29
MASALAH KETENAGAKERJAAN DAN LAPANGAN KERJA DI INDONESIA Disusun oleh: Nama : ARISTYA RIZKY P. Kelas : XII TAV 2 Absen : 08 SMK NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

MASALAH KETENAGAKERJAAN DAN

LAPANGAN KERJA DI INDONESIA

Disusun oleh:

Nama : ARISTYA RIZKY P.

Kelas : XII TAV 2

Absen : 08

SMK NEGERI 1 KANDEMAN

BATANG

Page 2: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

PERMASALAHAN

KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

Ketika Negara tetangga kita sedang menikmati keberhasilan sistem

ketenagakerjaannya, kita masih terkutat dengan permasalahan gimana caranya agar

tenaga kerja di Indonesia menjadi sejahtera dan pengusahapun mengalami yang sama.

Sampai-sampai banyak sekali demo dimana-mana untuk menuntut hak tenaga kerja,

yah terutama para buruh yang selalu dikatakan menjadi sapi perah bagi para

pengusaha. Permasalahan yang dilmatis bagi Indonesia apabila sangat berpihak ke

pekerja maka ada kemungkinan pengusaha ngambek dan parahnya (mungkin)

investor kabur semua..nah kali terlalu berpihak ke pengusaha, mungkin sila Pancasila

yang ke-2 Kemanusiaan yang adil dan beradab akan berubah menjadi Kemanusiaan

yang tidak adil dan tidak beradab, karena memeras keringat sendiri tapi untuk

keuntungan orang/Negara lain…yah begitulah kira-kiranya dilematis yang dihadapi

Negara kita.

Sudah berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi

masalah tenaga kerja, seperti buruh pabrik yang masih saja belum mendapatkan

haknya, kemudian tenaga kerja di luar negeri yang ternyata sampai sekarang masih

terdapat kasus-kasus yang sangat memiriskan hati kita.. dalam hal ini saya coba

fokuskan usaha pemerintah dalam mengatasai permasalahan tenaga kerja di Indonesia

dengan mengeluarkan UU No 13 Tahun 2003 Mengenai Ketenagakerjaan.

Tenaga Kerja dan Permasalahannya

Masalah kontemporer ketenagakerjaan Indonesia saat ini menurut analisis saya

berangkat dari beberapa faktor, yaitu;

1. Lapangan pekerjaan semakin sedikit

2. Tingginya jumlah penggangguran massal;

3. Rendahnya tingkat pendidikan;

4. Minimnya perlindungan hukum

5. Upah kurang layak

Page 3: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

6. External factor (sepeti krisis global yang menurut beberapa ahli krisis ini

masih terus terjadi hingga 2010)

7. Tidak memiliki kreativitas dan inovasi-inovasi

Dari berbagai faktor tersebut mungkin kita akan mengatakan bahwa tenaga kerja justu

menjadi masalah bagi bangsa ini. Apakah kita akan selalau berpikir seperti itu?

Mungkin negaa ini akan tersu terkutat dengan masalah tersebut. Jika melihat data

pengangguran di Indonesia pada Agustus tahun 2006 sebesar 10,93 orang kemudian

pada tahun 2007 (bulan Agustus) sebesar 10,01 juta. Kemudian angka pengangguran

di Indonesia pada Agustus 2008 mencapai 9,39 juta. (Data: Olahan dari BPS dan dai

berbagai sumber)

Sementara jumlah penduduk yang bekerja mencapai 102,55 juta orang

bertambah 503 ribu dibanding Februari 2008, atau bertambah 2,62 juta dibanding

Agustus 2007. Sehingga total jumlah angkatan kerja yang bekerja maupun

pengangguran pada Agustus 2008 mencapai 111,95 juta orang, bertambah 470 ribu

orang dibanding Februari 2008 atau bertambah 2,01 juta orang dibanding Agustus

2007. Sektor yang mengalami peningkatan lapangan kerja pada Agustus 2008

dibanding Agustus 2007 adalah jasa kemasyarakatan yang terdiri dari pembantu

rumah tangga, pertukangan baik tukang kayu dan tukang batu dan jasa cleaning

services yang naiak 1,08 juta orang. Di sisi lain dibanding Februari 2008 sektor

pertanian mengalami penurunan tenaga kerja sebanyak 1,36 juta namun lapangan

kerja sektor pertanian tetap yang terbesar 41,33 juta orang atau 40,33%. Pada Agustus

