Upload
liesdawe
View
51
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
by liesda
Citation preview
MAKALAH
PASAR MODAL dan MANAJEMEN KEUANGAN
MANAJEMEN PORTOFOLIO
Oleh Kelompok 7 :
1. Lisdawati
2. Maria Elsera YPVFBS
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)
Fakultas Ekonomi UNLAM
Banjarmasin
2014
MANAJEMEN PORTOFOLIO
Manajemen Portofolio
Teori portofolio menyatakan bahwa risiko dan pengembalian keduanya
harus dipertimbangkan dengan asumsi tersedia kerangka formal untuk mengukur
keduanya dalam pembentukan portofolio. Dalam bentuk dasarnya, teori portofolio
dimulai dengan asumsi bahwa tingkat pengembalian atas efek dimasa depan dapat
diestimasidan kemudian menentukan risiko dengan variasi distribusi
pengembalian. Dengan asumsi tertentu, teori portofolio menghasilkan hubungan
linear antara risiko dan pengembalian.
Teori portofolio adalah pendekatan investasi yang diprakarsai oleh Harry
M. Makowitz (1927) seorang ekonom lulusan Universitas Chicago yang telah
memperoleh Nobel Prize di bidang ekonomi pada tahun 1990. Teori portofolio
berkaitan dengan estimasi investor terhadap ekspektasi risiko dan return, yang
diukur secara statistik untuk membuat portofolio investasinya. Markowitz
menjabarkan cara mengkombinasikan aset ke dalam diversifikasi portofolio yang
efisien. Dalam portofolio ini, risiko dapat dikurangi dengan menambah jumlah
jenis aset ke dalam portofolio dan tingkat expected return dapat naik jika
investasinya terdapat perbedaan pergerakan harga dari aset-aset yang dikombinasi
tersebut (“Harry Max Markowitz”). Pada prakteknya para pemodal pada sekuritas
sering melakukan diversifikasi dalam investasinya dengan mengkombinasikan
berbagai sekuritas, dengan kata lain mereka membentuk portofolio.
Menurut Husnan (2003:45), portofolio berarti sekumpulan investasi.
Tahap ini menyangkut identifikasi sekuritas-sekuritas mana yang akan dipilih dan
berapa proporsi dana yang akan ditanamkan pada masing-masing sekuritas
tersebut. Pemilihan banyak sekuritas (pemodal melakukan diversifikasi)
dimaksudkan untuk mengurangi risiko yang ditanggung. Pemilihan sekuritas ini
dipengaruhi antara lain oleh preferensi risiko, pola kebutuhan kas, status pajak,
dan sebagainya.
Dalam kenyataannya kita akan sulit membentuk portofolio yang terdiri
dari semua kesempatan investasi, karena itu biasanya dipergunakan suatu wakil
yang terdiri dari sejumlah besar saham atau indeks pasar. Contohnya di Bursa
Efek Jakarta yang menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Dalam pembentukan portofolio, investor berusaha memaksimalkan
pengembalian yang diharapkan dari investasi dengan tingkat risiko tertentu yang
dapat diterima. Portofolio yang dapat mencapai tujuan diatas disebut dengan
portofolio efisien. Untuk membentuk portofolio yang efisien, perlu dibuat
beberapa asumsi mengenai perilaku investor dalam membuat keputusan investasi.
Asumsi yang wajar adalah investor cenderung menghindari risiko (risk averse).
Investor penghindar risiko adalah investor yang jika dihadapkan pada dua
investasi dengan pengembalian diharapkan yang sama dan resiko berbeda, maka
ia akan memilih investasi dengan tingkat resiko yang lebih rendah. Jika investor
memiliki beberapa pilihan portofolio yang efisien, maka portofolio yang paling
optimal akan dipilihnya.
Manajemen portofolio jika dipahami meliputi serangkaian keputusan dan
tindakan yang dibuat oleh setiap investor baik individu maupun institusi.
Portofolio harus dikelola oleh investor entah menggunakan pendekatan
manajemen aktif dan pasif dalam menyeleksi dan memiliki aset-aset financial.
Manajer/Investor yang menggunakan pendekatan manajemen pasif berarti akan
memegang berbagai sekuritas untuk jangka waktu yang relatif lama dan jarang
melakukan perubahan. Sikap mereka merefleksikan berlakunya efisiensi pasar
modal. Dengan kata lain, keputusan penganut manajemen pasif konsisten dengan
penerimaan taksiran konsensus terhadap risiko dan tingkat keuntungan. Oleh
karena itu, manajemen portofolio dapat diartikan sebagai proses, yaitu proses :
1. Pengidentifikasian tujuan, hambatan, dan kemauan oleh masing-masing
investor. Hal tersebut mengarah pada pernyataan kebijakan secara eksplisit
yang digunakan sebagai panduan dalam proses memanage uang.
2. Ekspektasi pasar modal terhadap perekonomian, industry dan sektor-
sektornya, sekuritas individu yang menjadi pertimbangan dan dikuatifisir.
3. Penerapan dan pengembangan strategi. Proses ini meliputi alokasi aset,
optimasi portofolio, dan pemilihan sekuritas.
4. Pemonitoran faktor-faktor portofolio dan respon yang dibuat ketika terjadi
perubahan tujuan investor, hambatan dan atau ekspektasi pasar.
5. Penyeimbangan portofolio sesuai dengan keperluan dengan cara
mengulangi alokasi aset, strategi portofolio dan langkah-langkah
pemilihan sekuritas.
6. Penilaian kinerja portofolio yang diukur dan dievaluasi untuk memastikan
pencapaian tujuan investor.
I. Investor Institusional VS Investor individu
Pihak-pihak yang melakukan investasi disebut dengan investor. Investor
pada umumnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu investor individual
(individual investors) dan investor institusional (institutional investors). Investor
individual terdiri dari individu-individu yang melakukan aktivitas investasi.
Sedangkan investor institusional biasanya terdiri dari perusahaan-perusahaan
asuransi, lembaga penyimpanan dana, (bank dan lembaga simpan-pinjam),
lembaga dana pensiun, maupun perusahaan investasi.
