17
MASALAH TIDUR TERKAIT DENGAN GEJALA PERILAKU DAN PSIKOLOGI SERTA FUNGSI KOGNITIF PADA PENYAKIT ALZEIMER ABSTRAK Latar belakang dan Tujuan Telah ditunjukkan bahwa gangguan tidur pada penyakit Alzeimer terkait dengan masalah penurunan kognitif dan perilaku. Faktanya banyak penelitian telah menemukan bahwa tidur siang berkorelasi signifikan dengan penurunan kognitif pada penyakit Alzeimer. Bagaimanapun, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa masalah tidur berkaitan dengan gejala fungsi kognitif dan prilaku pada penyakit Alzeimer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh dari tidur malam pada gejala kognitif, perilaku dan psikologi dari demensia pada penyakit Alzeimer. Metode Populasi penelitian terdiri dari 117 subjek, yaitu 63 penderita Alzeimer, 54 lansia non demensia usia dan jenis kelamin serupa. Gejala prilaku dan fungsi kognitif diukur menggunakan SNSB dan NPI-K . Karaketristik tidur diukur menggunakan PSQI-K. Korelasi hasil PSQI-K dengan SNSB dan PSQI dengan NPI-K selanjutnya dianalisis. Hasil Pada pasien Alzeimer, latensi tidur berkorelasi negatif dengan praxis (p=0,041), RCFT immediate recall (p=0,041) dan RCFT (P=0,008) setelah mengontrol usia dan pendidikan, durasi dan efisiensi saat tidur berkorelasi positif dengan praxis (p= 0,034 dan p =0,025) walaupun tidak ditemukan korelasi signifikan antara hasil PSQI-K dan NPI-K. Masalah tidur dan hasil total PSQQI-K ditemukan berkaitan secara signifikan dengan apatis pada penyakit Alzeimer. Kesimpulan Masalah tidur seperti durasi tidur yang terlalu lama, latensi tidur dan efisiensi tidur yang buruk pada penyakit Alzeimer dikaitkan dengan disfungsi kognitif terutama eksekusi frontal, fungsi visuospasial dan BPSD. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengobatan masalah tidur malam hari dapat meningkatkan kognitif dan perilaku pasien Alzeimer. Kata kunci : sleep, cognition, behavioral symptoms, alzeimer disease

Masalah Tidur Terkait Dengan Gejala Perilaku Dan Psikologi Serta Fungsi Kognitif Pada Penyakit Alzeimer

Embed Size (px)

DESCRIPTION

werty

Citation preview

MASALAH TIDUR TERKAIT DENGAN GEJALA PERILAKU DAN PSIKOLOGI SERTA FUNGSI KOGNITIF PADA PENYAKIT ALZEIMERABSTRAKLatar belakang dan TujuanTelah ditunjukkan bahwa gangguan tidur pada penyakit Alzeimer terkait dengan masalah penurunan kognitif dan perilaku. Faktanya banyak penelitian telah menemukan bahwa tidur siang berkorelasi signifikan dengan penurunan kognitif pada penyakit Alzeimer. Bagaimanapun, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa masalah tidur berkaitan dengan gejala fungsi kognitif dan prilaku pada penyakit Alzeimer.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh dari tidur malam pada gejala kognitif, perilaku dan psikologi dari demensia pada penyakit Alzeimer.Metode Populasi penelitian terdiri dari 117 subjek, yaitu 63 penderita Alzeimer, 54 lansia non demensia usia dan jenis kelamin serupa. Gejala prilaku dan fungsi kognitif diukur menggunakan SNSB dan NPI-K . Karaketristik tidur diukur menggunakan PSQI-K. Korelasi hasil PSQI-K dengan SNSB dan PSQI dengan NPI-K selanjutnya dianalisis.Hasil Pada pasien Alzeimer, latensi tidur berkorelasi negatif dengan praxis (p=0,041), RCFT immediate recall (p=0,041) dan RCFT (P=0,008) setelah mengontrol usia dan pendidikan, durasi dan efisiensi saat tidur berkorelasi positif dengan praxis (p= 0,034 dan p =0,025) walaupun tidak ditemukan korelasi signifikan antara hasil PSQI-K dan NPI-K. Masalah tidur dan hasil total PSQQI-K ditemukan berkaitan secara signifikan dengan apatis pada penyakit Alzeimer.Kesimpulan Masalah tidur seperti durasi tidur yang terlalu lama, latensi tidur dan efisiensi tidur yang buruk pada penyakit Alzeimer dikaitkan dengan disfungsi kognitif terutama eksekusi frontal, fungsi visuospasial dan BPSD. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengobatan masalah tidur malam hari dapat meningkatkan kognitif dan perilaku pasien Alzeimer.Kata kunci : sleep, cognition, behavioral symptoms, alzeimer disease

