7
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 55 | JUNI 2016 7 LAPORAN UTAMA pejuang Aceh. Dengan sejarahnya yang cu- kup panjang itu, maka pantaslah jika para sejarawan kemudian me- nyatakan, memahami dengan baik sejarah masjid ini, berarti telah me- mahami sebagian sejarah perjalanan orang-orang Aceh Dikutip dari Wikipedia.org, Masjid Raya Baiturrahman diban- gun oleh Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam pada tahun 1022 H/1612 M. Bangunan indah dan megah ini terletak tepat di jantung Kota Banda Aceh dan menjadi ti- tik pusat dari segala kegiatan rakyat Aceh Darussalam. Sewaktu Kerajaan Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada agresi tentara Belanda kedua pada Bulan Shafar 1290 Hijriah/10 April man yang merupakan masjid ke- banggaan milik Kesultanan Aceh Darussalam inilah yang mem- buat rakyat Aceh murka sehingga melakukan perlawanan yang sema- kin hebat untuk mengusir Belanda dari Kesultanan Aceh. Pembakaran Masjid Raya Bait- urrahman yang dilakukan oleh pihak Belanda ini membuat salah seorang putri terbaik Aceh, Cut Nyak Dhien sangat marah dan berteriak dengan lantang tepat di depan Masjid Raya Baiturrahman yang sedang terbakar, sambil mem- bangkitkan semangat Jihad Fillsabi- lillah Bangsa Aceh. Empat tahun setelah Masjid Raya Baiturrahman itu terbakar, pada pertengahan shafar 1294 H/ Maret 1877 M, dengan mengu- langi janji jenderal Van Sweiten dan sebagai permintaan maaf juga untuk meredam kemarahan rakyat Aceh, maka Gubernur Jenderal Van Lansberge menyatakan akan mem- bangun kembali Masjid Raya Bait- urrahman yang telah terbakar itu. Kerajaan Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman pada saat Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat masih bertah- ta sebagai Sultan Aceh yang terakhir. Pernyataan ini diumumkan setelah diadakan permusyawaratan dengan kepala-kepala negeri di sekitar Koetaraja (Banda Aceh). Di mana disimpulkan bahwa pengaruh Masjid sangat besar kesannya bagi rakyat Aceh yang 100 persen be- ragama Islam. Janji tersebut dilaksanakan oleh Jenderal Mayor Jenderal Karel Van Der Heijden selaku gubernur militer Aceh pada waktu itu dan tepat pada hari Kamis 13 Syawal 1296 H/9 Oktober 1879 M, diletakan batu pertamanya yang diwakili oleh Tengku Qadhi Malikul Adil. Masjid Raya Baiturrahman ini selesai dibangun kembali pada ta- hun 1299 H dengan hanya memi- liki satu kubah. Pada tahun 1935 M, Masjid Raya Baiturrahman di- perluas bagian kanan dan kirinya dengan tambahan dua kubah. Per- luasan ini dikerjakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum (B.O.W) dengan biaya sebanyak F. 35.000,- (tiga puluh lima ribu gulden) dengan pimpinan proyek Ir. M. Thahir dan selesai dikerjakan pada akhir tahun 1936 M. Usaha perluasan dilanjutkan oleh sebuah panitia bersama yaitu Panitia Perluasan Masjid Raya Kutaraja. Dengan keputusan men- teri tanggal 31 Oktober 1975 dis- etujui pula perluasannya yang ked- ua dan pelaksanaannya diserahkan pada pemborong NV. Zein dari Ja- karta. Perluasan ini bertambah dua kubah lagi dan dua buah menara sebelah utara dan selatan. Dengan perluasan kedua ini Masjid Raya Baiturrahman mempunyai lima kubah dan selesai dekerjakan dalam tahun 1967 M. 1873 Masehi, Masjid Raya Baitur- rahman dibakar. Kemudian, pada tahun 1877 Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrah- man untuk menarik perhatian serta meredam kemarahan Bangsa Aceh. Pada saat itu Kesultanan Aceh masih berada di bawah pemerintah- an Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat yang merupakan Sultan Aceh yang terakhir. Sebagai tempat bersejarah yang memiliki nilai seni tinggi, Masjid Raya Baiturrahman menjadi objek wisata religi yang mampu mem- buat setiap wisatawan yang datang berdecak kagum akan sejarah dan keindahan arsitekturnya, di mana Masjid Raya Baiturrahman terma- suk salah satu Masjid terindah di Indonesia yang memiliki arsitektur yang memukau, ukiran yang me- narik, halaman yang luas dengan kolam pancuran air bergaya Kes- ultanan Turki Utsmani dan akan sangat terasa sejuk apabila berada di dalam Masjid ini. Pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, selain Masjidil Ha- ram di kota suci Makkah, Masjid Raya Baiturrahman ini juga men- jadi salah satu pusat pembelajaran agama Islam yang dikunjungi oleh orang-orang yang ingin mempelaja- ri Islam dari seluruh penjuru dunia. Pada tanggal 26 Maret 1873, Kerajaan Belanda menyatakan per- ang kepada Kesultanan Aceh, mer- eka mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel Van Antwerpen. Pada 5 April 1873, Belanda mendarat di Pante Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baitur- rahman. Köhler saat itu membawa 3.198 tentara. Sebanyak 168 di an- taranya para perwira. Namun peperangan pertama ini dimenangkan oleh pihak Kesultan- an Aceh, di mana dalam peristiwa tersebut tewasnya Jenderal Johan Harmen Rudolf Köhler yang meru- pakan Jenderal besar Belanda akibat ditembak dengan menggunakan se- napan oleh seorang pasukan perang Kesultanan Aceh. Sebagai markas perang dan ben- teng pertahanan rakyat Aceh, pada saat itu, Masjid Raya Baiturrahman digunakan sebagai tempat bagi se- luruh pasukan perang Kesultanan Aceh berkumpul untuk menyusun strategi dan taktik perang. Sejarah mencatat bahwa pahlawan-pahla- wan nasional Aceh seperti Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien turut serta mengambil andil dalam mem- pertahankan Masjid Raya Baitur- rahman. Terbakar Masjid Raya Baiturrahman ter- bakar habis pada agresi tentara Be- landa kedua pada tanggal 10 April bulan Shafar 1290H/April 1873 M yang dipimpin oleh Jenderal van Swieten. Tindakan Belanda yang membakar Masjid Raya Baiturrah- Pada tahun 1991-1993, Masjid Raya Baiturrahman melaksanakan perluasan kembali yang disponsori oleh Gubernur Dr. Ibrahim Hasan, yang meliputi halaman depan dan belakang serta masjidnya itu send- iri. Bagian masjid yang diperluas, meliputi bagian lantai masjid tem- pat Shalat, perpustakaan, ruang tamu, ruang perkantoran, aula dan tempat wudhu. Sedangkan per- luasan halaman meliputi, taman dan tempat parkir serta satu buah menara utama dan dua buah mina- ret. Sehingga luas ruangan dalam Masjid menjadi 4.760 m2 berlantai marmer buatan Italia, jenis secara dengan ukuran 60 × 120 cm dan dapat menampug 9.000 jamaah. Dengan perluasan tersebut, Masjid Raya Baiturrahman seka- rang memiliki 7 kubah, 4 menara, dan 1 menara induk. Dari masa ke masa masjid ini telah berkembang pesat baik ditinjau dari segi arsitek- tur maupun kegiatan kemasyaraka- tan. Saat bencana tsunami meluluh- lantakan Tanah Rencong pada tang- gal 26 Desember 2004 lalu, Masjid Raya Baiturrahman masih tetap berdiri dengan megahnya. Ombak tsunami yang mulai membasahi Bumi Aceh sungguh tak mampu menghancurkan rumah Allah ini. Pada saat itu Masjid Raya Baitur- rahman menjadi tempat bagi rakyat Aceh berlindung juga sebagai tem- pat evakuasi jenazah para korban tsunami yang bergelimpangan. Setelah melewati berbagai peris- tiwa-peristiwa bersejarah, sampai saat ini Masjid Raya Baiturrahman masih tetap berdiri kukuh sebagai simbol agama, budaya, semangat, kekuatan, perjuangan dan nasional- isme Suku Aceh. Sekarang dan masa depan Kini, pada masa Pemerintahan Aceh di bawah pimpinan Gubernur Zaini Abdullah, Masjid kebanggaan rakyat Aceh ini kembali mengalami perluasan. Proyek pembangunan landscape dan infrastruktur Mas- jid Raya ini diresmikan Gubernur Aceh dr Zaini Abdullah, Selasa (28/7/2015). Sebagaimana dikutip dari Seram- binews.com, pada tahap awal, akan dibangun 12 unit payung elektrik, basement tempat parkir kenderaan roda 2 dan roda 4, tempat wudhu, dan perbaikan beberapa interior bangunan. Kompleks ini akan men- jadi pusat beragam aktivitas yang mendukung fungsi masjid sebagai sentral kegiatan umat Islam di Aceh. Sekolah, klinik, dan televisi Baiturahman termasuk salah satu unit yang tercantum dalam rencana pengembangan masjid kebanggan rakyat Aceh ini. Semua ini ditarget- kan selesai pada Mei 2017. Untuk jangka panjang, kegiatan yang akan dilakukan adalah pembe- basan lahan dan bangunan sampai ke tepi sungai Krueng Aceh.(zam- nur/dbs) M ASJID Raya Baiturrah- man yang berada di jan- tung Kota Banda Aceh adalah salah satu dari beberapa masjid legendaris di dunia yang me- miliki sejarah panjang. Masjid ini telah melewati tahapan Perang Du- nia II serta bencana paling dahsyad di abad moderen, yakni tsunami 26 Desember 2004. Di halaman masjid inilah seorang Jenderal Belanda yang ter- kenal pada Perang Dunia II, Jo- han Harmen Rudolf Köhler, tewas bersimbah darah di ujung peluru pejuang Aceh. Köhler terbunuh dalam Perang Aceh I pada tanggal 14 April 1873, saat melakukan in- speksi setelah menduduki kembali Masjid Raya Baiturrahman yang sebelumnya sempat dikuasai oleh ILUSTRASI Masjid Baiturrahman sebelum terbakar pada agresi Belanda 1873, dikutip dari buku THE TRAVELS OF PETER MUNDY, IN EUROPE AND ASIA, 1608-1667. Vol. III. Part I. Travels in England, Western India, Achin, Macao, and the Canton River, 1634-1637. Baiturrahman Masjid Raya dari Masa ke Masa PRAJURIT KNIL di lokasi masjid Raya Baiturrahman yang sudah terbakar tahun 1874, tampak pohon geulumpang dan dua tiang masjid (sisi kiri foto) | Sumber: media-kitlv.nl MASJID Raya Baiturrahman, tahun 1895 | Sumber: media-kitlv.nl MASJID Raya Baiturrahman, tahun 1905 | Sumber: media-kitlv.nl

Masjid Raya Baiturrahman

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Masjid Raya Baiturrahman

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 55 | JUNI 2016 7LAPORAN UTAMA

pejuang Aceh.Dengan sejarahnya yang cu-

kup panjang itu, maka pantaslah jika para sejarawan kemudian me-nyatakan, memahami dengan baik sejarah masjid ini, berarti telah me-mahami sebagian sejarah perjalanan orang-orang Aceh

Dikutip dari Wikipedia.org, Masjid Raya Baiturrahman diban-gun oleh Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam pada tahun 1022 H/1612 M. Bangunan indah dan megah ini terletak tepat di jantung Kota Banda Aceh dan menjadi ti-tik pusat dari segala kegiatan rakyat Aceh Darussalam.

