38
TUGAS MIKROBIOLOGI PEMANFAATAN JERAMI DALAM PERTUMBUHAN TANAMAN PADI Oleh : Kelompok 2 1. I Komang Putra Adnyana 1011205005 2. I Putu Restu Wiana 1011205006 3. I .A.M Indri Paramita 1011205008 4. Ayu Putu Sarasdewi 1011205031 5. Ni Kadek Eni Juniantari1011205036

MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

TUGAS MIKROBIOLOGIPEMANFAATAN JERAMI DALAM PERTUMBUHAN TANAMAN PADI

Oleh :Kelompok 2

1. I Komang Putra Adnyana 10112050052. I Putu Restu Wiana 10112050063. I .A.M Indri Paramita 10112050084. Ayu Putu Sarasdewi 10112050315. Ni Kadek Eni Juniantari 1011205036

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS UDAYANA

BUKIT 2011

Page 2: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beras merupakan bahan pangan pokok yang dikonsumsi oleh hampir

seluruh penduduk Indonesia yaitu sebesar 96.87%. Permintaan terhadap beras

akan mengalami peningkatan sebesar 2.23% per tahun. Proyeksi permintaan beras

pada tahun 2010 adalah sebesar 41.50 juta ton. Selanjutnya dikatakan bahwa

defisit beras akan meningkat sekitar 13.50% per tahun (12.78 juta ton pada tahun

2010) apabila tidak dilakukan peningkatan produktivitas dan perluasan areal.

Produksi beras nasional pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 0.1 juta

ton/ha yaitu 4.6 juta ton/ha pada tahun 2007 menjadi 4.7 juta ton/ha (Deptan,

2007). Produktivitas padi sawah mengalami peningkatan 0.07 ton/ha (1.43 %)

yaitu pada tahun 2006 sebesar 4.82 ton/ha menjadi 4.89 ton/ha pada tahun 2007.

Indonesia pernah menjadi swasembada beras pada tahun 1984 (Pujo,

2003). Prasetyo (2002) menyatakan bahwa proses pencapaian swasembada beras

tersebut tidak lepas dari penerapan dan inovasi teknologi yang dikembangkan

pemerintah, misalnya dalam penggunaan benih unggul, teknologi pemupukan,

pengendalian organisme penganggu, dan sebagainya. Akan tetapi kebutuhan beras

yang semakin meningkat karena jumlah penduduk yang bertambah dan terjadi

pergeseran menu dari non-beras ke beras mendorong pemerintah untuk mencari

terobosan baru guna meningkatkan produksi pangan yang bersifat massal dan

integral (Pujo, 2003). Upaya peningkatan produksi padi diawali dengan adanya

program revolusi hijau pada tahun 1960. Teknologi revolusi hijau telah

mentranformasikan pertanian menjadi pertanian berinput luar tinggi (High

External Input Agriculture, HEIA). Dengan ditanamnya varietas modern berdaya

hasil tinggi, respon terhadap pemupukan, dan tahan terhadap serangan jasad

penganggu maka produksi padi akan meningkat dengan cepat. Namun demikian,

teknologi revolusi hijau menimbulkan berbagai masalah seperti leveling off,

rendahnya keuntungan petani karena tingkat biaya input yang tinggi, masalah

masalah lingkungan, dan kesehatan serta ketidakseimbangan hara dan hama serta

penyakit (Minami, 1997). Masalah-masalah tersebut telah mendorong pemikiran

untuk melaksanakan pertanian berkelanjutan berinput luar rendah atau pertanian

Page 3: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

organik .Dalam pertanian organik terdapat penambahan bahan organik sebagai

suatu tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman untuk meningkatkan dan

mengoptimalkan manfaat pupuk sehingga efisiensinya meningkat. Bahan organik

tanah merupakan hasil penimbunan sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian

telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik

mempunyai peranan penting dalam meningkatkan serta mempertahankan

kesuburan tanah. Untuk tanaman padi sawah, jerami merupakan bahan organik

yang paling potensial keberadaannya bagi usaha tani padi sawah (Cho dan

Kobata, 2000). Pemanfaatan atau pengelolaan jerami dapat dilakukan dengan

pengangkutan jerami ke luar lahan, pembakaran jerami di lahan, pembenaman

jerami, ataupun dengan pengomposan jerami. Penurunan hasil padi pada lahan

persawahan yang terus menerus diusahakan sering terjadi terutama bila jeraminya

ikut terangkut. Pengangkutan jerami pada saat panen mengurangi tingkat

kesuburan tanah karena sebagian besar bahan organik dan unsur hara tanah

diangkut ke tempat lain sehingga dalam jangka panjang kesuburan tanah akan

menurun. Pengembalian jerami padi atau pemberian bahan organik diharapkan

dapat memperbaiki keseimbangan unsur hara sehingga kelestarian kesuburan

lahan sawah dapat dipertahankan. Di Indonesia, jerami dibakar atau diangkut ke

luar lahan karena alasan untuk menghilangkan kesulitan pada saat pengolahan

tanah, mengendalikan hama dan penyakit, menghemat tenaga atau untuk pakan

ternak serta untuk keperluan lainnya. Penambahan bahan organik dapat menekan

penggunaan pupuk anorganik. Bahan organik diperlukan untuk mempertahankan

kesuburan tanah dengan menjaga dan meningkatkan fungsi mikroorganisme di

dalam tanah sehingga dapatmeningkatkan ketersediaan hara dalam tanah juga

meningkatkan efektivitas pemupukan. Oleh karena itu pengelolaan bahan organik

pada padi sawah yangdikombinasikan dengan pupuk anorganik sangat diperlukan

untuk meningkatkan produktivitas padi. Adanya penambahan bahan organik dapat

meningkatkan efisiensi pemupukan sehingga pertumbuhan dan hasil padi dapat

meningkat. Pada percobaan ini diteliti pengaruh manajemen jerami yang

dikombinasikan dengan pupuk organik.