Di negara-negara maju investor institusional banyak menggunakan
pendekatan institusional dalam melakukan aktivitas investasinya. sedangkan calon
investor individual bisa mengambil garis besarnya agar bisa lebih selektif dan
mengetahui apa sebenarnya yang harus diketahui. Pendekatan institusional terdiri
dari tiga tahap yaitu:
Penetapan Kriteria
Dalam menetapkan kriteria, calon investor mencari faktor-faktor penting
yang menentukan hal-hal yang diinginkan dalam berinvestasi. Hal-hal
tersebut bukan hanya performa return tetapi dapat mencakup proses
investasi, pengambilan resiko, pelayanan terhadap investor, management
fee, dan lain-lain. Menetapkan kriteria dimulai dengan menggali masalah
fundamental bagi calon investor yang meliputi jenis asset class (saham,
pendapatan tetap, pasar uang, dll), gaya investasi (saham blue chip, obligasi
swasta,obligasi pemerintah, saham perusahaan kecil/menengah,
internasional, dll),dan manajemen investasi aktif (aktif dalam memilih
saham/obligasi) vs. pasif (index fundz). Jenis asset class sangat menentukan
return dan resiko yang akan didapatkan. Beberapa riset di Amerika
menyebutkan bahwa 90%-95% return yang diperoleh ditentukan oleh jenis
asset class di mana investor berinvestasi. Jika investor memilih asset class
pendapatan tetap maka hasil maksimum investasi jangan diharapkan bisa
menyamai hasil maksimum investasi di saham. Namun pada saat yang
bersamaan, resiko yang dianut juga tidak sebesar resiko saham. Penentuan
ini harus sesuai profil resiko investor masing-masing. Gaya investasi
(investment style) bermanfaat jika calon investor mencari diversifikasi
melalui alokasi aset (asset allocation). Pada dasarnya setiap asset class
dapat dibagi lagi menjadi beberapa gaya investasi. Di negara-negara maju,
diversifikasi alokasi aset adalah lazim, tetapi di Indonesia praktek ini masih
terbatas karena kendala jumlah saham yang ada di dalam tiap kategori
kapitalisasi (blue chip/kapitalisasi besar, kapitalisasi menengah, dan
kapitalisasi kecil), pengetahuan investor individual, dan jenis produk reksa
dana yang ditawarkan. Untuk jenis pendapatan tetap, gaya investasi dapat
terdiri dari investasi dengan fokus pada obligasi pemerintah, obligasi
swasta, atau obligasi internasional/asing.
Penyaringan (Screening)
Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, calon investor kemudian
menyeleksi para potensial MI. Daftar lengkap seluruh reksa dana di
Indonesia dan jenis-jenisnya dapat dilihat di website Bapepam
(www.bapepam.go.id/e-monitoring). Untuk lebih mengetahui informasi
tentang suatu perusahaan MI, calon investor dapat melakukan riset lebih
jauh tentang calon MI tersebut. Berita-berita tentang sebuah perusahaan MI
jika dikumpulkan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh tentang
perusahaan tersebut. Sumber lain yang layak digali adalah pengalaman
pihak-pihak lain dalam berinvestasi melalui MI tersebut. Informasi dan
pengalaman dari orang dalam juga sangat berguna dalam mengevaluasi MI.
Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan, calon investor bisa
membandingkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dengan keadaan para
MI yang sebenarnya.
Seleksi
Proses screening menghilangkan sebagian besar MI dan menyisakan
beberapa saja yang akan dievaluasi lebih jauh. Dalam tahap seleksi, calon
investor memfokuskan dalam mendapatkan gambaran menyeluruh apa yang
disebut dengan P7 yaitu People, Process, Philosophy, Product, Progress,
Price, dan Performance.
II. Sikap Investor terhadap resiko
Dalam berinvestasi apapun berbagai risiko yang bisa mempengaruhi
tingkat keuntungan atau mengalami kerugian selalu akan menjadi pertimbangan
bagi investor. Sebanyak mungkin faktor risiko yang mungkin akan mempengaruhi
tingkat keuntungan dalam investasi saham harus selalu dideteksi agar seluruh
gerak pasar bisa diantisipasi. Untuk itu penasihat investasi dan investor
professional sekalipun selalu mencari informasi yang relevan dengan kondisi
pasar. Di pasar modal, setidaknya risiko yang patut dicermati investor secara
umum, antara lain risiko inflasi, risiko tingkat suku bunga, risiko pasar, risiko
perusahaan dan risiko politik. Masing-masing risiko tersebut ada kalangan saling
kait mengkait, dan berjalan secara dominan. Namun adakalanya sama sekali tidak
berhubungan.
Dari risiko tersebut yang selalu berhubungan adalah risiko inflasi.
Biasanya begitu diketahui inflasi tinggi, akan diikuti dengan kebijakan perubahan
tingkat suku bunga. Jika inflasi tinggi, dapat dipastikan nilai uang turun. Turunnya
nilai uang, bisa karena jumlah uang yang beredar di masyarakat lebih melimpah.
Untuk itu sehingga agar mobilitas uang yang beredar turun, biasanya akan diikuti
dengan kenaikan tingkat sukubunga, naiknya tingkat suku bunga dengan
sendirinya akan membawa dana-dana kembali sistem perbankan, sehingga pada
gilirannya bursa saham akan turun. Berikut beberapa resiko yang mungkin
dihadapi :
Risiko Inflasi
Dalam industri finansial khususnya dalam ekonomi berbasis uang, risiko
yang cukup mengkhawatirkan adalah ancaman akan penurunan nilai uang.
Penggerusan nilai uang ini terlalu banyak faktor yang bisa dijadikan alasan,
padahal aspek utamanya adalah menurunnya nilai uang. Contoh paling
sederhana soal inflasi ini adalah apabila uang bernominal Rp1.000 yang
pada kemarin lusa bisa membeli dua butir telur, tapi hari ini hanya dapat
ditukar dengan satu telur. Akibatnya untuk membeli dua butir telur kita
harus mengeluarkan kocek Rp1.000 lagi. Kalau itu terjadi berarti sudah
terjadi inflasi, turunnya nilai uang. Penurunan nilai uang tersebut juga
terjadi tidak saja untuk membeli produk, tapi juga dalam menggunakan jasa.
