Upload
al-fatih
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Manfaat Hukum di bidang Politik
Hukum dari segi politik diartikan sebagai proses-proses, patokan-patokan,
asas-asas, dan aturan-aturan yang menentukan pola-pola hubungan antara manusia
dengan manusia, manusia dengan lembaga, antara yang berkewenangan yang
mengatur dan memerintah dengan yang diatur dan diperintah, dan untuk
menanggulangi serta menyelesaikan soal-soal perbedaan kepentingan antara manusia-
manusia dan lembaga-lembaga dalam suatu pengelompokan masyarakat yang terpadu
Hubungan antara Hukum dan Politik, ada tiga asumsi :.
1. Hukum determinan atas politik
Bahwa kegiatan – kegiatan politik diatur oleh dan harus tunduk pada hukum.
Anggapan ini dipakai sebagai dasar dari mereka yng memandang hukum dari sudut
das sollen (keinginan, kaharusan, cita – cita) atau para idealis yang berpegang pada
pandangan bahwa hukum harus merupakan pedoman dalam segala aktivitas antar
anggota masyarakat termasuk dalam segala aktivitas politik.
2. Politik determinan atas Hukum
Bahwa hukum merupakan hasil atau kristalisasi dari kehendak – kehendak politik
yang saling berinteraksi dan bahkan saling bersaingan. Anggapan ini dipakai sebagai
dasar dari mereka yang memandang hukum dari sudut das sein (kenyataan, realitas)
atau para penganut paham empirisme, yang memandang produk hukum sangat
dipengaruhi oleh politik.
3. Politik dan Hukum sebagai subsistem kemasyarakatan berada pada posisi yang
seimbang, karena meskipun hukum merupakan produk keputusan politik tetapi begitu
hukum ada maka semua kegiatan politik harus tunduk pada hukum.
Kemanfaatan hukum di bidang politik dapat di ketahui apabila kita melihat
dari sudut pandang politik hukum yaitu :
1. Proses penggalian nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh
penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum
2. Proses perdebatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi tersebut ke dalam bentuk
sebuah rancangan peraturan perundang-undangan oleh penyelenggara negara yang
berwenang merumuskan politik hukum
3. Penyelenggara negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum
4. Peraturan perundang-undangan yang memuaty politik hukum
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum,baik yang
akan, sedang dan telah ditetapkan
6. Pelaksanaan dan peraturan perundang-undangan yang merupakan implementasi dari
politik hukum suatu negara
Dalam hal ini, politik hukum secara umum bermanfaat untuk mengetahui
bagaimana proses-proses yang tercakup dalam enam wilayah kajian itu dapat
menghasilkan sebuah legal policy yang sesuai dengan kebutuhan dan rasa kedailan
masyarakat. Enam wilayah kajian itu tentu saja bersifat integral satu sama lain.
Ruang lingkup pertama merupakan tahap awal dari kajian politik hukum. Pada tahap
ini kita ingin mengetahui apakah nilai-nilai (values) dan aspirasi yang berkembang
adalam masyarakat telah diakomodasi oleh penyelangggara nagara yang merumuskan
politik hukum atau bahkan mungkin sebaliknya. Kajian terhadap bidang ini penting
untuk dilakukan kerena secara substansial, hukum tidak pernah lepas dari struktur
rohaniah masyarakat yang bersangkutan, atau masyarakat yang mendukung hukum
tersebut. Itu artinya, bila hukum itu dibangun di atas landasan yang tidak sesuai
dengan struktur rohaniah masyarakat, bisa dipastikan resistensi mnasyarakat terhadap
hukum itu akan sangat kuat.
Nilai itu dikaitkan dengan teori keberlakuan hukum, hukum yang baik
memenuhi syarat sosiologis,filisofis,dan yuridis.
Agar resistensi masyarakat itu tidak terjadi dan syarat keberlakuan hukum terpenuhi,
para penyelenggara negara yang berwenang menarik dan merumuskan nilai-nilai dan
aspirasi itu dalam bentuk tertulis harus peka terhadap kedua hal tersebut. Namun,
disinilah letak permasalahannya, lembaga kenegaraan yang berwenang menetukan
politik hukum atau meminjam istilah Teuku Mohammad Radhie, legal framework,
yaitu sebuah kerangka umum yang memberikan bentuk dan isi dari hukum suatu
negara bukan lembaga yang genuine dari berbagai kepentingan. Di dalam lembaga-
lembaga negara itu berkumpul bebrbagai kelompok kepentingan yang terkadang lebih
mementingkan aspirasi kelompoknya daripada aspiarasi masyarakat secara umum.