Sewaktu Kerajaan Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada agresi tentara Belanda kedua pada Bulan Shafar 1290 Hijriah/10 April

man yang merupakan masjid ke-banggaan milik Kesultanan Aceh Darussalam inilah yang mem-buat rakyat Aceh murka sehingga melakukan perlawanan yang sema-kin hebat untuk mengusir Belanda dari Kesultanan Aceh.

Pembakaran Masjid Raya Bait-urrahman yang dilakukan oleh pihak Belanda ini membuat salah seorang putri terbaik Aceh, Cut Nyak Dhien sangat marah dan berteriak dengan lantang tepat di depan Masjid Raya Baiturrahman yang sedang terbakar, sambil mem-bangkitkan semangat Jihad Fillsabi-lillah Bangsa Aceh.

Empat tahun setelah Masjid Raya Baiturrahman itu terbakar, pada pertengahan shafar 1294 H/Maret 1877 M, dengan mengu-langi janji jenderal Van Sweiten dan sebagai permintaan maaf juga untuk meredam kemarahan rakyat Aceh, maka Gubernur Jenderal Van Lansberge menyatakan akan mem-bangun kembali Masjid Raya Bait-urrahman yang telah terbakar itu.

Kerajaan Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman pada saat Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat masih bertah-ta sebagai Sultan Aceh yang terakhir.

Pernyataan ini diumumkan setelah diadakan permusyawaratan dengan kepala-kepala negeri di sekitar Koetaraja (Banda Aceh). Di mana disimpulkan bahwa pengaruh Masjid sangat besar kesannya bagi rakyat Aceh yang 100 persen be-ragama Islam.

Janji tersebut dilaksanakan oleh Jenderal Mayor Jenderal Karel Van Der Heijden selaku gubernur militer Aceh pada waktu itu dan tepat pada hari Kamis 13 Syawal 1296 H/9 Oktober 1879 M, diletakan batu pertamanya yang diwakili oleh Tengku Qadhi Malikul Adil.

Masjid Raya Baiturrahman ini selesai dibangun kembali pada ta-hun 1299 H dengan hanya memi-liki satu kubah. Pada tahun 1935 M, Masjid Raya Baiturrahman di-perluas bagian kanan dan kirinya dengan tambahan dua kubah. Per-luasan ini dikerjakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum (B.O.W) dengan biaya sebanyak F. 35.000,- (tiga puluh lima ribu gulden) dengan pimpinan proyek Ir. M. Thahir dan selesai dikerjakan pada akhir tahun 1936 M.

Usaha perluasan dilanjutkan oleh sebuah panitia bersama yaitu Panitia Perluasan Masjid Raya Kutaraja. Dengan keputusan men-teri tanggal 31 Oktober 1975 dis-etujui pula perluasannya yang ked-ua dan pelaksanaannya diserahkan pada pemborong NV. Zein dari Ja-karta. Perluasan ini bertambah dua kubah lagi dan dua buah menara sebelah utara dan selatan. Dengan perluasan kedua ini Masjid Raya Baiturrahman mempunyai lima kubah dan selesai dekerjakan dalam tahun 1967 M.

1873 Masehi, Masjid Raya Baitur-rahman dibakar. Kemudian, pada tahun 1877 Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrah-man untuk menarik perhatian serta meredam kemarahan Bangsa Aceh.

Pada saat itu Kesultanan Aceh masih berada di bawah pemerintah-an Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat yang merupakan Sultan Aceh yang terakhir.

Sebagai tempat bersejarah yang memiliki nilai seni tinggi, Masjid Raya Baiturrahman menjadi objek wisata religi yang mampu mem-buat setiap wisatawan yang datang berdecak kagum akan sejarah dan keindahan arsitekturnya, di mana Masjid Raya Baiturrahman terma-suk salah satu Masjid terindah di Indonesia yang memiliki arsitektur yang memukau, ukiran yang me-narik, halaman yang luas dengan kolam pancuran air bergaya Kes-ultanan Turki Utsmani dan akan sangat terasa sejuk apabila berada di dalam Masjid ini.

Pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, selain Masjidil Ha-ram di kota suci Makkah, Masjid Raya Baiturrahman ini juga men-jadi salah satu pusat pembelajaran agama Islam yang dikunjungi oleh orang-orang yang ingin mempelaja-ri Islam dari seluruh penjuru dunia.

Pada tanggal 26 Maret 1873, Kerajaan Belanda menyatakan per-ang kepada Kesultanan Aceh, mer-eka mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel Van Antwerpen.

Pada 5 April 1873, Belanda mendarat di Pante Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baitur-rahman. Köhler saat itu membawa 3.198 tentara. Sebanyak 168 di an-taranya para perwira.

Namun peperangan pertama ini dimenangkan oleh pihak Kesultan-an Aceh, di mana dalam peristiwa tersebut tewasnya Jenderal Johan Harmen Rudolf Köhler yang meru-pakan Jenderal besar Belanda akibat ditembak dengan menggunakan se-napan oleh seorang pasukan perang Kesultanan Aceh.

Sebagai markas perang dan ben-teng pertahanan rakyat Aceh, pada saat itu, Masjid Raya Baiturrahman digunakan sebagai tempat bagi se-luruh pasukan perang Kesultanan Aceh berkumpul untuk menyusun strategi dan taktik perang. Sejarah mencatat bahwa pahlawan-pahla-wan nasional Aceh seperti Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien turut serta mengambil andil dalam mem-pertahankan Masjid Raya Baitur-rahman.

TerbakarMasjid Raya Baiturrahman ter-

bakar habis pada agresi tentara Be-landa kedua pada tanggal 10 April bulan Shafar 1290H/April 1873 M yang dipimpin oleh Jenderal van Swieten. Tindakan Belanda yang membakar Masjid Raya Baiturrah-

Pada tahun 1991-1993, Masjid Raya Baiturrahman melaksanakan perluasan kembali yang disponsori oleh Gubernur Dr. Ibrahim Hasan, yang meliputi halaman depan dan belakang serta masjidnya itu send-iri.

Bagian masjid yang diperluas, meliputi bagian lantai masjid tem-pat Shalat, perpustakaan, ruang tamu, ruang perkantoran, aula dan tempat wudhu. Sedangkan per-luasan halaman meliputi, taman dan tempat parkir serta satu buah menara utama dan dua buah mina-ret. Sehingga luas ruangan dalam Masjid menjadi 4.760 m2 berlantai marmer buatan Italia, jenis secara dengan ukuran 60 × 120 cm dan dapat menampug 9.000 jamaah.

Dengan perluasan tersebut, Masjid Raya Baiturrahman seka-rang memiliki 7 kubah, 4 menara, dan 1 menara induk. Dari masa ke masa masjid ini telah berkembang pesat baik ditinjau dari segi arsitek-tur maupun kegiatan kemasyaraka-tan.

Saat bencana tsunami meluluh-lantakan Tanah Rencong pada tang-gal 26 Desember 2004 lalu, Masjid Raya Baiturrahman masih tetap berdiri dengan megahnya. Ombak tsunami yang mulai membasahi Bumi Aceh sungguh tak mampu menghancurkan rumah Allah ini. Pada saat itu Masjid Raya Baitur-rahman menjadi tempat bagi rakyat Aceh berlindung juga sebagai tem-pat evakuasi jenazah para korban tsunami yang bergelimpangan.

Setelah melewati berbagai peris-tiwa-peristiwa bersejarah, sampai saat ini Masjid Raya Baiturrahman masih tetap berdiri kukuh sebagai simbol agama, budaya, semangat, kekuatan, perjuangan dan nasional-isme Suku Aceh.

Sekarang dan masa depanKini, pada masa Pemerintahan

Aceh di bawah pimpinan Gubernur Zaini Abdullah, Masjid kebanggaan rakyat Aceh ini kembali mengalami perluasan. Proyek pembangunan landscape dan infrastruktur Mas-jid Raya ini diresmikan Gubernur Aceh dr Zaini Abdullah, Selasa (28/7/2015).

Sebagaimana dikutip dari Seram-binews.com, pada tahap awal, akan dibangun 12 unit payung elektrik, basement tempat parkir kenderaan roda 2 dan roda 4, tempat wudhu, dan perbaikan beberapa interior bangunan. Kompleks ini akan men-jadi pusat beragam aktivitas yang mendukung fungsi masjid sebagai sentral kegiatan umat Islam di Aceh.

Sekolah, klinik, dan televisi Baiturahman termasuk salah satu unit yang tercantum dalam rencana pengembangan masjid kebanggan rakyat Aceh ini. Semua ini ditarget-kan selesai pada Mei 2017.

Untuk jangka panjang, kegiatan yang akan dilakukan adalah pembe-basan lahan dan bangunan sampai ke tepi sungai Krueng Aceh.(zam-nur/dbs)

MASJID Raya Baiturrah-man yang berada di jan-tung Kota Banda Aceh

adalah salah satu dari beberapa masjid legendaris di dunia yang me-miliki sejarah panjang. Masjid ini telah melewati tahapan Perang Du-nia II serta bencana paling dahsyad di abad moderen, yakni tsunami 26 Desember 2004.

Di halaman masjid inilah seorang Jenderal Belanda yang ter-kenal pada Perang Dunia II, Jo-han Harmen Rudolf Köhler, tewas bersimbah darah di ujung peluru pejuang Aceh. Köhler terbunuh dalam Perang Aceh I pada tanggal 14 April 1873, saat melakukan in-speksi setelah menduduki kembali Masjid Raya Baiturrahman yang sebelumnya sempat dikuasai oleh

ILUSTRASI Masjid Baiturrahman sebelum terbakar pada agresi Belanda 1873, dikutip dari buku THE TRAVELS OF PETER MUNDY, IN EUROPE AND ASIA, 1608-1667. Vol. III. Part I. Travels in England, Western India, Achin, Macao, and the Canton River, 1634-1637.

