Upload
others
View
5
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
PADA Tn “P” DENGAN DIAGNOSA MEDIS LUKA BAKAR
(COMBUSTIO) DENGAN TINDAKAN DEBRIDEMENT
DI RUANG KAMAR OPERASI IGD RSUP.
Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR
KARYA ILMIAH AKHIR
Disusun Oleh :
IMAM MUH. FATAH S.Kep
18.04.034
YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MAKASSAR
2019
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
PADA Tn “P” DENGAN DIAGNOSA MEDIS LUKA BAKAR
(COMBUSTIO) DENGAN TINDAKAN DEBRIDEMENT
DI RUANG KAMAR OPERASI IGD RSUP.
Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan
Pada Program Studi Ners STIKes Panakkukang Makassar
Disusun Oleh :
IMAM MUH. FATAH S.Kep
18.O4.034
YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak
terhingga, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan karya ilmiah
akhir dengan judul “MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWTAN PADA TN.
P DENGAN DIAGNOSA MEDIS LUKA BAKAR (COMBUSTIO) DENGAN
TINDAKAN DEBRIDEMENT DI RUANG KAMAR OPERASI IGD RSUP
DR,WAHIDIN SUDIRO HUSODO MAKASSAR”.
Dalam melakukan penyusunan karya ilmiah akhir ini penulis telah
mendapatkan banyak masukan, dukungan, bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak yang sangat berguna dan bermanfaat baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan yang
baik ini dengan berbesar hati penulis ingin mengucapkan terimah kasih
kepada yang terhormat :
1. H. Sumardin Makka, SKM., M.Kes, selaku Ketua Yayasan Perawat
Sulawesi Selatan yang telah memberikan arahan selama ini.
2. Sitti Syamsiah, SKp., M.Kes, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Panakkukang Makassar yang telah memberikan izin
penelitian serta bimbingan dan arahan selama ini.
3. Kens Napolion, SKp,. M.Kep,. Sp.Kep.J, selaku Ketua program studi
Profesi Ners STIKES Panakkukang Makassar yang telah memberikan
ijin dalam pelaksanaan penelitian dan bimbingan serta saran yang
membangun selama ini.
4. Ns. Hasriani, M.Kes., M.Kep, selaku pembimbing institusi yang telah
banyak memberikan bimbingan, arahan serta motivasi hingga
selesainya penulisan karya ilmiah ini.
5. Civitas Akademika STIKES Panakkukang Makassar yang telah
membantu selama ini.
6. Pihak RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar terkhusus ruang
Instalasi Gawat Darurat (IGD) Non Bedah sebagai tempat
pengambilan kasus untuk penyusunan karya ilmiah ini.
7. Pasien dan keluarga yang telah bekerjasama meluangkan waktu dan
kesempatannya dalam penyusunan karya ilmiah ini.
8. Bapak Muh. Abdullah dan ibu Miftahul Jannah selaku orang tua saya
yang telah memberikan bantuan, support dan kasih sayang serta do’a
yang tiada henti-hentinya.
9. Teruntuk Sutrawati S.Kep.,Ns yang selelu mensupport dan membantu
dalam pembuatan KIA ini
10. Teman-teman mahasiswa profesi Ners angkatan 2018 gelombang 2
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, kebersamaan dengan
kalian semua adalah kenangan terindah dalam hidup saya yang tak
pernah terlupakan.
Dalam kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam melakukan
penyusunan karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu masukan yang berupa saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca akan sangat membantu. Semoga karya ilmiah ini bisa
bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak terkait terutama pembaca.
Makassar, 19 Desember 2019
Imam Muh, Fatah S.Kep
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iv
DAFTAR ISI ........................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Tujuan Umum ........................................................................ 3
C. Tujuan Khusus ...................................................................... 3
D. Manfaat penulisan ................................................................. 4
E. Sistematika penulisan ........................................................... 5
BAB II TINJAUAN KASUS KELOLAN
A. TINJAUAN TEORI ............................................................... 8
1. Konsep Dasar Medis Penyakit ........................................ 8
a. Pengertian ................................................................ 8
b. Anatomi fisiologi ........................................................ 9
c. Etiologi ...................................................................... 10
d. Patofisiologi ............................................................. 12
Halaman
viii
e. Manifestasi Klinis ..................................................... 16
f. Klasifikasi Luka Bakar .............................................. 18
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ............................ 47
a. Pengkajian ............................................................... 22
b. Pemeriksaan Fisik .................................................... 25
c. Pemeriksaan Penunjang ......................................... 28
d. Askep Pre, Intra, dan Post operatif .......................... 29
e. Diagnosa Keperawatan ........................................... 30
f. Rencana Tindakan Keperawatan ............................. 32
3. Konsep Tindakan Operasi Debridement ....................... 42
a. Pengertian Debridement .......................................... 42
b. Metode .................................................................... 42
B. TINJAUAN KASUS ............................................................ 45
1. Pre Operatif .................................................................. 45
2. Intra Operatif ................................................................. 54
3. Post Operatif ................................................................. 63
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengkajian ......................................................................... 69
B. Diagnosa ............................................................................ 85
C. Perencanaan (Intervensi) ................................................... 89
D. Pelaksanaan (Implementasi) .............................................. 93
E. Evaluasi .............................................................................. 95
ix
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................ 97
B. Saran ................................................................................. 97
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. xiii
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Manifestasi Klinis .......................................................... 16
Tabel 2.2 Rencana Tindakan Pre Operatif (teori) ......................... 30
Tabel 2.3 Rencana Tindakan Intra Operatif (teori) ........................ 33
Tabel 2.4 Rencana Tindakan Post Operatif (teori) ....................... 36
Tabel 2.5 Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap .............................. 44
Tabel 2.6 Analisa Data Pre Operatif ............................................. 49
Tabel 2.7 Intervensi Pre Operatif .................................................. 50
Tabel 2.8 Implementasi Pre Operatif ............................................. 51
Tabel 2.9 Pemantauan Intra Operatif ............................................. 52
Tabel 2.10 Analisa data Intra Operatif ............................................ 54
Tabel 2.11 Intervensi Intra Operatif ................................................. 55
Tabel 2.12 Implementasi Intra Operatif ........................................... 57
Tabel 2.13 Pemantauan Post Operatif ............................................. 61
Tabel 2.14 Analisa Data Post Operatif ............................................. 63
Tabel 2.15 Intervensi Post Operatif ................................................. 64
Tabel 2.16 Implemlentasi Post Operatif ........................................... 65
Halaman
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Kulit .............................................................. 10
Gambar 2.2 Luka Bakar Derajat II ................................................ 19
Gambar 2.3 Luka Bakar Derajat III ............................................... 20
Halaman
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kartu Kontrol
Lampiran 2 : Riwayat Hidup Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk
luka yang lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar
jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka
waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar akan didiami oleh bakteri
pathogen, mengalami eksudat dengan perembesan sejumlah besar
air, protein serta elektrolit, dan seringkali diperlukan pencangkokan
kulit dari bagian tubuh yang lain untuk menghasilkan penutupan luka
yang permanen (Arif Muttaqin, 2013).
Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat global.
Hal ini disebabkan karna tingginya angka mortalitas dan morbiditas
luka bakar, khususnya pada negara dengan pendapatan rendah
menengah, dimana lebih dari 95% angka kejadian luka bakar
menyebabkan kematian (mortalitas). Bagaimana juga, kematian
bukanlah satu-satunya akibat dari luka bakar. Banyak penderita luka
bakar yang akhirnya mengalami kecacatan (morbiditas). Hal ini tak
jarang menimbulkan stigma penolakan masyarakat. (Ziaeian, Boback
and Gregg C. Fonarow. (2016).)
Pada tahun 2014 World Health Organization (WHO)
memperkirakan bahwa terdapat 265.000 kematian terjadi setiap
tahunnya di seluruh dunia akibat luka bakar. Di India, lebih dari satu
juta orang menderita luka bakar sedang-berat pertahun. Di
2
Bangladesh, Kolombia, Mesir, dan Pakistan, 17% anak dengan luka
bakar menderita kecacatan sementara dan 18% menderit kecacatan
permanen.sedangkan di Nepal, luka bakar merupakan penyebab ke
dua cidera tertinggi, dengan 5% kecacatan.
Menurut data American Burn Association (2015) di Amerika
serikat terdapat 486.000 kasus luka bakar yang menerima
penanganan medis, 40.000 di antaranya harus dirawat di rumah sakit.
Selain itu, 3.240 kematian terjadi setiap tahunnya akibat luka bakar.
Penyebab terbanyak terjadinya luka bakar adalah trauma akibat
kecelakaan kebakaran, kecelakaan kendaraan, tertiup asap, kontak
dengan listrik, zat kimia, dan benda panas.
Di Indonesia prevalensi luka bakar pada tahun 2014 adalah
sebesar 0,7% dan telah mengalami penurunan sebesar 1,5%
dibanding pada tahun 2008 (2,2%). Provinsi dengan prevalensi
tertinggi adalah papua (2,0%) dan Bangka Belitung (1,4%) (Depkes
2014). Berdasarkan data rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan,
terdapat 353 kasus luka bakar pada tahun 2011-2014 dengan
penyebab terbanyak adalah flame burn injury (174 kasus 50,4%)
(Maulana, 2014)
Debridemen merupakan suatu tindakan eksisi pada luka bakar
yang bertujuan untuk menghalangi proses penenyembuhan luka dan
potensial terjadi/berkembangnya infeksi sehingga merupakan tindakan
pemutus rantai respon inflamasi sistemik dan dapat dilakukan
tindakan ulang sesuai kebutuhan (Syamsuhidayat 2014)
3
Data dari Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar, dalam
jangka waktu 5 bulan terakhir (Juli – November) ada sebanyak 105
tindakan debridement yang telah dilakukan.
Melihat kenyataan di atas maka penulis tertarik untuk
mengangkat manajemen dan asuhan keperawatan pada klien dengan
luka bakar dengan tindakan debridement melalui proses pendekatan
keperawatan.
B. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran nyata tentang manajemen asuhan
keperawatan pada pasien Tn.P dengan gangguan sistem Integumen
pada kasus luka bakar di Ruangan pelayanan kamar operasi Instalasi
Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Pusat DR.Wahidin
Sudirohusodo Makassar. secara nyata dengan pendekatan proses
penyakit.
C. Tujuan Khusus
1. Untuk memperoleh gambaran nyata dalam pengkajian
keperawatan pada pasien Tn.P dengan gangguan sistem
Integumen pada kasus Luka bakar di Ruangan Ruangan
pelayanan kamar operasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah
Sakit Umum Pusat DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar. secara
nyata dengan pendekatan proses penyakit.
2. Untuk memperoleh gambaran nyata dalam menyusun diagnosa
keperawatan pada pasien Tn.P dengan gangguan sistem
Integumen pada kasus luka bakar di Ruangan pelayanan kamar
4
operasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Pusat
DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar. secara nyata dengan
pendekatan proses penyakit.
3. Untuk memperoleh gambaran nyata dalam menyusun rencana
keperawatan pada pasien Tn.P dengan gangguan sistem
Integumen pada kasus Luka bakar di Ruangan Ruangan
pelayanan kamar operasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah
Sakit Umum Pusat DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar. secara
nyata dengan pendekatan proses penyakit..
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Akademik
Penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber
informasi dalam upaya pengembangan pengetahuan khususnya
tentang pemberian asuhan keperawatan pasien dengan gangguan
sistem Integumen pada kasus luka bakar
2. Bagi Pelayanan Masyarakat
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
pelayanan masyarakat untuk mengambil langkah-langkah dan
kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan khususnya tentang pemberian asuhan keperawatan
pasien dengan gangguan sistem Integumen pada kasus Luka
bakar
5
3. Bagi Pasien
Penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman pasien tentang pemberian asuhan keperawatan
pasien dengan gangguan sistem Integumen pada kasus Luka
bakar
4. Bagi Penulis
a. Memberikan manfaat melalui pengalaman bagi penulis untuk
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dari pendidikan
khususnya tentang pemberian asuhan keperawatan pasien
dengan gangguan sistem Integumen pada kasus Luka bakar
b. Merupakan pengalaman yang sangat berguna untuk dapat
melakukan Asuhan Keperawatan pada kasus berikutnya.
