Click here to load reader
Upload
rizqy-luthfianto
View
575
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
Perspektif Bisnis dan Masalah Pemanfaatan Teknologi Wi-Fi Sebagai Sarana
Komunikasi dan Pendidikan di Indonesia
Prima Dewi Purnamasari, Riri Fitri Sari
[email protected], [email protected]
Departemen Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Kampus Baru UI Depok 16424
ABSTRAK
Tulang punggung jaringan informasi dan komunikasi di Indonesia pada kenyataannya membutuhkan
infrastruktur backbone yang handal, murah dan dapat dibangun sesuai kebutuhan akan dukungan ICT untuk
kesejahteraan (e-prosperity). E-inclusion yang mengikutsertakan masyarakat terpencil untuk mengakses
Internet harus didukung oleh pemilihan teknologi yang tepat. Wi-Fi merupakan salah satu pilihannya. Pada
makalah ini akan dibahas mengenai Wi-Fi, perbandingannya dengan beberapa teknologi akses informasi lain,
masalah yang dihadapi termasuk keamanan jaringan dan interferensi, hal-hal yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan utilitas Wi-Fi, audit terhadap pemanfaatan Wi-Fi yang telah ada, serta kemungkinan
perkembangannya di Indonesia terutama sebagai sarana infrastuktur informasi, komunikasi serta pendidikan di
Indonesia.
Kata Kunci: Wi-Fi, wireless network, community development, educational network
1. WIRELESS FIDELITY (Wi-Fi)
Wireless LAN memberikan tingkat fleksibilitas dan
portabilitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
LAN biasa. WLAN mengkoneksikan komputer dan
komponen lainnya yang memiliki wireless adapter ke
dalam jaringan melalui Access Point (AP). Konfigurasi
WLAN secara umum dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu infrastruktur dan ad hoc. Pada jenis infrastruktur,
AP terhubung langsung ke jaringan kabel. Sedangkan
pada jenis ad hoc, AP terhubung ke AP lainnya melalui
mekanisme ad hoc. AP biasanya memiliki daerah
cakupan sampai 100 meter, yang biasanya disebut cell
atau range.
Wireless Fidelity (Wi-Fi) adalah nama yang diberikan
oleh Wi-Fi Alliance untuk mendeskripsikan produk
wireless local area network (WLAN) yang berdasarkan
standar Institute of Electrical and Electronics Engineers
(IEEE) 802.11. Macam-macam varian 802.11 yang
telah dikeluarkan oleh IEEE dapat dilihat pada Tabel 1.
Jenis yang paling populer digunakan di Indonesia dan
dunia adalah standar 802.11b (indoor) dan 802.11g
(outdoor). Keduanya memiliki kompatibilitas dari segi
peralatan user, sehingga pengguna 802.11b dapat
dengan mudah pindah ke jaringan 802.11g ketika
berada di luar ruangan.
TABEL 1.1. JENIS-JENIS STANDAR IEEE 802.11 [1]
Varian Deskripsi
802.11a WLAN yang beroperasi pada 5 GHz, data rate 54 Mbps.
Dipublikasikan tahun 1999.
802.11b Dikenal juga sebagai Wi-Fi. Beroperasi pada 2.4 GHz,
data rate sampai 11 Mbps. Dipublikasikan tahun 1999.
802.11c Ada dokumentasi prosedur MAC 802.11
802.11d Ada definisi dan kebutuhan dari standar 802.11 untuk
dapat beroperasi di negara yang belum ada standarnya.
802.11e
Dibuat untuk memperbaiki MAC 802.11 untuk
meningkatkan QoS. Perbaikan pada kapabilitas dan
efisiensi ditujukan untuk aplikasi seperti suara atau video
melalui jaringan wireless 802.11
802.11f
Ada sarana untuk mengimplementasikan konsep 802.11
tentang AP dan distributed system (DS). Meningkatkan
kompatibilitas antara peralatan AP dari vendor yang ada
802.11g
Membangun PHY berkecepatan lebih tinggi dari standar
802.11b tetapi tetap menjaga kompatibilitas dengan
peralatan 802.11b yang sudah ada. Target data rate 20
Mbps.