Baiturrahman Masjid Raya

dari Masa ke Masa

PRAJURIT KNIL di lokasi masjid Raya Baiturrahman yang sudah terbakar tahun 1874, tampak pohon geulumpang dan dua tiang masjid (sisi kiri foto) | Sumber: media-kitlv.nl

MASJID Raya Baiturrahman, tahun 1895 | Sumber: media-kitlv.nl

MASJID Raya Baiturrahman, tahun 1905 | Sumber: media-kitlv.nl

Page 2: Masjid Raya Baiturrahman

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 55 | JUNI 20168

LAPORAN UTAMA

LAPORAN UTAMA

SUASANA begitu riuh. Per-cakapan aneka tema mengalir begitu saja diselingi tawa,

walau ada juga yang serius. Seru-nya lagi, percakapan itu ada dalam beberapa bahasa, Indonesia, Aceh, Karo, hingga bahasa suku Pak-pak.

Ini adalah gambaran suasana khataman di Dayah Minhajj-usalam, satu dari empat dayah yang dibangun oleh Pemerintah Aceh untuk menguatkan daerah perba-tasan Aceh, di Kota Subulussalam. Dan ini adalah khataman perdana (pelepasan lulusan pertama) sejak dayah ini didirikan tahun 2010 lalu.

“Selain memang warga di Su-bulussalam berasal dari aneka suku, dayah ini kan juga berlokasi di per-batasan Aceh dan Karo Sumatera Utara. Jadi wajar saja ada warga ber-bahasa karo berbicara di sini karena

Abu Syafruddin mengatakan, Dayah Minhajjussalam kini mu-lai dilirik banyak orang. Awalnya dayah hanya menerima 60 santri, namun dari tahun ke tahun jumlah santri terus bertambah, dan kini jumlah santri sebanyak 444 orang termasuk santri baru yang lulus seleksi.

“Kalau tantangan tidak usah ditanya lagi, ada banyak sekali tan-tangan yang dihadapi dayah dalam menghadapai lingkungannya, Al-hamdulillah semua itu bisa ditan-gani dengan baik. Bahkan kini yang belajar di dayah tak hanya santri, tapi warga sekitar dayah pun punya kelas belajar di dayah,” jelas Abu Syafruddin.

Untuk laki-laki dewasa, sebut Abu Syaf, dayah membuka kelas pengajian pada malam Jumat. Se-dangkan untuk warga perempuan

“Pemerintah harus serius untuk terus memperhatikan dayah-dayah di perbatasan, karena ini menjadi benteng kuat bagi pengemban-gan masyarakat terutama generasi muda dalam mengembangkan dan mempertahankan kehidupan yang islami,” tegasnya.

Abu Syafruddin juga berharap para santri yang sudah lulus dari dayah bisa mendapat lanjutan pen-didikan yang signifikan sehingga mereka bisa mengembangkan prestasi-prestasi yang sudah mereka rintis sebelumnya.(yayan)

memang mereka berasal dari sana dan memilihkan dayah ini sebagai tempat anak-anak mereka menun-tut ilmu, makanya suasananya jadi ramai sekali,” jelas Abu Syafruddin Al-Yusufi (47) Pemimpin Dayah Minhajjussalam.

Sejenak suasana mendadak sepi. Khataman Alquran juz 30 mulai menggema, suasana haru pun menyeruak di kalangan santri, di mana rasa bangga dan syukur berbaur menjadi satu dengan rasa tidak percaya dan haru yang dira-sakan oleh para orang tua santri. Air mata para orangtua santri, teru-tama para ibu pun menetes.

Ada 36 santri yang dikhatam sebagai lulusan perdana di Dayah Minhajjussalam untuk tahun 2016 ini. Mereka adalah santri angkatan pertama yang belajar di dayah sejak dayah ini dibuka enam tahun lalu.

dewasa, dayah membuka kelas pengajian pada Jumat pagi. Semua pelajaran yang diajarkan bersumber dari kitab-kitab ajaran agama.

Semakin bertambahnya jumlah santri, pihak dayah kini juga sema-kin kebingungan untuk menambah fasilitas dayah. “Kebutuhan kini bertambah dan harus segera diatasi. Kami berharap pemerintah bisa menambah fasilitas untuk dayah, seperti tempat tinggal para guru, mushalla, kantor guru dan pustaka, serta laboratorium baik science maupun iptek,” jelasnya.

Santri Membludak, Fasilitas Masih Minimn Sehari di Dayah Perbatasan Subulussalam-Tanah Karo

n Kisah Pengajar di Dayah Perbatasangajak para turis yang sedang transit di Subulussalam, dalam perjalanan ke Pulau Banyak, untuk berkun-jung ke dayah dan berdialog den-gan para santri. “Ada yang mau ada juga yang tidak, tapi kami senang, dengan cara ini para santri jadi ber-semangat belajar bahasa inggris,” ujar Ida.

Lain Ida, lain pula halnya Darmi (33). Mencari pengalaman baru dan beribadah menjadi tujuan utamanya memutuskan untuk mau mengabdi dan mengajar di Dayah Minhajus-salam. Gadis asal Kabupaten Bi-reuen ini, mengaku menerima ta-waran untuk mengajarkan Pelajaran Kitab Kuning untuk para santri.

“Awalnya saya mengajar di Dayah Budi Lamno, kemudian mendapat tawaran untuk mengajar ke sini dari Abu, ya untuk men-cari pengalaman dan sekaligus me-nambah kumpulan ibadah, kenapa tidak, saya putuskan untuk mau mengajar di sini,” ujar Darmi.

Mengajar para santri yang tidak punya kemampuan dasar membaca kitab sebelumnya, menjadi tantan-gan tersendiri bagi Darmi. Apalagi, pelajaran Kitab Kuning ini menjadi

ini juga yang membuat saya betah mengajar di sini,” katanya.

Selama Ramadhan, Dayah Minhajussalam memberi kesempa-tan berlibur dan mempraktekkan ilmu yang didapat oleh para santri di kampung halaman masing-mas-ing. Libur juga berlaku bagi para ustaz dan ustazah serta para guru di

dayah. Namun bagi Darmi, libur Ramadhan kali ini tetap ia man-faatkan untuk mengabdi di dayah.

“Setengah Ramadhan saya ma-sih di dayah, nanti menjelang Idul Fitri saya akan kembali ke kampung halaman, bersilaturahmi dengan ke-luarga dan kemudian akan kembali lagi ke dayah,” papar Darmi.(yayan)

BAGI sebagain besar orang, pilihan mengajar di Dayah alias pesantren, apalagi

yang lokasinya jauh di pedalaman, bukanlah menjadi pilihan untuk bekerja. Tapi berbeda dengan Ida Safitri Berutu (26), gadis asal Pen-anggalan, Subulussalam ini.

Membangun dan mengabdi di daerah kelahirannya menjadi pili-han Ida. Ia pun memutuskan untuk mengajar di Dayah Minhajussalam, di Kecamatan Penanggalan Subu-lussalam.

“Di sini saya mengajar bahasa inggris, di satu sisi pelajaran ini disukai oleh para santri, tapi di sisi lain, banyak juga santri yang kurang suka, karena sulit mengucapkan ka-ta-katanya,” ujar Ida, menuturkan pengalaman mengajarnya.

Namun demikian, tetap saja ada banyak cara yang dilakukan para guru untuk membangkitkan minat para santri untuk belajar ba-hasa inggris. “Misalnya, kami sering juga mengundang para warga asing, untuk datang ke dayah dan melatih para santri untuk berbicara dalam bahasa inggris,” ujarnya.

Caranya, sebut Ida, guru men-

program unggulan di Dayah Min-hajussalam.

Dengan kesabaran dan keteku-nannya, ia memberikan pelajaran dasar dan pondasi kuat bagi santri sehingga para santri memiliki ke-mampuan dasar memahami kitab kuning. “Pengalaman-pengalaman ini menjadi penting bagi saya, dan

BEBERAPA tas berwarna hitam, ukurannya tak besar, sudah ter-lihat berjejer rapi. Sang pemilik

tas pun berpamitan dengan Ustaz. “Siap-siap pulang kampung libur

Ramadhan,” ucap Kamariah.Sambil bersalaman dengan Sang

Ustaz Abu Syafruddin Al-Yusufi, ia pun berpamitan bergegas.

“Kalau Ramadhan, dayah memang libur, dan para santri pulang ke kam-pung halaman masing-masing, nanti setelah lebaran mereka kembali lagi. Sambil bersilaturahmi dengan keluar-ga, para santri juga diberi kesempatan mempraktekkan ilmu yang sudah dipe-lajarinya di kelas,” ujar Abu Syafruddin.

Kamariah pun mengaku selalu senang jika Ramadhan tiba, karena ini adalah kesempatannya bisa kembali berkumpul bersama keluarga setelah hampir setahun belajar di dayah.

Wajar saja jika Kamariah menang-gung rindu yang mendalam terhadap kedua orangtua dan tiga adiknya. Pas-alnya gadis belia usia 17 tahun ini be-rasal dari Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Jarak yang cukup jauh ini tidak menyurutkan semangat Kamariah me-

nimba ilmu di Dayah Minhajussalam.“Orangtua saya yang mengantar-

kan saya ke sini, mereka bilang di sini pelajaran agamanya sangat baik untuk bekal masa depan saya. Saya senang belajar di sini, kini saya sudah kelas 6,” katanya.

Kamariah tidak sendiri, masih ada beberapa santri asal Kabupaten Karo yang belajar di Minhajussalam, di an-taranya Khairunnisa (17) dan Arita (17).

Walau berada di Perbatasan Kota Subulussalam dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Dayah Minhajussalam memang kedatangan banyak santri dari luar daerah lain, bahkan ada juga santri yang berasal dari Padang, Su-matera Barat. Selain itu ada pula santri dari Medan, Sumatera Utara.

Kedatangan para santri ini me-mang dengan alasan beragam, namun alasan utama mereka adalah untuk mendapat bekal ilmu agama Islam se-cara menyeluruh dan mendalam.

Tahun ini, Kamariah naik kelas 6, dia berharap selepas dari Dayah Min-hajussalam, bisa melanjutkan lagi pela-jaran ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.(yayan)

Mencari Pengalaman Sambil Mengumpulkan Pahala

Santri Pelangi di Minhajussalam

Dayah Minhajjussalam, Santri bergotong royong. | Foto: Yayan Zamzami

BERSAMA Pimpinan Dayah dan ustad serta santri. | FOTO: YAYAN ZAMZAMI

Page 3: Masjid Raya Baiturrahman

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 55 | JUNI 2016 9

LAPORAN UTAMA

LAPORAN UTAMA

PRESIDEN Republik Indone-sia Ir. Joko Widodo (Jokowi), Kamis (2/6) lalu, meresmikan

pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) yang terletak di bekas lahan PT Arun, Desa Meuria Paloh, Muara Satu, Kota Lhokseumawe.