2008 penduduk yang bekerja sebagai buruh atau karyawan sebanyak 28,18 juta atau

27,5%, berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak 21,77 juta atau 21,2% dan

berusaha sendiri 20,92 juta atau 20,4%. (Data: Olahan dari BPS dan dai berbagai

sumber)

Setelah melihat data tersebut angka pengangguran mengalami penurunan dari tahun

ke tahun (saya percaya angka ini mungkin turun, jika anda melihat dari sumber lain

mungkin angka pengangguran di Indonesia justru mengalami kenikan, terutama

angka kemiskinan). Sedangkan berdasarkan data tersebut justru yang meningkat

adalah jasa kemasyarakatan yang terdiri dari pembantu rumah tangga, pertukangan

baik tukang kayu dan tukang batu dan jasa cleaning services yang naiak 1,08 juta

orang. Saya sakin anda sebagai mahasiswa tidak mau masuk ke lapangan pekejaan in.

Page 4: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

Kemudian melihat angka yang masih sampai 9,39 juta pada tahun 2008 mungkin

angka ini sama dengan jumlah beberapa kota/kabupaten di Indonesia mungkin angka

ini lebih besar dari beberapa daerah tersebut.

Outsourcing: Apakah Pemecahan Masalah?

Pemerintah sudah berupaya untuk mengurangi angka pengangguran dan juga

meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja di Indonesia. Namun ingat dilema

pemerintah adalah antara tenaga kerja atau kepada pengusaha (si pemiliki lapangan

pekerjaan). Salah satu upayanya adalah dikeluarkan undang-undang No 12 Tahun

2003 tentang Ketenaga kerjaan, kemudian pada salah satu pasalnya yaitu 64, 65 dan

pasal 66 memungkinkan perusahaan melakukan outsourcing.

Berdasarka UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai dasar

hukum diberlakukannya outsourcing (Alih Daya) di Indonesia, membagi outsourcing

(Alih Daya) menjadi dua bagian, yaitu: pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa

pekerja/buruh. Pada perkembangannya dalam draft revisi Undang-Undang No. 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan outsourcing (Alih Daya) mengenai

pemborongan pekerjaan dihapuskan, karena lebih condong ke arah sub contracting

pekerjaan dibandingkan dengan tenaga kerja.

Untuk mengkaji hubungan hukum antara karyawan outsourcing (Alih Daya)

dengan perusahaan pemberi pekerjaan, akan diuraikan terlebih dahulu secara garis

besar pengaturan outsourcing (Alih Daya) dalam UU No.13 tahun 2003. Dalam UU

No.13/2003, yang menyangkut outsourcing (Alih Daya) adalah pasal 64, pasal 65

(terdiri dari 9 ayat), dan pasal 66 (terdiri dari 4 ayat).

Pasal 64 adalah dasar dibolehkannya outsourcing. Dalam pasal 64 dinyatakan

bahwa: Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada

perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa

pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.”

Pasal 65 memuat beberapa ketentuan diantaranya adalah:

penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan

melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis (ayat 1);

Page 5: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, seperti yang dimaksud dalam ayat (1)

harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi

pekerjaan;

merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan;

tidak menghambat proses produksi secara langsung. (ayat 2)

perusahaan lain (yang diserahkan pekerjaan) harus berbentuk badan hukum (ayat 3);

perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan lain sama dengan

perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan

atau sesuai dengan peraturan perundangan (ayat 4);

perubahan atau penambahan syarat-syarat tersebut diatas diatur lebih lanjut dalam

keputusan menteri (ayat 5);

hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian tertulis antara

perusahaan lain dan pekerja yang dipekerjakannya (ayat 6)

hubungan kerja antara perusahaan lain dengan pekerja/buruh dapat didasarkan pada

perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (ayat 7);

bila beberapa syarat tidak terpenuhi, antara lain, syarat-syarat mengenai pekerjaan

yang diserahkan pada pihak lain, dan syarat yang menentukan bahwa perusahaan

lain itu harus berbadan hukum, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan

perusahaan penyedia jasa tenaga kerja beralih menjadi hubungan kerja antara

pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan (ayat 8).