Dalam kondisi saat ini, pemerintah mengatakan akan mempertahankan
bahwa target inflasi dipatok pada bilangan lima persen. Itu berarti dalam
berinvestasi, investor yang memiliki dana Rp1.000 saat ini harus bisa
memperkerjakan uangnya itu dengan minimal penghasilan (return) di atas
lima persen, sehingga pada akhir tahun nilai uang tersebut tetap bisa
digunakan dan memiliki nilai yang sama pada saat ini. Nilai uang pada masa
kini dan masa yang akan datang diharapkan bobot (nilai atau harganya)
tetap sama. Artinya kalau saat ini bisa membeli telur satu butir maka tahun
depan minimal nilainya tetap sama. Inflasi adalah suatu proses
meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus. Penyebab
inflasi ini bisa berupa naiknya harga barang dan jasa, bisa juga karena
turunnya nilai uang yang terjadi secara mekanis. Inflasi yang disebabkan
karena naiknya harga barang, juga tidak bergerak sendirian. Bisa jadi karena
bahan baku atas produk itu sulit didapat, seperti BBM. Akibat tidak adanya
subtitusi dari BBM ini dipastikan kenaikan harga BBM akan menyebabkan
naiknya harga barang-barang dan jasa. Hal ini karena ketergantungan yang
sangat tinggi atas produk yang bernama BBM ini. Inflasi lainnya adalah
karena terlalu banyaknya uang yang beredar, sehingga secara mekanis akan
mempengaruhi nilai uang. Untuk inflasi yang disebabkan banyak uang
beredar, Bank Sentral bisa melakukan tindakan dengan cara membuat
kebijakan meningkatkan suku bunga. Peningkatan sukubunga ini dengan
sendirinya akan menarik para pemilik dana untuk kembali memarkir
dananya di perbankan. Kendati upaya tersebut harus diikuti oleh kebijakan
lain, diantaranya membuat kebijakan guna terciptanya iklim investasi. Bagi
pasar modal risiko inflasi ini akan sangat mempengaruhi keputusan
investasi. Kalau inflasi tinggi, kita ibaratkan dalam setahun 10 persen, maka
boleh jadi harga saham diciptakan oleh pasar itu sebenarnya sudah terdiskon
sebesar 10 persen. Kalau harga saham Rp1.000 maka akibat inflasi yang 10
persen itu harga saham tersebut sebenarnya hanya Rp900. Akan tetapi,
kondisi yang sebenarnya terjadi akan bertambah kompleks akibat dampak
inflasi. Kalau kita ibaratkan harga BBM mengalami kenaikan dengan begitu
biaya produksi perusahaan akan mengalami kenaikan. Belum lagi dampak
dari BBM ini akan diikuti dengan melemahnya daya beli, sehingga barang
yang diproduksi tidak akan laku terjual. Kalau hal itu yang terjadi maka bisa
dipastikan pemutusan hubungan kerja, akibat pengurangan produksi hampir
pasti akan dilakukan perusahaan, sehingga pada gilirannya ekspektasi
investor saham atas saham perusahaan itu akan menurun.
Risiko tingkat sukubunga
Risiko tingkat suku bunga dapat menjadi bayangan hitam bagi pelaku pasar.
Tingkat bunga yang tinggi akan menjadikan perusahaan yang menjual
sahamnya di bursa pasti juga akan kedodoran. Apalagi bagi perusahaan
yang mendanai sebagian operasionalnya dengan pinjaman kredit. Dari sisi
investasi fluktuasi tingkat sukubunga yang gonjang-ganjing akan membuat
bingung iklim investasi. Kalau tingkat sukubunga tinggi maka investor akan
dengan senang hati untuk menempatkan dananya dalam bentuk deposito.
Banyaknya uang yang masuk dalam deposito akan membuat dunia
perbankan kebingungan menyalurkan dana pihak ketiga tersebut. Di sisi lain
dana tersebut memang harus diputar ke sektor-sektor produktif kalau tidak
ingin kinerja bank tersebut ambrol karena harus membayar bunga tinggi.
Soal tinggi dan rendahnya tingkat suku bunga, bagi pasar yang penting
bahwa tingkat bunga itu stabil tidak gonjang-ganjing dan kebijaksanaannya
tidak situasional.
Risiko Pasar
Risiko pasar sering terjadi di pasar modal karena kondisi yang tidak bisa
dijelaskan secara ekonomi. Karena ekspektasi seseorang terhadap produk
dan jasa tertentu akan berbeda dengan ekspektasi pasar. Dalam konteks
perdagangan saham, ketika ekspektasi atas saham secara jangka panjang
naik, maka boleh jadi ekspektasi pasar atas saham pada saat pasar bereaksi
justru turun. Karenanya bagi investor saham yang perlu dipahami bahwa
investasi saham adalah investasi pada saham, sedangkan penciptaan harga
saham yang dibuat pasar adalah harga yang terjadi pada saat selama pasar
berlangsung. Penyebab ekspektasi pasar berbeda dengan kondisi sebenarnya
atas nilai saham, penyebabnya bisa beragam. Yang paling sederhana boleh
jadi karena supply dan demand yang tidak seimbang. Ketika supply atas
saham berlebih, sementara demand tetap maka dengan sendirinya harga
saham akan turun. Di pasar modal Indonesia sering terjadi begitu ada
perusahaan yang akan melakukan penawaran umum (IPO) biasanya akan
diikuti dengan penurunan indikator perdagangan. Turunnya indikator
perdagangan itu lantaran investor menjual saham yang telah menjadi
portofolionya untuk kemudian membeli saham yang akan IPO. Perilaku
tersebut merupakan contoh yang paling sangat sederhana dari faktor risiko
pasar. Tidak sama besarnya posisi supply dan demand ini juga terjadi
apabila terjadi investor melakukan perubahan portofolio sebagaimana yang
kerap terjadi pada akhir tahun dan awal tahun bursa saham.
Untuk mengetahui apakah proses investasi yang dilakukan benar atau tidak,
berikut merupakan langkah-langkahnya:
a. Pengetahuan tentang pengembalian dan resiko investasi.
b. Mengetahui sikap investor terhadap resiko. Setiap investor harus mau
menerima resiko investasi yang terkadang di dalam aset riil maupun surat
berharga, dan dapat mengidentifikasi kombinasi pengembalian dan resiko
yang dapat diterima. Dengan kata lain, sebelum menerima resiko investasi,
investor harus berada pada posisi finansial yang logis, dan harus siap
menggunakan alasan-alasan yang masuk akal untuk proses pembuatan
keputusan.
c. Pengetahuan dari setiap tipe surat berharga / aset yang tersedia untuk
investasi, termasuk pengembalian yang diharapkan dan resiko yang
berhubungan dengan tipe aset / surat berharga tersebut.
d. Memilih beberapa surat berharga / aset yang dapat memberi suatu
pengembalian dan resiko yang dapat diterima berdasarkan kebutuhan -
kebutuhan dari investor tertentu.