Politik hukum yang tetap meliputi antara lain :
1. Ada satu kesatuan sistim hukum Indonesia
2. Sistim hukum nasional dibangun berdasarkan dan untuk memperkokoh sendi –
sendi Pancasila dan UUD 1945.
3. Tidak ada hukum yang memberikan hak istimewa kepada warga negara
tertentu berdasarkan suku,ras, atau agama. Kalaupun ada perbedaan semata –
mata didasarkan kepada kepentingan nasional dalam rangka kesatuan dan
persatuan bangsa.
4. Pembentukan hukum memperhatikan kemajemukan masyarakat.
5. Hukum adat dan hukum tak tertulis lainnya diakui sebagai sub sistim hukum
nasional sepanjang nyata – nyata hidup dan dipertahankan dalam pergaulan
masyarakat.
Dalam hal ini kita dapat melihat dan memberikan contoh berupa Peraturan
daerah yang dibuat oleh penyelenggara daerah yakni gubernur dalam alat
perlengkapan daerah lainnya. Peraturan daerah ini dapat dicontohkan oleh Daerah
Istemewa Aceh yang mendapat ototnomi daerah berupa peraturan yang megacu pada
hukum Islam yakni rohaniah dari masyarakat. Akan tetapi Peraturan Daerah tersebut
harus mengacu pada politik hukum di Indonesia yakni berdasarkan UUD 1945 dan
Pancasila.
Pada tahap inilah disiplin politik hukum mengajak kita untuk mengetahui
bahwa hukum sarat dengan warna politik atau lebih tepatnya, bahwa hukum harus
dipandang sebagai hasil dari suatu proses politik. Ditambah lagi, subsistem politik
dianggap lebih powerful dibandingkan subsistem hukum. Artinya, subsitem politik
memiliki konsentrasi energi yang lebih besar daripada subsistem hukum. Hal ini
mengakibatkan apabila hukum berhadapan dengan politik, maka ia berada pada
kedudukan yang lebih lemah. Subsistem politik mempunyai tingkat determinasi yang
lebih tinggi daripada subsistem hukum, karena hukum merupakan hasil atau
kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan saling
bersaingan.
Dari asumsi dasar ini lah hendak mengatakan bahwa hukum tidak boleh
diterima begitu saja secara apa adanya tanpa mempertimbangkan latar belakang yang
bersifat non-hukum yang kemudian sangat determinan dalam mempengaruhi bentuk
dan isi suatu produk hukum tertentu. Bagian ini menjadi wilayah kajian kedua, ketiga,
dan kelima dari disiplin politik hukum. Adapun wilayah kajian yang keempat
merupakan konsekuensi logis dari wilayah kajian politik hukum kedua dan ketiga.
Pada wilaytah kajian keempat kiata akan mengetahui pada tataran peraturan
perundang-undangan yan aman sutau kebijakan hukum sebuah negara dapat
ditemukan.
Pada wilayah kajian keenam yang sebenarnya berkaitan erat dengan wilayah
kajian kelima, disiplin politik hukum mengajak untuk mengkritisi proses pelaksanaan
dari peraturan perundang-udangan yang telah ditetapkan. Kajian ini diarahkan pada
sejauh mana peraturan perundang-undangan itu memnuhi unsur-unsur kepetutan
untuk dapat diterapkan dan memenuhi juga prinsip praktisfungsional. Kajian ini bisa
dikatakan sebagai satu bentuk otokritk terhadpa kebijakan hukum yang telah
diterapkan. Otokritik ini bermanfaat untuk mengevaluasi sebuah poltik hukum dan
peraturna perundang-undangan yang dibentuk dan dilaksanakan berdasarkan politik
hukumtersebut.
Bila setelah dievaluasi ternyata politik hukum dan impementasinya dalam
peraturan perundang-undangan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
keduanya harus diperbaharui sesuai dengan rumusan yang baru. Ini dimaksudkan agar
hukum senantiasa sesuai dengan dinamika yang terus terjadi dalam masyarakat.