E. Sistematika Penulisan
1. Tempat : Di ruang kamar operasi Instalasi Gawat Darurat
(IGD) Rumah Sakit Umum Pusat DR.Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
2. Waktu : Tanggal 07 November 2019
3. Teknik pengumpulan data
a. Wawancara
Teknik wawancara yaitu dengan melakukan pendekatan dan
bertemu langsung dengan pasien, keluarga dan tim kesehatan
yang menangani pasien.
6
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi kepala sampai kaki.
Teknik pemeriksaan organ sistem yang terdiri dari empat
teknik diantaranya :
1) Inspeksi
Inspeksi yaitu pemeriksaan dengan cara melihat secara
langsung atau melakukan observasi terhadap keadaan
pasien untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang
berhubungan dengan status fisik
2) Palpasi
Palpasi yaitu pemeriksaan dengan menggunakan
sentuhan, rabaan maupun sedikit tekanan pada bagian
tubuh yang akan diperiksa dan dilakukan secara
terorganisir dari satu bagian ke bagian yang lain untuk
mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau organ.
3) Perkusi
Palpasi yaitu pemeriksaan dengan cara mengetuk untuk
menentukan batas-batas organ atau bagian tubuh dengan
cara merasakan vibrasi yang ditimbulkan akibat adanya
gerakan yang diberikan ke bawah jaringan (udara, air,
atau zat padat).
7
4) Auskultasi
Auskultasi yaitu pemeriksaan dengan menggunakan
stetoskop untuk dapat mendengar bunyi jantung, paru-
paru, bunyi usus serta mengukur tekanan darah dan nadi
c. Observasi
Melakukan pengamatan langsung kepada pasien dengan cara
melakukan pemeriksaan yang terkait dengan perkembangan
pasien.
8
BAB II
TINJAUAN KASUS KELOLAAN
A. TINJAUAN TEORI
1. Konsep Dasar Medis
a. Pengertian
Luka bakar (combustio) adalah kehilangan jaringan yang di
sebabkan kontak dengan sumber panas seperti air, api, bahan
kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar akan mengakibatkan tidak
hanya kerusakan kulit, tetapi juga pempengaruhi seluruh system
tubuh.( Brunner& suddarth, 2014)
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan dan atau
kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang
memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api, air panas,
bahan kimia, listrik, dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah.
Saat terjadi kontak dengan sumber panas (atau penyebab
lainnya). Berlangsung reaksi kimiawi yang menguras energi dari
jaringan sehingga sel tereduksi dan mengalami kerusakan
(Moenadjat 2014)
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit
akibat langsung atau perantara dengan sumber panas
(Thermal) kimia, listrik, dan radiasi luka bakar adalah luka yang
disebabkan oleh trauma panas yang memberikan gejala
tergantung luas, dan lokasi lukanya ((Brunner& suddarth, 2014))
9
b. Anatomi Fisiologi
1) Anatomi kulit
Kulit merupakan organ tubuh paling luar dan membatasi
bagian dalam tubuh dari lingkungan luaar. luas kulit orang
ewasa sekitar 1,5 m² dan beratnya sekitar 15 % dari berat
badan secara keseluruhan ((Santosa Budi. 2015)
Pembagian kulit secara garis besar terdiri dari tiga bagian
yaitu :
a) Lapisan epidermis atau kutikel
Lapisan epidermis terdiri atas
(1) Lapisan basal/stratum germinativum.
(a) Terdiri dari sel-sel kuboit yang tegak lurus
terhadap dermis
(b) Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade
(c) Lapisan terbawah dari epidermis
(d) Terdapat melanosit yaitu sel dendritikyang
membentuk melanin yang berfungsi untuk
melimdung kulit dari sinar matahari.
(2) Lapisan malphigi stratum spinosum
Lapisan malphigi merupakam :
(a) Merupakan lapisan epidermis yang paling tebal
(b) Terdiri dari se polygonal
(c) Sel-sel mempunyai protoplasma yang menonjol
yang terlihat seperti duri
10
(3) Lapisan granular/stratum gronulosum
Struktur gronulosum terdiri dari butir-butir
granula keratohialin yang basofilik
Gambar 2.1 Anatomi kulit
c. Etiologi
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api,
baik secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat
tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah
tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik
maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar.
Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat
dibagi menjadi:
1) Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan
api terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan
tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru
mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk
terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau
11
menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera
kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung
dengan benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas
pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara
lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti
solder besi atau peralatan masak.
2) Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin
kental cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin
besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang
disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan
berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan,
luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama
lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang
disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan
ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang
menandai permukaan cairan.
3) Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat
kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera
luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta
dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi,
12
uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran
napas distal di paru.
4) Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran
nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
5) Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat
menembus jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai
kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api
dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar
tambahan.
6) Zat kimia (asam atau basa)
7) Radiasi
Sunburn sinar matahari, terapi radiasi (Smeltzer, 2013)
d. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu
sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat
hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi
akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit
dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi
jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat
mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak
yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan
organ dapat terjadi.
13
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab
luka bakar dan lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan
selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar 56.10
C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan
patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat
selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi
jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat
penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik
serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka
bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat
hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan
cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam
ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang
signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena
berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume
vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf
simpatik akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan
vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya
vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah
jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi
dalam 24 hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan
14
mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya
pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang
dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler,
volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah
berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap
pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis
pada saat terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat
mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup.
Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar
natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya
hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar,
hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif.
Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya
cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga
terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah
mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan
plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup
trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin
memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar. Kasus luka
bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi
oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat
15
hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah
sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-
sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan
hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus
renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat
tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal
ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan
faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan
immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi
neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka
bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit
menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa
jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh
rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan
hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme. (Brunner &
Suddarth.2013.
16
e. Manifestasi Klinis
Tabel.2.1 Manifestasi Klinis
Kedalaman
dan
Penyebab
Luka Bakar
Bagian
Kulit Yang
terkena
Gejala Penampila
n Luka
Perjalanan
Kesembuhan
Derajat Satu
� Tersengat
matahari
� Terkena Api
dengan
intensitas
rendah
Epidermis � Kesemutan
� Hiperestesia
(super
sensitive)
� Rasa nyeri
mereda jika
didinginkan
� Memerah;
menjadi
putih jika
ditekan
� Minimal
atau tanpa
edema
� Kesembuha
n lengkap
dalam waktu
satu minggu
� Pengelupasa
n kulit
Derajat Dua
� Tersiram air
mendidih
� Terbakar
oleh nyala
api
Epidermis
dan Bagian
Dermis
� Nyeri
� Hiperestesia
� Sensitif
terhadap
udara yang
dingin
� Melepuh;
dasar luka
berbintik–
bintik
merah,
epidermis
retak,
permukaa
n luka
� Kesembuha
n luka dalam
waktu 2–3
minggu
� Pembentuka
n parut dan
depigmentas
i
17
basah
� Edema
� Infeksi dapat
mengubahny
a menjadi
derajat tiga
Derajat Tiga
� Terbakar
api
� Terkena
cairan
mendidih
dalam
waktu yang
lama
� Tersengat
arus listrik
Epidermis,
Keseluruha
n Dermis
dan
kadang–
kadang
jaringan
subkutan
� Tidak terasa
nyeri
� Syok
� Hematuri
dan
kemungkina
n hemolisis
� Mungkin
terdapat
luka masuk
dan keluar
(pada luka
bakar listrik)
� Kering
;luka
bakar
berwarna
putih
seperti
badan kulit
atau
berwarna
gosong.
� Kulit retak
dengan
bagian
kulit yang
tampak
� edema
� Pembentuka
n eskar
� Diperlukan
pencangkok
an
� Pembentuka
n parut &
hilangnya
kontur serta
fungsi kulit.
� Hilangnya
jari tangan
atau
ekstermitas
dapat terjadi
18
f. Klasifikasi Combustio/ Luka Bakar
1) Berdasarkan penyebab:
a) Luka bakar karena api
b) Luka bakar karena air panas
c) Luka bakar karena bahan kimia
d) Luka bakar karena listrik
e) Luka bakar karena radiasi
2) Luka bakar karena suhu rendah (frost bite) (Padila. 2012)
Berdasarkan kedalaman luka bakar:
a) Luka bakar derajat I (super ficial partial-thickness)
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar
yang di dalam proses penyembuhannya tidak meninggalkan
jaringan parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai
suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung
gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang
tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang
berwarna merah serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai
epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya
tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan
keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat. Luka derajat
pertama akan sembuh tanpa bekas.
19
b) Luka bakar derajat II (Deep Partial-Thickness)
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian
dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi,
melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih
tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujung-ujung
saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada 2:
(1) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis,
apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu
10-14 hari.
Gambar 2.2 Luka bakar derajat 2
(2) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama,
tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya
penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
20
c) Luka bakar derajat III ( Full Thickness)
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang
lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit
berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada
lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri.
Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi
spontan.
Gambar 2.3 Luka bakar derajat 3
3) Berdasarkan tingkat keseriusan luka
a) Luka bakar ringan/ minor
(1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
(2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
(3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
b) Luka bakar sedang (moderate burn)
(1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan
luka bakar derajat III kurang dari 10 %
21
(2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10
tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat
III kurang dari 10 %
(3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun
dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan
perineum.
c) Luka bakar berat (major burn)
(1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun
atau di atas usia 50 tahun
(2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan
pada butir pertama
(3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
(4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar
(5) Luka bakar listrik tegangan tinggi
(6) Disertai trauma lainnya
(7) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
4) Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh yang Terbakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat
menggunakan beberapa metode yaitu :
a) Wallace Rule of Nine (Adult)
(1) Kepala dan leher : 9%
(2) Lengan masing-masing 9% : 18%
(3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
22
(4) Tungkai masing-masing 18% : 36%
(5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
b) Rule of Nine (Child)
(1) Kepala dan leher : 14%
(2) Lengan masing-masing 9% : 18%
(3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
(4) Tungkai masing-masing 16% : 32%
Total : 100%
c) Rule of Nine (Infant)
(1) Kepala dan leher : 18%
(2) Lengan masing-masing 9% : 18%
(3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
(4) Tungkai masing-masing 14% : 28%
Total : 100%
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian pada pasien Luka bakar ditujukan sebagai
pengumpulan data dan informasi terkini mengenai status
pasien dengan pengkajian system Integumen sebagai prioritas
pengkajian. Pengkajian sistematis pada pasien mencakup
riwayat khususnya yang berhubungan dengan sulit bergerak,
palpitasi, Masing-masing gejala harus dievaluasi waktu dan
durasinya serta factor pencetusnya.
23
1) Identitas klien: selain nama klien, usia jenis kelamin agma
suku pekerjaan dan penidikan.
2) Aktifitas/istirahat
Tanda: penurunan kekuatan, tahanan, keterbatasan
rentang gerak pada area yang sakit,gangguan masa otot,
perubahan tonus.
3) Sirkulasi
Tanda: hipotensi (syok),penurunan nadi perifer distal pada
ekstremitas yang cedera, vasokontriksi perifer umum
dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok
listri),takicardia, disritmia, pembentukan odema jaringan.
4) Integritas ego
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan,
kecacatan. Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan,
menyangkal, menarik diri, marah.
5) Eleminasi
Tanda: haluaran urin menurun/ tak ada selama fase
darurat, warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi
mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam, diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan kedalam
sirkulasi), penurunan bising usus tidak ada.
6) Makanan atau cairan
Tanda: oedema jaringan umum, anoreksia, mual/muntah.
Gejalah: penurunan nafsu makan, bising usus dan
24
peristaltic usus penurun perubahan pola BAB.
7) Neuro sensorik
Gejala: area batas, kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi,afek,perilaku, penurunan reflex
tendon dalam pada cedera ekstremitas, aktifitas kejang,
laserasi korneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman
penlihatan.
8) Nyeri/kenyamanan
Gejala: berbagai nyeri contoh luka bakar derajat pertama
secara ektren sensitive untuk disentu, ditekan, gerakan
udara, dan perubahan suhu, luka bakar ketebalansedang
derajat dua sangatnyeri, sementara respon pada lukabrak
ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung
saraf, luka bakar derajat tiga dan nyeri.
9) Pernafasan
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: sesak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum,
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis,
indikasi cedera inhalasi. Pengembangan thoraks mungkin
terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada, jalan nafas
atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme oedema laryngeal), bunyi nafas: secret
jalan nafas dalam (ronchi).
