123
MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE KEC. PITUMPANUA KAB. WAJO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh YULIANTI NIM. 105381103317 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI JUNI, 2021

MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

i

MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA

DI DESA ALELEBBAE KEC. PITUMPANUA KAB. WAJO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

YULIANTI

NIM. 105381103317

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

JUNI, 2021

Page 2: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …
Page 3: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …
Page 4: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …
Page 5: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …
Page 6: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

vi

MOTTO

Bersabarlah

Hanya Soal Waktu

Setiap Kesulitan akan Berganti Kemudahan

Dan Kesedihan akan Berubah menjadi Kebahagiaan

“Dan bersabarlah Kamu, Sesungguhnya Janji Allah

Adalah benar”

(Q.S AR-rum : 60)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini sebagai darma baktiku untuk Ayahanda

dan Ibunda Ku tercinta serta kakakku tersayang.

Page 7: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

vii

ABSTRAK

YULIANTI 2021, Makna Simbolik Ritual Mabbaca-baca di Desa Alelebbae

Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo Fakultas Keguruan Dan Ilmu

Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Makassar Pembimbing I H. Andi Sukri

Syamsuri, Pembimbing II Sam’un Mukramin

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui Makna Simbolik Ritual

Mabbaca-baca dan untuk menganalisis pelaksanaan Mabbaca-baca di Desa

Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo Penelitian ini merupakan

penelitian fenomenologi dengan menggunakan 4 informan dengan metode

pengumpulan data menggunakan metode Observasi, Wawancara dan

Dokumentasi dan dianalisis secara deskriptif kualitatif

Hasil penelitian menunjukan bahwa makna mabaca-baca adalah amanah

yang di wariskan kepada penerusnya kemudian arti ma baca baca dari segi bahan

yang paling utama di gunakan ialah alat yang digunakan sebagai penyampaian

kemudian dari segi bahan yang digunakan saat pelaksanaan ialah arti yang paling

umum diungkapkan di antaranya memohon perlindungan dan permintaan maaf

atas kesalahan yang dilakukan agar kedepanya dapat menjalankan kehidupan

dengan tenag dan proesesi ritual mabaca-baca adalah yang dilakukan semua orang

yang ada dilnkungan tersebut dan keluarga yang ada waktunya datang untuk

mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan, para masyarakat dalam proses

mabca baca membagi tugas agar saling mempercayai dalam melaksanakan tugas

tersebut dan bacaan di ucapkan sudah memang ada yang disiapkan secara khusus

saat melakukan ritual apapun itu semuanya sama dan secara otomatis persiapan

pun juga dalam melakukan proses mabaca juga sama yang bertujuan agara doa

yang di utarakan dapat dikabulkan

Kata Kunci : Makna, Ritual Mabaca-baca

Page 8: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

viii

ABSTRACT

YULIANTI 2021, Symbolic Meaning of Mabbaca-read Ritual in Alibaba Village,

Pitumpanua District, Wajo Regency, Faculty of Teacher Training and Education.

University of Muhammadiyah Makassar Supervisor I H. Andi Sukri Syamsuri

Supervisor II Sam'un Mukramin

This study aims to determine the symbolic meaning of Abaca-baca rituals

and to analyze the implementation of Mabbaca-baca in Alelebbae Village,

Pitumpanua District, Wajo Regency.

The results showed that the meaning of mabaca-baca is amanah which is

passed on to his successors then the meaning of reading mabaca in terms of the

most important material used is the tool used as a delivery then in terms of the

materials used during implementation is the most common meaning expressed

including asking protection and apologies for mistakes made so that in the future

they can run their lives in a calm manner and the mabaca-baca ritual procession

is what everyone in the environment and families do who has time to come to

prepare everything needed, the people in the macabacus process share the task of

trusting each other in carrying out these tasks and readings being said there are

already specially prepared when carrying out any rituals, everything is the same

and automatically the preparation is also in doing the membaca posisi also the

same which aims to make the prayers that are said can be done accept

Keywords: Meaning, Mabaca-baca Ritual

Page 9: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala Atas segala limpahan

rahmat, hidayat dan karunia. Shalawat dan salam tercurahkan kepada junjungan

kita baginda Nabi Muhammad Salallahhu Aiaihi Wasallam, beserta keluarga dan

sahabat-sahabatnya. Sosok teladan umat dalam segala perilaku keseharian yang

berorientasi kemuliaan hidup di dunia dan akhirat. Alhamdulillah atas hidayah dan

inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Makna Simbolik Ritual Mabbaca-baca di Desa Alelebbae Kecamatan

Pitumpanua Kabupaten Wajo.” Yang merupakan salah satu syarat guna

menempuh ujian skripsi gelar Sarjana Pendidikan Sosiologi pada Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar.

Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak

yang telah menyumbangkan tenaga, pikiran, ilmu pengetahuan motivasi beserta

do’a kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Keberhasilan dalam

penyelesaian skripsi ini tidak hanya terletak pada diri peneliti semata tetapi

tentunya banyak pihak yang memberikan sumbangsi khususnya kepada kedua

orang tuaku, ibunda tercinta Indo Uleng dan ayahanda tercinta Sangkala yang

selama ini telah memberikan dukungan doa yang tidak pernah putus dan tidak

dapat saya balaskan dengan apapun itu serta kakak ku tercinta Zainal Abidin, SH

yang selalu memberikan dukungan, penulis juga mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag.

Page 10: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

x

selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis menimba ilmu pengetahuan di kampus tercinta ini,

Bapak Erwin Akib, M.Pd., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Bapak Drs. H. Nurdin, M.Pd.

selaku ketua prodi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar yang selalu memberikan semangat dalam

pengerjaan skripsi, Bapak Dr. H. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum. selaku

Pembimbing I yang telah memberikan saran, motivasi dan sumbangan pemikiran

kepada penulisan sehingga tersusunnya skripsi ini, Bapak Sam’un Mukramin,

S.Pd, M.Pd. selaku Pembimbing II yang dengan penuh ketelitian dan kesabaran

membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih kepada kakak ipar

saya Nurfadilla, S.Pd. yang telah mendampingi dan mendaftarkan saya ke kampus

tercinta Universitas Muhammadiyah Makassar, Sahabatku yang seperjuangan

didunia perkuliahan ini Fitri Handayani serta teman Kelas Sosiologi 17 A, yang

senantiasa mengisi hari-hari saya menjadi menyenangkan, terima kasih kepada

Team Bembeng saya Ainun Jariah Hakim, Alma Rosdiana, Abdi Adriansyah dan

Tizar Firdaus yang selalu menemani dan membantu saya dalam penyusunan

skripsi ini jangan cepat puas dengan hasil yang dicapai dan sampai jumpa di

puncak kesuksesan dan terima kasih atas dukungannya, Teman-teman Magang 3

dan P2K yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala

dorongan dan motivasi yang diberikan untuk peneliti, Semua pihak yang tidak

sempat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian

skripsi ini, terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

Page 11: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

xi

Demikianlah mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti

khususnya dan pembaca pada umumnya. Semoga Allah SWT melimpahkan

pahala yang berlipat ganda atas bantuan yang telah diberikan kepada peneliti

dalam menyelesaikan skripsi ini, Aamiin Yarobbl Alamin.

Makassar , 16 Juli 2021

Peneliti

Yulianti

Page 12: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii

SURAT PERNYTAAN ........................................................................................ iv

SURAT PERJANJIAN ........................................................................................... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vi

ABSTRAK ........................................................................................................... vii

ABSTRACT ........................................................................................................ viii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 4

C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 4

D. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 4

E. Definisi Operasional .......................................................................................... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................................ 6

A. Kajian Konsep .................................................................................................... 6

B. Kajian Teori ........................................................................................................ 9

C. Kerangka Pikir ................................................................................................ 16

D. Penelitian Terdahulu ....................................................................................... 17

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................ 19

Page 13: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

xiii

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ................................................................... 19

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 20

C. Informan Penelitian ........................................................................................ 20

D. Fokus Penelitian .............................................................................................. 21

E. Jenis dan Sumber Data ................................................................................... 21

F. Instrumen Penelitian ....................................................................................... 22

G. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 23

H. Teknik Analisis Data ...................................................................................... 25

I. Teknik Keabsahan Data ................................................................................. 26

J. Etika Penelitian ................................................................................................ 27

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ....................................... 28

A. Sejarah Lokasi Penelitian .............................................................................. 28

B. Letak Geografi .................................................................................................. 43

C. Keadaan Penduduk ........................................................................................... 48

D. Keadaan Ekonomi ............................................................................................ 50

E. Keadaan Pendidikan ......................................................................................... 51

F. Keadaaan Sosial dan Budaya .......................................................................... 52

G. Keadaan Agama ................................................................................................ 53

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................... 56

A. Hasil Penelitian ................................................................................................. 56

B. Pembahasan ....................................................................................................... 79

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 90

A. Kesimpulan Hasil Penelitian ......................................................................... 90

Page 14: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

xiv

B. Saran Penelitian ................................................................................................ 91

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 92

LAMPIRAN

RIWAYAT HDUP

Page 15: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

0

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah Negara majemuk yang memiliki beragam ciri khas,

agama, tradisi, dan kebudayaan. Ketika membahas tentang tradisi yang ada di

Indonesia seakan tak bisa dilepaskan dari peradaban manusia sebelumnya atau

leluhurnya yang mengandung norma dan nilai yang sangat melekat pada

masyarakat yang menganut tradisi tersebut. Kebudayaan dan tradisi yang

beraneka ragam itu masih kita saksikan hingga sekarang ini.

Berbicara tentang budaya, Budaya merupakan hasil pemikiran dan gagasan

yang dijadikan cara hidup yang berkembang dimiliki oleh suatu kelompok dan

diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya mengandung arti penting dalam

masyarakat. meskipun ada beberapa kalangan masyarakat yang menganggap

kebudayaan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat yang lain dianggap

bertentangan dengan agama. Perlu diketahui bahwa agama bersumber dari

Allah, budaya bersumber dari manusia, akan tetapi tidak berarti keduanya tidak

terkait sama sekali melainkan memiliki hubungan yang erat. Ajaran Allah yang

disebut agama, mewarnai corak budaya.

Tradisi-tradisi di Indonesia ada begitu banyak, setiap daerah memiliki

tradisi masing-masing yang rutin dilaksanakan oleh masyarakat daerah

tersebut, sama halnya di Sulawesi Selatan yang memiliki 4 suku besar yaitu

Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar di setiap suku itu memiliki budaya dan

tradisi masing-masing.

1

Page 16: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

1

Masyarakat Bugis dikenal memiliki budaya atau tradisi yang sangat kental

salah satunya terletak di Kabupaten Wajo yang merupakan daerah yang

penduduknya adalah suku bugis yang masih kental dengan tradisi Mabbaca-

baca, terutama di Desa Alelebbae, Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten Wajo.

Tradisi Membaca-baca, dalam bahasa bugis Mabbaca-baca artinya membaca

doa. Jadi Mabbaca-baca dapat kita artikan sebagai proses pembacaan doa. Tapi

tradisi Mabbaca-baca ini tidak seperti membaca doa pada umumnya. Doa

dibacakan oleh seorang Pembaca (orang yang dipercaya waktu-waktu tertentu,

seperti ketika sudah lebaran, setelah panen padi, naik rumah baru, waktu-waktu

tertentu untuk meminta keselamatan dan mengucap syukur kepada sang

pencipta atas segala yang diberikan.

Pelaksanaan Mabbaca-baca dilakukan dengan menyediakan berbagai

macam makanan, namun makanan yang paling utama disediakan adalah sokko

bolong (songkolo hitam) dan sokko pute (songkolo putih), nasu lekku (ayam

kampung yang dimasak dengan banyak lengkuas), otti lereng ( pisang ambon),

rang tello ( telur rebus), dan masih banyak makanan lain serta yang paling

penting dan tidak boleh dilewatkan adalah dupa dan kemenyang.

Di dalam kesempatan, dimana anggota keluarga dan tetangga berkumpul,

solidaritas sosial yang berbentuk pemberian makanan yang sudah dibacakan

oleh pembaca. Dengan memperhatikan tradisi mabbaca-baca sebagai bagian

bentuk siklus sosial masyarakat dan dengan mempertimbangkan bahwa tradisi

seperti ini adalah bagian cara anggota keluarga dan anggota masyarakat

Page 17: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

2

memindahkan nilai-nilai agama melalui kenangan panjang tentang sejarah

sosial kehidupan Nabi Muhammad sebagai Rasul.

Namun seiring berjalannya waktu berbagai macam spekulasi muncul di

tengah masyarakat dengan kehadiran ritual tersebut. Hal ini didasari karena

ternyata masyarakat di desa tersebut masih belum paham dengan motif ritual

Mabbaca-baca apakah itu dari keyakinan keagamaan atau hanya budaya atau

tradisi yang turun-temurun, Selain itu banyak masyarakat yang masih

mengaitkan nya dengan hal mistis.

Tradisi sejenis ini memang banyak kita jumpai di berbagai daerah dengan

nama yang berbeda-beda seperti Penelitian yang dilakukan oleh Rahmatang

(2016) dengan judul “Tradisi Massuro Mabbaca Dalam Masyarakat

Rompegading Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros“, Penelitian yang

dilakukan oleh Muh.Aking (2018) dengan judul “Tradisi Membaca Doa Pada

Masyarakat Bugis Perantauan Di Desa Tombekuku Kecamatan Basala

Kabupaten Konawe Selatan”, Penelitian yang dilakukan oleh Eka Kartini

(2013) dengan judul “Tradisi Barzanji Masyarakat Bugis di Desa Tungke Kec.

Bengo Kab. Bone Sulsel (Studi Kasus Upacara Menre Aji (Naik Haji)),

meskipun tujuannya sama yaitu mengucap syukur kepada Allah SWT atas

keberkahan dan rezeki yang telah diberikan, ada juga yang melakukannya

untuk menolak bala, dan masih banyak tujuan lain. Cara pelaksanaan setiap

suku atau daerah juga berbeda masing-masing mempunyai cara tersendiri dan

keunikan tersendiri. Dari hasil penelitian terdahulu yang dijelaskan di atas

membuat peneliti berusaha untuk memunculkan unsur kebaruan dari penelitian

Page 18: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

3

yang akan dilakukan di mana fokus utama yang akan diteliti adalah Apa Makna

Simbolik Ritual Mabbaca – baca di Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua

Kabupaten Wajo.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Apa Makna Simbolik Ritual Mabbaca-baca di Desa Alelebbae

Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo ?

2. Bagaimana Proses Pelaksanaan Mabbaca-baca di Desa Alelebbae

Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian untuk menjawab rumusan masalah adalah :

1. Untuk mengetahui apa Makna Simbolik Ritual Mabbaca-baca di Desa

Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo.

2. Untuk menganalisis Bagaimana proses Pelaksanaan Mabbaca-baca di

Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo.

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Peneliti dalam hal ini mengharapkan dapat menjadi sumber informasi

dalam menambah ilmu pengetahuan dan mengembangkannya pada

jurusan sosiologi dan sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya.

Page 19: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

4

2. Manfaat Praktis

Peneliti mengharapkan, ini bisa menjadi bahan pengetahuan selanjutnya

bagi peneliti lainnya dan membuat peneliti lainnya tertarik untuk meneliti

hal ini. Sehingga studi pendidikan sosiologi mampu menyesuaikan diri

dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Serta peneliti bisa menjadikan

hal ini sebagai sumbangsi pengetahuan yang membahas Makna Simbolik

Ritual Mabbaca-Baca di Desa Alelebbae Kec. Pitumpanua Kab. Wajo.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Peneliti mengharapkan agar ilmu pengetahuan mengenai hal ini bisa

berguna untuk memahamkan masyarakat tentang Makna Simbolik Ritual

Mabbaca-Baca di Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten

Wajo.

E. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional sebagai berikut:

1. Makna Simbolik adalah Makna simbol dapat diartikan sebagai bentuk

interpretasi masyarakat terhadap nilai dalam pelaksanaan tradisi. Simbol

juga sebagai bentuk ritual adat yang dilakukan sebagai petunjuk atau ciri

khas dalam tradisi.

2. Mabbaca-baca adalah ritual membacakan doa sebagai bentuk rasa

syukur di hadapan hidangan makanan seperti songkolo, telur, pisang serta

yang paling penting dan tidak boleh dilewatkan adalah dupa dan

kemenyang yang menjadi sebuah tradisi yang masih kental di suku bugis.

Page 20: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Konsep

1. Makna Simbolik Ritual Mabbaca-Baca

a. Makna simbolik

Makna simbol dapat diartikan sebagai bentuk interpretasi masyarakat

terhadap nilai dalam pelaksanaan tradisi. Simbol juga sebagai bentuk ritual adat

yang dilakukan sebagai petunjuk atau ciri khas dalam tradisi. Tradisi yang masih

kental di suku bugis yakni Mabbaca-baca (membacakan doa).

Kebudayaan itu bukan saja merupakan seni dalam hidup, tetapi juga

benda-benda yang terdapat di sekeliling manusia yang dibuat oleh manusia. Itulah

sebabnya kemudian kebudayaan diartikan sebagai cara hidup yang dikembangkan

oleh sebuah masyarakat guna memenuhi keperluan dasarnya untuk dapat bertahan

hidup, meneruskan keturunan dan mengatur pengalaman sosialnya. Kebudayaan

adalah ekspresi eksistensi manusia di dunia. Pada kebudayaan, manusia

menampakkan jejak-jejak dalam panggung sejarah di zaman modern yang

memungkinkan adanya perubahan dalam setiap aspek budaya yaitu dari budaya

tradisional menjadi budaya modern.

Setiap kebudayaan yang diciptakan oleh manusia tentunya mengandung

makna yang tersirat di dalamnya. Ibarat sebuah simbol, mabbaca-baca tentu tidak

hadir begitu saja ditengah masyarakat kabupaten Wajo. Seluk beluk

kehadirannya tidak bisa dipungkiri kalau tradisi mabbaca-baca dipelopori oleh

6

Page 21: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

6

nenek moyang dan akhirnya dinikmati hingga sekarang. Jadi makna simbolik

disini yaitu makna dari setiap yang dilakukan dalam pelaksanaan mabbaca-baca,

seperti makna simbol dari sarana mabbaca-baca seperti symbol pisang, songkolo,

telur, kemenyan, dan dupa.

b. Mabbaca-baca

Mabbaca-baca dalam bahasa Indonesia artinya membacakan doa. Jadi

dapat diartikan sebagai proses pembacaan doa. Tapi tradisi ini berbeda dengan

prosesi pembacaan doa pada umumnya. Doa dalam tradisi mabbaca-baca

dibacakan oleh orang yang dipercaya. Mabbaca-baca merupakan adat istiadat

yang membudaya di kabupaten Wajo. Sejak dahulu tradisi tersebut sudah

terlaksana hingga sekarang serta sudah menjadi rutinitas wajib bagi masyarakat

setempat pada sebuah musim. Bukan kepercayaan namun bagian dari prosesi

ibadah mereka kepada Tuhan dan jalinan antar sesama manusia. Jadi Mabbaca-

baca diartikan sebagai tradisi yang turun temurun sebagai bentuk rasa syukur

kepada Tuhan.

1. Asal Mula Membaca-baca

Warisan budaya tidak lepas dari kontribusi para pendahulu sebelum

akhirnya dirasakan oleh masyarakat hingga sekarang. Budaya kadangkala lenyap

pada dimensi tertentu namun ada pula yang tetap jalan hingga menembus dimensi

waktu. Terlepas dari aspek tersebut, sebuah tradisi yang menjadi identitas

berbagai daerah tidak lepas dari pengaruh masa lalu hingga bisa hadir di tengah

dinamika dan proses kehidupan.

Page 22: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

7

Mabbaca-baca merupakan sebuah prosesi adat istiadat yang menjadi

rutinitas masyarakat kabupaten Wajo ketika hendak mewujudkan rasa syukur

dalam bentuk pembacaan doa secara bersama-sama. Tradisi tersebut sudah

menjadi kebiasaan masyarakat setempat sejak dahulu hingga sekarang. Pada

dasarnya adat ini hampir sama dengan tradisi mabbaca-baca di daerah lain yang

ada di sulawesi selatan yang membedakan hanya dari segi penamaan serta pola

konstruksi masyarakat dalam meramu tata laksananya.