Page 4: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

1.2 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan

pemanfaatan jerami dan penambahan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan

hasil padi sawah.

Page 5: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Organik

Salah satu usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah adalah dengan

penambahan bahan organik. Pemberian bahan organik ke dalam tanah akan

berpengaruh terhadap sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi tanah. Bahan

organik merupakan perekat butiran tanah dan sumber unsur hara nitrogen,

fosfor, kalium, dan sulfur sehingga bahan organik mempengaruhi sifat fisik dan

kimia tanah. Sumber asli bahan organik adalah jaringan tumbuhan di alam,

bagian tanaman berupa ranting, daun, cabang, batang dan akar tumbuhan

menyediakan jumlah bahan organik setiap tahunnya. Hara nitrogen, fosfor, dan

kalium merupakan faktor pembatas utama untuk produktivitas padi sawah.

Arafah dan Sirappa (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa respon padi

terhadap hara nitrogen, fosfor, dan kalium dipengaruhi oleh beberapa faktor,

antara lain penggunaan bahan organik. Bahan organik yang ditambahkan ke

tanah harus dalam kondisi sudah matang atau sudah mengalami pengomposan,

karena bila diaplikasikan dalan kondisi belum matang akan merusak tanaman

(Inoko, 1984). Lebih lanjut Inoko (1984) juga menyatakan bahwa selama

pengomposan jerami padi, karbohidrat terdekomposisi dan berat total dari

jerami akan menurun.

Kandungan nutrisi anorganik akan meningkat sejalan dengan peningkatan

kematangan kompos. Volatilisasi nitrogen dalam bentuk NH3 mungkin dapat

terjadi pada tingkat kebasaan sedang. Kumazawa (1984) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa kompos jerami padi tidak akan memiliki pengaruh yang

besar pada lahan yang telah menerima pemupukan nitrogen secara kimia.

Bahan organik mengandung hara yang dibutuhkan tanaman baik dalam bentuk

makroelemen dan mikroelemen. Secara umum, hal terpenting dari penggunaan

kompos jerami terhadap peningkatan produksi adalah menyediakan unsur

nitrogen dan mengatur imobilisasi dan mineralisasi nitrogen di tanah

(Kumazawa, 1984). Menurut De Datta (1984) kompos atau bahan organik yang

ditambahkan ke tanah tidak akan memberikan hasil yang tinggi pada kondisi

Page 6: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

tanah drainase yang buruk, tanah peat karena dekomposisi tidak berlangsung

dengan sempurna. Proses dekomposisi jerami akan berjalan cepat pada lahan

sawah yang memiliki drainase sedang dan dilakukan pengolahan intensif.

Page 7: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

2.2 Peran Bahan Organik Pada Tanaman Padi

Bahan organik berperan terutama dalam perbaikan sifat fisik tanah, sifat

kimia tanah dan aktivitas biologi tanah. Bahan organik berperan dalm perbaikan

sifat fisik tanah yaitu melalui fungsinya dalam pembentukan agregat/granulasi

tanah sehingga meningkatkan porositas dan permeabilitas tanah serta

meningkatkan kemampuan menahan air. Sifat kimia tanah tidak terlepas dari

perubahan bahan organik atau dekomposisi bahan organik. Pada saat proses

dekomposisi terjadi perubahan terhadap komposisi kimia bahan organik dari

senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Dekomposisi bahan

organik tersebut akan menyediakan unsur hara N, P, S dan unsur lain tergantung

penyusun bahan organik tersebut. Pemberian bahan organik juga akan

mempengaruhi kemasaman (pH) tanah serta kemampuan mempertukarkan kation

(KTK) (Soepardi, 1983).

Bahan organik dapat meningkatkan pH tanah tetapi juga dapat

menurunkan pH tanah, tergantung jenis tanah dan macam bahan organiknya.

Peningkatan Ph pada perlakuan manajemen jerami menunjukkan adanya proses

kimia di dalam tanah sebagai akibat proses dekomposisi bahan organik. Lebih

lanjut Ponnamperuma (1984) menyatakan peningkatan pH terjadi pada saat

kandungan Al dapat dipertukarkan (Al-dd) tanah tinggi, karena bahan organik

dapat mengikat Al sebagai senyawa kompleks. Hal ini mengakibatkan Al tidak

terhidrolisis. Bahan organik berperan dalam aktivitas biologi yaitu dengan

pemberian bahan organik dapat meningkatkan aktivitas biologi tanah melalui

pelepasan unsur-unsur hara tanah dalam proses dekomposisi sisa-sisa tanaman

oleh mikroorganisme dalam tanah (Sugito et al.,1995). Dalam hubungannya

dengan kesuburan tanah dan produksi tanaman, fungsi mikroorganisme yang

penting adalah mineralisasi dan imobilisasi unsur-unsur hara seperti karbon, N, P,

S, fiksasi N2 atau CO2 dari atmosfer dan kelarutan P. Penambahan bahan organik

pada tanah tergenang (sawah) umumnya dapat meningkatkan fungsi mikroba.