802.11h
Memperbaiki MAC 802.11 dan PHY 802.11a untuk
menyediakan manajemen jaringan dan pengendalian daya
dan spektrum pada pita 5 GHz.
802.11i Meningkatkan mekanisme keamanan dan autentikasi pada
standar 802.11
802.1x Untuk meningkatkan keamanan 802.11
2. PERBANDINGAN DENGAN TEKNOLOGI
LAIN
Teknologi wireless jarak jauh, sangat berpotensi untuk
diterapkan pada daerah pedesaan/pedalaman. Ciri
utama dari teknologi jenis ini adalah biaya
pembangunannya yang rendah, kemudahan
pambangunan, dan kemampuannya untuk menjangkau
wilayah geografis yang luas. Sebagai teknologi akses
yang diharapkan di masa yang akan datang, Wi-Fi
harus dapat memberikan keunggulan yang signifikan
dibandingkan dengan teknologi yang telah ada
sekarang.
2.1. Perbandingan dengan WiMAX
Dibandingkan dengan Wi-Fi, WiMAX—yang telah
diujicobakan di FTUI bulan Februari 2006—adalah
teknologi yang sangat mahal dalam pembangunan
awalnya. Dari segi industri alatnya, WiMAX juga
sudah tertinggal jauh dibanding Wi-Fi. WiMAX
dirancang untuk memiliki standar yang lebih unggul
dan lebih lengkap dibandingkan dengan Wi-Fi[2].
Namun, sementara WiMAX masih dalam taraf
standardisasi, alat-alat Wi-Fi sudah menyebar luas di
kalangan masyarakat dunia, sehingga harganya pun
turun dengan drastis. Saat ini sudah banyak perusahaan,
universitas dan hacker yang mencoba menggali
kemampuan Wi-Fi lebih dalam lagi. Dan bukanlah hal
yang mustahil jika kemampuan dan popularitas Wi-Fi
akan terus meningkat pada masa yang akan datang.
WiMAX mungkin akan sangat cocok digunakan untuk
daerah pedesaan yang polpulasinya rendah dan jarak
antar populasinya pun jauh, sedangkan Wi-Fi akan terus
berkembang dan dapat digunakan untuk berbagai jenis
jaringan seperti LAN, Neighbourhood Area Network
(NAN) dan MAN [2].
2.2. Perbandingan dengan 3G
Dibandingkan dengan 3G, Wi-Fi lebih banyak
memberikan peluang dibandingkan dengan 3G karena
biayanya yang murah. 3G dari awalnya saja sudah
membutuhkan biaya yang sangat besar untuk masalah
lisensi spektrum frekuensi, sedangkan Wi-Fi yang
menggunakan tidak mengeluarkan biaya sama sekali
untuk hal tersebut. Perangkat 3G pada sisi user yang
saat ini sudah mulai beredar pun harganya mahal,
sedangkan alat komunikasi yang memiliki adapter Wi-
Fi built in sudah banyak beredar dan harganya pun
semakin turun. Dari segi kecepatan aksesnya, 3G
menjanjikan akan memberikan kecepatan data sampai 2
Mbps, yang pada kenyataannya tidak pernah mencapai
kecepatan tersebut seratus persen, karena harus berbagi
dengan pengguna lainnya [3]. Throughput maksimal
yang biasanya diberikan adalah sekitar 100 Kbps.
3. FITUR KEAMANAN Wi-Fi
Masalah utama yang harus diperhatikan ketika memilih
suatu bentuk jaringan informasi adalah segi
keamanannya. Kehandalan suatu jaringan sangat
ditentukan oleh fitur keamanan yang memadai. Standar
Wi-Fi sendiri telah memiliki fitur keamanan dasar yaitu
Service Set ID (SSID) dan Wired Equivalent Protocol
(WEP) [1].
