30
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manajemen risiko merupakan suatu bidang keahlian yang memiliki output berupa rancangan prosedur dan tata cara pelaksanaan prosedur tersebut untuk menangani suatu risiko. Manajemen risisko juga dapat berfungsi sebagai cara untuk menindaklanjuti suatu risiko yang akan terjadi. Hal tersebut berkaitan dengan semakin kompleksnya aktivitas yang terjadi dalam suatu proses bisnis. Secara umum risiko sering terjadi pada bidang usaha atau bisnis sehingga pelaksanaan proses bisnis tidak dapat dilepaskan dari manajemen risiko Bank merupakan salah satu bidang usaha yang dapat mengalami kegagalan akibat risiko tertentu. Bank tidak dapat menghasilkan keuntungan yang diharapkan apabila tidak terjadi pengembalian kredit dan penyimpanan oleh nasabah. Secara umum bank merupakan pihak yang menghubungakan antara nasabah yang memiliki dana dan nasabah yang memerlukan dana, dan keuntungan bank didapat dari pengembalian dana yang dilakukan oleh nasabah. Hal tersebut menunjukkan bahwa Bank dalam proses bisnisnya selalu identik dengan risiko. Oleh karena itu Bank harus memiliki manajemen risiko yang baik karena jika tidak risiko yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan

Manejemen Resiko pada Bank Syariah Mandiri Cabang Bogor- Kasus Kredit Fiktif

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Manajemen ResikoAbd. Karim BasirTelkom University

Citation preview

Bab I Pendahuluan1.1 Latar BelakangManajemen risiko merupakan suatu bidang keahlian yang memiliki output berupa rancangan prosedur dan tata cara pelaksanaan prosedur tersebut untuk menangani suatu risiko. Manajemen risisko juga dapat berfungsi sebagai cara untuk menindaklanjuti suatu risiko yang akan terjadi. Hal tersebut berkaitan dengan semakin kompleksnya aktivitas yang terjadi dalam suatu proses bisnis. Secara umum risiko sering terjadi pada bidang usaha atau bisnis sehingga pelaksanaan proses bisnis tidak dapat dilepaskan dari manajemen risikoBank merupakan salah satu bidang usaha yang dapat mengalami kegagalan akibat risiko tertentu. Bank tidak dapat menghasilkan keuntungan yang diharapkan apabila tidak terjadi pengembalian kredit dan penyimpanan oleh nasabah. Secara umum bank merupakan pihak yang menghubungakan antara nasabah yang memiliki dana dan nasabah yang memerlukan dana, dan keuntungan bank didapat dari pengembalian dana yang dilakukan oleh nasabah. Hal tersebut menunjukkan bahwa Bank dalam proses bisnisnya selalu identik dengan risiko. Oleh karena itu Bank harus memiliki manajemen risiko yang baik karena jika tidak risiko yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan kegagalan seperti yang telah terjadi terhadap beberapa Bank di Indonesia. Bank Mandiri Syariah merupakan salah satu anak perusahaan dibawah PT. Bank Mandiri Persero yang merupakan bank terbesar di Indonesia. Sebagai salah satu Bank yang berasaskan syariah Islam Bank Mandiri Syariah selalu berhadapan risiko yang berhubungan dengan penyalahgunaan dokumen atas oknum berupa pemalsuan kredit fiktif sehingga bisnis yang dijalankan tidak sesuai dengan tujuan dari bank tersebut. Oleh karena itu Bank Mandiri Syariah perlu melakukan manajemen risiko untuk menghindari kedzaliman proses bisnis yang ada.1.2 Rumusan MasalahDari fakta yang telah dijelaskan pada latar belakang maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:1. Risiko seperti apa yang dapat muncul pada Bank Mandiri Syariah2. Bagaimana cara mengidentifikasi risiko pada Bank Mandiri Syariah3. Kerugian apa saja yang dapat muncul pada Bank Mandiri Syariah4. Bagaimana cara mengelola risiko pada Bank Mandiri Syariah0. Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah:1. Mengidentifikasi Risiko yang muncul pada Bank Mandiri Syariah.2. Mengidentifikasi cara mengidentifikasi risiko pada Bank Mandiri Syariah.3. Mendeifinisikan kerugian yang dapat muncul pada Bank Mandiri Syariah.4. Bagaimana cara mengelola risiko pada Bank Mandiri Syariah.

