40
Biakan sel Biakan sel Fibroblas Embrio Ayam (FEA) dipersiapkan dengan metode dari “Methods for Examining poultry Biologics and for Identifiying and quantifiying Avian pathogens (1971)”. Telur ayam berembrio (TAB) umur 10 hari, berasal dari induk yang tidak divaksin dan bebas terhadap penyakit tetelo (ND), Pullorum dan berdasarkan pemeriksaan serologic tidak ditemukan serum anti terhadap penyakit marek. Embrio diambil secara aseptik,pisahkan kepala,organ dalam dan anggota tubuh lainnya. kemudian badan embrio yg sudah tertinggal dipotong-potong sampai halusk. Potongan jaringan dicuci beberapa kali dengan larutan PBS sampai larutan tampak jernih. Untuk setiap embrio ditambahkan larutan tripsin 0.2% sebanyak 5 mL. Campuran tripsin-jaringan ini diputar dengan pengaduk magnit selama 15 menit pada suhu kamar. Sel-sel ditampung dalam satu tabung. Proses tripsinasi ini diulang 3-4 kali,hingga yang tersisa hanya jaringan-jaringan yang kasar. Semua sel-sel yang terekstraks diputar dengan kecepatan 1000 rpm selama 15 menit. Endapan sel pada dasar tabung disuspensikan dengan 100 mL medium, kemudian disaring. Kepekatan sel dihitung dengan hemositometer, apabila terlalu pekat suspensi sel diencerkan dengan media hingga diperoleh kepekatan sekitar 5 x 10 5 sel/mL. Sel-sel dalam media ini selanjutnya ditumbuhkan didalam tabung Roux, dengan volume 75 mL untuk setiap tabung. Untuk membuat biakan sekunder, lapisan sel tunggal yang terbentuk pada dinding tabung dipanen dengan larutan tripsin- versen,dicuci dengan larutan PBS 2-3 kali dengan pemutaran 1000 rpm, masing-masing selama 15 menit. Endapan sel diresuspensikan dengan media pertumbuhan dan selanjutnya ditumbuhkan didalam beberapa peralatan : Didalam tabung Roux sebanyak 75 mL untuk mengembangbiakan virus. Didalan cawan petri sebanyak 5 mL untuk FAT, pengamatan terhadap pertumbuhan,pengukuran lesi dan untuk titrasi virus. Biakan sel didalam tabung Roux diinkubasikan pada suhu 37 o C, sedangkan biakan didalam cawan petri diinkubasikan pada suhu 37 o C, dengan kadar CO 2 5 % dan kelembaban 80 %. Media yang dipergunakan adalah Eagle’s Minimum Essential Medium dan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan dipergunakan media yang masing- masing mengandung serum sapi 10 % dan 2% dan selama masa inkubasi pH diatur sekitar 7,2-7,4 dengan natrium karbonat 7,5%. Untuk

Marek Isma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sdfsdfsdfdfsf

Citation preview

Page 1: Marek Isma

Biakan sel

Biakan sel Fibroblas Embrio Ayam (FEA) dipersiapkan dengan metode dari “Methods for Examining poultry Biologics and for Identifiying and quantifiying Avian pathogens (1971)”.

Telur ayam berembrio (TAB) umur 10 hari, berasal dari induk yang tidak divaksin dan bebas terhadap penyakit tetelo (ND), Pullorum dan berdasarkan pemeriksaan serologic tidak ditemukan serum anti terhadap penyakit marek. Embrio diambil secara aseptik,pisahkan kepala,organ dalam dan anggota tubuh lainnya. kemudian badan embrio yg sudah tertinggal dipotong-potong sampai halusk. Potongan jaringan dicuci beberapa kali dengan larutan PBS sampai larutan tampak jernih. Untuk setiap embrio ditambahkan larutan tripsin 0.2% sebanyak 5 mL. Campuran tripsin-jaringan ini diputar dengan pengaduk magnit selama 15 menit pada suhu kamar. Sel-sel ditampung dalam satu tabung. Proses tripsinasi ini diulang 3-4 kali,hingga yang tersisa hanya jaringan-jaringan yang kasar. Semua sel-sel yang terekstraks diputar dengan kecepatan 1000 rpm selama 15 menit. Endapan sel pada dasar tabung disuspensikan dengan 100 mL medium, kemudian disaring. Kepekatan sel dihitung dengan hemositometer, apabila terlalu pekat suspensi sel diencerkan dengan media hingga diperoleh kepekatan sekitar 5 x 10 5 sel/mL. Sel-sel dalam media ini selanjutnya ditumbuhkan didalam tabung Roux, dengan volume 75 mL untuk setiap tabung.

Untuk membuat biakan sekunder, lapisan sel tunggal yang terbentuk pada dinding tabung dipanen dengan larutan tripsin-versen,dicuci dengan larutan PBS 2-3 kali dengan pemutaran 1000 rpm, masing-masing selama 15 menit.

Endapan sel diresuspensikan dengan media pertumbuhan dan selanjutnya ditumbuhkan didalam beberapa peralatan :

Didalam tabung Roux sebanyak 75 mL untuk mengembangbiakan virus. Didalan cawan petri sebanyak 5 mL untuk FAT, pengamatan terhadap

pertumbuhan,pengukuran lesi dan untuk titrasi virus.

Biakan sel didalam tabung Roux diinkubasikan pada suhu 37 o C, sedangkan biakan didalam cawan petri diinkubasikan pada suhu 37 o C, dengan kadar CO2 5 % dan kelembaban 80 %. Media yang dipergunakan adalah Eagle’s Minimum Essential Medium dan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan dipergunakan media yang masing-masing mengandung serum sapi 10 % dan 2% dan selama masa inkubasi pH diatur sekitar 7,2-7,4 dengan natrium karbonat 7,5%. Untuk menjaga sterilitas, kedalam media ditambahkan antibiotik yaitu campuran penisilin-sterptomisin dan mikostatin dngan dosis 100 unit/mL, 100 u gram/mL dan 50 unit/mL.

Page 2: Marek Isma

http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Health_standards/tahm/2.03.13_MAREK_DIS.pdf . Selasa,10 Juni 2014 pukul 10.15 WIB

NB: Version adopted by the World Assemblyof Delegates of the OIE in May 2010 OIE TerrestrialManual2010 1 CHAPTER 2.3.13.

MAREK’S DISEASE SUMMARY Marek’s disease (MD)is a lymphomatous and neuropathic disease of domestic fowl caused by an alphaherpesvirus. Diagnosis is made on clinical signs and gross ormicroscopic lesions. Chickens may become persistently infected with MD virus (MDV)without developing clinical disease. Infection by MDV is detected by virus isolation and the demonstration of viral antigen or antibodies. MD is prevented by vaccination withmonovalent or multivalent live virus vaccines of various types. The vaccine is injectedin ovoor at hatch. In chickens, MD occurs at 3–4 weeks of age or older and is most common between 12 and 30 weeks of age. Clinical signs observed are paralysis of the legsand wings, with enlargement of peripheral nerves, but nerve involvement is sometimes not seen, especially in adult birds. MDV strains of higher virulence may also cause incr

Page 3: Marek Isma

eased mortality in young birds of 1–2 weeks of age, especially if they lack maternal antibodies. Depending on the strain of MDV, lymphomatosis can occur, especially in the ovary,liver, spleen, kidneys, lungs, heart, proventriculus and skin. As opposed to the uniform cell population that comprises the tumours caused by lymphoid leukosis, the nerve infiltration and lymphomas caused by MDV consist of lymphoid cells of various types. Tumours that resemble those produced by MDV can also be inducedby avianretroviruses such as avian leukosis virus (ALV)and reticuloendotheliosis virus (REV)and differentiation of MD from these tumours is important. Identification of the agent:Under field conditions, most chickens become infected with MDV during the first few weeks of life and then carry the infection throughout their lives, often without developing overt disease. The infection is usually detected by inoculating live buffy coat cells on to monolayer cultures of chicken kidneycells or duck embryo fibroblasts, in which characteristic viral plaques develop within a few days. Two serotypesof MDV are recognised – 1 and 2 – and a third serotype is represented by the related herpesvirus of turkeys (HVT). Serotype 1 includes all the virulent strains and some attenuated vaccine strains. Serotype 2 includes the naturally avirulent strains, some of which are used as vaccines. MDV genomic DNA and viral antigens can be detected in the feather ti