Jadi kehadiran tradisi ini tidak bisa dilepaskan dari proses masuknya

agama islam di kabupaten Wajo terkhusus di Desa Alelebbae. Selain itu, tidak

bisa kita hindarkan bahwa tradisi ini lahir ditengah-tengah masyarakat atas

dedikasi peranan para pendahulu.

2. Fungsi Mabbaca-baca

Mengenai masa prasejarah aspek-aspek keagamaan tertentu hanya dapat

didekati melalui interpretasi dan keterkaitan antar benda di dalam suatu suatu

siklus penggalian maupun melalui analogi dengan praktik keagamaan dan tradisi

tertentu. Dalam ceramah-ceramah Robertson Smith mengemukakan tiga gagasan

penting yang menambah pengetahuan kita mengenai asas-asas religi dan agama

pada umumnya yang berkaitan dengan fungsi tradisi mabbaca-baca antara lain :

a. Sebagai Perwujudan Religi

Sistem religi selalu berkaitan dengan upacara keagamaan, banyak cara

yang dilakukan manusia untuk menginterpretasikan sistem keyakinan yang

mereka miliki, informasi yang diberikan oleh informan diatas menggambarkan

Page 23: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

8

bahwa perwujudan dari rasa syukur yang mereka rasakan itu dengan Mabbaca-

baca, mereka merasa perlu pembuktian atas apa yang mereka rasakan dari apa

yang mereka yakini.

b. Mengintensifikasikan Solidaritas Masyarakat

Gagasan yang kedua adalah upacara religi atau agama yang biasanya

dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat pemeluk religi atau agama yang

bersangkutan bersama-sama mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifikasikan

solidaritas masyarakat. Para pemeluk suatu religi atau agama menjalankan

kewajiban mereka untuk melakukan upacara-upacara yang berkaitan keyakinan

mereka dengan sungguh-sungguh, tetapi tidak sedikit pula hanya melakukannya

setengah-setengah saja. Motivasi mereka tidak terutama untuk berbakti kepada

dewa atau tuhannya, atau untuk mengalami kepuasan keagamaan secara pribadi,

tetapi juga karena mereka menganggap bahwa melakukan upacara adalah suatu

kewajiban sosial.

B. Kajian teori

Teori merupakan alat terpenting dalam ilmu pengetahuan, karena tanpa suatu

teori, yang ada hanyalah serangkaian pengetahuan mengenai fakta. Salah satu

fungsi dari teori adalah sebagai suatu kerangka pemikiran, fungsinya sebagai

pendorong proses berpikir deduktif yang bergerak dari tak berwujud menuju ke

fakta-fakta nyata. Mengenai hal tersebut, teori yang digunakan oleh peneliti

berfungsi sebagai kerangka yang memberikan batasan kepadanya. Ini perlu

dilakukan karena dalam kehidupan masyarakat terdapat berbagai fakta konkret

Page 24: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

9

sehingga pembatasan perlu diperhatikan dalam penelitian. Oleh karena itu, perlu

adanya landasan teori dalam penelitian ini agar penelitian ini tidak melebar

kemana-mana (Eka Kartini, 2013).

Agama dan kebudayaan

Perbincangan tentang agama dan budaya adalah perbincangan tentang

suatu hal yang memiliki dua sisi. Agama di satu sisi memberikan kontribusi

terhadap nilai-nilai budaya, sehingga agama bisa berdampingan atau bahkan

berasimilasi dan melakukan akomodasi dengan nilai-nilai budaya masyarakat.

Menurut Anne Marie Malefijt (dalam agus, 2006:5), bahwa agama adalah the

most important aspects of culture. Aspek kehidupan beragama tidak hanya

ditemukan dalam setiap masyarakat, tetapi juga berinteraksi dengan institusi

budaya yang lain dalam suatu struktur masyarakat. Dari pernyataan Malefijt.dapat

disimpulkan bahwa agama mewarnai kebudayaan.

Di sisi lain, agama sebagai wahyu dan memiliki kebenaran yang mutlak

(terutama agama-agama samawi) dan universal, maka agama tidak bisa

disejajarkan dengan nilai-nilai budaya yang relatif dan lokal. Agama harus

menjadi sumber nilai bagi kelangsungan nilai-nilai budaya. Dengan demikian,

terjadilah hubungan timbal balik antara agama dan budaya. Dan yang menjadi

problem adalah apakah nilai-nilai lebih dominan dalam kehidupan masyarakat

tersebut (Wahyuni, 2013:114).

Agama dan kebudayaan mempunyai dua persamaan, yaitu keduanya

merupakan sistem simbol yang diresapi, dihayati, diyakini, serta diejawantahkan

Page 25: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

10

dalam praksis laku hidup manusia. Agama dalam perspektif ilmu-ilmu sosial

adalah sebuah sistem nilai yang memuat sejumlah konsepsi mengenai konstruksi

realitas, yang berperan besar dalam menjelaskan struktur tata normatif dan tata

sosial. Sementara tradisi merupakan hasil cipta manusia ( dalam masyarakat

tertentu) yang berisi nilai religius. Agama maupun budaya, berasal dari potensi

bawaan (fitrah) manusia. Keduanya berkembang secara terpadu dalam kehidupan

manusia. Secara bersama pula keduanya membentuk sistem budaya dan

peradaban suatu masyarakat/bangsa. Di sisi lain, keduanya memiliki sifat yang

berbeda sifat, “kebergantungan” dan “kepasrahan, sedangkan budaya memiliki

sifat “kemandirian” dan “keaktifan”. Oleh karena itu dalam setiap tahapan

perkembangan menunjukkan adanya gejala variasi dan irama yang berbeda antara

lingkungan masyarakat atau bangsa yang satu dengan lainnya (Marno, 2005:53-

54).

Agama dan kebudayaan kemudian berjumpa dalam sebuah ruang sosial

dan satu sama lain menampilkan identitasnya masing-masing dengan segala

keikhlasannya. Agama sebagai sebuah narasi universal dan global serta dengan

klaim absolut kemudian merespon kebudayaan sebagai narasi lokal. Meski

keduanya berbeda pada basis narasi, keduanya menempati posisi yang sama, yaitu

sama-sama menempati ruang sakral dan profane dalam kehidupan manusia.

Agama sebagai sebuah sistem religi membutuhkan perwujudan budaya dalam

bentuk simbol atau tindakan simbolis yang merupakan relasi komunikasi antara

huma-kosmis dengan komunikasi religious yang bersifat lahir maupun batin (Heru

Satoto, 2007:45).

Page 26: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

11

1. Nilai budaya

Nilai adalah suatu bagian penting dari kebudayaan. Suatu tindakan

dianggap sah, artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-

nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat dimana tindakan itu

dilakukan. Di Dalam masyarakat yang terus berkembang, nilai senantiasa akan

ikut berubah. Pergeseran nilai dalam banyak hal juga akan mempengaruhi

perubahan folkways dan mores (Narwoko dan Suryanto, 2013 : 55).

Makna utama dari prosesi mabbaca-baca adalah yakni berdoa kepada

Allah SWT. Pelaksaannya merupakan sebuah nilai yang dituangkan melalui cara

pelaksanaan. Proses mabbaca-baca hanyalah cara, sedangkan tujuannya adalah

berdoa. Maka dari itu tidak salah jika masyarakat mamaknainya sebagai satu

kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, ketika ada proses berdoa maka ada orang

yang berkumpul untuk duduk menikmati hidangan yang sudah dibacakan oleh

pabbaca sehingga akan mempererat tali persaudaraan dan ikatan sosial dalam

masyarakat . Itulah nilai yang dianggap sah pada masyarakat alelebbae terkait

tradisi mabbaca-baca.

Nilai budaya adalah konsep abstrak mengenai masalah. Masalah dasar

yang bersifat umum yang sangat penting serta bernilai bagi kehidupan masyarakat

(Setiadi dan Kolip, 2011: 127). Nilai pada tradisi mabbaca-baca hal yang lahir

sejak masa tumpakki hingga sekarang. Nilai itu kemudian menjadi acuan hidup

masyarakat sebagai salah satu identitas daerah yang patut dilestarikan sulit

Page 27: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

12

dirasionalkan, tapi itulah maknanya yang menjadi nilai sebuah tradisi masyarakat

di Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo.

Setiadi dan Kolip (2011: 127) unsur-unsur kebudayaan bisa seperti religi,

kekerabatan, kesenian dan sebagainya. Hal tersebut tergambar pada tradisi

mabbaca-baca tidak bisa lepas dari pengaruh ajaran agama hindu dan implikasi

proses masuknya islam di Desa Alelebbae kala itu. Hal tersebut menjadi

konstruksi masyarakat sehingga menjadi identitas tersendiri bagi masyarakat.

Akan tetapi, makna atau nilai sesungguhnya dari tradisi mabbaca-baca bukan

karena proses atau cara yang digunakan dalam pelaksanaannya namun bagaimana

doa yang dipanjatkan kepada Tuhan dapat di ijabah.

1.1 Teori Nilai Religi

Berdasarkan dari pelaksanaan tradisi Mabbaca-baca, jika kita bercermin

dari Teori Koentjaraningrat tentang konsep religi. Manusia sebagai ciptaan

Tuhan secara sadar memiliki hubungan individu antar manusia dengan

penciptanya. Hubungan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara baik

melalui agama maupun berbagai pola kepercayaan yang selalu dipegang teguh

dan melekat dalam kehidupan keseharian. Kebudayaan yang merupakan hasil

dari sebuah proses kehidupan manusia. Secara garis besar terdiri dari tujuh

unsur yang meliputi Sistem religi dan upacara keagamaan, Sistem dan

organisasi kemasyarakatan, Sistem pengetahuan, Bahasa, Kesenian Sistem

mata pencaharian hidup, Sistem teknologi dan peralatan (Koentjaraningrat,

1974). Dari pendapat ini dapat katakana bahwa sistem religi merupakan unsur

Page 28: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

13

budaya yang melekat dalam kehidupan masyarakat baik melalui kegiatan adat

istiadat maupun upacara-upacara keagamaan.

Kesenian yang juga merupakan bagian dari unsur kebudayaan dalam

proses penciptaannya juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan

religious baik sebagai sarana upacara maupun untuk keperluan adat istiadat

yang berlaku dalam kelompok masyarakat.

1.2 Teori Interaksionisme Simbolik(Herbert Blumer)

Pentingnya interaksionisme simbolik tercermin dari pandangan

mengenai objek-objek. Blummer(1966) membedakan objek-objek menjadi

tiga tipe yaitu : (1)objek-objek fisik, seperti pohon, mobil, motor, dan rumah

(2)objek-objek social seperti manusia dan kelompok (3)objek-objek abstrak,

seperti nilai, dan norma social. Suatu objek mempunyai makna yang berbeda

bagi para individu, contohnya objek fisik seperti “pohon” memiliki makna

yang berbeda bagi petani, bagi penyair, bagi pecinta lingkungan dan bagi

para pelaku industri.

Interaksi simbolik menurut blumer memiliki tiga premis utama yaitu :

1. Manusia bertindak berdasarkan makna yang ada pada sesuatu orang lain

2. Makna yang didapatkan berdasarkan hasil interaksi dengan dengan orang

lain

3. Makna-makna tersebut kemudian direvisi, diubah, atau disempurnakan

melalui proses interaksi sosial. Ketiga premis tersebut merupakan

substansi dasar untuk menciptakan struktur ide-ide dasar. Poloma(2000)

Page 29: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

14

mengatakan perspektif yang dikemukakan oleh Blumer memiliki ide-ide

dasar yaitu :

a. Masyarakat adalah terdiri dari beberapa manusia yang saling

berinteraksi, akhirnya melakukan tindakan bersama dan akhirnya

membentuk struktur sosial.

b. Interaksi manusia terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang

berhubungan dengan kegiatan manusia yang lain. Interaksi secara

simbolik senantiasa mencakup penafsiran atas tindakan-tindakan

tersebut.

c. Objek-objek fisik, social, abstrak tidak mempunyai makna intrinsic

karena makna merupakan produk interaksi simbolik.

d. Manusia tidak hanya mengenal objek secara eksternal namun juga

mengenal dirinya sebagai objek

e. Tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat oleh

manusia itu sendiri

f. Tindak tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan dengan anggota-

anggota kelompok.

Perspektif interaksionisme simbolik merupakan unit analisis tingkat

mikro, dimana actor tidak dipandang sebagai manusia yang semata-

mata responsive, tapi actor yang senantiasa mendefinisikan dan

menafsirkan setiap tindakan orang lain. Actor baik secara langsung

maupun tidak langsung didasarkan atas penafsiran makna tindakan

manusia dengan menggunakan simbol sebagai jembatan interaksi.

Page 30: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

15

C. Kerangka Pikir

Setiap penelitian sangat diperlukan adanya kerangka berpikir pijakan

atau sebagai pedoman dalam menentukan arah dari suatau penelitian, hal ini

diperlukan agar penelitian tetap terfokus pada kajiannya yang akan diteliti.

Kerangka pikir tersebut digunakan untuk memberikan suatu konsep dalam

melaksnakan penelitian dilapangan, alur kerangka yang dibuat oleh peneliti

ini akan di deskripsikan.

Ritual Mabbaca-baca sebuah bentuk keyakinan keagamaan dan

bentuk keyakinan budaya atau tradisi yang berkembang di tengah masyarakat

di Desa Alelebbae. Dalam hal ini proses pelaksanaan Mabbaca-baca

dilakukan dengan mengundang masyarakat sekitar serta menyiapkan

hidangan khusus seperti songkolo, ayam, telur, pisangg, dupa dan

kemenyang. Proses ritual Mabbaca-baca dimakna sebagai bentuk rasa syukur

kepada Tuhan selain itu fungsi ritual Mabbaca-baca sebagai perwujudan

keagamaan dan solidaritas masyarakat desa.

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan diatas, maka dapat

digambarkan dalam skema dari kerangka pikir dan adapun gambaran dari

skema kerangka pikir yang penulisannya yang ada di bawah ini :

Page 31: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

16

Bagan 1 Kerangka Pikir

D. Penelitian Terdahulu

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang meneliti tentang

Mabbaca-baca :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Muh. Aking (2018) dengan judul “Tradisi

Membaca Doa Pada Masyarakat Bugis Perantauan Di Desa Tombekuku

Kecamatan Basala Kabupaten Konawe Selatan” hasil dari penelitian

tersebut menjelaskan bahwa mayoritas masyarakat masih mempertahankan

tradisi dan adat istiadatnya sebagai masyarakat bugis, yaitu tradisi

Ritual Mabbaca-baca

Keyakinan Keagamaan Keyakinan

Prosesi Pelaksanaan

Mabbaca-baca

Makna Mabbaca-Baca Fungsi Mabbaca-baca

Nilai

Moral

Sosial

Page 32: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

17

mabbaca-baca (membaca doa ) karena sudah menjadi kepercayaan turun-

temurun yang dilakukan oleh leluhur masyarakat bugis.

Penelitian ini lebih fokus pada bagaimana masyarakat bugis perantauan

masih mempertahankan tradisi tersebut.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmatang (2016) dengan judul “ Tradisi

Massuro Mabbaca Dalam Masyarakat Rompegading Kecamatan Cenrana

Kabupaten Maros “hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa dalam

tradisi massuro mabbaca merupakan salah satu rangkaian dalam acara

yang tidak boleh terlewatkan karena acara ini merupakan bentuk rasa

syukur kepada Allah SWT. Yang telah memebrikan limpahan rahmat dan

rezeki yang tidak pernah putus. Penelitian ini lebih focus menjelaskan

tentang nilai-nilai budaya yang terkandung dalam prosesi massuro

mabbaca.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Al Mushar Firandi ( 2017) dengan Judul

“Barazanji Dalam Kajian Perspektif Modern Dan Budaya Masyarakat

Bugis Di Kelurahan Ujung Kecamatan Lilirilau Kabupaten Soppeng”

hasil penelitian ini menjelaskan bahwa dalam tradisi barzanji sebagai

kegiatan dan proses pada kehidupan masyarakat bugis.

Jadi penelitian disini Barazanji merupakan pelengkap dari upacara dari

upacara adat atau syukuran yang mereka lakukan, seperti menre aji(Naik

haji), akikah, perkawinan, mobil baru, dan lain-lain.

Meskipun cara pelaksanaannya yang berbeda tetapi tujuannya tetap

sama yaitu sebagai bentuk rasa syukur.

Page 33: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

18

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian lapangan (field

research) dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif artinya data yang

dikumpulkan bukan berupa angka melainkan data yang berasal dari naskah

wawancara, catatan lapangan, dokumentasi pribadi, catatan memo dan dokumen

resmi lainnya, dengan mengkaji Makna Simbolik Ritual Mabbaca-baca di Desa

Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo.

2. Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini penulis menggunakan Pendekatan Fenomenologi untuk

mendapatkan data secara mudah. Schutz berpendapat dalam cresswell, 1998 :53)

menjelaskan bahwa fenomenologi mengkaji bagaimana anggota masyarakat

menggambarkan dunia hari-harinya terutama bagaimana individu dengan

kesadarannya membangun makna dari hasil interaksi dengan individu lainnya.

Penelitian ini bersifat deskriptif penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu

gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang.

19

Page 34: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

19

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Alelebbae, Kecamatan Pitumpanua,

Kabupaten Wajo. Lokasi ini dipilih adalah masyarakat bugis di Desa

Alelebbae yang masih melaksanakan tradisi Mabbaca-baca yang merupakan

hal “wajib” mereka melaksanakan ketika ada acara-acara sakral seperti

perkawinan, naik rumah baru, habis panen, kendaraan baru seperti mobil dan

motor.

2. Waktu Penelitian

Waktu yang dibutuhkan peneliti untuk melakukan penelitian ini

dilaksanakan sejak 31 April 2021 sampai tanggal 31 Mei 2021 terhitung sejak

dikeluarkannya surat izin penelitian dalam kurung waktu kurang lebih 1 bulan

untuk melakukan penelitian di lokasi penelitian yang telah ditentukan oleh

peneliti

C. Informan Penelitian

Teknik penentuan informan yang dilakukan oleh peneliti dalam

penelitian ini adalah teknik purposive sampling. Menurut sugiyono, “teknik

pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu”

(Sugiyono,2010:300). Teknik penentuan informan dengan menggunakan

purposive sampling dipilih karena teknik ini memilih orang(informan) dengan

penilaian tertentu menurut kebutuhan peneliti, sehingga dianggap layak untuk

dijadikan sumber informasi.

Page 35: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

20

Informan penelitian yang dimaksud disini yaitu dimana peneliti diberi

informasi oleh informan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan

peneliti itu sendiri. Peneliti memilih informan kunci yaitu orang-orang yang

dipandang tahu permasalahan yang diteliti. Informan dalam penelitian ini

adalah;

a. Pabbaca : Sudah melakukan Mabbaca-baca selama kurang lebih 25

tahun.

b. Imam Desa : Sudah melakukan Mabbaca-baca selama kurang lebih 20

tahun.

c. Tokoh Masyarakat : Sudah melakukan Mabaca-baca kurang lebih 25

tahun.

d. Masyarakat : Sudah melakukan Mabbaca-baca kurang lebih 23 tahun

D. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini makna simbolik ritual mabbaca-baca di Desa

Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo. Alasan peneliti dalam

menentukan fokus ini adalah masyarakat bugis di Desa Alelebbae yang

masih melaksanakan tradisi Mabbaca-baca yang merupakan hal “wajib”

mereka melaksanakan ketika ada acara-acara sakral seperti Aqiqah.

E. Instrumen Penelitian

Adapun instrument penelitian yang digunakanlah instrumen

penelitian berupa lembar observasi, panduan wawancara, dokumentasi dan

peneliti itu sendiri.sebagai pendukung dalam penelitian. Adapun instrumen

yang di maksud adalah sebagai berikut:

Page 36: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

21

1. Catatan Lapangan, berisi catatan yang diperoleh peneliti pada saat

melakukan pengamatan langsung dilapangan.