Pada tanah yang digenangi pergantian mikroba dari mikroorganisme aerobik ke

mikroorganisme anaerobik terutama oleh bakteri, menyebabkan terjadinya

perubahan reaksi biokimia yang pada prinsipnya adalah oksidasi-reduksi. Setelah

oksigen pada tanah tergenang digunakan oleh

Page 8: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

mikroorganisme aerobik, maka bahan organik, nitrat, Mn-oksida, Fe-oksida dan

sulfat direduksi. Perubahan atau transformasi bahan organik tanah sawah

merupakan

proses fermentasi/biokimia utama dari mikroorganisme sehingga penimbunan

bahan organik dapat dihindarkan. Dalam hubungannya dengan kesuburan tanah

dan produksi tanaman, fungsi mikroorganisme yang penting adalah mineralisasi

dan imobilisasi unsur hara seperti karbon, N, P, S, fiksasi N2 atau CO2 dari

atmosfer dan kelarutan P (Situmorang dan Sudadi, 2002). Pembenaman jerami ke

tanah sawah dapat mempengaruhi N. Menurut Eagle et al. (2000) aplikasi jerami

dengan membenamkannya ke tanah sawah pada tahun pertama dengan perlakuan

pupuk N sesuai dengan dosis rekomendasi tidak berpengaruh terhadap hasil

gabah. Pada tahun ketiga hingga tahun kelima pembenaman jerami dapat

meningkatkan serapan unsur hara. Peningkatan unsur hara tersebut dikarenakan

terbentuknya N pool tanah labil yang mengurangi ketergantungan tanaman pada N

pupuk. Adiningsih (2000) menyatakan bahwa bahan organik juga memegang

peranan penting dalam meningkatkan efisiensi pupuk dan produktivitas secara

berkelanjutan. Bahan organik meningkatkan aktivitas mikroorganisme di dalam

tanah. Mikroba tanah bersama-sama bahan organik merupakan komponen penting

di dalam tanah dan berperan sebagai penyangga biologi tanah yang menjaga

keseimbangan hara dan menyediakan hara dalam jumlah berimbang bagi tanaman.

Beberapa mikroba penting antara lain adalah mikroba penambat N dari udara,

mikroba pelarut P dan mikroba yang dapat mengubah belerang elemen (S)

menjadi sulfat yang tersedia bagi tanaman serta mikroba dekomposer yang dapat

mempercepat dekomposisi bahan organik sehingga unsur hara cepat tersedia.

Menurut Hesse (1984) dekomposisi bahan organik secara lambat akan melepaskan

CO2 secara langsung akan berguna untuk fotosintesis tanaman padi, melepaskan

bentuk ikatan P yang membentuk kompleks senyawa Fe dan Mn, membentuk

CH4 yang terlibat dalam pengendalian patogen dan menghasilkan senyawa

tertentu yang dapat mendorong pertumbuhan tanaman.

Page 9: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

2.3 Jerami Padi

Menurut Ponnamperuma (1984) jerami padi adalah semua bahan hijauan

padi di luar biji yang dihasilkan tanaman padi. Jerami padi dimanfaatkan oleh

petani sebagai pupuk organik atau sebagai pengganti pupuk anorganik. Selain itu

jerami padi merupakan bahan organik yang potensial ketersediaannya bagi usaha

tani padi sawah. Hal ini disebabkan karena jerami padi merupakan bahan organik

yang mudah dan ekonomis untuk dikembalikan ke lahan sawah.

Dekomposisi jerami merupakan faktor penting untuk pengembalian nutrisi

dan pemelihara kesuburan tanah. Saint dan Broadbent (1977) menyatakan bahwa

proses dekomposisi jerami dengan cara dibenamkan ke tanah lebih cepat

dibandingkan dengan cara disebarkan di permukaan tanah pada saat musim hujan.

Dekomposisi jerami berjalan cukup cepat pada lahan sawah yang memiliki

drainase sedang dan dilakukan pengolahan tanah secara intensif.

Menurut Hardjowigeno (1987) dan Flinn dan Marciano (1984) menyatakan

bahwa pemberian jerami 5.0 ton/ha dapat menghemat pemakaian pupuk KCl

sebesar 100 kg/ha. Ponnamperuma (1984) dalam penelitiannya menyatakan

bahwa jerami padi mengandung sekitar 0.6% N, 0.1% P, 0.1% S, 1.5% K, 5 % Si,

dan 40% C. Lebih lanjut Sukirno (2002) menyatakan dalam 6 ton jerami

terkandung 72 kg Nitrogen, 12 kg Fosfor, 140 kg Kalium, 22 kg Kalsium, 12 kg

Magnesium, dan 38 kg Mangan. Jerami tersedia di lahan sawah secara langsung

dalam jumlah berkisar antara 2-10 ton/ha, sehingga jerami cocok sebagai sumber

nutrisi padi sawah. Arafah dan Sirappa (2003) menyatakan bahwa nutrisi dari

mineral yang terkandung dalam jerami setelah dipanen tergantung dari tanah,

kualitas air irigasi, jumlah pupuk yang diberikan, species asal jerami dan musim

tanam. Jerami secara tidak langsung menjadi sumber N dan C sebagai substrat

untuk metabolisme biologi termasuk sintesis gula, pati, selulosa, hemiselulosa,

pektin, lignin, lemak, dan protein. Kumazawa (1984) menyatakan bahwa jerami

kering mengandung 40% C.

Lebih lanjut Ponnamperuma (1984) menyatakan bahwa 1/3 N total

tanaman padi diperoleh dari jerami sehingga kebutuhan pupuk N bisa digantikan

dengan pengembalian jerami ke lahan sawah. Pembakaran jerami 5 ton/ha jerami

pada areal pertanian menyebabkan kehilangan 45 kg N, 2 kg P, 25 kg K dan 2 kg

Page 10: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

S di dalam atmosfer (Yamagata,1998). Pada percobaan jangka panjang

mengindikasikan bahwa aplikasi jerami pada lahan sawah menyebabkan

penambahan C, N, P, K dan Si organik. Penggunaan jerami dengan tidak

membakar dapat meningkatkan hasil 0.4 ton/ha tiap musim dan meningkatkan

kesuburan tanah.