3.1. Fitur keamanan dasar
3.1.1. Service Set Id (SSID)
SSID adalah sebuah string yang digunakan untuk
mendefinisikan domain roaming umum diantara
sekelompok AP. SSID yang berbeda pada sekumpulan
AP memperbolehkan overlapping di jaringan wireless.
SSID juga dapat disebut sebagai password dasar.
dimana seorang user tidak akan dapat mengakses
jaringan tanpanya. Kelemahan dari fitur ini adalah
bahwa AP mengirimkan secara broadcast SSID-nya
beberapa kali per detik sehingga alat penganalisa
802.11 dapat digunakan untuk membacanya. Agar
seseorang tidak dapat masuk ke jaringan secara
kebetulan belaka, maka SSID harus diubah dari nilai
default-nya [1].
3.1.2. Wired Equivalent Protocol (WEP)
Untuk mengurangi masalah keamanan, 802.11b
mendefinisikan metode autentikasi dan enkripsi yang
dinamakan WEP. Enkripsi WEP didasarkan pada
algoritma RC4, yang menggunakan kunci 40 bit dan
initializing vector (IV) sebanyak 24 bit acak [1].
3.2. Penambahan keamanan
Untuk mengurangi resiko yang timbul pada keamanan
di jaringan Wi-Fi maka ada beberapa hal yang mungkin
dilakukan yaitu pengurangan resiko pada sisi
manajemen, operasional dan teknis [4].
Pada sisi manajemen, pengurangan resiko harus dimulai
dari peraturan keamanan secara menyeluruh.
Manajemen harus mencakup manusia yang berhak
untuk berhubungan dengan perangkat wireless secara
fisik atau secara aksesnya. Manajemen juga harus
melingkupi tipe informasi yang dapat dikirimkan, dan
juga panduan pada pengguna agar dapat
memperlakukan peralatan dengan baik sehingga
keamanannya dapat terjaga [4].
Pada sisi operasional, pengurangan resiko dilakukan
dengan cara mengamankan secara fisik sehingga hanya
user yang memiliki otorisasi saja yang dapat mengakses
peralatan wireless di lokasi tersebut. Keamanan secara
fisik mengkombinasikan beberapa ukuran fisik seperti
kontrol akses, identifikasi personal dan batas luar
keamanan. Kontrol akses secara fisik dapat dilakukan
dengan penggunaan badge, atau pengindentifikasian
ciri-ciri fisik dari seseorang seperti dengan
mengidentifikasi sidik jari, identifikasi foto, identifikasi
mata dan sebagainya. Untuk menghindari penyusupan,
area cakupan dari AP harus dipastikan tidak melewati
batas fisik bangunan [4].
Pada sisi teknis, pengamanan dilakukan dengan
menggunakan solusi hardware dan software untuk
menghasilkan suatu keamanan. Solusi software dapat
dilakukan dengan mengkonfigurasi AP dengan baik, up
grade dan patching software, autentikasi, Intrusion
Detection System (IDS), dan enkripsi. Solusi hardware
misalnya dengan menggunakan smart card, VPN, dan
public key infrastucture (PKI) [4].
Skala keamanan yang dapat dipilih untuk jaringan
wireless dapat dilihat pada Tabel 2. Untuk sistem
hotspot di UI, digunakan level keamanan tingkat 4
dengan mempergunakan RADIUS.