25
10) Keamanan
Tanda: kulit umum: distruksi jaringan dalam mungkin tidak
terbukti sselama 3-5 hari sehubungan dengan proses
trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
11) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama: infeksi pada luka bakar
b) Riwayat penyakit sekarang:
Sebagian besar atau penyebab terbanyak luka bakar
adalah akibat sengatan listrik, panas, suhu, mediator
kimia.
c) Riwayat penyakit dahulu: klien tidak mempunyai
riwaayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan
luka bakar.
d) Riwayat penyakit keluarga: tidak terdpat korelasi kasus
pada anggota keluarga terhadap kejadian infeksi luka
bakar.( Price, A. Sylvia 2014.)
b. Pemeriksaan fisik
1) Pre operatif
a) B1 (Breath)
Klien dengan luka bakar biasana menampakkan
gejla dispneu,nafas dangkal dan cepat, ronchi (-),
wheezing (-), perkusi sonor, taktil premittus tidak ada
gerakan tertinggal.
26
b) B2 (Blood)
Biasanya menampakkan adanya peningkatan
nadi, penurunan ntekanan darah (pre syok), perfusi
dingin kering, suara jantung normal, S1/S2 tunggal,
perkusi pekak pada lapang paru kiri ICS 2-5, iktus
kordis ICS 4-5, balance cairan deficit.
c) B3 (Brain)
Klien Nampak lemah,biasanya mengalami
penurunan kesadaran, convulsion (-), pupil isokor,
lateralisasi (-)
d) B4 (Bladdder)
Klien Nampak mengalmi penurunan nafsu
makan dan minum, distensi/retensi (-)
e) B5 (Bowel)
Klien nampak mengalami penurunan nafsu
makan, bising usus dan peristaltik usus menurun,
perubahan pola BAB.
f) B6 (Bone)
Klien dengan luka bakar biasanya nampak kulit
tidak utuh,letih dan lesu, klien nampakbedrest,
mengalami penurunan massa dan kekuatan otot
2) Intra operatif
a) Breathing
Konpensasi pada batang otak akan mengakibatkan
27
gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan
pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bias berupa Cheyne, Stokes atau Ataxia
breathing, bapas berbunyi stridor, rinchi, whezzing
(kemungkinan karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
b) Brain : Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran
pasien dengan GCS (Glasgow Coma Scale) dan
perhatikan gejala kenaikan Tekanan Intrakranial (TIK).
c) Blood : Pada sistem kardiovaskular dinilai takanan
darah, nadi, perfusi perifer, Hb.
d) Bowel : Pada sistem gastrointestinal diperiksa: adanya
dilatasi lambung, tanda-tanda cairan bebas, dan
periksa apakah pasien mengalamami muntah selama
operasi.
e) Bladder : Pada sistem urogenetalis diperiksa kualitas,
kuantitas, warna, kepekatan urine, untuk menilai intak
dan output urine,
f) Bone : Pada sistem musculoskeletal dinilai adanya
tanda-tanda sianosis, warna kuku, perdarahan
3) Post Operatif
a) Breathing : Pasien belum sadar dilakukan evaluasi
seperti pola napas, tanda-tanda obstruksi, pernapasan
cuping hidung, frekuensi napas, pergerakan rongga
28
dada: apakah simetris atau tidak, suara napas tambahan:
apakah tidak ada obstruksi total, udara napas yang
keluar dari hidung, sianosis pada ekstremitas, auskultasi:
adannya wheezing atau ronchi.
b) Blood : Pada sistem kardiovaskular dinilai takanan darah,
nadi, perfusi perifer, status hidrasi (hipotermi±syok) kadar
Hb.
c) Brain : Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien
dengan GCS (Glasgow Coma Scale) dan perhatikan
gejala kenaikan Tekanan Intrakranial (TIK).
d) Bladder : Pada sistem urogenetalis diperiksa kualitas,
kuantitas, warna, kepekatan urine, untuk menilai: apakah
pasien masih dehidrasi.
e) Bowel: Kaji apakah ada mual muntah, pasien masih di
puasakan, kesulitan menelan, adanya dilatasi lambung,
tanda-tanda cairan bebas, distensi abdomen.
f) Bone: Kaji balutan, posisi pasien, gelisah dan banyak
gerak, kekuatan otot, tanda-tanda sianosis, warna kuku,
perdarahan post operasi, gangguan neurologis: gerakan
ekstremitas.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Test laboratorium
Terjadi leukositosis dan trombositosis meningkat.
29
d. Asuhan keperawatan pre, intra, dan post operatif
Jika pasien harus dilakukan operasai maka, asuhan
keperawatan selama masa pre, intra, dan post operatif maka
tindakan keperawatan harus memahami tahapan-tahapan
yang dilakukan pada seorang pasien, tahapan tersebut
mencakup 3 fase yaitu:
1) Fase pre operatif dariperan keperawatan pperioperatif
diulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat
berakhir ketika pasien digiring ke meja operaasi.
Lingkungan aktivitas keperawatan selama waktu tersebut
dapat mencakup penetpan pengkajian data dasar pasien
yang dtang di kinik, rumah sakit, atau di rumah, menjalan
waawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk
anastesi yang diberikan pada pembedahan.
Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi
hingga melakukan pengkajian pasien pre operatif di
tempat ruang operasi.
2) Fase intra operatif dari keperawatan perioperative dimulai
ketika pasien masuk atau dipindah ke bagian atau keruang
pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan
dapat meliputi: memasang infus (iv), memberikan medikasi
melalui intra vena sesuai instruksi dokter, melakukaan
pemntauan fisiologis menyeluruh sepanjag prosedur
pembedahan menjaga keselamatan pasien. Pada
30
beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanya
bertindak dalam perannya sebagai perawat amlop, atau
membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja
operasi menggunakan prinsip-orinsip dasar kesejajaran
tubuh.
3) Fase post operatif dimuli dengan masuknya pasien
keruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak
lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Lingkup
keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama
periode ini. Pada fase post operatif langsung, focus
terhadap mengkaji efek dari agen anastesi dan memantau
fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas
keperwawatan kemudian berfokus pada penyembuhan
pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut
dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang
berhasil dan rehabilitasi di ikuti dengan pemulangan.
Setiap fase di telaah detail lagi dalam unit ini kapan
berkaaitan dan kemungkinan proses keperawatan
pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi dan evaluasi
diberikan.
e) Diagnosa Keperawataan
1) Pre operatif
Diagnose keperawatan pada pasien luka bakar yang dapat
muncul pada pre operatif yaitu:
31
(a) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan dan
infeksi pada luka bakar.
(b) Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan
ascites yakni penumpukan cairan pada abdomen.
(c) Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehaatan, prosedur tindakan infasiv (bedah) yang
akan dilakukan.
2) Intra Operatif
(a) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan reaksi
kimia/sengatan listrik.
(b) Resiko infeksi
Faktor resiko : prosedur invasif
(c) Resiko cedera
Faktor resiko : prosedur invasive
3) Post operatif
(a) Ketidakefektifan bersihannjalan nafas berhubungan
dengan akumulasi secret di jalan nafas sekunder akibat
pemasangan ETT
(b) Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh : Hipotermi
Faktor resiko : obat yang menyebabkan hipotermi,
pakaiian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan,
prosedur invasive.
(c) Resiko injury
Faktor resiko: prosedur invasive
32
f. Rencana tindakan keperawatan
1) Rencana tindakan keperawatan Pre Operatif
Tabel 2.2 Rencana tindakan pre operatif (teori)
No. Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut
berhubungan
dengan
peradangan dan
infeksi pada luka
bakar
1. Mampu
mengontrol
nyeri
2. Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
3. Menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
1. Kaji tingkat
nyeri, catat
intensitas, dan
karakteristik
nyeri.
2. Observasi
reaksi non verbal
dari ketidak
nyamanan
3. Control
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
nyeri, seperti
suhu ruangan,
pencahayaan
dan kebisingan
4. Ajarkan dan
dorong pasien
untuk
33
menggunakan
teknik relaksasi
nafass dalam
5. Monitor tanda-
tanda vital pasien
6.beri pasien
posisi yang
nyaman
2 Ketidakefeektifan
bersihan jalan
nafas
berhubungan
dengan disfungsi
neuromuscular
1. Menunjukkan
frekuensi nafas
dalam rentang
normal dan
tidak ada suara
nafas abnormal
2. Tanda-tanda
vital dalam
rentang normal
1. Kali frekuensi,
irama, dan
kedalaman
pernafasan.
2. Auskultasi
bunyi nafas, catat
area penurunan
aliran udara dan
bunyi nafas
tambahan.
3. Atur dan
pertahanka posisi
pasien yang
nyaman
4. Observasi vital
sign dan
34
keadaan umum
pasien
5. Kolaborasi
pemberin O2
sesuai indikasi
dan monitor SO2
3 Ansietas
berhubungan
dengan
perubahan status
kesehatan,
prosedur tindakan
invasive (bedah)
yang akan
dilakukan
1. Klien mampu
mengidentifika
si dan
mengungkapka
n gejala cemas
2. Vital sign
dalam batas
normal
3. Ekspresi
wajah, postur
tubuh, bahasa
tubuh dan
tingkat ktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.
1. Kaji tingkat
ansietas klien
2. Gunakan
pendekatan yang
menenangkan
3. Berikan
informasi dan
jelaskan tentang
prosedur dan
tindakan operasi
yang akan
dilakukan
4. Temani pasien
untuk
memberikan
keamanan dan
mengurangi rasa
takut
35
5. Instruksikan
pasien
menggunakan
teknik relaksassi
6 ciptakan
lingkungan yang
tenang
2) Rencana tindakan keperawatan intra opertif
Tabel 2.3 Rencana tindakan intra operatif (teori)
No. Diagnosa NOC NIC
1 Kerusakan
integritas
kulitberhubungan
dengan reaksi
zat kimia/radiasi
1. Integritas kulit
yang baik bisa
dipertahankan
2. Tidak ada
luka/lesi pada
kulit
3. Perfusi jaringan
baik
4. Mampu
melindungi
kulitdan
mempertahank
an kelembaban
10. 1. Observasi luka,
lokasi, dimensi,
kedalaman luka,
karakteristik,
warna cairan,
granulasi, tanda
tanda infeksi local
2. Berikan posisi
yang mengurangi
penekanan pada
luka
36
kulit dan
perawatan
alami
2 Resiko infeksi 1. klien terbebas
dari resiko infeksi
2. menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah
timbulnya infeksi
11. 1. Cuci tangan
sebelum dan
sesudah
melakukan
tindakan operasi
12. 2. Gunakan
peralatan operasi
yang steril
13. 3. Lakukan
deesinfeksi pada
area operasi dan
sekitarnya
14. 4. Pertahankan
lingkungan aseptic
selama tindakan
operasi
15. 5. Lakukan
dressing setelah
operasi selesai
3 Resiko cedera 1. klien terbebas
dari cedera
1. Sediakan
lingkungan yang
37
aman untuk
pasien
16. 2. Hindarkan dari
lingkungan yang
berbahaya
17. 3. Atur posisi klien
yang aman
18. 4. Berikan kasa
pada mata klien
19. 5. Berikan alat
operasi pad
operator
menggunakan
tempat
20. 6. Menggunakan
cauter dengan
benar
21. 7. Hindari tekanan
pada dada dan
bagian tubuh
tertentu.
22. 8. Jaga
ekstremitas
pasien tidak jatuh
38
diluar meja
operasi
23. 9. Observasi vital
sign dan
keadaaan umum
pasien
3). Rencana tindakan Post operatif
Tabel 2.4 Rencana tindakan post operatif (teori)
N
o
Diagnosa NOC NIC
1
Ketidkefektifan
bersihan jalan
nafas
berhubungan
dengan akumulasi
secret dijalan
nafas sekunder
akibat
pemasangan ETT
1. Menunjukka
n jalan nafas
yang
paten/bersih
2. Mampu
mencegah
faktor yang
dapat
menghamba
t jalan nafas.