Korelasi langsung antara pengembalian dengan resiko, yaitu: semakin tinggi
pengembalian, semakin tinggi resiko. Oleh karena itu, investor harus menjaga
tingkat resiko dengan pengembalian yang seimbang. Berikut beberapa faktor
Risiko dalam Analisis Finansial:
o Pengertian resiko sendiri yaitu penyimpangan hasil (return) yang diperoleh
dari rencana hasil (return) yang diharapkan.
o Risiko invetasi adalah risiko yang dihadapi investor akan kemungkinan
tidak tercapainya hasil (keuntungan) yang diharpkan. Hal tersebut
dikarenakan factor uncertainty yang besar.
o Sikap investor terhadap risiko yaitu ; senang (desire) menghadapi risiko,
anti risiko ( risk aversion), dan acuh (indifference) terhadap risiko.
Diperhitungkannya faktor risiko dalam keputusan keuangan,
mempengaruhi investor untuk menentukan hasil atau mensyaratkan hail
(required rate of return).
o Risiko tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola agar risiko tersebut
dapat diminimalisasi (risiko terkontrol). Dan ada pula risiko yang tidak
dapat dikontrol/dikendalikan. Sehingga jenis risiko terbagi ke dalam:
Risiko Individual, yaitu risiko yang berasal dari proyek investasi
secara individu tanpa dipengaruhi proyek yang lain.
Risiko perusahaan, yaitu risiko yang diukur tanpa mempertimbangkan
penganekaragaman (diversifikasi) atau portofolio yang dilakukan oleh
investor.
Risiko pasar atau beta, yaitu risiko investasi ditinjau dari investor
yang menanamkan modalnya pada investasi yang juga dilakukan oleh
perusahaan dan perusahaan-perusahaan lain. Besarnya risiko ini tidak
dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi.
III. Formulasi Kebijakan Investasi (Tujuan, Kendala, dan Preferensi)
Tujuan
Kebijakan investasi mengandung pernyataan mengenai return yang telah
disesuaikan dengan inflasi. Inflasi merupakan sebuah masalah bagi investor,
karena nominal uang pada masa sekarang berbeda dengan nominal uang di masa
yang akan datang. Oleh karena itu, investor selalu berusaha mendapatkan return
yang lebih tinggi daripada tingkat inflasi. Saham, tidak selalu menjadi
perlindungan terhadap inflasi, karena nilai saham dapat berubah naik atau turun
sewaktu-waktu.
Masing-masing investor juga memiliki kebutuhan dan keadaan yang unik,
bersifat pribadi dan berbeda-beda tiap investor, hal ini dapat menyebabkan
pembatasan seorang investor untuk melakukan investasi aset pada kelas tertentu.
Kendala dan preferensi
Waktu
Tujuan investasi dari masing-masing investor berbeda. Oleh karena itu, untuk
mencapai tujuannya, investor memerlukan perencanaan waktu melakukan
investasi secara khusus. Investor bisa melakukan investasi dalam jangka pendek
atau dalam jangka panjang, disesuaikan dengan tujuan dari investasi yang dia
lakukan.
Kebutuhan Liquiditas
Investor dalam melakukan investasi kadang terbentur dengan kebutuhan
liquiditasnya. Dia dapat memerlukan uang sewaktu-waktu. Oleh karena itu,
investor sebaiknya mengetahui kebutuhan kas dia di masa yang akan datang,
sehingga tidak menghambat investasi yang telah dilakukan.
Kesadaran atas Pajak
Tingkat pajak atas pendapatan berbeda dengan tingkat pajak atas keuntungan atas
penjualan aset. Investor mempunyai preferensi untuk melakukan investasi untuk
mendapatkan keringanan pajak dari keuntungan penjualan aset. Pendapatan
bekerja memiliki tingkat pajak yang lebih tinggi. Tetapi, program-program
pensiun biasanya memberikan perlindungan tersendiri atas pajak (pengurangan
pendapatan). Investor mempertimbangkan hal ini dalam membuat keputusan
investasi, apakah melakukan investasi dalam instrumen investasi (portofolio) atau
melakukan investasi jangka panjang dalam bentuk dana pensiun.
IV. Implementasi Strategi Investasi (Alokasi Aset dan Optimisasi Portofolio)
Asumsi Tingkat Pengembalian
Investor memiliki asumsi atas tingkat pengembalian yang dapat diterima.
Argumen mengenai mean-reversion saham menyatakan bahwa harga saham yang
tinggi atau rendah hanya bersifat sementara, pada akhirnya harga saham akan
cenderung kembali ke tengah (rata-rata). Selain itu, return saham mengandung
risiko yang harus diperhitungkan. Tidak ada yang jaminan bahwa return yang
diharapkan investor akan didapatkan dengan mudah. Hal ini menyebabkan
investor berusaha mendapatkan return yang lebih tinggi dengan melakukan
optimisasi portofolio.
Membentuk Portofolio
Investor menggunakan kebijakan investasi dan ekspektasi pasar modal untuk
memilih portofolio atau aset. Pada pemilihan portofolio dan aset, investor harus
menentukan saham-saham mana saja yang sesuai untuk dimasukkan ke dalam
portofolionya. Investor juga menggunakan prosedur optimisasi untuk memilih
saham dari saham-saham yang sesuai dan menentukan berat (proporsi) saham
pada portofolionya. Model Markowitz adalah model formal dari investasi yang
dilakukan oleh investor.
Alokasi Aset
Alokasi aset berhubungan dengan keputusan untuk menentukan berat (proporsi)
bagi kas, obligasi, atau saham yang akan dimiliki oleh investor. Keputusan ini
sangat penting karena perbedaan alokasi atas aset akan menyebabkan perbedaan
performa dari portofolio itu sendiri.
Ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan investor. Faktor-faktor itu antara
lain return yang disyaratkan, toleransi risiko dan umur dari investor itu sendiri.
Investor yang lebih muda cendering bersifat risk taker. Sebaliknya, investor yang
lebih tua cenderung bersifat risk averse. Perbedaan faktor yang diperhitungkan
akan mempengaruhi alokasi aset investasi.
Alokasi Strategis Aset
Investor perlu melakukan prosedur simulasi yang digunakan untuk menentukan
kemungkinan range hasil yang dihubungkan dengan tiap-tiap komposisi aset.
Simulasi ini akan memberikan gambaran mengenai keuntungan dan risiko yang
mungkin akan diperoleh investor apabila memilih komposisi aset tersebut.
