Upload
dlwnsghek7
View
18
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
MANUSIA DAN LINGKUNGAN
Citation preview
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia hidup pasti mempunyai hubungan dengan lingkungan hidupnya,
lebih dari itu, manusia telah berusaha pula mengubah lingkungan hidupnya demi
kebutuhan dan kesejahteraan. Lingkungan hidup tidak bisa di pisahkan dari
ekosistem atau sistem ekologi. Ekosistem adalah satuan kehidupan yang terdiri
atas suatu komunitas makhluk hidup (dari berbagai jenis) dengan berbagai benda
mati membentuk suatu system. Lingkungan hidup pada dasarnya adalah suatu
sistem kehidupan dimana terdapat campur tangan manusia terhadap tatanan
ekosistem. Manusia adalah bagian dari ekosistem..
Lingkungan dapat pula berbentuk lingkungan fisik dan nonfisik.
Lingkungan alam dan buatan adalah lingkungan fisik. Sedangkan lingkungan
nonfisik adalah lingkungan sosial budaya dimana manusia itu berada. Lingkungan
amat penting bagi kehidupan manusia. Segala yang ada pada lingkungan dapat
dimanfaatkan oleh manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, karna
lingkungan memiliki daya dukung, yaitu kemampuan lingkungan untuk
mendukung perkehidupan manusia dan makhuk hidup lainya arti penting
lingkungan bagi manusia karena lingkungan merupakan tempat hidup manusia,
Lingkungan memberi sumber-sumber penghidupan manusia, Lingkungan
memengaruhi sifat, karakter, dan perilaku manusia yang mendiaminya.
Menurut undang-undang No. 23 tentang pengelolaan lingkungan hidup,
lingkungan hidup adalah sistem kehidupan yang merupakan kesatuan ruang
dengan segenap pengada, baik pengada ragawi abiotik atau benda (materi) ,
maupaun pengada insani, abiotik atau mahluk hidup termasuk manusia dengan
perilakunya, keadaan (tatanan alma baca kosmologi), daya (peluang tatanan dan
harapan) yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kejateraan
manusia serta kesejahteraan mahluk hidup lainnya. Oleh karena itu, dalam
makalah ini akan dibahas tentang “Hubungan antara Manusia dan Lingkungannya.
1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah manusia dan lingkungan adalah:
1. Apa hakekat lingkungan sosial dan alam bagi manusia?
2. Apa hubungan ekologi dan manusia?
3. Bagaimana pandangan manusia terhadap lingkungan?
4. Bagaimana keseimbangan pemanfaatan dengan pemeliharaan?
5. Bagaimana pembangunan dan lingkungan?
6. Bagaimana terjadinya transmigrasi?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah manusia dan lingkungan adalah:
1. Mengetahui hakekat lingkungan sosial dan alam bagi manusia.
2. Mengetahui hubungan ekologi dan manusia
3. Mengetahui pandangan manusia terhadap lingkungan
4. Mengetahui keseimbangan pemanfaatan dengan pemeliharaan
5. Mengetahui pembangunan dan lingkungan
6. Mengetahui terjadinya transmigrasi
2
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Lingkungan Sosial Dan Alam Bagi Manusia
Manusia bersama tumbuhan, hewan dan jasad renik menempati suatu
ruang tertentu. Dalam ruang itu terdapat juga benda tak hidup, seperti udara,
tanah, dan batu. Ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan
benda hidup dan tak hidup didalamnya disebut lingkungan hidup makhluk
tersebut.
Sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor. Pertama,
jenis dan jumlah unsur lingkungan hidup tersebut. Kedua, hubungan atau interaksi
antara unsur dalam lingkungan hidup itu. Misalnya dalam ruangan terdapat
delapan kursi, empat meja, dan empat pot tanaman bunga. Ketiga, kelakuan atau
kondisi unsur lingkungan hidup, misalnya suatu kota yang penduduknya aktif dan
bekerja keras merupakan lingkungan hidup yang berbeda dari kota yang serupa
tetapi penduduknya santai dan malas. Keempat, faktor non materiil suhu, cahaya,
dan kebisingan. Lingkungan yang panas, silau dan bising. Sangatlah berbeda
dengan lingkungan yang sejuk, cahaya cukup, tapi tidak silau dan tenang.