1.4Batasan MasalahBatasan masalah dalam penelitian ini adalah:1. Penelitian ini dilakukan hanya pada tahap studi kasus dan penyelesaian masalah.1. Rekomendasi yang diberikan hanya berupa rekomendasi tanpa tahapan untuk implementasi

BAB 3 MANAJEMEN RISIKO

1. Penerapan Manajemen Risiko Bank Syariah MandiriBank Syariah Mandiri menerapkan manajemen risiko secara terintegrasi dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Hal tersebut bertujuan untuk mencapai pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan, serta mengoptimalkan tingkat risk-adjusted return. Bank mengelola risiko melalui proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko yang berdampak terhadap bisnis, operasional, dan organisasi. Untuk mendukung implementasi manajemen risiko, Bank Syariah Mandiri telah menyusun kebijakan, proses, kompetensi, akuntabilitas, pelaporan dan teknologi pendukung. Dalam mengimplementasikan tata kelola risiko, Bank Syariah Mandiri menerapkan pendekatan Enterprise Risk Management (ERM). Penerapan ERM akan memberikan nilai tambah (value added) bagi Bank dan stakeholder bekaitan dengan penilaian kinerja berbasis risiko (Risk Base Performance). Bank Syariah Mandiri mengimplementasi ERM melalui dua pendekatan yaitu pengelolaan risiko melalui permodalan dan pengelolaan risiko melalui aktifitas operasional.

1. Pengelolaan Risiko Melalui PermodalanPengelolaan risiko melalui permodalan bertujuan untuk memastikan Bank Mandiri Syariah memiliki kecukupan modal untuk menutupi risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional, baik dalam kondisi normal maupun kondisi stress. Bank Syariah Mandiri melakukan perhitungan kecukupan modal untuk risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional yaitu: 0. Risiko kredit menggunakan pendekatan Standardized Approach. 0. Risiko pasar menggunakan Model Standar, sedangkan secara internal Bank Mandiri Syariah telah menggunakan Value at Risk sebagai Model Internal. 0. Risiko operasional mengacu pada pendekatan Indikator Dasar Basel II (Basic Indicator Approach).

