Upload
noer-faizah
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Sejak jaman dahulu masyarakat Indonesia sudah mengenal dan menggunakan tumbuhan
berkhasiat obat sebagai salah satu upaya penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapi.
Hal ini telah dilakukan jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modern
menyentuh masyarakat. Pengetahuan tentang tumbuhan obat merupakan warisan budaya
bangsa secara turun temurun (Muhlisah, 2002). Pencarian obat baru dapat dimulai dari isolasi
dan identifikasi kandungan utama dari bahan alam.
Manggis (mangosteen) dengan nama latin Garcinia mangostana ini berasal dari Asia
Tenggara. Pohon manggis hanya bisa tumbuh di hutan dan dataran tinggi tertentu yang
beriklim tropis seperti di Indonesia, Filipina, Malaysia, Vietnam, Myanmar dan Thailand
serta di Hawai dan Australia Utara. Manggis juga dikenal sebagai tanaman budidaya dan
merupakan salah satu tanaman buah tropika yang pertumbuhannya paling lambat, tetapi
umurnya juga paling panjang. Membutuhkan 10-15 tahun untuk mulai berbuah dan tingginya
mencapai 10-25 meter.
Ratusan tahun lalu penduduk Indonesia sudah menggunakan air rebusan kulit manggis
sebagai ramuan untuk mengobati luka, demam, diare, sariawan, sembelit serta penyakit-
penyakit lainnya. Konon kabarnya tahun 1800-an Ratu Victoria dari Inggris sampai
menawarkan hadiah uang yang sangat banyak kepada orang yang dapat membawakannya
buah manggis, yang dianggap sebagai buah dalam dongeng. Mungkin karena itu Manggis
kemudian populer dengan julukan ‘ratu buah’ (the queen of fruit).
Kulit buah manggis (G. mangostana L.) telah digunakan dalam obat tradisional untuk
mengatasi gangguan pernafasan (Wahyuono et. al., 1999). Selain itu, secara tradisional kulit
buah manggis selain sebagai obat diare juga digunakan sebagai obat sariawan dengan cara
kulit buah ditambah air dan direbus kemudian digunakan sebagai obat kumur
(Sastroamidjoyo, 2001). Senyawa golongan xanthone adalah metabolit sekunder yang
terdapat dalam manggis yang dapat diisolasi dari buah, kulit batang, daun, dan kulit buah
manggis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa xanthone memiliki aktivitas antioksidan,
antiinflamasi, antialergi, antibakteri, antifungi, antitumor, dan antivirus (Pedraza, et al., 2008;
Suksamrarn, et al., 2006).
Kandungan kimia kulit buah manggis telah diteliti aktifitasnya terhadap bakteri
Staphilococcus aureus, S. albus, dan Micrococcus lutus (Priya et.al., 2010). Berdasarkan
hasil telaah kandungan kimia dan aktifitas antimikroba kulit buah manggis, pelarut etil asetat
yang digunakan sebagai pelarut pengekstraksi lebih banyak mengambil kandungan kimia dari
kulit buah manggis daripada menggunakan pelarut n-heksana pada penelitian pendahuluan.
Pada penelitian, dalam ekstrak n-heksana kulit buah manggis didapatkan isolat FH1,
sedangkan dari ekstrak etil asetat kulit buah manggis diperoleh isolate FB1, FCA2, dan FE2.
Isolat FH1 adalah mangostin, isolat FB1 13-mangostin, isolate FCA2 mangostin, FD2 7-
mangostin, dan isolat FE2 diduga γ-mangostin. Semua isolat tersebut aktif terhadap bakteri
uji Shigella flexneri, Salmonella typhi, dan Eschericia coli (Tambunan, 2005).
Adanya sifat antiinflamasi dari mangostin yang merupakan kandungan aktif kulit buah
manggis dan derivat xanthone diharapkan dapat digunakan sebagai bahan aktif obat kumur
antiseptik yang dapat membunuh kuman S. mutans.
Manggis memliki Struktur Molekul seperti terlihat disamping ini. Manggis memliki
komponen yang disebut Xanthone, Xanthone ialah suatu bahan kimia aktif dengan struktur
yang terdiri 3 cincin dan ini yang menjadikannya manggis sangat stabil ketika berada dalam
badan. Struktur ini menjadikannya sangat stabil dalam keadaan panas atau dingin. ketiga
cincin inilah yang membuat Manggis memliki spesifik memiliki sifat anti oksidan, yaitu
menghambat proses oksidasi atau proses penuaan tubuh/ sel tubuh serta akan melindungi sel
dan mengurangi kerusakan pada sel akibat radikal bebas. Xanthones merupakan komponen
yang paling bermanfaat pada kulit manggis. Sudah banyak klaim mengenai kedahsyatan
xanthones yang dipublikasikan di artikel maupun jurnal. Hal ini karena xanthones memiliki
aktivitas sebagai antikanker, antibakteri, dan antiinflamasi. Selain itu, xanthones juga
berpotensi untuk memelihara kesehatan sistem imun serta mendukung kesehatan mental,
keseimbangan mikrobiologi, dan meningkatkan kelenturan sendi.