Page 4: Marek Isma

ps of infected birds using polymerase chain reaction (PCR)and radial immunoprecipitation test, respectively (see below). Serological tests:Antibodies to MDV develop within 1–2 weeks of infection and are commonly recognised by the agar gel immunodiffusion test, the indirect fluorescent antibody test, and sometimes by other serological tests such as enzyme-linked immunosorbent assay.Requirements for vaccines:MD is prevented by vaccinating chickens in ovo or at 1 day of age. Live viral vaccines are used. HVT (serotype 3), in either a cell-free (lyophilised)form, or a cell-associated (‘wet’)form, is one of the widely used vaccines. Attenuated variants of serotype 1 strains of MDV are the most commonly used vaccine. Serotype 2 strains may also be used, particularly in bivalent vaccines, together with HVT.Serotype 1 and 2 vaccines are only available in the cell-associated form. Bivalent vaccines consisting of serotypes 1 and 3 or trivalent vaccines consisting of serotypes 1, 2, and 3 are also used. The bivalent and trivalent vaccines have been introduced to combat the very virulent strains of MDV that are not well controlled by the monovalent vaccines. Vaccination greatly reduces clinicaldisease, but does notprevent the persistent

Page 5: Marek Isma

infection by MDV. The vaccine viruses are also carried throughout the life of the fowl and are continued to be shed, which results in the ubiquitous presence of MDV. Chapter 2.3.13. — Marek’s disease 2OIE TerrestrialManual2010 A. INTRODUCTION Marek’s disease (MD) (Davison & Nair, eds., 2004; Schat & Nair, 2008; Sharma,1998) is a disease of domestic fowl (chickens) caused by a herpesvirus. Birds get infected by inhalation of infected dust from the poultry houses, and following a complex life cycle, the virus is shed from the feather follicle of infected birds (Baigent & Davison, 2004). MD occurs at 3–4 weeks of age or older and ismost common between 12 and 30 weeks of age. MD is associated with several distinct pathological syndromes, of which the lymphoproliferative syndromes are the most frequent and are of most practical significance. In the classical form of the disease, characterised mainly by the involvement of nerves, mortality rarely exceeds 10–15% and can occur over a few weeks or many months. In the acute form, in which there is usually lymphoma formation in the viscera, a disease incidence of 10–30% in the flock is not uncommon and outbreaks involving up to 70% can occur. Mortality may increase rapidly over a few weeks and then cease, or can continue at a steady or slowly falling rate for several months. Currently, the acute form of the disease with extensive visceral lymphomas is most prevalent. Inits classical form, the most common clinical sign of MD is partial or complete paralysis of the legs and wings. In the acute form, birds are often severely depressed and some may die without showing signs of clinical disease. Non-neoplastic disease involving brain pathology with vasogenic oedema resulting in transient paralysis is increasingly recognised with MD induced by the more virulent strains. In the classical form, the characteristic finding is enlargement of one or more peripheral nerves. Those most commonly affected and easily seen at post-mortem are the brachial and sciatic plexuses, coeliac plexus, abdominal vagus and intercostal nerves. Affected nerves are often two or three times their normal thickness, the normal cross-striated and glistening appearance is absent, and the nerve may appear greyish or yellowish, and sometimes oedematous. Lymphomas are sometimes present in the classical form of MD, most frequently as small, soft, grey tumours in the ovary, and sometimes also in the lungs, kidneys, heart, liver and other tissues. ‘Grey eye’ caused by an iridocyclitis that renders the bird unable to accommodate the iris in response to light and causes a distorted pupil is common in older (16–18 week) birds, and may be the only presenting sign. In the acute form, the typical finding is widespread, diffuse lymphomatous involvement of the liver, gonads, spleen, kidneys, lungs, proventriculus and heart. Sometimes lymphomas also arise in the skin around the feather follicles and in the skeletal muscles. Affected birds usuallyhave enlarged peripheral nerves, as in the classical form. In younger birds, liver enlargementis usually moderate in extent, but in adult birds the liver may be greatly enlarged and the gross appearance identical to that seen in lymphoid leukosis

Page 6: Marek Isma

, from which the disease must be differentiated. Nerve lesions are often absent in adult birds with MD. In both the classical and acute forms of MD, the disease starts as a proliferation of lymphoid cells, which is progressive in some cases and regressive in others. The peripheral nerves may be affected by proliferative, inflammatory or minor infiltrative changes, which are termed type A, B, and C lesions, respectively. The A-type lesions consist of infiltration by proliferating lymphoblasts, large, medium and small lymphocytes, and macrophages, and appear to be neoplastic in nature. The B-type lesion is characterised by interneuritic oedema,infiltration by mainly small lymphocytes and plasma cells, and Schwann cell proliferation, and appears to be inflammatory. The C-type lesion consists of a light scattering of mainly small lymphocytes, and is often seen in birds that show no gross lesions or clinical signs. It is thought to be a regressive, inflammatory lesion. Demyelination frequently occurs in nerves affected by the A- and B-type lesions, and isresponsible for the clinical paralysis. Lymphomas in the visceral organs and othertissues are similar cytologically tothe lymphoproliferations in the A-type lesions in nerves. Usually the lymphoid cells are of mixed types, often with a preponderance of small and medium lymphocytes, but sometimes, particularly in acute MD in adult birds, large lymphocytes and lymphoblasts may predominate. The heterogeneous population of lymphoid cells in MD lymphomas, as seen in haematoxylin-and-eosin-stained sections, or in impression smears of lymphomas stained by May–Grünwald–Giemsa, is an important feature in differentiating the disease from lymphoid leukosis, in which the lymphomatous infiltrations are composed of uniform lymphoblasts. Another important difference is that, in lymphoid leukosis, gross lymphomas occur in the bursa of Fabricius, and the tumour has an intrafollicular origin and pattern of proliferation.In MD, although the bursa is sometimes involved in the lymphoproliferation, the tumour is less apparent, diffuse and interfollicular in location. Peripheral nerve lesions are nota feature of lymphoid leukosis as they are in MD. The greatest difficulty comes in distinguishing between lymphoid leukosis and formsof MD sometimes seen in adult birds in which the tumour is lymphoblastic with marked liver enlargement and absence of nerve lesions. If post-mortems are conducted on several affected birds, a diagnosis can usually be made based on gross lesions and histopathology. However there are other specialised techniques described. The expression of a Meq biochemical marker has been used to differentiate between MD tumours, latent MDV infections and retrovirus-induced tumours (Schat & Nair, 2008). The procedure may require specialised reagents and equipment and it may not be possible to carry out these tests in laboratories without these facilities. Other techniques, such as detection by immuno-fluorescence of activated T cell antigens present on the surface of MD tumour cells (MD tumour-associated

Page 7: Marek Isma

surface antigen or MATSA), or of B-cell antigens or IgM on the tumour cellsof lymphoid leukosis can give a presumptive diagnosis, but these are not specific to MD tumour cells. Chapter 2.3.13. — Marek’s disease OIE TerrestrialManual20103 Nerve lesions and lymphomatous proliferations induced by certain strains of reticuloendotheliosis virus are similar, both grossly and microscopically, to those present in MD. Although reticuloendotheliosis virus is not common in chicken flocks, it should be borne in mind as a possible cause of lymphoid tumours; its recognition depends on virological and serological tests on the flock. Reticuloendotheliosis virus can also cause neoplastic disease in turkeys, ducks, quail and other species.Another retrovirus, designated lymphoproliferative disease virus (LPDV), also causes lymphoproliferative disease in turkeys. Although chicken flocks may be seropositive for reticuloendotheliosis virus, neoplastic disease is rare. The main features in the differential diagnosis of MD, lymphoid leukosis and reticuloendotheliosis are shown in Table 1. Peripheral neuropathyis a syndrome that can easily be confused with the neurological lesions caused by MD virus (MDV). This is not very common but its incidence may be increasing in some European flocks (Bacon et al.,2001). There are no recognised health risks to humans working with MDV or the related herpesvirus of turkeys (HVT). Table 1. Features useful in differentiating Marek's disease, lymphoid leukosis and reticuloendotheliosis FeatureMarek’s diseaseLymphoid leukosisReticuloendotheliosis*

Age Any age. Usually 6 weeks or older Not under 16 weeks Not under 16 weeks Signs Frequently paralysis Non-specific Non-specific Incidence Frequently above 5% in

Page 8: Marek Isma

unvaccinated flocks. Rare in vaccinated flocks Rarely above 5% Rare Macroscopic lesionsNeural involvement Frequent Absent Infrequent Bursa of Fabricius Diffuse enlargement or atrophy Nodular tumours Nodular tumours Tumours in skin, muscle and proventriculus, ‘grey eye’May be present Usually absent Usually absent Microscopic lesions Neural involvement Yes No Infrequent Liver tumours Often perivascular Focal or diffuse Focal Spleen Diffuse Often focal Focal or diffuse Bursa of Fabricius Interfollicular tumour and/or atrophy of follicles Intrafollicular tumour Intrafollicular tumour Central nervous system Yes No No Lymphoid proliferation in skin and feather folliclesYes No No Cytology of tumours Pleomorphic lymphoid cells, including lymphoblasts, small, medium and large lymphocytes and reticulum cells. Rarely can be only lymphoblasts Lymphoblasts Lymphoblasts Category of neoplastic lymphoid cell T cell B cell B cell *Reticuleondotheliosis virus may cause several different syndromes. The bursal lymphoma syndrome is most likely to occur in the field and is described here.