1. Lingkungan alam adalah kondisi alamiah baik biotik ( tumbuhan, hewan ),
maupun lingkungan abiotik (tanah, air, mineral, udara) belum dipengaruhi
oleh tangan manusia, dan tidak berpengaruh terhadap kehidupan manusia.
2. Lingkungan sosial yaitu suatu keadaan yang memungkinkan terjadinya
hubungan interaksi individu dengan individu, individu dengan kelompok,
maupun kelompok dengan kelompok.
3. Lingkungan budaya adalah segala kondisi, baik yang berupa materi
maupun nonmateri, yang dihasilkan oleh manusia melalui aktivitas,
kreatifitas, dan penciptaan yang berpengaruh terhadap lingkungan alam.
Lingkungan budaya yang berupa materi meliputi bangunan, peralatan,
senjata, pakaian, dan lain-lain. Sedangkan yang nonmateri berupa tata
nilai, norma, pranata, peraturan, hukum, sistem politik, sistem ekonomi,
dan sistem pemerintahan.
3
2.2 Ekologi dan Manusia
Kata ‘eko’ dalam ekologi berasal dari bahasa Yunani Oikos, yang berarti
rumah tempat tinggal : tempat tinggal semua manusia, hewan, tumbuhan, air,
tanah, udara, dan matahari. Ekologi mempelajari hubungan antara manusia dan
lingkungan hidup; mengkaitkan ilmu kemanusiaan dan ilmu alam-bersifat
interdisipliner. Kesadaran ekologi hendak melihat kenyataan dunia ini secara
integral holistik, bahwa dunia yang satu itu ternyata mengandung banyak
keanekaragaman. Ia sekaligus merupakan reaksi kritis atas pandangan terhadap
dunia yang dualistis, dikotomis. Usaha pelestarian lingkungan dimengerti sebagai
kesediaan manusia mengakui keterbatasannya, bahwa ia tidak pernah dapat
memahami sepenuhnya kerja dunia dan semua unsurnya. Maka ia mau
bekerjasama dengan alam lingkungan untuk mengarahkan hidup ini secara
bersama-sama kepada kesejahteraan seluruh anggota komunitas dunia ini.itu
berarti mengakui dan menghargai hak hidup setiap makhluk sebagai subyek yang
mandiri dan bermartabat dalam dunia yang kongret integral.
2.3 Pandangan Manusia Terhadap Lingkungan
1. Hubungan Manusia dengan Lingkungan, dan Sumber Daya Alam
Manusia tergantung pada lingkungan dalam aktivitas seharian-hari, salah
satunya sumber daya alam. Sumber daya alam yang ada sangat berpengaruh pada
kehidupan manusia. Sumber daya alam dapat dimanfaatkan oleh manusia, untuk
kebutuhan sandang, papan, dan pangan. Dalam pengelolaan sumber daya alam
dibutuhkan tenaga yang handal dan bertanggungjawab. Sehingga, sumber daya
alam tidak dieksploitasi berlebihan, dan cepat habis. Jika sumber daya alam
dikelola secara berlebihan juga berpengaruh bagi kerusakan alam sekitar,
misalnya terjadi global warming. Kemudian pemanfaatan sumber daya alam
tidak dapat dirasakan oleh umat manusia hingga generasi berikutnya.
4
2. Keseimbangan pemanfaatan dengan pemeliharaan
Penerapan teknologi bagi peningkatan kesejahteraan umat manusia selain
secara jelas berdampak positif juga membawa dampak negative. Penerapannya
merupakan tekanan terhadap lingkungan. Eksploitasi hutan, sungai, laut, dan
lainnya yang diluar daya kemampuan lingkungan yang bersangkutan, merupakan
tekanan yang megubah keseimbangan sehingga menimbulkan masalah
lingkungan.