Pendahuluan Masalah tidur biasa terjadi pada pasien Alzeimer dan juga pada lansia dengan kognitif normal. Rebook et al melaporkan bahwa 21% dari pasien dengan penyakit Alzeimer mengalami gangguan tidur, termasuk frekuensi terbangun, kantuk di siang hari yang berlebihan dan tidur siang. Penelitian cross-secsional pada masyarakat menemukan bahwa masalah tidur meningkat hingga 40% pada pasien Alzeimer. Moran et al melaporkan bahwa 24,5 % penderita Alzeimer mengalami masalah tidur dan menderita gejala delusi, agresi, dan perilaku lainnya saat malam hari. Masalah tidur dan perubahan perilaku malam hari adalah faktor paling penting dalam institutionalization pasien demensia. Juga diketahui bahwa tidur mempengaruhi memori dan fungsi kognitif. Oleh karena itu masalah tidur adalah salah satu faktor penting yang mendasari penurunan kognitif, tidak hanya pada lansia normal tetapi juga pasien Alzeimer.Pada studi tentang kognitif secara normal di Italia sebelumnya yang menggunakan wawancara pasien dan tes tidur laten (MSLT) untuk mengevaluasi masalah waktu tidur malam dan mengantuk disiang hari (EPS), terdapat hubungan yang signifikan kedua parameter antara demensia dan penurunan kognitif. Beberapa penelitian melaporkan terdapat hubungan antara masalah tidur dengan fungsi kognitif pada penyakit Alzeimer. Sebuah penelitian yang mengelola Epworth sleepiness scale and the mini mental state examination (MMSE) menemukan bahwa penderita Alzeimer dengan EDS lebih besar, memiliki skor MMSE yang rendah. Penelitian lain, shortening of mean daytime sleep latency, diidentifikasi dengan MSLT, ditemukan secara signifikan berhubungan dengan pelaksanaan MMSE yang buruk, frontal executive function dan memori verbal, baik penyakit Alzeimer yang ringan maupun sedang.Pengaruh gejala tidur terhadap gejala prilaku dan psikologi pada demensia juga telah dipelajari. Salah satu penelitian menyimpulkan bahwa gangguan tidur adalah faktor prediktiv dari gejala depresi penyakit Alzeimer. Penelitian lain yang menggunakan actigraphy mengungkapkan hubungan apathy dan masalah tidur pada penyakit Alzeimer. Selanjutnya penelitian yang menggunakan Behavioral Pathology pada penyait Alzeimer scale questionnaire menemukan bahwa gangguan tidur pada penyakit Alzeimer berhubungan dengan sikap agresiv. Bagaimanapun, banyak penelitian sebelumnya mempelajari fungsi kognitiv pada penyakit Alzeimer, fokus pada EDS sebagai masalah tidur utama dan bukan masalah tidur pada malam hari. Sebenarnya beberapa penelitian telah menambahkan efek dari masalah tidur malam hari pada fungsi kognitiv pasien Alzeimer.Penelitian sebelumnya yang telah dipublikasikan tentang topic ini menggunakan insufficient neuropsychological test, misalnya hanya clinical demensia rating scale dan / MMSE atau non valid kuesioner.Oleh kareena itu, penelitian ini meneliti hubungan antara masalah tidur malam hari dengan cognitions dan BPSD menggunakan neuropsikologikal tes dan kuesioner, terdiri dari seoul psychiatric inventory (NPI) dan Pittsburgh sleep quality index (PSQI) pada pasien Alzeimer.