Xanthones adalah senyawa keton siklik polipenol ( C13H18O2). Hampir semua molekul
turunan xanthones mempunyai gugus penol, sehingga xanthones sering juga disebut
polipenol.
Xanthones biasanya terdapat dalam tumbuhan berbunga dan tumbuhan keluarga manggis-
manggisan. Xanthones memiliki 200 jenis zat turunan dan 40 di antaranya langsung ada
dalam kulit manggis. Xanthones dalam buah manggis terdapat di bagian kulit manggis dan
sedikit dalam kulit biji.
Antioksidan yang unik dan kadarnya tinggi pada KBM adalah senyawa xanthone yaitu
senyawa organik dengan rumus molekul dasar C13H8O2 hasil metabolit sekunder pada buah
manggis. Turunan senyawa xanthone yang sudah diidentifikasi sebanyak 14 jenis dengan
senyawa ?-mangostin merupakan senyawa yang paling banyak pada KBM.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa senyawa xanthone memiliki sifat sebagai
antidiabetes, antikanker, antiperadangan, hepatoprotective, meningkatkan kekebalan tubuh,
aromatase inhibitor, antibakteri, antifungal, antiplasmodial dan aktivitas sitotoksik. Dari
semuanya, ? mangostin merupakan turunan xanthone yang paling banyak terdapat pada buah
manggis dan memiliki kemampuan untuk menekan pembentukan senyawa karsinogen pada
kolon.
Sejumlah penelitian yang dilakukan oleh para ahli, baik ahli kesehatan maupun teknologi
pangan, menyimpulkan bahwa kulit buah manggis mengandung suatu senyawa alami yang
amat besar perannya sebagai zat anti-inflamasi. Dan zat itu bernama xanthone. Tapi, apa itu
yang dimaksud dengan zat anti-inflamasi? Yang dimaksud dengan zat anti-inflamasi adalah
semua zat yang dapat mencegah terjadinya peradangan dalam tubuh yang disebabkan oleh sel
kanker atau sel tumor. Oleh karena itu, di bidang farmasi, buah manggis telah digunakan
sebagai obat. Dan ini sesuai dengan hasil penelitian sejumlah pakar luar negeri seperti
Kanchanapoom tahun 1998, Martin tahun 1980, serta Nakasone dan Paul tahun 1998.
Selanjutnya, tahun 2002, Nakatani dari Departemen Farmasi Universitas Tohoku, Jepang,
melaporkan hasil penelitiannya pada sel tikus, bahwa 5 microgram gamma-mangostin
mampu menghentikan inflamasi alias peradangan dengan cara menghambat produksi enzym
cyclooxygenase -2 penyebab inflamasi. Bahkan, senyawa ini mempunyai efek anti-inflamasi
yang lebih baik daripada obat anti-inflamsi yang dijual di pasaran. Tahun 2003, Matsumo
dari Institut Internasional Bioteknologi Gifu, Jepang, melaporkan bahwa 10 mikron/ ml
alpha–mangostin yang diisolasi dari kulit buah manggis mampu menghambat sel leukimia
HL60 pada manusia. Dan untuk diketahui, senyawa-senyawa tersebut adalah turunan
xanthone yang diperoleh dari kulit manggis.
Kulit manggis mengandung antioksidan 17.000-20.000 orac per 100 ounce. Padahal, bahan
lain berkadar antioksidan tinggi, seperti wortel dan jeruk, hanya 300 dan 2.400. Orac adalah
singkatan dari oxygen radical absorbance capasity, yakni kemampuan antioksidan
menetralkan radikal bebas penyebab penyakit. Karena itu, xanthone mampu menjadi
pelindung sel pada proses oksidasi, penuaan, atau perusakan oleh radikal bebas. Sifat
antioksidannya melebihi vitamin E dan vitamin C. Itulah sebabnya xanthone dapat berperan
sebagai antilelah, anti-inflamasi, antiaging, antiparkinson, antialergi, antialzheimer, dan
membantu tubuh menurunkan gula darah, menururnkan kolesterol, menurunkan tekanan
darah, melindungi jantung, mencegah kebutaan, serta mencegah infeksi oleh bakteri, virus,
dan jamur. Pada tahun 2002 ditemukan fakta bahwa xanthone efektif menghambat kanker
hati, kanker lambung, dan kanker paru. Seorang peneliti Thailand, 2004, menemukan,
pericarp kulit buah manggis efektif melawan kanker payudara. Dan khasiatnya jauh lebih
efektif daripada obat.