1. Auskultasi
suara nafas
dan observasi
keadaan jalan
nafas
2. Buka jalan
nafas pasien,
gunakan teknik
chin lift atau
jaw thrust bila
perlu
3. Posisikan
pasien untuk
39
memaksimalka
n ventilasi
4. Keluarkan
secret dengan
batuk atau
suction
5. Berikan terapi
O2
6. Anjurkan
pasien untuk
istrirahat dan
nafas dalam
setelah
dilakukan
suction/kateter
dikeluarkan
dari
nasotrakeal
2. Resiko
ketidakseimbanga
n suhu tubu
:Hipotermi
1. Suhu dalam
batas normal
yaitu
36-37 C°
2. TTV dalam
batas normal
1. Monitor vital
sign
2. Pantau dan
laporkan tanda
gelaja
hipotermi bila
40
3. Pasien tidak terjadi
3. Beri
pengangat/pen
galas untuk
menghangatka
n bila perlu
4. Selimuti
pasien untuk
mencegah
hilangnya
kehangatan
tubuh.
3. Resiko injuri 1. Klien
terbebas
dari
cedera/injury
1. Sediakan
lingkungan
yang aman
untuk pasien
2. Hindarkan dari
lingkungan
yang
berbahaya
3. Atur posisi
klien yang
aman
4. Pasang
41
pengaman
tempat tidur
5. Observasi vital
sign dan
keadaan umum
pasien
42
2. Konsep Tindakan Operasi (Debridement)
a. Pengertian Debridement
Debridemen adalah suatu proses usaha menghilangkan
jaringan nekrotik atau jaringan nonvital dan jaringan yang sangat
terkontaminasi dari bed luka dengan mempertahankan secara
maksimal struktur anatomi yang penting seperti syaraf, pembuluh
darah, tendo dan tulang. Jika jaringan nekrotik tidak dihilangkan
akan berakibat tidak hanya menghalangi penyembuhan luka tetapi
juga dapat terjadi kehilangan protein, osteomielitis, infeksi sistemik
dan kemungkinan terjadi sepsis, amputasi tungkai atau kematian.
Setelah debridement akan terjadi perbaikan sirkulasi dan suplai
oksigen yang adekuat ke luka (Sassi Elvina, 2019)
b. Metode
Menurut Sassi Elvina (2019) ada beberapa metode debridement
antara lain :
1. Autolytic debridement
Autolytic Debridement (invivo enzymes self digest devitalized
tissue) adalah teknik debridement yang membuat suasana
lembab untuk mengaktifkan enzim di dalam luka atau yang
berasal dari dalam tubuh sendiri yang akan menghancurkan
jaringan nonvital. Suasana lembab diperoleh dengan
hydrocolloid, transparent film dan hydrogels.
43
2. Enzymatic debridement
Enzymatic Debridement merupakan suatu teknik
debridement menggunakan topikal ointment yang sifat lebih
selektif dalam mencerna jaringan nekrotik. Cara bekerjanya
secara proteolitik, fibrinolitik dan kolagenase, tergantung dari
target jaringan yang akan dihancurkan. Topikal oinment yang
populer saat ini adalah kolagenase (Santyl) hasil fermentasi dari
Clostridium histolyticum yang mempunyai kemampuan unik
mencerna kolagen dalam jaringan nekrotik.
Papain (Panafil, Accuzyme) merupakan enzim
proteolitik yang merupakan penghancur protein tetapi tidak
berbahaya pada jaringan sehat. Enzim terakhir ini sudah tidak
digunakan lagi di Amerika berdasarkan hasil ketentuan FDA
mengingat tidak ada bukti efek samping yang signifikan.
3. Mechanical debridement
Mechanical Debridement (gauze debridement), prinsip
kerjanya adalah wet to dry dressing. Luka ditutup dengan kasa
yang telah dibasahi normal saline, setelah kering kasa akan
melekat dengan jaringan yang mati. Saat mengganti balut
jaringan mati akan ikut terbuang. Tindakan ini dilakukan berulang
2 sampai 6 kali perhari. Prosedur ini membuat tidak nyaman bagi
penderita saat mengganti balutan, merusak jaringan granulasi
baru, merusak epitel yang masih fragile dan potensial timbul
44
maserasi di sekitar luka. Termasuk dalam metode mechanical
debridement ini adalah hydrotherapy (whirlpool debridement) dan
irigasi (pulsed lavage debridement).
4. Biological debridement
Biological Debridement merupakan terapi upaya
debridement secara biological menggunakan larva disebut
sebagai Maggot Debridement Therapy (MDT). Larva ini memiliki
kemampuan untuk menghasilkan enzim proteolitik yang berguna
untuk mencerna jaringan mati atau nekrotik. Selain itu, dalam
enzim yang dikeluarkan oleh larva juga mengandung antibiotik
yang dapat mengurangi terjadinya infeksi. Secara rinci
disebutkan bahwa prosedur ini dapat membersihkan jaringan
nekrotik dan infeksi tanpa rasa nyeri, desinfeksi membunuh
bakteri, stimulasi penyembuhan luka.
5. Surgical debridement
Surgical Debridement adalah tindakan menggunakan
skalpel, gunting, kuret atau instrumen lain disertai irigasi untuk
membuang jaringan nekrotik, dari luka. Tujuan dari surgical
debridement adalah eksisi luka sampai jaringan normal, lunak,
vaskularisasi baik.
45
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIVE
A. PREOPERATIVE
1. BIODATA PASIEN
a. Nama pasien :Tn. P
b. Jenis kelamin :laki laki
c. Tempat/tanggal lahir :03-03-1955
d. Agama :Kristen
e. Alamat :Jl. Alauddin
f. Diagnose medis : Mid dermal burn injury TBSA 4,25%
g. Cara pembayaran : BPJS
h. Rencana tindakan operasi : Debridement
2. ALASAN TINDAKAN OPERASI
Luka bakar pada wajah sisi kiri dan lengan kanan dialami sejak 3
hari yang lalu saat pasien membakar sampah dan pasien terjatuh
di sampah yang masih terbakar, wajah sisi kiri dan lengan sebelah
kanan terkena bara api.
3. TUJUAN TINDAKAN OPERASI
Untuk membersihkan jaringan mati akibat luka bakar yang dialami
pasien
4. KEGIATAN PENERIMAAN PASIEN
a. Ruang terima
Pasien memakai gelang identitas, kesadaran compos mentis
GCS 15, pasien mengatakan akan di operasi, terpasang infus
Ringe Laktat di tangan sebelah kiri, tanda tanda vital yaitu
46
tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 86x/menit, suhu 36 0C,
pernafasan 20 x/menit.
tidak memakai gigi palsu, gelang, cincin dan lensa kontak.
Sign in : jam 09.40
b. Kelengkapan dokumen
1) Ada transfer antar ruangan perawat IGD Bedah dengan
perawat OK IGD
2) Ada persetujuan bedah untuk tindakan debridement
3) Ada persetujuan untuk anastesi tindakan general anatesi
4) Ada tanda pada daerah yang di lakuakan operasi.
5) Dokter penanggung jawab tindakan : Dr. dr. Hisbullah,
Sp.Aa-KIC-KAKV
c. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium :
- Tanggal 08 – 10 – 2019
Tabel 2.5 Hasil pemeriksaan Lab.
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
HEMATOLOGI
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
8,94
4,10
13,1
39,0
95,1
32,0
4.00-10.0
4.00-6.00
12.0-16.0
37.0-48.0
80.0-97.0
26.5-33.5
[10^3/uL]
[10^6/uL]
[g/dL]
[%]
[fL]
[pg]
47
MCHC
PLT
RDW-SD
RDW – CV
PDW
MPV
P-LCR
PCT
NEUT
LYMPH
MONO
EO
BASO
RET
LED I
Koagulasi
PT
INR
APTT
Kimia darah
Gkukosa
GDS
Fungsi Hati
SGOT
33,6
370
45,0
12,9
12,6
10,7
30,0
0,18
5,19
1,93
0,80
0,97
0,05
10,4
22,2
119
24
31.5-35.0
150-400
37.0 – 54.0
10.0 – 15.0
10.0 – 18.0
6.50 – 11.0
13.0 – 43.0
0.15 – 0.50
52.0 – 75.0
20.0 – 40.0
2.00 – 8.00
1.00 – 3.00
0.00 – 0.10
-
(L<10,P <20)
10-14
-
22,0-30,0
140
<38
[g/dL]
[10^3/uL]
[fL]
[%]
[fL]
[fL]
[%]
[%]
[10^3/uL]
[10^3/uL]
[10^3/uL]
[10^3/uL]
[10^3/uL]
-
mm
detik
detik
mg/dl
U/L
48
SGPT
Albumin
KIMIA DARAH
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
22
23
1,30
138
3,5
109
<41
3.5 – 5.0
10-50
L(<1,3),P(<1.1)
136-145
3,5-5,1
97-111
U/L
gr/dl
mg/dl
mg/dl
mmol/l
mmol/l
mmol/l
1. Pemeriksaan fisik (data focus sesuai jenis operasi)
Pemeriksaan fisik
Preoperative jam: 09.45
a. Breathing
1) Bentuk dada : normal chest
2) Batuk : tidak ada batuk
3) Pernafaasan : spontan
4) RR : 20x /menit
5) SpO2 : 100%
b. Blood
1) TD : 160/100
2) HR : 86x /menit
3) Temperatur : 36 0c
49
4) CRT : < 2 detik
5) Terpasang infuse RL 20 tpm di tangan kiri
c. Brain : compos mentis,GCS 15
1) Tingkat kesadaran : Composmentis GCS 15 (E4,M6,V5)
2) Nyeri : klien merasakan nyeri pada wajah dan
lengan kanan nya.
P : luka bakar
Q : tertusuk-tusuk
R : lengan dan wajah
S : 4 (NRS) sedang
T : terus menerus
3) Kecemasan : ekspresi wajah klien nampak tenang
d. Blader
1) Tidak ada nyeri saat berkemih
2) Tidak terpasang kateter
3) BAK lancar
4) Warna urin kuning pekat
e. Bowel:
1) pasien tidak terpasang NGT
2) pasien di puasakan selama 6 jam
3) tidak ada riwayat muntah
4) tiddak ada kesulitan menelan
f. Bone
1) Tulang : tidak terdapat kelainan pada tulang
50
2) Integritas kulit : terdapat luka bakar pada wajah dan
lengan kanan
2. Asuhan keperawatan preoperative
a. Temuan data awal (kondisi, keluhan, observasi)
1) Pasien mengatakan nyeri pada wajah dan lengan kanan nya
yang terdapat luka bakar,
2) Kesadaran composmentis dengan GCS : 15 E4 M6 V5
3) Tanda-tanda vital : tekanan darah : 160/100 mmHg, Nadi :
86 kali/menit, Suhu : 36 oC, Pernapasan : 20 kali/menit
4) Pengkajian nyeri
P : luka bakar
Q : tertusuk-tusuk
R : lengan dan wajah
S : 4 (NRS) sedang
T : terus menerus
5) Tampak luka bakar pada wajah sisi kiri dan lengan sebelah
kanan klien.