Investor juga perlu membentuk strategi alokasi aset untuk jangka panjang.
Alokasi Taktis Aset
Perubahan atas komposiss aset yang dilakukan biasanya disebabkan oleh
perubahan tingkat pengembalian yang diharapkan investor. Selain itu perubahan
komposisi aset ini juga bisa dilakukan oleh investor dengan pendekatan market
timing (waktu dimana pasar bergerak). Investor cenderung melakukan antisipasi
atas perubahan pasar. Pada saat yang tepat, investor melakukan perubahan atas
komposisi asetnya untuk mendapatkan keuntungan atau menjaga nilai asetnya.
V. Monitoring dan Penyesuian Portofolio
Monitoring
Keadaan investor dapat berubah karena beberapa alasan, yaitu sebagai berikut:
Perubahan kesejahteraan yang mempengaruhi toleransi terhadap risiko
Perubahan horizon investasi
Perubahan kebutuhan likuiditas
Perubahan aturan perpajakan
Pertimbangan regulasi pemerintah
Keadaan dan kebutuhan unik
Penyesuaian Portofolio
Komposisi portfolio tidak dimaksudkan untuk tetap sama . Yang paling
penting diketahui adalah kapan harus melakukan penyeimbangan kembali
(rebalancing). Biaya Rebalancing mencakup:
Komisi broker
Dampak dari perdagangan yang mungkin mempengaruhi harga pasar
Aspek waktu dalam memutuskan untuk bertransaksi
Biaya untuk tidak melakukan rebalancing adalah berada dalam posisi yang tidak
menguntungkan
EVALUASI PORTOFOLIO
1. Return Nominal vs Return Riil
Return investasi yang positif tetapi lebih kecil daripada inflasi periodik
akan mengakibatkan total kekayaan investor bertambah secara nominal, tetapi
berkurang secara riil. Ilustrasinya, seorang investor yang hanya
mendapatkan returnsebesar 10% dalam satu tahun saat tingkat inflasi tahunan
mencapai 12% akan mengalami penurunan kekayaan riil sebesar 2% (10% -
12%); walaupun jumlah uangnya secara nominal meningkat sebesar 10%, katakan
dari Rp100 juta menjadi Rp110 juta. Maksudnya adalah daya beli dari uang
Rp110 juta ini adalah 2% lebih rendah daripada daya beli Rp100 juta setahun
sebelumnya.
Secara umum, return riil adalah return nominal dikurangi tingkat inflasi.
Agar daya beli tidak berkurang, return nominal sebuah investasi harus melebihi
tingkat inflasi. Menghitung return untuk periode satu tahun tanpa setoran
tambahan atau pengambilan uang relatif mudah, karena kita cukup mengurangi
investasi akhir dengan investasi awal dan hasilnya dibagi dengan investasi awal.
Penghitungan return menjadi tidak sederhana lagi untuk investasi lebih dari satu
periode, jika ada penambahan atau pengambilan uang selama periode investasi,
atau jika risiko diperhitungkan.
Return Nominal
Ekonomi modern memperoleh efisien mereka melalui penggunaan uang.
Media pertukaran yang diterima secara umum. Bukannya memperdagangkan
jagung untuk mendapatkan stereo yang akan diberikan satu tahun mendatang,
seperti pada ekonomi barter, penduduk ekonomi modern dapat menjual
jagungnya untuk memperoleh uang dan kemudian memperdagangkan uang
“sekarang” untuk uang “masa depan” dengan menginvestasikannya.
Kemudian uang “masa depan” tersebut dapat digunakan untuk membeli
stereo. Tingkat bunga yang digunakan penduduk memperdagangkan uang
“sekarang” untuk mendapatkan uang “masa depan” tergantung pada investasi
yang dilakukan dan disebut return nominal (juga disebut tingkat bunga
nominal).
Return Riil
Pada periode harga berubah-ubah, return nominal investasi mungkin suatu
indikasi yang jelek dari return riil (tingkat bunga riil) yang memperoleh
investor. Hal ini sebagian disebabkan oleh tambahan dolar yang diterima dari
investasi mungkin diperlukan untuk menutup penurunan daya beli yang
disebabkan oleh inflasi yang terjadi pada periode investasi. Akibatnya,
penyesuaian return nominal diperlukan untuk menyingkirkan dampak inflasi
untuk menentukan return riil. Inflasi sering digunakan untuk tujuan ini.
Contoh: Return sebesar 17% yang diterima setahun dari sebuah surat
berharga jika disesuaikan dengan tingkat inflasi sebesar 5 % untuk tahun yang
sama, akan memberikan return riel sebesar :
TR(ia) = (1+0.17 ) - 1
(1+0.05)
= 0.11429 atau 11.429%
2. Return Aritmetik dan Return Geometrik
Terdapat dua konsep/ukuran pengembalian nominal berdasarkan waktu,
yaitu pengembalian aritmetik dan pengembalian geometrik. Pada umumnya,
pengembalian aritmetik digunakan untuk periode tunggal atau untuk data cross
section, sedangkan pengembalian geometric digunakan untuk beberapa periode
atau untuk data time series. Return aritmetik lebih tepat digunakan untuk prediksi
ke depan, sedangkan untuk kinerja masa lalu, perhitungan return geometrik akan
lebih tepat.
