Upload
nguyenquynh
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MANAJEMEN PERUBAHAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI
PROVINSI SULAWESI SELATAN
CHANGE MANAGEMENT IN HAJJ GENERAL HOSPITAL
PROVINCE OF SOUTH SULAWESI
Hasan Rahim1, Syahrir Pasinringi1, Sangkala2. 1Bagian Administrasi Rumah Sakit FKM Universitas Hasanuddin,
2Bagian Ilmu Administrasi Fisip Universitas Hasanuddin Makassar
Alamat Korespondensi : Hasan Rahim Puri Pattene Permai B9/12 Makassar, 90242 HP : 0852-5598-4166 E-Mail : [email protected]
Abstrak RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan merupakan satu-satunya rumah sakit milik pemerintah daerah yang telah melakukan perubahan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan salah satunya dengan mengimplementasikan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008. Namun, jika dilihat dari beberapa indikator kinerja yang telah dicapai belum menunjukkan hasil yang maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengapa proses perubahan dalam mengimplementasikan program manajemen mutu ISO 9001:2008 di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan belum mencapai hasil yang optimal. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kualitatif: case study menggunakan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap orang-orang yang terlibat dalam proses implementasi ISO 9001:2008 di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan. Sampel dalam penelitian ini menggunakan informan kunci (key informan) sebanyak 19 informan. Hasil dari wawancara mendalam terhadap informan dianalisis menggunakan teknik qualitative content analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahap learn the basics perubahan yang dilakukan didorong dan diinisiasi oleh keinginan pimpinan (top down). Sosialisasi tujuan perubahan serta dampak dari perubahan masih kurang, tidak sampai pada level bawah. Peran change agent, dukungan dan keterlibatan dari supporting stakeholder serta upaya mengonsolidasikan perubahan masih kurang. Disimpulkan bahwa perubahan yang dilakukan di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan belum mencapai hasil yang optimal karena tidak menerapkan sembilan tahap manajemen perubahan secara menyeluruh.
Kata Kunci: Manajemen Perubahan Abstract General Hajj Hospital South Sulawesi is the only hospital owned by a local government to make changes in order to improve the quality of one of them by implementing a quality management system ISO 9001:2008. However, when viewed from some performance indicators that have been achieved have not shown the maximum results. This study aims to find out why the change in implementing the ISO 9001:2008 quality management in General Hajj Hospital South Sulawesi not achieve optimal results. This study was conducted in General Hajj Hospital South Sulawesi. The method used in this research is a qualitative study: case study using in-depth interviews (depth interviews) against those involved in the implementation process of ISO 9001:2008 in General Hajj Hospital South Sulawesi. The sample in this study using key informants were 19 informants. Results from in-depth interviews were analyzed using techniques informant qualitative content analysis. The results showed that at this stage learn the basics of the changes made and initiated by the desire driven leaders (top down) who saw an urgent condition and need thorough repairs. Socialization goals change and the impact of the change is still lacking, not to the lower level. The role of change agent, supporting the support and involvement of stakeholders is still lacking. The reward in an effort to consolidate the perceived change is still lacking. Concluded that changes made in South Sulawesi Province Hospital Haji not achieve optimal results because they do not implement the nine stages of change management as a whole. Keywords: Change Management.
PENDAHULUAN
Di awal abad 21 menunjukkan pergeseran paradigma (paradigm shift) dari
model administrasi publik yang tradisional (old public administration) yang
begitu dominan di abad 20 menuju manajerialism atau manajemen publik (new
public management) yang menitikberatkan pada customer service. Pergeseran
paradigma ini berdampak terhadap seluruh sektor pelayanan publik tidak
terkecuali sektor perumahsakitan (Denhardt, dkk., 2007).
Penyelenggaraan rumah sakit dengan pola BLU/BLUD sebagai salah satu
aspek pelayanan publik sebagaimana telah diatur dalam UU 25/2009 menganut
asas akuntabilitas publik mengandung makna bahwa setiap rumah sakit dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat harus memiliki kinerja dan standar
mutu yang terukur. Sehingga setiap rumah sakit sudah selayaknya melakukan
perubahan dan transformasi dari pola pengelolaan yang tradisional (old public
management) ke arah pengelolaan dengan prinsip bisnis modern yang
menitikberatkan pada aspek peningkatan mutu pelayanan sebagai
pertanggungjawaban publik (accountability).