Pasal 66 UU Nomor 13 tahun 2003 mengatur bahwa pekerja/buruh dari

perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja

untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung

dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang yang tidak

berhubungan langsung dengan proses produksi. Perusahaan penyedia jasa untuk

Page 6: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi juga harus

memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:

adanya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa

tenaga kerja;

perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa

tenaga kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau tidak tertentu

yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak;

perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang

timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis.

Outsourcing berasal dari bahasa Inggris yang berarti “alih daya”. Outsourcing

mempunyai nama lain yaitu “contracting out” merupakan sebuah pemindahan operasi

dari satu perusahaan ke tempat lain. Hal ini biasanya dilakukan untuk memperkecil

biaya produksi atau untuk memusatkan perhatian kepada hal lain.Di negara-negara

maju seperti Amerika & Eropa, pemanfaatan Outsourcing sudah sedemikian

mengglobal sehingga menjadi sarana perusahaan untuk lebih berkonsentrasi pada

core businessnya sehingga lebih fokus pada keunggulan produk servicenya.

Pemanfaatan outsourcing sudah tidak dapat dihindari lagi oleh perusahaan di

Indonesia. Berbagai manfaat dapat dipetik dari melakukan outsourcing; seperti

penghematan biaya (cost saving), perusahaan bisa memfokuskan kepada kegiatan

utamanya (core business), dan akses kepada sumber daya (resources) yang tidak

dimiliki oleh perusahaan.

Disinlah mulai ada pergeseran mengenai fungsi outsourcing, yang seharusnya

hanya diberikan untuk pekerjaan-pekerjaan bukan inti, seperti cleaning services atau

satpam. Namun dalam perkembangannya Outsourcing seringkali mengurangi hak-hak

karyawan yang seharusnya dia dapatkan bila menjadi karyawan permanen (kesehatan,

benefit dkk). Outsourcing pada umumnya menutup kesempatan karyawan menjadi

permanen. Posisi outsourcing selain rawan secara sosial (kecemburuan antar rekan)

juga rawan secara pragmatis (kepastian kerja, kelanjutan kontrak, jaminan pensiun).

Bahkan di beberapa perusahaan justru memberikan pekerjaan inti kepada karyawan

dari outsourcing seperti PT KAI, yang memperkerjakan tenaga outsourcing untuk

Page 7: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

bagian penjualan tiket, porter, administrasi dan penjaga pintu masuk. Padahal

pekerjaan-pekerjaan tersebut terkait langsung dengan jasa angkutan kereta api.

Kemudian banyak perusahaan lainnya yang melakukan pelanggaran seperti ini.

Umumnya tenaga kerja di outsource untuk menekan biaya yang harus dikeluarkan

karena perusahaan tidak berkewajiban menanggung kesejahteraan mereka. Tenaga

outsource juga tidak harus diangkat sebagai karyawan tetap sehingga beban

perusahaan berkurang.

Inilah yang menjadi pemikiran bagi para karyawan, dimana outsourcing hanya

dianggap sebagai suatu upaya bagi perusahaan untuk melepaskan tanggungjawabnya

kepada kayawan, dengan alas an efesiensi dan efektifitas pekerjaan, outsourching ini

dilakukan.