2. Pedoman wawancara, berisi seperangkat daftar pertanyaan peneliti sesuai

dengan rumusan masalah pertanyaan.

3. Kamera yang digunakan ketika penulis melakukan observasi untuk

merekam kejadian yang penting pada suatu peristiwa baik dalam bentuk foto

maupun video.

4. recorder. Recorder digunakan untuk merekam suara ketika melakukan

pengumpulan data, baik menggunakan metode wawancara, observasi dan

sebagainya.

5. Peneliti itu sendiri.

F. Jenis dan Sumber Data

Adapun sumber data yang dikumpulkan peneliti adalah, sebagai berikut:

1. Data Primer

Data yang dikumpulkan melalui pengamatan langsung pada objek. Untuk

melengkapi data, maka melakukan wawancara secara langsung dan

mendalam dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan

sebagai alat pengumpulan data. Dalam hal ini sumber data utama (data

primer) diperoleh langsung dari setiap informan yang diwawancarai secara

langsung dalam penelitian.

a. Informan Kunci :

1. Nur Alam (Tokoh masyarakat )

2. Baco Tang (Imam Desa)

Page 37: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

22

3. Kasmari ( Masyarakat)

a. Informan Pendukung :

1. Ilyas Mawi ( Sekretaris Desa )

2. Hj. Bolong ( Masyarakat )

3. Sitti ( Masyarakat )

4. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data-data yang dapat digunakan dari hasil buku

referensi,jurnal dan internet.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan teknik atau cara-cara yang

dilakukan periset untuk mendapatkan data yang mendukung penelitiannya.

Penelitian ini menggunakan beberapa metode pengumpulan data yakni:

1. Metode observasi

Dalam metode pengumpulan data menggunakan metode observasi

dimana teknik pengumpulan data dilakukan untuk mengoptimalkan

kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak

sadar, kebiasaan, dan sebagainya. Pengamatan memungkinkan pengamat

untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subyek penelitian, hidup saat

itu, menangkap arti fenomena dari segi pengertian subjek pada keadaan

waktu itu. Observasi dilakukan oleh peneliti dengan cara memusatkan

perhatian terhadap fenomena-fenomena yang sedang diteliti.

Pada awal penelitian hal yang pertama dilakukan peneliti untuk melakukan

metode observasi yaitu dengan mendatang atau mengunjungi tempat

Page 38: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

23

penelitian, setelah itu peneliti mulai melihat dan merasakan untuk

melakukan observasi terhadap masyarakat yang akan diteliti, dalam

penelitian ini peneliti membutuhkan waktu selama 2 minggu untuk

melakukan observasi di tempat penelitian, setelah data observasi dirasa telah

cukup untuk memberikan informasi maka peneliti menghentikan observasi

kemudian melanjutkan ke metode selanjutnya.

2. Metode wawancara

Dalam metode wawancara ini, peneliti terlebih dahulu membuat

daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada informan, sebelum itu perlu

ditetapkan terlebih dahulu informan kunci yang akan pertama kali

diwawancarai. Wawancara dilakukan selama 3 pekan dan hal yang dilakukan

sebelum wawancara dengan para informan yaitu dengan mendatangi setiap

informan secara langsung serta meminta izin dan membuat janji terlebih

dahulu untuk menentukan kapan waktu yang tepat untuk wawancara dengan

informan tersebut.

Setelah semuanya siap maka dilakukan wawancara dengan informan

dimana pada awal wawancara peneliti terlebih dahulu menanyakan mengenai

identitas informan seperti nama, umur dan pekerjaan. Serta peneliti juga

diwajibkan untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu kepada informan agar

informan lebih yakin dan percaya terhadap peneliti dan informasi yang

didapatkan dapat maksimal. Setelah itu peneliti mulai menanyakan satu

persatu pertanyaan yang telah dibuat oleh peneliti sebagai panduan dalam

melakukan wawancara dengan informan agar informan yang didapatkan

Page 39: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

24

sesuai dengan apa yang diinginkan oleh peneliti sehingga dibutuhkan daftar

pertanyaan yang sudah dibuat terlebih dahulu sebelum melakukan

wawancara, peneliti menulis informasi serta merekam informasi atau

pendapat yang telah disampaikan oleh informan.

Wawancara dilakukan dengan cara bertahap yaitu mulai dari informan

kunci lalu setelah itu peneliti mulai melakukan wawancara terhadap beberapa

informan pendukung yang dianggap tahu mengenai permasalahan yang

diteliti oleh peneliti

3. Dokumentasi

Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk

dokumentasi. sebagian besar data yang tersedia yaitu berbentuk surat, catatan

harian, laporan dan foto.

H. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif di mana

analisis yang dilakukan berdasarkan data yang telah diperoleh sebelumnya

yang selanjutnya akan dikembangkan . menurut Miles dan Huberman analisis

data kualitatif dilakukan dengan cara interaktif dan harus berlangsung terus

menerus sampai mencapai kalimat tuntas dan data yang diinginkan terisi

penuh. Aktivitas yang dilakukan dalam teknik menganalisis data

dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu :

1. Reduksi data

Kegiatan yang dimaksud adalah data yang telah diperoleh di lapangan

kemudian disatukan misalnya dari hasil observasi, interview dan dokumentasi

Page 40: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

25

kemudian disatukan dan diringkas menjadi sebuah data yang terperinci

dengan harapan agar mudah untuk dipahami.

2. Penyajian data

Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah penyajian data.

Melalui penyajian data maka terorganisasikan, tersusun dalam pola

hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Dalam penelitian

kualitatif, penyajian data biasa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,

hubungan antar kategori, flowchart atau sejenisnya.

3. Pengambilan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan ini dilakukan secara konduktif, kesimpulan yang

diambil kemudian diverifikasi dengan jalan meninjau ulang catatan lapangan

dan mendiskusikannya guna mendapatkan kesepakatan intersubjektif, hingga

dapat diperoleh kesimpulan yang kokoh.

I. Teknik Keabsahan Data

Untuk memperoleh keabsahan data dari penelitian Tentang Makna

Simbolik Ritual Mabbaca-baca adalah dengan triangulasi. Hal ini dilakukan

untuk menganalisis data hasil penelitian yang berupa hasil wawancara dan

observasi melalui pengecekan ulang dari berbagai informan.

1. Triangulasi Sumber dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang sama

pada informan yang berbeda mengenai Makna Simbolik ritual Mabbaca-

baca.

Page 41: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

26

2. Triangulasi Teknik dilakukan dengan melakukan observasi langsung

setelah melakukan wawancara dari berbagai informasi seperti data

tentang Makna Simbolik Ritual Mabbaca-baca.

3. Triangulasi Waktu dilakukan untuk pengecekan hasil wawancara

observasi sehingga peneliti melakukan wawancara 3-4 orang informan

dalam waktu yang berbeda dan melakukan observasi dalam secara

berkala.

J. Etika Penelitian

Etika penelitian adalah standar tata perilaku peneliti selama

melakukan penelitian, mulai dari menyusun desain penelitian,

mengumpulkan data lapangan (melakukan wawancara, observasi, dan

pengumpulan data dokumen), menyusun laporan penelitian hingga

mempublikasikan hasil penelitian. Misalnya :

1. Menginformasikan tujuan penelitian kepada informan.

2. Meminta persetujuan informan (informed Consent) untuk diwawancarai.

3. Menjaga kerahasiaan identitas informan, jika terkait informasi sensitif.

4. Meminta izin informan jika ingin merekam wawancara, atau ingin

mengambil dokumen baik secara video maupun foto.

Page 42: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

27

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Lokasi Penelitian

1. Kabupaten Wajo

Kabupaten Wajo adalah salah satu daerah tingkat II di Provinsi

Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sengkang.

Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.506,19 km2 persegi dan

berpenduduk sebanyak kurang lebih 378.024 jiwa. Rata-rata tingkat

kepadatan penduduk kabupaten Wajo adalah 151 jiwa per km2.

Kabupaten Wajo terdiri dari 14 kecamatan, dengan 48 kelurahan

dan 142 desa, memiliki sumber daya alam yang besar. Kabupaten ini

terletak sekitar 242 km dari kota Makassar (Ibukota Provinsi Sulawesi

Selatan) memanjang pada arah laut Tenggara dan terakhir merupakan selat

dengan posisi geografis antara 3ᵒ39’- 4ᵒ16’ LS dan antara 119ᵒ53’ - 120ᵒ27

BT . Sebagian besar wilayahnya berupa dataran rendah hingga dataran

tinggi bergelombang dengan ketinggian 0-520 Mdpl. Hanya sebagian kecil

yang berupa perbukitan di bagian utara. Bagian timur berupa dataran

rendah dan pesisir teluk bone, termasuk pulau-pulau pasir di perairan teluk

bone sedangkan bagian barat merupakan dataran aluvial Danau Tempe-

Danau Sidenreng.

Luas wilayah Kabupaten Wajo 2.506,19 km dengan rincian lahan

berikut:

28

Page 43: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

28

a) Persawahan : 86.000 Ha

b) Lahan tegal/kebun : 36.706 Ha

c) Lading huma : 12.177 Ha

d) Lahan pertambakan : 15.000 Ha

e) Danau Tempe : 13.000 Ha

f) Perkebunan : 29.413 Ha

g) Tanah tanaman kayu-kayu 7.226 Ha, dan lainnya 63.353 Ha

Secara morfologi, kabupaten Wajo mempunyai ketinggian lahan di atas

permukaan laut 9(dpl) dengan rincian sebagai berikut:

a) 0 -7 meter, luas 57,263 Ha atau sekitar 22,57%

b) 8 – 25 meter, luas 94,536 Ha atau sekitar 37,72 %

c) 26 – 100 meter, luas 87,419 Ha atau sekitar 34,90 %

d) 101 – 500 meter, luas 11,231 Ha atau sekitar 4,50% diatas 500

meter luasnya hanya 167 Ha atau sekitar 0.66%.

Berdasarkan data Badan pusat Statistik Kabupaten Wajo, Jumlah

penduduk kabupaten Wajo adalah 378.024 jiwa, terdiri atas 183.392 laki-

laki dan 194.632 perempuan. Dengan luas wilayah kabupaten sekitar

2.504,00 km persegi, rata-rata tingkat penduduk kabupaten Wajo 151

jiwa/km.

Kabupaten Wajo dikenal sebagai kota niaga karena masyarakatnya

yang sangat piawai dalam berdagang. Berbagai macam kebutuhan hidup

konon memiliki harga yang relatif murah jika dibandingkan di daerah

Page 44: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

29

lainnya. Selain kota niaga, kabupaten Wajo juga dikenal sebagai Kota

Sutera. Aktivitas masyarakat Wajo dalam mengelola kain sutera telah

dilakukan secara turun temurun dan dapat ditemukan hampir di setiap

kecamatan yang ada di kabupaten Wajo.

Menurut beberapa sumber arti kata Sengkang adalah tempat atau

daerah persinggahan, kedatangan, dan bersama-sama datang. Sehubungan

dengan makna sengkang tersebut dapat disimpulkan bahwa wilayah

Sengkang merupakan tempat strategis yang membuat orang-orang jika

melewatinya akan singgah karena adanya sesuatu yang istimewa dan

menarik ditempat ini.

Pada beberapa wilayah bugis di Sulawesi Selatan yang merupakan

bekas-bekas kerajaan proses pendiriannya diawali dengan kemunculan

sosok misterius yaitu To Manurung seperti yang diceritakan dalam epos

La Galigo, ini berbeda dengan Wajo yang terbentuk d ari bekas kerajaan

lama. Wajo berarti bayangan atau bayang-bayang (Wajo-Wajo). Di bawah

bayang-bayang (Wajo-Wajo, bahasa Bugis, artinya pohon bajo) diadakan

kontrak sosial antara rakyat dan pemimpin adat yang sepakat membentuk

Kerajaan Wajo. Perjanjian itu diadakan di sebuah tempat yang bernama

Tosora yang kemudian menjadi ibu kota kerajaan Wajo. Ada versi lain

tentang terbentuknya Wajo, yaitu kisah We Tadampali, seorang putri dari

Kerajaan Luwu yang diasingkan karena menderita penyakit kusta. Beliau

dihanyutkan hingga masuk daerah Tosora. Kawasan itu kemudian disebut

Majauleng, berasal dari kata maja (jelek/sakit) oli' (kulit). Konon kabarnya

Page 45: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

30

beliau dijilati kerbau belang di tempat yang kemudian dikenal sebagai

Sakkoli (sakke'=pulih; oli=kulit) sehingga beliau sembuh. Saat beliau

sembuh, beserta pengikutnya yang setia ia membangun masyarakat baru,

hingga suatu saat datang seorang pangeran dari Bone (ada juga yang

mengatakan Soppeng) yang beristirahat di dekat perkampungan We

Tadampali. Singkat kata mereka kemudian menikah dan menurunkan raja-

raja Wajo.

Wajo adalah sebuah kerajaan yang tidak mengenal sistem to

manurung sebagaimana kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan pada

umumnya. Tipe Kerajaan Wajo bukanlah feodal murni, tetapi kerajaan

elektif atau demokrasi terbatas. Kebesaran tanah Wajo pada masa dahulu,

termasuk kemajuannya di bidang pemerintahan, kepemimpinan, demokrasi

dan jaminan terhadap hak-hak rakyatnya.

Adapun konsep pemerintahan adalah :

1. Kerajaan

2. Republik

3. Federasi, yang belum ada duanya pada masa itu.

Hal tersebut semuanya ditemukan dalam Lontara Sukkuna Wajo.

Sebagaimana yang diungkapkan bahwa beberapa nama pada masa

Kerajaan Wajo yang berjasa dalam mengantar Tana Wajo menuju kepada

kebesaran dan kejayaan antara lain :

Page 46: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

31

1. Latadampare Puangrimaggalatung

2. Petta Latiringeng To Taba Arung Simettengpola

3. Lamungkace Toaddamang

4. Latenrilai Tosengngeng

5. Lasangkuru Patau

6. Lasalewangeng To Tenri Rua

7. Lamadukelleng Daeng Simpuang, Arung Singkang

8. Lafariwusi Tomaddualeng

Dan masih banyak lagi nama-nama yang berjasa di Wajo yang

menjadi peletak dasar kebesaran dan kejayaan Wajo. Beberapa versi

tentang kelahiran Wajo, yakni :

1. Versi Puang Rilampulungeng

2. Versi Puang Ritimpengen

3. Versi Cinnongtab

4. Versi Boli

5. Versi Kerajaan Cina

6. Versi masa Kebataraan

7. Versi masa ke Arung Matoa-an

Page 47: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

32

Dari versi tersebut, disepakati yang menjadi tahun dari pada hari jadi

Wajo ialah versi boli, yakni pada waktu pelantikan batara Wajo pertama

latenri bali tahun 1399, dibawah pohon besar (pohon bajo). Tempat

pelantikan sampai sekarang masih bernama Wajo-Wajo, di daerah tosora

kecamatan majauleng.

Terungkap bahwa, pada mulanya la tenri bali bersama saudaranya

bernama la tenri tipe diangkat sebagai arung cinnongtabi, menggantikan

ayahnya yang bernama la patiroi. Akan tetapi dalam pemerintahannya,

latenri tippe sering berbuat sewenang-wenang terhadap rakyatnya yang

diistilahkan ”narempekengngi bicara tauwe”, maka latenri bali

mengasingkan dirinya ke penrang (sebelah timur tosora) dan menjadi arung

penrang. Akan tetapi tak lama kemudian dia dijemput rakyatnya dan

diangkat menjadi arung mata esso di kerajaan boli. Pada upacara pelantikan

dibawah pohon bajo, terjadi perjanjian antara latenri bali dengan rakyatnya

dan diakhiri dengan kalimat ”bataraemani tu mene’ na jana citta, tanae mani

riawana” (hanya batara langit di atas perjanjian kita, dan bumi di bawahnya)

naritellana petta latenri bali petta batara Wajo.

Berdasarkan perjanjian tersebut, maka dirubahlah istilah Arung Mata

Esso menjadi Batara, dan kerajaan baru didirikannya, yang cikal bakalnya

dari Kerajaan Boli, menjadi Kerajaan Wajo, dan Latenri Bali menjadi Batara

Wajo yang pertama.

Page 48: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

33

Sedangkan untuk menentukan tanggal Hari Jadi Wajo, dikemukakan

beberapa versi, yakni :

1. Versi tanggal 18 Maret, ketika armada Lamaddukkelleng dapat

mengalahkan armada Belanda di perairan Pulau Barrang dan

Kodingareng.

2. Versi tanggal 29 Maret, ketika dalam peperangan terakhir,

Lamaddukkelleng di Lagosi, dapat memukul mundur pasukan

gabungan Belanda dan sekutu-sekutunya.

3. Versi tanggal 16 Mei, ketika Lasangkuru Patau bergelar Sultan

Abdul Rahman Arung Matoa Wajo, memeluk agama islam.

4. Versi ketika andi ninnong ranreng tuwa Wajo, menyatakan di depan

dr. sam ratulangi dan lanto dg. pasewang di sengkang pada tahun

1945 bahwa rakyat Wajo berdiri di belakang negara kesatuan

indonesia.

Dari versi tersebut, disepakati yang menjadi tanggal daripada Hari

Jadi Wajo, ialah versi tanggal 29 Maret, karena sepanjang sejarah belum

pernah ada pejuang yang mampu mengalahkan Belanda pada pertempuran

terakhir. Peristiwa ini terjadi pada Tahun 1741. Dengan perpaduan dua

versi tersebut di atas, maka disepakati: Hari Jadi Wajo ialah Tanggal 29

Maret 1399.

Dalam sejarah perkembangan Kerajaan Wajo, kawasan ini

mengalami masa keemasan pada zaman La Tadampare Puang Ri

Page 49: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

34

Maggalatung Arung Matowa, yaitu raja Wajo ke-6 pada abad ke-15. Islam

diterima sebagai agama resmi pada tahun 1610 saat Arung Matowa

Lasangkuru Patau Mulajaji Sultan Abdurrahman memerintah. Hal itu

terjadi setelah Gowa, Luwu dan Soppeng terlebih dahulu memeluk agama

Islam.

Pada abad ke-16 dan 17 terjadi persaingan antara Kerajaan

Makassar (Gowa Tallo) dengan Kerajaan Bugis (Bone, Wajo dan

Soppeng) yang membentuk aliansi tellumpoccoe untuk membendung

ekspansi Gowa. Aliansi ini kemudian pecah saat Wajo berpihak ke Gowa

dengan alasan Bone dan Soppeng berpihak ke Belanda. Saat Gowa

dikalahkan oleh armada gabungan Bone, Soppeng, VOC dan Buton, Arung

Matowa Wajo pada saat itu, La Tenri Lai To Sengngeng tidak ingin

menandatangani Perjanjian Bongaya.

Akibatnya pertempuran dilanjutkan dengan drama pengepungan

Wajo, tepatnya Benteng Tosora selama 3 bulan oleh armada gabungan

Bone, dibawah pimpinan Arung Palakka. Setelah Wajo ditaklukkan,

tibalah Wajo pada titik nadirnya. Banyak orang Wajo yang merantau

meninggalkan tanah kelahirannya karena tidak sudi dijajah. Hingga saat

datangnya La Maddukelleng Arung Matoa Wajo, Arung Peneki, Arung

Sengkang, Sultan Pasir, beliaulah yang memerdekakan Wajo sehingga

mendapat gelar Petta Pamaradekangngi Wajo (Tuan yang memerde kakan

Wajo).

Page 50: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

35

Arung Matoa Wajo masih kontroversi, yaitu :

1. Versi pertama, pemegang jabatan Arung Matowa adalah Andi

Mangkona Datu Soppeng sebagai Arung Matowa Wajo ke-45, setelah

beliau terjadi kekosongan pemegang jabatan hingga Wajo melebur ke

Republik Indonesia.

2. Versi kedua hampir sama dengan yang pertama, tetapi Ranreng

Bettempola sebagai legislatif mengambil alih jabatan Arung Matowa

(jabatan eksekutif) hingga melebur ke Republik Indonesia.