Perubahan yang dilakukan RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan dengan
penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 tentunya diharapkan akan
meningkatkan kinerja dan mutu pelayanan yang dijanjikan sehingga berdampak
pada kepuasan pasien dan pada akhirnya akan meningkatkan loyalitas pelanggan
(customer) yang tergambar dari peningkatan jumlah kunjungan. Namun hal ini
belum menunjukkan hasil yang optimal jika dilihat dari data kunjungan rawat
jalan menunjukkan tren yang fluktuatif. Ironisnya, kondisi ini terjadi bertepatan
setahun setelah RSU Haji Makassar menerapkan program manajemen mutu ISO
9001:2008. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan tujuan dan dampak yang
diharapakan dari penerapan sistem manajemen mutu itu sendiri sebagai salah satu
upaya perubahan.
Keberhasilan suatu perubahan sangat ditentukan oleh bagaimana tahapan-
tahapan proses manajemen perubahan itu dilakukan (Newton, 2007). Masalah
yang paling sering dan menonjol adalah penolakan atas perubahan itu sendiri
(resistance to change). Untuk mengurangi dampak penolakan terhadap sebuah
perubahan dalam mengadopsi sistem baru maka perlu dilakukan pengelolaan
perubahan melalui pendekatan proses manajemen perubahan (change
management). Rencana manajemen perubahan akan gagal jika tidak didukung
oleh sponsor utama, biasanya sponsor tersebut adalah manajemen senior
organisasi. Stakeholder organisasi harus menerima bahwa perubahan seperti itu
dilihat sebagai hal yang wajar untuk organisasi dan para pelanggan akan
merespon dengan positif terhadap perubahan tersebut. Ada sejumlah alasan
terjadinya perubahan, melalui arus kecil akibat ketertinggalan dari yang lainnya
atau kebutuhan perubahan yang muncul dalam skala lebih besar melalui evolusi
atau revolusi (Burthonshaw, dkk., 2011).
Berdasarkan hasil penelitian Pare, dkk., (2011) untuk mengetahui persepsi
klinisi tentang kesiapan organisasi untuk perubahan dalam konteks implementasi
sistem informasi klinik dijelaskan bahwa ketepatan perubahan, fleksibilitas
organisasi, kejelasan visi, serta kehadiran change agent membantu menjelaskan
75% kesiapan organisasi untuk perubahan. Selanjutnya kesiapan organisasi ini
merupakan kunci keterlibatan dukungan awal klinisi untuk inisiatif implementasi
sistem informasi klinis. Demikian halnya dalam studi kualitatif yang dilakukan
Baltzer, dkk., (2012), menyimpulkan bahwa area yang yang menjanjikan untuk
penelitian di masa depan dan perbaikan manajemen perubahan harus melibatkan
karyawan secara terstruktur dalam perencanaan perubahan organisasi, dan
pengembangan metode untuk menghindari tingginya kondisi kerja yang tidak
teratur.
Agar perubahan dapat diterima dengan baik maka harus dikelola dengan
baik melalui tahap-tahap manajemen perubahan. Tahap awal dalam melakukan
perubahan adalah learn the basics dengan melakukan identifikasi krisis,
kemungkinan krisis, atau peluang-peluang besar, memahami sumber-sumber
perubahan, alasan-alasan perubahan, cakupan perubahan serta dampak dari
perubahan (Newton, 2007). Proses mengelola komunikasi memegang peranan
penting dalam mencapai kesuksesan implementasi program perubahan (Aladwani,
2001). Tujuan penelitian untuk menganalisis dan mengetahui gambaran tahap-
tahap manajemen perubahan dan faktor-faktor resistensi terhadap terhadap
perubahan di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah studi kasus (Case Study) dengan pendekatan
sembilan tahap manajemen perubahan dari Newton, yaitu berusaha
mengeksplorasi tahap-tahap manajemen perubahan dalam mengimplementasikan
sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan.