NB: Versi diadopsi oleh Majelis Dunia Delegasi dari OIE Mei 2010 OIE Terrestrial Pedoman 2010 1 BAB 2. 3. 1 3. PENYAKIT Marek'S RINGKASAN Penyakit Marek (MD) adalah penyakit limfomatous dan neuropatik unggas domestik disebabkan oleh alphaherpesvirus. Diagnosis dibuat pada tanda-tanda klinis dan lesi kotor atau mikroskopis. Ayam dapat menjadi terus terinfeksi dengan virus MD (MDV) tanpa mengembangkan penyakit klinis. Infeksi oleh MDV adalah terdeteksi oleh virus isolasi dan demonstrasi antigen virus atau antibodi. MD dicegah dengan vaksinasi dengan vaksin monovalen atau multivalen virus hidup dari berbagai jenis. Vaksin ini disuntikkan pada ovo atau menetas.

Page 9: Marek Isma

Pada ayam, MD terjadi pada 3-4 minggu atau lebih tua dan paling sering terjadi antara 12 dan 30 minggu usia. Tanda-tanda klinis yang diamati adalah kelumpuhan kaki dan sayap, dengan pembesaran saraf perifer, tetapi keterlibatan saraf kadang-kadang tidak terlihat, terutama pada burung dewasa. MDV strain virulensi yang lebih tinggi juga dapat menyebabkan peningkatan mortalitas pada burung muda dari 1-2 minggu usia, terutama jika mereka tidak memiliki antibodi maternal. Tergantung pada strain MDV, lymphomatosis dapat terjadi, terutama di ovarium, hati, limpa, ginjal, paru-paru, jantung, proventrikulus dan kulit. Sebagai bertentangan dengan populasi sel seragam yang terdiri dari tumor yang disebabkan oleh leukosis limfoid, yang infiltrasi saraf dan limfoma disebabkan oleh MDV terdiri dari sel-sel limfoid dari berbagai jenis. Tumor yang mirip dengan yang dihasilkan oleh MDV juga dapat disebabkan oleh retrovirus burung seperti virus avian leukosis (ALV) dan virus reticuloendotheliosis (REV) dan diferensiasi MD dari tumor ini sangat penting. Identifikasi agen: Dalam kondisi lapangan, sebagian besar ayam terinfeksi MDV selama beberapa minggu pertama kehidupan dan kemudian membawa infeksi sepanjang hidup mereka, sering tanpa mengembangkan penyakit yang jelas. Infeksi ini biasanya dideteksi dengan inokulasi sel mantel buffy hidup pada kultur monolayer sel ginjal ayam atau fibroblas embrio bebek, di mana virus karakteristik plak berkembang dalam beberapa hari. Dua serotipe MDV diakui - 1 dan 2 - dan yang ketiga serotipe diwakili oleh virus herpes terkait kalkun (HVT). Serotipe 1 mencakup semua strain virulen dan beberapa strain vaksin dilemahkan. Serotipe 2 meliputi alami avirulent strain, beberapa di antaranya digunakan sebagai vaksin. Antigen DNA genomik dan virus MDV dapat terdeteksi dalam tips bulu burung yang terinfeksi dengan menggunakan polymerase chain reaction (PCR) dan radial uji immunoprecipitation, masing-masing (lihat di bawah). Tes serologis: Antibodi terhadap MDV berkembang dalam waktu 1-2 minggu dari infeksi dan umumnya diakui oleh uji imunodifusi gel agar, uji antibodi fluoresen tidak langsung, dan kadang-kadang dengan uji serologis lainnya seperti enzyme-linked immunosorbent assay. Persyaratan untuk vaksin: MD dicegah dengan vaksinasi ayam di ovo atau 1 hari usia. Vaksin virus hidup yang digunakan. HVT (serotipe 3), baik dalam sel-bebas (lyophilised) bentuk, atau sel-a terkait ('basah') bentuk, adalah salah satu vaksin banyak digunakan. varian dilemahkan dari strain serotipe 1 dari MDV adalah vaksin yang paling umum digunakan. Serotipe 2 strain juga dapat digunakan, terutama di vaksin bivalen, bersama-sama dengan HVT. serotipe 1 dan 2 vaksin hanya tersedia dalam sel- bentuk terkait. Vaksin bivalen terdiri dari serotipe 1 dan 3 atau vaksin trivalen terdiri dari serotipe 1, 2, dan 3 juga digunakan. The bivalen dan trivalen vaksin telah diperkenalkan untuk memerangi strain yang sangat virulen MDV yang tidak terkontrol dengan baik oleh vaksin monovalen. Vaksinasi sangat mengurangi penyakit klinis, tetapi tidak mencegah infeksi persisten oleh MDV. Virus vaksin juga dilakukan selama umur unggas dan terus ditumpahkan,

Page 10: Marek Isma

yang menghasilkan kehadiran di mana-mana MDV.

Page 2Bab 2.3.13. - Penyakit Marek 2 OIE Terrestrial Pedoman 2010 A. PENDAHULUAN Penyakit Marek (MD) (Davison & Nair, eds, 2004;. Schat & Nair, 2008; Sharma, 1998) adalah penyakit domestik unggas (ayam) yang disebabkan oleh virus herpes a. Burung terinfeksi oleh menghirup debu yang terinfeksi dari rumah-rumah unggas, dan mengikuti siklus hidup yang kompleks, virus ditumpahkan dari folikel bulu burung yang terinfeksi (Baigent & Davison, 2004). MD terjadi pada 3-4 minggu atau lebih tua dan paling sering terjadi antara 12 dan 30 minggu usia. MD adalah dikaitkan dengan beberapa sindrom patologis yang berbeda, dimana sindrom limfoproliferatif yang paling sering dan memiliki signifikansi yang paling praktis. Dalam bentuk klasik dari penyakit, ditandai terutama oleh keterlibatan saraf, kematian jarang melebihi 10-15% dan dapat terjadi selama beberapa minggu atau berbulan-bulan. Dalam bentuk akut, di mana biasanya ada pembentukan limfoma di jeroan, kejadian penyakit 10-30% di flock tidak jarang dan wabah yang melibatkan hingga 70% dapat terjadi. Kematian dapat meningkatkan pesat selama beberapa minggu dan kemudian berhenti, atau dapat melanjutkan pada tingkat yang stabil atau perlahan-lahan jatuh selama beberapa bulan. Saat ini, akut bentuk penyakit dengan limfoma visceral yang luas yang paling umum. Dalam bentuk klasiknya, yang paling umum Tanda klinis dari MD adalah kelumpuhan parsial atau lengkap dari kaki dan sayap. Dalam bentuk akut, burung sering parah tertekan dan beberapa mungkin mati tanpa menunjukkan tanda-tanda penyakit klinis. Penyakit yang melibatkan non-neoplastik otak patologi dengan edema vasogenik mengakibatkan kelumpuhan sementara semakin diakui dengan MD disebabkan oleh strain yang lebih virulen. Dalam bentuk klasik, temuan karakteristik pembesaran satu atau lebih saraf perifer. Mereka yang paling sering terkena dan mudah dilihat di post-mortem adalah brakialis dan pleksus siatik, celiac plexus, vagus perut dan saraf interkostal. Saraf yang terkena dampak sering dua atau tiga kali ketebalan normal mereka, para penampilan cross-lurik dan berkilau normal adalah tidak ada, dan saraf mungkin muncul keabu atau kekuningan, dan kadang-kadang edema. Limfoma kadang-kadang hadir dalam bentuk klasik MD, paling sering sebagai kecil, lembut, tumor abu-abu dalam ovarium, dan kadang-kadang juga di paru-paru, ginjal, jantung, hati dan jaringan lainnya. 'Abu-abu eye' yang disebabkan oleh iridocyclitis yang membuat burung tidak mampu menampung iris sebagai respon terhadap cahaya dan menyebabkan murid terdistorsi adalah umum pada yang lebih tua (16-18 minggu) burung, dan mungkin merupakan tanda hanya menyajikan. Dalam bentuk akut, temuan khas adalah luas, keterlibatan limfomatous menyebar dari hati, gonad, limpa, ginjal, paru-paru, proventrikulus dan jantung. Kadang-kadang limfoma juga muncul di kulit seluruh bulu folikel dan otot rangka. Unggas yang terkena biasanya telah diperbesar saraf perifer, seperti dalam klasik form. Pada burung muda, pembesaran hati biasanya moderat luasnya, tetapi pada burung dewasa hati mungkin sangat diperbesar dan penampilan kotor identik dengan yang terlihat pada leukosis limfoid, dari mana penyakit tersebut harus dibedakan. Lesi saraf yang sering absen pada burung dewasa dengan MD. Dalam kedua bentuk klasik dan akut MD, penyakit ini dimulai sebagai proliferasi sel-sel limfoid, yang merupakan progresif dalam beberapa kasus dan regresif pada orang lain. Saraf perifer dapat dipengaruhi oleh proliferasi, Perubahan infiltratif inflamasi atau kecil, yang