3. Versi ketiga, setelah lowongnya jabatan Arung Matowa maka Ranreng

Tuwa (H.A. Ninnong) sempat dilantik menjadi pejabat Arung Matowa

dan memerintah selama 40 hari sebelum kedaulatan Wajo diserahkan

kepada Gubernur Sulawesi saat itu, yaitu Bapak Ratulangi.

Demikianlah sejarah Wajo hingga melebur ke Republik Indonesia,

kemudian ditetapkan sebagai sebuah kabupaten sampai saat ini.

Kerajaan Wajo adalah sebuah kerajaan yang didirikan sekitar tahun

1399, di wilayah yang menjadi Kabupaten Wajo saat ini di Sulawesi

Selatan. Penguasanya disebut "Raja Wajo". Wajo adalah kelanjutan dari

kerajaan sebelumnya yaitu Cinnotabi.

Ada tradisi lisan yakni pau-pau rikadong dianggap sebagai kisah

terbentuknya Wajo. yaitu putri dari Luwu, We Tadampali yang mengidap

sakit kulit kemudian diasingkan dan terdampar di Tosora. Selanjutnya dia

bertemu dengan putra Arumpone Bone yang sedang berburu. Akhirnya

Page 51: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

36

mereka menikah dan membentuk dinasti di Wajo. Ada juga tradisi lisan

lain yaitu kisah La Bandera, seorang pangeran Soppeng yang merantau ke

Sajoanging dan membuka tanah di Cinnotabi.

Sejarah Wajo berbeda dengan sejarah kerajaan lain yang umumnya

memulai kerajaannya dengan kedatangan To Manurung. Sejarah awal

Wajo menurut Lontara Sukkuna Wajo dimulai dengan pembentukan

komunitas dipinggir Danau Lampulung. Disebutkan bahwa orang-orang

dari berbagai daerah, utara, selatan, timur dan barat, berkumpul di pinggir

Danau Lampulung. Mereka dipimpin oleh seseorang yang tidak diketahui

namanya yang digelari dengan Puangnge Ri Lampulung. Puang ri

Lampulung dikenal sebagai orang yang bijak, mengetahui tanda-tanda

alam dan tatacara bertani yang baik. Adapun penamaan danau Lampulung

dari kata sipulung yang berarti berkumpul.

Komunitas Lampulung terus berkembang dan memperluas

wilayahnya hingga ke Sebawi. Setelah Puang ri Lampulung meninggal,

komunitas ini cair. Hingga tiba seseorang yang memiliki kemampuan

sama dengannya, yaitu Puang ri Timpengeng di Boli. Komunitas ini

kemudian hijrah dan berkumpul di Boli. Komunitas Boli terus berkembang

hingga meninggalnya Puang ri Timpengeng.

Setelah itu, putra mahkota kedatuan Cina dan kerajaan Mampu,

yaitu La Paukke datang dan mendirikan kerajaan Cinnotabi. Adapun

urutan Arung Cinnotabi yaitu, La Paukke Arung Cinnotabi I yang diganti

Page 52: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

37

oleh anaknya We Panangngareng Arung Cinnotabi II. We Tenisui,

putrinya menjadi Arung Cinnotabi III yang diganti oleh putranya La

Patiroi sebagai Arung Cinnotabi IV. Sepeninggal La Paroi, Adat Cinnotabi

mengangkat La Tenri Bali dan La Tenri Tipe sekaligus sebagai Arung

Cinnotabi V. Setelah itu, Akkarungeng (kerajaan) Cinnotabi bubar. Warga

dan adatnya berkumpul di Boli dan membentuk komunitas baru lagi yang

disebut Lipu Tellu KajuruE.

La Tenri Atau menguasai wilayah majauleng, La Tenri Pekka

menguasai wilayah sabbamparu dan La Matareng menguasai wilayah

takkalalla. Ketiganya adalah sepupu satu kali La Tenribali. La Tenribali

sendiri setelah kekosongan Cinnotabi membentuk kerajaan baru disebut

Akkarungeng ri Penrang dan menjadi Arung Penrang pertama. Ketiga

sepupunya kemudian meminta La Tenribali agar bersedia menjadi raja

mereka. Melalui perjanjian Assijancingeng ri Majauleng maka dibentuklah

kerajaan Wajo. La Tenribali diangkat sebagai raja pertama bergelar Batara

Wajo. Ketiga sepupunya bergelar Paddanreng yang menguasai wilayah

distrik yang disebut Limpo. La Tenritau menjadi Paddanreng ri

Majauleng, yang kemudian berubah menjadi Paddanreng Bettempola

pertama. La Tenri Pekka menjadi Paddanreng Sabbamparu yang kemudian

menjadi Paddanreng Talotenreng. Terakhir La Matareng menjadi

Paddanreng ri Takkalalla menjadi Paddanreng Tua.

Wajo mengalami perubahan struktural pasca Perjanjian Lapadeppa

yang berisi tentang pengakuan hak-hak kemerdekaan orang Wajo. Posisi

Page 53: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

38

Batara Wajo yang bersifat monarki absolut diganti menjadi Arung Matowa

yang bersifat monarki konstitusional. Masa keemasan Wajo adalah pada

pemerintahan La Tadampare Puangrimaggalatung. Wajo menjadi anggota

persekutuan Tellumpoccoe sebagai saudara tengah bersama Bone sebagai

saudara tua dan Soppeng sebagai saudara bungsu.

Wajo memeluk Islam secara resmi pada tahun 1610 pada

pemerintahan La Sangkuru patau mulajaji sultan Abdurahman dan Dato

Sulaiman menjadi Qadhi pertama Wajo. Setelah Dato Sulaiman kembali

ke Luwu melanjutkan dakwah yang telah dilakukan sebelumnya, Dato ri

Tiro melanjutkan tugas Dato Sulaiman. Setelah selesai Dato ri Tiro ke

Bulukumba dan meninggal di sana. Wajo terlibat Perang Makassar (1660-

1669) disebabkan karena persoalan geopolitik di dataran tengah Sulawesi

yang tidak stabil dan posisi Arung Matowa La Tenrilai To Sengngeng

sebagai menantu Sultan Hasanuddin. Kekalahan Gowa tidak menyebabkan

La Tenrilai rela untuk menandatangani perjanjian Bongaya, sehingga Wajo

diserang oleh pasukan gabungan setelah terlebih dahulu Lamuru yang juga

berpihak ke Sultan Hasanuddin juga diserang. Kekalahan Wajo

menyebabkan banyak masyarakatnya pergi meninggalkan Wajo dan

membangun komunitas sosial ekonomi di daerah rantauannya. La Mohang

Daeng Mangkona salah satu panglima perang Wajo yang tidak terima

kekalahan merantau ke Kutai dan membuka lahan yang kini dikenal

sebagai Samarinda.

Page 54: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

39

Pada pemerintahan La Salewangeng to tenriruwa Arung Matowa

ke 30, ia membangun Wajo pada sisi ekonomi dan militer dengan cara

membentuk koperasi dan melakukan pembelian senjata serta melakukan

pelatihan penggunaan senjata. La Maddukkelleng kemenakan La

Salewangeng menjadi Arung Matowa 31 dilantik di saat perang. Pada

zamannya ia memajukan posisi Wajo secara sosial politik di antara

kerajaan-kerajaan di sulsel. La Koro Arung Padali, memodernisasi struktur

kerajaan Wajo dengan membentuk jabatan militer Jenderal (Jendral),

Koronel (Kolonel), Many Nyoro (Mayor), dan Kepiting (Kapten). Dia juga

menandatangani Large Veklaring sebagai pembaharuan dari perjanjian

Bongaya.

Pada zaman Ishak Manggabarani, persekutuan Wajo dengan Bone

membuat keterlibatan Wajo secara tidak langsung pada Rumpa'na Bone.

Saat itu Belanda melancarkan politik pasifikasi untuk memaksa semua

kerajaan di Sulawesi Selatan tunduk secara totalitas. Kekalahan Bone

melawan Kompeni juga harus ditanggung oleh Wajo sehingga Wajo harus

membayar denda perang pada Kompeni dan menandatangani Korte

Verklaring sebagai pembaharuan dari Large Veklaring.

Wajo dibawah Republik Indonesia Serikat, atau tepatnya Negara

Indonesia Timur, berbentuk swapraja pada tahun 1945-1949. Setelah

Konferensi Meja Bundar, Wajo bersama swapraja lain akhirnya menjadi

kabupaten pada tahun 1957. Antara tahun 1950-1957 pemerintahan tidak

berjalan secara maksimal disebabkan gejolak pemberontakan DI/TII.

Page 55: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

40

Setelah 1957, pemimpin di Wajo adalah seorang Bupati. Wajo yang

dulunya kerajaan, kemudian menjadi Onderafdeling, selanjutnya Swapraja,

dan akhirnya menjadi kabupaten.

Struktur Kerajaan Wajo

e. Masa Batara Wajo

1. Batara Wajo = Penguasa tertinggi (1 orang)

2. Paddanreng = Penguasa wilayah, terdiri dari Bettempola untuk

Majauleng, Talotenreng untuk Sabbamparu dan Tuwa untuk

Takkalalla (3 orang)

3. Arung Mabbicara = Aparat pemerintah (12) orang

f. Masa Arung Matoa

1. Arung Matoa = Penguasa tertinggi (1 orang)

2. Paddanreng = Penguasa wilayah (3 orang)

3. Pabbate Lompo = Panglima perang, terdiri dari Pilla, Patola dan

Cakkuridi (3 orang)

4. Arung Mabbicara = Aparat pemerintah (30 orang)

5. Suro = Utusan (3 orang)

Kelima jabatan diatas disebut sebagai Arung PatappuloE, penguasa 40.

Jabatan lain yang tidak masuk Arung PatappuloE

1. Arung Bettempola = biasanya dirangkap Paddanreng Bettempola.

Bertugas sebagai ibu orang Wajo. Mengangkat dan menurunkan Arung

Page 56: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

41

Matoa berdasar kesepakatan orang Wajo. Pada masa Batara Wajo,

tugas ini dijabat oleh Arung Penrang

2. Punggawa = Panglima perang wilayah, bertugas mengantar Arung lili

ke pejabat Arung Patappuloe

3. Petta MancijiE = Staf keprotokolan istana

2. Sejarah singkat Desa Alelebbae

Desa Alelebbae merupakan salah satu dari 23 Desa di wilayah

Kecamatan Pitumpanua yang terletak kurang lebih 7 km dari Kecamatan

Pitumpanua, Desa Alelebbae mempunyai luas wilayah 3,602 km.. Desa

Alelebbae terdiri atas tiga (3) dusun yakni Dusun Alelebbae, Dusun

Macekke’e dan Dusun Batu Titti. Desa Alelebbae adalah salah satu desa

penghasil produk-produk pertanian dan perkebunan. Berikut gambaran

tentang sejarah perkembangan desa Alelebbae yaitu dapat dilihat berikut

ini:

Pada tahun 2006 Alelebbae awalnya merupakan satu kesatuan dari

pemerintah desa Tellesang yang dipimpin oleh Hasan Basri. Namun

karena ada peraturan daerah kabupaten Wajo yang memerintahkan bagi

desa yang memiliki wilayah yang luas dan penduduk padat harus

dimekarkan, sehingga pada waktu itu terbentuklah desa persiapan Desa

Alelebbae dan dusun Alelebbae.

Pada tahun 2019 untuk pertama kalinya dilakukan pemilihan

kepala desa secara langsung melalui pemilu dan yang terpilih menjadi

kepala desa yaitu Haeruddin, SH.

Page 57: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

42

B. Letak Geografi

1. Kondisi Geografis Kabupaten Wajo

Kabupaten Wajo dengan ibu kota Sengkang, terletak di bagian tengah

Provinsi Sulawesi Selatan dengan jarak 242 km dari Makassar Ibukota

Sulawesi Selatan mempunyai luas 2.506,19 km2 atau 4,01%dari luas

wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, terletak diantara 3ᵒ39’- 4ᵒ16’ LS dan

antara 119ᵒ53’ - 120ᵒ27 BATU yang berbatasan:

a) Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten luwu dan kabupaten

sidrap

b) Sebelah timur berbatasan dengan teluk bone

c) Sebelah selatan dengan kabupaten bone dan kabupaten soppeng

d) Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten sidrap

Dilihat dari topografinya, Kabupaten Wajo terletak di tengah-

tengah Provinsi Sulawesi Selatan dan berdasarkan fotografi Sulawesi yang

dibagi 3(tiga) Zona Utara, Tengah, dan Selatan, maka kabupaten Wajo

terletak pada Zona tengah yang merupakan suatu depresi yang memanjang

pada arah laut tenggara dan terakhir merupakan selat.

Gambar 1 : Peta Kabupaten Wajo

Page 58: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

43

Kabupaten Wajo tergolong beriklim tropis yang termasuk type B

dengan 29 C – 31 C atau suhu rata-rata 29 C siang hari. Daerah ini

tahunnya berlangsung agak pendek yaitu rata-rata 3 (tiga) bulan yaitu

bulan april sampai dengan bulan juli, dan bulan agustus sampai dengan

bulan oktober, curah hujan rata-rata 8.000 mm dengan 120 hari hujan.

Menurut peta geologi Indonesia, kabupaten Wajo terdiri 3 (tiga)

jenis batuan yaitu batuan vulkanik, sedimen, dan batuan pluton. Menurut

peta eksplorasi Sulawesi Selatan, jenis tanah kabupaten Wajo terdiri dari

a) Alluvial : jenis tanah ini tersebar di seluruh kecamatan.

b) Clay : jenis tanah ini terdapat pada kecamatan Pammana dan

Takkalalla

c) Podsolik : jenis tanah ini terdapat pada kecamatan maniangpajo,

tanasitolo, tempe, sajoanging, majauleng, belawa, pitumpanua.

d) Mediteran : jenis tanah ini terdapat pada kecamatan tanasitolo,

maniangpajo, pammana, belawa.

e) Grumosal : jenis tanah ini terdapat di kecamatan sabbangparu dan

pammana.

Karakteristik lahan dan potensi wilayah kabupaten Wajo yang di

dalam khasanah lontara Wajo diungkapkan sebagai daerah yang berbaring

dengan posisi yang dikatakan “Mangkulungung sibuluE Massulappe

RipottanangE Matondang Ritasi/TapparenggE” yang artinya Kabupaten

Wajo memiliki lahan 3 (tiga) dimensi yaitu :

Page 59: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

44

1) Tanah berbukit yang berjejer dari Selatan Kecamatan Tempe ke

Utara semakin bergunung utamanta Kecamatan Maniangpajo dan

Kecamatan Pitumpanua yang merupakan wilayah pembangunan

hutan dan tanaman industri, perkebunan coklat, cengkeh, jambu mete

serta pengembangan ternak

2) Tanah dataran rendah yang merupakan hamparan sawah dan

perkebunan/tegalan pada wilayah bagian timur, selatan, tengah dan

barat.

3) Danau Tempe dan sekitarnya serta hamparan laut yang terbentang

sepanjang pesisir atau Teluk Bone di sebelah Timur merupakan

potensi untuk pengembangan perikanan dan budidaya tambak.

Potensi sumber daya air yang cukup besar, baik air tanah maupun air

permukaan yang terdapat di danau dan sungai-sungai yang ada

seperti sungai Bila, Sungai Walanae, Sungai Cenrana, Sungai

Gilireng, Sungai Siwa dan Sungai Awo merupakan potensi yang

dapat dan akan dimanfaatkan untuk pengairan dan penyediaan air

bersih.

Kabupaten Wajo terdapat 6 (enam) kecamatan yang merupakan

wilayah pesisir pantai yaitu :

1. Kecamatan Pitumpanua

2. Kecamatan Keera

3. Kecamatan Takkalalla

4. Kecamatan Sajoanging

Page 60: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

45

5. Kecamatan Penrang

6. Kecamatan Bola

Jumlah Desa yang masuk dalam 6 (enam) kecamatan tersebut

adalah 25 desa yang langsung berada di pantai pesisir dan perbatasan

dengan laut, sedangkan 42 desa yang berada di daratan

Luas wilayah desa yang masuk pantai pesisir menempati sekitar

47,437 Ha dan panjang pantai keseluruhan dari 6 kecamatan tersebut

adalah 103 km.

2. Kondisi Demografis

Penduduk merupakan faktor utama dalam perkembangan suatu

wilayah/daerah. Wilayah yang dihuni penduduk yang peduli, cerdas

dan kreatif dalam memikirkan dan merencanakan perkembangan suatu

wilayah secara sistematis sampai kepada tahap implementasi serta

menjunjung nilai-nilai suatu budaya itu dapat menciptakan

kependudukan yang harmonis dalam suatu wilayah apalagi dengan

jumlah kependudukan yang terus bertumbuh, dalam artian rantai atau

regenerasi pemikir (penduduk) dalam perkembangan suatu wilayah itu

terus ada dan berkembang.

Jumlah pertumbuhan dan perkembangan penduduk dalam suatu

wilayah dipengaruhi oleh faktor kelahiran dan kematian, selain itu juga

dipengaruhi oleh faktor migrasi penduduk baik berpindah ke wilayah

lain atau masuk dalam suatu wilayah. Beberapa tahun terakhir

Page 61: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

46

Kabupaten Wajo selalu menempati urutan kedua penduduk terpadat

setelah Kota Makassar dan merupakan salah satu daerah padat

penduduk di Sulawesi Selatan dalam beberapa tahun terakhir 2016-

2020 pertumbuhan penduduk di Wajo naik turun. Pada tahun 2016

jumlah penduduk mencapai 394,495 penduduk, dan 2017 tembus

395,583 penduduk kemudian di tahun 2018 menjadi 396.810 jiwa,

tahun 20 19 mencapai 397,814 penduduk, pada tahun 2020 turun

menjadi 379,079 penduduk. Pada catatan terakhir jumlah penduduk

Kabupaten Wajo mencapai 378.024 yang terdiri dari 183.392 laki-laki,

dan 194.632 perempuan.

3. Kondisi Umum Desa Alelebbae

1. Keadaan Geografis Desa

a. Letak dan Luas wilayah

Desa Alelebbae merupakan salah satu dari 23 Desa di

wilayah Kecamatan Pitumpanua yang terletak kurang lebih 7

km dari Kecamatan Pitumpanua, Desa Alelebbae mempunyai

luas wilayah 3,602 km. sebagian besar wilayahnya adalah

daerah Perbukitan/pegunungan.

Sumber : Kantor Desa Alelebbae 2021

b. Batas wilayah

1) Sebelah utara : Kabupaten Luwu

2) Sebelah Selatan : Desa Bau Bau

3) Sebelah Barat : Desa Lacinde

Page 62: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

47

4) Sebelah Timur : Desa Tellesang

Sumber : Kantor Desa Alelebbae 2021

2. Iklim

Iklim Desa Alelebbae sebagaimana desa-desa lain di wilayah

Indonesia beriklim Tropis dengan dua musim, yakni Kemarau

dan hujan.