1. Pengelolaan Risiko Melalui Aktivitas OperasionalPengelolaan risiko pada aktivitas operasional bertujuan untuk mengelola risiko dalam aktivitas bisnis sehari-hari agar berjalan semakin baik dan tidak melebihi toleransi risiko yang telah ditetapkan. Dalam pengelolaan risiko kredit di bidang pembiayaan dilakukan melalui penguatan end to end process dan infrastruktur pembiayaan. Pengelolaan risiko pasar dilakukan melalui sistem limit antara lain limit transaksi tresuri, limit Giro Wajib Minimum, limit Posisi Devisa Neto (PDN), limit secondary reserve,dan limit pembiayaan gadai emas per individu. Sedangkan untuk pengelolaan risiko operasional dilakukan menggunakan ORMIS (Operational Risk Management System), RCSA (Risk and Control Self Assesment), dan LED (Lost Event Database)1. Pengelolaan Risiko KreditRisiko kredit di Bank Syariah Mandiri berasal dari aktivitas pemberian pembiayaan, penempatan pada surat berharga dan kepada bank lain, sales kepada nasabah, dan aktivitas trading. Risiko kredit juga berasal dari transaksi komitmen dan kontijensi kepada nasabah dan klien. Proses pelaksanaan risiko kredit di Bank Syariah Mandiri dilakukan oleh Business Unit, Financing Operation Unit, dan Risk Assesment Financing Unit. Bank Syariah Mandiri mengelola risiko kredit dengan:1. Kebijakan, Prosedur, dan Tools Risiko Kredit Bank Syariah Mandiri memiliki suatu kebijakan yaitu Kebijakan Pembiayaan Bank Syariah Mandiri (KPBSM), Standar Prosedur Operasional (SPO) Pembiayaan per segmen bisnis. Ketentuan tersebut merupakan pedoman pengelolaan risiko kredit meliputi penetapan target market, analisa, persetujuan, dokumentasi,pencairan pembiayaan, pemantauan/pengawasan, dan proses penanganan pembiayaan bermasalah.b. Proses Persetujuan PembiayaanPersetujuan pembiayaan dilakukan dengan prinsip four eye yaitu pemutusan pembiayaan melibatkan minimal 2 (dua) fungsi pemegang wewenang memutus pembiayaan yang berasal dari Business Unit dan Risk Management. Sebelum melakukan persetujuan pembiayaan, bank melakukan identifikasi dan pengukuran risiko menggunakan Rating dan Scoring system untuk segmen tertentu. Rating dan Scoring system terdiri dari Financing Risk Rating (FRR), Consumer Scoring, Micro Banking Scoring dan LKMS (Lembaga Keuangan Mikro Syariah) Scoring. Bank Syariah Mandiri mengembangkan Small Business Scoring dan BSM Rating System untuk meningkatkan proses analisa pembiayaan yang cepat dan prudent.1. Monitoring PembiayaanBank Syariah Mandiri memantau dan menjaga kualitas portofolio pembiayaan dengan melakukan:1. Pemantauan atas perkembangan kualitas portofolio pembiayaan berdasarkan segmen bisnis, sektor industri, dan skema pembiayaan.2. Stress test terhadap portofolio pembiayaan yang meliputi: a. Stress test terhadap situasi/kondisi ekonomi makro dan industri. Untuk mengetahui dampak pada kualitas pembiayaan, Bank Syariah Mandiri menggunakan skenario stress test berupa penurunan ekspor, impor, serta GDP. Hasil stress test tersebut menunjukkan skenario tidak berdampak signifikan terhadap potensi penurunan kualitas pembiayaan bank. b. Stress test terhadap situasi/kondisi ekonomi makro dan industri yaitu dengan melakukan simulasi menggunakan skenario stress test berupa kenaikan inflasi dan kenaikan biaya produksi. Hasil stress test tersebut menunjukkan skenario berdampak relatif kecil terhadap kualitas portofolio pembiayaan Bank. c. Stress test terhadap risiko penurunan harga emas (pengelolaan pembiayaan rahn emas)1. Pengelolaan Risiko Pasar Risiko pasar di Bank Syariah Mandiri adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif akibat perubahan harga pasar antara lain risiko perubahan nilai dari aset yang dapat diperdagangkan atau disewakan. Bank Syariah Mandiri menghadapi risiko pasar atas portofolio surat berharga trading dan valuta asing. Pengelolaan risiko pasar mengacu pada Kebijakan Manajemen Risiko Pasar, Kebijakan Investasi Surat Berharga, Standar Prosedur Operasional Investasi Surat Berharga dan ketentuan terkait lainnya. 1. Pengelolaan Risiko LikuiditasLikuiditas bank dipengaruhi oleh struktur dana, likuiditas aset, dan komitmen pembiayaan kepada debitur Pengelolaan risiko likuiditas pada Bank mengacu pada Kebijakan Manajemen Risiko, Pedoman Pengelolaan Dana dan ketentuan terkait lainnya. 1. Pengelolaan Risiko OperasionalProses internal, sistem, manusia, dan kejadian eksternal adalah faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya kejadian (event) risiko operasional. Kejadian tersebut berpontensi memberikan dampak berupa kerugian baik secara finansial maupun non finansial.

1. Profil Risiko Bank Syariah MandiriPenilaian profil risiko bertujuan untuk memberikan informasi kepada seluruh stakeholder mengenai kondisi risiko usaha yang dihadapi Bank Syariah Mandiri. Profil risiko meliputi penilaian terhadap risiko inheren dan efektifitas kualitas penerapan manajemen risiko. Penilaian risiko inheren merupakan penilaian atas risiko yang melekat pada kegiatan bisnis Bank Mandiri Syariah, melalui analisa kuantitatif atas parameter tertentu.Bank Mandiri Syariah melakukan penilaian kualitas penerapan manajemen risiko yang mencerminkan penilaian kecukupan sistem pengendalian risiko. Penilaian tersebut dilakukan secara self assesment melalui analisa kualitatif terhadap empat aspek penilaian yang meliputi pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi, kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit, kecukupan proses identifikasi pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko, serta sistem pengendalian intern yang menyeluruh. Hasil penilaian masing-masing jenis risiko pada akhir tahun 2013 adalah:

BAB IV Contoh KasusPemalsuan Kredit Fiktif Bank Syariah MandiriKepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F Sompie mengatakan pihaknya tengah mengkaji pidana pemalsuan dalam kasus penggelapan dana bermodus kredit fiktif di Bank Syariah Mandiri (BSM), Bogor, Jawa Barat."Pasal pemalsuan KUHP juga berlaku seperti halnya UU Perbankan selain UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, tapi pasal pemalsuan masih dikaji," kata Ronny di Jakarta, Kamis (24/10).Pasal pemalsuan dokumen rencananya akan diikutsertakan dalam pidana yang menjerat keempat tersangka penggelapan dana bermodus kredit fiktif senilai Rp102 miliar. Hal itu karena sindikat yang terdiri dari tiga orang pimpinan kantor cabang Bank Syariah Mandiri di Bogor, Jawa Barat, itu diduga memalsukan identitas para nasabah yang mengajukan permintaan kredit pembiayaan."Hasil sementara penyidikan, identitas 197 nasabah itu dipalsukan berikut kartu tanda penduduk (KTP) serta data persyaratan pengajuan kredit ke bank tersebut dipalsukan," ujarnya.

Kendati demikian, Ronny mengatakan pihaknya tidak bisa serta merta menjatuhkan jerat pidana tanpa terlebih dahulu memberi bukti.Menurutnya, perihal dokumen pengajuan kredit nasabah itu aspal (asli tapi palsu) atau benar-benar palsu akan dibuktikan dengan pemeriksaan dari ahli terkait. "Akan butuh keterangan ahli dan konprehensif penyidikannya, jadi biar nanti didalami penyidik," katanya.Sebelumnya, Dittipideksus Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus penggelapan dana senilai Rp102 miliar di Kantor Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri Bogor, Jawa Barat. Ada empat tersangka yang kini ditahan di rumah tahanan Bareskrim Polri, yakni Kepala Cabang Utama BSM Bogor M. Agustinus Masrie (MA), Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor Chaerulli Hermawan (CH), Accounting Officer BSM Bogor John Lopulisa (JL) serta Iyan Permana (IP) sebagai debitur.Penangkapan keempatnya dilakukan Rabu (23/10) atas laporan yang disampaikan pada12 September 2013 dari Bank Syariah Mandiri Pusat. Sementara itu, barang bukti berupa sembilan unit mobil mewah dan satu unit motor gede telah disita kepolisian sejak Rabu (23/10) siang.Kesepuluh kendaraan yang disita terdiri atas Honda Freed warna putih bernomor polisi F 630 CW, Toyota Fortuner warna putih F 1030 DO, Honda CRV warna hitam F 1299 L, Honda Jazz putih F 39 A, Mercedes Benz putih B 741 NDH, Mercedes Benz SLK kuning B 1 ADG, Toyota Alphard putih B 1650 RL, Hummer hitam B 741 FKD dan Toyota Altis F 1649 DK, serta satu unit motor gede Honda Goldwings F6B hitam tanpa plat nomor.Direktorat Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menahan dua tersangka lagi dalam kasus pembobolan dana Bank Syariah Mandiri (BSM) Bogor, Jawa Barat. Total tersangka dalam kasus itu, kini sudah menjadi enam orang."Mereka adalah Hen Hen Gunawan dan Dokter Rizky Ardiansyah MPH. Keduanya ditangkap Minggu (3/11) di dua tempat yang berbeda. Gunawan di Hasyim Asyari 59 Ciledug, Tanggerang dan Rizky di Perumahan Bukit Indra Prasta blok d-2 no 8 Kemang, Parung," kata Direktur Eksus Brigjen Arief Sulistyanto di Mabes Polri Senin (4/11).Gunawan diduga ikut mengajukan pembiayaan fiktif ke BSM dengan modal KTP milik 26 karyawannya tanpa sepengetahuan si pemilik identitas. Sehingga total ada Rp 12,4 miliar yang dia kantongi. Demikian pula Rizky yang meminjam KTP milik tetangganya untuk ikut-ikutan membobol bank. Rizky mampu mengantongi Rp 12,2 miliar."Kedua tersangka baru ini tidak saling mengenal tapi mereka ini diorder accounting Officer BSM Bogor, John Lopulisa untuk mencari KTP untuk membobol banknya sendiri," imbuhnya.Atas aksinya itu Jhon, yang juga telah ditahan dalam kasus ini, kecipratan sekitar Rp 4 miliar dalam bentuk uang dan barang. Lalu Kepala Cabang Utama BSM Bogor M. Agustinus Masrie kecipratan Rp 1,7 miliar, dan Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor Chaerulli Hermawan dapat Rp 3 miliar. Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Rabu (6/11), menangkap notaris yang bertindak sebagai pembuat akta dalam kasus pengajuan kredit fiktif di Kantor Cabang Bank Syariah Mandiri Bogor, Jawa Barat.