b. Analisa data
Tabel 2.6 Analisa data pre operatif
DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN
Data subyektif :
1) Pasien mengatakan nyeri pada
wajah dan lengan kanannya
Pengkajian nyeri
Nyeri akut berhubungan
dengan agens cedera fisik
51
P : luka bakar
Q : tertusuk tusuk
R : lengan dan wajah
S : 4 (NRS) sedang
T : terus menerus
Data obyektif :
1) Pasien Nampak meringis
2) Terdapat luka bakar pada wajah
dan lengan
3) Pasien nampak menghindari agar
tidak mendapat penekanan pada
luka
c. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik
52
d. Intervensi keperawatan
Tabel 2.7 Intervensi Pre operatif
No Diagnose
keperawatan
Tujuan Intervensi
1 Nyeri akut
berhubungan
dengan agens
cedera fisik
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x15 menit,
pasien akan
menunjukkan
kontrol nyeri dengan
criteria hasil :
1) Nyeri yang
dilaporkan ringan
2) Panjang
episode nyeri
sedang
3) Ekspresi wajah
saat nyeri ringan
4) tidak bisa
beristirahat ringan
1) Lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif
2) berikan informasi
tentang penyebab
nyeri
3) Ajarkan teknik
relaksasi
4) Observasi tanda-
tanda vital
5) Berikan analgesic
atau pereda nyeri
jenis yang lain
53
e. Implementasi keperawatan
Tabel 2.8 Implementasi pre operatif
No Jam Implementasi Evaluasi
1 09.30
09.35
09.37
09.40
1) Melakukan pengkajian
nyeri secara komprehensif
Hasil :
P : luka bakar
Q : tertusuk tusuk
R : wajah dan lengan
kanan
S : 4 (NRS) sedang
T : terus menerus
2) Memberikan informasi
tentang penyebab nyeri
Hasil : pasien mengerti
penyebab nyeri klien
adanya luka bakar
3) Mengajarkan teknik
relaksasi dan distraksi
Hasil : klien merasa
nyaman setelah di ajarkan
teknik relaksasi nafas
dalam
4) Mengobservasi tanda-
S: Klien mengatakan
nyerinya seperti tertekan
O:
1) Klien tenang
2) Skala nyeri 3
3) TTV:
- TD: 140/88 mmHg
- N: 85 x/menit
- S: 36,5 ̊C
- P: 20 x/menit
A:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x15menit,
pasien akan
menunjukkan tingkat
nyeri sesuai kriteria
hasil:
1) Pasien tenang
2) Tanda-tanda vital
dalam batas normal
54
tanda vital
Hasil:
tekanan darah 140/88
mmHg, nadi 85 x/menit,
suhu 36,5 oc, pernafasan
20 x/menit
P: Lanjutkan intervensi 1,3
dan 4
1) Lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif
3) Ajarkan teknik relaksasi
4) Observasi tanda-tanda
vital
B. INTRA OPERATIF
1. Jam masuk kamar operasi : 09.50
2. Jam keluar kamar operasi : 12.00
3. Jenis anastesi : general anastesi
4. Nama tindakan : debridement
5. Jam mulai operasi (time out) : 10.10
6. Jam sign out : 11.00
7. Jam selesai operasi : 11.15
8. Pengkajian intra operative :
a. Pemantauan intra operative
Tabel 2.9 Pemantauan Intra operatif
Vital Sign 10.20 10.40 11.00 11,15
Tekanan
darah
94/56
mmHg
100/70
mmHg
100/60
mmHg
125/79
mmHg
Nadi 76 x/i 83 x/i 71 x/i 86 x/i
55
SpO2 100% 100% 100% 100%
Darah 1 cc 1cc 1 cc 1cc
b. Temuan data
Pemeriksaan fisik (data focus sesuai jenis operasi)
Pemeriksaan fisik:
1) Breathing
a) Pernafasan : terintubasi
b) RR : 20X /menit
c) spO2 : 100%
2) Blood
a) TD : 100/60 mmHg
b) HR : 71x /menit
c) Suhu : 36,5 °c
d) Terpasng infuse RL 28 tpm pada tangan kiiri, dan NACL
0,9% 28 tpm pada kaki kiri
3) Brain
a) Kesadaran :pasien dalam pengaruh general
anastesi
b) Kecemasan : tidak bisa dikaji karna pasien alam
pengaruh anastesi.
4) Bladder
a) Pasien tidak terpasang kateter
56
5) Bowel
a) pasien masih dalam anastesi
b) Tidak ada muntah
c) Pasien masih di puasakan
d) Pasien tidak menggunakan NGT
6) Bone
a) Tulang : tidak ada kelainan yang tampak pada tulang
b) Kulit : terdapat luka bakar pada wajah dan lengan
kanan
c. Analisa data
Tabel 2.10 Analisa data intra operatif
Data Diagnosa keperawatan
Data subyektif : -
Data obyektif :
- Terdapat luka bakar pada
wajah dan lengan kanan
- Dilakukan pembersihan luka
pada wajah dan lengan kanan
- Dilakukan pengangkatan
jaringan mati pada luka bakar
Kerusakan Integritas kulit
berhubungan dengan agens
cedera kimiawi
Faktor resiko:
- Dilakukan tindakan invasive
debridement
- Terdapat luka bakar pada
Resiko Infeksi
57
wajah dan lengan
- Terpasang ETT
- Terpasang infus
d. Diagnosa keperawatan
1) Kerusakan Integritas kulit agens cedera kimiawi
2) Resiko infeksi
e. Intervensi keperawatan
Tabel 2.11 Intervensi intra operatif
Diagnosa Tujuan Intervensi keperawatan
Kerusakan
integritas kulit
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1 x 60 menit, maka
di harapkan :
1) Respon alergi
tidak ada
2) Proses
penyembuhan
luka bakar
1. Evaluasi karakteristik
luka
2. Berikan informai kepada
pasien mengenai
prosedur yang akan
dilakukan\
3. Berikan posisi yang
mengurangi penekanan
pada luka
4. Persiapkan lingkungan
yang bersih dan
pertahankan tekhnik
aseptic
58
5. Lakukan desinfeksi di
sekitar luka
6. Lakukan debridement
luka
Resiko Infeksi Stelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1 x 60 menit maka
diharapkan :
1. Tidak ada tanda-
tanda infeksi
2. Faktor
lingkungan yang
berhubungan
dengan infeksi
tidak ada
3. Tanda-tanda vital
dalam batas
normal
1. Cuci tangan sebelum
melakukan tindakan
insisi (operasi).
2. Memakai pakaian dan
alat-alat yang steril saat
melakukan insisi
(operasi).
3. Pastikan teknik aseptic
pada saluran IV
59
f. Implementasi dan evaluasi
Tabel 2.12 Implementasi intra operatif
No Jam Implementasi Evaluasi
1 09.35
09.38
09.40
1. Mengevaluasi
karakteristik luka
Hasil: luka bakar derajat 2
pada wajah dan lengan
dengan luas luka bakar
4,25%.
2. Memberikan informai
kepada pasien mengenai
prosedur yang akan
dilakukan
Hasil: Pasien mengerti
dan bersedia mengikuti
prosedur yang akan
dilakukan
3. Memberikan posisi yang
mengurangi penekanan
pada luka.
Hasil: klien di posisikan
dengan posisi telentang
dan lengan kanan
diberikan ganjalan kasa.
S : -
O:
1) Luka tampak bersih
dan rapi
2) Luka di balut
menggunakan kasa
lembab dan kering
A: Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1 x 60 menit
menit, maka di harapkan :
1) Respon alergi tidak
ada
2) Proses
penyembuhan luka
bakar berlangsung
P: Lanjutkan intervensi 3
dan 4.
3) Berikan posisi yang
mengurangi
penekanan pada
60
09.55
10.10
10.15
4. Mempersiapkan
lingkungan yang bersih
dan pertahankan tekhnik
aseptic
Hasil: Lingkungan sekitar
kamar oprasi bersih dan
steril
5. Melakukan desinfeksi di
sekitar luka
Hasil: luka di desinfeksi
mengunakan Betadine
6. Melakukan debridement
luka
Hasil: Luka tampak bersih
dan rapi
luka
4) Peersiapkan
lingkungan yang
bersih dan
pertahankan tekhnik
aseptic
2 10.00
10.05
1. Mencuci tangan sebelum
melakukan tindakan
insisiHasil : anggota tim
(operasi) melakukan cuci
tangan sebelum memulai
tindakan
2. Memakai pakaian dan
alat-alat yang steril saat
melakukan insisi
S : -
O:
1) terdapat luka bakar
pada wajah dan
lengan
2) dilakukan tindakan
invasive
debridement
A: Setelah dilakukan
61
10.07
Hasil : anggota tim
(operasi) tampak
memakai pakaian dan
alat-alat yang sudah di
sterilkan
3. Memastikan teknik
aseptic pada saluran IV
Hasil : semua tindakan
dilakukan dengan aseptic
tindakan keperawatan
selama 1 x 60 menit,
maka di harapkan :
1) tanda-tanda infeksi
tidak ada
2) lingkungan sekitar
kamar oprasai
bersih dan steril
3) tanda-tanda vital
TD: 125/79 mmHg
N: 86 x/i
S: 36,5
P: terintubasi
P: Lanjutkan intervensi
1) Cuci tangan sebelum
melakukan tindakan
insisi (operasi).
2) Memakai pakaian
dan alat-alat yang
steril saat melakukan
insisi (operasi).
3) Pastikan teknik
aseptic pada saluran
IV
62
Persiapan Operasi
Persiapan Alkes/instrument
1. Alkes/BHP
- Kasa steril kecil : 50
- Kasa steri gulung : 1
- Handscoon steril : 3
- Baju OK : 3
- Hepafix : 1 roll
- NaCl 0.9% : 2
- Underpad : 3
2. Instrument
- Kanol suction : 1
- Pinset anatomi : 1
- Pinset sirurgi : 1
- Gunting jaringan : 1
- Nierbeken : 2
- Com : 2
- Spoit 10 cc : 1
g. Laporan operasi
1. Pasien berbaring dalam posisi supine di bawah pengaruh
General Anastesi
2. Diakukan desinfeksi dan persempit lapangan operasi
pada wajah dan lengan
63
3. Dilakukan pembersihan dan debridement pada wajah dan
lengan
4. Dilakukan pencucian pada wajah dan lengan
menggunakan NACL 0,9 %
5. Diberikan salep sulfadiazine dan di tutup menggunakan
supratoel di atas luka
6. Luka dibalut menggunakan kasa lembab, dan kasa kering
7. Operasi selesai
C. PASCA OPERATIF
1. Jam keluar kamar operasi : 12.00
2. Jam masuk ke RR : 12,05
3. Pemantauan di ruang RR :
Tabel 2.13 Pemantauan di ruang RR
Vital
Sign
12.10 12.30 12.40 13.00
Tekana
n darah
154/100
mmHg
150/94
mmHg
130/83
mmHg
150/100
mmHg
Nadi 89x/i 98x/i 88x/i 87x/i
Napas 24x/i 22x/i 22x/i 22x/i
SpO2 98% 97% 100% 99%
4. Pengkajian pasca operatif
Pemeriksaan fisik (sesuai jenis operasi)
Pemeriksaan fisik:
64
a. Breathing
1) Bentuk dada : Normal chest
2) RR : 22x /menit
3) Pernafasan : spontan dengan o2 nasal kanul 4 liter
4) SpO2 : 100%
b. Blood
1) TD : 150/100
2) RR : 22x /menit
3) Suhu : 36,5 °c
c. Brain
1) Tingkat kesadaran :pasien masih dalam pengaruh
anastesi
2) Ansietas : pasien nampak tenang, masih
dalam pengaruh anastesi
d. Bladder
1) Pasien tidak terpasang kateter
2) Setelah sadar pasien BAK ± 700cc, warna urin kuning
pekat
e. Bowel
1) Pasien masih di puasakan
2) Tidak ada mual muntah
3) Pasien tidak terpasang NGT
65
f. Bone
1) Tulang : tidak ada kelainan yang Nampak pada
tulang
2) Integritas kulit : integritas kulit tidak utuh pada wajah
dan lengan kanan. Tampak balutan post op pada wajah
dan lengan kanan.
5. Temuan data
Pasien langsung dipindahkan keruangan pemulihan dalam
keadaan masih dibawah pengaruh obat anastesi. Pasien sadar
kurang lebih 20 menit setelah berada diruangan pemulihan, masih
terpasang infuse di tangan kiri, terpasang verband pada wajah dan
lengan kanan, pasien Nampak gelisah setelah sadar dari pengaruh
obat anastesi.
6. Analisa data
Tabel 2.14 Analisa data pasca operatif
Data Diagnosa keperawatan
Faktor resiko :
1) pasien berada di tempat
tidur dengan posisi
terbaring
2) Terpasang pengaman di
tempat tidur
3) Pasien gelisah
4) Pasien masih dibawah
Resiko jatuh
66
pengaruh obat anastesi
5) Skor resiko jatuh = 25
morse
7. Masalah keperawatan
1) Resiko Jatuh
8. Intervensi keperawatan
Tabel 2.15 Intervensi pasca operatif
Diagnosa Tujuan Intervensi keperawatan
Resiko jatuh
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x20 menit
diharapakan menghindari
resiko jatuh dengan
kriteria hasil:
1. pasien mengetahui
cara menghindari
resiko jatuh
2. Mampu menciptakan
lingkungan yang
aman
1. Pasang pengaman
tempat tidur
2. Jelaskan pada pasien
untuk cara mencegah
resiko jatuh
3. Jelaskan pada pasien
untuk menghindarkan
barang-barang yang
tidak dipakai di sekitar
tempat tidur
4. Tempatkan pasien
dekat dari nurse station
67
9. Implementasi dan evaluasi
Tabel 2.16 Implementasi pasca operatif
No Jam Implementasi Evaluasi
1 12.06
12.20
12.22
12.25
1. Memasang pengaman tempat
tidur
Hasil: Terpasang pengaman
tempat tidur kiri dan kanan
2. Menjelaskan pada pasien
untuk cara mencegah resiko
jatuh
Hasil: pasien mengerti
bagaimana menghindari
resiko jatuh pada dirinya
3. Jelaskan pada pasien untuk
menghindarkan barang-
barang yang tidak dipakai di
sekitar tempat tidur
Hasil: pasien memindahkan
barang-barang yang bisa
membahayakan pasien
4. Menempatkan pasien dekat
dari nurse station
Hasil: pasien di tempatkan
dekat nurse station untuk
S: pasien mengerti
pencegahan resiko jatuh
O: Resiko jatuh tidak terjadi
A: Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x20 menit
diharapakan menghindari
resiko jatuh dengan kriteria
hasil:
1. pasien mengetahui
cara menghindari
resiko jatuh
2. Mampu menciptakan
lingkungan yang
aman
P: Lanjutkan intervensi 1,2
dan 4.