Sumber : Kantor Desa Alelebbae 2021

3. Wilayah Administrasi Pemerintah Desa

Desa Alelebbae terdiri atas Tiga (3) dusun yakni Dusun

Alelebbae , Dusun Macekke dan Dusun Batu Titti dengan jumlah

Rukun Tetangga (RT) sebanyak tujuh, sebagaimana pada tabel

berikut:

Nama Dusun Jumlah RT

Dusun Alelebbae 2

Dusun Macekke’e 3

Dusun Batu Titti 2

Tabel 1. Jumlah RT di setiap Dusun Desa Alelebbae

Sumber : Kantor Desa Alelebbae 2021

C. Keadaan Penduduk

1. Jumlah Penduduk Kabupaten Wajo

Dilihat dari jumlah penduduk, Kabupaten Wajo termasuk

Kabupaten yang ada pada kawasan Indonesia Timur, Kabupaten Wajo

berada di Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan hasil sensus 2020,

Page 63: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

48

penduduk Kabupaten Wajo tercatat sebesar 379,079 jiwa. Persebaran

penduduk di Kabupaten Wajo pada 14 kecamatan sangat bervariasi. Hal ini

terlihat kepadatan penduduk per Kecamatan di Kabupaten Wajo yang masih

sangat timpang. Adapun persebaran jumlah penduduk di Kabupaten Wajo,

antara lain:

Kecamatan

Jumlah Penduduk Tahun 2020

Kecamatan Sabbangparu 24,365

Kecamatan Tempe 64,320

Kecamatan Pammana 30.712

Kecamatan Bola 19,435

Kecamatan Takkalla 19,981

Kecamatan Sajoanging 17,525

Kecamatan Penrang 14,799

Kecamatan Majauleng 30,713

Kecamatan Tanasitolo 39,324

Kecamatan Belawa 30,153

Kecamatan Maniangpajo 15,762

Kecamatan Gilireng 10,875

Page 64: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

49

Kecamatan Keera 20,237

Kecamatan Pitumpanua 40,878

Jumlah Penduduk Kabupaten Wajo 378,024

Tabel 2. Persebaran Jumlah penduduk kabupaten Wajo

Inilah persebaran jumlah penduduk yang sebanyak ini dan tersebar pada

14 Kecamatan atau 142 desa dan 48 kelurahan, dengan kepadatan penduduk

per kilometer persegi adalah sekitar 151 jiwa.

Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Wajo 2021

2. Jumlah Penduduk Desa Alelebbae

Penduduk Desa Alelebbae terdiri atas 295 KK dengan total jumlah

1005 jiwa per Mei 2021. Berikut perbandingan jumlah penduduk laki-laki

dan perempuan:

Laki-laki Perempuan Total

493 512 1005

Tabel 3. Jumlah penduduk Desa Alelebbae per Mei 2021

Sumber : Kantor Desa Alelebbae 2021

D. Keadaan Ekonomi

1. Mata Pencaharian di Desa Alelebbae

Sebagian besar penduduk Desa Alelebbae mempunyai mata

pencaharian sebagai petani / perkebunan. Dan kalau dipersentasekan

hampir 99% penduduk Desa Alelebbae adalah Petani.

Page 65: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

50

2. Produk Pertanian

Adapun produk pertanian yang dihasilkan :

1) Tanaman padi = 8.300 kg/ha

2) Coklat = 1,5 Ton/ha

3) Cengkeh = 2,5 Ton/ha

4) Durian mouton = 0,5 Ton

Sumber : Kantor Desa Alelebbae 2021

E. Keadaan Pendidikan

Pendidikan adalah satu hal yang penting dalam memajukan tingkat

kesadaran masyarakat pada umumnya dan tingkat perekonomian pada khususnya,

dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka akan mendongkrak tingkat

kecakapan. Tingkat kecakapan juga akan mendorong tumbuhnya keterampilan

kewirausahaan, dan pada gilirannya mendorong munculnya lapangan pekerjaan

baru. Dengan sendirinya akan membantu program pemerintah untuk pembukaan

lapangan kerja baru guna mengatasi pengangguran. Pendidikan biasanya akan

dapat mempertajam sistematika pikir atau pola pikir individu, selain itu mudah

menerima informasi yang lebih laju.

Di desa Alelebbae tingkat pendidikan masih rendah, masih banyak anak-

anak yang tidak peduli terhadap pendidikan dan lebih memilih merantau cari

uang.

Sarana Jumlah

TK 1 Buah

Page 66: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

51

SD/MI 1 Buah

SMP/MTS 1 Buah

SMA/MA - Buah

Tabel 4. Jumlah Sekolah di Desa Alelebbae

Sumber : Kantor Desa Alelebbae 2021

F. Keadaan Sosial Budaya

1. Keadaan Sosial di Desa Alelebbae

Keadaan sosial yang berada di Desa Alelebbae terjalin sangat baik,

mayoritas yang tinggal di Desa tersebut adalah masyarakat suku bugis,

yang merupakan masyarakat asli Desa tersebut, kerukunan dan

keharmonisan dalam lingkungan bermasyarakat tercermin terpeliharanya

rasa persatuan kekeluargaan, persaudaraan dan kebersamaan. Dan

bergotong royong jika ada salah satu masyarakat yang mengadakan

hajatan seluruh tetangga-tetangga berbondong-bondong untuk datang

membantu.

Sumber : Kantor Desa Alelebbae 2021

2. Keadaan Budaya di Desa Alelebbae

Keadaan budaya yang di Desa Alelebbae ini sangat menjunjung

tinggi jalinan Silaturahmi antar masyarakat dilihat dari setiap lebaran Idul

Fitri masyarakat di desa masih menerapkan “berziarah” atau

bersilaturahmi mengunjungi ke rumah-rumah keluarga dan tetangga dalam

kurun waktu 2-4 hari.

Page 67: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

52

Keadaan adat dan budaya di Desa Alelebbae, masih sangat kental

dengan melakukan ritual kebudayaan yang sudah diwariskan dari setiap

generasi ke generasi selanjutnya, yaitu acara pernikahan dimana rangkaian

adat dilakukan serta beberapa budaya masyarakat pada saat “mappacci”

proses ini dilaksanakan pada malam sebelum akad nikah dilaksanakan.

Sumber : Kantor Desa Alelebbae 2021

G. Keadaan Agama

Jumlah Agama di Kabupaten Wajo Tahun 2021

N

o

Agama Jumlah Persentase (%)

1. Islam 375.331 99,7

2. Hindu 1.467 0,21

3. Kristen 996 0,009

4. Katholik 146 0,004

5. Buddha 76 0,002

Jumlah 378.024 100

Tabel 5. Jumlah Agama di Kabupaten Wajo

Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Wajo 2021

Mayoritas Penduduk Kabupaten Wajo menganut Agama Islam

sekitar 99,7 persen dari total penduduk yang ada, dan selebihnya menganut

Page 68: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

53

kepercayaan Hindu sekitar 0,27 persen, Kristen 0,009 persen, Katholik

0,004, serta Budha 0,002 persen. Sejauh ini kehidupan beragama di

Kabupaten Wajo berjalan cukup toleran dimana para penganut agama

tersebut hidup berdampingan tenang dan damai.

Ditinjau dari agama yang dianut, mayoritas penduduk di Kabupaten

Wajo beragama Islam.

No Sarana Jumlah

1. Mesjid 24 buah

2. Langgar/Surau 3 buah

3. Gereja 2 buah

4. Vihara 7 buah

Table 6. Jumlah Sarana Ibadah di Kabupaten Wajo

Desa Alelebbae terdiri atas Tiga (3) dusun yakni Dusun Alelebbae ,

Dusun Macekke dan Dusun Batu Titti dengan jumlah Masjid sebanyak tiga,

sebagai mana pada tabel berikut:

No Dusun Mesjid

1. Dusun Batu Titti Nur Hidayah

2. Dusun Alelebbae Babul Jannah

3. Dusun Macekke’e Al Ashar

Table 7. Jumlah Masjid di Desa Alelebbae

Page 69: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

54

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Asal Mula Membaca-baca

Mabbaca-baca dalam bahasa Indonesia artinya membacakan doa.

Jadi dapat diartikan sebagai proses pembacaan doa. Tapi tradisi ini berbeda

dengan prosesi pembacaan doa pada umumnya. Doa dalam tradisi mabbaca-

baca dibacakan oleh orang yang dipercaya. Mabbaca-baca merupakan adat

istiadat yang membudaya di kabupaten Wajo. Sejak dahulu tradisi tersebut

sudah terlaksana hingga sekarang serta sudah menjadi rutinitas wajib bagi

masyarakat setempat pada sebuah musim. Bukan kepercayaan namun

bagian dari prosesi ibadah mereka kepada Tuhan dan jalinan antar sesama

manusia. Jadi Mabbaca-baca diartikan sebagai tradisi yang turun temurun

sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan (Erwin Irmanyanti Hamzah :

2018)

Warisan budaya tidak lepas dari kontribusi para pendahulu sebelum

akhirnya dirasakan oleh masyarakat hingga sekarang. Budaya kadangkala

lenyap pada dimensi tertentu namun ada pula yang tetap jalan hingga

menembus dimensi waktu. Terlepas dari aspek tersebut, sebuah tradisi yang

menjadi identitas berbagai daerah tidak lepas dari pengaruh masa lalu

hingga bisa hadir di tengah dinamika dan proses kehidupan.

Mabbaca-baca merupakan sebuah prosesi adat istiadat yang menjadi

rutinitas masyarakat kabupaten Wajo ketika hendak meminta keselamatan

56

Page 70: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

55

agar pernikahannya langgeng dalam bentuk pembacaan doa secara bersama-

sama. Tradisi tersebut sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat sejak

dahulu hingga sekarang. Pada dasarnya adat ini hampir sama dengan tradisi

mabbaca-baca di daerah lain yang ada di sulawesi selatan yang

membedakan hanya dari segi penamaan serta pola konstruksi masyarakat

dalam meramu tata laksananya. (Erwin Irmanyanti Hamzah : 2018)

Jadi kehadiran tradisi ini tidak bisa dilepaskan dari proses masuknya

agama islam di kabupaten Wajo terkhusus di Desa Alelebbae. Selain itu,

tidak bisa kita hindarkan bahwa tradisi ini lahir ditengah-tengah masyarakat

atas dedikasi peranan para pendahulu.

Berkaitan dengan asal mula mabbaca-baca dimana hasil penelitian

yang didapatkan oleh peneliti dengan salah satu informan yang berinisial

N.A selaku masyarakat yang masih melakukan tradisi mabbaca-baca di

Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo berpendapat

bahwa :

Sebenarnya ini tradisi mabbaca-baca awalnya lahir dari budaya

yang secara turun-temurun dilakukan masyarakat setempat. Dan

berasal dari agama hindu, cuman masyarakat tidak mau

melenceng dari agama islam atau kepercayaannya makanya

tradisi ini tetap dianggap sebagai tradisi yang berasal dari ajaran

agama islam. (Wawancara B.T,26/05/2021 )

Menurut pendapat dari salah satu informan yang berinisial B.T

sebagai Imam desa di Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten

Wajo bahwa asal mula mabbaca baca dari agama hindu dan kemudian

diwariskan kepada orang kepercayaan atau biasa disebut sebagai imam desa

Page 71: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

56

dan hal tersebut sudah mendarah daging bagi masyarakat dan menjadikanya

sebagai kebiasaan dalam lingkungan atau biasa dikenal dengan budaya

Seiring berjalanya waktu budaya di Indonesia sudah mulai berkurang

dan hal ini bukan disebabkan dari penghapusan budaya tapi kebanyakan

budaya ditinggalkan oleh masyarakat itu sendiri dan mengikuti ajaran

zaman sekarang dimana kebanyakan budaya yang dianggap sesuatu yang

musyrik dilakukan padahal budaya yang sering dianggap oleh masyarakat

masih mengikutinya bahwa budaya adalah sosok kebiasaan dari leluhur atau

biasa dikenal dengan sesuatu yang digunakan untuk mengenang selain itu

hal lain yang begitu kuat pengaruhnya dalam mengurangi kebudayaan di

Indonesia adalah sebuah teknologi yang dapat mempengaruhi mindset

seseorang dengan cepat dimana teknologi yang kita kenal dapat

membagikan informasi di suatu tempat ke tempat yang begitu sangat luas

jangkauanya sehingga banyak masyarakat yang terpengaruh dengan ajaran

modern yang sering diajarkan kepada anak masa sekarang yang dapat

membuat orang tidak peduli dengan budaya dan juga kita ketahui di

Indonesia dominan islam dimana kebanyakan pandangan para ulama bahwa

selain ajaran islam semua adalah musyrik dengan kata lain ajaran adat yang

selama ini dipertahankan sudah dianggap tidak layak bagi agama islam dan

mengapa hal tersebut tidak ada dalam ajaran agama islam.

Page 72: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

57

2. Makna Simbolik Ritual Mabbaca-baca di Desa Alelebbae Kecamatan

Pitumpanua Kabupaten Wajo

a. Makna Simbolik Ritual Mabbaca-baca di Desa Alelebbae

Menurut Ariftanto dan Maimunah, “Makna adalah arti atau

pengertian yang erat hubungannya antara tanda atau bentuk yang berupa

lambang bunyi ,ujaran dengan hal atau barang yang dimaksudkan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka yang dimaksud makna adalah

kata yang terselubung dari sebuah tanda atau lambang , dan hasil penafsiran

dan interpretasi yang erat hubungannya dengan sesuatu hal atau barang

tertentu yang hasilnya relatif bagi penafsiran.

Kebudayaan itu bukan saja merupakan seni dalam hidup, tetapi juga

benda-benda yang terdapat di sekeliling manusia yang dibuat oleh manusia.

Itulah sebabnya kemudian kebudayaan diartikan sebagai cara hidup yang

dikembangkan oleh sebuah masyarakat guna memenuhi keperluan dasarnya

untuk dapat bertahan hidup, meneruskan keturunan dan mengatur

pengalaman sosialnya. Kebudayaan adalah ekspresi eksistensi manusia di

dunia. Pada kebudayaan, manusia menampakkan jejak-jejak dalam

panggung sejarah di zaman modern yang memungkinkan adanya perubahan

dalam setiap aspek budaya yaitu dari budaya tradisional menjadi budaya

modern.

Setiap kebudayaan yang diciptakan oleh manusia tentunya

mengandung makna yang tersirat di dalamnya. Ibarat sebuah simbol,

mabbaca-baca tentu tidak hadir begitu saja ditengah masyarakat kabupaten

Page 73: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

58

Wajo. Seluk beluk kehadirannya tidak bisa dipungkiri kalau tradisi

mabbaca-baca dipelopori oleh nenek moyang dan akhirnya dinikmati hingga

sekarang. Jadi makna simbolik disini yaitu makna dari setiap yang

dilakukan dalam pelaksanaan mabbaca-baca, seperti makna simbol dari

sarana mabbaca-baca seperti symbol pisang, songkolo, telur, kemenyan, dan

dupa.

Sesuai dengan pernyataan tersebut salah informan yang

diwawancarai oleh peneliti yang berinisial I.M selaku sekretaris Desa

mengartikan mengatakan tentang arti mabbaca-baca :

Mabaca-baca merupakan tradisi yang turun temunurun dari nenek

moyang (Wawancara I.M,30/04/2021)

Sala satu pendapat informan yang berinisial I.M selaku sekretaris

desa mengartikan tradisi mabbaca baca berpendapat bahwa tradisi tersebut

adalah hal telah dilakukan sejak dulu yang selalu diberikan kepercayaan

kepada penerusnya hingga bisa bertahan sampai sekarang dalam artian

bahwa tradisi mabbaca-baca adalah amanah yang diwariskan kepada

penerusnya

Tradisi adalah kepercayaan yang tercipta dari lingkungan yang

dipertahan oleh leluhur dimana hal tersebut selalu diamanahkan oleh sala

kepercayaannya atau penerus yang lebih mudah dan bisa mempertahankan

tradisi tersebut dan juga memiliki daya tarik kepada orang sekitarnya agar

tradisi tersebut di tetap bisa diyakini oleh sekitarnya karena tanpa orang

sekitar yang mempercayai hal tersebut yakin bahwa tradisi akan hilang jadi

intinya bagaimana caranya seorang jadi kepercayaan tetap mempertahankan

Page 74: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

59

orang orang disekitar lingkungan tersebut tetap percaya termasuk tradisi

mabbaca baca.

Selain itu pendapat yang lain juga di ungkapkan salah satu informan

membedakan makna symbol mabbaca-baca uang bernama N.A selaku tokoh

masyarakat di Desa Alelebbae Kecamatan Pirumpanua Kabupaten Wajo

berpendapat bahwa :

“Kalau saya melakukan ritual mabbaca-baca sebagai

bentuk/perwujudan dalam memanjatkan doa misalnya dalam

meminta keselamatan” (Wawancara N.A 13/05/2021)

Pendapat dari salah satu informan yang berinisial N.A selaku masyarakat

yang masih terlibat dalam melaksanakan tradisi Mabbaca-baca di Desa

Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo mengungkapkan

bahwa Makna simbolik ritual Mabbaca-baca masyarakat desa memaknai

ritual Mabbaca-baca sebagai bentuk rasa syukur dan perwujudan dalam

memanjatkan doa untuk meminta keselamatan.

Dalam sebuah tradisi dilakukan oleh masyarakat itu bukanlah

sebuah tradisi sembarangan yang dilakukan masyarakat karena hal tersebut

dalam mindset masyarakat memiliki sebuah arti yang begitu sangat dalam

sehingga terkadang masyarakat yang mempercayai tentang tradisi di

lingkungan mereka itu sangat emosi ketika ada beberapa orang luar yang

tidak paham atau beda pemikiran dan mengata-gatai tradisi mereka adalah

hal yang buruk dilakukan, sebenarnya hal tersebut bukanlah atau sebuah

tradisi sesuatu hal baru didapatkan sebenarnya hal tersebut sebuah

kepercayaan yang telah diwariskan kepada leluhur dan diajarkan kepada

Page 75: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

60

penerusnya beserta dengan arti-arti yang begitu sangat luas dan tradisi

tersebut telah dipelajari bertahun tahun. Hingga bisa berikan amanah

dalam memimpin sebuah tradisi atau biasa disebut sebagai orang

kepercayaan dalam membawakan tradisi tersebut.

b. Makna Simbolik Fasilitas dalam Proses Ritual Mabbaca-baca

Dalam menjalankan sebuah tradisi membutuhkan hal yang

dikatakan wajib dalam pelaksanaan ritual mabbaca-baca atau biasa disebut

sarana dan prasarana di mana maksud dari prasarana yaitu alat-alat yang

digunakan dalam proses mabbaca-baca.

Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan salah

satu informan yang berinisial N.A selaku masyarakat yang masih terlibat

dalam melaksanakan tradisi mabbaca baca di Desa Alelebbae Kecamatan

Pitumpanua Kabupaten Wajo mengatakan :

Dalam proses ritual Mabbaca-baca item wajib yang harus

disediakan adalah Dupa yang artinya pengantara/pappalettu

selamnjutnya kemenyang yang fungsinya sama dengan dupa yang

membedakan dari segi bentuk dan kegunaannya( Wawancara N.A,

13/05/2021)

Pendapat dari salah satu informan yang berinisial N.A selaku

masyarakat yang masih terlibat dalam melaksanakan tradisi mabbaca baca

di Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo

mengungkapkan arti mabbaca-baca dari segi bahan dan alat yang paling

utama digunakan saat pelaksanaan dimana dia mengartikan bahan dan alat

yang digunakan sebagai penyampaian terhadap keinginan atau istilah

lainya dalam bahasa umum adalah sebuah doa untuk mengabulkan semua

Page 76: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

61

keinginan cdnya saat adakan tradisi mabbaca-baca Aqiqah dan doa

tersebut disampaikan melalui tradisi mabbaca-baca dengan tujuan agar

kedepannya dapat membangun keluarga yang bahagia dan diberikan

keselamatan

Adapun makna dari Dupa (dup), paduppa berarti kita melaksanakan

upacara tradisi ini, dan memiliki aroma yang sangat wangi yang bermakna

agar kita selalu merasakan aroma-aroma positif.

c. Makna Simbolik Proses Ritual Mabbaca-baca dalam Acara Aqiqah

Dalam menjalankan sebuah tradisi membutuhkan hal yang

dikatakan wajib dalam pelaksanaan ritual mabbaca-baca yaitu hidangan

yang memiliki makna dalam setiap penyajian makanan yang akan

dibacakan oleh tokoh yang dipercayakan oleh masyarakat desa Alelebbae.

Adapun makna dari setiap penyajian makanan seperti yang diutarakan

salah satu informan yaitu :

a. Otti Fanasa ( Pisang Nangka) = Parillaudampeng (Permintaan maaf)

Pisang Nangka merupakan unsur pokok dalam ritual mabbaca-baca

acara Aqiqah agar Allah senantiasa melindungi kita. Dan menu ini

tidak bisa digantikan oleh menu lain.