Demikian juga lingkungan sosial budaya, prestasi yang gemilang manusia
dalam IPTEK telah merubah pola piker, pola hidup dan perilaku yang berbudaya
menuju budaya baru yang didasari oleh hawa nafsunya sehingga terjadi
pergeseran nilai ditengah masyarakat.
1. Peranan manusia secara ekologis dalam lingkungan :
- Manusia sebagai mahkluk yang dominant secara ekologi
- Manusia sebagai makhluk pembuat alat
- Manusia sebagai makhluk preampok
- Manusia sebagai makhluk penyebab evolusi
- Manusia sebagai makhluk pengotor
2. Lingkungan yang ideal bagi manusia
Setiap makhluk hidup ingin agar tempat hidupnya memberikan rasa
nyaman, aman dan menyenangkan untuk kelangsungan hidup individu dan
makhluk sejenisnya. Suatu ekosistem mempunyai stabilitas lingkungan tertentu.
Semakin besar keanekaragaman ekosistem, makin besar pula stabilitasnya.
Hutan hujan tropis yang terdiri dari banyak tumbuhan dan binatang
walaupun tanpa perawatan tetap akan dapat melangsungkan hidupnya. Sebaliknya
lading atau sawah yang hanya terdiri dari satu jenis tumbuhan saja akan memiliki
stabilitas yang kecil.
2.4 Pembangunan dan Lingkungan
Sebagian belahan bumi yang sangat luas telah berubah menjadi medan
peperangan dahsyat. Jutaan spesies sedang dimusnahkan di planet kecil ini.
Sementara orang-orang miskin dicerabut dari tempat asalnya dan dipindahkan
5
secara paksa. Lebih dari itu, lebih dari satu setengah juta orang disisihkan demi
kelancaran proyek-proyek pembangunan yang didanai oleh Bank Dunia. Bahkan,
di atas kertas telah ada beberapa rencana proyek semacam itu yang mungkin akan
menggusur orang-orang miskin, setidak-tidaknya satu setengah juta manusia lagi
(gambaran yang mengerikan itu didapat dari catatan kemiskinan Bank Dunia
dalam kaitannya dengan masalah pemukiman kembali orang-orang yang terkena
proyek pembangunan). Di India, pembangunan yang disponsori Bank Dunia telah
menggusur lebih dari 20 juta orang dari tanah dan tempat tinggal mereka.
Penggusuran itu sering tanpa disertai kompensasi. Dan jika dirunut sejak masa
kemerdekaan pada tahun 1947, orang-orang yang tergusur telah mencapai 2,5
persen dari jumlah penduduk India saat ini (1993). Demikianlah, kaum tergusur
yang memainkan tokoh "penentang" semakin banyak bermunculan dalam drama
yang berpanggungkan bumi, sementara Bank Dunia tetap menjadi aktor utama
yang memainkan tokoh "protagonis" tentunya.
Pada awal tahun 1990-an, perusakan hutan telah menjadikan hutan-hutan
itu tinggal separuhnya saja bila dibandingkan dengan kondisi hutan pada tahun
1980-an (antara tahun 1978 dan 1988 telah terjadi penggundulan. Setiap tahun,
lahan hutan seluas 22.000 meter persegi digunduli. Luas itu sama dengan luas
wilayah Massachusetts). Meski demikian, perusakan hutan itu belum merupakan
tragedi sosial dan lingkungan dalam dimensi global. (Penggundulan itu masih
sangat mungkin terjadi lagi. Seorang ilmuwan pemerintah Brasil Philip M.
Fearnside mengatakan, "Penggundulan itu untuk membayar krisis ekonomi Brasil.