Peresmian pengoperasian PLT-MG Arun itu dilakukan dengan penekanan tombol sirine dan pen-andatangan prasasti. Saat peres-mian, Presiden Jokowi didampingi Menteri BUMN Rini Soemarno, Dirut PLN Sofyan Basir, dan Gu-bernur Aceh, dr H Zaini Abdullah.

Presiden Jokowi yang men-genakan kemeja putih lengan pan-jang, bertolak dari Lanud Sultan Iskandar Muda Aceh Besar dengan menggunakan pesawat TNI AU je-

nis CN 235, dan tiba di Bandara Malikussaleh Aceh Utara, sekitar pukul 08.45 WIB.

Dari bandara, Presiden bersama Ibu Negara Iriana Jokowi, yang tu-rut didampingi Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki dan Gubernur Zaini Abdullah, lang-sung menuju ke PLTMG Arun.

Presiden Joko Widodo men-gatakan pembangunan pembangkit listrik sangat penting dalam upaya mempercepat ketersediaan listrik di daerah-daerah.

Dalam kesempatan itu, mantan wali kota Solo ini juga meminta agar kawasan industri di Lhokseu-mawe harus dihidupkan lagi. Hal ini dimungkinkan setelah diresmi-kannya Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Arun, di Desa

Meuria Paloh, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, yang berkapa-sitas 184 Mega Watt (MW).

“Karena di sini ada pabrik Ker-tas Kraft Aceh, ada Pupuk Iskandar Muda, ada juga pupuk AAF, apa-lagi yang gede-gede? Oh iya, semen juga. Ini harus dihidupkan lagi,” kata Presiden Jokowi dalam pida-tonya.

Presiden menjelaskan, sebel-umnya ia juga sudah menyampai-kan kepada Gubernur Aceh, dan berdiskusi dengan Menteri BUMN agar segera dicarikan solusi dari hambatan-hambatan di lapangan. Sehingga industri-industri di Lhok-seumawe bisa hidup kembali, dan terbukanya lapangan pekerjaan.

Diakui Jokowi, memang tidak mudah dalam memutuskan hal-hal

membangun 35 ribu MW sumber energi listrik di Indonesia harus didukung oleh masyarakat. Selama ini, memang masih banyak wilayah di Indonesia yang mengalami krisis listrik.

Aceh salah satunya. Bahkan dalam beberapa bulan terakhir, nyaris setiap hari terjadi pemada-man listrik secara bergiliran. “Un-tuk itu, keberadaan PLTMG ini sangat bermanfaat untuk menin-gkatkan pemenuhan energi listrik

yang menghambat di lapangan. Ia memberi contoh misalnya, suplai gas. Sekarang yang ada suplai gas itu dari Tangguh, berarti dari Papua dibawa ke Aceh.

“Sangat jauh sekali. Tetapi tidak apa-apa, yang paling penting ada kalkulasinya, yang paling penting ada perhitungannya bahwa secara ekonomi itu bisa visible, bisa ma-suk,” jelas Presiden.

Kejar kekuranganTerkait proyek PLTMG Arun,

Jokowi mengemukakan, setiap dirinya datang ke provinsi dan ka-bupaten di Nusantara ini, selalu keluhannya sama, yakni listriknya yang belum normal. “Listriknya byar pet. Hidup mati. Selalu itu keluhannya. Kemudian kalau kita membangun dengan batu bara itu, memakan waktu 4-5 tahun, waktu yang sangat panjang,” papar Jokowi.

Oleh sebab itu, lanjut Presi-den, untuk mengejar kekurangan-kekurangan yang ada di provinsi maupun di kabupaten/kota, salah satunya adalah membangun pem-bangkit listrik tenaga mesin gas. “Jadi PLTMG ini adalah untuk mempercepat kekurangan-kekuran-gan listrik di daerah,” ujarnya.

Presiden menjelaskan, kalau PLTMG Arun yang berkapasitas 184MW tidak ada, sulit meng-harapkan investasi masuk ke Lhokseumawe. “Inilah kecepatan PLN dalam mereaksi, merespon kekurangan-kekurangan listrik yang ada di daerah,” tegas Jokowi, sembari memuji pembangunan PLTMG Arun yang dinilainya cepat sekali, konstruksi hanya me-makan waktu 3 bulan.

Proyek PLTMG Arun itu berkapasitas 184MW, pembangu-

Paloh, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, Kamis, (2/6/2016).

“Untuk menyukseskan pem-bangunan berbagai sektor yang ada di negeri ini, termasuk keberhasilan investasi di sebuah daerah sangat ditentukan oleh ketersediaan energi listrik di satu wilayah. Tanpa energi listrik, negeri ini tidak hanya gelap gulita, roda ekonomi juga akan tersendat,” kata Zaini Abdullah.

Untuk itu, lanjut Gubernur Zaini, program Pemerintah untuk

BEROPERASINYA Pem-bangkit Listrik Tenaga Mesin Gas atau PLTMG Arun akan

memberikan kepercayaan besar bagi Investor ke Aceh, kepastian en-ergi akan memicu investasi di Bumi Serambi Mekkah.

Demikian disampaikan Guber-nur Aceh, dr H Zaini Abdullah, dalam sambutan singkatnya pada acara peresmian PLTMG Arun, yang berada di komplek bekas PT Arun NGL, Gampong Meuria

kepada rakyat Aceh,” sambung Gu-bernur.

Pria yang akrab disapa Doto Zaini ini juga menyampaikan du-kungannya terhadap upaya PT. PLN yang sedang menyelesaikan pembangunan proyek PLTA Peu-sangan yang ditargetkan mampu menghasilkan energi listrik sebesar 88 Mega Watt.

“Kami harapkan pembangunan PLTA selesai sebelum tahun 2019 atau pada periode pertama Bapak Presiden Jokowi menjabat. Demiki-an pula halnya dengan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Seula-wah yang berlokasi di Aceh Besar,” terang Zaini Abdullah.

Fokus KEK ArunDalam sambutannya, Gu-

bernur juga menjelaskan, bahwa Pemerintah Aceh bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah menetapkan kebijakan pem-bangunan ekonomi Aceh untuk 30 tahun ke depan akan diintegrasikan dengan paket-paket kebijakan eko-nomi nasional.

“Pemerintah Aceh akan segera mengeluarkan paket kebijakan ekonomi Aceh dalam 2 tahun ke depan difokuskan pada percepatan

pembangunan Kawasan Industri Lhokseumawe dan atau Kawasan Ekonomi Khusus, sejalan dengan optimalisasi fungsi kawasan LNG Arun,” jelas Doto Zaini.

Saat ini, lanjut Gubernur, Pemerintah Aceh berencana melakukan revitalisasi pabrik Ker-tas Kraft Aceh, Pupuk Iskandar Muda, dan Pupuk Asean. Program ini akan menyerap tenaga kerja lebih dari 100 ribu orang, mencip-takan lapangan pekerjaan baru mu-lai dari kelompok masyarakat, sek-tor UMKM, Perusahaan Daerah, sampai pada perusahaan negara dan privat sektor.

Selain itu, Pemeritah Aceh juga akan melakukan pengem-bangan kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas sabang menjadi hubungan utama internasional ma-syarakat ekonomi Asean. Dalam waktu dekat akan segera dilakukan restrukturisasi sesuai dengan kebi-jakan pembangunan ekonomi Aceh dan Nasional.

“Kebijakan ini bertujuan untuk menjadikan sabang sebagai hubun-gan utama poros maritim Indone-sia berstandar internasional,” tegas Zaini Abdullah.(ridha)

nan dilaksanakan oleh PT Wijaya Karya, dengan lama pengerjaan 18 bulan. Pelaksanaan pengerjaan proyek PLTMG Arun dimulai pada pertengahan tahun 2014.

Usai diresmikan dan mulai beroperasi, Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Arun bisa langsung dinikmati oleh ma-syarakat Lhokseumawe dan seki-tarnya.

Manager Proyek, Adi Widyo Nugroho mengungkapkan, PLT-MG ini sudah mulai beroperasi sejak Desember 2015, dan sudah beroperasi penuh menghasilkan listrik selama kurang lebih 6 bu-lan lamanya. “Setelah dikerjakan 22 Desember 2015, tahun lalu PLTMG sudah beroperasi penuh. dan langsung menghasilkan listrik,” katanya.

Adapun kapasitas listrik men-capai 184 MW, atau bisa memasok 50% lebih dari kebutuhan listrik di Aceh yang tercatat mencapai 204,5 MW.

PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) selaku kontraktor pelak-sana konstruksi menggandeng pe-rusahaan asal Finlandia. Proyek ini memiliki nilai kontrak pembangu-nan mencapai Rp 1,3 triliun. “Ada kurang lebih 19 unit mesin yang ditempatkan di bangunan utama PLTMG ini yang menghasilkan kapasitas total 184 MW,” jelas Adi Widyo.

Lstrik dengan teknologi Mesin Gas ini adalah yang terbesar di In-donesia. PLTMG lainnya berada di Bangkanai, Kalimantan Tengah, dengan kapasitas 150 MW, tapi belum beroperasi. “Jadi sejauh ini di Indonesia, PLTMG ini yang terbesar di Indonesia,” ungkap Adi Widyo Nugroho.(ridha)

Resmikan PLTMG Arun, Presiden Minta Kawasan Industri Dihidupkan Lagi

“Keberadaan PLTMG ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan pemenuhan energi

listrik kepada rakyat Aceh,”

-- d r. H. Zaini Abdullah --

Gubenrur Aceh

Gubernur: PLTMG Tumbuhkan Kepercayaaan Investor

PRESIDEN Jokowi didampingi Gubernur Zaini Abdullah dan Dirut PLN Persero, Sofyan Basyir melakukan peninjauan usai peresmian PLTMG Arun di Gampong Meuria Paloh, Muara Satu, Lhokseumawe, Kamis 2 Juni 2016. | FOTO: HUMAS ACEH

PRESIDEN Jokowi didampingi Gubernur Zaini Abdullah berbelanja di Suzuya Mall Banda Aceh Rabu 1 Juni 2016, malam. | FOTO: HUMAS ACEH

Page 4: Masjid Raya Baiturrahman

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 55 | JUNI 201610

“Pemerintah Aceh mengatur dan mengkordinasikan pelaksanaan CSR agar tujuan-tujuan pembangunan semakin cepat terealisir,”

-- Dr. Ir. Zulkifi, M.Si --Sekretaris Bappeda Aceh

LAPORAN KHUSUS

meminta kepada BRI pusat untuk menutupi kekurangan tersebut.

Ahmad Agustia menyarankan kiranya instansi Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota, swasta, mau-pun masyarakat Aceh (perorangan) yang mempunyai dana lebih, dapat menempatkan dananya di kantor-kantor BRI terdekat. Sehingga per-cepatan program pemberdayaan para UMK yang dicanangkan ber-sama semakin cepat tercapai.