Page 11: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

BAB IIIBAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan IPB Babakan Sawah Baru

Dramaga, Bogor. Analisis jerami padi, analisis tanah, analisis kompos jerami, dan

analisis pupuk anorganik dilakukan di laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah

dan Sumber daya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan

Agustus 2007 – Januari 2008.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan terdiri atas benih padi varietas Way Apo

Buru,pupuk urea, SP-36, dan KCl. Bahan lain yang digunakan adalah jerami padi

yang digunakan sebagai kompos, EM4, furadan pestisida curacron secara terbatas

apabila diperlukan. Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat alat-alat

budidaya pertanian, timbangan analitik, alat tulis, dan kantong plastik.

3.3 Metode

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan

tiga ulangan. Perlakuan pada percobaan ini adalah manajemen jerami, terdiri dari

delapan perlakuan, yaitu :

1. P0 : Tanpa aplikasi jerami dan pupuk anorganik

2. P1 : Kompos jerami

3. P2 : Jerami

4. P3 : Jerami + 1 dosis pupuk anorganik

5. P4 : Kompos jerami + 1 dosis pupuk anorganik

6. P5 : Pupuk anorganik

7. P6 : Kompos jerami + ½ dosis pupuk anorganik

8. P7 : Jerami + ½ dosis pupuk anorganik

Dosis rekomendasi pemupukan adalah pupuk urea 250 kg/ha, SP-36 100 kg/ha,

dan KCl 100 kg/ha. Dalam percobaan ini terdapat 24 satuan percobaan dengan

Page 12: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

satu satuan percobaan berupa petak dengan luas 25 m2. Model linier yang

digunakan pada percobaan ini adalah:

Yij = μ + αi + βj + εij

Dengan keterangan:

Yij = Pengamatan perlakuan dari manajemen jerami ke-i dan kelompok ke-j

μ = Rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan ke-i

βj = Pengaruh kelompok ke-j

εij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

i = 1,2, ... t = 1,2, ...r

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan yang diuji dilakukan analisis

sidik ragam, jikan hasilnya menunjukkan pengaruh nyata dilakukan uji lanjut

Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

3.4 Pelaksanaan

Petakan yang digunakan pada setiap percobaan berukuran 25 m2 pada lahan

sawah irigasi. Percobaan diawali dengan pembuatan kompos. Pembuatan kompos

menggunakan jerami dengan kebutuhan jerami 7 ton/ha kemudian menggunakan

EM 4 dengan dosis 2 liter/ton jerami dengan konsentrasi 8 – 10 ml/10 liter air.

Kondisi fisik yang harus dijaga adalah kandungan air. Diusahakan agar kandungan

air sekitar 40-50% dengan suhu sekitar 40-50ºC. Setiap minggu tumpukan kompos

dibalik agar suhu tidak terlalu tinggi dan sirkulasi udara ke bagian tengah kompos

menjadi lancar. Proses pengomposan jerami berlangsung selama 30 hari atau sampai

kompos telah matang dan siap pakai. Ciri-ciri kompos jerami yang telah siap dipakai

adalah jerami telah mengalami pembusukan oleh mikroorganisme, suhu kompos

menjadi dingin, dan warna jerami menjadi hitam kecoklatan serta hancur. Analisis

jerami dilakukan sebelum dan setelah pengomposan.

Persiapan tanam meliputi kegiatan pengolahan tanah, pemberian jerami dan

kompos jerami serta persemaian benih padi. Pengaplikasian jerami dan kompos

jerami dilakukan pada saat pengolahan tanah yaitu pada saat 2 minggu sebelum

tanam. Sebelum disemai, benih direndam satu malam di dalam air agar benih

mengalami imbibisi dan berkecambah secara serentak. Selanjutnya benih diperam

Page 13: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

selama dua hari sehingga benih mulai berkecambah dan disemai pada lahan

persemaian yang telah dipersiapkan. Bibit dipindah tanam ke lahan sawah dengan

jarak tanam legowo 2 : 1 (15 cm x 10 cm x30 cm) pada umur 14 hari. Tiap lubang

ditanam satu bibit. Penyulaman dilakukan 1 Minggu Setelah Tanam (MST) dengan

bibit yang umurnya sama. Penyiangan dan pengendalian gulma dilakukan pada 4

MST hingga 8 MST. Pemupukan diaplikasikan sesuai dengan perlakuan. Dosis

rekomendasi pupuk adalah urea 250 kg/ha, KCl 100 kg/ha,dan SP-36 100 kg/ha.

Pupuk urea diaplikasikan dua kali yaitu pada saat pindah bibit dan pada saat 7 MST

atau pada saat anakan mencapai maksimum. Pupuk KCl dan SP-36 diaplikasikan

pada saat tanam.

3.5 Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap setiap petakan dengan masing-masing

sepuluh tanaman contoh dan bergantung pada peubah yang diamati. Adapun

peubah yang diamati adalah sebagai berikut:

1. Analisis kandungan hara jerami (C-organik, N, P, K) yang dilakukan sebanyak

dua kali yaitu sebelum dan setelah pengomposan.

2. Analisis hara tanah (C-organik, pH, N, P, K) pada petak perlakuan kontrol,

perlakuan kompos, perlakuan jerami, perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik,

perlakuan kompos + 1 dosis pupuk anorganik, dan perlakuan pupuk anorganik

yang dilakukan dua kali yaitu sebelum perlakuan dan sesudah percobaan.