Perhitungan return aritmetik dan geometrik ini adalah sama dengan
perhitungan rata-rata aritmetik (arithmetic mean) dan rata-rata geometrik
(geometric mean) dalam statistik. Untuk menghitung tingkat pengembalian
aritmetik atau geometrik suatu investasi atsu suatu portofolio, terlebih dahulu
dihitung tingkat pengembalian untuk tiap-tiap periode (r1, r2, …, rn). Berikut
merupakan rumusan perhitungan tersebut:
rG = ⁿ√(1+r1)(1+r2)…(1+rn) - 1
keterangan:
rA = pengembalian aritmetik
rG = pengembalian geometrik
r1 = pengembalian (return) periode 1
r2 = pengembalian (return) periode 2
rn = pengembalian (return) periode n
n = jumlah periode
Contoh:
Harga dari suatu saham pada periode ke-0 (periode awal) adalah Rp.500,- Pada
periode selanjutnya (periode ke-1), harga saham meningkat menjadi Rp.600,- dan
turun di periode ke-2 menjadi Rp.550,-
Return pada masing-masing periode adalah sebagai berikut:
r1 = (Rp.660 – Rp.500) / Rp.500
= 0.20
= 20%
r2 = (Rp.550 – Rp.600) / Rp.600
= - 0.083
= - 8.33%
Return yang dihitung berdasarkan rata-rata aritmetik adalah sebagai berikut:
rA =(0.2-0.083)
= 0.05833 atau 5.833%2
rA =r1 + r2 + … + rn
n
Sedangkan return jika dihitung berdasarkan rata-rata geometrik adalah sebagai
berikut:
rG = √(1+0.2)(1+0.083) – 1
= 0.04883 atau 4.883%
Jika dihitung dengan metode rata-rata arimatika, pertumbuhan harga saham ini
adalah sebesar 5.833%. Jika return ini benar, maka untuk periode ke-2, harga
saham ini seharusnya menjadi Rp.560.03. Padahal yang sebenarnya, harga saham
ini di akhir periode ke-2 adalah sebesar Rp.550,-. Dengan demikian perhitungan
dengan metode aritmatika ini kurang tepat. Jika dihitung dengan metode rata-rata
geometrik, pertumbuhan harga saham ini adalah sebesar 4.883%. Dengan
menggunakan tingkat pertumbuhan ini harga saham di akhir periode ke-2 adalah
sebesar Rp.550,-, sesuai dengan nilai yang sebenarnya.
Jadi metode rata-rata geometrik lebih tepat digunakan untuk situasi yang
melibatkan pertumbuhan, sedangkan metode rata-rata arimatika lebih tepat
digunakan untuk menghitung rata-rata untuk satu periode yang sama dari banyak
return tanpa melibatkan pertumbuhan.
3. Return Tertimbang Berdasarkan Uang
Konsep return tertimbang berdasarkan uang diaplikasikan pada saat dana
yang diinvestasikan berubah-ubah karena adanya penambahan atau pengembalian
uang. Dalam mencari tingkat pengembalian berdasarkan uang, besar penerimaan
atau pengeluaran uang dalam setiap periode sangat penting dan diperhitungkan.
Contoh:
Seorang investor pada tahun 2004 membeli sebuah obligasi senilai
Rp.200,000,000,- Setahun kemudian, 2005, dia membeli kembali obligasi yang
sama seharga Rp.225,000,000,- Pada tahun 2005 tersebut, atas kepemilikan
obligasi yang pertama, investor tersebut menerima bunga sebesar Rp.5,000,000,-
sedangkan pada tahun 2006, karena memiliki dua obligasi, ia menerima bunga
Rp.10,000,000,-
Jika pada tahun 2006 investor tersebut menjual obligasinya pada harga masing-
masing Rp 235.000.000, berapa tingkat pengembalian berdasarkan uang
diperolehnya?
PV (pengeluaran) = PV (penerimaan)
200,000,000 + 225,000,000 = 5,000,000 + 10,000,000 + 470,000,000
1 + r 1 + r (1 + r)²
r = 9.39%
4. Risk-Adjusted Return
Dalam berinvestasi, tidak memberikan perhatian khusus pada risiko adalah
tidak bijak. Dalam keadaan pasar sedang bullish, risiko sangat sering
dinomorduakan. Risiko sering mulai kembali diingat ketika pasar bearish.
Mestinya, dalam segala kondisi, investor tidak melupakan risiko. Risiko adalah
kemungkinan terjadinya kerugian atau return negatif dari suatu investasi. Dalam
statistika, ukuran risiko adalah standar deviasi, dinotasikan s (dibaca: sigma) yang
dihitung dari gejolak turun-naiknya atau volatilitas harga. Semakin besar
goyangan harga, semakin besar volatilitas, semakin besar debaran jantung investor
sehingga semakin besar risiko.
Risiko yang mengukur berapa banyak investasi yangkembali dalam
kaitannya dengan jumlah risiko yang diambil. Sering digunakan untuk
membandingkan berbagai jenis investasi yang melibatkan tingkat risiko yang
berbeda. Risk-adjusted return akan menempatkan dua investasi yang berbeda
pada nilai yang sama (dengan menghilangkan perbedaan risiko) dan memberitahu
anda investasi yang menghasilkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan
risiko yang diperlukan
Karena ada dua ukuran risiko yaitu total risiko dan risiko sistematis, maka
kita mengenal dua ukuran utama risk-adjusted return. William Sharpe (1966)
memperkenalkan rasio Sharpe yaitu excess return per satuan total risiko (s) atau
(return portofolio - bunga bebas risiko) / s, untuk mengukur kinerja reksa dana
saat itu. Sebelum itu, Jack Treynor (1965) sudah menggunakan rasio Treynor
yaitu excess return per satuan risiko sistematis (b) atau (return portofolio - bunga
bebas risiko) / b, untuk tujuan yang sama. Ukuran risk-adjusted return mana yang
lebih baik? Jones dalam bukunya Investment (2007) mengatakan kalau rasio
Sharpe sebaiknya digunakan jika portofolio investor seluruhnya (atau sebagian
besar) dalam sekuritas. Untuk investor yang portofolionya terdiri dari banyak aset
sehingga sekuritas hanya sebagian kecil saja, rasio Treynor yang lebih tepat.
Berdasarkan risk-adjusted return, portofolio/reksa dana yang berkinerja
terbaik bukanlah portofolio yang memberikan return nominal terbesar.
Portofolio/reksa dana terbaik adalah yang mampu memberikan premi risiko per
unit terbesar atau yang mempunyai rasio Sharpe dan atau rasio Treynor tertinggi.
5. Rasio Treynor
Diukur dengan cara membandingkan antara premi risiko portofolio dengan
risiko portofolio yang dinyatakan dengan beta. Beta adalah risiko pasar atau risiko
sistematis.
Menghitung kemiringan – slope garis yang menghubungkan portofolio yang
berisiko dengan risiko Pasar.Semakin besar nilai slope semakin baik portofolio
atau semakin besar rasio premi risiko portofolio terhadap beta, kinerja portofolio
semakin baik
Keterangan
T : Treynor ratio
Ri : Rata- rata tingkat pengembalian portofolio i
Rf : Rata –rata atas bunga investasi bebas risiko
βi : Beta portofolio
Ri – Rf : Premi risiko potofolio i
Relevan bagi investor yang :
Memiliki berbagai portofolio atau menanamkan dana pada berbagai reksa
dana – mutual funds
Melakukan diversifikasi pada berbagai portofolio
6. Rasio Sharpe
Rasio Sharpe digunakan untuk menandakan seberapa baik kembalinya
aset investor untuk mengkompensasi risiko yang diambil.