Ahmad Agustia menjelaskan, KUR dibagi dalam dua jenis, yaitu KUR Mikro yang besarannya Rp 25 juta dan KUR Ritel dengan be-saran Rp 25 sampai Rp 500 juta, dengan bunganya 9 persen.

“Pelaku usaha yang ingin me-manfaatkan pembiayaan tersebut dipersilakan menghubungi kantor BRI terdekat, dengan persyaratan usaha tersebut sudah berjalan mini-mal 6 bulan, ada izin usaha dari kepala desa atau keuchik setempat. Fasilitas tersebut boleh diajukan oleh suami istri dalam sebuah ke-luarga dengan usaha yang berbeda, jangka waktu pengembalian 3-4 ta-hun,” katanya.

Kepada debitur dia bepesan agar loyal dan fokus kepada usa-hanya, serta bekerja keras untuk meningkatkan jaringan usahanya seluas mungkin.(cek wat)

KUCURAN Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia (BRI) mengalami

peningkatan tajam pada tahun ini. Hanya dalam lima bulan (Januari-Mei 2016), jumlah KUR yang disalurkan sudah mencapai Rp. 548 miliar dengan jumlah debitur 29.185 pelaku usaha. Bandingkan dengan tahun 2015, di mana jum-lah pengusaha mikro yang men-gambil KUR dari BRI sebanyak 20.067 orang, dengan nilai pinja-man Rp 306,6 miliar.

Di satu sisi, kondisi ini cukup menggembirakan karena menun-jukkan perkembangan pesat pelaku usaha kecil dan menengah di Aceh. Namun di sisi lain, BRI juga ke-walahan untuk memenuhi tinggin-ya permintaan tersebut.

Kepala Bagian Bisnis Mikro BRI Kantor Wilayah Banda Aceh, Ahmad Agustia mengatakan, dalam rangka meningkatkan peran BRI untuk menyalurkan kredit ke-pada UMKM, tentunya diimbangi dana yang tersedia. Saat ini, kata Ahmad Agustia, kredit disalurkan dibandingkan dana simpanan yang dihimpun lebih besar atau Loan to Deposit Ratio (LDR) di atas 100%.

Sehingga untuk memenuhi target penyaluran Rp 1 triliun pada tahun 2016 ini, BRI Kanwil Banda Aceh

demikian. Fasilitasnya lebih leng-kap lagi, misalnya saja pelabuhan Malahayati dan pelabuhan Krueng Geukuh yang digadang-gadang se-bagai gerbang ekpor impor Aceh.

“Aceh juga punya pelabuhan Kuala Langsa, Meulaboh, dan Pelabuhan Bebas Sabang. Regulasi yang masih menjadi kendala dalam konteks operasionalnya akan segera dibenahi,” tegas Muzakir Manaf.

Jika mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 61 Tahun 2013, Krueng Geukueh merupakan satu-satunya pelabu-han di Aceh yang bisa mengimpor produk-produk tertentu, sama hal-nya dengan Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Dumai, atau Tan-jung Emas di Semarang. Namun, berbagai kelebihan tersebut tidak tercermin pada menggeliatnya akti-vitas ekspor-impor.

Mantan panglima GAM ini juga mengatakan, Aceh memiliki potensi industri pengolahan peri-

WAKIL Gubernur Aceh, Muzakir Manaf menga-jak kalangan pengusaha

dan pelaku dunia usaha Aceh untuk mengambil peran dalam mengembangkan aktivitas ekspor impor supaya produk yang ada di Aceh dapat bersaing di pasar global. Menurutnya, peningkatan ekspor membawa dampak di semua sek-

pelabuhan internasional. Diharap-kan, pelabuhan umum Krueng Geukeuh menjadi pintu gerbang perekonomian masyarakat di pesisir utara dan timur Aceh.

Wagub menambahkan, jika me-lihat sumber bahan baku, pelabuhan Krueng Geukueh sangatlah strategis. Dataran Tinggi Gayo punya bera-gam komoditas unggulan yang men-jadi potensi utama untuk ekspor.

“Ekspor lewat Krueng Geu-kueh kita upayakan terus ber-kesinambungan dan para eksportir tetap mempertahankan kualitas dan kuantitas produk,” terangnya.

Mualem memberi contoh produk yang pernah diekspor ke Malaysia le-wat Penang Port di antaranya pupuk organik dari Aceh Besar, daun nipah dari Aceh Utara dan Aceh Timur, kelapa dari Aceh Utara dan Lhokseu-mawe, serta minyak kelapa dari Aceh Besar dan Banda Aceh. Selain itu juga ada komoditas lainnya berupa kulit manis dan pinang.(ridha)

kanan laut yang besar. Sektor peri-kanan ini terdiri dari penangkapan, budidaya, pengolahan, dan pema-saran hasil perikanan.

Selama ini, sebut Wagub, cold storage di Aceh menerima hasil tangkapan nelayan untuk selanjut-nya dikirim ke Medan, Sumatera Utara dan diolah, salah satunya menjadi produk ikan kalengan.

“Ke depan, industri olahan akan kita prioritaskan, termasuk membangun fasilitas pendukung dan ketersediaan air bersih, sehing-ga pundi-pundi rupiah tidak keluar dari Aceh,” kata Muzakir Manaf.

Berkembangnya industri ber-basis perikanan laut ini, lanjut Wagub, dapat menciptakan pusat-pusat pertumbuhan dan pemer-ataan industri yang selama ini lebih berpusat di Pulau Jawa.

Peluang ekspor lewat pelabu-han umum Krueng Geukeuh, sebut Mualem, juga terbuka lebar, apalagi pelabuhan tersebut sudah menjadi

tor, baik itu pertanian, perkebunan, perikanan, dan lain sebagainya.

Pemerintah Aceh, sebut Wagub, telah menyediakan fasilitas yang cu-kup lengkap untuk kelancaran usaha ekspor impor. Jika mau memanfaat-kan jalur udara, Aceh sudah memi-liki penerbangan internasional yang terkoneksi ke berbagai wilayah dunia.

Jasa pelabuhan laut juga

Wagub: Ekspor Berdampak ke Semua Sektor

BRI RealisasikanKredit KUR Sudah

Rp 548 MiliarAdapun Qanun No. 7/2014

tentang Ketenagakerjaan pasal 64 menyebutkan: Dalam menjalankan fungsi hubungan industrial untuk menciptakan kemitraan, mengem-bangkan usaha dan memperluas kesempatan kerja, Perusahaan wa-jib melaksanakan program sebagai bagian dari CSR.

Selanjutnya pada pasal 65:  (1) Program/kegiatan sebagaimana di-maksud dalam Pasal 64 sebelum di-laksanakan harus dikoordinasikan dengan Pemerintah Aceh dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota.  (2) Besaran nilai CSR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 diatur dalam Qanun tentang Tanggung-jawab Sosial Perusahaan. 

“Berdasar qanun itu, maka setiap perusahaan di Aceh wajib melaksanakan CSR dalam rang-ka menjalankan fungsi hubungan industrial, sementara Pemerintah Aceh mengatur dan mengkordi-nasikan pelaksanaan CSR agar tu-juan-tujuan pembangunan semakin cepat terealisir,” sebut Zulkifli.

Malah pada 65 ayat (2) menga-manahkan untuk membentuk dan melahirkan Qanun khusus tentang CSR. Dasar itulah Bappeda berini-siasi menyusun Pergub Pedoman Pelaksanaan program TJSLP di Aceh sehingga terkoordinasi den-gan perencanaaan pembangunan Pemerintah Aceh dan mendukung satu dengan yang lainnya.

Pergub itu berisi penggunaan dana CRS misalnya pembangunan sekolah untuk menunjang sektor pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana kesehatan untuk menunjang sektor kesehatan, pem-bangunan jalan dan penghijauan kembali lahan-lahan gundul.

Kebijakan ini dapat dimulai dari BUMN atau BUMD yang meru-pakan milik pemerintah sehingga pemerintah memiliki kewenangan mutlak untuk mewajibkan setiap BUMN ataupun BUMD untuk melakukan TJSLP. Dengan terinte-grasinya program TJSLP dengan program Pemerintah Aceh, maka diyakini TJSLP akan memberikan peran yang besar dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. (cekwat)

TJSLP yang selama ini dilakukan belum memberikan pengaruh yang berarti bagi masyarakat dan mem-bantu pemerintah dalam mening-katkan taraf kehidupan dan kuali-tas kehidupan masyarakat. “Ini menunjukkan lemahnya penegakan hukum, tidak berjalannya sistem pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah dan mungkin juga tidak ada panduan yang digariskan oleh pemerintah bagi perusahan yang menjalankan program TJSLP,” katanya. 

Lebih lanjut Zulkifli menjelas-kan bahwa secara lebih spesisifik di Aceh, ada dua qanun yang mengatur tentang kewajiban perusahaan un-tuk melakukan TJSLP, yaitu Qanun Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pen-gelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara dan Qanun Nomor 7 Ta-hun 2014 tentang Ketenagakerjaan. 

Qanun Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral pada pasal 73 ayat (1) dise-butkan bahwa pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) wajib melaksanakan perlindungan terhadap masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari keg-iatan usaha pertambangan. Pada ayat (5), pemegang IUP operasi produksi atau IUPK operasi produksi wajib melaksanakan pengembangan ma-syarakat dari setiap transaksi penjua-lan hasil produksi setiap tahun dan ayat (6), dana pengembangan ma-syarakat sebagaimana yang dimak-sud pada ayat (5) ditetapkan paling sedikit 2 persen. 

BAPPEDA Aceh menginisiasi penyusunan Pergub Tang-gung Jawab Sosial Lingkun-

gan Perusahaan (TJSLP) atau sering disebut dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Pergub bertu-juan untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi Program TJSLP yang dilakukan oleh masing-mas-ing perusahaan dengan Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota.

“Semangat draft Pergub CSR ini untuk sinkronisasi program saja, tidak lebih dari itu,” kata Sekretaris Bappeda Aceh, Dr. Ir. Zulkifi, M.Si kepada Tabangun Aceh di ruang kerjanya, Jumat (10/6/2016).

Dikatakan Zulkifli, Aceh mem-punyai permasalahan klasik yaitu kemiskinan dan pengangguran yang tinggi di atas rata-rata nasi-onal, sehingga memerlukan pem-biayaan yang besar untuk menan-gani hal tersebut. “Ini belum lagi masalah kesehatan, pendidikan dan infrastruktur pendukung lainnnya. Karena itulah kita ingin mengsin-ergikan kegiatan-kegiatan TJSLP tersebut agar lebih produktif dan berkelanjutan,” katanya.