3. Tinggi tanaman, yang dihitung dari permukaan tanah sampai ujung daun

terpanjang sejak 3 MST sampai keluar malai (heading)

4. Jumlah anakan, yang dihitung sejak 3 MST sampai keluar malai (heading)

5. Skala Bagan warna daun yang diamati setiap minggu dimulai sejak 3 MST

sampai keluar malai (heading)

6. Hasil dan komponen hasil. Peubah yang diamati dari setiap petak dengan 10

tanaman contoh adalah jumlah anakan produktif, hasil ubinan, dan bobot 1000

butir serta pengamatan panjang malai dan jumlah gabah per malai pada saat

panen.

Page 14: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

7. Efisiensi agronomi dapat diukur dengan:

Hasil (kg gabah pada petak perlakuan) – Hasil (kg gabah pada petak tanpa

perlakuan) x 100%

Hasil (kg gabah pada perlakuan pupuk anorganik) - Hasil (kg gabah pada petak

tanpa perlakuan)

8. Persen peningkatan hasil dapat diukur dengan:

Hasil (kg gabah pada petak perlakuan) – Hasil (kg gabah pada petak tanpa

perlakuan) x 100%

Hasil (kg gabah pada petak tanpa perlakuan)

Page 15: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Percobaan

Percobaan dilakukan di kebun percobaan Babakan Sawah Baru Darmaga,

Bogor. Tanah di lahan percobaan merupakan jenis tanah latosol dengan pH 5.5-

5.8. Curah hujan bulanan di kebun percobaan dari bulan September – Desember

2007 berkisar 205-476 mm/bulan. Berdasar klasifikasi Oldeman, tanaman padi

sawah memerlukan curah hujan bulanan sekitar 200 mm/bulan (Handoko, 1995).

Dengan demikian curah hujan tersebut cukup untuk pertumbuhan tanaman. Curah

hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember 2007 mencapai 476 mm/bulan (Tabel

Lampiran 1). Suhu rata-rata bulanan mencapai 26.85°C. Rata-rata jumlah hari

hujan selama bulan Agustus-Desember 2007 adalah 20 hari hujan. Bibit yang

ditanam berumur 14 Hari Setelah Semai (HSS) dengan 1 bibit per lubang. Pada

saat 1-2 MST, bibit berada pada tahap pemulihan atau adaptasi terhadap

lingkungan tumbuhnya. Penyulaman dilakukan pada 1 MST. Pada saat 3 MST,

bibit sudah tumbuh normal ditandai dengan tajuk berwarna hijau, muncul anakan

dan perakaran mulai berkembang. Secara umum pertumbuhan tanaman setelah

pindah tanam cukup baik. Hama yang menyerang sejak pindah tanam bibit hingga

panen adalah hama keong mas, walang sangit, dan burung. Intensitas serangan

hama keong mas (Pomacea canaliculata) kurang lebih 10% sehingga perlu

dilakukan penyulaman supaya diperoleh populasi tanaman yang cukup. Upaya

untuk mengatasi serangan hama ini dilakukan dengan cara pengeringan petakan

sementara dan pemungutan keong serta telur keong secara manual ke luar

petakan. Keong mas merusak tanaman dengan cara memarut jaringan tanaman

dan memakannya (Hasanuddin, 2003).

Hama keong mas hanya mengganggu pada stadia bibit. Selanjutnya hama

ini tidak mempengaruhi pertumbuhan karena laju pertumbuhan tanaman lebih

besar dari laju kerusakan oleh keong mas. Hama lain yang menyerang antara lain

walang sangit (Leptocorisa oratorius). Walang sangit menyerang tanaman padi

pada fase pemasakan awal. Hama ini menyerang atau merusak bulir padi dengan

menghisap cairan bulir padi. Akan tetapi serangan walang sangit tidak

berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pada fase pemasakan lanjut terjadi

Page 16: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

serangan hama burung. Burung memakan langsung bulir padi yang sedang

menguning. Adanya serangan hamahama

tersebut tidak sampai menurunkan hasil yang berarti (intensitas hanya < 5%).

Pertumbuhan gulma di lahan percobaan cukup mengganggu pertumbuhan

tanaman. Gulma yang banyak terdapat di lahan percobaan antara lain Echinocloa

cruss-galli dan Fimbristylis miliacea. Oleh karena itu pengendalian gulma secara

manual dilakukan secara intensif sejak 3 MST. Panen dilakukan pada saat masak

fisiologis yang ditandai dengan 90% malai berwarna kuning atau apabila diremas

gabah telah rontok sekitar 30% atau kadar air gabah sekitar 25%.

4.2 Pembahasan

Bahan organik yaitu jerami memiliki kandungan hara yang cukup tinggi.

Nisbah C/N jerami yang diaplikasikan berkisar 65.62%-70.21%. Umumnya

jerami padi memiliki nisbah C/N 80% (Miller, 2000). Lebih lanjut Ponnamperuma

(1984) menyatakan bahwa kandungan C-organik jerami mencapai 40%. Karbon

berperan penting dalam pembentukan energi pada tanaman, sedangkan nitrogen

berperan dalam penbentukan jaringan tanaman (Miller,2000). Apabila bahan

organik yang diaplikasikan memiliki nisbah C/N yang tinggi, maka akan

mengakibatkan mikroba yang membantu proses dekomposisi akan kekurangan

nitrogen sebagai sumber energinya. Sehingga mikroba akan mengambil nitrogen

dari tanah dan mengakibatkan tanah mengalami defisiensi nitrogen. Miller (2000)

menyatakan bahwa aplikasi bahan organik saat pengolahan tanah dengan nisbah

C/N lebih dari 33% dapat mengakibatkan terjadinya pengikatan nitrogen. Pada

nisbah 17%-33% jumlah nitrogen tetap atau tidak terjadi nitrifikasi, sedangkan

bila nisbah kurang dari 17%, jumlah nitrogen akan menurun. Aplikasi jerami

terlihat tidak meningkatkan kandungan C, N-total dan K tanah. Hal tersebut

mengindikasikan adanya imobilisasi N pada proses dekomposisi bahan organik.