TABEL 2.1. LEVEL KEAMANAN JARINGAN WIRELESS [1]
Jenis
keamanan
Konfigurasi Yang
diamankan
Aplikasi
0 Tanpa
keamanan
Jaringan terbuka
tanpa WEP
Tidak ada Kebanyakan user
mengoperasikan
peralatannya pada
model ini
1 Akses
publik
Autentikasi user
dan harus
menyediakan
suplai VPN
melalui Internet
untuk kembali ke
perusahaan
Akses
jaringan
Hot spot,
perpustakaan,
hotel, airport, dan
untuk peralatan
portabel
2 Keamanan
terbatas
40 atau 128 bit
WEP, MAC
access control list
(ACL), tanpa
broadcast
Beberapa
akses
jaringan dan
privasi data
Rumah dan SOHO
dengan portabilitas
3 Keamanan
dasar
Wi-Fi protected
Access (WPA)
Akses
jaringan dan
privasi data
Rumah, SOHO
dan perusahaan
kecil dengan
portabilitas
4 Keamanan
tingkat
lanjut
802.1x/EAP-X
dan RADIUS
Akses
jaringan dan
privasi data
Perusahaan dengan
portabilitas
5 Keamanan
end-to-end
VPN seperti
point to point
tunneling
protocol (PPTP),
PPTPv2, Layer 2
Tunneling
Protocol (L2TP),
Kerberos, IP-Sec
Akses
jaringan dan
privasi data
Aplikasi khusus,
perjalanan bisnis,
perusahaan dengan
pengguna luar,
antar bisnis
4. INTERFERENSI DAN QUALITY OF SERVICE
4.1. Interferensi
Untuk meminimalisasikan interferensi dari sumber
eksternal, pada perancangan jaringan harus dilakukan
pengendalian terhadap 5 parameter, yaitu kanal/pita
yang digunakan, jarak, level daya dari interferensi,
antena, dan protokol yang digunakan [1].
Sumber interferensi internal yang mungkin terjadi pada
lingkungan Wi-Fi adalah multipath dan noise pada
kanal. Multipath terjadi ketika gelombang yang
dikeluarkan oleh transmitter mengalami interferensi
dengan sinyal lain yang berada pada jalur direct line of
sight sehingga mengakibatkan sinyal tersebut rusak.
Hal ini disebut juga pelemahan sinyal (signal fading).
Hal ini dapat diatasi dengan mengirimkan sinyal
dengan daya lebih besar, menggunakan antena yang
berbeda-beda arahnya, menggunakan adaptive channel
equalizer dan atau dengan menggunakan DSS, FHSS
dan OFDM yang telah ada di standar 802.11 [1].
4.2 QoS
Beberapa masalah yang ada pada jaringan wireless
ternyata tidak ada di jaringan kabel. Throughput dan
latency adalah 2 hal penting yang mempengaruhi
kecepatan dan kinerja dari jaringan. Beberapa hal yang
dapat menyebabkan delay pada jaringan 802.11 adalah
proses saluran udara (coding, modulasi dan framing
data serta transmisi), propagasi, transmisi jaringan,
serta proses far-end [1].
5. PERSPEKTIF BISNIS
Untuk mendapatkan biaya yang lebih rendah dari sisi
pengguna, maka sebuah device wireless dapat dipakai
bersama-sama. Namun hal ini tentunya akan
menyebabkan turunnya kapasitas yang diperoleh per
pengguna. Oleh karena itu diperlukan sebuah model
bisnis yang menguntungkan namun dengan tanpa
mengesampingkan kenyamanan user.
5.1. Model kemitraan
Dalam mengembangkan Wi-Fi sebagai sebuah bisnis,
ada dua model kemitraan bisnis yang dapat dipilih.
Model yang pertama adalah Wireless Internet Service
Provider (WISP) yang menyediakan koneksi Wi-Fi,
termasuk infrastruktur dan instalasinya, di lokasi yang
dimiliki oleh spot owner (pemilik lokasi) [5]. Model
yang kedua adalah WISP juga bertindak sebagai spot
owner, sehingga keuntungan yang didapatkan
sepenuhnya untuk WISP [5]. Lokasinya dapat diperoleh
WISP dengan cara menyewanya kepada spot owner
atau bahkan membelinya.