Metode Peserta Populasi penelitian direkrut dari klinik demensia universitas korea selatan. 117 pasien yang terdaftar, terdiri dari 63 pasien Alzeimer, 54 pasien lansia non demensia, umur dan jenis kelamin serupa. Penyakit Alzeimer didiagnosis seperti yang dijelaskan oleh National Institute of neurological and communicative disorder and stroke and the Alzheimer disease and related disorders association.Peserta lansia non demensia terdiri dari 42 subjek dengan milg cognitive impairment (MCI) dan 12 lansia normal sehat. Evalusi diagnostic termasuk riwayat kesehatan medis, fisik, pemeriksaan neurological , tes neuropsikologikal dan tes darah. kriteria ekslusi : riwayat trauma kepala, riwayat gangguan neurological, gangguan kejiwaan utama, penggunaan obat psikoaktif dan riwayat penyalahgunaan alcohol. Penelitian ini telah disetujui oleh institusional review boards of all participating hospital dan meenulis informed concent setelah memberikan keterangan lengkap penelitian kepada subjek.Kulitas tidur umum Masalah tidur malam hari pada penyakit Alzeeimer diselidiki menggunakan PSQI. Indeks ini pertama kali diperkenalkan tahun 1988, secara luas digunakan untuk memvalidasi skala tidur berdasarkan kuosioner self assessment selama beberapa bulan. Versi korea dari PSQI (PSQI-K) yang digunakan pada penelitian ini valid dan terbukti handal pada tahun 2012. PSQI terdiri dari 19 item,7 komponen umum untuk menilai kualitas tidur, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan disfungsi pada siang hari. Hasil total PSI dapat berkisar dari 0-21. Skor tinggi berarti kualitas tidur yang buruk dan pasien dengan total skor >5 dianggap tidur yang buruk. Kami memperkirakan time in bed (TIB) menggunakan PSQI subitem. Ketika subjek melengkapi kuosioner, mereka diminta memberikan waktu tidur di malam hari dan waktu bangun di pagi hari selama beberapa bulan.Test neuropsikologikalSemua subjek peneelitian menggunakan SNSB.ini adalah standar yang terdiri dari tes untuk peerhatian, bahasa, praktek, fungsi parietal, fungsi visuospatial, verbal, visual memori dan frontal eksekutiv function. SNSB terdiri dari rentang digit maju mundur , versi korea dari Boston naming Test (K-BNT), praktek idiomtor, rey osterrieth complex figure test (RCFT), Seoul verbal learning test (SVLT), The phoremic and semantic controlled oral word association test (COWAT). Tes Stroop (membaca warna dan kata dari 112 item lebih dari 2 menit). Indeks kognitif umum telah ditentukan menggunakan MMSE versi Korea. Skala depresi geriatri telah diatur untuk mencari gejala depresi. BPSD pada penyakit alzheimer diketahui menggunakan NPI versi Korea (NPI-K).Skala ADL (Activity daily living)Indeks aktivitas kehidupan sehari-hari dari Barthel dan Skala instrumen aktivitas kehidupan sehari-hari dari Seoul telah digunakan untuk mengevaluasi aktivitas dasar dan aktivitas pelengkap dari aktivitas sehari-hari. Secara hormat, skor B-ADL yang lebih rendah menyatakan bahwa gangguan yang lebih berat dari ADL, dimana skor SI-ADL yang lebih tinggi menunjukkan gangguan yang lebih besar dari ADL pelengkap.StatistikAnalisa statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17 untuk sistem operasi Windows. Perbedaan diantara karakteristik dasar dari pasien alzheimer dan NDE diakses menggunakan t-test. Level korelasi signifikan dan koefisien dari Pearson digunakan mengevaluasi antara fungsi kognitif, BPSD, dan masalah tidur. Level statistik yang signifikan diatur pada p= 5) terdapat pada 40,2% kelompok AD, dan 48,1% dari kelompok NDE. Dalam grup AD, skor total PSIQ-K tidak signifikan berhubungan dengan skor MMSE-K, B-ADL atau SI-ADL. Tidak ada perbedaan signifikan antara grup-grup tersebut, perbedaan antara grup ditemukan pada komponen PSQI-K, kecuali pada durasi tidur (p=0,002) dan TIB (p=0.01) signifikan lebih panjang pada pasien AD dibandingkan subjek NDE.

