14
PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS TIPE II TIDAK TERKONTROL PADA WANITA USIA 35 TAHUN DENGAN RIWAYAT KELUARGA MENDERITA DIABETES MELITUS MANUSKRIP KASUS PEMBINAAN KELUARGA OLEH: Meta Sakina, S.Ked (1018011076) Pembimbing : dr. TA. Larasati, M.Kes KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN

Manuskrip Meta

Embed Size (px)

DESCRIPTION

manuskrip ikakom

Citation preview

LATAR BELAKANGDiabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (ADA 2013; Perkeni, 2011). Secara klinis terdapat dua tipe DM, yaitu DM Tipe 1 (DMT1) yang disebabkan oleh kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun dan DM Tipe 2 (DMT2) yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan dalam resistensi insulin (Smeltzer, 2008). Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) tahun 2011, terdapat 329 juta orang di dunia menderita DMT2 dengan kematian mencapai 4,6 juta orang. Indonesia, pada tahun 2011, menduduki peringkat kesepuluh dunia dengan jumlah penderita DMT2 sebanyak 6,6 juta orang dan pada tahun 2030 diproyeksikan menempati posisi kesembilan dengan perkiraan sebanyak 10,6 juta orang (IDF, 2011). Survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita Diabetes Melitus (DM) terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 2025 terdapat 12,4 juta pengidap diabetes. Sedangkan dari data Departemen Kesehatan, jumlah pasien diabetes rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin (Shahab, 2006).Diabetes melitus tipe 2 adalah bentuk paling umum dari diabetes. Diabetes merupakan masalah suatu penyakit yang menyebabkan glukosa darah meningkat lebih tinggi dari normal (ADA, 2013). Salah satu pengobatan medikamentosa pada diabetes adalah dengan obat antidiabetik baik tunggal maupun kombinasi. Penggunaan obat yang kurang tepat akan menimbulkan efek samping. Salah satu efek samping yang sering terjadi adalah hipoglikemik (Buchanan, 2003). Diabetes merupakan penyakit metabolic yang dapat menimbulkan banyak komplikasi. Salah satunya adalah kaki diabetik. Kaki diabetic atau kelainan kaki adalah sumber utama morbiditas dan sering menyebabkan rawat inap untuk penderita diabetes.Ulserasi, infeksi, gangren, dan amputasi yang signifikan komplikasi penyakit, diperkirakan menelan biaya miliaran dolar setiap tahun (Robert G, et al. 2006).

Gejala DM yang bervariasi yang dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun, gejala tersebut berlangsung lama tanpa memperhatikan diet, olah raga, pengobatan sampai orang tersebut memeriksakan kadar gula darahnya (Slamet, 2006). DM jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, jantung, ginjal, pembuluh darah kaki, syaraf dan lain-lain (David J, et al. 2011). TUJUAN PENULISANPenerapan pelayanan dokter keluarga yang berbasis EBM pada wanita lansia dengan Diabetes Melitus (DM) Tipe II tidak terkontrol dengan aktivitas ringan, identifikasi faktor resiko dan klinis serta penatalaksanaan berdasarkan patient centered dan family approach.

ILUSTRASI KASUSNy. EJ, 35 tahun, seorang guru TK yang telah dinyatakan terkena penyakit kencing manis selama 1 (satu) tahun datang ke Puskesmas Kedaton pada tanggal 25 Maret 2015 dengan keluhan badan terasa lemas sejak 4 hari terakhir. Badan pasien terasa sangat tidak bertenaga walau makan sudah banyak. Pasien mengaku cepat sekali merasa lapar dan pola makan 3-4 kali sehari. Sejak 4 (empat) bulan yang lalu, kedua kaki dan ujung jari-jari tangan pasien mulai sering terasa kesemutan dan pasien mengabaikannya.