5.2. Memperlebar jaringan bisnis
Untuk memperlebar jaringan bisnis dapat dilakukan
model bisnis aggregator [5]. Dalam model single
aggregator, sebuah WISP mengembangkan hotspot di
berbagai tempat sehingga pelanggan dapat mengakses
Internet di mana saja menggunakan Wi-Fi tergantung
banyaknya hotspot yang dimiliki oleh WISP. Namun
model bisnis ini memerlukan biaya yang besar
mengingat hotspot yang dimiliki WISP harus dalam
jumlah sangat banyak agar menarik minat pelanggan.
Model agregasi lainnya adalah dengan menarik
sejumlah hotspot yang sudah ada menjadi anggota
aggregator. Pendapatan dari pemakaian user dibagi 3
antara spot owner, WISP pemilik jaringan dan
aggregator. Luasnya jaringan Wi-Fi akan menjadi
penarik minat user untuk berlangganan kepada
aggregator, sehingga pengguna benar-benar dapat
mengakses Internet di berbagai tempat.
5.3. Model pembayaran pengguna
Dari model pembayaran yang harus dilakukan oleh
user, ada 3 model yang dapat dipilih, yaitu gratis,
berdasarkan waktu pemakaian atau berdasarkan
banyaknya pemakaian [5]. Akses gratis bertujuan
menjadikan Wi-Fi sebagai daya tarik agar konsumen
datang ke suatu tempat dan melakukan aktifitas di
tempat tersebut. Pendapatan diperoleh dari layanan
utama yang diberikan oleh tempat tersebut. Pada model
pembayaran berdasarkan waktu pemakaian, konsumen
membayar dari lamanya berada di lokasi atau lamanya
berlangganan. Pada model pembayaran berdasarkan
banyaknya pemakaian, pengguna akan membayar
banyaknya waktu akses Internet yang digunakannya.
6. AUDIT PEMANFAATAN Wi-Fi
Untuk dapat mengevaluasi kinerja setiap jaringan
informasi membutuhkan proses audit. Terutama dari
segi keamanannya. Begitu pula dengan Wi-Fi.
Pada langkah awal, perlu didapatkan seluruh data yng
berhubungan dengan organisasi, infrastruktur jaringan,
inventaris sistem operasi dan aplikasi yang berpengaruh
pada klasifikasi data, spesifikasi dan kebutuhan dari alat
pengenkripsi, pengujian resiko terhadap kebutuhan
autentikasi dan kemanan data, proses akuisisi software
infrastruktur, serta sejarah perawatan dari setiap alat
keamanan yang dipakai saat ini [6].
Pada langkah audit mendetail perlu dilakukan
identifikasi tanggung jawab keamanan dan penentuan
level kemanan yang dipakai, serta peninjauan ulang
kebutuhan data untuk keamanan pada lingkungan
wireless secara spesifik. Jika enkripsi digunakan, tinjau
ulang dan sesuaikan dengan tuntutan regulasi enkripsi
yang ada. Selanjutnya, tentukan lingkungan
elektronisnya, kenali bahaya potensial dari interferensi,
kemacetan, dan halangan dari sinyal-sinyal wireless,
tentukan level dari resiko yang ada, tinjau ulang proses
pengambilan keputusan penggunaan enkripsi atau tool
lain yang digunakan sebagai solusi keamanan serta
bandingkan juga kompatibilitasnya dengan teknologi
yang ada saat ini [6].
Pada manajemen enkripsi tentukan kapan akses pada
key (kunci) cocok untuk dilakukan, proses dimana key
akan dibagikan, dijaga, atau dibatalkan, proses
pembuatan key, waktu kadaluarsa kunci dan proses
penggantiannya [6].
Kontrol internal harus mendefinisikan dengan jelas
komponen audit sebelumnya, tujuan bisnis yang sesuai
dengan keamanan jaringan wireless organisasi, model
arsitektur sesuai dengan tingkat keamanan yang
diinginkan, karakteristik dari informasi, ukuran resiko,
hardware dan software, dan rencana yang cukup [6].
