
dari awal sampai akhir penelitian lebih rendah dibandingkan dengan populasi V.
harveyidalam media yang tidak diberi isolasi bakteri BL542.
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
29/36
24
0
1
2
3
4
56
7
8
0 1 2 3 4
Hari
Populasibakteri(logC
FU/mL)
V. harveyi + BL542 V. harveyi
Gambar 10. Populasi V. harveyidalam air pemeliharaan larva udang windu
0
10
20
30
40
50
60
Tingk
atkematianudangwindu
(%)
V. harveyi + BL542 V. harveyi Kontrol
Gambar 11. Rata-rata jumlah larva udang yang mati (%) setelah 96 jam inokulasi
Pengamatan jumlah larva udang yang mati dilakukan setelah 96 jam. Jumlah
larva yang mati pada setiap perlakuan disajikan pada Gambar 11. Dari gambar
tersebut terlihat bahwa secara deskriptif mortalitas larva udang tertinggi terjadi
pada perlakuan monokultur V. harveyi tanpa pemberian isolat BL542, kemudian
berturut-turut pada perlakuan yang diinokulasi V. harveyiditambah isolat BL542,
kemudian monokultur larva udang tanpa penambahan bakteri.
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
30/36
25
4.4. Analisis Perbandingan Keunggulan Komparatif Efektivitas dari
Beberapa Bahan Alam dalam Mengatasi Serangan Penyakit Vibriosis
pada Udang Windu
Analisis perbandingan keunggulan komparatif terhadap beberapa bahan alam
ini dilakukan untuk mengetahui bahan alam mana yang paling efektif dalam
dalam mengatasi serangan penyakit Vibriosis pada udang windu dilihat dari aspek
teknis pemaparan dan juga ekonomisnya. Data perbandingan utama ketiga bahan
alam disajikan pada Tabel 2 berikut :
Tabel 2. Analisis Perbandingan Efektivitas Bahan Alam pada Beberapa Penelitian
PenelitianA B C
Parameter
Ekstrak Daun
Sirih(Winata, 2004)
Ekstrak Buah
Mangrove(Maryani, dkk, 2002)
Isolat Bakteri
BL542(Muliani, dkk, 2005)
MetodeIn Vivo
(Formulasi
Pakan)
In Vivo
(Perendaman
Ekstrak)
In Vivo
(Perendaman Sel)
Formulasi
Bahan
Ekstrak Ekstrak Sel (Isolat)
Konsentrasi/
Dosis Uji
Efektif
25 mg/kg pakan
(b/b)
100 mg/L
200 mg/L
108cfu/mL
Nilai SR
Tertinggi
86,76 % 83,22 % 58 %
Waktu
Pengamatan
15 hari 14 hari 4 hari
Ketersediaan
Bahan
Mudah didapat Relatif sulit,
terbatas hanya di
daerah pesisir
Sulit
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
31/36
26
Keterangan:
A = Menggunakan ekstrak daun sirih
B = Menggunakan ekstrak buah mangrove
C = Menggunakan isolat bakteri BL542
Berdasarkan hasil analisa perbandingan (komparatif) terhadap efektivitas
ekstrak Daun Sirih (Piper betleLinn), Buah Mangrove (Sonneratia caseolaris ),
dan Isolat Bakteri BL542 dalam mengatasi serangan penyakit vibriosis pada
udang windu (Penaeus monodon) diketahui bahwa terdapat perbedaan pada sistem
pemaparan in vivo pada ketiganya. Ekstrak daun sirih dipaparkan melalui
formulasi pakan, ekstrak buah mangrove dipaparkan dalam cara perendaman, dan
isolat bakteri BL542 dipaparkan dalam cara perendaman.
Dilihat dari nilai kelangsungan hidup (Survival Rate) dari ketiga hasil
penelitian diatas, diketahui bahwa pada pengujian ekstrak daun sirih didapatkan
nilai SR yang paling tinggi yaitu 86,67% dalam waktu pengamatan 15 hari
,ekstrak buah mangrove sebesar 83,22% dalam waktu pengamatan14 hari,
sedangkan isolat bakteri BL542 memberikan nilai SR sebesar 58 % dalam waktu
pengamatan 4 hari (96 jam).
Tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate) merupakan salah satu
parameter untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari ketiga bahan alam tersebut
dalam mereduksi keberadaan bakteri patogen (Vibrio harveyi) yang merupakan
penyebab penyakit vibriosis pada udang windu.
Namun demikian ada beberapa parameter lain yang dapat dijadikan
sebagai dasar penentuan keunggulan komparatif dari ketiga bahan alam tersebut
sebagai bagian dari penentuan efektivitas dalam praktis penerapannya. Nilai
skoring keunggulan komparatif dari ketiga bahan alam tersebut disajikan pada
Tabel berikut:
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
32/36
27
Tabel 3. Skoring Keunggulan Komparatif Efektivitas Bahan Alam pada BeberapaPenelitian
Bahan AlamParameter
Ektrak Daun
Sirih
Ekstrak Buah
Mangrove
Isolat Bakteri
BL542
Ketersediaan
bahan
+++ ++ +
Konsentrasi/
Dosis Uji Efektif
+++ ++ +
Kemudahan
Proses
++ + +++
Nilai SR
Tertinggi
+++ ++ +
Waktu
Pengamatan
++ + +++
Berdasarkan hasil skoring yang didapat, diketahui bahwa ekstrak daun
sirih memiliki keunggulan komparatif yang lebih tinggi bila dibanding denganbahan alam yang lainnya, terutama terkait dengan nilai SR sebagai parameter
utama efektivitas bahan alam dan aspek ketersediaan bahan sebagai parameter
pendukung aplikasi teknis penerapan.
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
33/36
28
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Penggunaan bahan alam terbukti mampu mengatasi serangan penyakit
Vibriosis yang menyerang udang windu. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn) mampu
memberikan nilai SR sebesar 86,76 dalam waktu pengamtan 15 hari,
Ekstrak Buah Mangrove (Sonneratia caseolaris) memberikan nilai SR
83,22 dalam waktu pengamatan 14 hari dan Isolat bakteri BL542
memberikan nilai SR sebesar 58 % dalam waktu pengamatan 4 hari.
2. Berdasarkan analisis perbandingan efektivitas dan skoring keunggulan
komparatif dari beberapa bahan alam diketahui bahwa Ekstrak Daun Sirih
(Piper betle Linn) memiliki keunggulan komparatif yang lebih tinggi
dibanding bahan alam yang lain.
3. Pemanfaatan bahan alam sebagai antibiotik alami dapat membuka peluang
ekonomi bagi masyarakat, khususnya masyarakat di daerah pesisir.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai efektifitas dari
ekstraksi bahan-bahan alam yang dapat membantu dalam mangatasi
serangan vibriosis pada udang windu sehingga budidaya tambak dapat
berjalan dengan baik.
2. Perlu dilakukan kajian dan penelitian lanjutan mengenai efektivitas bahan
alam dalam mengatasi serangan vibriosis terutama terkait dengan
kemudahan aplikasi teknisnya.
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
34/36
29
DAFTAR PUSTAKA
Agung, M.U.K. 2005. Isolasi Senyawa Aktif Agen Antibakteri dari Ekstrak
Kloroform Bakteri Photobacterium phosphoreumyang Bersimbiosis pada
Organ Cahaya Cumi-CumiLoligo duvauceli. (Tidak Dipublikasikan).
Budianto, Agus. 2001. Mengenal Larva Udang Windu. WAROS VOL. XV No.2.
Darwis, S.N. 1991. Potensi Sirih (Piper betleL) Sebagai Tanaman Obat. Warta
Tumbuhan Obat Indonesia. dalamSurya, Erika. 2004. Pemberian Ekstrak
Daun Sirih untuk Pencegahan Penyakit Kunang-Kunang yang Disebabkan
Oleh Vibrio harveyi pada Benih Udang Windu. Universitas Padjadjaran.
Fakultas Pertanian. Jurusan Perikanan.
Departemen Pertanian. Dierektorat Jendral Perikanan. 1992. Penanggulangan
Penyakit Kunang-Kunang. Materi Penyuluhan. Jakarta.
Heyra, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Terjemahan Badan
Litbang Kehutanan. Jakarta. dalamSurya, Erika. 2004. Pemberian EkstrakDaun Sirih untuk Pencegahan Penyakit Kunang-Kunang yang Disebabkan
Oleh Vibrio harveyi pada Benih Udang Windu. Universitas Padjadjaran.