Hal ini berdasarkan hasil wawancara berinisial K, mengatakan bahwa :

Pisang tidak bisa diganti karena sudah jadi menu wajib dalam

melakukan ritual mabbaca-baca (Wawancara, K, 22/05/2021)

Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa Dari hasil wawancara yang

dilakukan oleh peneliti dengan salah satu informan yang berinisial K

Page 77: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

62

selaku warga yang sampai saat ini masih mengikuti dan percaya tradisi

mabbaca-baca di Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten

Wajo dimana dia mengartikan tradisi mabbaca-baca dari segi bahan

yang digunakan dimana dari setiap bahan memiliki maksud dan tujuan

dalam pelaksanaan tradisi mabbaca baca dan beberapa arti yang paling

umum diungkapkan sebagai permintaan maaf. Dan menu ini merupakan

unsur pokok yang tidak dapat digantikan oleh menu lain.

b. Sokko (Songkolo) = Parillaudampeng ( Permintaan Maaf )

Sokko (songkolo) merupakan sebuah unsur pokok atau menu wajib

yang jika tidak maka ritual mabbaca-baca tidak dapat dilakukan.

Adapun makna dari keempat macam songkolo :

1. Sokko Cella ( Merah ) = untuk na Wai e ( di air)

2. Sokko Onyi ( Kuning ) = untuk menari yase ( di atas )

3. Sokko Bolong ( Hitam ) = punnana tana e ( di tanah)

4. Sokko Pute ( Putih ) = punna lolangeng e ( makhluk yang

berkeliaran )

Hal ini berdasarkan hasil wawancara berinisial K, Mengatakan bahwa:

Songkolo tidak dapat digantikan oleh menu lain karena

sudah ditentukan bahwa harus pakai songkolo.

(Wawancara,K,22/05/2021)

Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa Dari hasil wawancara yang

dilakukan oleh peneliti dengan salah satu informan yang berinisial K

selaku warga yang sampai saat ini masih mengikuti dan percaya tradisi

mabbaca-baca di Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten

Page 78: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

63

Wajo dimana dia mengartikan tradisi mabbaca-baca dari segi bahan

yang digunakan dimana dari setiap bahan memiliki maksud dan tujuan

dalam pelaksanaan tradisi mabbaca baca dan beberapa arti yang paling

umum diungkapkan di antaranya memohon perlindungan dan

permintaan maaf dan tidak dapat digantikan oleh menu lain.

c. Nasu Lekku ( Ayam ) = paccera‟ ( persembahan)

Ayam yang dimasak dengan lengkuas ini termasuk komponen

penting dalam ritual mabbaca-baca.

Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan oleh peneliti

dengan salah satu informan yang berinisial K selaku warga yang sampai

saat ini masih mengikuti dan percaya tradisi mabbaca-baca di Desa

Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo mengatakan :

Nasu lekku(ayam) sudah jadi menu pokok dalam ritual

mabbaca-baca. (Wawancara, K,22/05/2021)

Ditempat lain yang diungkapkan informan yang berbeda melihat Ayam

merupakan bukan hal pokok dan menu ini dapat diganti dengan menu

lain. Hal ini berdasarkan pendapat informan berinisial B.T, selaku warga

yang sampai saat ini masih mengikuti dan percaya tradisi mabbaca-baca

di Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo mengatakan

Bisaji diganti kalau ayam dengan menu lain seperti ikan.

(Wawancara,B.T,26/05/2021)

Dari kedua informan ini tentu melahirkan sebuah interpretasi yang

berbeda. Namun peneliti melihat pada hasil penelitian lain mengatakan

Page 79: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

64

bahwa ayam sebagai salah satu bahan pembuatan lauk pauk yang

digunakan hampir dalam setiap jenis upacara tradisional(wajib adanya).

Hal ini diperkuat oleh peneliti sebelumnya ( Al Mushar Firandi; 2017)

d. Tello ( Telur ) = pelengkap (umum)

Telur adalah salah satu bahan wajib yang digunakan saat prosesi

mabbaca-baca dimana saat menggunakan telur biasanya telur di

padukan dengan beberapa masakan seperti di padukan songkolo yang di

diletakan di atas songkolo mengartikan sebagai puncak dimana maksud

tersebut adalah agar saat menjalani kehidupan kedepan dapat mencapai

apa yang diinginkan.

Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan informan berinisial K,

mengatakan bahwa :

Itu telur sudah jadi menu pokok dalam melakukan ritual

mabbaca-baca (Wawancara, K,22/05/2021)

Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa Dari hasil wawancara yang

dilakukan oleh peneliti dengan salah satu informan yang berinisial K

selaku warga yang sampai saat ini masih mengikuti dan percaya tradisi

mabbaca-baca di Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten

Wajo dimana dia mengartikan tradisi mabbaca-baca dari segi bahan

yang digunakan dimana dari setiap bahan memiliki maksud dan tujuan

dalam pelaksanaan tradisi mabbaca baca sebagai komponen pokok dan

beberapa arti yang paling umum diungkapkan di antaranya memohon

perlindungan kepada Allah Swt.

Page 80: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

65

e. Bembe (Kambing) = Paccera‟ (persembahan)

Kambing merupakan menu wajib dalam ritual mabbaca-baca di acara

Aqiqah, yang jika tidak ada maka ritual mabbaca-baca tidak dapat

dilakukan. Adapun persyaratan jika anak perempuan maka kambing

yang disembeli hanya 1 ekor dan jika anak laki-laki maka kambing

yang disembeli 2 ekor.

Hal ini berdasarkan hasil wawancara informan berinisial K yang

mengatakan bahwa :

Degaga sebenarna sullai-sullaingenna nasaba anu pura mettoni

itentukan makkeda bembe pa. (Wawancara,K,22/05/2021)

Artinya : „Tidak bisa diganti karena sudah merupakan komponen

pokok dalam acara ritual mabbaca-baca di acara aqiqah”

Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa Dari hasil wawancara yang

dilakukan oleh peneliti dengan salah satu informan yang berinisial K selaku

warga yang sampai saat ini masih mengikuti dan percaya tradisi mabbaca-

baca di Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo dimana

dia memaknai sebagai paccera’(persembahan) yang memiliki arti memohon

perlindungan agar diberi keselamatan oleh Allah Swt. Dan tidak dapat

digantikan oleh menu lain.

Tradisi mabbaca-baca adalah sebuah keyakinan yang diwariskan dari

zaman dulu dimana hal tersebut memiliki sebuah makna sangat dalam bagi

masyarakat yang sampai saat ini masih menjalankan tradisi tersebut diman

makna yang dimaksud adalah permohonan maaf atas kesalahan dalam

menjalankan sebuah kehidupan, meminta perlindungan dan di berikan

Page 81: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

66

kebahagiaan yang diartikan permohonan maaf dimana artinya sebagai

makhluk sosial yang tidak luput dari sebuah kesalahan agar dapat di arahkan

ke sesuatu yang lebih benar, kemudian meminta perlindungan yang

diartikan bahwa agama dapat dilindungi dari segi marabahaya dan di

perlihatkan jalan yang menghindari dari bahaya dan diberikan kebahagiaan

diartikan sebagai agar selalu di diarahkan ke sesuatu yang lebih baik dalam

menjalani kehidupan dan terhindar dari malapetaka yang dapat merusak

suasana dalam kehidupan

Sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses mabbaca baca

semuanya memiliki arti dalam pelaksanaanya dimana prasarana yang biasa

digunakan sesuai dengan apa yang didapatkan di lapangan berupa makanan

makanan yang sudah ditentukan dan disajikan di sebuah piring yang telah

disediakan atau sesuai dengan aturan yang berlaku saat melakukan prosesi

mabbaca-baca dan adapun sarananya yaitu sebuah doa yang dilantunkan

kepada leluhur dengan bacaan ayat alquran.

3. Proses Pelaksanaan Mabbaca-baca di Desa Alelebbae Kecamatan

Pitumpanua Kabupaten Wajo

a. Proses Pelaksanaan Ritual Mabbaca-baca di Desa Alelebbae

Masyarakat Bugis dikenal memiliki budaya atau tradisi yang sangat

kental salah satunya terletak di Kabupaten Wajo yang merupakan daerah

yang penduduknya adalah suku bugis yang masih kental dengan tradisi

Mabbaca-baca, terutama di Desa Alelebbae, Kecamatan Pitumpanua,

Kabupaten Wajo. Tradisi Membaca-baca, dalam bahasa bugis Mabbaca-

Page 82: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

67

baca artinya membaca doa. Jadi Mabbaca-baca dapat kita artikan sebagai

proses pembacaan doa. Tapi tradisi Mabbaca-baca ini tidak seperti

membaca doa pada umumnya. Doa dibacakan oleh seorang Pembaca (orang

yang dipercaya waktu-waktu tertentu, seperti ketika sudah lebaran, setelah

panen padi, naik rumah baru, waktu-waktu tertentu untuk meminta

keselamatan dan mengucap syukur kepada sang pencipta atas segala yang

diberikan.

Pelaksanaan Mabbaca-baca dilakukan dengan menyediakan

berbagai macam makanan, dalam sampel di ambil dalam penelitian ini

adalah proses mebaca baca saat melakukan pernikahan dan saat melakukan

prosesi mabaca baca di pernikahan yang paling utama disiapkan adalah

makanan dan adapun makanan yang paling utama disediakan adalah sokko

bolong (songkolo hitam) dan sokko pute (songkolo putih), sokko cella

(songkolo merah), sokko onyi (songkolo kuning), nasu lekku (ayam

kampung yang dimasak dengan banyak lengkuas), otti fanasa ( pisang

nangka), rang tello ( telur rebus), dan masih banyak makanan lain serta yang

paling penting dan tidak boleh dilewatkan adalah dupa dan kemenyang.

Di dalam kesempatan, dimana anggota keluarga dan tetangga

berkumpul, solidaritas sosial yang berbentuk pemberian makanan yang

sudah dibacakan oleh pabbaca(pembaca)

Dan adapun proses pelaksanaan dilakukan saat pelaksanaan mabbaca-

baca terutama saat melakukan Aqiqah sebagai berikut :

Page 83: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

68

1. Tahap Persiapan Mabbaca-baca saat melakukan Aqiqah

Pelaksanaan upacara mabbaca baca terdiri dari tahapan yaitu

tahap persiapan dan tahap pelaksanaan Tahapan persiapan adalah tahap

yang berguna untuk merumuskan dan Mengumpulkan alat serta bahan

yang akan digunakan dalam pelaksanaan upacara Mabbaca-baca.

Adapun tahapan prosesi persiapan tersebut seperti berikut. Sebelum

pelaksanaan upacara mabaca-baca, para kerabat ikut membantu proses

pelaksanaan Mabbaca-baca.

Adapun hasil wawancara yang dilakukan peneliti berkaitan

dengan prosesi mabbaca baca terkhusus saat melakukan dengan salah

satu informan berinisial K selaku masyarakat yang masih menerapkan

ritual mabbaca baca di Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua

Kabupaten Wajo mengatakan :

“Pada engka maneng bali bola macawe e sibawa keluarga-keluarga

e jokka bantuki mappatala ero ifakewe akko mamba cake. Engka to

jokka molliwi pak imam atau pembaca ero biasa” (Wawancara K,

22/05/2021)

Artinya :

para tetangga terdekat dan para keluarga datang untuk membantu

untuk mempersiapkan bahan-bahan yang akan dipakai selama

kegiatan mabbaca. Ada juga yang pergi panggil pak imam atau

pabbaca yang sering dipanggil.

Pendapat dari salah satu informan berinisial K selaku

masyarakat yang masih menerapkan ritual mabbaca baca di Desa

Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo berpendapat bahwa

saat melakukan prosesi ritual mabbaca-baca adalah semua orang yang

Page 84: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

69

ada di lingkungan tersebut dan keluarga yang ada waktunya datang

untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan, para masyarakat

dalam proses mabbaca baca membagi tugas agar saling mempercayai

dalam melaksanakan tugas tersebut

2. Peralatan yang digunakan saat proses Mabbaca-baca dalam acara

Aqiqah

Menyambut pembacaan Mabbaca-baca ini, keluarga yang

melaksanakan Pembacaan mabaca baca terlebih dahulu membuat suatu

hidangan yang akan di bawa keluar dan di letakan di depan Imam atau

tokoh masyarakat yang disebut Pabbaca, hidangan tersebut dalam

bahasa bugis disebut nanre mabaca-baca (hidangan baca-baca)

Hidangan tersebut diletakan didepan Imam dan akan di doakan agar

menjadi. Dalam hidangan tersebut memiliki berbagai macam makanan

yang disajikan dalam proses mabbaca-baca.

Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan salah

satu informan yang berinisial S tentang bentuk penyajian dan jenis

makanan yang digunakan saat prosesi mabbaca-baca dalam acara sakral

aqiqah, mengatakan :

“Iyye mabiasae, iyyanaritu siseppe oti fanasa, 4 rufanna sokko

iyyanaritu pute, cella‟, bolong, onyi sibawa 2 rang tello‟, seddi

manu (inasu lekku), seddi bembe akko makkunrai dua bembe akko

burane wai sikaca silollong akkonyong”

Adapun makanan di depan prabaca saat melakukan prosesi

mabbaca-baca di antaranya :satu pisang nangka, songkolo sempat

macam(putih,hitam,merah,kuning) satu ekor ayam, dua telur rebus

satu ekor kambing jika yang di aqiqah itu perempuan dan jika laki-

Page 85: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

70

laki kambing yang disembelih itu dua ekor. (Wawancara

S,29/05/2021)

Selain itu pendapat yang lain juga diungkapkan salah satu informan

yang bernama Hj. B persiapan yang dilakukan saat proses membaca

dilakukan

sebelum membaca-baca dimulai, tuan rumah mengeluarkan

hidangan mabaca-baca. hidangan itu berupa songkolo disusun ke

atas(sesso) di sertai dua telur rebus, satu ekor ayam (nasu lekku),

kambing satu ekor(perempuan) kambing dua ekor(laki-laki) (

Wawancara H.B, 29/05/2021)

Dari kedua pendapat informan tentang peralatan dan bentuk

penyajian yang dilakukan saat proses mabbaca-baca dilakukan

berpendapat bahwa sebelum membaca-baca dimulai, tuan rumah

mengeluarkan hidangan mabbaca-baca berupa lauk-pauk yang akan

dimakarm nantinya bersama para undangan. hidangan itu berupa satu

pisang nangka empat macam songkolo satu ekor ayam dua telur rebus

satu ekor kambing(perempuan) dan dua ekor kambing (laki-laki) yang

dimaksud sesuai dengan pendapat informan yaitu :

1) 1 (satu) pisang nangka

2) 4 (empat) macam songkolo disusun ke atas

a. Songkolo putih

b. Songkolo merah

c. Songkolo hitam

d. Songkolo kuning

3) 2(dua) telur rebus

4) 1 (satu) eko ayam nasu lekku‟

Page 86: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

71

5) 1 Kambing (perempuan), 2 kambing (laki-laki)

6) 1 (satu) air disertai obokan

Dalam proses mabbaca-baca yang paling utama adalah sebuah

imam atau biasa dikenal dengan orang di berikan amanah dalam

memimpin saat melakukan ritual mabbaca-baca dimana orang tersebut

adalah orang telah mempelajari tatacara pelaksanaan hingga bacaan

yang ingin dilakukan saat melakukan ritual tersebut karna dalam bacaan

ada sebua yang dilontarkan yang memiliki keinginan agar dapat

dikabulkan kedepannya.

3. Bacaan Saat Proses Ritual Mabbaca-baca dalam acara Aqiqah

Berkaitan dengan hal tersebut hasil wawancara yang dilakukan

oleh peneliti dengan salah satu informan yang bernama B.T selaku

Imam desa yang sering memimpin saat melakukan ritual mabbaca

berpendapat tentang bacan diucapkan saat melakukan ritual mabbaca

baca di Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo

mengatakan mengatakan :

Semua bacaan saat melakukan mabbaca-baca itu semuanya sama dan

adapun bacaanya :

“ Bismillahirrahmanirrahim Asyahadu Alla Ilaha Ilallah Wa

asyhadu anna MuhammaDarrasulullah.

“Nia‟ tongging ku ri Puang Allahu Ta‟ala teppang dupa lebbi

atena hawa mancaji dupa mappalettu aseng tongeng mu iko dupa e

tafalettukeng ri Fuangku Sewwa e Allahu Ta‟ala. Taddampengeng

tatulung ngatapaterimaiwi alusu‟na nyawa tuo na tau tongeng na

nabi ta Muhammad Saw. Millau damping nga millau tulung nga ri

alsina nutarimai siba madeceng ladengekku teppang dupa ku

makko tofa pattuana passelamakku iyya sekeluarga ri Puang

Allahu Ta'ala''

Page 87: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

72

Lanjut baca Al Fatihah

“bismillāhir-raḥmānir-raḥīm al-ḥamdu lillāhi rabbil-'ālamīn ar-

raḥmānir-raḥīm māliki yaumid-dīn iyyāka na'budu wa iyyāka

nasta'īn ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm ṣirāṭallażīna anamta 'alaihim

ghairil-magḍụbi 'alaihim wa laḍ-ḍāllīn” ( Wawancara informan

berinisial B.T, 26/05/2021)

Dari hasil wawancara dilakukan oleh peneliti dengan salah satu

informan yang berinisial B.T selaku imam desa yang sering memimpin

saat melakukan ritual mabbaca berpendapat tentang bacan diucapkan

saat melakukan ritual mabbaca baca di Desa Alelebbae Kecamatan

Pitumpanua Kabupaten Wajo bahawa semua bacaan diucapkan saat

melakukan ritual apapun itu semuanya sama dan secara otomatis

persiapan pun juga dalam melakukan proses membaca juga sama yang

bertujuan agara doa yang diutarakan dapat dikabulkan

Pelaksanaan Mabbaca-baca dilakukan dengan menyediakan

berbagai macam makanan, namun makanan yang paling utama

disediakan adalah sokko bolong (songkolo hitam) dan sokko pute

(songkolo putih), nasu lekku (ayam kampung yang dimasak dengan

banyak lengkuas), otti fanasa ( pisang nangka), rang tello ( telur rebus),

dan masih banyak makanan lain serta yang paling penting dan tidak

boleh dilewatkan adalah dupa dan kemenyang.

Di dalam kesempatan, dimana anggota keluarga dan tetangga

berkumpul, solidaritas sosial yang berbentuk pemberian makanan yang

sudah dibacakan oleh pembaca. Dengan memperhatikan tradisi

mabbaca-baca sebagai bagian bentuk siklus sosial masyarakat dan

dengan mempertimbangkan bahwa tradisi seperti ini adalah bagian cara

Page 88: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

73

anggota keluarga dan anggota masyarakat memindahkan nilai-nilai

agama melalui kenangan panjang tentang sejarah sosial kehidupan Nabi

Muhammad sebagai Rasul.

Namun seiring berjalannya waktu berbagai macam spekulasi

muncul di tengah masyarakat dengan kehadiran ritual tersebut. Hal ini

didasari karena ternyata masyarakat di desa tersebut masih belum

paham dengan motif ritual Mabbaca-baca apakah itu dari keyakinan

keagamaan atau hanya budaya atau tradisi yang turun-temurun, Selain

itu banyak masyarakat yang masih mengaitkannya dengan hal mistis

sehingga menimbulkan sebuah dampak bagi lingkungan.