Page 11: Marek Isma

disebut tipe A, B, dan C lesi, masing-masing. The A-jenis lesi terdiri dari infiltrasi berkembang biak lymphoblasts, besar, menengah dan kecil limfosit, dan makrofag, dan tampaknya neoplastik di alam. The B-tipe lesi ditandai dengan edema interneuritic, infiltrasi terutama limfosit dan sel plasma kecil, dan proliferasi sel Schwann, dan tampaknya inflamasi. The C-type Lesi terdiri dari hamburan cahaya limfosit terutama kecil, dan sering terlihat pada burung yang menunjukkan tidak ada lesi bruto atau tanda-tanda klinis. Hal ini dianggap sebagai regresif, lesi inflamasi. Demielinasi sering terjadi pada saraf dipengaruhi oleh A-dan B-tipe lesi, dan bertanggung jawab atas kelumpuhan klinis. Limfoma pada organ visceral dan jaringan lain yang serupa sitologi dengan lymphoproliferations di A- ketik lesi pada saraf. Biasanya sel-sel limfoid adalah jenis campuran, sering dengan dominan kecil dan limfosit menengah, tapi kadang-kadang, terutama di MD akut pada burung dewasa, limfosit besar dan lymphoblasts mungkin mendominasi. Populasi heterogen sel limfoid di MD limfoma, seperti yang terlihat dalam hematoksilin-eosin dan-bernoda bagian, atau dalam apusan kesan limfoma ternoda oleh May-Grünwald-Giemsa, merupakan fitur penting dalam membedakan penyakit dari leukosis limfoid, di mana infiltrasi limfomatous terdiri dari lymphoblasts seragam. Perbedaan penting lainnya adalah bahwa, dalam leukosis limfoid, limfoma kotor terjadi di bursa Fabricius, dan tumor memiliki asal intrafollicular dan pola proliferasi. Di MD, meskipun bursa kadang-kadang terlibat dalam lymphoproliferation tersebut, tumor kurang jelas, menyebar dan interfollicular di lokasi. Lesi saraf perifer bukan fitur leukosis limfoid ketika mereka berada di MD. Kesulitan terbesar datang dalam membedakan antara limfoid leukosis dan bentuk MD kadang-kadang terlihat pada burung dewasa di mana tumor lymphoblastic dengan pembesaran hati ditandai dan tidak adanya lesi saraf. Jika pasca-otopsi yang dilakukan pada beberapa burung yang terkena, diagnosis biasanya dapat dibuat berdasarkan lesi kotor dan histopatologi. Namun ada teknik khusus lainnya yang dijelaskan. Ekspresi penanda biokimia MEQ memiliki telah digunakan untuk membedakan antara tumor MD, infeksi laten MDV dan retrovirus yang diinduksi tumor (Schat & Nair, 2008). Prosedur yang mungkin membutuhkan reagen khusus dan peralatan dan mungkin tidak mungkin untuk membawa tes ini di dalam laboratorium tanpa fasilitas ini. Teknik lainnya, seperti deteksi oleh immuno- fluoresensi diaktifkan antigen sel T hadir pada permukaan sel tumor MD (MD tumor terkait antigen permukaan atau Matsa), atau antigen sel-B atau IgM pada sel tumor dari leukosis limfoid dapat memberikan diagnosis dugaan, tetapi ini tidak spesifik untuk sel-sel tumor MD.

Page 3Bab 2.3.13. - Penyakit Marek OIE Terrestrial Pedoman 2010 3

Page 12: Marek Isma

Lesi saraf dan proliferations limfomatous disebabkan oleh strain tertentu dari virus reticuloendotheliosis serupa, baik terlalu dan mikroskopis, mereka yang hadir di MD. Meskipun virus reticuloendotheliosis tidak umum di ternak ayam, harus diingat sebagai kemungkinan penyebab tumor limfoid; pengakuan tergantung pada tes virologi dan serologi kawanannya. Virus Reticuloendotheliosis juga dapat menyebabkan penyakit neoplastik di kalkun, bebek, puyuh dan spesies lainnya. Retrovirus lain, ditunjuk virus penyakit limfoproliferatif (LPDV), juga menyebabkan penyakit limfoproliferatif pada kalkun. Meskipun kelompok ayam mungkin seropositif untuk virus reticuloendotheliosis, penyakit neoplastik jarang. Fitur utama dalam diagnosis diferensial dari MD, limfoid leukosis dan reticuloendotheliosis ditunjukkan pada Tabel 1. Neuropati perifer adalah sindrom yang dapat mudah bingung dengan lesi neurologis yang disebabkan oleh virus MD (MDV). Hal ini tidak sangat umum namun insiden mungkin meningkat di beberapa ternak Eropa (Bacon et al., 2001). Tidak ada risiko kesehatan yang diakui manusia bekerja dengan MDV atau virus herpes terkait kalkun (HVT). Tabel 1. Fitur berguna dalam membedakan Marek Penyakit, limfoid leukosis dan reticuloendotheliosis Ciri Penyakit Marek Leukosis limfoid Reticuloendotheliosis * Usia Setiap usia. Biasanya 6 minggu atau lebih Tidak berada di bawah 16 minggu Tidak berada di bawah 16 minggu Tanda Sering kelumpuhan Non-spesifik Non-spesifik Insidensi Sering di atas 5% pada ternak tidak divaksinasi. Langka di ternak divaksinasi Jarang di atas 5% Langka Lesi makroskopik Keterlibatan saraf Sering Absen Jarang Bursa of Fabricius Pembesaran difus atau atrofi Tumor nodular

Page 13: Marek Isma

Tumor nodular Tumor di kulit, otot dan proventrikulus, 'abu-abu eye ' Mungkin hadir Biasanya tidak ada Biasanya tidak ada Lesi mikroskopis Keterlibatan saraf Ya Tidak Jarang Tumor hati Sering perivaskular Fokal atau difus Focal Limpa Membaur Seringkali fokus Fokal atau difus Bursa of Fabricius Tumor interfollicular dan / atau atrofi folikel Tumor Intrafollicular Tumor Intrafollicular Sistem saraf pusat Ya Tidak Tidak Proliferasi limfoid di kulit dan bulu folikel Ya Tidak Tidak Sitologi tumor Sel limfoid pleomorfik, termasuk lymphoblasts, kecil, limfosit menengah dan besar dan sel retikulum. Jarang bisa hanya lymphoblasts Limfoblastik Limfoblastik Kategori neoplastik sel limfoid Sel T Sel B Sel B * Virus Reticuleondotheliosis dapat menyebabkan beberapa sindrom yang berbeda. Sindrom limfoma bursal yang paling mungkin terjadi pada

Page 14: Marek Isma

lapangan dan dijelaskan di sini.