Maka dalam outsourcing (Alih daya) sebagai suatu penyediaan tenaga kerja

oleh pihak lain dilakukan dengan terlebih dahulu memisahkan antara pekerjaan utama

(core business) dengan pekerjaan penunjang perusahaan (non core business) dalam

suatu dokumen tertulis yang disusun oleh manajemen perusahaan. Dalam melakukan

outsourcing perusahaan pengguna jasa outsourcing bekerjasama dengan perusahaan

outsourcing, dimana hubungan hukumnya diwujudkan dalam suatu perjanjian

kerjasama yang memuat antara lain tentang jangka waktu perjanjian serta bidang-

bidang apa saja yang merupakan bentuk kerjasama outsourcing. Karyawan

outsourcing menandatangani perjanjian kerja dengan perusahaan outsourcing untuk

ditempatkan di perusahaan pengguna outsourcing.

Pemecahan Masalah: Kewirausahaan Sosial

Terlepas dari berbagai permasalahan pengangguan dan masalah lainnya yang

terkait dengan tenaga kerja. Sudah sepatutnya kita harus menjadi anak bangsa yang

memiliki kreatifitas dan inovasi-inovasi (ini adalah satu permasalahan ketenaga

kerjaan –kurang kreatifi dan inovatif-). Terutama mahasiswa yang memiliki jiwa

ingin tahu dan ingin maju seta ingin memecahkan permasalahn-permasalahan sosial

yang terjadi di sekitarnya, karena itulah mahasiswa sering disebut sebagai agent of

change. Maka diperlukan spirit kewirausahaan sosial pada para agen perubahan

tersebut. Dengan jiwa social entrepreneurship tersebut akan mendorong masyarakat

untuk membangun dan mengembangkan inovasi-inovasi baik yang diadopsi dari luar

Page 8: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

maupun dari lokal dan tentunya tanpa harus menanggalkan jati diri bangsa. Tentu

dengan tujuan untuk mengatasi permasalahan sosial di Indonesia, seperti masalah

pengangguran tadi.

Social Entrepreneurship akhir-akhir ini menjadi makin populer terutama

setelah salah satu tokohnya Dr. Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank di

Bangladesh mendapatkan hadiah Nobel untuk perdamaian tahun 2006. Namun di

indonesia sendiri kegiatan ini masih belum mendapatkan perhatian yang sungguh-

sungguh dari pemerintah dan para tokoh masyarakat karena memang belum ada

keberhasilan yang menonjol secara nasional. Bahkan dari pihak swasta (perusahaan)

melalui coorporate social responsibility (CSR) belum bisa menumbuhkan

entrepeneur- entrepeneur muda, karena CSR yang dikeluarkan lebih ditujukan untuk

mengamankan perusahaan bukan memberdayakan masyarakat sekitarnya.

Maka diperlukan banyak terobosan, dibutuhkan upaya-upaya untuk

memadukan berbagai inisiatif. Oleh karena itu persoalan kita lebih pada bagaimana

menemukan spirit daripadanya. Bagaimana agar kinerja wirausaha itu semakin

memiliki dampak sosial yang besar. Karena baik Muh. Yunus maupun tokoh-tokoh

wirausaha sosial tak kan mengingkari, bahwa kesuksesan mereka lahir dari

pergumulan yang demikian intens dengan kemiskinan. Maka upaya untuk

memasyarakatkan Social Entrepreneurship harus mendapatkan dukungan semua

pihak yang mendambakan terwujudnya kesejahteraan rakyat yang merata, dan

diharapkan tidak hanya berhenti dalam seminar ini saja tetapi dilanjutkan dengan

rencana aksi yang nyata sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh masyarakat.

David Bornstein memaparkan bagaimana para wirausahawan sosial dari

berbagai belahan dunia yang hampir tak terliput oleh media namun telah mengubah

aras sejarah dunia dengan terobosan berupa gagasan-gagasan inovatif, memutus

sekat-sekat birokrasi, mengusung komitmen moral yang tinggi dan kepedulian (How

to Change the World, 2004). Selain buah kerja brilian Muhammad Yunus, puluhan

kisah wirausahawan sosial lain, seperti Fabio Rosa (Brasil) yang menciptakan sistem

listrik tenaga surya yang mampu menjangkau puluhan ribu orang miskin di pedesaan,

Jeroo Billimoria (India) yang bekerja keras membangun jaringan perlindungan anak-

anak telantar, Veronika Khosa (Afrika Selatan) yang membangun model perawatan

yang berbasis rumah (home-based care model) untuk para penderita AIDS yang telah

Page 9: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

mengubah kebijakan pemerintah tentang kesehatan di negara tersebut, dan banyak

lagi tokoh yang buah tangannya telah terasa langsung manfaatnya oleh masyarakat.