"Ia ditangkap Rabu (6/11) dan Kamis (7/11) resmi ditahan. Sebelumnya, polisi sudah melakukan pemanggilan, tapi dalam panggilan pertama ia tidak datang dengan alasan sakit," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigjen Pol Arief Sulistyanto di Jakarta, Kamis.

Notaris atas nama Sri Dewi (51), asal Bogor, merupakan orang yang ditunjuk langsung oleh pihak bank untuk membuat akta pengikat perjanjian pembiayaan dengan akad murabahah.

Dijelaskan Arief, SD dinyatakan ikut bersalah karena merupakan notaris yang mengikat proses pengajuankredit fiktif itu.Tersangka SD juga diketahui membuat akta pembiayaan hanya dihadiri oleh tersangka Iyan Permana (IP) tanpa debitur lainnya.Selain itu, SD menggunakan sertifikat tanah salinan (fotocopy) sebagai agunan."Ia juga menerima dana hasil kredit fiktif melalui transfer rekening sejumlah Rp2,6 miliar, ada juga tunai tapi jumlahnya mereka (tersangka IP dan SD) lupa. Ia juga menerima pemberian satu unit sedan Mercedes Benz C200," katanya.Sindikat kejshatan perbankan ini disebutkan hampir sempurna. Selain melibatkan orang dalam, juga melibatkan pihak eksternal sehingga bisa secara mudah kredit bisa dicairkan.Dari sisi debitur ada tiga tersangka, Iyan Permana, Hen Hen Gunawan, dan Rizky Ardiansyah masing-masing mengajukan 150 nasabah, 21 nasabah, dan 26 nasabah, sehingga total kredit yang diajukan ada 197 nasabah. Dari 197 nasabah yang diajukan kredit, 113 kredit fiktif diajukan Iyan Permana, kemudian Henhen mengajukan 20 kredit fiktif, dan Rizky mengajukan 20 kredit fiktif. Sehingga total kredit fiktif sebanyak 153 nasabah. Setelah para debitur melengkapi persyaratannya, kemudian masuklah ke tangan Accounting Officer Bank Syariah Mandiri Bogor John Lopulisa. Pengajuan 197 kredit tersebut dimaksudkan supaya kredit bisa disetujui hanya setingkat Kepala Cabang saja. John sebagai Account Officer yang memang sudah mengetahui data-data fiktif tersebut tidak melakukan pengecekan lapangan sehingga kredit yang diajukan bisa dengan mudah di kabulkan Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor Chaerulli Hermawan, begitu pula dengan persetujuan dari Kepala Cabang Utama BSM Bogor Agustinus Masrie yang memang sudah bersekongkol. Kemudian 197 kredit tersebut dibawa kepadaSri Dewi selaku notaris yang membuat akta akad kredit. Tanpa dihadiri pihak debitur dan sertifikat tanah hanya berupa fotocopy dengan mudah perikatan kredit antara debitur dan pihak bank dibuat.