Pasien mengatakan pernah mendapatkan luka pada gusi yang sulit sembuh. Dokter gigi yang merawat pasien menyarankan untuk mengecek gula darah dan ternyata hasilnya tinggi. Dengan perawatan yang baik, luka tersebut sudah membaik.Dalam keluarga, diketahui ibu pasien menderita penyakit kencing manis disertai gangguan paru dan berencana melakukan terapi insulin dalam waktu dekat, adik laki-laki pasien juga menderita manis. 6 dari 8 orang saudara kandung ibu pasien diketahui menderita kencing manis dan 3 diantaranya telah meninggal akibat kencing manis disertai komplikasi pada paru-paru. Selain itu, tidak ada yang menderita penyakit kencing manis.Selama ini pasien mengaku mengkomsumsi obat metformin 3x500mg dan glibenklamd 1x5mg secara teratur yang diberikan oleh dokter. Namun meskipun obat dikonsumsi teratur setiap harinya, pasien mengaku kadang tidak melanjutkan obatnya bila obat habis dan tidak pernah mengecek gula darahnya. Hal ini dikarenakan pasien kadang merasa sehat dan tidak ada yang mengingatkannya mengenai penyakitnya. Pasien mengaku jauh dari suami, ibu korban sakit-sakitan, hanya ada satu anaknya yang belum mengerti terhadap penyakitnya,pasien terbiasa mengurus keperluannya seorang diri. Meskipun demikian, pasien mengaku hubungannya dengan anggota keluarga cukup baik.Selama ini pasien mengaku sudah berusaha mengatur pola makannya. Pasien sudah berusaha mengurangi makanan berupa nasi atau bahan makanan yang berasal dari umbi-umbian. Pasien juga sudah mengkonsumsi gula khusus untuk pederita kencing manis. Pasien mengatakan ketika ia merasakan badannya lemas, pasien langsung meminum secangkir teh manis. Pasien juga jarang berolahraga, begitu juga dengan anggota keluarga yang lain. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan tidak ada anggota keluarga yang merokok. Pasien memiliki akses ke balai pengobatan cukup dekat, yang biasanya 15 menit ditempuh dengan motor pribadi pasien.Saat ini pasien tinggal di bangunan TK tempat pasien bekerja bersama ibunya, adik dan anaknya. Pendapatan dalam keluarga berasal dari pasien dan adiknya yang bekerja sebagai guru. Penghasilan yang didapatkan cukup untuk malangsungkan hidup sehari-hari.Data Okupasi dan Tempat Kerja

Pasien sehari-hari bekerja sebagai guru TK dan memiliki pekerjaan sambilan sebagai guru ngaji dan guru les SMP-SMA panggilan. Pasien bekerja mulai pukul 08.00-18.00 WIB setiap hari senin sampai dengan sabtu. Pagi hari pukul 08.00 pasien mengajar di TK, siang pukul 12.00 pasien mengajar les dan sore pukul 16.00 pasien mengajar ngaji. Suami pasien bekerja sebagai karyawan di Batam dan pulang hanya saat hari raya dan liburan panjang. Pasien dalam mengerjakan pekerjaan rumah dibantu oleh adiknya yang berusia 20 tahun seperti mencuci dan membersihkan rumah, Hari minggu pasien tidak menerima panggilan mengajar karena hari libur pasien beristirahat, jika tidak ada panggilan untuk mengajar les setelah menyelesaikan pekerjaan rumahnya pasien mengasuh ibunya yang berusia 58 tahun yang sedang sakit kencing manis disertai TB. Dilakukan intervensi terhadap faktor eksternal dan internal, dengan melakukan sebanyak 3x kunjungan rumah. Intervensi meliputi konseling terhadap pasien dan keluarganya.Metode

Studi ini adalah Case Report. Data primer diperoleh melalui anamnesis (autoanamnesis dan alloanamnesis), pemeriksaan fisik dan tes laboratorium di puskesmas. Kunjungan rumah, melengkapi data keluarga, data okupasi dan psikososial serta lingkungan. Penilaian berdasarkan diagnosis holistik dari awal, proses dan akhir studi secara kuantitatif dan kualitatif.

HASILData KlinisPemeriksaan Fisik :Keluhan badan terasa lemas dan sering kesemutan pada ujung kaki. Kekhawatiran keluhan terus berlanjut dan tidak bisa sembuh. Harapan bisa terlepas dari obat dan hidup normal seperti biasanya.

Penampilan normal, tampak sakit sedang. Berat badan 68 kg, tinggi badan 155 cm., IMT 28,33 (normal). Tekanan darah 110/80mmHg, nadi 80x/menit, frekwensi napas 18x/menit, suhu 37,00C. Mata, telinga, hidung dan mulut dalam batas normal. Tenggorokan, leher, abdomen, paru, dan jantung, KGB dalam batas normal. Ekstremitas superior dekstra et sinistra dalam batas normal. Ekstremitas inferior dekstra tertera dalam batas normal.Pemeriksaan Khusus :

Pemeriksaan neuropati sensorik : sensibilitas raba (kapas/monofilament) (-)/(-).