Dengan demikian, kewirausahaan sosial merupakan salah satu upaya untuk

memperkenalkan solusi baru pada masalah-masalah sosial. Para wirausahawan sosial

(social entrepreneur) dengan komitmen kerja dan moral yang tinggi, merupakan

kesegaran di tengah-tengah pembangunan yang terasa mengimpit. Dengan segala

keterbatasaanya wirausahaan sosial dapat memberikan peluang-peluang di

masyarakat untuk maju bersama. Kemudian dengan pentingnya posisi wirausahaan

sosial yang dapat bersinegi dalam pencapaian MDGs, pemerintah dapat memberikan

dukungan penuh dengan mengeluarkan regulasi yang memberikan iklim kondusif

bagi pertumbuhan kewiausahaan sosial di Indonesia.

Page 10: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

Pustaka

Staf Laboratorium Kesejahteraan Sosial FISIP Unpad

Salah satu Anggota Penyusun Buku No Nganggur No Cry

Alma, Buchari. 1999. Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta.

Chandra dan Hendro. 2006. Be A Smart And Good Entrepeneur. Bekasi: CLA Publishing.

Beberapa Media Cetak seperti Kompas dan Sinar Harapan

Page 11: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

MASALAH KETENAGAKERJAAN DAN

LAPANGAN KERJA DI INDONESIA

Disusun oleh:

Nama : YULIO ANJAR WIJAYA

Kelas : XII TAV 2

Absen : 36

SMK NEGERI 1 KANDEMAN

BATANG

Page 12: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

Akar Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia

Peluang kerja terbuka bagi tenaga kerja Indonesia, meskipun Pemerintah Malaysia

menerapkan aturan yang ketat dalam berbagai hal, termasuk dalam masalah

ketenagakerjaan.

Indonesia dan Malaysia adalah dua negara yang memiliki persamaan dan

keseragaman dalam berbagai hal. Paling mencolok dari fenomena tersebut adalah ras

dan agama. Masing-masing negara didominasi oleh penduduk dengan ras Melayu dan

beragama Islam. Persamaan itu secara otomatis menyebabkan banyaknya kesamaan

budaya dan bahasa. Kalau kita cermati budaya dan bahasa yang ada di kedua negara

bisa sama-sama difahami.

Berdasarkan sejarah rakyat Indonesia memiliki ikatan yang kuat dengan rakyat di

Malaysia. Setidaknya dalam literatur studi bidang sejarah dinyatakan bahwa

penyebaran Islam ke wilayah Indonesia bermula dari wilayah Malaysia. Khususnya di

Malaka dan berbagai migrasi baik dari Indonesia ke Malaysia. Atau sebaliknya sudah

dilakukan semenjak manusia mulai mengenal peradaban alat transportasi laut.

Pertama, Malaka sebagai pusat penyebaran Islam berperan strategis dalam

mempercepat proses Islamisasi di wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan

Sulawesi, dampaknya Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia

memiliki kesamaan dalam bermahzab.

Page 13: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

Kedua, migrasi di kedua belah pihak baik Indonesia atau Malaysia melahirkan

persamaan identitas kebudayaan yang bernama melayu. Bahkan, seorang pangeran

bernama prameswara dari Kerajaan Palembang membangun sebuah kesultanan yang

besar bernama Malaka.

Perjalanan sejarah yang panjang di antara sesama rumpun Melayu menyebabkan

adanya ikatan emosional yang begitu kuat. Setelah masing-masing negara

menentukan nasibnya sendiri, pasca jatunya rezim kolonialisme dan imprealisme

bangsa Eropa, baik Indonesia yang dijajah Belanda atau pun Malaysia yang dijajah

Inggris harus terpisahkan oleh batas teritorial dan legal formal kenegaraan. Sehingga,

muncullah istilah Melayu Indonesia dan Melayu Malaysia. Akan tetapi kedua negara

ini sulit dibedakan karena memiliki akar budaya dan sejarah yang sama.