Ketiga tersangka dipersangkakan Pasal 63 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sejak 2012Sementara itu, Pihak BSM mencium telah terjadi pelanggaran dugaan tindak pidana perbankan yang dilakukan pegawai BSM cabang Bogor sejak tahun 2012. Senior Vice President Corporate Secretary BSM Taufik Machrus mengatakan, atas temuan tersebut BSM menurunkan tim audit internalnya.Hasil (temuan tim audit internal, red) memperkuat dugaan terjadinya tindak pidana perbankan, kata Taufik.Setelah itu, lanjut Taufik, BSM melaporkan hasil temuan tim audit internal ke Bareskrim Mabes Polri. Dari pelaporan ini, Mabes Polri kemudian mengusut hingga menetapkan tiga pegawai BSM cabang Bogor sebagai tersangka kasus kredit fiktif. Dengan pelaporan ini, BSM menyerahkan penanganannya kepada proses hukum, tambahnya.Taufik menjelaskan, terhadap tiga pegawai BSM yang menjadi tersangka tindak pidana itu, telah dilakukan tindakan tegas. Tindakan tersebut berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Untuk mantan Kepala BSM cabang utama Bogor berinisial MA PHK dijatuhkan pada tanggal 1 November 2012.PHK kepada mantan Kepala BSM cabang pembantu Bogor berinisial HH dijatuhkan pada tanggal 1 Desember 2012. Sedangkan kepada Account Officer BSM cabang pembantu Bogor berinisial JL jatuh pada tanggal 4 Oktober 2013.Konsultan Hukum BSM Bambang Sulistio menambahkan, kredit yang disalurkan oleh ketiga tersangka jumlahnya mencapai Rp102 miliar. Dari jumlah itu, telah terjadi pengembalian dana ke BSM sekitar Rp50 miliar. Sedangkan sisanya, ia berharap proses hukum dapat membantu untuk mengembalikannya.BSM sendiri belum mengetahui nilai kerugian yang terjadi dalam kasus ini. Ia menyerahkan sepenuhnya berapa angka kerugian dalam kasus ini kepada pihak kepolisian. Yang belum kembali Rp50-an miliar, masih dalam proses penyelesaian. Kita berharap dengan kasus ini bisa tertutupi makanya dilaporkan ke pihak yang berwajib, kata Sulistio.Meskipun terjadi kasus kredit fiktif, lanjut Sulistio, angka Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah BSM tak terganggu. Ia mengatakan, kasus ini mencerminkan bahwa sistem peringatan dini BSM telah berjalan baik. Saya kira (NPL) tidak terganggu, katanya.Ia mengakui dari mulai dugaan terjadinya tindak pidana pada 2012 hingga dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri pada September 2013 terdapat waktu yang panjang. Menurut Sulistio, waktu tersebut dipergunakan BSM untuk mengumpulkan data dugaan pelanggaran. Hingga akhirnya BSM memperoleh data telah terjadi mark up.Dari hasil yang kita dapatkan baru diyakini terjadi pelanggaran. Setelah itu baru lapor, karena butuh alat bukti permulaan untuk melapor, ujar Sulistio.Terkait ditetapkannya salah satu debitur BSM sebagai tersangka, Sulistio menyerahkan sepenuhnya kepada pihak Kepolisian. Menurut dia, penetapan seseorang sebagai tersangka merupakan kewenangan penuh aparat penegak hukum. Itu kewenangan penyidik untuk lakukan tindakan hukum. (Debitur, red) Orang yang menyediakan lahan perumahan untuk dibeli oleh pemohon pembiayaan, katanya.

Atas perbuatannya, SD dipersangkakan Pasal 64 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Tindak Pidana Perbankan Syariah, Pasal 264 ayat 1 KUHP atas pemalsukan dokumen oleh notaris, serta Pasal 3 dan atau Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sebelumnya, polisi telah menetapkan enam tersangka dalam kasus kredit fiktif itu, diantaranya Kepala Cabang Utama BSM Bogor M. Agus (MA), Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor Haerul Hermawan (HH), Account Officer BSM Bogor John Lopulisa (JL), serta tiga debitur Iyan Permana (IP), Hen Hen Gunawan (HG) dan Rizky Adiansyah (RA).

Dalam kasus itu, IP bersama HG dan RA yang bertindak sebagai debitur mengajukan akad murabahah untuk pembiayaan perumahan. Mereka mengajukan kredit atas nama 197 nasabah dengan data palsu dan berhasil mencairkan Rp102 miliar untuk kepentingan pribadi. Sekitar Rp43 miliar telah dibayarkan ke pihak bank sehingga perseroan masih merugi Rp59 miliar.