Pemeriksaan penunjang : Gula dasar sewaktu pada saat pasien datang ke klinik adalah 521 mg/dlData KeluargaBentuk keluarga : Extended Family

Genogram :

Gambar 1. Genogram Ny.EJHubungan Antar Keluarga

Gambar 2. Family Mapping Ny.EFamily Apgar ScoreAdaptation: 2

Partnership: 1

Growth

: 2

Affection: 2

Resolve

: 1

Total Family Apgar score 8 (nilai 8-10, fungsi keluarga sehat)

Data Lingkungan Rumah

Tinggal dengan ibu, satu anak, adik. Tinggal di dalam satu rumah yang berukuran 6m x 8m tidak bertingkat, memiliki 1 kamar tidur, seluruh anggota keluarga tidur dalam satu kamar. Lantai keramik, dinding tembok dan penerangan dan ventilasi cukup. Rumah terlihat bersih, Penataan barang di dalam rumah kurang teratur dan berantakan di lantai. Rumah sudah menggunakan listrik, Mereka tinggal di daerah lingkungan yang jarak antara rumah cukup berdekatan.

Sumber air minum dari PAM, limbah dialirkan ke got, memiliki satu kamar mandi dan satu jamban yang sangat dekat dengan dapur. Bentuk jamban jongkok.. Lantai kamar mandi licin dan tidak terdapat pegangan.

Diagnostik Holistik Awal

Aspek 1. Aspek personal : Keluhan badan terasa lemas dan sering kesemutan pada ujung kaki. Kekhawatiran kadar gula tinggi membuat keluhan terus berlanjut hingga mengganggu aktivitas. Harapan kadar gula terkontrol, bisa terlepas dari obat dan hidup normal seperti biasanya. Persepsi pasien penyakit ini tidak akan bisa disembuhkan.Aspek 2. Diagnosis klinis awal:

Diabetes Melitus dengan neuropati perifer (Non-insulin-dependent diabetes mellitus with neurological complications) (ICD X: E114)Family History of Diabetes Melitus (ICD X: Z833)Aspek 3. Aspek resiko internal: kegemukan, gender : perempuan, pengetahuan pasien mengenai DM masih kurang, sering minum obat tidak teratur, riwayat keluarga menderita deiabetes mellitus.Aspek 4. Aspek resiko eksternal: dukungan anggota keluarga kurang, Skala fungsional : derajat 2 yaitu mampu melakukan perawatan diri, tapi tidak dapat melakukan pekerjaan beratINTERVENSI

Nonfarmakologi :1. Konseling kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit DM, komplikasi serta rencana tatalaksananya2. Pemberian kuesioner WHOQOL-BREF (World Health Organization Quality Of Life-bref) untuk menilai kualitas hidup sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi.3. Konseling dan motivasi pasien untuk minum obat dan control teratur untuk memeriksa GDP dan GD2PP tiap bulan.4. Memotivasi untuk control HbA1c dan profil lipid setiap 6 (enam) bulan secara gratis di Puskesmas.5. Edukasi konseling untuk melakukan pemeriksaan penunjang lain untuk deteksi dini faktor risiko dan komplikasi (misal : urinalisa, ureum, kreatinin, EKG, rontgen thorax)6. Memotivasi pasien dan keluarga untuk konseling di bagian gizi puskesmas mengenai makanan apa saja yang diperbolehkan, harus dibatasi dan dihindari.

7. Konseling dan motivaasi mengenai perlunya dukungan dari semua anggota keluarga terhadap perbaikan penyakit pasien8. Meminta anggota keluarga untuk melakukan pengawasan terhadap makanan pasien, dan aturan minum obat pasien9. Konseling kepada keluarga pasien (ibunya) mengenai DM disertai TB dan rencana tatalaksananya

10. Memotivasi ibu pasien untuk minum obat paket secara teratur dan tetap mengkontrol kesehatannya ke puskesmas

11. Konseling kepada keluarga pasien (anak dan adiknya) untuk menjaga pola makannya karena memiliki keturunan DM.

12. Konseling kepada seluruh anggota keluarga pasien untuk rajin berolahraga minimal sekali dalam seminggu13. Konseling kepada keluarga untuk melakukan tindakan pencegahan penyakit14. Konseling kepada anggota keluarga mengenai faktor risiko yang ada pada mereka dan pentingnya melakukan deteksi dini antara lain pemeriksaan gula darah15. Memotivasi pasien dan ibu pasien untuk mengikuti program puskesmas terkait penyakit tidak menular kronis (polanis) di puskesmas.Farmakologi : Metformin 3x500mg. Glibenklamid 1x2,5 mg. Vitamin B complex.