Tabel 1. Karakteristik demografik

Tabel 2. Hubungan antara parameter tidur dan kognitif pada Alzheimers disease (AD) dan non-demented elderly (NDE)

Delapan dari 64 pasien AD dilaporkan bahwa mereka mengambil pengobatan untuk tidur mereka; lima dari mereka mengambil tiga atau lebih dalam seminggu, dan tiga lainnya mengambil kurang dari sekali seminggu. Pada grup NDE, empat subjek menjalani pengobatan tiga kali atau lebih dalam seminggu, satu subjek mengambil sekali atau dua kali dalam seminggu dan satu subjek mengambil pengobatan kurang dari sekali seminggu.

Parameter tidur dan kognitifPada pasien AD interval tidur tidak berkorelasi dengan fungsi praksis dan visuospasial (tabel 2). Efisiensi tidur berkorelasi dengan K-BNT, praksis, dan skor RCFT. Durasi tidur juga mempengaruhi praxis pada pasien AD. Setelah pengaturan pada umur dan pendidikan, interval tidur secara signifikan berhubungan dengan praxis dan rekognisi dari RCFT (tabel 3) dan durasi tidur dan efisiensi berhubungan dengan praxis pada pasien AD, meskipun efisiensi tidur tampak berhubungan dengan skor K-BNT dan RCFT, hubungan tidak cukup secara statistik. TIB lebih panjang Pada grup AD daripada grup NDE, tapi tidak ada hubungan antara TIB dengan kognisi pada AD. Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan pada setiap tes kognitif ketika grup AD didikotomi menurut TIB. (> 6jam vs = 5) terdapat pada 40,2% dari grup AD, dan 48,1% dari grup NDE. Tidak semua subjek NDE mempunyai kondisi kognitif yang normal pada usia tua, terdapat juga beberapa subjek dengan MCI dan kemunduran kognutif subjektif. Kemudian, lebih tingginya prevalensi dari pasien dengan tidur yang buruk dalam grup NDE daripada grup AD mungkin disebabkan karena komposisi yang heterogen pada grup NDE. Berdasarkan data kami, prevalensi gangguan tidur diantara pasien AD sama atau sedikit lebih tinggi Daripada yang telah dilaporkan sebelumnya. Sebuah penelitian berbasis komunitas menemukan bahwa 40% dari pasien dengan AD moderat mempunyai masalah pada tidur. Pada laporan lainnya, 35% dari pasien AD mengalami gangguan tidur lebih dari sekali seminggu, penelitian terbaru menyebutkan bahwa pada 215 pasien AD, sebanyak 24,5% mengalami gangguan tidur. Variasi jumlah prevalensi gangguan tidur pada pasien AD mungkin disebabkan karena perbedaan metodologi pada penelitian masing-masing, seperti jenis alat yang digunakan dan kuesioner yang digunakan untuk evaluasi gangguan tidur. Sebagai tambahan, beberapa pasien bisa tidak melengkapi kuesioner sendiri karena karakteristik penyakitnya, dan oleh karena itu memerlukan pertolongan dari tenaga medis. Kami menemukan bahwa TIB lebih panjang pada pasien AD dibandingkan pada NDE. Hasil serupa telah dilaporkan sebeluimnya, dimana pasien AD mempunyai waktu tidur yang lebih awal dan waktu bangun lebih lama dibandingkan dengan kelompok kontrol. Perbedaan tersebut dianggap disebabkan oleh gangguan irama bangun/tidur pada pasien AD.Tabel 3. Analisis multipel regresi dari parameter tidur dan kognitif pada penyakit Alzheimer.