Disebut studi kasus karena penelitian ini berusaha menjelaskan fenomena, fakta-
fakta kasus peristiwa, dan kesimpulan dari kejadian peristiwa berdasarkan fakta-
fakta (Yin, 1981); (Green, dkk, 2009); (Gray, dkk, 2012).
Pendekatan Penelitian dan Desain Penelitia
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Green dan
Thorogood (2009) penelitian kualitatif dibangun untuk memahami fenomena dari
perspektif partisipan bukan dari peneliti. Desain penelitian adalah tahap-tahap
manajemen perubahan dalam mengimplementasikan sistem manajemen mutu ISO
9001:2008 di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan dengan desain penelitian
studi kasus.
Waktu Penelitian dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai Bulan Juli sampai Agustus 2012 di
Rumah Sakit Umum Daerah Haji Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan RSUD
Haji Provinsi Sulawesi Selatan sebagai tempat penelitian karena satu-satunya
rumah sakit milik pemerintah daerah yang telah mengimplementasikan sistem
manajemen mutu ISO 9002:2008 dan berhasil memperoleh sertifikasi ISO
9002:2008, ISO 18001:2007 (OHSAS), ISO 14001:2004 sejak Juli 2012.
Informan
Teknik pengambilan sampel yang akan dijadikan informan dalam
penelitian ini menggunakan purposive sampling. Informan dalam penelitian ini
yaitu menggunakan informan kunci (key informan). Informan kunci (key
informan) adalah teknik pengambilan partisipan sebagai sumber data dengan
pertimbangan bahwa orang tersebut yang dianggap paling mengetahui tentang apa
yang kita harapkan dan mampu memberikan informasi yang diperlukan terkait
dengan tujuan penelitian (Bassett, 2004).
Informan kunci dalam penelitian ini adalah orang-orang yang dianggap
layak dan terlibat langsung dalam kelompok kerja implementasi ISO 9002:2008
yaitu sebanyak 19 orang.
Pengumpulan dan Analisa Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan
wawancara, pengamatan langsung, observasi partisipan dan data telaah dokumen.
Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur yang
termasuk dalam kategori in-depth interview.
Analisis data dalam penelitian ini dilaksanakan selama pengumpulan data
berlangsung sampai saat dilakukan penarikan kesimpulan. Analisis data dilakukan
secara kualitatif dengan menggunakan qualitative content analysis. Pada tahap
awal mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, untuk pencarian tema dan pola data.
Selanjutnya menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori dan penarikan kesimpulan. Untuk otentifikasi hasil penelitian dilakukan
triangulasi data berupa pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai
cara, dan berbagai waktu.
HASIL
Penelitian ini melibatkan 19 orang informan yang terlibat langsung dalam
proses implementasi ISO 9001:2008. Dari 19 orang responden terdiri dari jenis
kelamin laki-laki sebanyak 11 orang (57,9%) dan sisanya perempuan sebanyak 8
orang (42,1%). Responden umumnya memiliki umur 35-44 tahun sebanyak 10
orang (52,6%), usia >44 tahun sebanyak 7 orang (36,8%), dan sisanya berumur
25-34 tahun sebanyak 2 orang (10,5%). Berdasarkan tingkat pendidikannya,
umumnya sarjana (S1) ada sebanyak 11 orang (57,9%), magister (S2) ada 5 orang
(26,3%), diploma tiga (D3) ada 2 orang (10,5%) dan satu orang (5,3%)
berpendidikan setingkat doktoral (lihat tabel 1).
Penerapan Sistem Manajemen ISO 9001:2008
ISO 9001 didisain untuk memenuhi standardisasi sistem manajemen
kualitas. Perusahaan yang ingin memperoleh pengakuan konsumen dan pihak
ketiga bahwa perusahaan tersebut telah melaksanakan praktek-praktek manajemen
kualitas yang baik, salah satu jalan yang harus ditempuh adalah memperoleh
seertifikat ISO 9000 (Purnama, 2005).