Diagnostik Holistik Akhir Studi

Bentuk keluarga : Extended FamilyAspek 1. Aspek personal : Keluhan badan terasa lemas, namun rasa kesemutan pada kaki sudah menghilang. Kekhawatiran pasien terhadap penyakitnya sudah berkurang dengan meyakini perbaikan pada pola hiduonya. Harapan penyakit yang dideritanya dapat disembuhkan. Persepsi pasien penyakit ini dapat dikontrol dengan baik dan teratur.Aspek 2. Diagnosis klinis akhir: Diabetes Melitus tipe II (Non-Insulin dependent diabetes mellitus) (ICD-X E11)Family History of Diabetes Melitus (ICD X: Z833)

Aspek 3. Aspek resiko internal : termotivasi untuk berolahraga dan mencapai BB ideal, pengetahuan pasien mengenai DM sudah cukup baik, minum obat secara teratur dan semakin termotivasi untuk rutin mengontrol kadar gula darah,mengetahui komplikasi DM. Aspek 4. Aspek resiko eksternal : dukungan anggota keluarga optimalSkala fungsional : derajat fungsional 1 yaitu mampu melakukan aktivitas seperti sebelum sakit (tidak ada kesulitan)PEMBAHASANMasalah kesehatan pada pasien ini dapat dikaji menurut mandala of health. Dari segi perilaku masih jarang meminum obat secara teratur dan memiliki pengetahuan yang kurang tentang penyakit-penyakit yang ia derita. Lingkungan psikososial ekonomi pasien, serumah dengan ibu yang juga sedang sakit diabetes melitus dengan komplikasi, anak dan adik sebagai pelaku rawat tunggal. Lingkungan fisik dan cukup bersih. Human biology, memiliki riwayat diabetes mellitus dalam keluarganya. Life style, IMT pasien tergolong kegemukan, meskipun begitu pola makan sudah memiliki perbaikan sejak kunjungan awal sampai kunjungan terakhir, tetapi perilaku olahraga ringan tiap harinya belum maksimal dijalani. Keadaan rumah kurang ideal, sangat sempit, dan kurang rapi. Pada dasarnya, penyakit diabetes mellitus secara keseluruhan disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu defisiensi insulin, keluaran glukosa yang berlebihan, atau masalah resistensi insulin (penurunan pengambilan gula oleh sel). Oleh karena beragamnya faktor kausa serta komplikasi dari DM itu, maka diperlukan manajemen terapi yang baik dan komprehensif bagi setiap kasus DM (Buchanan, 2003).Pasien ini dilakukan evaluasi terhadap perubahan kualitas hidup pada saat sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi. Instrumen yang digunakan yaitu WHO-BREF (World Health Organization Quality Of Life-bref). WHOQOL-BREF terdiri dari 24 item yang dibagi dalam 4 domain yaitu kesehatan fisik (domain 1), kondisi psikologi (domain 2), hubungan sosial (domain 3) dan kondisi lingkungan (domain 4). Item yang dinilai dari kondisi fisik meliputi: i) rasa nyeri, ii) perasaan tidak nyaman, iii) energi untuk kehidupan

sehari-hari, iv) kelelahan, v) mobilitas, vi) aktivitas sehari-hari dan v) kondisi kerja. Hal-hal yang dinilai dari kondisi psikologi meliputi: i) perasaan positif, ii) perasaan negatif, iii) kepuasan diri, iv) kemampuan berpikir dan konsentrasi, v) penampilan diri, dan vi) merasa diri berarti. Item yang dinilai dari hubungan sosial meliputi: i) hubungan dengan orang lain, ii) kehidupan seksual dan iii) dukungan sosial. Item yang dinilai dari kondisi lingkungan meliputi: i) sumber keuangan, ii) ketersediaan informasi, iii) rekreasi dan aktivitas