Keenam tersangka lainnya dipersangkakan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.Analisis :1. Pelaku : Kepala Cabang Utama BSM Bogor : M. Agustinus Masrie, Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor : Chaerulli Hermawan, Accounting Officer BSM Bogor : John Lopulisa, Debitur : Iyan Permana, Hen Hen Gunawan, dan Rizky Adiansyah, serta Notaris : Sri Dewi1. Jenis Pelanggaran : Pemalsuan dokumen identitas 197 nasabah dalam kasus penggelapan dana bermodus kredit fiktif senilai Rp.102 miliar di Kantor Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri Bogor. 1. Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya kasus kredit fiktif BSM : Gaya hidup para pelaku yang konsumtif dan diatas rata-rata Keserakahan Moral karyawan yang rendah Adanya motivasi untuk melakukan fraud, seperti adanya tekanan, peluang dan sikap yang membenarkan tindakan fraud. Kelemahan sistem pengendalian internal perusahaan1. Dampak : Rusaknya reputasi bank yang berakibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder antara lain regulator, nasabah, masyarakat, manajemen bank dan pegawai terhadap bank, akibat persepsi negatif yang dapat mempengaruhi keberlangsungan usaha bank.1. Solusi : Bank syariah harus mengetatkan pengawasan. Apalagi BSM adalah bank berbasis syariah, internal audit harus benar-benar dipastikan berjalan. Bank juga harus melakukan perbaikan terus menerus. Pihak BSM seharusnya menindak lanjuti permasalahan didalam perusahaannya agar tidak ada lagi yang merasa dirugikan apalagi jumlah kerugian yg masih ada. Dan masalah seharusnya jangan ditutupi, masalah tersebut harus segera diselesaikan.1. Kesimpulannya : Menurut kami kasus kredit fiktif pada bank syariah mandiri cabang bogor ini terdapat pelanggaran kode etik profesi. Seperti prinsip tanggung jawab, kepentingan publik, integritas, dan obyektifitas. Di karenakan adanya pelanggaran internal perusahaan yang terjadi, adanya kerjasama antara pihak bank dengan pihak eksternal untuk melakukan kecurangan dengan modus pengajuan kredit oleh 197 nasabah yang di ajukan oleh iyan permana selaku debitur, yang ternyata dari 113 nasabah tersebut menggunakan data-data palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi. Yang mana pada awalnya dilakukan pengajuan kredit untuk pengerjaan proyek pembangunan perumahan sebagaimana yang diajukan oleh debitur namun pada kenyataannya tidak demikian. Dalam kasus ini tersangka dapat menampung uang hasil kejahatannya senilai Rp.102 miliar. Dari kasus yang terjadi merupakan bukti bahwa fungsi pengawasan internal bank dan regulator masih lemah karena masih bisa dibobol. Baik itu karena standard operating procedure (SOP) tidak benar-benar berjalan, atau karena ada bagian-bagian tertentu yang tidak dijalani. Bisa juga karena tidak adanya evaluasi dan monitoring yang rutin dan kuat dari pihak BSM pusat ketika SOP berjalan. Tetapi apabila melihat modus pembobolan yang terjadi di KCP BSM Bogor, seharusnya tidak perlu terjadi abila manajemen peka dan mulai bisa mendeteksi sedini mungkin, sehingga kerugian tidak membesar. Dampak yang terjadi dari kasus ini selain menyebabkan kerugian dan rusaknya reputasi bank syariah mandiri, berakibat pula pada hilangnya kepercayaan masyarakat kepada bank yang berbasis syariah tersebut. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kasus diatas : Dapat dilakukan dengan melaksanakan sistem tata kerja dan penempatan profesi secara professional dan integritas moral yang tinggi, Menerapkan sanksi pidana yang maksimal dan secara tegas agar para tersangka merasa takut akan hukuman yang akan didapat jika melakukan kolusi, Perlunya pengawasan yang rutin dan kuat dari pihak bsm pusat. Agar para profesi akuntan dan petinggi bsm tersebut tidak memiliki kesempatan untuk melakukan kecurangan, Perlu diberlakukan penerapan etika dalam profesi akuntan.