Undang-undang tentang pelak-sanaan TJSLP tersebut cukup ban-yak, Pihak-pihak yang diikat oleh ketentuan tersebut cukup luas, mulai Badan Usaha Milik Negara, penanam modal, pemilik usaha, sampai pemegang hak atas tanah. Setiap pihak yang memiliki atau diberikan hak, dibebani kewajiban untuk melaksanakan tanggung jaw-ab sosial dan lingkungan.

Di sisi lain, tambah Zulkifli,

Bappeda Aceh Inisiasi Penyusunan Pergub Tentang CSR

“Ekspor lewat Pelabuhan Krueng Geukueh

kita upayakan terus berkesinambungan dan para

eksportir tetap menjaga kualitas dan kuantitas

produk.”

--Muzakir Manaf--Wakil Gubernur Aceh

“Pelaku usaha yang ingin memanfaatkan pembiayaan dipersilakan menghubungi kantor BRI terdekat, dengan persyaratan usaha tersebut sudah berjalan minimal 6 bulan, ada izin usaha dari kepala desa atau keuchik setempat.”

-- Ahmad Agustia -- Kepala Bagian Bisnis Mikro BRI Kanwil Banda Aceh

FOTO

: K

LIK

KA

BA

R.C

OM

Page 5: Masjid Raya Baiturrahman

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 55 | JUNI 2016 11LAPORAN KHUSUS

SRI Dewi (37) bersama ibu, suami dan adiknya tergolong kreatif. Betapa tidak, tumbu-

han enceng gondok yang dianggap wabah oleh petani berhasil mereka sulap menjadi aneka souvenir, tas hingga kursi tamu.

“Usaha mengolah enceng gon-dok ini kami lakukan setelah ad-anya pembinaan oleh NGO yang bekerja dalam pemulihan Aceh pascatsunami,” kata Sri Dewi, ibu tiga anak kepada Tabangun Aceh, di rumahnya di Desa Kuala Tuha, Kecamatan Kuala Pesisir, Kabupaten Nagan Raya, Rabu (1/6/2016).

Saat itu NGO menawarkan berbagai program pengembangan ekonomi kepada masyarakat ko-rban tsunami. Sri Dewi bersama 11 temannya memilih kerajinan tangan berupa pengolahan enceng gondok menjadi benda-benda ber-manfaat. Mereka membentuk kop-erasi Bungong Seulanga.

“Awalnya pihak NGO men-datangkan perajin dari Yogyakarta. Kami dilatih dasar-dasar kerajinan khususnya tentang pemanfaatan

enceng gondok selama dua min-ggu,” kata Sri Dewi didampingi ibu dan adik kandungnya yang juga perajin enceng gondok.

Kini, Sri Dewi menjadikan enceng gondok sebagai salah satu sumber ekonomi dalam mengasa-pi dapur keluarga. Batang enceng gondong dikeringkan, diberi war-na, lalu dikepang dan selanjutnya diolah menjadi berbagai buah tan-gan hingga kursi tamu.

Sementara adik Sri Dewi, Mawaddah (18), mengatakan, proses pembuatan kursi tamu me-makan waktu hingga dua bulan per set. “Untuk satu set kursi tamu yang terdiri dari dua kursi single, satu kursi panjang dan satu meja butuh waktu dua bulan meny-iapkannya,” ujar Mawaddah yang tamatan SMKN 2 Blang Pidie ju-rusan Tata Busana.

“Kursi tamu dan kursi santai adalah yang paling banyak pemi-nat. Biasanya kami jual dengan har-ga Rp. 4 per set. Sementara untuk kursi santai tunggal Rp 2 juta per unit,” sambung Mawaddah yang siap melayani pemesanan melalui

HP. 082273090668. Ditanya tentang kendala, Sri

Dewi dan Mawaddah menyebut lima hal, yaitu:n Modal kerja. Selama ini pekerjaan dilakukan

sesuai pemesanan. Ini disebabkan tidak adanya modal kerja. n Mesin pengering. Pengeringan dilakukan secara

manual dengan menjemur. Ketika musim hujan maka tidak dapat di-lakukan pengeringan.n Anti jamur. Enceng gondok yang tidak

betul-betul kering dapat berjamur. Mereka butuh obat anti jamur.n Campuran pewarna. Enceng gondok yang telah dik-

eringkan perlu diberi warna sesuai selera. Campuran pewarna belum tersedia di Nagan. Mereka mem-belinya di Yogyakarta.n Angkutan produk. Banyak pemesanan dari luar

Aceh, tapi terkendala pengiri-man yang terlalu mahal sehingga pembeli cenderung membatalkan pesanannya karena tingginya ong-kos kirim. (hasan basri m.nur)

Sri Dewi Sulap Enceng Gondok Menjadi Kursi Tamu“Kursi tamu dan kursi santai adalah yang

paling banyak peminat. Biasanya kami jual dengan harga Rp. 4 per set. Sementara untuk

kursi santai tunggal Rp 2 juta per unit,”

-- Mawaddah --Perajin Enceng Gondok di Nagan Raya

PETANI nilam di Kecamatan Woyla Barat, Kabupaten Aceh Barat, pantas bangga dan

tersenyum. Minyak nilam produksi mereka mendapat tempat di ber-bagai negara, termasuk di benua biru Eropa. Para petani nilam itu tergabung dalam wadah Koperasi Industri Nilam Aceh (KINA).

“Koperasi itu dibentuk oleh NGO dan BRR setelah tsunami, dan kini menjadi salah satu binaan Disperindagkop Aceh Barat. Mer-eka sudah punya link dan pasar sendiri di luar negeri dan rutin melakukan eksport,” kata Cut Titi Herawati, Kepada Bidang Perin-dag Dinas Perindustrian, Industri, Perdagangan dan Koperasi Kabu-paten Aceh Barat, kepada Taban-gun Aceh, di ruang kerjanya, Rabu (1/6/2016).

Ungkapan senada juga diutara-kan Fauzi, Ketua KINA. Ditemui di lahan perkebunan dan mesin pengolah nilam (ketel) milik ke-lompok Cahaya Tani di Kecamatan Woyla Barat, Fauzi mengatakan, KINA terdiri dari 5 kelompok. Setiap kelompok mempunyai ang-gota, lahan perkebunan dan ketel tersendiri.

“Totalnya ada 87 orang ang-gota di bawah KINA. Khusus di kelompok Cahaya Tani ada 27 anggota. Mereka memiliki lahan dan dua unit ketel di Desa Kulam Kaju, Woyla Barat,” kata Fauzi di-dampingi M. Yunan, pengelola aset KINA.

“Minyak nilam biasanya kami pasarkan ke Singapore dan Malay-sia. Beberapa waktu lalu pernah

jikan secara ekonomi,” sambung dia.Untuk itu, kata Yunan, pi-

haknya akan menggarap serai (sereh) dalam waktu dekat. “Saya sudah sarankan pada ketua kop-erasi untuk menanam serai wangi agar ketel tetap bekerja. Kami su-dah lakukan studi banding ke Gayo Lues tentang ini,” kata Yunan.

“Kami bahkan telah melakukan ujicoba tanaman serai di sini dan mengolahnya. Sampelnya kami kir-im ke laboratorium di Banda Aceh dan ternyata hasilnya minyak atsiri produksi kami paling bagus kuali-tasnya,” katanya.

“Harganya memang jauh di bawah nilam, hanya di kisaran Rp. 200 ribu per kg. Tapi minyak atsiri dari serai lebih mudah bahan baku-nya,” pungkas M.Yunan optimis. (hasan basri m.nur)

SEMENTARA itu, penge-lola asset dan pakar tana-nam KINA, M.Yunan, men-

gatakan, pihaknya mengalami kendala dalam hal ketersediaan lah-an kebun yang cocok untuk mena-nam nilam. Lahan yang dimiliki hanya seluas 0,5 ha.

“Lahan yang kami miliki hanya setengah hektar. Sementara lahan lainnya tidak sesuai struktur ta-nahnya. Telah kami coba di lahan yang agak rendah tapi mengalami gagal panen setelah 4 bulan. Waktu panen untuk tanaman ini adalah antara 6-7 bulan,” kata M. Yunan.

Konsekuensi kecilnya lahan adalah sedikitnya hasil produksi. Ujungnya, ketel pun sering men-ganggur. “Kalau lagi nggak ada bahan baku ya ketel milik kami mengang-gur. Padahal usaha ini sangat menjan-

Aceh pascatsunami, tepatnya pada 2011. Salah satu program Caritas di Aceh Barat adalah bekerja untuk pemulihan ekonomi masyarakat.

Mereka yang mempunyai minat di bidang perkebunan nilam diban-tu dan diarahkan untuk memben-tuk usaha bersama melalui kopera-si. Pada awal pendiriannya, Caritas menyediakan berbagai kebutuhan untuk koperasi ini.

Selain memberi pelatihan, Cari-tas juga menyediakan 1 gedung kantor, mobil operasional (Panther pick up), hand tractor, genset lis-trik, komputer dan laptop dan 1 set alat pengolah nilam. Khusus pelati-han diadakan selama 2 tahun.

Setelah koperasi ini mapan dan berjalan Caritas pun pergi menin-ggalkan Aceh. Hasil kerja relawan Caritas masih membekas hingga saat ini. (hasan basri m.nur)

kami eksport ke Ceko sebanyak 1 ton. Harganya 670 ribu per kg,” lanjut Fauzi.

Biasanya eksport dilakukan dengan menggabungkan produksi dari berbagai daerah lain. “Sekali eksport sekitar 200-300 kg dan di-lakukan via Pelabuhan Belawan,” lanjut Fauzi yang siap melayani diskusi tentang nilam melalui HP. 085276800896.

Ditambahkannya, untuk sekali produksi sebanyak 150 kg nilam kering. Untuk dua unit ketel artinya 300 kg daun nilam kering sekali naik. “Setiap 150 kg bahan baku menghasilkan 5 kg minyak nilam,” katanya.

Bantuan Caritas KINA adalah koperasi

yang dibantu pendiriannya oleh Caritas, salah satu NGO internasi-onal yang bekerja untuk pemulihan

Nilam Woyla Rambah Eropa

Kendala Petani Nilam Woyla

Mereka sudah punya link dan pasar sendiri di luar negeri dan rutin

melakukan eksport,”

-- Cut Titi Herawati --Kabid Perindag Disperindagkop

Kabupaten Aceh Barat

“Kalau lagi nggak ada bahan baku ya ketel milik kami

menganggur. Padahal usaha ini sangat menjanjikan secara

ekonomi,”

-- M.Yunan --Pakar tanaman Koperasi KINA

Woyla, Aceh Barat

“Minyak nilam biasanya kami pasarkan ke Singapore dan Malaysia. Beberapa waktu

lalu pernah kami eksport ke Ceko sebanyak 1 ton. Harganya 670 ribu per kg,”

-- Fauzi --Ketua Koperasi KINA Aceh Barat

MAWADDAH (kiri), Sri Dewi (kanan) duduk di kursi yang terbuat dari enceng gondok dan memegang tas dari enceng gondok | Foto: Hasan Barsri M Nur

Fauzi (2 kiri) dan M Yunan (2 Kanan) memperlihatkan kebun nilam milik Koperasi KINA Aceh Barat. | FOTO: HASAN BASRI M NUR

Page 6: Masjid Raya Baiturrahman

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 55 | JUNI 201612 LAPORAN KHUSUS

Damai Aceh

SEBAGAI daerah bersyariat Islam, Aceh idealnya menjadi pelopor dalam melaksanakan

sistem jaminan sertifikasi makan-an halal yang dikeluarkan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh. Pemerintah Aceh, diharap-kan secepatnya mengeluarkan regu-lasi untuk mewujudkan makanan halal bagi masyarakat.