Pada sisi perencanaan harus diperiksa adanya keamanan
IT yang menjadi penentu dalam merekomendasikan
tool keamanan, prosedur detail untuk manajemen kunci
enkripsi, dan pemastian tool enkripsi yang ada dapat
bekerja dengan infrastruktur yang ada. Secara
mendetail, enkripsi harus dapat memenuhi seluruh
kebutuhan, telah digunakan oleh seluruh sistem yang
membutuhkannya, sesuai dengan regulasi yang berlaku,
serta telah memiliki kontrol yang cukup atas kunci
enkripsi yang digunakan [6].
7. PENINGKATAN AREA CAKUPAN Wi-Fi
Agar dapat digunakan sebagai tulang punggung
informasi yang memadai, cakupan Wi-Fi haruslah luas.
Salah satu cara adalah dengan menggunakan alat-alat
tambahan selain perangkat dasar Wi-Fi, seperti
menggunakan repeater, extender dan antena [7]. Cara
lainnya adalah dengan menggunakan Wi-Fi yang
digabungkan dengan teknologi lainnya seperti ad hoc
network, mesh network [1] dan VSAT.
Teknologi ad hoc network misalnya, dapat
menghubungkan antar AP sehingga dapat tercipta suatu
jaringan wireless yang luas. Dengan ad hoc network,
komputer pengguna juga dapat digunakan sebagai
repeater sehingga komputer dari seorang pengguna
dapat mengakses AP melalui komputer milik orang
lain. Pada daerah dimana infrastruktur kabelnya masih
sangat minim atau kurang memadai, Wi-Fi dapat
digabungkan dengan satelit untuk dapat memberikan
koneksi broadband. Sebuah VSAT dapat digunakan
secara bersama-sama untuk daerah cakupan yang luas,
misalnya untuk sebuah desa, dengan cara
menghubungkan sejumlah AP ke VSAT tersebut [8].
8. Wi-Fi SEBAGAI SARANA INFRASTRUKTUR
INFORMASI, KOMUNIKASI DAN PENDIDIKAN
DI INDONESIA
Untuk menjadikan Wi-Fi sebagai media e-prosperity,
penempatan AP Wi-Fi sebaiknya dilakukan di pusat
aktifitas masyarakat atau infrastuktur umum sehingga
koneksi Internet dapat dilakukan di dalam dan di luar
ruangan. Biaya penggunaannya haruslah murah
sehingga manfaat ICT benar-benar dapat dirasakan oleh
masyarakat. Penyebarannya dapat dimulai dengan
memberikan akses gratis untuk situs-situs pemerintah
dimana informasi yang dibutuhkan masyarakat dapat
diperoleh dengan mudah. Namun jika ingin mengakses
ke luar maka dapat diberlakukan sistem pembayaran
sesuai waktu yang digunakan untuk mengakses ke luar
tersebut.
Hal utama yang harus diperhatikan dalam pemilihan
suatu teknologi agar dapat diadopsi secara luas oleh
masyarakat adalah harganya yang murah serta
instalasinya yang mudah. Pembangunan jaringan Wi-Fi
untuk masyarakat tidak membutuhkan biaya yang
banyak, sehingga teknologi ini cocok digunakan untuk
community development. Pertama, Wi-Fi tidak
membutuhkan biaya awal untuk lisensi frekuensi.
Kedua, pembuatan AP dapat dilakukan sendiri,
misalnya dengan menggunakan antena Wi-Fi dari
kaleng [9], jadi tidak perlu membeli perangkat Wi-Fi
pabrikan yang harganya pasti lebih mahal. Ketiga,
jaringan Wi-Fi mudah untuk di-set up sendiri. Saat ini
bahkan sudah ada free ware yang dapat digunakan
untuk membangun jaringan Wi-Fi seperti yang
diberikan oleh CUWiN [10].