Page 4Bab 2.3.13. - Penyakit Marek 4 OIE Terrestrial Pedoman 2010 B. DIAGNOSTIK TEKNIK 1. Identifikasi agen • isolasi Virus Infeksi oleh MDV pada sekelompok ternak dapat dideteksi dengan mengisolasi virus dari jaringan ayam yang terinfeksi. Namun, sifat mana-mana dari MDV harus dipertimbangkan dan diagnosis MD harus didasarkan pada kombinasi dari MDV isolasi atau deteksi genom dengan polymerase chain reaction (PCR) dan penyakit klinis. Sumber yang umum digunakan adalah sel mantel buffy dari sampel darah heparinised, atau suspensi sel limfoma atau sel limpa. Ketika sampel ini dikumpulkan di lapangan, disarankan bahwa mereka diangkut ke laboratorium dalam kondisi dingin. Sebagai MDV sangat sel yang terkait, itu adalah penting bahwa suspensi sel ini mengandung sel-sel yang layak. Suspensi sel diinokulasi ke kultur monolayer sel ginjal ayam atau fibroblas embrio bebek (fibroblas embrio ayam (CEF) adalah kurang sensitif untuk virus primer isolasi). Serotipe 2 dan 3 virus (lihat Bagian C.1.a) lebih mudah terisolasi di CEF dibandingkan sel-sel ginjal ayam. Biasanya suspensi 0,2 ml yang mengandung dari 10 6 sampai 10 7 sel-sel hidup diinokulasi menjadi duplikat monolayers tumbuh di piring kultur sel plastik (60 mm). Diinokulasi dan budaya kontrol plot perlakuan tanpa inokulasi diinkubasi pada 38,5 ° C dalam inkubator lembab yang mengandung 5% CO 2 . Atau, pembuluh budaya tertutup dapat digunakan. Media kultur diganti pada interval 2 hari. Area efek sitopatik, disebut plak, muncul dalam waktu 3-5 hari dan bisa dihitung sekitar 7-10 hari. , Kurang umum digunakan sumber lain dari MDV untuk tujuan diagnostik adalah kiat bulu, dari mana sel-bebas MDV dapat diekstraksi. Tips sekitar 5 mm, atau saluran cincang kulit berisi tips bulu, adalah ditangguhkan dalam SPGA / EDTA (sukrosa, fosfat, glutamat dan albumin / etilendiamin tetra-asetat acid) penyangga untuk ekstraksi dan titrasi bebas sel MDV (Calnek et al., 1970). Buffer dibuat sebagai berikut: 0,2180 M sukrosa (7,462 g); 0,0038 M monopotassium fosfat (0,052 g); 0,0072 M dipotassium fosfat (0,125 g); 0,0049 M L -Monosodium glutamat (0,083 g); 1,0% bovine albumin bubuk (1.000 g); 0,2% EDTA (0,200 g); dan air suling (100 ml). Buffer disterilkan dengan filtrasi dan harus di sekitar pH 6,5. Suspensi ini disonikasi dan kemudian disaring melalui 0,45 pM filter membran untuk inokulasi pada 24 - jam-lama terkuras ayam monolayers sel ginjal. Setelah penyerapan selama 40 menit, medium ditambahkan, dan kultur diinkubasi seperti di atas selama 7-10 hari. Menggunakan metode ini, MDV serotipe 1 dan 2 dapat diisolasi, bersama-sama dengan HVT (serotipe 3), jika hadir sebagai hasil dari vaksinasi. Dengan pengalaman, plak yang disebabkan oleh serotipe virus yang berbeda dapat dibedakan cukup akurat atas dasar saat penampilan, laju perkembangan, dan plak morfologi. Plak HVT muncul lebih awal dan lebih besar dari serotipe 1 plak, sedangkan serotipe 2 plak muncul kemudian dan lebih kecil dari serotipe 1 plak. MDV dan HVT plak dapat diidentifikasi sebagai tersebut dengan menggunakan antibodi spesifik yang diangkat dalam ayam. Monoklonal antibodi dapat digunakan untuk membedakan serotipe (Lee et al., 1983). • Deteksi Antigen Sebuah variasi dari uji AGID digunakan untuk serologi (lihat di bawah) dapat digunakan untuk mendeteksi antigen MDV dalam tips bulu sebagai indikasi infeksi oleh MDV. Slide kaca disusun dengan lapisan dari 0,7% agarosa (misalnya A37) di

Page 15: Marek Isma

8% natrium klorida, yang mengandung MDV antiserum. Tips bulu kecil yang diambil dari burung menjadi diperiksa dan dimasukkan secara vertikal ke dalam agar-agar, dan slide dipertahankan seperti yang dijelaskan di bawah ini. Itu pengembangan zona radial presipitasi sekitar tips bulu menunjukkan kehadiran di bulu MDV antigen dan karenanya infeksi pada burung. • Polymerase chain reaction (PCR) Genom dari ketiga serotipe telah benar-benar diurutkan (Afonso et al, 2001;. Lee et al, 2000.). Tes PCR telah dikembangkan untuk diagnosis MD. Real-time PCR kuantitatif (qPCR) untuk mengukur MDV salinan genom juga telah dijelaskan (Abdul-Careem et al, 2006;. Baigent et al, 2005;.. Islam et al, 2004). Selain itu, tes PCR yang memungkinkan diferensiasi strain onkogenik dan non-onkogenik serotipe 1 MDV, dan strain vaksin MDV serotipe 2 dan 3 (Becker et al, 1992;. Bumstead et al, 1997.; Handberg et al, 2001.; Silva, 1992; Zhu et al., 1992) telah dijelaskan. PCR juga dapat digunakan untuk quantitate beban virus dalam jaringan (Baigent et al, 2005;. Bumstead et al, 1997;. Burgess & Davison, 1999; . Reddy et al, 2000) atau diferensial mendeteksi MDV dan HVT dalam darah atau bulu tips (Baigent et al, 2005.; Davidson & Borenshtain, 2002).

Page 5Bab 2.3.13. - Penyakit Marek OIE Terrestrial Pedoman 2010 5 2. Tes serologis Kehadiran antibodi terhadap MDV pada ayam non-divaksinasi dari sekitar 4 minggu usia merupakan indikasi infeksi. Sebelum usia itu, antibodi tersebut dapat mewakili transmisi maternal antibodi melalui kuning telur dan bukan bukti infeksi aktif. Virus, antigen dan antisera dapat diperoleh dari pemasok komersial atau dari OIE Reference Laboratories untuk Penyakit Marek (lihat Tabel pada Bagian 3 Manual Terrestrial ini), tetapi reagen standar internasional belum telah diproduksi. a) imunodifusi Agar gel Tidak ada tes diresepkan untuk perdagangan, tetapi gel imunodifusi agar (AGID) tes digunakan paling umum untuk mendeteksi antibodi. Tes ini dilakukan dengan menggunakan slide kaca dilapisi dengan 1% agar fosfat buffered saline yang mengandung 8% natrium klorida. Sumur yang berdekatan diisi dengan antigen atau serum dan ini diinkubasi dalam suasana lembab pada suhu 37 ° C selama 24 jam untuk difusi berlangsung; positif sera acara Reaksi identitas dengan serum positif dikenal dan antigen. Antigen yang digunakan dalam tes ini baik terganggu

Page 16: Marek Isma

Sel kultur jaringan MDV terinfeksi atau ekstrak tips bulu, atau kulit yang mengandung saluran bulu yang diperoleh dari Ayam MDV terinfeksi. Kultur sel antigen disiapkan dengan menyebarkan MDV dalam sel ginjal ayam atau sel fibroblast embrio ayam. Bila efek sitopatik adalah konfluen, sel-sel yang terlepas dari budaya kapal dan tersuspensi dalam media kultur atau fosfat buffered saline tanpa tryptose kaldu fosfat (Kehadiran kaldu fosfat tryptose dapat menghasilkan garis precipitin non-spesifik) pada konsentrasi sekitar 1 × 10 7 sel / ml. Suspensi ini kemudian membekukan-dicairkan tiga kali dan digunakan sebagai antigen. Prosedur pengujian i) Membuat larutan 1% dari Difco Bactoagar di 8% natrium klorida dengan berdiri adonan ke dalam air mendidih bath. ii) Entah slide mikroskop atau cawan Petri dapat digunakan dan agar dituangkan ke ketebalan 2-3 mm. iii) Potong lubang di agar menggunakan template dengan pusat baik dan 6 sumur spasi pada jarak yang sama di sekitar pusat dengan baik. Diameter sumur harus sekitar 5,3 mm, dan sumur harus sekitar 2,4 mm terpisah. Sebuah template dengan pemotong tersedia secara komersial. iv) antigen ditempatkan di tengah dengan baik dan antiserum standar ditempatkan dalam sumur eksterior alternatif. Sampel serum yang akan diuji ditempatkan di sisa tiga sumur sehingga. Garis kontinu identitas terbentuk antara sampel yang tidak diketahui yang positif dan diketahui positif serum kontrol. v) Menetaskan slide selama 24 jam pada suhu 37 ° C dalam wadah lembab dan membaca hasil lebih lampu di gelap kamar. b) Tes lain Tes-tes lain untuk antibodi MDV meliputi tes antibodi fluorescent langsung dan tidak langsung. Menunjukkan ini kemampuan serum tes untuk noda MDV plak dalam kultur sel (Silva et al, 1997;. Spencer & Calnek, 1970). Tes ini adalah kelompok spesifik dan lebih sensitif dibandingkan dengan pengujian AGID. Sebuah tes virus netralisasi untuk kemampuan serum untuk menetralkan properti pembentuk plak dari MDV sel-bebas juga dapat digunakan. Namun, tes ini lebih cocok untuk tujuan penelitian selain untuk penggunaan diagnostik rutin. Enzyme-linked tes immunosorbent (ELISA) untuk mendeteksi antibodi MDV tersedia (Cheng et al, 1984;. Sharma,