Pada perjalananya, baik Malaysia atau pun Indonesia memilih jalan sendiri-sendiri.

Terutama dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial. Indonesia dengan arsitek

pembangunan yang lebih agresif dari Malaysia mencoba membangun negara dengan

menjadikan ekonomi dan kesetabilan politik sebagai panglima. Sedangkan Malaysia

lebih mengedepankan sektor pendidikan yang memiliki nilai investasi jangka panjang

bagi bangsanya. Di antara kedua pilihan tersebut tidak ada yang dianggap lebih baik

atau buruk dalam konsep perdebatan. Tetapi, realitalah yang akan membuktikan.

Pada kenyataanya Indonesia gagal menjalankan strategi pembangunanya sedangkan

Malaysia mampu unggul dalam jangka panjang. Khususnya di era globalisasi seperti

saat ini.

Page 14: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

Kegagalan Indonesia dalam membangun menyebabkan permasalahan dalam bidang

ekonomi khususnya excess labour. Dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta

pemerintah ternyata tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang layak dan

menjanjikan. Permasalahan ini disebabkan oleh banyak faktor. Tetapi, yang paling

parah adalah mismanagement dalam penyelenggaraan negara.

Permasalahan salah urus negara yang paling mencuat adalah tentang korupsi dan

buruknya kreativitas decision maker. Sehinnga, ada atau tidaknya pemerintah tanpa

ada bedanya. Justru dengan adanya pemerintah membebani warganya dalam

beraktivitas. Kelebihan tenaga kerja ini menyebabkan adanya arus migrasi dari

perekonomian yang kurang mapan menuju perekonomian yang lebih makmur.

Pada sisi yang lain ternyata hasil investasi jangka panjang Malaysia memberikan

kontribusi yang signifikan pada perekonomian Malaysia. Ditambah lagi

profesionalitas penyelenggara negara dan tanggung jawab kepada rakyat membuat

kondisi kehidupan di Malaysia terasa lebih baik dan menggiurkan bagi warga

Indonesia.

Secara alamiah maka terjadilah arus pergerakan tenaga kerja ke Malaysia. Mengingat

negara ini memiliki akar budaya dan kesamaan adat istiadat. Sehingga, setiap tenaga

kerja Indonesia (TKI) yang hijrah ke Malaysia tidak perlu belajar lebih lama dalam

bidang budaya dan bahasa. Ditambah lagi banyaknya kesempatan yang menjanjikan

ringgit di negeri jiran ini dikarenakan proporsi jumlah penduduk dan perekonomian

masih belum simbang.

Menurut data Imigrasi Malaysia ada dua juta TKI di Malaysia yang terdiri atas 1,2

Page 15: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

juta TKI legal dan 800.000 ilegal telah bermukim Di Malaysia sampai dengan tahun

2007-2008. Migrasi tenaga kerja dari Indonesia ke Malaysia khususnya mengisi

bidang pekerjaan yang, tanpa disadari oleh pemerintah Indonesia sebenarnya

memiliki potensi permasalahan yang siap meledak di masa yang akan datang.

Permasalahan tersebut mengakar pada dua hal. Sumber daya manusia (SDM) buruh

migrant yang tidak memadai khusunya dalam latar belakang pendidikan dan birokrasi

pemerintah Indonesia yang buruk dan merajalelanya korupsi.

Sebenarnya perekonomian Indonesia dan Malaysia sangat tergantung pada kerja sama

dalam bidang buruh migrant ini. Pada sisi Indonesia diterimnya tenaga kerja asal

Indonesia di Malaysia merupakan lapangan perkerjaan bagi banyak warga negara

Indonesia. Mengingat pemerintah Indonesia tidak mampu menyediakan lapangan

pekerjaan yang memadai bagi rakyatnya.