menyenangkan, iv) lingkungan sekitar rumah, v) akses pelayanan kesehatan dan sosial, vi) perasaan aman, vii) lingkungan fisik dan viii) transportasi. Selain keempat domain tersebut di atas terdapat dua hal yang dinilai tersendiri yaitu kualitas hidup secara umum dan kualitas kesehatan secara umum. Domain tidak dihitung bila 20% pertanyaan tidak terjawab (WHO, 1997; WHOQOL, 2004).Pasien dibacakan pertanyaan kemudian dilakukan scoring berdasarkan keempat domain. Pertanyaan disesuaikan dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien. Pada akhir kunjungan ternyata didapatkan peningkatan kualitas hidup pada pasien. Hal ini terlihat dari peningkatan skor yang diperoleh. Pada awal kunjungan, pasien hanya mendapatkan skor 69 poin dari total 4 domain, sedangkan pada akhir kunjungan, pasien mendapatkan skor 82 dari total 4 domain tersebut. Dengan demikian, berarti terdapat peningkatan kualitas hidup pada pasien dibandingkan sebelum dilakukannya intervensi. Berikut ini perbandingan skor WHOQOL-BREF yang didapatkan. Tabel 1. Perbandingan kualitas hidup Ny. DS berdasarkan WHOQOL-BREF sebelum dan sesudah dilakukan intervensi

NODOMAINSKOR AWALSKOR AKHIR

1Kesehatan fisik2022

2Kesejahteraan psikologis1819

3Hubungan social811

4Hubungan dengan lingkungan2330

JUMLAH6982

Berbagai perubahan yang terjadi pada aspek fisik, psikologis, sosial dan lingkungan akan mempengaruhi kualitas hidup penderita DMT2 (Public Health Agency of Canada, 2011). Kualitas hidup merupakan indikator kesehatan yang penting bagi penderita penyakit kronis seperti DMT2 (Healthplus, 2011). Kualitas hidup yang dimaksud merupakan suatu keadaan sejahtera yang dirasakan oleh penderita DMT2 dan bentuk respon emosional terhadap kepuasan hidup. Kualitas hidup ini merupakan muara akhir dari seluruh intervensi kesehatan pada penderita DMT2 (Borrot & Bush, 2008).Pengelolaan DMT2 yang dilakukan saat ini berfokus pada empat hal, yaitu pendidikan, pengaturan diet, olahraga dan pengobatan (Perkeni, 2011). Pengelolaan DMT2 tersebut hanya bergerak pada kesehatan fisik, yaitu mencegah dekompensasi metabolik akut penderita saja, sementara aspek psikologis dan sosial belum terjangkau. Aspek sosial pada penderita DMT2 sangat penting diperhatikan karena pada kenyataannya DMT2 merupakan penyakit kronis yang mempunyai muatan psikologis, sosial dan perilaku yang besar. Salah satu aspek sosial tersebut adalah dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan bentuk interaksi antar individu yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis melalui terpenuhinya kebutuhan akan afeksi serta keamanan. Dukungan sosial dapat berperan meningkatkan kualitas hidup pada penderita DMT2 dengan meregulasi proses psikologis dan memfasilitasi perubahan perilaku (Hasanat, 2010)Terapi medikamentosa pada pasien diabetes dapat berupa regimen insulin, obat hipoglikemik oral (OHO) monoterapi, kombinasi OHO, atau kombinasi antara insulin dan OHO. Pada pasien ini sebelumnya mendapat monoterapi OHO berupa metformin. Dengan alasan pasien memiliki gula darah yang sulit terkontrol, maka terapi pada pasien berupa kombinasi metformin yaitu metformin 3x500mg dan glibnklamid 1x5mg. Perlu diperhatikan efek hipoglikemik berat yang timbul pada saat penggunaan glibenklamid. Oleh sebab itu, penggunaan glibenklamid dilakukan bersama suapan makanan pertama atau setelah makan (Perkeni, 2011).

Kepatuhan minum obat dan waktu minum obat yang sesuai sangat membantu dalam perbaikan penyakit. Pada kasus ini, pasien sering minum obat tidak sesuai jadawal. Hal ini karena pelaku rawat hanya berupa pelaku rawat tunggal dari anggota keluarga. Oleh karena itu dilakukan intervensi terhadap keluarga dalam menjadi pelaku rawat pada pasien ini. Pada kasus ini setelah dilakukan intervensi, terbentuk peningkatan pengetahuan terhadap pasien yang bertanggung jawab atas pengawasan terhadap makanan pasien, obat pasien dan perawatan pasin.