Dampak sebuah tradisi sangatlah kuat bagi mindset masyarakat

dimana diketahui bahwa ajaran tradisi sudah mendarah daging bagi

masyarakat yang menekuni tradisi tersebut dengan adanya tradisi dapat

memperkuat keyakinan masyarakat tentang kehidupan di lingkungan

dimana kebanyakan ajaran diketahui bahwa memiliki suatu nilai positif

yang dapat mempertahankan keyakinan masyarakat sehingga dapat

bertahan sampai sejauh ini

Dalam perkembangan teknologi juga ada kaitanya dengan

menurunya adat yang ada di Indonesia bahkan sampai sejauh ini banyak

anak anak yang tidak tahu adat berasal dari daerah mereka itu

disebabkan sampai sejauh ini sudah banyak masyarakat yang

memandang negatif kondisi adat atau tradisi suatu daerah dimana saat

Page 89: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

74

ini banyak anak anak yang ikut terpengaruh tentang pemahaman orang

luar yang memandang negatif adat atau tradisi di Indonesia

Adapun hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan

salah satu informan yang berinisial N.A. berkaitan dengan dampak

Negatif yang menyebabkan terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya

tradisi mabbaca-baca yang timbul di Desa Alelebbae Kecamatan

Pitumpanua Kabupaten Wajo mengatakan :

Iya, sekarang ada beberapa kepala keluarga yang sudah

meninggalkan tradisi tersebut. Karena menganggap bahwa tradisi

tersebut musyrik ( Wawancara informan berinisial N.A, 13/05/2021)

Hasil wawancara dengan salah satu informan yang berinisial

N.A berkaitan dengan dampak Negatif yang menyebabkan terjadinya

pergeseran nilai-nilai budaya tradisi mabbaca-baca yang timbul di Desa

Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo berpendapat bahwa

saat ini sudah banyak masyarakat yang memandang tradisi mabbaca

baca dari segi negatif bahkan menganggap tradisi mabbaca baca

sebagai msurik dilakukan oleh masyarakat

Pendapat lain yang diungkapkan salah satu informan yang

berinisial B.T sebagai Imam desa di Desa Alelebbae Kecamatan

Pitumpanua Kabupaten Wajo yang melihat dari segi dampak saat

pelaksanaanya dihentikan atau menghilangkan kepercayaan terhadap

tradisi mabbaca-baca bagi warga menjalaninya di Desa Alelebbae

Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo mengatakan :

Bagi masysarakat yang pernah meyaklini tradisi dan

meninggalkanya akan terkena penyakit. Dan dihantui oleh mahluk

Page 90: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

75

(arwah) yang selalu di kasih selama ini ( Wawancara, B.T,

26/05/2021)

Pendapat yang serupa juga diungkapkan salah satu informan

yang berinisial N.A sebagai sebagai warga yang masih mengikuti tradisi

mabbaca-baca di Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten

Wajo yang melihat dari segi dampak saat pelaksanaanya dihentikan

atau menghilangkan kepercayaan terhadap tradisi mabbaca-baca bagi

warga menjalaninya di Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua

Kabupaten Wajo mengatakan :

Dampak buruknya, Marah

“ Niga tuli yaleng yero fadato laona massappa makkeda magi dena

najampangi ki e” biasa langsung nafakennai lasa. ( Wawancara, N.A,

13/05/2021)

Artinya : yang selalu dikasih akan merasa sudah tdk diperhatikan lagi

sehingga akan menimbulkan sesuatu yang tidak diinginkan

Pendapat dari beberapa informan selaku warga di Desa

Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo yang melihat dari

segi dampak saat pelaksanaanya dihentikan atau menghilangkan

kepercayaan terhadap tradisi mabbaca baca bagi warga menjalaninya di

Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo Berpendapat

bahwa bagi masyarakat yang pernah terlibat dalam pelaksanaan tradisi

mabbaca-baca dan tiba menghentikanya akan terkena dampak dari

leluhur dalam artian bahwa leluhur yang selama ini mereka anggap

sebagai petunjuk jalan keden agar terhindar dari segala mara bahaya

kemudian tiba menghentikanya dan hal ini sama saja mengkhianati

seseorang yang selama ini dipercaya

Page 91: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

76

Dalam pelaksanaan sebuah adat kadang ada orang yang begitu

sangat percaya sehingga sampai sejauh ini masih ada beberapa adat di

Indonesia yang bertahan di sebabkan karena masih ada beberapa

kepercayaan dari masyarakat mereka yang sangat kuat dalam

mempertahankan tradisi tersebut dan mereka dapat bertahan berbagai

godaan dari lingkungan yang saat ini banyak ingin menghilangkan

tradisi adat di Indonesia

Adapun hasil wawancara yang diungkapkan salah satu informan

yang berinisial K sebagai warga yang masih sangat percaya terhadap

tradisi mabbaca-baca di Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua

Kabupaten Wajo mengatakan :

Dengan menjalankan setiap ada acara-acara sakral seperti aqiqah

(Wawancara informan berinisial K, 22/05/2021)

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu

informan yang berinisial K sebagai warga yang masih sangat percaya

terhadap tradisi mabbaca-baca di Desa Alelebbae Kecamatan

Pitumpanua Kabupaten Wajo berpendapat bahwa cara mempertahankan

tradisi mabbaca-baca di Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua

Kabupaten Wajo dengan cara mengikuti setiap ada pelaksanaan yang

diadakan oleh Desa.

Dampak yang di sebabkan dari tradisi bagi orang yang sangat

mempercayainya memanlah bukanlah sesuatu tidak masuk akal tapi di

lakukan keyakinan yang begitu kuat dan buka berarti mereka penganut

Page 92: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

77

tradisi tersebut adalah seorang musrik dan kebanyaka dari mereka

adalah orang orang yang taat terhadap aturan ajarana agama apalagi

kebanyakan dari masyarakat yang menjalankan tradisi tersebut dominan

islam bahkan kebanyakan masyarak menjalani tradisi tersebut lebih taat

terhadap jaran agama di bandingkan dengan masyarakat yang

mengaggap ajaran tradisi tersebut adalah ajaran musrik

Selain itu hal tersebut dampak sangat berpengaruh terhadap

pada kehidupan di zaman sekarang karena sudah banyak pengaruh dari

luar yang mengajarkan tentang tradisi mabbaca baca adalah musyrik

seperti yang dikatakan salah satu pendapat informan yang berinisial Hj.

B tentang pengaruh di zaman sekarang tentang tradisi mabbaca-baca

mengatakan :

Banyak sekarang yang tinggalkan ini ritual, apalagi dizaman

modern ini sudah banayak masyarakat yang tidak lakukan karna

menganggap tidak ada dalam ajaran agama islam, jadi hanya

orang-orang tertentu saja.( Wawancara, H.B, 29/05/2021)

Pendapat dari salah satu informan tentang pengaruh di zaman

sekarang tradisi mabbaca baca dimana saat ini peminat melakukan

tradisi tersebut sudah mulai berkurang disebabkan karena ajaran

modern yang menganggap tradisi mabbaca-baca tidak ada dalam ajaran

agama islam.

Page 93: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

78

B. PEMBAHASAN

1. Makna Simbolik Ritual Mabbaca-baca di Desa Alelebbae Kecamatan

Pitumpanua Kabupaten Wajo

a. Makna Simbolik Ritual Mabbaca-baca di Desa Alelebbae

Menurut Ariftanto dan Maimunah, “Makna adalah arti atau

pengertian yang erat hubungannya antara tanda atau bentuk yang berupa

lambang bunyi ,ujaran dengan hal atau barang yang dimaksudkan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka yang dimaksud makna adalah

kata yang terselubung dari sebuah tanda atau lambang , dan hasil penafsiran

dan interpretasi yang erat hubungannya dengan sesuatu hal atau barang

tertentu yang hasilnya relatif bagi penafsiran.

Kebudayaan itu bukan saja merupakan seni dalam hidup, tetapi juga

benda-benda yang terdapat di sekeliling manusia yang dibuat oleh manusia.

Itulah sebabnya kemudian kebudayaan diartikan sebagai cara hidup yang

dikembangkan oleh sebuah masyarakat guna memenuhi keperluan dasarnya

untuk dapat bertahan hidup, meneruskan keturunan dan mengatur

pengalaman sosialnya. Kebudayaan adalah ekspresi eksistensi manusia di

dunia. Pada kebudayaan, manusia menampakkan jejak-jejak dalam

panggung sejarah di zaman modern yang memungkinkan adanya perubahan

dalam setiap aspek budaya yaitu dari budaya tradisional menjadi budaya

modern.

Setiap kebudayaan yang diciptakan oleh manusia tentunya

mengandung makna yang tersirat di dalamnya. Ibarat sebuah simbol,

Page 94: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

79

mabbaca-baca tentu tidak hadir begitu saja ditengah masyarakat kabupaten

Wajo. Seluk beluk kehadirannya tidak bisa dipungkiri kalau tradisi

mabbaca-baca dipelopori oleh nenek moyang dan akhirnya dinikmati hingga

sekarang. Jadi makna simbolik disini yaitu makna dari setiap yang

dilakukan dalam pelaksanaan mabbaca-baca, seperti makna simbol dari

sarana mabbaca-baca seperti symbol pisang, songkolo, telur, kemenyan, dan

dupa.

Bentuk intrepretasi masyarakatterhadap nilai dalam bentuk ritual

adat yan dilakukan sebagai ciri khas dalam tradisi seperti yang terjadi di

Desa Alelebbae mengenai makna Simbolik Ritual Mabbaca-bac masyarakat

desa Memaknai Ritual Mabbaca-baca debagai bentuk rasa Syukur dan

perwujudan dalam memanjatkan doa untuk meminta keselamatan.

Pada penelitian ini menggunakan teori Nilai Religi dimana manusia

sebagai ciptaan Tuhan secara sadar memiliki hubungan individu antar

manusia dengan penciptanya. Hubungan tersebut dapat dilakukan dengan

berbagai cara baik melalui agama maupun berbagai pola kepercayaan yang

selalu dipegang teguh dan melekat dalam kehidupam keseharian.

b. Makna Simbolik Fasilitas dalam Proses Ritual Mabbaca-baca

Dalam menjalankan sebuah tradisi membutuhkan hal yang dikatakan

wajib dalam pelaksanaan ritual mabbaca-baca atau biasa disebut sarana dan

prasarana di mana maksud dari prasarana yaitu alat-alat yang digunakan

dalam proses mabbaca-baca.

Page 95: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

80

Adapun makna dari Dupa (dup), paduppa berarti kita melaksanakan upacara

tradisi ini, dan memiliki aroma yang sangat wangi yang bermakna agar kita

selalu merasakan aroma-aroma positif.

c. Makna Simbolik Proses Ritual Mabbaca-baca dalam Acara Aqiqah

Dalam menjalankan sebuah tradisi membutuhkan hal yang dikatakan

wajib dalam pelaksanaan ritual mabbaca-baca yaitu hidangan yang

memiliki makna dalam setiap penyajian makanan yang akan dibacakan oleh

tokoh yang dipercayakan oleh masyarakat desa Alelebbae.

Dalam proses proses ritual mabbaca-baca dalam acara aqiqa perlu

dipersiapkan beberapa menu wajib sebelum melakukan ritual mabbaca-baca

yang memiliki makna khusus dalam setiap menunya.

Adapun makna dari setiap penyajian makanan seperti yang diutarakan

salah satu informan yaitu :

1. Otti Fanasa ( Pisang Nangka) = Parillaudampeng (Permintaan maaf)

Pisang Nangka merupakan unsur pokok dalam ritual mabbaca-baca

acara Aqiqah agar Allah senantiasa melindungi kita. Dan menu ini

tidak bisa digantikan oleh menu lain.

2. Sokko (Songkolo) = Parillaudampeng ( Permintaan Maaf )

Sokko (songkolo) merupakan sebuah unsur pokok atau menu wajib

yang jika tidak maka ritual mabbaca-baca tidak dapat dilakukan.

Adapun makna dari keempat macam songkolo :

Page 96: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

81

a. Sokko Cella ( Merah ) = untuk na Wai e ( di air)

b. Sokko Onyi ( Kuning ) = untuk menari yase ( di atas )

c. Sokko Bolong ( Hitam ) = punnana tana e ( di tanah)

d. Sokko Pute ( Putih ) = punna lolangeng e ( makhluk yang

berkeliaran )

3. Nasu Lekku ( Ayam ) = paccera‟ ( persembahan)

Ayam yang dimasak dengan lengkuas ini termasuk komponen

penting dalam ritual mabbaca-baca. Namun dapat diganti dengan item

lain seperti ikan.

4. Tello ( Telur ) = pelengkap (umum)

Telur adalah salah satu bahan wajib yang digunakan saat prosesi

mabbaca-baca dimana saat menggunakan telur biasanya telur di

padukan dengan beberapa masakan seperti di padukan songkolo yang di

diletakan di atas songkolo mengartikan sebagai puncak dimana maksud

tersebut adalah agar saat menjalani kehidupan kedepan dapat mencapai

apa yang diinginkan.

5. Bembe (Kambing) = Paccera‟ (persembahan)

Kambing merupakan menu wajib dalam ritual mabbaca-baca di acara

Aqiqah, yang jika tidak ada maka ritual mabbaca-baca tidak dapat

dilakukan. Adapun persyaratan jika anak perempuan maka kambing

yang disembeli hanya 1 ekor dan jika anak laki-laki maka kambing

yang disembeli 2 ekor.

Page 97: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

82

Tradisi mabbaca-baca adalah sebuah keyakinan yang

diwariskan dari zaman dulu dimana hal tersebut memiliki sebuah

makna sangat dalam bagi masyarakat yang sampai saat ini masih

menjalankan tradisi tersebut diman makna yang dimaksud adalah

permohonan maaf atas kesalahan dalam menjalankan sebuah

kehidupan, meminta perlindungan dan di berikan kebahagiaan yang

diartikan permohonan maaf dimana artinya sebagai makhluk sosial

yang tidak luput dari sebuah kesalahan agar dapat di arahkan ke sesuatu

yang lebih benar, kemudian meminta perlindungan yang diartikan

bahwa agama dapat dilindungi dari segi marabahaya dan di perlihatkan

jalan yang menghindari dari bahaya dan diberikan kebahagiaan

diartikan sebagai agar selalu di diarahkan ke sesuatu yang lebih baik

dalam menjalani kehidupan dan terhindar dari malapetaka yang dapat

merusak suasana dalam kehidupan

Setiap kebudayaan yang diciptakan oleh manusia tentunya

mengandung makna yang tersirat di dalamnya. Ibarat sebuah simbol,

mabbaca-baca tentu tidak hadir begitu saja ditengah masyarakat kabupaten

Wajo. Seluk beluk kehadirannya tidak bisa dipungkiri kalau tradisi

mabbaca-baca dipelopori oleh nenek moyang dan akhirnya dinikmati hingga

sekarang. Jadi makna simbolik disini yaitu makna dari setiap yang

dilakukan dalam pelaksanaan mabbaca-baca, seperti makna simbol dari

sarana mabbaca-baca seperti symbol pisang, songkolo, telur, kemenyan, dan

dupa.

Page 98: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

83

Adapun penelitian bersesuaian dengan Teori Interaksionisme

Simbolik dimana hal menunjukan Pentingnya interaksionisme simbolik

tercermin dari pandangan mengenai objek-objek. Interaksi simbolik adalah

makna yang di dapatkan berdasarkan hasil interaksi dengan orang lain dan

tindakan manusia adalah tindakan interpetatif yang dibuat oleh manusia itu

sendiri.

Sebagai makhluk sosial dan juga sebagai makhluk komunikasi,

manusia menggunakan berbagai macam simbol, baik yang diciptakan oleh

manusia itu sendiri maupun yang bersifat alami. Pada dasarnya makna

simbolik terbagi atas dua makna yaitu secara khusu dan secara umum .

Pada tradisi mabbaca baca banyak mengandung makna melalui simbol-

simbol yang memiliki makna tertentu yang hanya dapat dipahami oleh

masyarakat suku masyarakat yang yang masih mempercayai tradisi itu

sendiri. Makanan tradisi mabbaca arti sangat dalam saat pelaksanaannya

dimana makna-makna tersebut disampaikan melalui sebuah sarana

prasarana yang disiapkan pada sebuah acara dan setiap tindakan memiliki

arti khusus dan secara umum

Makna secara umum tradisi mabbaca baca yaitui makan yang dapat

di artikan oleh masyarakat awam atau seorang yang tidak terlalu mendalami

pelaksanaan tradisi mabaca baca dimana hasil penelitian yang di dapatkan

makna mabaca baca secara umum yaitu tradisi yang di turunkan oleh leluhur

atau amanh yang di wariskan kepada penerusnya

Page 99: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

84

2. Proses Pelaksanaan Mabbaca-baca di Desa Alelebbae Kecamatan

Pitumpanua Kabupaten Wajo

a. Proses Pelaksanaan Ritual Mabbaca-baca di Desa Alelebbae

Masyarakat Bugis dikenal memiliki budaya atau tradisi yang sangat

kental salah satunya terletak di Kabupaten Wajo yang merupakan daerah

yang penduduknya adalah suku bugis yang masih kental dengan tradisi

Mabbaca-baca, terutama di Desa Alelebbae, Kecamatan Pitumpanua,

Kabupaten Wajo. Tradisi Membaca-baca, dalam bahasa bugis Mabbaca-

baca artinya membaca doa. Jadi Mabbaca-baca dapat kita artikan sebagai

proses pembacaan doa. Tapi tradisi Mabbaca-baca ini tidak seperti

membaca doa pada umumnya. Doa dibacakan oleh seorang Pembaca (orang

yang dipercaya waktu-waktu tertentu, seperti ketika sudah lebaran, setelah

panen padi, naik rumah baru, waktu-waktu tertentu untuk meminta

keselamatan dan mengucap syukur kepada sang pencipta atas segala yang

diberikan.

Pelaksanaan Mabbaca-baca dilakukan dengan menyediakan

berbagai macam makanan, dalam sampel di ambil dalam penelitian ini

adalah proses mebaca baca saat melakukan pernikahan dan saat melakukan

prosesi mabaca baca di pernikahan yang paling utama disiapkan adalah

makanan dan adapun makanan yang paling utama disediakan adalah sokko

bolong (songkolo hitam) dan sokko pute (songkolo putih), sokko cella

(songkolo merah), sokko onyi (songkolo kuning), nasu lekku (ayam

kampung yang dimasak dengan banyak lengkuas), otti fanasa ( pisang

Page 100: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

85

nangka), rang tello ( telur rebus), dan masih banyak makanan lain serta yang

paling penting dan tidak boleh dilewatkan adalah dupa dan kemenyang.

Di dalam kesempatan, dimana anggota keluarga dan tetangga

berkumpul, solidaritas sosial yang berbentuk pemberian makanan yang

sudah dibacakan oleh pabbaca(pembaca).

Dan adapun proses pelaksanaan dilakukan saat pelaksanaan mabbaca-

baca terutama saat melakukan Aqiqah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan Mabbaca-baca saat melakukan Aqiqah

Pelaksanaan upacara mabbaca baca terdiri dari tahapan yaitu tahap

persiapan dan tahap pelaksanaan Tahapan persiapan adalah tahap yang

berguna untuk merumuskan dan Mengumpulkan alat serta bahan yang

akan digunakan dalam pelaksanaan upacara Mabbaca-baca. Adapun

tahapan prosesi persiapan tersebut seperti berikut. Sebelum pelaksanaan

upacara mabaca-baca, para kerabat ikut membantu proses pelaksanaan

Mabbaca-baca..

2. Peralatan yang digunakan saat proses Mabbaca-baca dalam acara

Aqiqah

Menyambut pembacaan Mabbaca-baca ini, keluarga yang

melaksanakan Pembacaan mabaca baca terlebih dahulu membuat suatu

hidangan yang akan di bawa keluar dan di letakan di depan Imam atau

tokoh masyarakat yang disebut Pabbaca, hidangan tersebut dalam

bahasa bugis disebut nanre mabaca-baca (hidangan baca-baca)

Hidangan tersebut diletakan didepan Imam dan akan di doakan agar

Page 101: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

86

menjadi. Dalam hidangan tersebut memiliki berbagai macam makanan

yang disajikan dalam proses mabbaca-baca.

peralatan dan bentuk penyajian yang dilakukan saat proses mabbaca-

baca dilakukan berpendapat bahwa sebelum membaca-baca dimulai,

tuan rumah mengeluarkan hidangan mabbaca-baca berupa lauk-pauk

yang akan dimakarm nantinya bersama para undangan. hidangan itu

berupa satu pisang nangka empat macam songkolo satu ekor ayam dua

telur rebus satu ekor kambing(perempuan) dan dua ekor kambing (laki-

laki) yang dimaksud sesuai dengan pendapat informan yaitu :

1. (satu) pisang nangka

2. (empat) macam songkolo disusun ke atas

b. Songkolo putih

c. Songkolo merah

d. Songkolo hitam

e. Songkolo kuning

3. (dua) telur rebus

4. (satu) eko ayam nasu lekku‟

5. 1 Kambing (perempuan), 2 kambing (laki-laki)

6. 1 (satu) air disertai obokan

Dalam proses mabbaca-baca yang paling utama adalah sebuah

imam atau biasa dikenal dengan orang di berikan amanah dalam

memimpin saat melakukan ritual mabbaca-baca dimana orang tersebut

adalah orang telah mempelajari tatacara pelaksanaan hingga bacaan

Page 102: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

87

yang ingin dilakukan saat melakukan ritual tersebut karna dalam bacaan

ada sebua yang dilontarkan yang memiliki keinginan agar dapat

dikabulkan kedepannya.