Pemilihan sebuah teknologi untuk digunakan sebagai
infrastruktur pendidikan, harus mempertimbangkan hal-
hal yang berbeda dibanding dengan penerapan untuk
penggunaan komersial. Beberapa karakteristik harus
dimiliki sebuah teknologi yang akan diterapkan pada
jaringan untuk pendidikan adalah kecepatan transmisi
yang tinggi dan handal, harus memenuhi kebutuhan
transmisi multimedia, sehingga banyak aplikasi
pendidikan dapat dilayani, merupakan teknologi tingkat
tinggi menyangkut kegunaannya dan fitur tambahan
yang mungkin diberikan, serta memiliki biaya
implementasi awal yang murah. Wi-Fi memenuhi
syarat-syarat tersebut. Untuk dunia pendidikan, dengan
adanya Wi-Fi di sekolah, kegiatan belajar mengajar
menjadi dipermudah. Misalnya dengan mobile lab [11].
Sejumlah laptop dengan Wi-Fi enabled dapat dibawa ke
kelas ketika dibutuhkan, jadi bukan siswa yang pergi ke
lab. Hal ini akan mengoptimalkan waktu yang
digunakan untuk proses pembelajaran, karena waktu
untuk pindah ruangan kelas dapat dibuang. Dengan Wi-
Fi, proses pembelajaran dapat berlangsung menarik dan
up to date dengan menggunakan Internet. Dan dengan
laptop ber-Wi-Fi, tidak ada lagi kabel yang menggangu.
9. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa Wi-Fi dapat digunakan
sebagai infrastruktur informasi, komunikasi dan
pendidikan di Indonesia dengan memperhatikan sistem
keamanan, QoS, peningkatan cakupannya serta
dilakukan audit sistem dengan baik. Dari segi bisnis,
Wi-Fi dapat dijadikan lahan bisnis yang
menguntungkan tergantung dari pemilihan model bisnis
yang sesuai. Diharapkan, pemanfaatan teknologi ini
dapat menuju e-prosperity bagi seluruh masayarakat
Indonesia.
10. REFERENSI
[1] Ohrtman, Roeder, “The Wi-Fi Handbook”,
McGraw-Hill Professional, 2003.
[2] Fleishman, “WiMax Hype, 802.11 Reality”,
http://www.wifinetnews.com/archives/004479.html, 23
November 2004.
[3] O.W. Purbo, ”Kekalahan 3G, Kemenangan WiFi di
Kawasan Eropa”, Kompas, 30 Mei 2005.
[4] Karygiannis, Owens, “Draft Wireless Networks
Security, 802.11, BluetoothTM
and Handheld Devices“,
http://www.securitymanagement.com/library/
Nist_tech1102.pdf
[5] http://www.ebizzasia.com/0214/2004/focus,0214,
03.html , 14 Februari 2004
[6] “Network Security Analysis and Implementation“,
http://www.cse-cst.gc.ca/documents/publications/gov-
pubs/itsg/mg1.pdf.
[7] http://www.macintouch.com/readerreports/wireless
networking/topic3204.html
[8] O.W. Purbo, “Tulang Punggung IP Pita Lebar
memakai Satelit di Indonesia
dengan Beaya Rendah”, http://satjournal.tcom.ohiou.
edu/issue 8/pers_onno1indo.html
[9] O.W. Purbo, ”Perjuangan Membangun Infrastruktur
Telekomunikasi Rakyat“, http://free.vlsm.org/v10/
onno-ind-2/physical/berjuang-membangun-
infrastruktur-telekomunikasi-rakyat-5-2002.rtf.
[10] Fleishman, “CUWiN Goes Public with Open-
Source Mesh System“, http://www.wifinetnews.com/
archives/004766.html, 1 Februari 2005
[11] J. Davies, M. Carbonaro, et al., “Implementing a
Mobile Lab in a Faculty of Education”,
http://thejournal.com/articles/16483