Sepanjang tahun 1980-an dan awal tahun 1990-an penggundulan terjadi
sangat intens di dua wilayah hutan utama, yaitu di sebelah barat laut Brasil
(Rondonia di utara Mato Grosso) dan wilayah hutan di sebelah tenggara hutan
Amazon, yaitu di negara bagian Para. Namun, bukan kebetulan bahwa hampir
semua aktivitas perusakan hutan di wilayah-wilayah tersebut berkaitan erat
dengan dana proyek raksasa yang didanai Bank Dunia, yaitu proyek pembangunan
infrastruktur Polonoroeste dan Carajas. Proyek Polonoroeste berupa pembangunan
jalan dan pengembangan permukiman untuk pekerja perkebunan, sedangkan
proyek Carajas adalah pembangunan jaringan transportasi kereta api dan
6
pembangunan daerah pertambangan. Kedua proyek itu benar-benar telah menjadi
pemicu malapetaka kemanusiaan dan ekologis yang masih saja berlanjut, bahkan
setelah pinjaman bertahap Bank Dunia selesai diberikan.
Proyek Polonoroeste telah mengubah Rondonia -- wilayah yang luasnya
kira-kira sama dengan luas Oregon atau Inggris -- menjadi wilayah dengan
kerusakan hutan terluas di Amazon. Sejak beroperasinya Proyek Polonoroeste,
kerusakan hutan terus meningkat, yaitu dari 1,7 persen pada tahun 1978 menjadi
16,1 persen pada tahun 1991.6 Pada pertengahan tahun 1980-an, kebakaran hutan
Rondonia menjadi fokus utama riset NASA. Sedemikian luas kebakaran hutan itu,
yang disebabkan ulah manusia, sehingga areal yang rusak dapat dilihat dari
angkasa luar.
2.5 Transmigrasi
Proyek pemindahan penduduk sebagai bagian dari proyek pertanian yang
dibiayai Bank Dunia tidak hanya terjadi di Brasil. Antara tahun 1976 dan 1986,
Bank Dunia mengucurkan pinjaman 630 juta dolar AS) untuk menopang proyek
pemindahan penduduk yang paling ambisius di dunia: transmigrasi di Indonesia.
Tujuannya sederhana, yaitu memindahkan jutaan orang miskin dari daerah
berpenduduk padat -- Jawa, Lombok, Bali, dan Madura (yang selanjutnya disebut
"daerah asal") ke pulau-pulau seperti Kalimantan, Irian Jaya, dan Sumatra
(selanjutnya dipakai istilah "daerah tujuan"). Di daerah tujuan terdapat 10 persen
hutan hujan dunia. Selain itu, di daerah-daerah tersebut juga berdiam berbagai
suku asli non-Jawa.
Program transmigrasi di Indonesia mempunyai banyak kesamaan dengan
proyek Polonoroeste. Pada mulanya, proyek pemindahan penduduk itu
(diharapkan) dilakukan secara sukarela. Mereka yang bersedia pindah -- paling
tidak dalam proyek berikutnya -- menerima bantuan fasilitas pertanian dan
pelayanan-pelayanan lain, terutama untuk menanam tanaman perkebunan seperti
cokelat, kopi, dan minyak kelapa sawit untuk diekspor. Pinjaman Bank Dunia
sebesar 630 juta dolar AS itu ternyata merupakan "pancingan" bagi donor lainnya,
7
baik dari pemerintah negara lain maupun lembaga keuangan internasional.
Pemerintah Jerman, Belanda, Amerika Serikat, Asian Development Bank (ADB),
UNDP, dan Food and Agriculture Organization (FAO) pun turut memberikan
bantuan. Sepanjang tahun 1983, tambahan bantuan dana itu mencapai 743 juta
dolar AS. Dana itu digunakan untuk pengembangan proyek perkebunan inti rakyat
(nucleus astate project), yang merupakan bagian dari program pemindahan
penduduk ke hutan tropis di Indonesia.
Menurut Bank Dunia, transmigrasi di Indonesia bertujuan untuk mengatasi
ledakan penduduk dan pengangguran di Jawa dan pulau-pulau padat lainnya.