Wakil Ketua Majelis Permusy-awaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk H Faisal Ali mengungkapkan, dalam pandangan Islam, makanan yang dikonsumsi oleh manusia juga

terkait sertifikasi kehalalan sebuah produk. Untuk itu kita berharap Pemerintah Aceh perlu secepat-nya mengeluarkan regulasi untuk mewujudkan makanan halal bagi masyarakat Aceh,” ungkap Pe-mimpin Dayah Mahyal ‘Ulum Al-Aziziyah Sibreh‎, Aceh Besar ini.

Apalagi, lanjut Tgk Faisal Ali‎, Qanun Nomor 8 Tahun 2014 ten-tang Pokok-Pokok Syariat Islam telah memerintahkan pentingnya implementasi sistem jaminan halal.

Dalam Pasal 23 ayat (1) dise-butkan, “Pemerintah Aceh berke-

berpengaruh dalam hal ibadah.“Makanan halal merupakan

tuntunan agama dan salah satu cara mustajabah do’a adalah makan yang halal. Mengnsumsi sesuatu yang halal adalah wajib bagi setiap muslim dan kehalalan makanan bukan saja dilihat dari sisi zatnya, tetapi juga cara pros-esnya. Selain itu juga memenuhi unsur gizi dan higenis,” kata Tgk Faisal Ali, kepada Tabangun Aceh, Senin (30/5/2016).

“Umara dan ulama, berkewa-jiban melindungi masyarakatnya

wajiban melaksanakan sistem jami-nan halal terhadap barang dan jasa yang diproduksi dan beredar di Aceh.” Sementara ayat (2) “Keten-tuan lebih lanjut tentang pelaksa-naan sistem jaminan halal diatur dengan Qanun Aceh‎‎.”

“Kita tentu berharap qanun yang mewujudkan sistem jaminan halal ini menjadi prioritas Pemer-intah Aceh dan DPR Aceh, agar lahir tahun ini juga. Jangan sampai sia-sia kita beribadah setiap hari, jika ternyata makanan yang kita konsumsi itu ternyata tidak halal, bahkan mengarah kepada yang di-haramkan dalam agama kita,” tegas ulama yang akrab disapa Abu Si-breh ini.

Menurutnya, dalam rangka memenuhi kewajiban pelaksanaan syariat Islam di Aceh, persoalan makanan halal harus mendapat perhatian khusus sehingga jangan sampai masyarakat Aceh memakan makanan yang jauh dari kriteria halal. Ia mencontohkan di Malay-sia, sudah sangat jelas mengatur

ada tiga jenis makanan yaitu, yang dijamin halal, dijamin haram serta tidak dijamin halal. 

“Jangan sampai kita yang men-gaku daerah bersyariat Islam, justru tertinggal dari negeri tetangga, han-ya gara-gara kita tidak peduli halal haram makanan yang kita makan,” ujarnya.

Ia juga menegaskan, selama ini MPU Aceh sudah berupaya mener-apkan konsumsi makanan halal dalam setiap kegiatan yang dilak-sanakan, hanya mau ambil katering pada makanan yang sudah jelas ada sertifikasi halal.

"Ini harus juga diikuti oleh lem-baga-pemerintahan lainnya di Aceh. Utamakan kehalalan makanan yang dikonsumsi pada saat suatu keg-iatan atau rapat digelar Balai POM juga harus sering razia makanan, untuk memastikan kehalalannya, jangan hanya saat menjelang hari raya saja. Terutama saat menjelang bulan Ramadhan dan makanan untuk buka puasa,” jelas Ketua PWNU Aceh ini.(ridha)

Pentingnya Regulasi Halal di Serambi Mekkah

“Kita tentu berharap qanun yang mewujudkan sistem jaminan halal ini

menjadi prioritas Pemerintah Aceh dan DPR Aceh, agar lahir tahun ini juga.”

-- Tgk H Faisal Ali -- Wakil Ketua MPU Aceh

SOSIALISASI tentang konsep dan strategi pemasaran Wisata Halal, diharapkan dapat me-

macu seluruh pemangku kebijakan di Aceh untuk mempersiapkan diri sedini mungkin untuk menjadikan Aceh sebagai tujuan wisata halal di Indonesia dan dunia.

Asisten Sekda Aceh Bidang Keistimewaan, Pembangunan, dan

mengurus sertifikasi ini sama sekali tidak dikenakan biaya alias gratis. Label halal itu nantinya akan dican-tumkan pada produk atau tempat usaha yang dikembangkan,” kata Azhari Hasan.

Azhari juga mengimbau seluruh pengusaha restoran, rumah makan, café, pengusaha produk makanan/minuman, perhotelan dan tempat-

Diakuinya, untuk memberikan sertifikat halal saat ini sifatnya suk-arela. Artinya, hanya perusahaan-pe-rusahaan yang mau diaudit kehalal-annya saja yang diberikan sertifikat halal setelah melalui berbagai proses. Namun, pada tahun 2019, berdasar-kan Undang-Undang Nomor 33 Ta-hun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, maka perusahaan wajib me-miliki sertifikat halal. Perusahaan yang tidak memiliki sertifikat halal, bisa dikenai sanksi mulai dari sanksi administrasi hingga pidana.

Kepala Laboraturium LPPOM MPU Aceh Deni Chandra, me-rincikan, dari 70 sertifikat halal yang dikeluarkan tersebut didomi-nasi oleh pelaku usaha pengola-

Ekonomi, Azhari Hasan SE, M.Si mengatakan langkah untuk mema-cu usaha pariwisata Islami dan halal di Aceh akan terus berkembang, karenanya perlu label halal untuk semua produk makanan.

“Label halal tidak boleh dibuat sendiri oleh pihak pengusaha. Serti-fikasi halal hanya sah jika dikelu-arkan oleh LPPOM MPU. Untuk

KEPALA Sekretariat MPU Aceh Saifuddin Puteh men-gatakan, hingga tahun 2015

lalu, sebanyak 70 perusahaan pan-gan di Aceh sudah memiliki sertifi-kat halal dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat dan Kosmetik (LP-POM) Majelis Permusyarakatan Ulama (MPU) Aceh. Pemberian sertifikat halal kepada 70 perusa-haan itu sudah melalui audit yang dilakukan LPPOM MPU Aceh.

Dijelaskannya, audit yang di-lakukan meliputi bahan, proses pembuatan, fasilitas, izin usaha, dan sanitasi. “Jika dari kelima itu sudah terpenuhi baru kita keluar-kan sertifikat halal,” kata Saifuddin Puteh di Banda Aceh.

tempat wisata serta usaha wisata lainnya, agar segera mengurus serti-fikasi halal di LPPOM MPU Aceh. Selain mengurus sertifikat halal, para pengusaha juga diharapkan memberikan pelayanan yang meng-gambarkan wisata Islami sesuai Syariat Islam.

“Semoga upaya kita untuk mendeklarasikan wisata halal dan Islami di Aceh dapat segera berku-mandang ke seluruh dunia,” harap-nya.

Mantan Kadis Pendapatan dan Keuangan Aceh ini juga men-egaskan, bahwa saat ini Pemerintah Aceh telah membentuk kelompok kerja untuk memastikan status halal bagi pelayanan di restoran, rumah makan, café dan lainnya. Di samping itu, lanjut Azhari Hasan, ada juga pokja halal bagi hotel, paket-paket wisata serta pemben-

tukan Tim Koordinator Percepatan Realisasi Label Halal di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar sebagai proyek percontohan untuk Aceh.

Azhari menyebutkan, saat ini Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Permusyawaratan Ulama telah mengeluarkan puluhan sertifi-kat halal kepada produk makanan/minuman, termasuk rumah potong hewan di Kota Banda Aceh.

“Inilah yang menjadi salah satu ukuran sehingga pengertian ten-tang wisata halal mendapat pen-gakuan secara nyata dari lembaga resmi yang ditunjuk. Semua akan menjadi pelengkap bagi fasilitas-fasilitas utama lain yang akan terus kita kembangkan guna menegas-kan status sebagai daerah dengan wisata Islami,” pungkas Azhari.(ridha)

han  makanan, satu rumah potong hewan (RPH), dan dua katering. Sertifikat halal yang sudah dikeluar-kan dan masih berlaku itu umum-nya di Banda Aceh, Aceh Besar, dan Bener Meriah. “Dijumlahkan selu-ruh Aceh, maka pelaku usaha yang sudah memiliki sertifikat halal kira-kira 10 hingga 15 persen,” jelasnya.

Menurut Deni, masih ban-yaknya pelaku usaha yang belum memiliki sertifikat halal karena be-ranggapan bahan baku dan proses yang dilakukan sudah halal. Pa-dahal, untuk memperoleh kehala-lan ada beberapa penilaian, yaitu bahan-bahan baku yang digunakan harus ada logo halal semua. Selain itu proses pengolahan, pencucian

dan penjemuran, serta fasilitas yang digunakan juga harus halal dan ses-uai ajaran Islam.

Deni Chandra menambahkan agar bahan baku yang digunakan para pelaku usaha di Aceh berserti-fikat halal semua, maka Disperin-dag Aceh harus mengatur tata niaga barang-barang dari distributor agar barang yang digunakan masyarakat bersertifikat halal.

“Hal ini juga perlu mendapat-kan dukungan dari semua pihak agar restoran dan rumah makan di Aceh bersertifikat halal semua, sehingga dapat memberikan kenya-manan bagi masyarakat dan wisa-tawan yang berkunjung ke Aceh,” kata Deni.(ridha)

Urus Sertifikat Halal tidak Dikenakan Biaya

70 Perusahaan Pangan Sudah Bersertifikat Halal

“Label halal tidak boleh dibuat sendiri oleh pihak pengusaha. Sertifikasi halal hanya

sah jika dikeluarkan oleh LPPOM MPU Aceh. Untuk mengurus sertifikasi ini sama sekali

tidak dikenakan biaya alias gratis.”