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan antara premi risiko portofolio
dengan risiko portofolio yang dinyatakan dengan standar deviasi – total risiko.
Premi risiko portofolio adalah selisih rata-rata tingkat pengembalian portofolio
dengan rata-rata tingkat bunga bebas risiko
Keterangan
S : Indeks sharpe portofolio i
R : Rata- rata tingkat pengembalian portofolio i
Rf : Rata –rata atas bunga investasi bebas risiko
σ : Standar deviasi dari tingkat pegembalian portofolio i
R – Rf : Premi risiko potofolio i
Rumus Sharpe menghitung kemiringan – slope garis yang
menghubungkan portofolio yang berisiko dengan bunga bebas risiko. Semakin
besar nilai slope semakin baik portofolio atau semakin besar rasio premi risiko
portofolio terhadap standar deviasi kinerja portofolio semakin baik. Investor
sering disarankan untuk memilih investasi dengan rasio Sharpe tinggi
7. Alpha Jensen
Di bidang keuangan, Jensen's alpha (atau Jensen's Performance Index, ex-
post alfa) digunakan untuk menentukan pengembalian kelebihan sekuritas atau
portofolio efek atas teoretis keamanan pengembalian yang diharapkan. Bisa
keamanan aset apapun, seperti saham, obligasi, atau derivatif. Kembali teoretis
diperkirakan oleh model pasar, yang paling sering CAPM. Model pasar
menggunakan metode statistik untuk memprediksi risiko yang sesuai-disesuaikan
kembali aset. CAPM misalnya menggunakan beta sebagai pengganda.
Dalam konteks CAPM, menghitung alfa memerlukan input berikut:
realisasi kembali (di portofolio),
yang pasar kembali,
dengan risiko-free rate of return, dan
yang beta portofolio.
Jensen's alpha = (Portfolio Kembali - Risk Free Rate) - (Portofolio Beta *
(Pasar Kembali - Risk Free Rate))
Pada model ini kita juga memperhitungkan return yang diharapkan atau minimum
return yang diharapkan.
ERp = Rf + B (ERm - Rf)
dengan:
ERp = Minimum return reksa dana yang diharapkan;
ERm = Minimum return pasar yang diharapkan.
Setelah ERp didapatkan, return rata-rata reksa dana kemudian dikurangi
minimum return reksa dana yang diharapkan untuk mendapatkan nilai alpha
model Jensen. Semakin besar nilai alpha tersebut menunjukkan reksa dana
tersebut semakin bagus.
Ide dasarnya adalah bahwa untuk menganalisis kinerja manajer investasi
Anda tidak hanya harus melihat pada keseluruhan laba dari portofolio, tetapi juga
pada portofolio risiko itu. Sebagai contoh, jika ada dua reksa dana yang keduanya
memiliki pengembalian sebesar 12%, seorang investor rasional akan
menginginkan dana yang kurang berisiko. Jensen mengukur salah satu cara untuk
membantu menentukan apakah sebuah portofolio adalah menghasilkan laba yang
tepat untuk mengembalikan tingkat risiko. Jika nilai positif, maka kelebihan
portofolio adalah pengembalian laba. Dengan kata lain, nilai positif bagi Jensen's
alpha berarti fund manager telah "mengalahkan pasar" dengan pemilihan saham
yang tepat.
8. Beta2
Nilai beta2 mencerminkan kemampuan market timing dari manajer investasi
reksa dana bersangkutan sedangkan nilai alpha mencerminkan kemampuan
pemilihan saham manajer investasi dalam membentuk portofolio reksa dana yang
dimaksud. Semakin besar nilai beta2 dan alpha suatu reksa dana maka semakin
baik reksa dana tersebut
Dalam menentukan beta, kita dapat menggunakan sebuah judgement, di
samping itu kita bisa menggunakan beta historis untuk menghitung beta waktu
lalu yang dipergunakan sebagai taksiran beta di masa yang akan datang. Beta
historis memberikan informasi yang berguna tentang beta di masa yang akan
datang karena itu seringkali para analis menggunakan beta historis sebelum
mereka menggunakan judgement untuk memperkirakan beta.
Rumus Estimating Beta :
Ri = αi + βi Ŕm + ei
Persamaan ini merupakan persamaan regresi sederhana. Beta
menunjukkan kemiringan (slope) garis regresi tersebut. Alpha menunjukkan
intercept dengan sumbu Rij. Makin besar beta, makin curam kemiringan garis
tersebut dan sebaliknya. Beta sekuritas individual cenderung mempunyai
koefisien determinasi (yaitu bentuk kwadrat dari koefisien korelasi) yang lebih
rendah dari beta portofolio. Koefisien determinasi menunjukkan proporsi
perubahan nilai Ri yang bisa dijelaskan oleh Rm.
Dengan menghitung koefisien beta yang mencerminkan tingkat risiko
masing-masing saham yang diamati, dan tingkat return saham, maka kita dapat
menentukan excess return to beta (ERB) yang mencerminkan tingkat keuntungan
yag sangat mungkin dapat dicapai. Untuk mendapatkan kandidat portofolio kuat,
kita tinggal membandingkan ERB dengan Cut off Rate untuk menhasilkan saham-
saham yang memiliki tingkat return yang tinggi dan risiko yang minimal yang
dapat mengeliminir risiko tidak sistematis. jika suatu jenis saham angka Excess
Return to Beta (ERB)-nya lebih besar dari angka batas C (cut of rate) maka saham
tersebut masuk sebagai kandidat portofolio.
9. Rasio Appraisal
Sebuah rasio yang membandingkan nilai dari alfa untuk deviasi standar
residu, dan dirancang untuk menunjukkan kualitas pendanaan.
Alfa dari sebuah portofolio dibagi dengan risiko non-sistematis dari portofolio.
Rasio mengukur return abnormal per unit risiko yang pada prinsipnya dapat
terdiversifikasi jauh dari memegang portofolio indeks pasar.