1. Memasang pengaman
tempat tidur
2. Menjelaskan pada
pasien untuk cara
68
mudah mengontrol
perkembanganya
mencegah resiko jatuh
4. Menempatkan pasien
dekat dari nurse station
69
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam pelaksanaan praktek keperawatan kegawatdaruratan di RSUP
DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar di ruang kamar operasi IGD pada Tn.
P dengan luka bakar yang dilakukan tindakan pembedahan debridement.
Telah di upayakan semaksimal mungkin untuk mengatasi masalah
keperawatan yang dialami klien selama berada diruang kamar operasi IGD
dengan menggunakan proses pendekatan keperawatan yang dilakukan
secara komprehensif yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi, dan evaluasi pada masing-masing tahap diruang
kamar operasi IGD yaitu pre operatif, intra operatif, dan post operatif dengan
tidak mengabaikan pendekatan medis.
Beberapa kesenjangan antara teori dengan praktik ditemukan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. P, berikut ini akan dibahas
beberapa kesenjangan yang terjadi, untuk memudahkan dalam membahas
selanjutnya penulis menggunakan proses asuhan keperawatan yang meliputi
pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses
keperawatan, dimana pada tahap ini perawat melakukan pengkajian data
70
yang diperoleh dari hasil wawancara perawat dan kepala ruangan di
ruang kamar operasi, laporan teman sejawat, catatan keperawatan atau
catatan kesehatan lainnya dan pemeriksaan fisik.
Berdasarkan teori pengkajian dengan kasus luka bakar yang
dilakukan tindakan debridement didapatkan:
1. Riwayat keluhan
Pada kasus ditemukan beberapa tanda gejala serta keluhan
pasien seperti nyeri pada luka bakar, nadi teraba kuat, pernafasan
teratur, lemah, dan akral teraba hangat. Tanda dan gejala tersebut
sama seperti dengan tanda, gejala serta keluhan yang ada di dalam
teori (Moenadjat 2014) yaitu tanda dan gejala luka bakar yaitu luka
nampak melepuh, dasar luka berbintik-bintik merah, permukaan luka
basah, edema, nyeri, supersensitif (sensitive terhadap udara dingin).
Pasien biasanya mengeluh nyeri luka bakar yang hebat karena
adanya infeksi yang terjadi pada luka bakar
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien luka bakar
di ruangan kamar operasi IGD di klasifikasikan ke dalam pemeriksaan
fisik mulai untuk pasien gawat darurat yakni mulai dari breathing (B1)
yaitu pemeriksaan fisik tentang system pernafasan pasien, blood (B2)
tentang system sirkulasi atau haemodinamik, brain (B3) system saraf
atau kesadaran, bladder (B4) system perkemihan, bowel (B5) system
71
pencernaan, dan bone (B6) system integument dan muskulosceletal.
Berikut akan di paparkan kesenjangan antara teori dan hasil yang
ditemukan pada kasus tentang pemeriksaan fisik pada pasien luka
bakar.
a. Pre operatif
1) Pada breathing didalam teori menerangkan bahwa
pasien dengan luka bakar biasanya menampakkan tanda dan
gejala sesak, batuk mengi, partikal karbon dalam sputum,
ketidak mampuan menelan sekresi oral, dan sianosis, indikasi
cedera inhalasi. Pengembangan thoraks mungkin terbatas pada
adanya luka bakar lingkar dada, jalan nafas atau stridor/mengi
(obstruksi sehubung dengan laringospasme, oedema,
laryngeal), bunyi nafas: gemericik (oedema paru), stridor
(oedema laryngeal), secret jalan nafas dalam (ronchi).
Dari hasil pemeriksaan yang didapatkan pada kasus
ditemukan pasien tidak mengeluh sesak nafas,pasien bernafas
normal dengan frekuensi nafas 20x / menit dan pasien bernafas
tidak dibantu dengan o2. Tidak ada suara nafas tambahan, dan
cedera inhalasi
Kesenjangan ini terjadi karna sebelum pasien masuk di
kamar operasi pasien telah mendapatkan penanganan pertama
di unit luka bakar yang memungkinkan pasien untuk
72
mendapatkan pertolongan pada masalah pernafasannya. Hal ini
di dukung oleh (Carpenito-Moyet, Linda Jual. 2014.) dimana dia
mengatakan bahwa pada pasien dengan luka bakar dapat
menimbulkan efek patologis salah satunya yaitu gangguan
pada system respiratori dimana biasanya pada pasien luka
bakar yanjg mengenai wajah menunnjukkan manifestasi klinik
seperti kemerahan danj pembengkakan pada oropharynx atau
nasopharynx, rambut hidung yang gosong, agitasi, kemerahan
pada selaput hidung, stridor, wheezing, dyspnea, dan suara
sesak. Namun itu berlaku beberapa saat tergantung pada
seberapa cepat pasien mendapatkan penanganan..
2) Pada blood didalam teori menerangkan bahwa pasien
dengan luka bakar menampakkan adanya hipotensi (syok),
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera,
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih
dan dingin (syok listrik), taki kardia (syok/ansietas/nyeri),
disritmia (syok listrik), pembentukan oedema jaringan (semua
luka bakar).
Pada kasus ditemukan tekanan darah pasien yaitu
160/100 mmHg (hipertensi), nadi teraba kuat dengan frekuensi
73
nadi 86 x/menit, suhu tubuh 36 °C, terjadi oedema pada area
luka bakar,
Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien dengan luka
bakar memang di temukan gangguan system sirkulasi dimana
terjadinya peningkatan nadi pada pasien, kulit teraba dingin,
lemah dan terjadi pembentukan oedema karna penyebaran
pada jaringan semua luka bakar yang mengakibatkan terjadinya
infeksi.dan peradangan pada daerah luka bakar. Bila bahan
yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan luka bakar
atau bila infeksi menyebar dapat menimbulkan proses inflamasi
pada jaringan yang rusak (Padila. 2012)
3) Pada brain didalam teori menerangkan bahwa pasien
pada luka bakar biasanya nampak lemah dan mengalami
penurunan kesadaran.
Pada kasus di dapatkan kesadaran pasien
composmentis, GCS 15 (E4 M6 V5), pasien merasa tenang dan
pesien mengelu nyeri pada seluruh bagian yang terkena luka
bakar dimana nyeri bertambah saat pasien bergerak, nyeri
terasa seperti tertusuk-tusuk, nyeri terasa pada daerah wajah
dan lengan kanan dengan skala nyeri 4 NRS (sedang), nyeri
dirasakan terus menerus.
74
Terdapat perbedaan yang dikemukakan dalam teori
dengan data yang di dapat pada pasien, dimana pada kasus
pasien tidak mengalami penurunan kesadaran tetapi pasien
mengelu nyeri pada semua area luka bakar. Hal ini sesuai
dengan apa yang di kemukakan oleh (Ardiansyah, M. 2012)
dimana ia mengatakan nyeri terjadi karena terjadinya
peradangan dan infeksi pada luka bakar sehingga
meningkatkan destruksi jaringan yang terinfeksi melepaskan
mediator kimiawi (hispamine, bradikinin) lalu merangsang
nociceptor, spinal cord, cortex cerebri sehingga terjadilah nyeri
yang dirasakan oleh pasien.
4) Pada bladder didalam teori menerangkan bahwa pasien
dengan luka bakar didapatkan haluaran urine menurun/tak ada
selama fase darurat, warna mungkin hitam kemerahan bila
terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam,
biuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan
kedalam sirkulasi), penurunan bising usus/ tak ada, kususnya
pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stress
penurunan motilitas/peristaltic gastric.
Dari hasil pemeriksaan ditemukan pasien tidak terpasang
kateter urin, urin pasien pada saat post op berwarna kuning
pekat dengan jumlah urin ±700 cc.
75
Hal ini menunjukkan terjadinya kesenjangan bahwa di
dalam teori mengatakan haluaran urin pada pasien luka bakar
dapat menurun atau tidak ada selama fase akut, warna urin
mungkin bisa hitam kemerahan, sedangkan di dalam kasus
ditemukan pengeluaran urin pasien pada saat di ruang recovery
room yaitu ±700cc, dan warna urin kuning pekat. Hal ini terjadi
karna pada saat pasien di bawa ke kamar operasi pasien sudah
melewati fase akut dan tidak terjadi mioglobin pada pasien
tersebut. pernyataan ini di dukung oleh teori yang dikatakan
oleh (Brunner & Suddarth.2013) bahwa pada pasien luka bakar
derajat 2 akan ditemukan bulla, warna kemerahan, sedikit
oedema dan nyeri berat. Tidak ada penurunan haluaran urin
atau perubahan warna urin yang ditemukan, tergantung dari
seberapa parah luka bakar yang di derita oleh pasien.
5) Pada pemeriksaan bowel didalam teori menerangkan
bahwa pasien dengan luka bakar mengalami penurunan nafsu
makan, bising usus dan peristaltik usus menurun, perubahan
pola BAB, oedema jaringan umum, anoreksia, mual dan
muntah.
Dari hasil pemeriksaan pada kasus ditemukan pasien
mengatakan nafsu makan berkurang, terdapat bising usus,
peristaltic usus menurun, dan sudah dipuasakan sejak jam
76
05.00 subuh untuk proses pembedahan, klien tidak mengeluh
mual dan mengatakan sudah 3 hari tidak BAB.
Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien luka bakar
terdapat gangguan system pencernan karna pasien
mengatakan nafsu makannya berkurang dan terjadi perubahan
pola BAB.
Tetapi kesenjangan yang ditemukan disini adalah tidak
terjadinya mual muntah pada kasus yang ditemukan. Hal ini
sejalan dengan apa yang di ungkapkan oleh (Padila. 2012)
bahwa mual muntah yang terjadi pada pasien yang mengalami
luka bakar terjadi karn adanya cedera inhalasi, adanya luka
bakar pada saluran pernafasan dan pencernaan sehingga
dapat mkenbimbulkan reaksi mual dan muntah, sedangkan
pada kasus yang ditemukan pasien tidak mengalami cedera
inhalasi, tidak ada tanda-tanda cedera saluran nafas dan
saluran cerna yang dialami pasien sehingga pasien tidak
mengalami mual dan muntah.
6) Pada bone didalam teori menerangkaan bahwa pasien
dengan luka bakar terjadi penurunan kekuaatan, tahanan,
keterbatasan rentang gerak area yang sakit, perubahan tonus,
biasanya nampak letih dan lesu, mengalami penurunan masa
dan kekuatan otot, akral dingin serta turgor kulit menurun.
77
Pada kasus ditemukan adanya gangguan integritas kulit
pasien, pasien nampak bedrest dan terjadi penurunan
kekuatan, tahanan, keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit, gangguan massa otot, perubahan tonus sebagai akibat
dari proses penyakit yang dialami pasien. Tidak ada
kesenjangan yang ditemukan penulis disini.
b. Intra operatif
Pada kasus tahap intra operatif data temuan yang ditemukan
pada pasien yaitu:
1) Breathing:
Menurut teori pasien intra operatif tidak sadar karena pasien
dalam pengaruh anastesi dan dilakukan evaluasi seperti pola
napas, tanda-tanda obstruksi, pernapasan cuping hidung,
frekuensi napas, pergerakan rongga dada: apakah simetris atau
tidak, suara napas tambahan: apakah tidak ada obstruksi total,
udara napas yang keluar dari hidung, sianosis pada
ekstremitas, auskultasi: adannya wheezing atau ronchi
(Sugianto V, 2017)
Pada kasus di dapatkan pasien bernafas dibantu
menggunakan ventilator, pernafasan pasien teratur, SPO2
100%, hal ini menunjukkan bahwa system pernafasan pasien
78
pada saat dilakukan anastesi dan proses pembedahan dalam
batas normal dan tidak mengalami gangguan.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kesenjangan yang
di daptkan antara kasus dan teori bahwa pada proses
pembedahan pasien dalam pegaruh anastesi dan pernafasan
pasien dalam batas normal.