Page 17: Marek Isma

1998; Zelnik et al., 2004). Untuk mempersiapkan antigen untuk ELISA, sumur piring microtitre 96-well yang dilapisi dengan sel MDV terinfeksi. C. PERSYARATAN VAKSIN 1. Latar Belakang a) penggunaan Dasar Pemikiran dan dimaksudkan produk Pengendalian MD dasarnya dicapai dengan meluasnya penggunaan vaksin hidup yang dilemahkan (Nair, 2004). Produk biologi komersial yang digunakan dalam pengendalian MD adalah terkait sel atau sel-bebas (lyophilised) hidup virus atau HVT, masing-masing (lihat di bawah). Vaksin penyakit Marek yang disuntikkan pada telur berembrio pada hari ke-17 atau ke-18 (Sharma, 1999)

Page 6Bab 2.3.13. - Penyakit Marek 6 OIE Terrestrial Pedoman 2010 2. Garis produksi dan minimum persyaratan untuk vaksin konvensional Persyaratan untuk memproduksi vaksin yang diuraikan di bawah ini, dan dalam Bab 1.1.8 Prinsip vaksin hewan produksi, namun sumber lain harus dikonsultasikan untuk informasi lebih lanjut mengenai prosedur (Dewan Eropa, 1997a dan 1997b; Merieux et al, 1974.; Departemen Pertanian, Perikanan dan Pangan, Inggris, 1990; Kantor Federal Peraturan, USA (1989); Thornton, 1985). Protokol diberikan dalam British Pharmacopoeia Monografi 589, dan US Code of Federal Regulations, Volume 9, bagian 113 (Amerika Serikat Departemen Pertanian [USDA], 1995 |). Pedoman dalam Pedoman Terestrial ini dimaksudkan untuk menjadi umum di alam dan dapat dilengkapi oleh persyaratan nasional dan regional. a) Karakteristik benih i) Karakteristik biologis Virus dari kelompok MDV diklasifikasikan dalam tiga serotipe - 1, 2, dan 3 - atas dasar mereka keterkaitan antigenik. Serotipe 1: Ini mencakup semua strain patogen virus, mulai dari strain yang sangat virulen plus (misalnya 648A), sangat virulen (misalnya Md / 5, Md/11, Ala-8, RB-1B), virulen (misalnya HPRS-16, JM GA), sedikit virulen (misalnya HPRS-B14, Conn A) dan akhirnya ke lemah virulen (misalnya CU-2, CVI-988). Ini strain dapat dilemahkan oleh bagian dalam kultur jaringan, dengan hilangnya sifat patogen tetapi retensi imunogenisitas, untuk memberikan strain yang telah digunakan sebagai vaksin. Mereka yang telah digunakan komersial termasuk dilemahkan CVI-988 (Rispens) strain HPRS-16 dan. Varian dilemahkan dari sangat virulen noda telah digunakan dalam vaksin eksperimental untuk melindungi terhadap bentuk varian MD akut yang disebabkan oleh sangat virulen noda. Md11/75C/R2/23 adalah satu strain tersebut (Witter, 2001 |) lisensi untuk digunakan di Amerika Serikat. Serotipe vaksin 1 disusun dalam sel-terkait ('Basah') bentuk yang harus disimpan dalam nitrogen cair. Serotipe 2: Ini termasuk strain avirulen alami dari MDV (misalnya SB-1, HPRS-24, 301B / 1, HN-1), dan beberapa ini telah terbukti memberikan perlindungan terhadap strain virulen. SB-1 dan 301B / 1 strain telah dikembangkan secara komersial dan digunakan, terutama dengan HVT, dalam vaksin bivalen untuk perlindungan terhadap strain virulen sangat. Serotipe 2 vaksin hanya ada dalam bentuk sel-terkait. Serotipe 3: ini berisi alunan HVT alami avirulent (misalnya FC126, PB1), yang secara luas

Page 18: Marek Isma

digunakan sebagai vaksin monovalen, dan juga dalam kombinasi dengan serotipe 1 dan 2 strain di bivalen atau vaksin trivalen terhadap strain yang sangat virulen MDV. HVT dapat dibuat dalam bentuk sel-bebas a-beku-kering (lyophilised) vaksin atau dalam bentuk sel-terkait ('basah'). ii) Kriteria kualitas (sterilitas, kemurnian, kebebasan dari agen asing) Substrat yang digunakan untuk produksi vaksin komersial fibroblas embrio ayam primer (CEF) berasal dari patogen tertentu bebas (SPF) ternak atau fibroblas embrio bebek. CEF dari SPF ternak yang lebih suka bebek sel karena lebih banyak yang diketahui tentang ayam-embrio yang ditularkan patogen dan metode untuk deteksi mereka. Metode untuk menguji ternak SPF untuk bebas dari infeksi yang tersedia (Departemen Pertanian, Perikanan dan Makanan, Inggris, 1990; Thornton, 1985). SPF ternak ayam harus bebas dari unggas adenovirus, termasuk telur-drop syndrome 76 virus, virus avian encephalomyelitis, leukosis burung virus (sub kelompok A, B dan J), virus avian nephritis, reoviruses burung, rotavirus burung, ayam virus anemia, unggas virus cacar, infeksi virus bronkitis, infeksi virus penyakit bursal, infeksi virus Laringotrakheitis, virus influenza tipe A, MDV, Mycoplasma gallisepticum, Mycoplasma synoviae, Newcastle virus penyakit, virus reticuloendotheliosis, Salmonella spp., Dan kalkun rhinotracheitis virus. SPF bebek ternak harus bebas dari adenovirus burung, reoviruses burung, Chlamydia, virus bebek enteritis, jenis virus hepatitis bebek I dan II, virus influenza tipe A, virus penyakit Newcastle, Pasteurella (Sekarang Riemerella) anatipestifer, REV, dan infeksi Salmonella. Kebebasan dari infeksi lain mungkin juga diperlukan karena mereka menjadi diakui. Virus Bibit harus bebas dari agen terdaftar untuk SPF ternak dan dari kontaminan lainnya yang mungkin diperoleh di laboratorium. Sebuah strain vaksin yang berasal dari kalkun juga harus bebas dari LPDV dan haemorrhagic enteritis virus. Kemampuan master seed virus - virus dan diturunkan di batas rentang bagian yang digunakan untuk menghasilkan virus vaccinal (biasanya tidak lebih dari lima bagian kultur jaringan) - untuk melindungi terhadap MD harus ditentukan. Tes perlindungan Standarisasi diterbitkan. Mereka melibatkan vaksinasi MD- ayam SPF rentan pada 1 hari usia dan tantangan dengan MDV virulen yang cukup 8 hari kemudian untuk menyebabkan setidaknya kejadian 70% dari MD pada ayam yang tidak divaksinasi. Dua jenis tes yang digunakan. Dalam uji indeks perlindungan, dosis field (1000 PFU) (plak unit pembentuk) vaksin diberikan dan kejadian MD unggas yang sudah divaksinasi dibandingkan dengan yang tidak divaksinasi pada burung. Indeks pelindung harus lebih besar dari 80, yaitu burung divaksinasi harus menunjukkan penurunan setidaknya 80% dalam kejadian MD kotor, dibandingkan dengan kontrol yang tidak divaksinasi.