Transmigrasi juga menjadi alasan untuk memacu pembangunan ekonomi di
daerah tujuan. Dan memang, Pulau Jawa yang luasnya sama dengan luas wilayah
negara bagian New York telah menjadi salah satu tempat terpadat di bumi karena
dihuni sekitar 105 juta jiwa (1993).
Di Indonesia, 90 persen tanahnya telah dihuni oleh penduduk non-Jawa.
Kondisi populasi yang demikian, bagi pemerintahan Soeharto dianggap tidak bisa
diandalkan. Oleh karena itu dibuatlah program transmigrasi. Namun program itu
mendapat reaksi keras di daerah-daerah tujuan. Di Irian Jaya, banyak suku asli
telah bergerilya selama lebih dari 20 tahun, sebagai bentuk penolakan mereka
terhadap kebijakan aneksasi Indonesia sejak tahun 1969 di wilayah mereka.
Sebagai bentuk penolakan lainnnya, suku-suku asli tetap menyebut wilayahnya
dengan nama Papua Barat, sementara pemerintah Indonesia menggunakan nama
Irian Jaya. Transmigrasi di Indonesia, salah satu sistem "pengamanan" negara
yang dilakukan pemerintah Indonesia, telah menjadi proyek perang bintang
Jenderal Soeharto.
Program transmigrasi di Indonesia telah mewariskan kerusakan
lingkungan. Bahkan, dokumen Bank Dunia pun menyatakan, sejak awal
keterlibatan mereka pada akhir tahun 1970-an, program tersebut telah
mengorbankan 15.000 sampai 20.000 kilometer persegi hutan tropis. Pada
kenyataannya, paling tidak 40.000 sampai 50.000 kilometer persegi hutan tropis
yang menjadi korban (4 persen dari hutan di Indonesia dan 3 persen dari hutan
tropis yang tersisa di dunia).
8
Menurut laporan Bank Dunia, tahun 1986, 50 persen keluarga transmigran
hidup di bawah garis kemiskinan. Diperkirakan, pada tahun itu pendapatan
mereka 540 dolar AS per tahun, sementara 20 persen transmigran lainnya berada
di bawah garis subsisten (sangat miskin). Fakta itu jelas mengherankan, karena
sebenarnya biaya rata-rata untuk merelokasi sebuah keluarga transmigran dapat
menjamin kehidupan keluarga tersebut di atas garis kemiskinan selama paling
tidak 13 tahun. Pada akhir tahun 1980-an, survei yang dilakukan oleh pemerintah
Prancis menyatakan bahwa 80 persen dari daerah transmigrasi di Indonesia gagal
memperbaiki standar kehidupan transmigran.
Kondisi paling buruk terjadi di Irian Jaya. Bantuan yang kelima dari Bank
Dunia telah dimanfaatkan untuk memindahkan sekitar 15.000 keluarga atau lebih
dari 75.000 orang ke Pulau Cendrawasih. Dalam program transmigrasi itu,
pemerintah Indonesia berharap dapat merekrut "transmigran yang mendapat
sponsor" yang sama jumlahnya dengan "transmigran swakarsa". Dan sampai
tahun 1990, lebih dari 300.000 orang Jawa telah pindah ke Irian Jaya. Irian Jaya
sebenarnya merupakan cagar alam terluas di dunia, tempat keanekaragaman
hayati berkembang biak dengan bebas. Seluas 417.000 kilometer persegi
wilayahnya merupakan tanah basah dan hutan hujan. Irian Jaya berpendukuk 1,2
juta jiwa yang menggunakan 224 bahasa, dan 800.000 penduduknya merupakan
suku Melanisia.