Bab 5 Identifikasi dan Pengukuran Risiko

1. Identifikasi Risiko

Sumber risiko:Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sumber risiko pada studi kasus ini adalah:0. lingkungan sosial: Sumber risiko berasal dari kegiatan karyawan BSM sehari-hari0. Lingkungan Legal: Risiko berasal dari karyawan BSM yang tidak memetahui aturan yang berlaku0. Konsumen: Turunnya kepercayaan oleh nasabah terhadap BSM sehingga menurunkan pendapatan BSM0. Regulator: Perusahaan gagal dalam mematuhi aturan dan perundangan yang berlaku0. Klasifikasi KerugianPada kasus Bank Syariah Mandiri, terdapat beberapa potensi kerugian yang akan diderita Bank Syariah Mandiri. Yang pertama adalah kerugian finansial dalam jumlah yang sangat besar (Rp102 miliar di Kantor Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri Bogor, Jawa Barat.) serta resiko hilangnya reputasi yang dapat mengancam keberlangsungan perusahaan ke depannya. Tidak dapat dipungkiri, akibat adanya kasus pemalsuan dokumen identitas nasabah bermodus kredit fiktif akan mampu menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat (social distrust) dari para nasabah terhadap sistem manajemen dan sekuritas finansial bank tersebut. Resiko finansial dapat berujung pada resiko likuiditas, yakni resiko yang mengakibatkan suatu perbankan mengalami kegagalan untuk membayar hutang jangka pendeknya. Masalah ini apabila terus dibiarkan tanpa ditangani lebih lanjut juga akan membawa perbankan pada resiko kegagalan bank dalam membayar hutang jangka panjangnya (solvabilitas). Salah satu cara alternatif sistem pengklasifikasian kerugian di perusahan Mandiri adalah:1. Kerugian Finansial Kerugian langsung berupa merosotnya reputasi sehingga pendapatan perusahaan menurun Kerugian pendapatan seperti penghentian operasional perusahaan yang disebabkan oleh suatu kerugian dimana tidak dapat ditempatinya ruang kerja tertentu Kerugian mengganti kewajiban hak orang lain artinya membayar uang kepada korban penipuan. Kerugian membayar denda-denda yang disebabkan oleh adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung. Kerugian biaya dalam membangun citra positif kembali kepada masyarakat.

1. Kerugian Reputasi1. Kerugian adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank1. Kerugian berkurangnya tingkat kepercayaan para pemegang saham perusahaan1. Kerugian sulitnya untuk bersaing dengan kompetitor1. Kerugian kredibilitas perusahaan menurun di masyarakat

Kerugian lainnya adalah kerugian yang ditimbulkan oleh resiko kepatuhan pegawai (compliance). Pegawai yang tidak patuh dapat merusak keseluruhan sistem kerja. Hal ini disebabkan karena ketidakpatuhan yang dibuatnya dapat mengganggu koordinasi dan pelimpahan tanggung jawab oleh atasannya. Kerahasiaan perusahaan pun dapat terancam dengan munculnya pegawai seperti ini. Mereka akan cenderung mengupayakan berbagai hal untuk memuaskan kepentingan sendiri meskipun harus melanggar peraturan.

1. Faktor Penyebab RisikoPada Kasus Bank Syariah Mandiri, faktor penyebab terjadinya resiko adalah berasal dari moral para atasan Kantor Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri Bogor, Jawa Barat. Para atasan tersebut melakukan pemalsuan identitas nasabah bermodus kredit fiktif menimbulkan kerugian besar terhadap keuangan Bank Syariah Mandiri. Masalah kepatuhan juga merupakan resiko yang harus ditanggung Bank Syariah Mandiri pada kasus kredit fiktif tersebut. Resiko reputasi dan kepatuhan lebih membahayakan keberlangsungan perusahaan daripada resiko finansial. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap bank akan membuat kehilangan dana karena masyarakat akan menarik kembali seluruh dana yang telah tertanam di bank tersebut karena takut akan mengalami kerugian besar.

1. Pengukuran RisikoTipe RisikoPenjelasan

Risiko OperasionalPenyalahgunaan wewenang oleh para pimpinan kantor cabang Bank Syariah Mandiri di Bogor, Jawa Barat dan pengaruh pihak eksternal sehingga bisa secara mudah kredit bisa dicairkan

Risiko HukumAkibat kasus BSM tersangka dipersangkakan dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 64 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Tindak Pidana Perbankan Syariah, dan Pasal 264 ayat 1 KUHP atas pemalsukan dokumen.

Risiko ReputasiKasus ini menyebabkan rusaknya reputasi bank yang berakibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder antara lain regulator, nasabah, masyarakat, manajemen bank dan pegawai terhadap bank, akibat persepsi negatif yang dapat mempengaruhi keberlangsungan usaha bank.

Risiko StrategikKetidaktepatan keputusan strategi keamanan internal Bank Mandiri Syariah dalam pengawasan internal sehingga terjadi pemalsuan dokumen

Risiko Kepatuhan-