2) Blood:
Menurut teori yang didapatkan pada tahap operatif dapat
terjadi perubahan tekanan darah, frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia) HR, suhu. (Sugianto V, 2017)
Pada kasus yang didapatkan TD: 125/79 mmHg, nadi :
86 x/menit teratur, SPO2: 100%, terpasang RL 28 tetes/menit,
di tangan kiri, dan infuse NACL 28 tetes per menit di kaki kiri.
Hal ini menunjukkan bahwa system sirkulasi pasien saat
dilakukan proses pembedahan tidak mengalami gangguan
karna tanda-tanda vital pasien dalam batas normal.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kesenjangan yang
terdapat antara kasus dan teori, terjadi perubahan tekanan
darah pada pasien sebelum dan selama operasi berlangsung
yaitu dari 160/100 mmHg menjadi100/60 mmHg.
79
3) Brain:
Pada teori di dapatkan dengan pasien dilakukan operasi
mengalami tingkat kesadaran tersedasi dimana pasien dalam
pengaruh obat anastesi.
Pada kasus di dapatkan kesadaran psien tersedasi,
pasien tampak tenang, dan pasien tidak merasakan nyeri. Hal
ini menunjukkan bahwa kesadaran pasien dipengaruhi oleh
efek dari obat anastesi umum yang dimasukkan melalui
pembuluh darah hingga pasien tidak sadar dan tidak
merasakan nyeri.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat kesenjangan
antara teori dan kasus. Dimana sebelum dilakukan tindakan
operasi terlebih dahulu dilakukan tindakan anastesi pada pasien
yang akan dilakukan proses pembedahan akan mengalami
penurunan kesadaran.
4) Bladder:
Pada teori didapatkan bahwa kandung kemih harus
selalu di kosongkan (pemasangan kateter), kaji jumlah urine,
warna urine, dan karakteristik urine (Hidayati W, 2018)
Pada kasus di dapatkan pasien tidak terpasang kateter.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara teori
dan kasus, dimana pasien tidak terpasang kateter karna pada
80
ssaat sebelum operasi pasien sudah BAK terlebih dahulu, dan
proses berjalannya operasi tidak memakan waktu terlalu lama
dan pasien dalam pengaruh anastesi, sehingga pengisian
kandung kemih tidak saampai penuh.
5) Bowel:
Pada teori didapatkan terjadi penurunan fungsi
pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
proyektil), kembung dan mengalami perubahan
selera. Gangguan menelan (disfagia) (Irmalia D, 2019)
Pada kasus tidak di dapatkan terjadinya mual muntah,
dan perubahan seleramakan pada pasien.
Hal ini menujukkan bahwa terdapat kesenjangan antara
teori dan kasus dimana pasien tidak mengalami mual
ataupunmuntah selama proses operasi karena pasien dalam
pengaruh obat anastesi dan kesadaran psien tersedasi.
6) Bone:
Pada pengkajian bone, kaji apakah ada trauma pada
tulang, integritas kulit, sianosis, kuku, kelembaban dan warna
(Oktraningsih, 2017).
Integritas kulit pasien tidak utuh. Tampak dilakukan
pembedahan luka bakar (debridement), luka Nampak merah
dan mengeluarkan darah. Hal tersebut merupakan prosedur
81
invasive yang harus dilakukan pada pasien yaitu tindakan
debridement yang merupakan salah satu jenis
pembedahan/operasi yang dilakukan pada pasien luka bakar
untuk membuang jaringan yang nekrosis atau penyebab
radang, mengeliminasi sumber infeksi, dan mencegah infeksi
pada luka yang berkelanjutan.
c. Post operatif
Pada kasus tahap post operatif data temuan yang ditemukan
pada pasien yaitu:
1) Breathing:
Menurut teori kaji kepatenan jalan napas pasien. Tanda-
tanda terjadinya obstruksi jalan napas pada pasien antara lain:
adanya snoring atau gurgling, stridor atau suara napas tidak
normal, penggunaan otot bantu pernapasan, kaji pola
pernapasan yang tidak teratur, kedalaman napas, frekuensi
pernapasan, ekspansi paru, pengembangan dada dan
auskultasi untuk adanya suara abnormal pada dada.
lendir/secret, muntahan, perdarahan (Hasrina D, 2017)
Pada kasus ditemukan pasien bernafas normal, tidak
dibantu menggunakan alat bantu nafas dengan frekuensi nafas
20 x/menit, SPO2 100%.
82
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kesenjangan antara
teori dan kasus yang didapatkan pada Tn. P. Pasien tidak
mengalami gangguan pada system pernafasannya setelah
dilakukan tindakan operasi.
2) Blood:
Menurut teori pengkajian volume darah dan kardiac
output serta perdarahan. Pengkajian ini meliputi tingkat
kesadaran: kadang terjadi penurunan kesadaran, warna kulit
nadi dan adanya perdarahan, hipotensi/hipertensi, takikardi,
takipneu, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill.
(Sugianto V, 2017)
Pada kasus yang di dapatkan pada Tn P TD: 130/90
mmHg, N: 86 x/menit, suhu: 36,5 °C, terpasang infuse RL 24
tetes/menit.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan
antarab teori dan kasus yang ditemukan dimana tidak terdapat
masalah pada system peredaran darah pasien karna tanda-
tanda vital pasien dalam batas normal, tidak terjadi perdarahan,
dan pasien tidak tampak pucat.
83
3) Brain:
Menurut teori yang di daptkan Kaji tingkat kesadaran
pasien, penilaian GCS, dan kaji tanda-tanda vital (Hasrina D,
2017).
Pada kasus di dapatkan kesadaran pasien tersedasi,
pasien belum sadar penuh dan masih dibawah pengaruh
general anastesi. Tubuh pasien tampak tertutup selimut.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat kesenjangan
antara teori dan kasus, dimana obat anastesi yang diberikan
pada pasien saat akan dilakukan operasi masih mempengaruhi
kesadaran pasien setelah operasi selesai dan tubuh pasien
yang tertutup selimut karena pasien terpapar dengan suhu
ruangna yang dingin.
4) Bladder:
Menurut teori yang di dapatkan yaitu kaji warna urine,
jumlah urine, kualitas dan kepekatan urine, apakah pasien
mengalami dehidrasi atau tidak (Hidayati W, 2018)
Pada kasus yang di dapatkan pada Tn. P setelah sadar
dari pengaruh obat anastesi pasien melakukan BAK dengan
warna urin kuning pekat sebanyak ±700 cc. hal itu berarti tidak
ada gangguan dalam system perkemihan pasien.
84
Hal ini menunjukkan bahwa pasien tidak mengalami
dehidrasi.
5) Bowel:
Menurut teori yang di dapatkan pada pasien setelah
operasi didapatkan penurunan fungsi pencernaan, kaji apakah
ada mual muntah, pasien masih dipuasakan, kesulitan menelan,
adanya dilatasi lambung, tanda cairan bebas, distensi abdomen
(Irmalia D, 2019)
Pada kasus yang ditemukanpada Tn. P pasien tidak
mengalami mual/muntah, kesulitan menelan atau dilatasi
lambung, Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada gangguian
dalam system pencernaan pasien.
6) Bone:
Menurut teori yang di dapatkan pada bone kaji balutan,
posisi, gelisah banyak gerak, kekuatan otot, tanda-tanda
sianosis, warna kuku, perdarahan post operasi, gangguan
neurologis gerakan ekstremitas pasien pada post operasi
pergerakannya akan terbatas karena masih mengalami
penurunan kesadaran
Pada kasus yang di dapatkanpada Tn. P integritas kulit
pasien tidak utuh. Tampak luka pembedahan bekas operasi
bagian wajah dan lengan kanan, tampak tertutup kasa/verband.
85
Pasien gelisah, kekuatan otot pasien belum kembali penuh,
pasien masih dalam pengaruh anastesi.
Hal ini menunjukan bahwa tidak ada kesenjangan yang
terdapat pada teori dan kasus, pasien masih mengalami
penurunaan kesadaran dan berada dalam pengaruh anastesi.
3. Pemerikasaan penunjang
Pada pemeriksaan penunjang di bdalam teori menerangkan
apabila pemeriksaan darah lengkap menunjukkan hemo konsentrasi
dengan perpindahan/kehilangan cairan. Dari hasil pemeriksaan kasus
pada pasien di dapatkan hasilpemeriksaan laboratorium yaitu: WBC:
8.94, RBC: 4.10, HGB: 13.1, HCT: 39.0, MCH: 95.1, dan PLT: 370. Hal
ini menunjukkan bahwa hasil laboratorium pasien tersebut tidak
mengalami perubahan atau dalam batas normal.
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan masalah yang di dapatkan dari
data-data yang telah ditemukan pada pengkajian.
1. Pre operatif
Dari hasil pengkajian pre operatif berdasarkan teori dan kasus
luka bakar, maka dapat di rumuskan beberapa diagnosa keperawatan.
Pada teori terdapat 3 diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada
pasien luka bakar yang dilakukan tindakan pembedahan debridement.
Yaitu nyeri akut berhubungan dengan peradangan dan infeksi pada
86
luka bakar, ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan ascites,
dan ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Sedangkan pada kasus terdapat 1 diagnosa keperawatan yang
di dapatkan pada pre operatif. Untuk mengetahui kesenjang pada
diagnosa keperawatan, maka penulis akan menguraikan diagnosa
keperawatan yang ada pada teori dan tidak ada pada kasus yaitu:
a) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan disfungsi
neoromuskuler.
Diagnosa ini tidak terpadat pada kasus karna pada saat
pengkajian penulis tidak menemukan adanya gangguan pola nafas
maupun jalan nafas yang ditemukan pada pasien. sehingga tidak
terdapat data yang dapat menunjang di angkatnya diagnosa
tersebut.
b) Ansietas berhubungan dengan status kesehatan, dan tindakan
prodedur invasive (bedah) yang akan di lakukan.
Diagnosa ini juga tidak di dapatkan penulis pada kasus yang di
kelola, karna pada saat pengkajian pre operatif pasien nampak
tenang, tidak ada tanda-tanda cemas yang di tunjukkan oleh
pasien sehingga tidak ada data yang dapat menunjang di
angkatnya diagnosa ansietas tersebut.
87
2. Intra operatif
Dari hasil pengkajian inta operatif berdasakan teori dan kasus
luka bakar, maka dapat di rumuskan beberapa dignosa keperawatan.
Pada teori terdapat 3 dioagnosa keperawatan yang dapat muncul
pada pesien luka bakar dalam tahap intra operatif, yaitu kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan reaksi kimia, resiko infeksi, dan
resiko cedera.
Sedangkan pada kasus ada 2 diagnosa keperawatan yang di
dapatkan oleh penulis, yaitu kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan reaksi kimia, danresiko infeksi.
Kesenjangan yang dapat dilihat disini adalah tidak di
dapatkannya diagnosa resiko cedera oleh penulis, karna selama
proses jalannya operasi penulis mengamati tidak ada tanda atau factor
resiko yang dapat menunjang di angkatnya diagnosa resiko cedera
tersebut.
3. Post operatif
Dari hasil pengkajian pasca operatif berdasarkan teori dan
kasus luka bakar, maka dapat dirumuskan bebrapa diagnosa
keperawatan. Pada teori terdapat 3 diagnosa keperawatan yang
dapat muncul pada pasien luka bakar yang sudah menjalani operasi
debridement, yaitu ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan akumulasi secret di jalan nafas sekunder akibat pemasangan
88
ETT, resiko ketidak reimbangan suhu tubuh : Hipotermi, dan resiko
jatuh.
Sedangkan pada kasus ada 1 masalah yang dapat ditemukan
oleh penulis. Untuk mengetahui kesenjangan diagnosa keperawatan,
maka penulis akan menguraikan diagnosa keperawatan yang ada
pada teori dan tidak ada pada kasusus yaitu:
a) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi secret di jalan nafas sekunder.