Page 7Bab 2.3.13. - Penyakit Marek OIE Terrestrial Pedoman 2010 7 A PD 50 (50% dosis pelindung) tes juga digunakan, yang melibatkan inokulasi lima pengenceran serial empat kali lipat virus vaksin yang dipilih untuk memberikan perlindungan atas dan di bawah level 50%, diikuti oleh tantangan 8 hari kemudian untuk menentukan PD 50 nilai. Alat tes dilakukan menggunakan referensi standar Vaksin untuk perbandingan. PD 50 mungkin serendah 4 PFU, tetapi nilai-nilai yang lebih tinggi dapat diperoleh tergantung pada strain vaksin, apakah sel-bebas atau sel terkait dan ada atau tidaknya keibuan antibodi dalam tes ayam. Atas dasar PD 50

Page 19: Marek Isma

tes, telah disarankan bahwa Vaksin minimum dosis lapangan harus lebih besar dari dua nilai: 10 3 PFU atau 100 PD 50 . Uji coba lapangan yang luas dari strain vaksin baru dengan adanya tantangan lapangan harus dilakukan, menggunakan keturunan yang berbeda dari burung dari berbagai MDV status antibodi ibu, untuk memastikan efektivitas dan ketekunan imunitas. Pengalaman menunjukkan bahwa kekebalan vaccinal, sekali diperoleh, adalah seumur hidup. b) Metode pembuatan i) Prosedur Vaksin terhadap MD dibuat dari strain hidup yang dilemahkan milik 3 serotipe menggunakan CEF sebagai substrat. ii) Persyaratan untuk substrat dan media Sel substrat unggulan ke kapal datar-bottomed untuk inkubasi stasioner, atau ke silinder kapal untuk digulung inkubasi. Media yang umum digunakan adalah medium minimal esensial Eagle, atau 199 menengah, buffered dengan natrium bikarbonat dan ditambah dengan 5% serum anak sapi. Inkubasi adalah pada 38 - 39 ° C selama 48 jam. Untuk vaksin terkait sel, budaya terinfeksi HVT produksi atau MDV benih-virus saham, dalam sel- bentuk terkait, yang biasanya dua bagian luar benih induk. Budaya diinkubasi selama 48 jam maka sel-sel yang terinfeksi dipanen dengan memperlakukan lembar sel dicuci dengan Larutan EDTA / tripsin untuk memungkinkan sel untuk mulai melepaskan. Termos kemudian dikembalikan ke inkubator (38,5 ° C) untuk memungkinkan detasemen lengkap. Sel-sel yang mengalami kecepatan rendah sentrifugasi, dan kemudian disuspensi kembali dalam campuran beku yang terdiri dari media pertumbuhan sel yang mengandung 7,5-15% dimetilsulfoksida (DMSO), dan diadakan pada suhu 4 ° C atau dibagikan langsung ke dalam vaksin akhir kontainer, biasanya ampul kaca, yaitu api disegel dan dibekukan dalam nitrogen cair. Vaksin lyophilised bebas sel dapat dibuat dari HVT, tetapi bukan dari MDV strain. Untuk produksi dari bentuk vaksin, budaya HVT terinfeksi diinkubasi selama 72 jam, sel yang terinfeksi yang terpisah dari kapal seperti dijelaskan di atas, atau dikorek dari dinding kapal. Sel-sel yang ditangguhkan dalam volume kecil dari medium pertumbuhan, disentrifugasi, dan diresuspensi dalam larutan buffer stabilizer mengandung 8% sukrosa, tetapi bebas dari protein untuk mencegah buih. Suspensi sel sonicated untuk melepaskan virus, puing-puing sel dihapus, suspensi diencerkan dengan stabilizer lengkap - seperti SPGA - diisi ke dalam wadah akhir, dan lyophilised. Tingkat pengenceran untuk kedua vaksin bebas sel-sel terkait dan didasarkan pada pengalaman sebelumnya, seperti jumlah dosis yang diperlukan per kontainer, karena kandungan virus dari bahan dipanen tidak bisa harus diuji sebelum mengisi wadah akhir. Isi virus dari produk jadi dapat kemudian ditambahkan ke label. iii) Dalam proses kontrol Untuk hasil yang optimal dalam mempersiapkan terkait sel vaksin, tingkat lambat pembekuan (1-5 ° C per menit) dan pencairan yang cepat sangat penting. Infektivitas titer dari sel yang terinfeksi, dan karenanya jumlah dosis per ampul, ditentukan setelah mengisi ampul. Demikian pula untuk vaksin sel-bebas, kandungan virus suspensi akhir, dan karenanya jumlah dosis per kontainer, ditentukan setelah mengisi. iv) tes bets produk akhir Menggunakan immunofluorescence assay (IFA) dengan monospecific serum, pemeriksaan harus dilakukan untuk menunjukkan bahwa produk tersebut dari kekhususan yang sama seperti virus benih. Hal ini paling baik dilakukan dengan menggunakan monoklonal antibodi. Sterility / kemurnian Pengujian ekstensif diperlukan dari bahan yang digunakan untuk memproduksi vaksin, dan produk akhir. Sel Substrat harus datang dari kawanan SPF, khususnya, bebas dari agen menular secara vertikal. Zat yang berasal dari hewan yang

Page 20: Marek Isma

digunakan dalam penyusunan vaksin seperti serum, tripsin, dan sapi serum albumin, harus bebas dari agen asing. Batch vaksin akhir yang dihasilkan harus diuji untuk bebas dari kontaminasi bakteri, jamur, Mycoplasma dan virus terdaftar untuk SPF ternak; tes untuk kemurnian pengencer juga harus dilakukan. Suitable tests for the detection of extraneous agents at all stages of vaccine production are recommended by several official bodies (Ministry of Agriculture, Fisheries and Food, UK, 1990; Office

Page 8Chapter 2.3.13. — Marek's disease 8 OIE Terrestrial Manual 2010 of Federal Regulations, USA (1989); Thornton, 1985) and in Chapter 1.1.9 Tests for sterility and freedom from contamination of biological materials. Keselamatan Ten doses of vaccine or a quantity of diluent equivalent to two doses of vaccine should be inoculated into separate groups of ten 1-day-old SPF chickens. No adverse reactions should occur during a 21- day observation period. With cell-associated vaccine, care is necessary to avoid injury from ampoules that may explode when they are removed from liquid nitrogen. Eye protection must be worn. Batch potency The standard dose of each type of vaccine is 1000 PFU per chicken or egg. Virus content assays are conducted on batches of vaccine to ensure that the correct dose per bird will be achieved. c) Requirements for authorisation i) Safety requirements Target animal safety The master seed virus should be shown to be non-pathogenic for chickens by inoculating ten times the field dose into 1-day-old SPF chickens of a strain susceptible to MD, to ensure that it does not cause gross lesions or significant microscopic lesions of MD by 120 days of age. It should be noted that some vaccine strains of MDV and HVT may produce minor and transient microscopic nerve lesions. Reversion-to-virulence for attenuated/live vaccines No increase in virulence should occur during six serial passages of the vaccine strain in 1-day-old SPF MD-susceptible chickens. Ten times the field dose of vaccine is inoculated initially and then passaged by inoculation of heparinised blood at 5–7-day intervals, and tests for viraemia are run to check that virus is transferred at each passage. The birds receiving the final passage are kept for 120 days and should be free from MD lesions. However, some strains such as Rispens, may cause some mild MD

Page 21: Marek Isma

lesi. The important observation is that the virulence should not change. This is a difficult test because the genetic resistance of the chickens fundamentally affects the apparent virulence of the virus, so does the type of inoculum. After successful completion of laboratory safety tests, the safety of the strain should be confirmed in extensive field trials. ii) Efficacy requirements A test for duration of immunity is carried out on the seed virus only. Such immunity is apparently lifelong. Preservatives are not included in the vaccine or diluent. During use, reconstituted vaccine must be kept cool and cell-associated vaccine should be agitated to keep cells in suspension. iii) Stability Tests for stability are carried out on six representative batches of vaccine to show that titre is maintained during the stated shelf life of the vaccine. These tests should be conducted under the conditions of storage of the vaccine. The lyophilised product should have a shelf life of 12 months when stored at 2–8°C. Manufacturers may double the virus content of the vaccine to compensate for some loss of titre during storage. Appropriate diluting fluids are provided for use with cell-associated and freeze-dried vaccines. The stability of reconstituted vaccine over a 2-hour period should be tested. 3. Vaccines based on biotechnology a) Vaccines available and their advantages Although genetically engineered recombinant vaccines have been developed (Reddy et al. , 1996) and tested in laboratory and field trials (Lee et al. , 2010), they are currently not in commercial use. b) Special requirements for biotechnological vaccines, if any Tidak ada.