Pada penelitian ini bersesuaian dengan Teori interaksionisme Simbolik

dimana hal ini menunjukkan pentingnya interaksionisme simbolik tercermin dari

pandangan bahwa masyarakat terdiri dari beberapa manusia yang saling

berinteraksi , akhirnya melakukan tindakan bersama dan akhirnya membentuk

struktur social. Interaksi manusia itu sendiri terdiri dari berbagai kegiatan manusia

yang berhubungan dengan kegiatan manusia yang lain. Iteraksi secara simbolik

senantiasa mencakup penafsiran atas tindakan-tindakan tersebut.

Dalam prosesi tradisi saat dilaksanakan manusia memiliki peran dalam

pelaksanaanya dimana semua orang yang ada di lingkungan tersebut dan keluarga

yang ada waktunya datang untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan,

para masyarakat dalam proses mabbaca baca membagi tugas agar saling

mempercayai dalam melaksanakan tugas tersebut

Dalam prosesi mabbaca baca memiliki dua tahapan dimana tahapan

pertama yaitu persiapan, Tahapan persiapan adalah tahap yang berguna untuk

merumuskan dan Mengumpulkan alat serta bahan yang akan digunakan dalam

pelaksanaan upacara Mabbaca-baca. Adapun tahapan prosesi persiapan tersebut seperti

berikut. Sebelum pelaksanaan upacara mabbaca-baca, para kerabat ikut membantu proses

pelaksanaan Mabbaca-baca.

Selanjutnya tahapan kedua yaitu tahapan pelaksanaan dimana proses mabbaca-

baca dilakukan saat sebelum membaca-baca dimulai, tuan rumah mengeluarkan

Page 103: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

88

hidangan mabbaca-baca berupa lauk-pauk yang akan dimakarm nantinya bersama

para undangan. hidangan itu berupa satu pisang nangka empat macam songkolo

satu ekor ayam dua telur rebus satu ekor kambing(perempuan) dan dua ekor

kambing (laki-laki)

Dalam proses mabbaca baca memiliki dua tahapan dimana tahapan

pertama adalah tahapan persiapan kemudian dilanjutkan dengan tahapan

pelaksanaan saat melakukan prosesi mabbaca baca terkurus saat acara mabbaca-

baca saat adakan aqiqah hal ini menunjukan saat melakukan promosi mabbaca

baca sangat erat hubungannya dengan nilai religi dimana pola kepercayaan yang

selalu dipegang teguh dan melekat dalam kehidupan keseharian, dalam pendapat

teori ini dapat memabngun rasa saling percaya dalam proses kehidupan bersosial

Page 104: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

89

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Makna Simbolik

Ritual Mabbaca – baca di Desa Alelebbae Kecamatan Pitumpanua Kabupaten

Wajo maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Adapun Makna Mabbaca Baca adalah amanah yang diwariskan kepada

penerusnya kemudian arti ma baca baca dari segi bahan yang paling

utama digunakan saat pelaksanaan dimana dia mengartikan alat yang

digunakan sebagai penyampaian dari segi bahan yang digunakan saat

pelaksanaan adalah arti yang paling umum diungkapkan di antaranya

memohon perlindungan dan permintaan maaf atas kesalahan yang

dilakukan agar kedepannya dapat menjalankan kehidupan dengan tenang

2. Adapun prosesi ritual mabaca-baca adalah

Dalam proses mabbaca baca memiliki dua tahapan dimana tahapan

pertama adalah tahapan persiapan kemudian dilanjutkan dengan tahapan

pelaksanaan saat melakukan prosesi mabbaca baca dimana tahap persiapan

tersebut menyiapkan berbagai jenis hidangan wajib saat melakukan prosesi

mabbaca baca terkhusus di acara pernikahan dan kedua sarana dimanasara

yang dimaksud adalah sebuah doa kemudian semua orang yang ada

dilingkungan tersebut dan keluarga yang ada waktunya datang untuk

mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan, para masyarakat dalam

proses mabbaca baca membagi tugas agar saling mempercayai dalam

90

Page 105: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

90

melaksanakan tugas tersebut dan saat melakukan pelaksanaan ritual

bacaan diucapkan sudah memang ada yang disiapkan secara khusus saat

melakukan ritual apapun itu semuanya sama dan secara otomatis persiapan

pun juga dalam melakukan proses membaca juga sama yang bertujuan

agara doa yang diutarakan dapat dikabulkan

B. Saran Penelitian

a. Bagi Pemerintah

Semoga dengan penelitian ini pemerintah dapat lebih memperhatikan

identitas kebudayaan kabupaten Wajo agar tetap terjaga hingga

kedepannya dan dijadikan aset Daerah untuk memperkenalkannya kepada

daerah lain serta dapat menjadi acuan dalam menentukan sebuah ejaan

baru demi masa depan daerah.

b. Bagi Masyarakat

Diharapkan masyarakat agar tetap menjaga, melestarikan kebudayaannya

dan tetap memperkaya khasanah kebudayaan local, dengan tuntunan ajaran

islam agar tidak ada unsur kemusyrikan serta hal-hal yang menyimpan dari

ajaran islam yang sesungguhnya, berkat kedatangan islam telah memberi

warna baru dlam masyarakat Alelebbae khususnya dalam prosesi

pelaksanaan Mabbaca-baca.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan untuk mengkaji lebih banyak sumber

maupun referensi yang terkait dengan Makna Simbolik tradisi agar hasil

penelitian dapat lebih baik dan lebih lengkap lagi.

Page 106: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

91

DAFTAR PUSTAKA

Nursalam.Suardi dan Syarifuddin. 2016. Teori Sosiologi Klasik, Modern,

Posmodern, Saintifik,, Hermeneutik, Kritis, Evaluatif dan Integratif.

Yogyakarta. Writing Revolution

Hal, F., Pada, S., Benteng, K., Kecamatan, S., & Pinrang, K. (2018). Phinisi

Integration Review Eksistensi Mabbaca Doang. 1(1), 52–64.

Hamid, F. (2013). Pendekatan Fenomenologi (Suatu Ranah Penelitian Kualitatif).

Penelitian Fakultas Saintek UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1(1), 1–15.

Hasanuddin, U. (2018). Nilai Solidaritas Sosial Dalam Tradisi Mappadendang

Pada Masyarakat Paccekke Di Kabupaten Barru.

Ii, B. A. B., Beatty, A., Hefner, R. W., Mulder, N., Syam, N., & Manan, M.

(2001). LANDASAN TEORI Pengertian Kebudayaan. 22–33.

Ii, B. A. B., & Muhammadiyah, A. (2017). Peran Persyarikatan

Muhammadiyah…, Anggita Lusiana Saputri, Fakultas Agama Islam UMP,

2017 7. November 1912, 7–43.

Meloeng, Lexy J. 2006 Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Pratiwi, C. A. (2017). Harai : Telaah Konsep Religi Koentjaraningrat Shinto

adalah kepercayaan asli dari Jepang yang lahir sejak zaman prasejarah dan

juga merupakan tradisi indigenous yang diterapkan turun temurun . Doktrin

dasar dalam agama Shinto adalah kesucian ( Hartz , 200. 5(2), 173–185.

Raimatang. (2016). Tradisi Massuro MabBaca Dalam Masyarakat Rompegading

Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros.

Religi Sebagai Salah Satu Identitas Budaya (Tinjauan Antropologis terhadap

unsur Kepercayaan dalam masyarakat). (2008).

Salim, M. (2016). Adat Sebagai Budaya Kearifan Lokal Untuk Memperkuat

Eksistensi Adat Ke Depan. Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana Dan

Ketatanegaraan, 5(2), 244–255. https://doi.org/10.24252/ad.v5i2.4845

Sugiyono, S. (2008). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta, CV.

Wekke, I. S. (2013). Islam Dan Adat : Tinjauan Akulturasi Budaya Dan Agama

Bugis . Saat kehidupan diatur dengan pangngaderreng ( undang- masyarakat

sampai penaklukan seluruh tanah Bugis tahun 1906 , maka unsur yang

awalnya hanya terdiri atas empat kemudian berubah menjadi lim. Analisis,

XIII(Nomor 1, Juni), 27–56.

92

Page 107: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

92

Yuniarti, D. I. A. (2018). Nilai-Nilai Religius Yang Terkandung Dalam Tradisi

Temu Manten Pada Upacara Perkawinan Adat Jawa ( Studi Kasus di Dusun

Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri). 51(1),

51.

https://kumparan.com/sulbarkini/mabbaca-baca-tradisi-lebaran-di-sulawesi-barat-

yang-masih-terjaga-1rDZcnH7m5B

Page 108: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

L

A

M

P

I

R

A

N

Page 109: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

Data Informan

1. Nama : Ilyas Mawi

Jenis kelamin : L

Usia : 51

Pekerjaan : Sekretaris Desa

Waktu : Jumat, 30 April 2021

Tempat : Kantor Desa

2. Nama : Nur Alam

S Jenis kelamin : L

Usia : 62

Pekerjaan : Petani

Waktu : Kamis, 13 Mei 2021

Tempat : Rumah Pribadi

3. Nama : Kasmari

Jenis kelamin : P

Usia : 47

Pekerjaan : IRT

Waktu : Sabtu, 22 Mei 2021

Tempat : Rumah Pribadi

4. Nama : Baco Tang

Jenis kelamin : L

Usia : 49

Pekerjaan : Imam Desa

Waktu :Rabu, 26 Mei 2021

Tempat : Rumah pengantin

Page 110: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

5. Nama : H. Bolong

Jenis kelamin : P

Usia : 52

Pekerjaan : IRT

Waktu : Sabtu, 29 Mei 2021

Tempat : Rumah Pribadi

6. Nama : Sitti

Jenis kelamin : L

Usia : 58

Pekerjaan : IRT

Waktu : Sabtu, 29 Mei 2021

Tempat : Rumah Pribadi

Page 111: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

DRAP WAWANCARA

Pertanyaan Jawaban

Ilyas Mawi

1. Apa yang anda ketahui

mengenai ritual Mabbaca-

baca ?

Jawaban

1. Mabbaca-baca adalah sebuah

tradisi yang turun temurun dari

nenek moyang

Nur Alam

1. Apakah makna simbol dari

sarana ritual mabbaca-baca ?

a. Dupa

b. Kemenyan

2. Sudah berapa lama bapak jadi

seorang Pembaca ?

3. Apakah dampak buruk jika

tradisi tersebut tiba-tiba

dihentikan

4. Apakah dalam ritual mabbaca-

baca semua bacaannya sama ?

a. Aqiqah

b. Menre Bola Baru ( Rumah

baru)

c. Pernikahan

d. Mabbaca Doang Selama (

Doa Keselamatan )

e. Kendaraan Baru

(mobil/motor)

5. Secara Pribadi, apakah Bapak

melihat pergeseran nilai-nilai

1. . Dupa :

Pengantara’/Pappalettu ( Untuk

menyampaikan )

b. Kemenyan : Fungsinya sama

dengan Dupa

2. 25

3. Dampak buruknya, Marah

“ Niga tuli yaleng yero fadato

laona massappa makkeda magi dena

najampangi ki e” biasa langsung

nafakennai lasa.

Artinya : yang selalu dikasih akan

merasa sudah tdk diperhatikan lagi

sehingga akan menimbulkan sesuatu

yang tidak diinginkan.

4. Sama.

Adapun bacaannya :

“ Bismillahirrahmanirrahim

Asyahadu Alla Ilaha Ilallah Wa

asyhadu anna

MuhammaDarrasulullah.

Page 112: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

dari budaya tradisi Mabbaca-

baca

6. Apakah tradisi Mabbaca-baca

lahir dari unsur agama atau

budaya

“Nia’ tongging ku ri Puang Allahu

Ta’ala teppang dupa lebbi atena

hawa mancaji dupa mappalettu aseng

tongeng mu iko dupa e tafalettukeng

ri Fuangku Sewwa e Allahu Ta’ala.

Taddampengeng tatulung

ngatapaterimaiwi alusu’na nyawa tuo

na tau tongeng na nabi ta

Muhammad Saw. Millau dampeng

nga millau tulung nga ri alsina

nutarimai siba madeceng ladengekku

teppang dupa ku makko tofa pattuana

passelamakku iyya sekeluarga ri

Puang Allahu Ta'ala''

Lanjut baca Al Fatihah

“bismillāhir-raḥmānir-raḥīm al-

ḥamdu lillāhi rabbil-'ālamīn ar-

raḥmānir-raḥīm māliki yaumid-dīn

iyyāka na'budu wa iyyāka nasta'īn

ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm ṣirāṭallażīna

anamta 'alaihim ghairil-magḍụbi

'alaihim wa laḍ-ḍāllīn”

5. Iya, sekarang ada beberapa kepala

keluarga yang sudah meninggalkan

tradisi tersebut. Karena

menganggap bahwa tradisi tersebut

musyrik

6. Tradisi mabbaca-baca lahir dari

budaya yang turun temurun.

Page 113: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

Kasmari

1. Apakah makna simbol dari

sarana ritual Mabbaca-baca ?

a. Otti Lereng (Pisang

Ambon)

b. Sokko (Songkolo)

a. Sokko Cella ( Merah )

b. Sokko Onyi ( Kuning )

c. Sokko Bolong ( Hitam )

d. Sokko Pute ( Putih )

c. Nasu Lekku ( Ayam )

d. Tello ( Telur )

e. Kue Tradisional ( beppa

pitu rupa )

2. Sudah berapa lama ibu

menjalankan ritual Mabbaca-

baca ?

3. Bagaimana ibu menjaga tradisi

mabbaca-baca selama ini ?

4. Bagaimana Prosesi Mabbaca-

baca ?

1. Makna symbol sarana

a. Otti Lereng (Pisang

Ambon) =

Parillaudampeng (

Permintaan Maaf)

b. Sokko (Songkolo) =

Parillaudampeng (

Permintaan Maaf )

1. Sokko Cella ( Merah

) = untuk na Wai e (

di air)

2. Sokko Onyi ( Kuning

) = untuk menari yase

( di atas )

3. Sokko Bolong (

Hitam ) = punnana

tana e ( di tanah)

4. Sokko Pute ( Putih )

= punna lolangeng e (

makhluk yang

berkeliaran )

c. Nasu Lekku ( Ayam ) =

paccera’ ( persembahan)

d. Tello ( Telur ) = menu

wajib (umum)

e. Kue Tradisional ( beppa

pitu rupa ) = isi barasanji

2. 25 tahun

3. Dengan menjalankan setiap

tahun dan setiap ada acara sacral

Page 114: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

4. “Pada engka maneng bali bola

macawe e sibawa keluarga-

keluarga e jokka bantuki

mappatala ero ifakewe akko

mamba cake. Engka to jokka

molliwi pak imam atau pembaca

ero biasa”

Terjemahan : para tetangga

terdekat dan para keluarga

datang untuk membantu untuk

mempersiapkan bahan-bahan

yang akan dipakai selama

kegiatan mabbaca. Ada juga

yang pergi panggil pak imam

atau pabbaca yang sering

dipanggil.

Baco Tang

1. apakah makna simbol dari

sarana ritual mabbaca-baca

?

c. Dupa

d. Kemenyan

2. Sudah berapa lama bapak

jadi seorang Pembaca ?

3. Apakah dampak buruk jika

tradisi tersebut tiba-tiba

dihentikan

4. Apakah dalam ritual

mabbaca-baca semua

bacaannya sama ?

1. a. Dupa :

Pengantara’/Pappalettu ( Untuk

menyampaikan )

b. Kemenyan : Fungsinya sama

dengan Dupa

2. 20

3. Bagi masysarakat yang pernah

meyaklini tradisi dan

meninggalkanya akan terkena

penyakit. Dan dihantui oleh

mahluk (arwah) yang selalu di

kasih selama ini

4. Sama.

Page 115: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

f. Aqiqah

g. Menre Bola Baru (

Rumah baru)

h. Pernikahan

i. Mabbaca Doang

Selama ( Doa

Keselamatan )

j. Kendaraan Baru

(mobil/motor)

5. Secara Pribadi, apakah

Bapak melihat pergeseran

nilai-nilai dari budaya

tradisi Mabbaca-baca

6. Apakah tradisi Mabbaca-

baca lahir dari unsur agama

atau budaya

Adapun bacaannya :

“ Bismillahirrahmanirrahim

Asyahadu Alla Ilaha Ilallah Wa

asyhadu anna

MuhammaDarrasulullah.

“Nia’ tongging ku ri Puang

Allahu Ta’ala teppang dupa

lebbi atena hawa mancaji dupa

mappalettu aseng tongeng mu

iko dupa e tafalettukeng ri

Fuangku Sewwa e Allahu

Ta’ala. Taddampengeng tatulung

ngatapaterimaiwi alusu’na

nyawa tuo na tau tongeng na

nabi ta Muhammad Saw. Millau

dampeng nga millau tulung nga

ri alsina nutarimai siba

madeceng ladengekku teppang

dupa ku makko tofa pattuana

passelamakku iyya sekeluarga ri

Puang Allahu Ta'ala''

Lanjut baca Al Fatihah

“bismillāhir-raḥmānir-raḥīm al-

ḥamdu lillāhi rabbil-'ālamīn ar-

raḥmānir-raḥīm māliki yaumid-

dīn iyyāka na'budu wa iyyāka

nasta'īn ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm

ṣirāṭallażīna anamta 'alaihim

ghairil-magḍụbi 'alaihim wa laḍ-

ḍāllīn”

Page 116: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

5. Iya, sekarang ada beberapa

kepala keluarga yang sudah

meninggalkan tradisi tersebut.

Karena menganggap bahwa

tradisi tersebut musyrik

Mabbaca-baca berasal dari agama

hindu. Tradisi mabbaca-baca lahir dari

budaya yang turun temurun.

Sitti

Makanan apa saja yang disiapkan saat

melakukan prosesi mabbaca baca ?

Adapun makanan di depan imam desa

saat melakukan prosesi mabbaca baca

diantaranya : satu piring ikan goreng,

satu piring ayam goreng, satu piring

kari ayam, satu piring kari sapi, satu

piring udang goreng, satu piring telur,

satu piring Rempa-rempa dan disertai

nasi yang sesuai dengan kondisi talam.

Dan dua talam yang berisikan, Sonkolo

warna kuning dan pisang dan Kue-Kue

Hj. Bolong

1. Bagaimana proses persiapan

saat melakukan mabbaca-baca

2. apakah ada pengaruh di zaman

sekarang dengan tradisi

mabbaca baca

1. sebelum membaca-baca dimulai,

tuan rumah mengeluarkan hidangan

mabaca-baca berupa lauk-pauk

yang akan dimakarm nantinya

bersama para undangan. hidangan

itu berupa tujuh buah talam yang

Page 117: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

berisi 7 juga anak piring berisi lauk

pauk Secara lengkap anak talam

2. yang pengaruh di zamana sekarang

sangat kuat sehingga meyebabakan

sudah banyak tidak mengikuti

tradidi mabaca-baca di sebabkan

perkembanagan zaman dimana

perkembanagan jamana saat ini

megajarkan bahawa tradisi adalah

ajaran musrik yang saat ini banyak

oleh tua di kampung orang orang

kampung

Page 118: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

DOKUMENTASI

Page 119: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …
Page 120: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …
Page 121: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …

z

Page 122: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …
Page 123: MAKNA SIMBOLIK RITUAL MABBACA-BACA DI DESA ALELEBBAE …