Fakultas Pertanian. Jurusan Perikanan.
Januwati, M. dan S.M.Rosita. 1991. Faktor-Faktor Ekologi yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Sirih (Piper betleLinn.). Warta Tumbuhan Obat Indonesia.
dalam Surya, Erika. 2004. Pemberian Ekstrak Daun Sirih untuk
Pencegahan Penyakit Kunang-Kunang yang Disebabkan Oleh Vibrio
harveyi pada Benih Udang Windu. Universitas Padjadjaran. Fakultas
Pertanian. Jurusan Perikanan.
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
35/36
30
Kamiso, H.N. 1999. Bebertapa Penyakit Udang yang Timbul dalam Pengelolaan
Usaha Tambak dan Cara Pengendaliannya. (Tidak Dipublikasikan).
Martiani, I., Ratnasari, V., dan Hany, U. 2006. Kajian Sistem Resirkulasi
Menggunakan Biofilter Terpadu Bivalvia, Makro algae, dan Ikan pada
Budidaya Udang Windu (Panaeus monodon). (Tidak Dipublikasikan).
Maryani, dkk. 2002. Peranan Ekstrak Kelopak dan Buah Mangrove Sonneratia
caseolaris(L) Terhadap Infeksi Bakteri Vibrio harveyipada Udang Windu
(Panaeus monodonFAB.). Jurnal Akuakultur Indonesia 1(3).
Murtidjo, Agus Bambang. 2003. Benih Larva Udang Windu Skala Kecil.
Kanisius. Yogyakarta.
Pemerintah Propinsi Daerah TK.I JAWA BARAT. Dinas Perikanan.
Penanggulangan Hama dan Penyakit Udang. Bandung.
Prayogo, B. Dan Sytaryadi. 1991. Pemanfaatan Sirih untuk Pelayanan Kesehatan
Primer. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. . dalam Surya, Erika. 2004.
Pemberian Ekstrak Daun Sirih untuk Pencegahan Penyakit Kunang-
Kunang yang Disebabkan Oleh Vibrioharveyi pada Benih Udang Windu.
Universitas Padjadjaran. Fakultas Pertanian. Jurusan Perikanan.
Purnomo, T. 1997. Bioremediasi Perairan Tambak Udang Intensif Menggunakan
Kerang Hijau (Mytilus viridis), Kerang Dara (Anadara granosa), dan
Rumput Laut (Gracillaria sp). dalam Martini, I. dkk. 2006. Kajian
Sistem Resirkulasi Tertutup Menggunakan Biofilter Bivalvia dan
Makroalgae pada Pembesaran Udang Windu (Panaeus monodon).
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran. (Tidak
Dipublikasikan).
7/22/2019 MakalahFungsional M Untung
36/36
Rostiana, O, S.M. Rosita, dan D. Sitepu. 1991. Keanekaragaman Genotipa Sirih (
L.). Asal dan Penyebaran. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. dalamSurya,
Erika. 2004. Pemberian Ekstrak Daun Sirih untuk Pencegahan Penyakit
Kunang-Kunang yang Disebabkan Oleh Vibrioharveyi pada Benih Udang
Windu. Universitas Padjadjaran. Fakultas Pertanian. Jurusan Perikanan.
Rukyani, Akhmad. 1999. Beberapa Jenis Penyakit Sebagai Kendala Utama
Budidaya Udang dan Cara Pengendaliannya. Bdan Litbang Pertanian.
Sidik. 1996. Tanaman Obat Pilihan. Yayasan Sidowayah. dalam Surya, Erika.
2004. Pemberian Ekstrak Daun Sirih untuk Pencegahan Penyakit Kunang-
Kunang yang Disebabkan Oleh Vibrioharveyi pada Benih Udang Windu.
Universitas Padjadjaran. Fakultas Pertanian. Jurusan Perikanan.
Soetomo, M. 1990. Teknik Budidaya Udang Windu. dalamMartini, I. dkk. 2006.
Kajian Sistem Resirkulasi Tertutup Menggunakan Biofilter Bivalvia dan
Makroalgae pada Pembesaran Udang Windu (Panaeus monodon).
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran. (Tidak
Dipublikasikan).
Suyanto, S. Rachmatun dan Mujiman Ahmad. 2004. Budidaya Udang Windu.
Penebar Swadaya. Jakarta.