Diabetes melitus tipe 2 memiliki hubungan kuat dengan riwayat penyakit keluarga dibandingkan dengan DM tipe 1, meskipun juga tergantung pada faktor lingkungan. Gaya hidup juga mempengaruhi perkembangan diabetes tipe 2. Obesitas cenderung diturunkan dalam keluarga, dan keluarga cenderung memiliki pola makan dan kebiasaan olahraga yang sama (ADA, 2013).Jika seseorang memiliki riwayat keluarga diabetes melitus tipe 2, mungkin sulit untuk mengetahui apakah diabetes tersebut adalah karena faktor gaya hidup atau kerentanan genetik. Kemungkinan besar itu adalah karena keduanya. Studi menunjukkan bahwa adalah mungkin untuk menunda atau mencegah diabetes melitus tipe 2 dengan berolahraga dan menurunkan berat badan (ADA, 2013).Secara umum, jika seseorang memiliki diabetes tipe 2, risiko diabetes yang didapatkan anak dari orang tersebut adalah 1 : 7 orang, jika orang tuanya didiagnosis sebelum usia 50 tahun. Risiko diabetes pada anak menjadi 1 : 13, jika orang tuanya didiagnosis setelah usia 50 tahun. Beberapa ilmuwan percaya bahwa risiko anak lebih besar ketika orang tua dengan diabetes melitus tipe 2 adalah ibu. Jika seseorang dan pasangannya memiliki diabetes tipe 2, risiko anak mereka adalah sekitar 1 dalam 2 (ADA, 2013).

Pada kasus ini pasien pertama kali didiagnosis terkena penyakit diabetes melitus tipe 2 pada saat berusia lebih dari 50 tahun, kemudian ibu pasien juga telah meninggal dengan penyakit DM yang dimilikinya. Hal ini berarti bahwa anak-anak pasien memiliki peluang untuk menderita diabetes melitus dikemudian hari sekitar 1 : 13 atau bisa lebih tinggi lagi. Oleh karena itu dilakukan intervensi pada keluarga pasien berupa health promotion : melakukan pola hidup sehat (pola makan sehat dan olahraga yang teratur), specific protection : membatasi makanan yang bersumber dari gula ataupun karbohidrat tinggi serta early diagnosis : melakukan skrining DM dengan menganjurkan pemeriksaan gula darah sewaktu di tempat pelayanan kesehatan.

Kesimpulan 1. Didapatkan aspek resiko internal: Usia 64 tahun, gender : perempuan, lansia, pengetahuan pasien mengenai DM masih kurang, sering minum obat tidak sesuai jadwal, pasien beraktivitas ringan dan hanya tinggal di rumah, dan keturunan DM. Aspek resiko eksternal: Tidak ada pelaku rawat, dukungan anggota keluarga kurang, terkadang pasien ingin merasakan diperhatikan oleh anak anak pasien.

2. Pada pasien ini didapatkan peningkatan kualitas hidup pada saat setelah dilakukannya intervensi berdasarkan skala WHOQOL-BREF3. Peran keluarga amat penting dalam perawatan dan pengobatan anggota keluarga yang sakit.4. Keluarga mempengaruhi timbulnya suatu penyakit dan sembuhnya suatu penyakit.5. Dalam melakukan intervensi terhadap pasien tidak hanya memandang dalam hal klinis tetapi juga terhadap psikososialnya, oleh karnanya diperlukan pemeriksaan dan penanganan yang holistik, komperhensif dan berkesinambungan.

SaranBagi pasien :

1. Tetap melakukan intervensi yang telah diberikan.2. Melakukan skrining pemeriksaan penunjang seperti EKG, fungsi ginjal, profil lipid danBagi keluarga :

1. Tetap memberikan dukungan dan menjadi pelaku rawat untuk pasien

2. Tetap melakukan intervensi yang telah diberikan.

3. Rutin dilakukan family conference minimal 1x pertemuan tiap bulannya.Bagi klinik :

1. Tidak hanya fokus pada keluhan pasien, tetapi mencari faktor resiko internal dan eksternal.

2. Dapat melanjutkan pembinaan keluarga untuk kasus ini.DAFTAR PUSTAKAAmerican Diabetes Association. 2013. Diabetes type 2, (online). Available from http://www.diabetes.org/diabetes-basics/?loc=GlobalNavDB, on 14 Maret 2014.

Borrott, N. & Bush, R. 2008. Measuring Quality Of Life Among Those With Type 2 Diabetes In Primary Care, (online), Available from: http://www.uq.edu.au/health/healthycomm/docs/QoL.pdf, on 29 Maret 2014.

Buchanan, TA. 2003. Pancreatic beta-cell loss and preservation in type 2 diabetes. Clin Ther 2003;25(suppl B):B32-B46.