Temuan utama pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) masalah tidur secara signifikan berhubungan dengan kognitif pada AD, 2)masalah tidur berhubungan dengan BPSD dan tidak berbeda dengan AD, dan 3)TIB adalah faktor yang secara signifikan mempengaruhi fungsi kognitif pada NDE, tetapi tidak pada AD.Tabel 4. Analisis regresi multipel pada parameter tidur dan kognisi pada lansia non-demensia.

Banyak penelitian yang menemukan bahwa terdapat hubungan antara durasi tidur dengan kognitif, yang mana ditemukan juga pada penelitian ini. Suatu penelitian pada subjek lansia dengan fungsi kognitif normal, Ohayon dan Vecchierini. Melaporkan adanya hubungan antara dirasi tidur yang pendek dengan defisit konsentrasi dan disorientasi pada subjek lansia. Pada penelitian lain yang telah dilakukan pada lansia dengan fungsi kognitif normal, kelompok dengan waktu tidur 7 jam. Penelitian ini menilai fungsi kognitif dengan adaptasi telephone pada MMSE, memori verbal, kelancaran berbicara, memori bekerja, dan pes atensi. Sebagai tambahan, dalam penelitian terbaru yang melibatkan lansia berumur lebih dari 65 tahun menunjukkan bahwa tidur kurang dari 6,5 jam per hari meningkatkan resiko penurunan kognitif dalam jangka waktu 10 tahun.

Tabel 5. Korelasi parameter tidur dan BPSD pada AD

Sementara beberapa penelitian telah menilai hubungan antara profil tidur dan fungsi kognitif pada populasi lansia normal, beberapa telah menemukan hubungan antara profil tidur malam hari dan domain kognitif. Hal ini karena sebagian besar penelitian menggunakan rasa ngantuk pada waktu siang sebagai parameter untuk gangguan tidur pada AD. Lee et al. Melaporkan bahwa pada pasien AD dengan EDS yang parah mempunyai skor MMSE yang lebih rendah dan status fungsional yang lebih jelek jika dinilai dengan skala Lawton dan Brody. Sebuah penelitian pada pasien dengan AD ringan hingga moderat menggunakan MSLT menyimpulkan bahwa durasi rata-rata tidur yang lebih pendek dihubungkan dengan penurunan fungsi kognitif yang lebih besar, seperti kemampuan intelektual dan abstraktif, ingatan verbal, bahasa dan praxis serta dengan skor MMSE yang lebih rendah.Tabel 6. Analisis regresi multipel pada parameter tidur dan BPSD pada AD