Dari hasil wawancara dengan informan kunci tentang manfaat
implementasi ISO 9001:2008 di RSU Haji Makassar diperoleh informasi sebagai
berikut: “....Artinya banyak faedahnya, artinya banyak pengembangannya, kalau kita lihat
dari tahun-tahun sebelumnya, sebelum kita ISO RS khususnya di bagian poliklinik itu jumlah pasien yang rawat jalan itu...artinya sekarang setelah ISO dia bisa naik sampai 30%. Kepuasan pasien kan kita setiap bulan kita adakan temu pelanggan aa...disitu ada keluhan-keluhan dari pasien, yah...alhamdulillah selama ini keluhan-keluhan itu yah artinya ketimbang sebelum ISO ada pengurangan....”(ALM, 46 tahun).
Berdasarkan jawaban dari responden terungkap bahwa implementasi ISO
9001:2008 di RSU Haji Makassar telah memberikan beberapa manfaat seperti
peningkatan kinerja ditinjau dari aspek jumlah kunjungan pasien rawat jalan serta
makin meningkatnya kepuasan pasien. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap
pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistim
penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan,
meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan
terhadap populasi sasaran. Dampak implementasi sistem manajemen mutu ISO
9001:2008 juga dapat dilihat dari indikator kinerja unit rawat inap seperti tingkat
hunian/pemanfaatan tempat tidur yang sering disebut dengan BOR (bed
occupancy rate), frekwensi pemakaian tempat tidur-BTO (bed turn over), lama
hari rawat-LOS (length of stay), TOI (turn over interval), NDR (net death rate),
GDR (gross death rate). Tingkat hunian atau pemanfaatan tempat tidur (BOR) di
RSU Haji Makassar lima tahun terakhir yaitu 63,69% (2008), 75,12% (2009),
69,79% (2010), 71,22% (2011) dan 72,12% pada triwulan I tahun 2012. Hal ini
menunjukkan trend yang positif meskipun sempat mengalami penurunan pada
tahun 2010.
Proses Manajemen Perubahan
Tahap mempelajari dasar-dasar perubahan yang meliputi alasan
dilakukannya perubahan digambarkan oleh informan sebagai suatu kondisi yang
bermasalah atau suatu kondisi yang membuat perlunya dilakukan suatu perbaikan
menyeluruh melalui perubahan sistem yakni implementasi sistem manajemen
mutu ISO 9001:2008. Selain itu, dari hasil wawancara dengan informan kunci
diperoleh informasi bahwa sumber perubahan yang terjadi di RSU Haji adalah
karena adanya pergantian direktur baru, artinya perubahan yang terjadi masih
merupakan inisiasi dari pimpinan.
Salah satu faktor pendorong keberhasilan perubahan adalah bagaimana
mengomunikasikan perubahan yang ingin dicapai. Bentuk pengelolaan
komunikasi yang dilakukan di RSU Haji Makassar dalam mengimplementasikan
sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 adalah komunikasi langsung (two way
communication) melalui rapat rutin mingguan dan komunikasi tidak langsung
dalam bentuk laporan ketidaksesuaian. Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan kunci tersebut di atas juga terungkap bahwa ada komunikasi internal
dengan seluruh karyawan yang terlibat langsung dalam proses implementasi ISO
melalui pertemuan mingguan setiap hari senin yang disebut dengan kopi morning
untuk membahas permasalahan yang bersifat urgen. Selain itu, pihak manajemen
RSU Haji Makassar aktif membangun komunikasi eksternal dengan pelanggan
mereka melalui layanan pertemuan tanggapan konsumen dan tanggapan wakil
manajemen mutu (WMM) seperti petikan hasil wawancara dengan informan
kunci berikut: “....Setiap bulan kita ada yang namanya tanggapan konsumen terhadap layanan,
seluruh iya, baik di VIP di semua lini. Itu dimasukkan lagi oh..apa yang kurang disampaikan
lagi oleh WMM. Ohh ada keluhan disini kita datangi, jadi kita ada saling koreksi internal.
Kalau kita disini sebagai tim semua pokja bekerja jadi pokja ini yang kurang...didalam
tanggapan WMM nanti ada,..atau kita disurati, ada surat, ada pelayanan kita yang kurang
kadang lewat aiphon....”(HDR, 55 tahun).