Page 9Chapter 2.3.13. — Marek's disease OIE Terrestrial Manual 2010 9 REFERENSI A BDUL -C AREEM MF, H UNTER BD, N AGY E., R EAD LR, S ANEI

Page 22: Marek Isma

B., S PENCER JL & S HARIF S. (2006). Pengembangan a real-time PCR assay using SYBR Green chemistry for monitoring Marek's disease virus genome load in feather tips. J. Virol. Methods , 133 (1), 34–40. A FONSO CL, T UMLIN ER, L U Z., Z SAK L., R OCK DL & K UTISH GF (2001). The genome of turkey herpesvirus. J. Virol., 75 , 971–978. B ACON LD, W ITTER RL & S ILVA RF (2001). Characterization and experimental reproduction of peripheral neuropathy in white leghorn chickens. Avian Pathol., 30 , 487–499. B AIGENT SJ & D AVISON F. (2004). Marek's disease virus: biology and life cycle. In: Marek's disease: An Evolving Problem, Davison F. & Nair V., eds. Elsevier Academic Press, London, UK, 62–77. B AIGENT SJ, P ETHERBRIDGE LJ, H OWES K., S Mith LP, C URRIE RJW & N AIR V. (2005). Absolute quantitation of

Page 23: Marek Isma

Marek's disease virus genome copy number in chicken feather and lymphocyte samples using real-time PCR. J. Virol. Methods, 123 , 53–64 . B ECKER Y., A SHER Y., T ABOR E., D AVIDSON I., M ALKINSON M. & W EISMAN Y. (1992). Polymerase chain reaction for differentiation between pathogenic and non-pathogenic serotype 1 Marek's disease virus (MDV) and vaccine viruses of MDV-serotypes 2 and 3. J. Virol. Methods , 40 , 307–322. B UMSTEAD N., S ILLIBOURNE J., R ENNIE M., R OSS N. & D AVISON F. (1997). Quantification of Marek's disease virus in chicken lymphocytes using the polymerase chain reaction with fluorescence detection. J Virol. Methods , 65 , 75– 81. B URGESS SC & D AVISON TF (1999). A quantitative duplex PCR technique for measuring amounts of cell- associated Marek's disease virus: differences in two populations of lymphoma cells. J. Virol. Methods , 82 , 27–37. C ALNEK BW, H ITCHNER SB & A DLDINGER HK (1970). Lyophilization of cell-free Marek's disease herpesvirus and a herpesvirus from turkeys. Appl. Microbiol., 20 , 723–726. C HENG

Page 24: Marek Isma

Y.-Q., L EE LF, S Mith EJ & W ITTER RL (1984). An enzyme-linked immunosorbent assay for the detection of antibodies to Marek's disease virus. Avian Dis., 28 , 900–911. C OUNCIL OF E UROPE (1997a). Marek's Disease Vaccines (Live). In: European Pharmacopoeia, Third Edition. Editions of the Council of Europe, Strasbourg, France, 1814–1818. ISBN 92-871-2990-8. C OUNCIL OF E UROPE (1997b). Vaccines for Veterinary Use. Chapter 5.2.2. Chicken flocks free from specified pathogens for the production and quality control of vaccines. In: European Pharmacopoeia, Third Edition. Edisi of the Council of Europe, Strasbourg, France, 301–304. ISBN 92-871-2990-8. D AVIDSON I. & B ORENSHTAIN R. (2002). The feather tips of commercial chickens are a favourable source of DNA for the amplification of MDV and ALV-J. Avian Pathol ., 31 , 237–240. D AVISON F. & N AIR V., EDS . (2004). Marek's disease: An Evolving Problem. Elsevier Press, Amsterdam, the Netherlands and Boston, USA. H ANDBERG KJ, N IELSON OL & J ORGENSEN PH (2001). Use of serotype 1 & serotype 3 specific polymerase chain reaction for the detection of Marek's disease virus in chickens. Avian Pathol ., 30 , 243–249. Saya SLAM A., H ARRISON B., C HEETHAM

Page 25: Marek Isma

BF, M AHONY TJ, Y Oung PL & W ALKDEN -B Rown SW (2004). Diferensial amplification and quantitation of Marek's disease viruses using real-time polymerase chain reaction. J. Virol. Methods , 119 (2), 103–113. L EE LF, K REAGER KS, A RANGO J., P ARAGUASSU A., B ECKMAN B., Z HANG H., F ADLY AM, L UPIANI B. & R EDDY SM (2010). Comparative evaluation of vaccine efficacy of recombinant Marek's disease virus vaccine lacking Meq oncogene in commercial chickens. Vaccine, 28 , 1294–1299. L EE LF, L IU X. & W ITTER RL (1983). Monoclonal antibodies with specificity for three different serotypes of Marek's disease virus in chickens. J. Immunol ., 130 , 1003–1006.

Page 10Chapter 2.3.13. — Marek's disease 10 OIE Terrestrial Manual 2010 L EE LF, W

Page 26: Marek Isma

U P., S UI D., R EN D., K AMIL J., K UNG HJ & W ITTER RL (2000). The complete unique long sequence and the overall genomic organization of the GA strain of Marek's disease virus. Proceedings of the National Academy of Sciences, USA, 97 , 6091–6096. M ERIEUX C., H ULSE EC, G AUDRY D., A Ilan WH, R EGAMEY RH, EDS (1974). International Symposium on Requirements for Poultry Virus Vaccines. Proceedings of the 42nd Symposium, International Association of Biological Standardization, Lyon, France, August 1973. Dev. Biol. Stand ., 25 , 423. M INISTRY OF A Griculture , F ISHERIES AND F OOD (1990). Guidelines for the Production and Control of Avian Virus Vaksin. MAL 74. HMSO, London, UK. N AIR V. (2004). Successful control of Marek's disease by vaccination . In: Control of Infectious Animal Diseases by Vaccination, Schudel A. & Lombard M., eds. Dev. Biol. (Karger, Basel, Switzerland), 119 , 147–154. O FFICE OF F

Page 27: Marek Isma

EDERAL R EGULATIONS (1989). Animals and Animal Products. Code of Federal Regulations, Vol. 9. National Archives of the United States, USA. R EDDY SK, S HARMA JM, A Hmad J., R EDDY DN, M C M ILLEN JK, C OOK SM, W ILD MA & S CHWARTZ RD (1996). Protective efficacy of a recombinant herpesvirus of turkeys as an in ovo vaccine against Newcastle and Marek's diseases in specific-pathogen-free chickens. Vaccine, 14 , 469–477. R EDDY SM, W ITTER RL & G IMENO IM (2000). Development of a quantitative-competitive polymerase chain reaction assay for serotype 1 Marek's disease virus. Avian Dis ., 44 , 770–775. S CHAT KA & N AIR V (2008). Marek's disease. In: Diseases of Poultry, Twelfth Edition, Saif YM et al ., eds. Blackwell Publishing, Ames Iowa, USA, 452–514. S HARMA JM (1998). Marek's disease. In: A Laboratory Manual for the Isolation and Identification of Avian Pathogens, 4th Edition. Swayne DE et al ., eds. American Association of Avian Pathologists, 116–124. S HARMA JM (1999). Introduction to poultry vaccines and immunity. Adv. Vet. Med., 41 , 481–494.

Page 28: Marek Isma

S ILVA RF (1992). Differentiation of pathogenic and non-pathogenic serotype 1 Marek's disease viruses (MDVs) by the polymerase chain reaction amplification of the tandem direct repeats within the MDV genome. Avian Dis ., 36 , 521–528. S ILVA RF, C ALVERT JG & L EE LF (1997). A simple immunoperoxidase plaque assay to detect and quantitate Marek's disease virus plaques. Avian Dis., 41 , 528–534. S PENCER JL & C ALNEK BW (1970). Marek's disease: application of immunofluorescence for detection of antigen and antibody. Am. J. Vet. Res ., 31 , 345–358. T HORNTON DH (1985). Quality control and standardisation of vaccines. In: Marek's Disease, Payne LN ed. Martinus Nijhoff, Boston, USA, 267–291. U Nited S TATES D EPARTMENT OF A Griculture (USDA) (1995). Code Of Federal Regulations, Title 9, Parts 1–199. US Government Printing Office, Washington DC, USA. W ITTER RL (2001). Protective efficacy of Marek's disease vaccines. In: Marek's disease, Hirai K., ed. Springer- Verlag, Berlin, Germany, 58–90. Z HU G.-S., O JIMA T., H IRONAKA T., I HARA T., M

Page 29: Marek Isma

IZUKOSHI N., K ATO A., U EDA S. & H IRAI K. (1992). Differentiation of oncogenic and non-oncogenic strains of Marek's disease virus type 1 by using polymerase chain reaction DNA amplification. Avian Dis ., 36 , 637–645. Z ELNIK V., H ARLIN O., F EHLER F., K ASPERS B., G OEBEL TW, N AIR V. & O STERRIEDER N. (2004). An enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) for detection of marek's disease virus-specific antibodies and its application in an experimental vaccine trial. J. Vet. Med. B Infect. Dis. Vet. Public Health , 51, 61–67. * ** NB: There are OIE Reference Laboratories for Marek's disease (see Table in Part 3 of this Terrestrial Manual or consult the OIE Web site for the most up-to-date list: www.oie.int).

Page 11Chapter 2.3.13. — Marek's disease OIE Terrestrial Manual 2010 11 NB: There is an OIE Reference Laboratory for Scrapie (see Table in Part 3 of this Terrestrial Manual or consult the OIE Web site for the most up-to-date list: http://www.oie.int/en/our-scientific-expertise/reference-laboratories/list-of-laboratories/ ). Please contact the OIE Reference Laboratories for any further information on diagnostic tests, reagents and vaccines for Scrapie