Bagi Malaysia kedatangan para buruh migrant ke negaranya menguntungkan pada

dua hal. Ketersediaan tenaga kerja kasar dan bisa dibayar dengan harga yang lebih

murah, seperti di sektor perkebunan, kontruksi, jasa pembantu rumah tangga dan

manufaktur. Artinya, roda ekonomi kedua negara juga terbantu dengan kerja sama

ini.

Para TKI yang datang ke Malaysia pada kenyataannya harus melalui proses yang

resmi atau legal. Untuk mengurus izin atau permit setiap buruh migran legal harus

membayar sekitar RM 1.800 untuk izin kerja. Itu berarti bahwa dari gaji rerata

sebesar RM 13-20, sebenarnya setiap buruh migrant mengembalikan RM 5 di

antaranya ke pemerintah Malaysia (Wahyudi, 2007).

Page 16: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

Sedangkan yang mengalir ke anggaran pemerintah Indonesia secara pasti sulit

dihitung. Tapi, Wahyudi Kumorotomo, seorang pengajar FISIP UGM, tahun 2007

menyampaikan dalam makalahnya bahwa ketika Indonesia masih menghadapi krisis

pada periode antara 1999-2001, misalnya, tercatat bahwa remittance dari buruh

migran ke tanah air mencapai Rp 28,29 triliun. Secara lebih jauh dapat disimpulkan

bahwa buruh migrant legal juga membayar kewajibannya kepada kedua negara secara

mahal.

Sayangnya, baik pemerintah Indonesia dan Malaysia kurang menghargai jasa dan

kontribusi mereka. Status buruh migrant atau para TKI masih dianggap rendah, atau

bahkan secara ekstrim dikatakan sebagai budak (Slaver/Maid).

Hal ini bisa dilihat dari berbagai perlakuan yang diterima dari kedua negara.

Pemerintah Indonesia hanya mau menerima devisa yang dihasilkan para buruh

migrant tanpa mau mengelola secara profesional dan bertanggung jawab. Di sisi lain,

pemerintah Malaysia menganggap bahwa pemerintah Indonesia yang harus

bertanggung jawab karena dengan diterimanya TKI bekerja di negaranya ini sangat

menguntungkan bagi perekonomian Indonesia. 

Berbagai permasalahan seputar TKI Di Malaysia pada akhirnya muncul ke

permukaan. Muhammad Iqbal (dalam tulisanya sebuah harian terbit di Jawa Timur)

mengatakan bahwa tahun 2009 merupakan tahun duka bagi TKI di Malaysia. Sebagai

contoh kasus terakhir adalah penganiayaan Siti Hajar oleh majikan dan kematian

Muntik Hani akibat disiksa majikannya di Malaysia beberapa bulan lalu.

Sebenarnya permasalahan TKI di Malaysia ibarat fenomena gunung es yang kalau

Page 17: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

dibiarkan lama akan menyebabkan kerugian sosial bagi kedua negara. Dalam setahun

KBRI Kuala Lumpur harus menampung sekitar 1.000 kasus TKI yang lari dari

majikan dan sekitar 600 kasus kematian TKI di Malaysia. Itu belum termasuk data di

empat Konsulat Jenderal RI di Penang, Johor Bahru, Kota Kinabalu, dan Kuching

yang diperkirakan hampir sama dengan data kasus di KBRI Kuala Lumpur.

Pihak yang sebenarnya paling bertanggung jawab atas problematika TKI di Malaysia

pada khususnya dan di luar negeri pada khususnya adalah pemerintah Indonesia.

Kenapa demikian, karena pemerintah Indonesia adalah pihak yang mengirimkan

tenaga kerja. Sudah selayaknya pihak ini mengelolanya dengan profesional.

Apabila dikelola dengan baik sebenarnya juga memberikan manfaat yang besar bagi

negara. Kalau ditinjau lebih dalam di tubuh pemerintah Indonesia ada dua hal yang

menjadi permasalahan utama. Pertama, pemerintah Indonesia gagal mendidik buruh

migrant yang kompetitif dan memiliki skill yang memadai dan yang kedua birokrasi

pemerintah Indonesia terlalu banyak korupsi yang menyebabkan terdistorsinya

kebijakan.