Hal penting dari upaya mengonsolidasikan perubahan adalah adanya
penghargaan serta adanya dukungan dari pimpinan seperti hasil wawancara
mendalam dengan informan kunci berikut:
“....kalau dulu-dulu itu kita tidak punya tunjangan apa namanya ya....jadi kita
juga malas kan? Nah, ini walaupun sedikit tapi ada reward, beliau itu melihat apa yang
menjadi kekurangan anggota. Kita masing-masing ada jasa dan diberikan berdasarkan
kinerja....”(HDR, 55 tahun). Dari pernyataan informan tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa salah satu
upaya yang dilakukan oleh manajemen RSU Haji Makassar dalam
mengonsolidasikan perubahan adalah pemberian reward berupa tunjangan dan
uang jasa meskipun secara kuantitas nominal belum maksimal.
Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Perubahan
Salah satu faktor yang mendukung proses perubahan di RSUD Haji
Provinsi Sulawesi Selatan karena tingginya komitmen pimpinan serta proses
pengelolaan komunikasi yang intens melalui rapat-rapat rutin yang melibatkan
seluruh staf. Proses konsolidasi perubahan dalam bentuk pemberian reward
berupa finansial/insentif dirasakan masih kurang.
PEMBAHASAN
Penelitian ini memperlihatkan proses perubahan dengan
mengimplementasikan ISO 9001:2008 dimulai dengan melakukan kajian-kajian
lingkungan internal dan eksternal dan didorong oleh adanya inisiasi dari pimpinan
karena adanya suatu kondisi yang sangat memprihatinkan. Setelah melalui kajian-
kajian perlunya melakukan perubahan maka dilanjutkan dengan proses penentuan
tujuan dan pembentukan tim yang akan terlibat langsung maupun mendorong
proses perubahan dalam mengimplementasikan sistem manajemen mutu ISO
9001:2008. Proses penetapan sasaran/tujuan yang ingin dicapai dari perubahan
dalam hal ini implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 digali dari
bawah, dari unit atau bagian masing-masing. Penetapan sasaran mutu sebagai
tujuan perubahan digali dari fokus masalah yang sering terjadi di unit/bagian
masing-masing.
Menurut Newton (2007), dalam menentukan tujuan dilakukannya
perubahan maka ada tiga pertanyaan mendasar yang harus dijawab. Pertama,
apakah perubahan itu penting? Pertanyaan ini bermanfaat untuk mengetahui
common sense untuk mencapai tujuan khusus yang telah ditetapkan. Umumnya
orang memaksakan tercapainya dari pada cara melakukan dengan ketersediaan
waktu dan sumber daya. Kedua, apa dampak yang akan diperoleh oleh pelanggan
atau stakeholder lainnya dari perubahan yang dilakukan? Maksud pertanyaan ini
untuk memberikan jaminan bahwa perubahan yang dilakukan akan menjadikan
organisasi lebih baik secara keseluruhan, bukan hanya baik untuk pimpinan dan
orang-orang tertentu. Jika perubahan itu telah berhasil ditanamkan maka,
seyogyanya akan menjadikan operasional lebih murah, lebih efektif, mutu
pelayanan yang lebih baik atau kelompok pelanggan yang lebih banyak dan lebih
luas. Terakhir, apakah perubahan itu dapat tercapai? Pertanyaan ini bermanfaat
untuk menjamin bahwa kita tidak sekedar ambisius semata dalam melakukan
perubahan. Manajer perubahan bisa melakukan lebih banyak hal untuk organisasi
dengan menyampaikan ambisi tetapi harus realistis dan dapat dicapai. Setiap
proyek perubahan yang ditanamkan harus dapat dikelola dan dapat dicapai
(Newton, 2007).