David J, et al. 2011. Incidence of diabetic foot ulcer and lower extremity amputation among Medicare beneficiaries, 2006 to 2008. Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK65149/ on 20 Maret 2013

Fonseca, et al. 2011. An analysis of early insulin glargine added to metformin with or withoutsulfonylurea: impact on glycaemic control andhypoglycaemia. Department of Endocrinology, Tulane University Medical Center, New Orleans, LA 70112, USA. Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21481127 on 25 July 2013

Hasanat, N. UI., 2010. Program Psikoedukasi Bagi Pasien Diabetes Untuk Meningkatkan Kualitas Hidup, (online), Available from: http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/2733_MU.11110020.pdf, on 29 Maret 2014.

Healthplus. 2011. Diabetes, (online), Available from: http://www.healthplus24.com/Diseases_and_Conditions1/Diabetes.aspx, on 15 Maret 2014.

International Diabetes Federation. 2011. Diabetes Atlas: Impact On The Individual, (online). Available from: http://da3.diabetesatlas.org/index68fc.html, on 18 Maret 2014

Mueller MJ, et al. 2008. Plantar stresses on the neuropathic foot during barefoot walking. Program in Physical Therapy and Department of Radiology, Washington University School of Medicine, Campus Box 8502, 4444 Forest Park Blvd, St. Louis, MO 63108, USA.Available from www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18801862 on 25 July 2013National Diabetes Education Program. 2012. Take Care of Your Feet for a Lifetime. A booklet for people with diabetes. National Diabetes Education Program1-888-693-NDEP (1-888-693-6337). Available from www.YourDiabetesInfo.org on 25 July 2013Perkeni. 2011. Pengelolaan Diabetes Melitus, (online), Available from : http://perkeni.net/old/pengelolaan-diabetes.html, on 20 Maret 2014).

Public Health Agency of Canada. 2011. Diabetes in Canada: Facts and figures From A Public Health Perspective, (Online), Available from : http://www.phac-aspc.gc.ca/cd-mc/publications/diabetes-diabete/facts-figures-faits-chiffres-2011/chap4-eng.php, on 12 Maret 2014.

Robert G, et al. 2006. Diabetic Foot Disorders: A Clinical Practice Guideline. A Journal of Foot and Ankle Surgery. An official publication of the American College of Foot and Ankle SurgeonsShahab, Alwi. 2006. Diagnosis dan Penatalaksanaan DM. FK Unsri PalembangSlamet, Suyono. 2006. Diabetes Melitus di Indonesia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta

Smeltzer. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume I Edisi VIII. Jakarta : EGC.

WHOQOL-BREF. 2004. The World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL) Bref. Indonesian version. Available from : http://www.who.int/substance_abuse/research_tools/en/indonesian_whoqol.pdf

World Health Organization, 2007. WHOQOL, measuring quality of life. Programme on mental health. Division on mental health and prevention of substance abuse. Geneva: World Health Organization.PENATALAKSAAN PASIEN WANITA 35 TAHUN DENGAN DIABETES MELITUS TIPE II TIDAK TERKONTROL DENGAN RIWAYAT KELUARGA MENDERITA DIABETES MELITUS

Meta Sakina

1018011076

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Abstrak

Latar Belakang : Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) tahun 2011, terdapat 329 juta orang di dunia menderita DMT2 dengan kematian mencapai 4,6 juta orang. Indonesia, pada tahun 2011, menduduki peringkat kesepuluh dunia dengan jumlah penderita DMT2 sebanyak 6,6 juta orang dan pada tahun 2030 diproyeksikan menempati posisi kesembilan dengan perkiraan sebanyak 10,6 juta orang. DM jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, jantung, ginjal, pembuluh darah kaki, syaraf dan lain-lain

Tujuan : Penerapan pelayanan dokter keluarga yang berbasis EBM pada wanita dengan Diabetes Melitus (DM) Tipe II tidak terkontrol dengan berat badan berlebih dan riwayat diabetes melitus di keluarga, identifikasi faktor resiko dan klinis serta penatalaksanaan berdasarkan patient centered dan family approach.

Metode : Studi adalah Case Report. Data primer diperoleh melalui anamnesis (autoanamnesis dan alloanamnesis), pemeriksaan fisik dan tes laboratorium di klinik. Kunjungan rumah, melengkapi data keluarga dan psikososial serta lingkungan. Penilaian berdasarkan diagnosis holistik dari awal, proses dan akhir studi secara kuantitatif dan kualitatif.