Di Russell Style Klasifikasi (RSC), rasio appraisal dihitung sebagai berikut:
Simbol Keterangan
p Jensen alpha
(E p) Standard error
KASUS :
“INTERPRESTASI EVALUASI KINERJA REKSADANA DI INDONESIA”
Definisi Menurut UU Pasar Modal, Reksa Dana adalah wadah yang
dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk
selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek oleh Manajer Investasi. Dalam
literatur investasi lainnya, reksa dana adalah kumpulan dari instrumen investasi
yang membentuk satu portfolio. Oleh karena itu, pengukuran kinerja reksa dana
dikenal juga dengan istilah Evaluation of Portfolio Performance. Metode evaluasi
kinerja portfolio secara khusus hanya mengukur risk and return dari portfolio
investasi reksa dana yang bersangkutan.
Dibawah ini adalah table perhitungan yang menggunakan Indeks Reksa
Dana Saham dari PT Infovesta Equity Fund Index yang merupakan perusahaan
yang bergerak di bidang jasa penyediaan informasi, riset dan konsultasi yang
berkaitan dengan investasi pasar modal dan Corporate Finance. yang
dibandingkan dengan IHSG sebagai indicator pasar dengan menggunakan data
saham 2006 – 2011. Hasil perhitungan beserta dengan interpretasinya adalah
sebagai berikut:
Keterangan IHSG Infovesta Equity Fund Index
Rata-rata return Geometrik 17.31 13.20%Standar Deviasi (Risiko) 27.54 29.30%Beta 1.00000 1.0483Risk Free Rate 6.39% 6.39%Risk Adjusted Return (RAR) 0.6287 0.4506 Sharpe Ratio 0.3966 0.2324 Treynor Ratio 0.1092 0.0650 Information Ratio - (0.7971)
Berikut kami mencoba menginterpretasikan data diatas
1. Rata-rata return tahunan geometric adalah rata-rata return dari kedua indikator
di atas selama 5 tahun setelah memperhitungkan faktor bunga berbunga.
Pengukuran return dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata return
geometrik. Hasil di atas menunjukkan bahwa secara rata-rata, IHSG memiliki
kinerja yang lebih baik dari Indeks Reksa Dana Saham.
2. Standar deviasi (risiko), dalam definisi statistic adalah simpangan baku dari
rata-rata. Dalam definisi keuangan, standar deviasi merupakan suatu angka
yang mencerminkan total risiko dari suatu portfolio investasi. Yang dimaksud
dengan total risiko adalah risiko sistematis dan risiko tidak sistematis.
Semakin besar angka tersebut semakin besar pula risiko yang berarti semakin
besar fluktuasi harga suatu reksa dana.
3. Beta dalam definisi keuangan, adalah risiko sistematis dari suatu portfolio
investasi. Meski hanya mewakili sebagian dari risiko reksa dana, indicator ini
lebih investor friendly karena lebih mudah diterjemahkan. Misalnya Indeks
Reksa Dana Saham memiliki beta 1.0483. Maka ketika IHSG bergerak naik
1%, maka indeks tersebut diperkirakan akan naik sebesar 1.0483%, demikian
juga sebaliknya. Jika suatu reksa dana memiliki beta lebih kecil dari satu maka
pengaruh fluktuasi IHSG terhadap reksa dana tersebut juga semakin kecil.
Secara umum, interpretasinya sama dengan total risiko.
4. Risk Free Rate yang dipergunakan adalah SBI 9 bulan terakhir. Penggunaan
ini bersifat opsional, ada pula yang menggunakan Yield Obligasi 5 atau 10
tahun sebagai indicator Risk Free.
5. Risk Adjusted Return (RAR) sebesar 0.6287 pada IHSG dapat
diinterpretasikan: atas 1 % risiko yang investor tanggung, maka IHSG
memberikan return 0.6287%. Semakin besar RAR, maka semakin baik kinerja
suatu reksa dana karena memberikan return yang tinggi atas risiko yang
ditanggungnya
6. Sharpe Ratio sebesar 0.2324 dapat diinterpretasikan: atas 1% risiko yang
ditanggung, maka rata-rata reksa dana saham memberikan excess return
sebesar 0.2324%. Yang dimaksud dengan excess return adalah selisih return
reksa dana dengan Risk Free. Dasar pemikirannya, selain return positif, return
reksa dana juga seharusnya di atas tingkat return instrument bebas risiko.
Interpretasi baik buruknya Sharpe Ratio sama dengan RAR.
7. Treynor Ratio sebesar 0.065 dapat diinterpretasikan: atas 1% risiko sistematis
yang ditanggung, reksa dana memberikan excess return sebesar 0.065%.
Selanjutnya baik buruknya interpretasi sama dengan Sharpe Ratio dan RAR,
perbedaan hanya pada risiko yang digunakan.
8. Expected Return sebesar 17.84% pada Indeks Reksa Dana Saham
menunjukkan bahwa dengan risiko sistematis (beta) sebesar 1.0483, Risk Free
Rate sebesar 6.39%, Return market (IHSG) sebesar 17.31%, maka
sepantasnya, rata-rata reksa dana saham memberikan return 17.84% Actual
return adalah rata-rata return yang sebenarnya selama 5 tahun terakhir sebesar
13.20%
9. Information Ratio adalah rasio yang mengukur konsistensi dari reksa dana
untuk menghasilkan return yang berbeda dari benchmark yang menjadi acuan.
Semakin besar Information Ratio menunjukkan bahwa reksa dana tersebut
mampu secara stabil mengalahkan benchmark.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Zainul Arifin. Modul 14 Evaluasi Kinerja Reksa Dana. Pengembangan
Bahan Ajar-UMB.
Budi Frensidy. 2007. Menghitung Risk Adjusted Return. Tabloid Minggu Bisnis
Indonesia 2 September 2007.
.2007. Alternatif Pengukuran Return dan Manfaatnya.
Manajemen dan Usahawan Indonesia Oktober 2007.
Hendra. 2008. Kinerja Portofolio. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?
submit.x=0&submit.y=0&page=1&qual=high&submitval=prev&fname=
%2Fjiunkpe%2Fs1%2Feman%2F2000%2Fjiunkpe-ns-s1-2000-
31497132-702-go_publik-chapter2.pdf (diakses 29 Maret 2012)
Implikasi Manajemen Portofolio terhadap Investor.
http://blog.stie-mce.ac.id/sriati/2011/07/11/implikasi-manajemen-
portofolio-terhadap-investor/ (diakses 16 November 2012)
Shiddiq N. Rahardjo. Portofolio Management & Evaluation. Universitas
Diponegoro. Teori Ekonomi Penyesuaian Portofolio.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/03/teori-ekonomi-penyesuaian-
portofolio/ (diakses 16 November 2012) 111401102014