Menurut Sulaksana (2004), semua karyawan di semua tingkatan mesti
memahami masalah yang sedang dihadapi perusahaan. Semua orang diberi
peluang untuk mencari dan mengembangkan solusi. Keterbukaan dalam negosiasi
dan komunikasi dengan karyawan dimaksudkan agar masalah dipahami dengan
baik (Sulaksana, 2004). Di sisi lain, keterlibatan karyawan dan dengan melatih
keterampilan-keterampilan baru, cara kerja baru dapat dirumuskan. Para karyawan
diikutkan dalam pemecahan masalah seperti masalah kualitas, absensi dan
sebagainya. Karyawan banyak diberi peluang mencoba ide-ide baru untuk
bereksperimen dan mencari solusi. Menurut Baltzer, dkk. (2011) dalam
penelitiannya mengemukakan bahwa faktor kunci dalam perubahan organisasi
kesehatan adalah keterlibatan karyawan secara aktif dan struktur yang baik
sebagai keseimbangan ketidakpastian perubahan. Hal ini mengawali proses
perubahan sikap yang lebih terbuka pada gagasan perubahan. Menurut
Bouckenooghe (2010), kesiapan untuk perubahan dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi keberadaan gap/kesenjangan antara keadaan sekarang dan
keadaan yang seharusnya. Secara nyata kebutuhan untuk perubahan terjadi dari
proses kognitif dengan membandingkan situasi yang lama dan situasi yang baru
mirip dengan konsep unfreezing dari Lewin’s (1951) dalam Bouckenooghe (2010)
yaitu proses dimana anggota organisasi telah memiliki kepercayaan dan sikap
yang telah berubah dan persepsi bahwa perubahan merupakan kebutuhan yang
akan membawa kesuskesan.
Banyak perusahaan yang memperlakukan perubahan seperti sebuah
peristiwa kebetulan atau hal rutin yang akan selesai dengan baik secara otomatis
tanpa sebuah perencanaan yang bagus. Padahal menurut Robbins dan Judge
(2009), perubahan seharusnya merupakan sebuah aktifitas terencana, disengaja
dan berorientasi pada tujuan. Menurutnya, tujuan perubahan ada dua, yaitu: (1)
untuk meningkatkan kemampuan perusahaan atau organisasi dalam beradaptasi
terhadap perubahan yang terjadi didalam lingkungannya; (2) untuk merubah
perilaku karyawan.
Dari informan juga diperoleh informasi bahwa keterlibatan seseorang
dalam tim/pokja didasarkan pada kemampuan dan tanggung jawab yang dimiliki
dan berasal dari unit atau bagian masing-masing yang terlibat langsung dalam
proses perubahan. Menurut Newton (2007), tim perubahan adalah orang-orang
yang dibentuk dan bekerja di bawah kendali manajer perubahan untuk membuat
perubahan itu terjadi. Orang-orang yang dipilih dalam tim perubahan ini adalah
orang yang dapat meluangkan waktu untuk perubahan. Untuk sebuah program
perubahan yang lebih besar maka tim perubahan dapat terdiri dari puluhan atau
ratusan orang dan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tim inti (core team)
dan tim pendukung (supporting team). Tim inti berisi orang-orang yang secara
permanen diperuntukkan untuk mengerjakan program perubahan dan memiliki
kemampuan untuk mengerjakan apa yang dipersyaratkan dalam periode waktu
pengerjaan proyek perubahan (Newton, 2007). Langkah pertama dalam
membentuk sebuah tim yang mampu mengarahkan usaha perubahan adalah
dengan mencari orang-orang yang tepat (Kotter, 1997); (Kotter, dkk., 2002).
Dari persepsi informan juga ditemukan bahwa dalam melakukan
perubahan masih mempunyai kendala-kendala, masih ada orang yang tidak
menginginkan perubahan, orang-orang yang tidak memiliki rasa tanggung jawab
terhadap perubahan. Upaya yang dilakukan oleh pihak manajemen terhadap
orang-orang yang resisten dengan pendekatan persuasif dan menanyakan masalah
yang dihadapi untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan. Pada tahap
pelaksanaan perubahan proses monitoring dan evaluasi berjalan lancar.
Mekanisme rapat rutin lebih banyak dilakukan pada tahap implementasi
perubahan untuk mengomunikasikan capaian-capaian dari sasaran, serta
melakukan upaya perbaikan dari temuan-temuan audit internal. Perubahan yang
sah akan mendapatkan pengakuan hanya jika perubahan itu datang dari serta
melibatkan level grassroot (Klein, 2004).