Tidak terjadinya peningkatan kadar C dan N tanah dengan penambahan bahan

organik berupa jerami dan kompos karena apabila jerami atau kompos

dibenamkan ke dalam sawah akan terbentuk pool C dan N tanah labil. Pool

labil tersebut dalam bentuk MHA-N (Mobile Humic Acid-N) dan MHA-C dalam

Page 17: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

bentuk fase mikroba yang pada akhirnya akan menyediakan C dan N bagi

tanaman (Sugiyanta, 2007). Pembenaman jerami dapat menyebabkan imobilisasi

N mineral dan menurut Eagle et al. (2000) setelah tahun kedua efek residu jerami

telah terlihat karena telah terjadi mineralisasi unsur N.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH tanah setelah aplikasi bahan

organik mengalami peningkatan. Perlakuan pupuk anorganik saja menghasilkan

peningkatan pH yang tertinggi yaitu sebesar 0.26. Bahan organik dapat

meningkatkan pH tanah tetapi juga dapat menurunkan pH tanah, tergantung jenis

tanah dan macam bahan organiknya. Ponnamperuma (1984) menyatakan

manajemen jerami dapat meningkatkan pH sebagai akibat adanya proses kimia

yang berlangsung di dalam tanah. Peningkatan pH terjadi pada saat kandungan Al

dapat dipertukarkan (Al-dd) tanah tinggi, karena bahan organik dapat mengikat Al

sebagai senyawa kompleks. Hal ini mengakibatkan Al tidak terhidrolisis.

Kehilangan N yang cenderung tinggi pada perlakuan jerami + pupuk

anorganik dapat diakibatkan selain oleh pencucian, erosi, terangkut tanaman juga

diduga akibat adanya imobilisasi N karena penggunaan unsur N oleh mikroba

dalam proses dekomposisi bahan organik. Menurut Rao (1975) pada proses

dekomposisi bahan organik terjadi imobilisasi nitrogen. Laju imobilisasinya

bergantung dari ciri mikroflora tanah, temperatur tanah, status pupuk N dan rasio

C/N dari bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah. Selain itu fiksasi N

oleh mikroba di dalam tanah merupakan salah satu faktor yang menentukan

kesuburan tanah sawah untuk jangka panjang.

Proses dekomposisi jerami yang cukup lama juga mengakibatkan

pelepasan unsur nitrogen ke larutan tanah berlangsung lama. Setelah tahun kedua

efek residu jerami terlihat karena telah terjadi mineralisasi N (Eagle et al., 2000).

Lebih lanjut menurut Sugiyanta (2007) aplikasi bahan organik sampai dengan

musim tanam kedua menyebabkan imobilisasi unsur hara N sehingga baik

ketersediaan maupun kecukupan bagi tanaman rendah yang ditandai dengan

penurunan N-total tanah.

Akan tetapi pada musim tanam ketiga mineralisasi jerami sudah terlihat

dapat menekan pengaruh imobilisasi N yang ditandai dengan meningkatnya

ketersediaan unsur hara N. Sehingga hal tersebut dapat menjelaskan bahwa

Page 18: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

walaupun belum terlihat menambah akumulasi N dalam tanah, aplikasi bahan

organik mampu meningkatkan ketersediaan N secara bertahap.

Peningkatan kandungan P pada perlakuan kompos, jerami serta kompos

dan pupuk diduga karena pemberian bahan organik secara efektif bereaksi dengan

Fe dan Al yang menyebabkan fiksasi fosfor dalam tanah menurun sehingga

ketersediaan fosfor menjadi tinggi. Lebih lanjut Soepardi (1983) menyatakan

bahwa fosfor di dalam tanah masam (pH tanah percobaan 5.5-5.8) mengalami

pengendapan oleh ion Fe, Al, dan Mn; pengikatan oleh ion hidroksida; pengikatan

oleh liat silikat sehingga pada tanah yang dipupuk P meninggalkan residu yang

tinggi pada tanah. Sehingga dekomposisi bahan organik yang cepat dibarengi

dengan meningkatnya populasi jasad mikro untuk sementara dapat menyebabkan

fosfor diikat dalam tubuh jasad mikro.

Adanya aplikasi bahan organik menunjukkan penurunan fosfor yang lebih

kecil daripada perlakuan pupuk anorganik saja. Hal tersebut menunjukkan bahwa

aplikasi bahan organik saja baik kompos maupun jerami saja lebih konsisten

terjadinya peningkatan akumulasi unsur P jika dibandingkan dengan perlakuan

pupuk anorganik saja. Berdasarkan hasil penelitian Sugiyanta (2007) kandungan

fosfor tanah akan mengalami peningkatan sampai musim tanam kedua, kemudian

akan mengalami penurunan pada musim tanam ketiga. Dengan demikian, adanya

perlakuan bahan organik dapat menghemat penggunaan fosfor oleh tanaman.

Dengan demikian hasil dekomposisi bahan organik berperan penting dalam

menyediakan fosfor yang dapat tersedia bagi tanaman.

Penurunan kalium pada perlakuan manajemen jerami diduga disebabkan

oleh adanya kehilangan kalium karena terangkut oleh tanaman, pencucian, dan

erosi. Pencucian terjadi melalui air drainase dari tanah yang dipupuk berat dengan

kalium dengan kadar kalium tinggi. Walaupun demikian, perlakuan dengan

aplikasi bahan organik yaitu jerami atau kompos saja menghasilkan kandungan

kalium yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik

saja. Hal tersebut menunjukkan bahwa dekomposisi jerami mendorong

peningkatan ketersediaan kadar K tanah. Pembenaman jerami ke lahan akan

meningkatkan ketersediaan K tanah karena K jerami larut dalam air dan tersedia

bagi tanaman padi.