SDM yang tidak memadai dan skill yang kurang justru menyebabkan permasalahan

ketika para TKI sudah sampai di tempat tujuan. Mayoritas, pekerja kasar yang datang

untuk bekerja kasar memiliki latar belakang pendidikan yang kurang memadai.

Sebagai contoh biasanya hanya lulusan sekolah menengah pertama dan sangat sedikit

yang lulus sekolah menengah atas atau bahkan perguruan tinggi. Sehingga, skill yang

dimiliki juga rendah apabila dibandingkan dengan tenaga kerja yang berasal dari

Filipina atau India.

Page 18: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

Tidak hanya skill yang rendah. Tetapi, juga menyebabkan intelektualitas yang rendah.

Maka terjadi kesulitan apabila menghadapi masalah atau berfikir secara jernih.

Dengan kata lain mudah sekali tertipu. Baik oleh para majikan, agent tenaga kerja,

atau pun oknum pemerintah.

Penyelenggara negara yang korup dan tidak bertanggung jawab menambah

penderitaan para tenaga kerja. Khususnya dari sisi perizinan dan pengayoman.

Pemerintah tidak bertanggung jawab dengan memastikan bahwa setiap buruh migrant

yang berangkat ke luar negeri memiliki kopetensi, skill, dan kapabilitas yang

memadai pada bidangnya. Yang diharapkan adalah mereka mau membayar pajak dan

berbagai uang yang disyaratkan sudah cukup. Tanpa memikirkan dampaknya ke

depan. Bahkan, kerja sama antara oknum pemerintah dan agen tenaga kerja sering

kali menjerumuskan para tenaga kerja bekerja tidak sesuai bidangnya dan menarik

biaya keberangkatan yang melebihi apa yang harus dibayar oleh para pekerja.

Penderitaan para buruh migrant sebenarnya berlanjut secara terus menerus. Tidak

hanya karena kompetensi dan pemerintah yang tidak bertanggung jawab. Terlebih

dari itu oknum pemerintah terutama yang berhubungan dengan berbagai urusan

tenaga kerja seperti imigrasi dan departemen tenaga kerja sering memeras para buruh

migrant. Sebagai contoh ketika para buruh migrant ini kembali dari Malaysia ke

Indonesia. Mereka selalu dipisahkan dengan penumpang biasa baik tourist,

pelancong, atau pun pelajar. Tujuanya adalah untuk memudahkan mengorganisir

dalam memanfaatkan keluguan mereka untuk diperas.

Para oknum ini berupaya mencari setiap kesalahan. Atau bahkan mengada-ngada

setiap kesalahan dengan ujungnya adalah meminta uang dari para TKI. Hal seperti ini

Page 19: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

bisa ditemui di berbagai pintu kedatangan atau keberangkatan internasional.

Khusunya yang membuka line penerbangan ke berbagai kota Di Malaysia.

Ironis dan lengkap sudah penderitaan para buruh migrant ini. Di tempat kerja mereka

terkadang membanting tulang tanpa mengenal lelah dengan durasi masa kerja hampir

18 jam sehari. Sedangkan, di Indonesia pemegang kebijakan justru tidak bertanggung

jawab. Dan, bahkan ada sebagian oknum yang menjadikan sapi perahan.

Sebenarnya martabat mereka jauh lebih baik daripada para pegawai penyelenggara

negara atau apara oknum ini yang menyalahgunakan jabatan serta berusaha

memperkaya diri. Karena, mereka mencari jalan dan inisiatif terhadap kebuntuan dan

ketidakmampuan pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan di dalam negeri. 

Page 20: Masalah Ketenagakerjaan Dan Lapangan Kerja Di Indonesia

Pustaka

Master Student in Economics, Kulliyah of Economics and Management Sciences,

International Islamic University Malaysia and Researcher ISEFID. 

Alma, Buchari. 1999. Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta.

Chandra dan Hendro. 2006. Be A Smart And Good Entrepeneur. Bekasi: CLA Publishing.

Beberapa Media Cetak seperti Kompas dan Sinar Harapan