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengonsolidasikan perubahan
adalah pemberian reward dengan benchmarking. Untuk mempertahankan
perubahan yang telah berjalan dari kondisi stres dan kejenuhan maka pihak
manajemen RSU Haji Makassar telah mempersiapkan program religi yang mereka
sebut manajemen marhamah akronim dari “manajemen rumah sakit haji
mewujudkan akhlakul karimah”. Program ini bertujuan untuk membungkus
perubahan yang selama ini telah berjalan agar supaya dapat meningkatkan
motivasi kerja dan mengurangi tingkat stres dalam pekerjaan. Selain pemberian
reward dalam bentuk non finansial, maka pihak manajemen RSU Haji Makassar
juga memberikan reward dalam bentuk finansial berupa tunjangan dan uang jasa
meskipun nilai nominalnya dirasa belum maksimal. Menurut Lawler III & Worley
(2006), dalam melakukan perubahan organisasi dapat menggunakan bonus
sebagai penghargaan (reward) terhadap kinerja individu untuk meningktakan
kinerja. Pendekatan pemberian bonus dapat mengurangi satu dari banyak
kegagalan perubahan.
Strategi umum untuk mencapai tujuan perubahan adalah komunikasi.
Proses komunikasi dalam mengelola perubahan merupakan aspek yang sangat
vital dari suksesnya sebuah proyek perubahan karena komunikasi yang baik akan
meningkatkan hasrat dan mendorong gerakan perubahan (Aladwani, 2001).
Secara keseluruhan proses komunikasi dalam implementasi sistem manajemen
mutu ISO 9001:2008 di RSU Haji Makassar berjalan dengan baik dan merupakan
salah satu kunci sukses pelaksanaan perubahan tersebut. Menurut Aladwani
(2001) dalam penelitiannya tentang strategi manajemen perubahan untuk
keberhasilan implementasi the enterprise resource planning (ERP) menjelaskan
bahwa salah satu strategi komunikasi yang efektif adalah dengan menyampaikan
manfaat penerapan sistem ERP. Lebih lanjut dikatakan bahwa strategi komunikasi
lainnya adalah dengan memberikan gambaran umum bagaimana
mengimplementasikan sistem ERP akan bekerja. Dalam beberapa kasus,
kegagalan implementasi ERP disebabkan karena kurangnya komunikasi
(Aladwani, 2001).
Dari sembilan tahap manajemen perubahan dalam implementasi sistem
manajemen mutu ISO 9001:2008 di RSU Haji Makassar, tahap mengelola
komunikasi menjadi proses kunci dari manajemen perubahan yang dilakukan.
Hampir semua tahap dari 9 (sembilan) tahap manajemen perubahan menggunakan
kemampuan dalam pengelolaan komunikasi. Hal ini sesuai dengan Newton
(2007), yang menempatkan tahapan pengeloaan komunikasi pada setiap tahap
manajemen perubahan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan
komunikasi memegang peranan sentral dalam melakukan perubahan. Meskipun
tahap-tahap yang lain tidak bisa diangap tidak lebih penting.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 di RSUD Haji Provinsi
Sulawesi Selatan adalah perbaikan dan peningkatan mutu proses pelayanan
dengan penerapan perilaku-perilaku yang sesuai standar pelayanan minimal dan
standar prosedur operasional yang telah ditetapkan. Namun, implementasi ISO
9001:2008 belum mampu meningkatkan kinerja RSUD Haji Provinsi Sulawesi
Selatan secara maksimal. Hal ini karena proses perubahan dengan
mengimplementasikan ISO 9001:2008 tidak menerapkan sembilan tahap
manajemen perubahan secara menyeluruh. Perubahan yang dilakukan di RSUD
Haji Provinsi Sulawesi Selatan dalam mengimplementasikan sistem manajemen
mutu ISO 9001:2008 merupakan inisiasi murni dari pimpinan. Disamping itu
perubahan yang dilakukan di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan belum
memaksimalkan tahapan learn the basic dan consolidate change. Disarankan
kepada pihak manajemen RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan dapat
meningkatkan tahapan manajemen perubahan khususnya pada tahap learn the
basics dan tahap mengonsolidasikan perubahan melalui peningkatan pemberian
reward berupa finansial.