Page 19: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan manajemen jerami

mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman yang ditandai dengan kondisi

tanaman padi yang cukup baik. Hal tersebut diduga karena pemberian bahan

organik terutama jerami padi dapat memperbaiki kesuburan tanah serta

meningkatkan efisiensi pemupukan. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh

Ponnamperuma (1982) bahwa jerami memberikan pengaruh positif terhadap sifat

biologi, kimia, dan fisika tanah sawah yang didukung oleh Soepardi (1983) pupuk

organik dapat memperbaiki sifat fisika tanah, struktur tanah, dan daya mengikat

air tanah. Perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik memberikan skala

pembacaan bagan warna daun tertinggi. Hal ini mencerminkan bahwa perlakuan

tersebut dapat memberikan unsur N yang cukup bagi tanaman. Adanya

penambahan pupuk anorganik dapat meningkatkan KTK tanah sehingga kation –

kation yang terjerap oleh larutan tanah tidak hilang.

Kecukupan unsur N bagi tanaman akan menyebabkan tanaman

membentuk klorofil lebih banyak sehingga daun nampak berwarna hijau tua

(Ismunadji,et al., 1993). Lebih lanjut menurut Eagle (2000) pembenaman jerami

ditambah dengan pupuk N dapat mengurangi bahkan meniadakan efek imobilisasi

nitrogen. Imobilisasi nitrogen merupakan proses pemanfaatan hara tersedia oleh

jasad renik untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Hal tersebut menguatkan

bahwa aplikasi jerami + 1 dosis pupuk anorganik NPK dapat memberikan unsur N

yang cukup. Akan tetapi perlakuan manajemen jerami tidak berpengaruh terhadap

jumlah anakan tanaman. Hal tersebut diduga adanya pengaruh proses imobilisasi

N oleh jerami. Faktor-faktor yang mempengaruhi imobilisasi nitrogen antara lain

adalah suhu tanah, jenis dan jumlah bahan organik, jumlah nitrogen yang

diaplikasikan dan tingkat nitrifikasi nitrogen (De Datta, 1981). Jumlah anakan

yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 13 – 24 anakan dari 1 bibit dan yang

produktif sebanyak 9 – 15 anakan. Peng et al. (1994) menyatakan bahwa varietas

modern (varietas way apoburu merupakan varietas modern) memiliki jumlah

anakan yang tinggi, 3-5 bibit menjadi 30-40 anakan dan yang produktif sebanyak

20 anakan. Anakan yang tidak menghasilkan malai tidak menggunakan cahaya

dan nutrisi secara efektif. Manajemen jerami berpengaruh terhadap hasil padi.

Pada panen ke-9 (percobaan yang dilakukan merupakan panen yang ke-9),

Page 20: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan hasil gabah tertinggi.

Namun demikian hasil yang diperoleh perlakuan jerami + 1 dosis pupuk

anorganik tidak berbeda dengan perlakuan jerami + ½ dosis pupuk anorganik serta

perlakuan jerami saja. Hal tersebut diduga bahwa tanaman padi telah

mendapatkan unsur hara terutama N yang cukup. Hal ini sesuai dengan

Dobermann dan Fairhurst (2000) yang menyatakan bahwa unsur N bagi tanaman

padi merupakan unsur penyusun asam amino, asam nukleat dan klorofil yang

penting bagi tanaman padi dalam mempercepat pertumbuhan (pertambahan tinggi

dan jumlah anakan) dan meningkatkan ukuran daun, jumlah gabah/malai,

persentase gabah isi dan kandungan protein gabah. Selain itu adanya penambahan

bahan organik dapat meningkatkan efisiensi pupuk yaitu dengan meningkatnya

KTK tanah sehingga kation – kation hara yang terjerap lebih banyak dan tidak

hilang. Persen peningkatan hasil baik berupa GKP dan GKG terhadap kontrol

tertinggi dihasilkan oleh perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa persen peningkatan hasil

perlakuan dengan aplikasi jerami saja maupun kombinasi dengan pupuk

anorganik menghasilkan persen peningkatan hasil yang lebih besar atau sama

dengan persen peningkatan hasil perlakuan pupuk anorganik. Hal tersebut diduga

bahwa penambahan bahan organik berupa jerami dapat meningkatkan efisiensi

pupuk serta dapat mengurangi efek imobilisasi. Salah satu peran bahan organik

antara lain memperbaiki sifat kimia tanah yaitu meningkatkan KTK tanah

sehingga kation – kation hara yang dijerap tanah tidak mudah hilang. Akan tetapi

perlakuan aplikasi kompos jerami saja maupun kombinasi dengan pupuk

anorganik menghasilkan persen peningkatan hasil yang lebih rendah jika

dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik. Hal tersebut dapat diduga

bahwa pada perlakuan kompos jerami saja maupun dengan kombinasi dengan

pupuk anorganik terjadi kehilangan nitrogen (NO3-) menjadi bentuk gas (N2)

sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan generatif tanaman. Kehilangan

nitrogen dapat terjadi melalui pencucian (run off), denitrifikasi, volatilisasi,

maupun imobilisasi. Efektifitas agronomi relatif menunjukkan tingkat efektifitas

dari perlakuan bahan organik terhadap perlakuan pupuk anorganik dan perlakuan

kontrol. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perlakuan jerami saja maupun

Page 21: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

perlakuan kombinasi dengan pupuk anorganik efektif dalam meningkatkan hasil

gabah dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja. Hal tersebut dapat

terlihat dari nilai efektivitas agronomi yang lebih besar dari 100%. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa peningkatan hasil pada perlakuan jerami maupun

perlakuan jerami yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik lebih besar

dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja.