-- Azhari Hasan --Asisten II Sekda Aceh

“Dijumlahkan seluruh Aceh, maka pelaku usaha yang sudah memiliki sertifikat halal kira-kira 10

hingga 15 persen.”

-- Deni Chandra -- Kepala Laboraturium

LPPOM MPU Aceh

Page 7: Masjid Raya Baiturrahman

TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 55 | JUNI 2016 13LAPORAN KHUSUS

GAYA hidup masyarakat saat ini, sangat mempengaruhi pola konsumsinya. Sementa-

ra itu, pengetahuan masyarakat akan memilih dan menggunakan suatu produk secara tepat, benar, dan aman belumlah memadai.

Di lain pihak, iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk mengkonsumsi secara berlebi-han dan terkadang tidak rasional. Hal tersebutlah yang meningkatkan resiko yang luas mengenai kesehatan dan ke-selamatan konsumen.

Maka, salah satu cara untuk mencegah hal tersebut adalah seperti yang tercantum dalam PP No.69 ta-hun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Institusi pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pereda-ran porduk pangan olahan di seluruh Indonesia adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) RI.

Badan POM adalah sebuah lem-baga di Indonesia yang bertugas men-gawasi peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia. Sistem Penga-wasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah, dan menga-wasi produk-produk dengan tujuan melindungi keamanan, keselamatan

memenuhi syarat, maka nomor reg-ister BPOM pun akan dikeluarkan. “Salah satu syaratnya juga adalah izin dari dinas kesehatan,” katanya.

Selain itu, dengan melengkapi syarat pendataan produk, seperti ijin kesehatan, register BPOM, sertifikat halal, ini akan menjadikan produk-produk UMKM siap untuk menjajal pasar yang ada. “Apalagi di era pasar terbuka yang sudah di depan mata, yakni era MEA alias Masyarakat Eko-nomi Asia, di mana barang-barang dari luar negeri akan mudah masuk ke tempat kita, jangan sampai kita ka-lah saing dengan produk luar,” tegas Syamsuliani.

Produk lokal, tambahnya, harus bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Demi bisa bersaing di pasar, diharapkan semua produk UMKM bisa memenuhi syarat-sayarat kelay-akan sebuah produk, sehingga aman dikonsumsi oleh masyarakat juga bisa bersaing di pasar global.(yayan)

dan kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri.

Untuk itu telah dibentuk Badan POM yang memiliki jaringan nasi-onal dan internasional serta kewenan-gan penegakan hukum dan memiliki kredibelitas profesional yang tinggi.

Demikian pula halnya dengan aneka produk yang dihasilkan oleh industri rumah tangga (IRT) di Aceh. Kepala BPOM Aceh Syamsuliani, mengatakan saat ini cukup banyak produk Usaha Mikro Kecil Menen-gah (UMKM) dari Industri Rumah Tangga (IRT) bermunculan di Aceh. Meski produk lokal dan dihasilkan oleh rumah tangga, konsumen tetap harus waspada dalam mengkonsumsi aneka produk tersebut.

“BPOM sendiri juga harus mereg-ister produk-produk itu demi ke-amanan dan keselamatan konsumen, karena itu adalah hal utama dan pri-oritas yang menjadi tugas BPOM,” ujar Syamsuliani.

Apalagi untuk saat ini, sebut Sy-amsuliani, proses untuk melakukan registrasi produk sudah jauh lebih mudah, karena UMKM bisa melaku-kan e-register, dan langsung akan ter-kirim ke BPOM Pusat. Setelah itu, maka akan dilakukan verifikasi oleh BPOM Aceh. Kalau semua sudah

Fungsi Badan POM Antara Lain

1. Pengaturan, regulasi, dan standarisasi.

2. Lisensi dan sertifikasi industri di bidang farmasi berdasarkan “Cara-cara Produksi yang Baik”.

3. Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar.

4. Post marketing vigilance termasuk sampling dan pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, penyidikan dan penegakan hukum.

5. Pre-audit dan pasca-audit iklan dan promosi produk.

6. Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan.

7. Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan publik.

Walau Produk Lokal, Jangan Lupa Cek Reg BPOM

“BPOM sendiri juga harus meregister produk-produk itu demi keamanan

dan keselamatan konsumen, karena itu adalah hal utama dan prioritas

yang menjadi tugas BPOM.”

-- Syamsuliani -- Kepala BPOM Aceh

SERTIFIKAT halal saat ini telah menjadi syarat dalam bisnis produk halal. Tidak hanya se-

bagai penanda terhadap produk yang sudah dijamin kehalalalnya, tetapi sudah menjadi indikasi untuk produk berkualitas tinggi. Keten-tuan halal yang melekat padanya, membuat produk memiliki keama-na dan kebaikan untuk dikonsumsi.

Seiring meningkatnya kompe-tisi bisnis produk halal di pasar re-gional dan global, Pemerintah Aceh kemudian bergerak cepat dalam upaya meningkatkan minat pelaku usaha untuk melakukan sertifikasi halal.

Selain intens dalam melakukan penyuluhan produk halal, Pemer-intah juga mendanai pelaksanaan sertifikasi halal. Pengurusan serti-fikat halal di Aceh tidak dipungut biaya alias gratis. Sertifikasi halal dilakukan oleh Majelis Permusy-awaratan Ulama (MPU) Aceh den-gan lembaga pelaksana Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, Kosmetika, dan Makanan (LPPOM).

“Ini telah menjadi komitmen Pemerintah Aceh untuk mencip-takan masyarakat sadar halal,” terang Kepala Sekretariat MPU Aceh, Saifuddin Puteh.

Untuk mendapatkan sertifikat tersebut, pelaku usaha dapat men-gajukan permohonan ke LPPOM MPU Aceh. Adapun persyaratan yang harus disiapkan oleh pelaku usaha sebagai pemohon, antara lain; photo copy KTP, profil perusa-haan, matrik bahaan baku dan dia-gram alir proses produksi.

Tata cara sertifikasi halal dimu-lai dengan menyampaikan penga-juan permohonan sertifikasi halal, melengkapi persyarakat yang dim-inta dan penjadwalan audit. Pemer-iksaan mencakup menajemen produsen dalam menjami kehala-lan produk, pemeriksaan dokumen spesifikasi yang menjelaskan asal usul bahan, komposisi dan proses pembuatannya.

Begitu juga dengan observasi lapangan, yang mencakup proses produksi secara keseluruhan mulai dari penerimaan bahan, produksi, pengemasan dan penggudangan serta penyajian untuk restoran/ca-tering/outlet. Selanjutnya, laporan hasil audit akan dibahas dalam sid-ing komisi fatwa MPU Aceh. Sidang komisi ini dapat menolak laporan hasil audit jika dianggap belum memenuhi semua persyaratan yang telah ditentukan.(ridha)

• Surat permohonan sertifikasi halal yang ditandatangani oleh pemilik/pimpinan perusahaan di atas materai Rp 6000;

• Pas photo pemilik/pimpinan perusahaan ukuran 3x4cm 2 lembar;• Copy KTP pemilik/pimpinan perusahaan 1 lembar;• Copy KTP auditor halal internal  1 Lembar;• Daftar bahan baku untuk seluruh produk yang disertifikasi halal;• Matriks bahan baku untuk setiap menu yang disertifikasi halal;• Copy sertifikat halal atau label halal yang masih berlaku dari setiap

bahan baku yang dipergunakan;• Copy sertifikat halal sebelumnya  (untuk sertifikasi pengembangan/

perpanjangan);• Manual Sistem Jaminan Halal (SJH) untuk perusahaan baru atau revisi

manual SJH untuk perusahaan yang telah memiliki sertifikat halal;• Copy status SJH atau sertifikat SJH (untuk perusahaan yang telah

memiliki sertifikat halal);• Diagram alir proses produksi produk yang disertifikasi;• Copy sertifikat halal atau komposisi bahan pada

produk konsinyasi yang dibuat oleh produsen;• Daftar alamat (baik milik sendiri maupun sewa);• Peta lokasi dan tata letak, jika perusahaan, dapur, gerai, gudang dan

maklon  merupakan bagian dari sebuah site/komplek, maka lampirkan juga lay out site secara keseluruhan.

• Surat Keputusan Pengangkatan Auditor Halal Internal (AHI) oleh pemilik/pimpinan perusahaan;

• Surat pernyataan pemilik/pimpinan perusahaan bahwa fasilitas produksi bebas dari unsur-unsur haram dan najis.

(Sumber: MPU Aceh)

Ini dia Prosedur Sertifikasi Produk Halal

Syarat-Syarat Pendaftaran Sertifikasi Halal(Restoran & Katering)

PADA prin-sipnya saya pribadi sangat men-dukung pember-lakuan sertifikat halal pada produk makanan dan

minuman. Produk kami sendiri, Nozy, yang merupakan produk minuman kemasan sari buah tanpa pengawet sudah memiliki sertifikat halal dari MPU Aceh sejak produk ini beredar di pasaran.

Proses pengurusannya pun sama sekali tidak dipungut biaya. Sejak produk kami memiliki logo halal, kami pun merasa lebih nyaman dalam memasarkannya, hal ini dikarenakan ada beberapa konsumen yang peka, meskipun kadangkala ada yang kurang peduli juga. Oleh karena itu, kami men-dukung penuh upaya pemerintah untuk mengkampanyekan pent-ingnya sertifikat halal pada produk makanan dan minuman.Sebagai produk lokal asli Aceh, kami juga sangat berharap masyarakat Aceh mau membeli produk kami Nozy Juice sehingga mampu membang-kitkan ekonomi kita secara tidak langsung. [medi]

JACKY(Pemilik Nozy Juice)

SERTIFI-KASI Halal menjadi sesuatu hal yang wajib dimiliki oleh suatu produk baik itu berupa makanan ataupun minuman, mengingat bahwa sebagian

besar masyarakat di Aceh adalah Muslim yang sangat sensitif terhadap makanan haram.

Mengkonsumsi pangan haram akan memberikan banyak dam-pak yang tidak baik bukan hanya menimbulkan penyakit secara fisik melainkan juga penyakit secara men-tal/spiritual. Konsumsi pangan tidak halal merupakan dosa pertama yang dilakukan oleh nenek moyang manu-sia (Nabi Adam AS) yang menyebab-kannya dikeluarkan dari surga. Selain itu, konsumsi pangan tidak halal mengakibatkan doa tidak diterima, ibadah ditolak Allah SWT, dan susah taat serta senang maksiat.

Dengan adanya pencantuman label halal, kami sebagai ibu rumah tangga merasa lebih aman dalam mengolah, mengkonsumsi dan menghidangkan makanan tersebut untuk disantap bersama keluarga. [medi]

NURHASANAH(Ibu Rumah Tangga)

KATA MEREKALebih Nyaman dalam

Memasarkan