2.6 Revolusi Hijau
Dampak revolusi hijau menurut Vandana shiva “ revolusi hijau telah
menyebabkan berkurangnya keanekaragaman genetika, meningkatnya kerawanan
terhadap hama, terjadinya erosi tanah, kekurangan sumber air, menurunnya
kesuburan tanah, terkontaminasinya lapisan tanah, kurangnya makanan bergizi
bagi penduduk setempat, penggusuran secara besar-besaran petani gurem dari
lahan pertanian, terjadinya kemiskinan di daerah pedesaan, meningkatkan
kecemburuan sosial dan konflik. Yang mendapatkan keuntungan dari revolusi
hijau ini adalah industri agrokimia, perusahaan-perusahaan petrokimia, pembuat
9
mesin-mesin pertanian, pembuat bendungan dan para tuan tanah” (Ecology for
beginners, Croall and Williams)
Khususnya di Indonesia kebijakan pangan pada fase produksi meminta
perluasan lahan pertanian. Korban pertama adalah hutan yang dialihfungsikan
menjadi lahan pertanian, bahkan rawa-rawa. Akibatnya jelas kerusakan ekosistem
disertai punahnya ribuan spesies endemik di wilayah tersebut.
Selain itu fakta menunjukkan FAO melarang penggunaan 57 jenis
pestisida karena membahayakan kesehatan. Namun, ternyata sebagian besar
pestisida tersebut beredar di Indonesia dan digunakan oleh petani. Beberapa
pestisida berbasis klorin atau organoklorin seperti DDT, dioxin, aldrin, dieldrin,
endrin, chlordane, heptachlor, mirex, hexachlorobenzen, toxaphene, furans adalah
pestisida atau polutan yang dapat menyebabkan penyakit kanker. Zat-zat kimia
tersebut juga mempengaruhi sistem metabolisme, kekebalan tubuh, dan
mempengaruhi fungsi otak manusia.
Menurut laporan UNDP tahun 1998, sebanyak 2,7 juta orang setiap tahun
meninggal akibat pencemaran lingkungan lewat polusi udara karena emisi-emisi
industri, gas buang kendaraan bermotor dan bahan bakar fosil yang dibakar di
rumah-rumah. Karenanya, manusia menderita kerusakan pernafasan, penyakit
jantung dan paru-paru serta kanker. Sebanyak 2,2 juta manusia yang meninggal
berada di pedesaan terkena polusi udara di ruangan karena pembakaran bahan
baker tradisional. Laporan UNDP ini semakin mengerikan lagi manakala
ditemukan sebanyak 2 juta anak pertahun meninggal akibat air kotor.
Aliran-aliran beracun seperti dioksin, pestisida, organoklorin, minyak,
asam, alkali, dan logam-logam berat seperti cadmium dan timbale dari pabrik,
pertambangan dan pabrik kimia telah mengkontaminasi saluran air utama di
seluruh bagian dunia. Eksploitasi alam dan degradasi sumber daya alam sangat
memprihatinkan. Sebagai contoh, kebakaran dan penebangan hutan besar-besaran
di Indonesia di tahun-tahun silam telah mengakibatkan degradasi tanah, sehingga
menempatkan berjuta-juta rakyat miskin dalam resiko kelaparan.
Beberapa puluh tahun silam, masyarakat agraris di tepi Bengawan Solo
mulai Jawa Tengah hingga Jawa Timur mengenal musim Pladu (ikan mabuk
10
akrena air keruh akibat hujan) sebagai andalan menutupi kebutuhan gizi keluarga
sekaligus rezeki. Panen alami ikan ramai-ramai itu merupakan kearifan tradisional
yang kini tidak dikenal lagi. Berkah pladu tidak lagi mereka nikmati karena sungi
berubah fungsi menjadi saluran limbah ribuan industri. Ladang tepi bengawan
yang mengharap kesuburan Lumpur kiriman tidak lagi produktif dan ikut
menghitam mengeluatkan bau limbah.
Situasi di luar Jawa juga tidak jauh berbeda. Sungi tidak lagi menghasilkan
ikan, hutan tidak lagi menjadi penopang hidup karena telah menjadi padang
ilalang. Pohon terus ditebang, baik secara legal maupun illegal. Sebagian tanah
dikeruk secara sewenang-wenang untuk diambil hasil tambangnya, dan tidak
direklamasi, karena itu bencana terjadi dimana-mana.