Akan tetapi aplikasi bahan organik berupa kompos saja maupun kompos

yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik tidak efektif dalam meningkatkan

hasil. Hal tersebut diduga bahwa telah terjadi kehilangan nitrogen yaitu N03 -

menjadi bentuk gas. Lebih lanjut diduga bahwa rentang waktu pengaplikasian

kompos sampai dengan waktu tanam terlalu lama sehingga kehilangan nitrogen

menjadi lebih besar.

4.3 Cara Pembuatan Composting dari Jerami Padi

Cara pembuatan kompos jerami adalah sebagai berikut :

Alat yang digunakan:

- sekop

- pacul

- plastik berwarna gelap (untuk menjaga agar tumpukan tetap lembab)

Bahan yang diperlukan :

jerami padi segar 1 m3 (1 m x 1 m X 1m), Urea 2 kg dan SP-36 1 kg atau NPK 2-3 kg, Kapur 1 kg, pupuk kandang 20 kg dan starter trichoderma 0,5 kg.

Cara Pembuatan:

Jerami segar direndam selama 1 malam. Perendaman ini bertujuan agar jerami tetap lembab.

Bahan aktif (Urea, SP-36, kapur, pupuk kandang, starter trichoderma) dicampur dan diaduk sampai rata dan dibagi atas 4 bagian.

Jerami ditumpuk 1 m3 dibagi atas 4 lapisan Pada lapisan jerami pertama (1/4 bagian jerami) ditaburkan bahan aktif 1/4

bagian dan dipercikkan air untuk menjaga kelembabannya. Setelah itu, tumpukkan kembali lapisan jerami kedua (1/4 bagian jerami)

dan taburkan kembali bahan aktifnya ¼ bagian. Demikian seterusnya hingga jerami habis. Tinggi tumpukan jerami sebaiknya kurang dari 1,5 m agar memudahkan dalam pembalikannya

Page 22: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

Tutup tumpukan dengan plastik agar terlindung dari hujan dan panas, atau dapat diletakkan ditempat yang terlindung

Lakukan pembalikkan tumpukan jerami setiap minggu Kelembaban tumpukan jerami dijaga agar kadar airnya 60 - 80 % dengan

cara menyiram/memercikkan air (kalau diremas jeraminya maka air tidak menetes)

Kompos siap digunakan setelah 3 - 4 minggu.

Page 23: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

4.4 Kandungan pada jerami

-

Rasio C/N............. 21

- C-Organik............. 35,11%

- Nitrogen (N).......... 1,86%

- Fosfor (P2O5)......... 0,21%

- Kalium (K2O)......... 5,35%

- Kalsium (Ca).......... 4,2%

- Magnesium (Mg)...... 0,5%

- Tembaga (Cu)........ 20 ppm

- Mangan (Mn).......... 684 ppm

- Zing (Zn).............. 144 ppm

Kandungan Beberapa Unsur Hara untuk 1 Ton Kompos Jerami Padi. Dari

1 ton jerami padi dapat diperoleh ½ ton sampai 2/3 ton kompos. Dengan

demikian jika kita ingin membuat 1 ton kompos, maka bahan baku jerami yang

disiapkan sekitar 1,5-2 ton jerami. Kandungan beberapa unsur hara untuk 1 ton

kompos jerami padi adalah : unsur makro Nitrogen (N) 2,11 %, Fosfor (P2O5)

0,64%, Kalium (K2O) 7,7%, Kalsium (Ca) 4,2%, serta unsur mikro Magnesium

(Mg) 0,5%, Cu 20 ppm, Mn 684 ppm dan Zn 144 ppm.

Page 24: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

BAB VKESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Hasil gabah dan efektivitas agronomi perlakuan jerami ditambah pupuk

anorganik (NPK) dosis rekomendasi lebih tinggi jika dibandingkan dengan

perlakuan pupuk anorganik (NPK) saja, sedangkan perlakuan jerami + ½ dosis

pupuk anorganik (NPK) tidak berbeda dengan perlakuan kompos, perlakuan

kompos + 1 dosis pupuk anorganik, perlakuan kompos + ½ dosis pupuk

anorganik, dan perlakuan pupuk anorganik. Aplikasi bahan organik berupa jerami

saja dapat memberikan hasil gabah yang tidak berbeda jika dibandingkan dengan

jerami yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik pada musim tanam ke-9.

Page 25: MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

DAFTAR PUSTAKA

- Arafah, M.P. Sirappa. 2003. Kajian penggunaan jerami dan pupuk N, P, K pada lahan sawah beririgasi. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 1(4):15-24. Diakses 25 Mei 2007.

- Cho, Y. S and Kobata T. 2002. N Top – Dressing and Rice Straw Application for De Datta, S.K. and Hundal, S.S. 1984. Effects of Organic Matter Management on Land Preparation and Strustural Regeneration in Rice-Based Cropping Systems, p.399-416. In: International Rice Research Institute. Organic Matter and Rice. IRRI. Manila.

- Departemen Pertanian. 1983. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija, dan Sayursayuran.

- Fadillah, Nurul. 2007. Pengaruh Kombinasi Jenis Pupuk Organik dengan Dosis Pupuk Anorganik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah Varietas Way Apoburu dan Raja Bulu. Skripsi.

- Departemen Agronomi dan Hortikultura. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Flinn, J.C. and V.P. Marciano. 1984. Rice Straw and Stubble Management, p. 593- 612. In: International Rice Research Institute.