Penemuan pada penelitian terbaru menunjukkan bahwa pada AD, semakin panjang durasi tidur, semakin baik efisiensi, dan waktu terjaga yg lebih pendek berhubungan dengan praxis yang baik. Selanjutnya, waktu terjaga yang lebih panjang dihubungkan dengan kemunduran fungsi visuospasial. Selain itu, meskipun efisiensi tidur tidak secara signifikan berhubungan dengan fungsi bahasa (yang diperiksa menggunakan K-BNT), terdapat kecenderungan kearah hubungan positif. Hasil tersebut serupa dengan penelitian lain menyangkut gangguan tidur dan kognitif. Bagaimanapun, penelitian sebelumnya mengenai AD berfokus pada EDS sebagai gangguan tidur dan terbatas pada kemampuan mereka untuk menilai gangguan tidur pada malam hari. Bahkan penelitian yang menggunakan alat ukur subjektif seperti polysomnography menilai pola tidur hanya pada satu malam. Selain itu, penelitian terbaru sebelumnya menggunakan tes yang relatif sederhana untuk menilai fungsi kognitif, mengingat pada penelitian ini, kami menggunakan tes neuropsychological yang detail dan mahal.Pada penelitian terbaru, gangguan tidur dan skor total PSQI-K berhubungan dengan apathy/indifference pada pasien AD. Hasil serupa juga pernah dilaporkan sebelumnya untuk pasien AD dengan apathy dan gangguan tidur. Suatu penelitian menemukan bahwa derajat gangguan tidur akan lebih besar pada pasien AD dengan gangguan apathy daripada tanpa gangguan apathy. Lebih lanjut, pada penelitian tersebut, dengan menggunakan actigraphy, ditemukan bahwa pasien AD dengan apathy mempunyai presentase lebih besar untuk bangun setelah onset tidur, TIB yang lebih panjang, dan penurunan aktifitas motorik pada siang hari daripada pasien tanpa apathy. Penelitian lain menggunakan actigraphy menemukan bahwa aktivitas rata-rata motorik siang hari secara signifikan lebih jelek pada pasien AD dengan apathy daripada pasien tanpa apathy. hasil penemuan ini, yang didasari oleh penggunaaan alat pemeriksaan objektif, menguatkan hasil penelitian yang telah kami dapatkan.Pada penelitian ini, TIB lebih panjang ditemukan pada pasien AD daripada subjek NDE; meskipun begitu, tidak terdapat hubungan antara kognitif dengan TIB pada AD. Hasil ini berbeda dari penelitian sebelumnya yang mendapatkan bahwa TIB yang lebih panjangberhubungan dengan penurunan fusi kognitif pada AD, tetapi tidak pada NDE. Penelitian tersebut meneliti tentang hubungan negatif antara TIB dengan MMSE pada pasien AD, dan pada pasien dengan TIB >6jam mendapatkan hasil lebih jelek pada tes MMSE dan ADL daripada pasien dengan TIB 6 jam lebih tua. Selain itu, tidak terdapat perbedaan umur antara kelompok AD dan NDE pada penelitian ini, dan kami menemukan tidak ada perbedaan ketika kami mendikotomi pasien AD mengenai TIB 6 jam. Penemuan yang cukup menarik pada penelitian ini adalah korelasi negatif yang signifikan antara kognisi dengan TIB pada kelompok NDE. Hal ini mungkin karena hubungan antara insomnia pada malam hari dan penurunan kognitif pada siang hari, karena TIB yang lebih panjang berarti mengalami insomnia pada malam hari, yang mana dapat mempengaruhi kognisi pada siang hari pada kelompok NDE. Selain itu, dapat juga efek TIB ditutupi oleh penurunan kognitif yang telah ada sebelumnya pada pasien AD. Bagaimanapun juga, TIB telah dihitung berdasarkan hasil kuesioner subjektif dan bukan objektif, sebagai contoh, actifraphy dan kelompok NDE termasuk pasien MCI. Topik ini jelas memerlukan penelusuran lebih lanjut.Interpretasi dari hasil kami terbatas pada jumlah populasi yang sedikit. Lagipula, meskipu semua subjek penelitian telah diinstruksikan untuk melengkapi kuesionernya sendiri, sepertinya pasien AD menerima pertolongan dari pengasuhnya karena karekteristik dari penyakitnya. Hal ini mungkin bila pengasuh pasien tidak melaporkkan gangguan tidur kecuali pola tidur mereka sendiri terganggu, dan jawaban-jawaban yang diberikan dipengaruhi oleh persepsi dari pengasuhnya. Hal ini merupakan kelemahan terbesar pada penelitian berbasis kuesioner pada gangguan tidur pasien AD. Selain itu, meskipun tidak ada perbedaan spesifik yang ditemukan pada hubungan kebiasaan tidur/kognitif antara lansia normal dan MCI pada analisis utama kami, beberapa dari subjek NDE pada penelitian ini memiliki MCI. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut memerlukan kelompok kontrol sehat yang lebih besar lagi.Kesimpulannya, dari hasil penelitian ini menjelaskan bahwa tidur pada malam hari penting untuk fungsi kognitif dan BPSD pada AD. Selain itu, gangguan tidur seharusnya dipertimbangkan ketika mengobati pasien AD karena pengobatan mereka mungkin dapat meningkatkan fungsi kognitif dan BPSD.