Data Forest Watch Indonesia (2001) menyatakan bahwa dalam 50 tahun
terakhir, Indonesia telah kehilangan hutan seluas 60 juta hektar. Pada tahun 1985-
1997, laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,4 juta hektar pertahun. Muhtadi
(2003) menyatakan bahwa di Jawa, tingkat kerusakan kawasan hutan yang
dikelola oleh PT Perhutani, sampai tahun 2001 sudah mencapai 350.000 hektar.
Diperkirakan tingkat kerusakan hutan di Jawa akan meningkat hingga
500.000 hektar pada tahun 2002. Kerusakan ini tidak hanya terbatas pada kawasan
hutan produksi, tetapi juga hutan lindung dan hutan alam. Sabarnudin (2001)
menyatakan pula bahwa eksploitasi berlebih (over exploitation), pembalakan tak
leggal (illegal logging) dan merebaknya perambahan kawasan melengkapi proses
destrukturisasi hutan di Indonesia. Keadaan ini makin diperparah pula oleh adanya
tabrakan kebijakan-kebijakan perekonomian, sosial dan politik menyangkut
sumberdaya hutan hasil rumusan berbagai pihak berdasarkan kebutuhan masing-
masing, yang pada akhirnya memicu adanya persoalan kemiskinan dan ketidak
adilan yang dirasakan oleh masyarakat desa hutan.
Forest Watch Indonesia juga memprediksikan hutan hujan dataran rendah
Kalimantan akan hilang tahun 2010. hutan-hutan lain di Sulawesi dan Sumatera
diyakini akan lebih dulu hilang. Sisa-sisa hutan pegunungan dan hutan rawa-rawa
di pulau-pulau akan lenyap tidak terlalu lama. Hanya Irian Jaya diperkirakan
masih memiliki hutan tersisa. Setelah sungai menjadi saluran limbah, dan hutan
11
hanya tinggal nama, baru disadari terjadi kesenjangan dan ketidakadilan. Picu
konflik horisontal pun tersulut diam-diam di hampir seluruh wilayah Indonesia
yang kaya sumber daya alam.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia bertindak sosial dengan cara memanfaatkan alam dan lingkungan
untuk menyempurnakan serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya demi
kelangsungan hidup sejenisnya. Manusia mempunyai pengaruh penting dalam
kelangsungan ekosistem habitat manusia itu sendiri, tindakan-tindakan yang
diambil atau kebijakan-kebijakan tentang hubungan dengan lingkungan akan
berpengaruh bagi lingkungan dan manusia itu sendiri. Kemampuan kita untuk
menyadari hal tersebut akan menentukan bagaimana hubungan kita sebagai
manusia dan lingkungan kita. Hal ini memerlukan pembiasaan diri yang dapat
membuat kita menyadari hubungan manusia dengan lingkungan.
3.2 Saran
Manusia perlu mengambil kebijakan-kebijakan terhadap lingkungan
sebagai usaha untuk memperoleh efisiensi pemanfaatan sumber alam dan
lingkungan. Kita sebagai manusia wajib menyadari bahwa kita saling terkait
dengan lingkungan yang mengitari kita. Kemampuan kita untuk menyadari hal
tersebut akan menentukan bagaimana hubungan kita sebagai manusia dan
lingkungan kita. Hal ini memerlukan pembiasaan diri yang dapat membuat kita
menyadari hubungan manusia dengan lingkungan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Aiulfah.2011.Manusia dan Lingkungan ISBD.[Serial online].http://makalah
ISBD/ilmu sosial budaya dasar.htm. [4 September 2015].
Drs.Sujarwo.2011. Ilmu Sosial & Budaya Dasar.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Moh. Soerjani, dkk. 1987. Lingkungan : Sumber Daya Alam dan Kependudukan
dalam Pembangunan. Jakarta : UI Press.
Setiadi, M.Si. dkk. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana
Prenada Media.
Siutompul.1993.Manusia dan Budaya.Jakarta: Gunung Mulia
13