Diagnosa ini tidak ditemukan pada kasus karna pada saat
selesai operasi dan pemindahan pasien ke ruang recovery room
tidak ada secret yang terdeteksi pada jalan nafas pasien, pola
nafas pasien paten dan spontan denngan frekuensi nafas 22x
/menit. Sehingga penulis tidak mengangkatb diagnose tersebut
karna tidak adanya data yang dapat menunjang.
b) Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh
Diagnosa ini tidak ditemukan pada kasus karna pada saat di
ruang recovery room tubuh pasien di tutup menggunakan selimut,
dan suhu ruangan terjaga dengan stabil. Suhu pasien saat di
recovery room adalah 36,5 °C. dengan alasan tersebut maka
penulis tidak mengangkat diagnosa resiko ketidakseimbangan
suhu tubuh: Hipotetermi pada pasien.
89
C. Perencanaan (Rencana Tindakan Keperawatan)
1. Pre operatif
Pada perencanaan ini tidak ada perbedaan dangan
perencanaan yang ada pada teori. Perencanaan dibuat pada
permasalahan yang telah didapatkan pada pasien di tahap pre
operatif.
a) Nyeri akut berhubungan dengan fisik
1) Kaji tingkat nyeri, catat intensitas, dan karakteristik nyeri
bertujuan untuk mengetahui memberikan data dasar untuk
mengevaluasi kebutuhan pasien.
2) Observasi nonverbal dari ketidak nyamanan bertujuan untuk
mengetahui rasa nyeri terhadap ketidaknyamanan yang dialami
oleh pasien.
3) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri, seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan bertujuan untuk
memberikan rasa dapt berkurang
4) Ajarkan dan dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi nafas
dalam bertujuan untuk memungkinkan pasien untuk bepartisipasi
secara aktif dan menigkatkan rasa kontrol, mengurangi rasa
nyeri yang diasakan pasien dimana dilakukan dengan menarik
nafas dalam-dalam lalu menahan 2-3 detik dan menghembuskan
secara parlahan melalui mulut.
90
5) Monitor tanda-tanda vital pasie. Pasien yang merasakan nyeri
biasanya mengalami peningkatan Nadi dan pernafasan sehingga
tanda-tanda vital perlu dimonitor secara berkala.
6) Beri posisi pasien yang yaman bertujuan untuk meningkatkan
relaksasi dan membantu memfokuskan kembbali perhatian
pasien.
2. Intra operatif
Pada perencanaan ini ada perbedaan dengan perencanaan
pada teori. Terdapat perencanaan yang terdapat pada kasus namun
tidak terdapat pada teori karna direncanakan sesuai dengan
kebutuhan pasien. Terdapat pula perencanaan yang ada pada teori
namun tidak terdapat pada kasus. rencana tindakan yang di
rencanakan pada masing-masing diagnosa yaitu :
a) Resiko infeksi
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan operasi
2) Gunakan peralatan operasi yang steril
3) Lakukan desinfeksi pada area operasi dan sekitarnya
4) Pertahankan lingkungan aseptic selama tindakan operasi
5) Lakukan dressing setelah operasi selesai
Adapun perbedaanya dalam perencanaan yag ada pada teori
namun tidak di rencanakan pada kasus yaitu :
1) Monitori tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
91
Tidak direncanakan dalam kasus karna pada saat
dilakukan operasi sampai selesai, tanda ada gejala inffeksi
belum dapat langsung teridentifikasi pada uka pembedahan
berhubngan karena tindakan operasi baru saja selesai
dilakukan dan tindakan tersebut menggunakan peralatan dan
prosedur yang steril di samping itu ruang operasi juga
merupakan khusus yang tidak semua orang/petugas dapat
masuk di ruang kamar operasi dan harus tetap steril.
b) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera
kimiawi
1) Observasi luka, lokasi, kedalaman, karakteristik, dimensi,
dan danda infeksi local
2) Berikan posisi yang mengurangi penekanan pada luka.
Perberdaannya yang ditemukan disini adalah adanya intervensi
yang ada pada kasus namun tidak ada pada teori:
1) Berikan informasi pada pasien tentang tindakan yang akan
dilakukan.
Intervensi tersebut tidak terdapat pada teori, intervensi
tersebut di buat agar supayaa pasien mengerti dan bisa
bekerja sama dengan baik selama tindakan dilakukan.
2) Persiapkan lingkungan yang bersih dan pertahankan tehnik
aseptik.
92
Intervensi tersebut tidak ada terdapat pada teori, penulis
mengambil intervensi tersebut bertujuan untuk menjaga
luka klien agar terhindar dari paparan mikroba dan tidak
terjadi infeksi..
3) Lakukan desinfeksi di sekitar luka.
Rencana tersebut terdapat pada kasus dan tidak terdapat
pada teori. Perencanaan tersebut di rencanakan untuk
membersihkan dan mendesinfeksi luka pasien sebelum
dilakukan tindakan pembedahan.
4) Lakukan tindakan debridement.
Rencana tersebut terdapat pada kasus dan tidak terdapat
pada teori. Perencanaan tersebut di rencanakan untuk
mengangkat jaringan mati pada luka bakar yang di derita
pasien sehingg luka jd bersih, meminimalkan infeksi, dan
mempercepat proses penyembuhan.
2. Post operatif
Pada perencanaan ini tidak ada perbedaan dengan
perencanaan yang ada pada teori. Perencanaan tersebut
berdasarlkan pada permasalahan yang telah di dapatkan pada
pasien di tahap post operatif. Rencana tindakan yang di
rencanakan post operatif berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu:
93
a) Resiko jatuh
Factor resiko : pasien yang belum sadar akibat pengaruh
anastesi (kesadaran tersedasi)
1) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
2) Hindarkan dari lingkungan yang berbahaya
3) Atur posisi klien yang aman
4) Pasang pengaman tempat tidur
5) Observasi vital sign dan keadaan umum pasien
D. Pelaksanaan (Implementasi)
1. Pre operatif
a) Nyeri akut
Pelaksanaan yang dilakukan pada diagnosa nyeri akut
dilakukan sesuai dengan rencana yang telah direncanakan yaitu
melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, menmberikan
informasi tentang penyebab nyeri, mengajarkan teknik relaksasi
dan distraksi, mengobservasi tanda-tanda vital.
2. Intra Operatif
Pada pelaksanaan di tahap intra operatif, tidak ada perbedaan
dengan perencanaan yang telah ada pada rencana kasus.
Pelaksanaan dibuat berdasarkan pada rencana tindakan keperawatan
yang telah direncanakan dan dilakukan sesuai dengan prosedur
operasi
94
a) Kerusaka integritas kulit
Pelaksanaan yang dilakukan pada diagnosa kerusakan
integritas kulit dilakukan seuai dengan apa yang telah
direncanakan pada tahap intervensi, yaitu mengevaluasi
karakteristik luka, Memberikan informai kepada pasien mengenai
prosedur yang akan dilakukan, mempeersiapkan lingkungan yang
bersih dan pertahankan tekhnik aseptic, melakukan desinfeksi di
sekitar luka, lakukan debridement luka.
b) Resiko infeksi
Pada diagnosa resiko infeksi juga dilakukan sesuai apa yang
telah direncanakan pada tahap intervensi sebelumnya yaitu
mencuci tangan sebelum melakukan tindakan insisi, memakai
pakaian dan alat-alat yang steril saat melakukan insisi,
Memasti##kan teknik aseptic pada saluran IV.
3. Post operatif
Pada pelaksanaan di tahap post operatif tidak ada perbedaan
dengan apa yang telah di rencanakan sebelumnya. Pelaksanaan
dibuat berdasarkan rencana tindakan keperawatan yang telah
direncanakan.
a) Resiko jatuh
Pelaksanaaan yang dilakukan pada diagnosa resiko jatuh
sesuai dengan apa yang telah di intervensikan sebelumnya yaitu
95
memasang pengaman tempat tidur, menjelaskan pada pasien
untuk cara mencegah resiko jatuh, jelaskan pada pasien untuk
menghindarkan barang-barang yang tidak dipakai di sekitar tempat
tidur, menempatkan pasien dekat dari nurse station.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan, evaluasi
meliputi adanya kemajuan atau atau keberhasilan daei masalah yang
dihadapi oleh klien. Setelah melakukan asuhan keperawatan pada pasien
Tn. P selama ± 6 jam di ruangan kamar operasi IGD masalah
keperawatan yang ditemukan pada fase pre, intra, dan post operatif dapat
teratasi antara lain:
1. Pre operatif
a) Nyeri akut berhubungan denga agen cedera fisik
Evaluasi yang di dapatkan dari tindakan yang telah dilakukan
yaitu klien mengatakan nyerinya seperti tertekan, skala nyeri turun
dari 4 NRS menjadi 3 NRS. Masalahnya belum teratasi, dan
intervensi tidak dapat dilanjutkan karna pasien segera dilakukan
operasi.
2. Intra operatif
a) Kerusakan integritas kulit
96
Evaluasi yang didapatkan dari tindakan yang dilakukan yaitu
luka bakar tampak bersih dan rapi, luka dibalut menggunakan kain
kasa. Masalahnya belum teratasi, intervensi di lanjutkan di ruang
perawatan.
b) Resiko infeksi
Evaluasi yang di dapatkan dari tindakan yang dilakukan pada
diagnosa resiko infeksi adalah tidak ada tanda-tanda infeksi,
lingkungan sekitar ruang operasi bersih dan aseptic, infeksi tidak
terjadi.
3. Post operatif
a) Resiko jatuh
Evaluasi yang di dapatkan dari tindakan yang dilakukan pada
diagnosa resiko jatuh adalah pasien Nampak tenang dan mengerti
cara mencegah agar tidak terjatuh, lngkungan sekitar pasien aman,
jatuh tidak terjdi.
Setelah ± 2 jam diruang pemulihan pasien kemudian dipindahkan
keruang IGD Luka bakar guna mendapatkan perawatan lebih lanjut
sampai luka bakar yang di alami sembuh.
97
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis membahas asuhan keperawatan
kegawatdaruratan gangguan sistem integumen pada Tn. P dengan
kasus Luka bakar (Combustio) maka dapat disimpulkan:
1. Pre operatif
Terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus manajemen
asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada Tn. P dengan
tindakan Debridement meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
2. Intra operatif
Terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus manajemen
asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada Tn. P dengan
tindakan Debridement meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
3. Post operatif
Terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus manajemen
asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada Tn. P dengan
tindakan Debridement meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
B. Saran
Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan maka penulis memberikan saran yakni Dalam
98
merumuskan diagnosa keperawatan perawat perlu meningkatkan
pengetahuan melalui pendidikan dan pelatihan agar mampu
memberikan penilaian secara cermat dalam menganalisis data agar
diagnosa yang ditetapkan sesuai dengan masalah utama yang
dihadapi pasien
xii
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, M. 2012.”Medikal bedah Untuk Mahasiswa” Diva Press. Yogyakarta Brunner & Suddarth.2013. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC Carpenito-Moyet, Linda Jual. 2014. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC Corwin, Elizabeth J. 2005. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC Kemenkes. 2011. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011. Moenadjat. 2014 Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2.ECG : Jakarta Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Price, A. Sylvia. 2014. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC RISKESDAS. (2013). Riset Kesehatan Dasar, 88. Santosa Budi. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima Medika Smeltzer, 2013 .Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3.ECG : Jakarta Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M. 2013. KMB 1 (Keperawatan Medikal Bedah).
Nuha Medika. Yogyakarta. Wilkinson, Judith M. & Ahern Nancy R. (2013). Buku Saku Diagnosis
Keperawatan : diagnose NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. Alih Bahasa : Esty Wahyuningsih, Editor Bahasa Indonesia : Dwi Widiarti. EGC, Jakarta
Ziaeian, Boback and Gregg C. Fonarow. (2016). Epidemiology dan
etiology http:/combatio- luka bakar.pdf 2016
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama Lengkap : Imam Muh. Fatah. S.Kep
Tempat Dan Tanggal Lahir : Probolinggo, 31 Januari 1994
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Alamat : Jl.Andi Tonro (Sungguminasa) Gowa
No Hp : 081357761016
Alamat E-Mail : [email protected]
Pendidikan :
SD : SD Negeri Sebaung 1 Tahun 2001 - 2007
SLTP : MTS Walisongo 1 Maron Tahun 2007 - 20010
SLTA : SMK Gunung Sari 2 Makassar Tahun 2010 - 2013
S.1 Keperawatan : STIKPER Gunungsari Makassar Tahun 2013 – 2017
Makassar, 19 Januari 2019
Imam Muh. Fatah S.Kep