Hasil: Didapatkan faktor internal berupa gender : perempuan, berat badan berlebih, pengetahuan pasien mengenai DM masih kurang, sering minum obat tidak sesuai jadwal, riwayat keluarga menderita diabetes melitus, Faktor eksternal: Tidak ada pelaku rawat, dukungan anggota keluarga kurang,

Kesimpulan: Peningkatan kualitas hidup pada saat setelah dilakukannya intervensi berdasarkan skala WHOQOL-BREF. Peran keluarga amat penting dalam perawatan dan pengobatan anggota keluarga yang sakit. Keluarga mempengaruhi timbulnya suatu penyakit dan sembuhnya suatu penyakit. Dalam melakukan intervensi terhadap pasien tidak hanya memandang dalam hal klinis tetapi juga terhadap psikososialnya, oleh karnanya diperlukan pemeriksaan dan penanganan yang holistik, komperhensif dan berkesinambungan

Kata kunci: Diabetes Melitus, Pelayanan Kedokteran Keluarga.

PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS TIPE II TIDAK TERKONTROL PADA WANITA USIA 35 TAHUN DENGAN RIWAYAT KELUARGA MENDERITA DIABETES MELITUS

MANUSKRIP KASUS PEMBINAAN KELUARGA

OLEH:

Meta Sakina, S.Ked (1018011076)

Pembimbing :

dr. TA. Larasati, M.Kes

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2015

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

DIVISI KEDOKTERAN KELUARGA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

10 MARET 6 April 2014

TETRAPARESIS WITH EMBOLISM HISTORY IN GERIATRI POST HOSPITAL TREATMENT

BY

MAYANG CENDIKIA SELEKTA

0818011029

ABSTRACT

Background: Tetraparesis with embolism history in geriatri post hospital treatment aggravated by psychological problem is a clinical and social problem that is very complex. Because it the role from care giver and the active role from the family is very helpful not only clinically but also solve psychosocial problems.

Goals: Identification of factors internal and external to the Geriatric tetraparesis with a history of embolism after hospital treatment and completion of the existing problems perfectly.

Method : descriptive study with primary data taken from anamnesis, physical examination, home visit was done to evaluate the family and to complete the data. The data was analized quantitatively and qualitatively.

Results: Obtained the internal and external data, High blood pressure is not controlled, the use of behavioral health services is bad and the house was dirty and disorganized.

Summary : The Clinical and psychosocial problems are complex, can not be resolved within 3 weeks. Necessary interaction of the community to improve the quality of life, in this case must help each other. Where providerss are not only solve a clinical problem but also the psychosocial issues surrounding the environment with the help of community life with the exposure of family problems and concerns about jobs are internal factors.

Key words: Tetraparesis, Geriatrics, Family medicine services

DIABETES MELITUS TYPE 2 UNCONTROLLED MANAGEMENT ON 35 YEARS OLD WOMAN WITH FAMILY HISTORY OF DIABETES MELITUS

META SAKINA

1018011076

ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus (DM) is a group of metabolic diseases with characteristic hyperglycemia that occurs due to abnormal insulin secretion, insulin action or both. Based on data from the International Diabetes Federation (IDF) in 2011, there were 329 million people worldwide suffer from type 2 diabetes with deaths reaching 4.6 million people. Indonesia, in 2011, was ranked the world's tenth the number of patients with T2DM as many as 6.6 million people in 2030 and is projected to occupy the ninth position with an estimated 10.6 million people. DM if not handled properly will result in the onset of complications in various organs such as the eyes, heart, kidney, leg veins, nerves etc.

Objective: family doctor-based services EBM on 35 years old women with diabetes mellitus (DM) type II is not controlled with overweight and with family history of diabetes melitus, identification of risk factors and clinical and management based on patient and family-centered approach.

Methods: Case Report with primary data obtained through anamnesis (autoanamnesis and alloanamnesis), physical examination and laboratory tests in the clinic. Home visits, family and psychosocial complete data as well as the environment. Based on a holistic assessment of the initial diagnosis, the process and the end of quantitative and qualitative studies.

Results: Obtained internal factors such as the gender: female, overweight, patients' knowledge about diabetes are lacking, often not taking medication on schedule, family history of diabetes mellitus, patients move lightly and just stay home External Factors: support of family members is less.

Conclusion: Improved quality of life at the time following an intervention by WHOQOL-BREF scale. The role of the family is very important in the care and treatment of sick family members. Family influence the onset of a disease and heal an illness. In intervention for patients not only in terms of looking at the clinical but also the psychosocial, by thriving required examination and handling of holistic, comprehensive and sustainable

Keywords: Metabolic syndrome, Family Medical Care