DAFTAR PUSTAKA Aladwani, A. M., (2001). Change management strategies for successful ERP
implementation. Business Process Management Journal, 7(3), pp. 266-275. Baltzer, M., Westerlund, H., Backhans, M. & Melinder, K., (2012). Involvement
and structure: A qualitative study of organizational change and sickness absence among women in the public sector in Sweden. BMC Public Health, Volume 11:318, pp. 318-329.
Bassett, C., (2004). Qualitative Research in Health Care, London and Philadelphia: Whurr Publishers.
Bouckenooghe, D., (2010). Positioning Change Recipients' Attitudes Toward Change in the Organizational Change Literature. The Journal of Applied Behavioral Science, 8 Decembre, 46(4), pp. 500-531.
Burthonshaw, S. & Gunn, (2011). Alat dan Teknik Analisis Manajemen: Alat, Model, dan Catatan bagi Para Manajer dan Konsultan. 1 ed. Jakarta: PT Indeks.
Denhardt, J. V. & Denhardt, R. B., (2007). The New Public Service: Serving, Not Steering, Expanded Edition. London, England: M.E. Sharpe.
Green, J. & Thorogood, N., (2009). Qualitative Methods for Health Research, Second Edition. London: SAGE Publication Ltd.
Gray, B., Stensaker, I. G. & Jansen, K. J., (2012). Qualitative Challenges for Complexifying Organizational Change Research: Context, Voice, and Time. The Journal of Applied Behavioral Science, 10 May, 48(3), pp. 121-134.
Hughes, O. E., (2003). Public Management and Administration An Introduction 3rd Edition. USA: Palgrave Macmillan.
Klein, J. A., (2004). True Change: How Outsiders on The Inside Get Things Done in Organizations. 1st ed. San Francisco: Jossey-Bass A Wiley Imprint.
Kotter, J., (1997). Leading Change: Menjadi Pioner Perubahan. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Kotter, J. & Cohen, D., (2002). The Heart of Change: Real Life Stories of How People Change Their Organizations.. Massachussets, United States of America: Harvard Business School Publishing.
Lawler III, E. & Worley, C., (2006). Built to Change: How to achieve sustained organizational effectiveness. San Francisco, United States of America: Jossey-Bass A Wiley Imprint 989 Market Street.
Lawson, J. S., Rotem, A. & Bates, P. M., (2003). From Clinician to MAnager. Sydney: McGRAW-HILL BOOK COMPANY.
Newton, R., (2007). Managing Change: Step by Step All You Need to Build A Plan and Make It Happen. London: Ashford Colour Press Ltd.,Gosport.
Pare, G., Sicotte, C., Poba-Nzau, P. & Balouzakis, G., (2011). Clinicians' perceptions of organizational readiness for change in the context of clinical
information system project: insights from two cross-sectional survey. Implementation Science, Volume 6:15, pp. 1-14.
Parkin, P., (2009). Managing Change in Health Care Using Action Research. London: SAGE Publications Ltd..
Purnama, N., (2005). Tinjauan Kritis Terhadap Implementasi ISO 9000. Jurnal Siasat Bisnis, pp. 163-178.
Robbins, S. P. & Judge, T. A., (2009). Perilaku Organisasi, Edisi Ke-12, Edisi Terjemahan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Subanegara, H. P., (2005). Diamond Head Drill dan Kepemimpinan dalam Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta: ANDI Offset.
Sulaksana, U., (2004). Manajemen Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Celeban Timur UH III/548.
Yin, R. K., (1981). The Case Study Crisis: Some Answer. Administrative Science Quarterly, March, Volume 26, pp. 58-65.
LAMPIRAN
Tabel 1 Distribusi Karakteristik Umum Responden di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Selatan
Karakteristik Responden n % Umur (tahun) a. 25-34 b. 35-44 c. >44
2 10 7
10,5 52,6 36,8
Jenis Kelamin
a. Laki-laki b. Perempuan
11 8
57,9 42,1
Pendidikan a. Diploma tiga (D3) b. Strata 1 (S1) c. Magister (S2) d. Doktoral (S3)
2 11 5 1
10,5 57,9 26,3 5,3
Total 19 100 Sumber: Diolah dari data primer tahun 2012