Upload
yuiche
View
215
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
MATERI PENYULUHAN
1. DEFINISI
Karsinoma rektal, adalah suatu tumor malignan yang muncul dari jaringan
epithelial dari rectum (Hassan , Isaac 2006). Kanker rektal ditujukan pada tumor
ganas yang ditemukan di rektum. Rektum adalah bagian dari usus besar pada sistem
pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon berada di
bagian proksimal usus besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7 cm di atas anus.
Kolon dan rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran
gastrointestinal di mana fungsinya adalah untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan
membuang zat-zat yang tidak berguna.
Kanker merupakan suatu proses pembelahan sel-sel (proliferasi) yang tidak
mengikuti aturan baku proliferasi yang terdapat dalam tubuh (proliferasi abnormal).
Proliferasi ini dibagi atas non-neoplastik dan neoplastik, non-neoplastik dibagi atas:
a. Hiperplasia adalah proliferasi sel yang berlebihan. Hal ini dapat normal karena
bertujuan untuk perbaikan dalam kondisi fisiologis tertentu misalnya kehamilan.
b. Hipertrofi adalah peningkatan ukuran sel yang menghasilkan pembesaran organ
tanpa ada pertambahan jumlah sel.
c. Metaplasia adalah perubahan dari satu jenis tipe sel yang membelah menjadi tipe
yang lain, biasanya dalam kelas yang sama tapi kurang terspesialisasi.
d. Displasia adalah kelainan perkembangan selular, produksi dari sel abnormal yang
mengiringi hiperplasia dan metaplasia. Perubahan yang termasuk dalam hal ini
terdiri dari bertambahnya mitosis, produksi dari sel abnormal pada jumlah besar
dan tendensi untuk tidak teratur.
2. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Banyak faktor dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker rektal,
diantaranya adalah :
Diet tinggi lemak, rendah serat
Usia lebih dari 50 tahun
Riwayat pribadi mengidap adenoma atau adenokarsinoma kolorektal
mempunyai resiko lebih besar 3 kali lipat.
Riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker kolorektal
mempunyai resiko lebih besar 3 kali lipat.
Familial polyposis coli, Gardner syndrome, dan Turcot syndrome, pada semua
pasien ini tanpa dilakukan kolektomi dapat berkembang menjadi kanker rektal
Resiko sedikit meningkat pada pasien Juvenile polyposis syndrome, Peutz-
Jeghers syndrome, dan Muir syndrome.
Terjadi pada 50 % pasien Kanker kolorektal Herediter nonpolyposis
Inflammatory bowel disease
Kolitis Ulseratif (resiko 30 % setelah berumur 25 tahun)
Crohn disease, berisiko 4 sampai 10 kali lipat.
3. GEJALA KLINIS
Gejala klinis karsinoma pada kolon kiri berbeda dengan kolon kanan.
Karsinoma kolon kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan
stenosis dan obstruksi, terlebih karena feses sudah menjadi padat. Pada karsinoma
kolon kanan jarang terjadi stenosis dan feses masih cairsehingga tidak ada faktor
obstruksi.
Gejala dan tanda dini karsinoma kolorektal tidak ada. Umumnya gejala
pertama timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau
akibat penyebaran.
Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan pola defekasi,
seperti konstipasi atau defekasi dengan tanesmi. Makin ke distal letak tumor, feses
makin menipis, atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair di sertai darah atau
lendir. Tenesmi merupakan geala yang biasa didapat pada karsinoma rektum.
Perdarahan akut jarang dialami, demikian juga nyeri di daerah panggul berupa tanda
penyakit lanjut. Bila pada obstruksi penderita merasa lega saat flatus (De Jong, 2005).
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah :
Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah
segar maupun yang berwarna hitam.
Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat BAB
Feses yang lebih kecil dari biasanya
Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada
perut atau nyeri
Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya
Mual dan muntah,
Rasa letih dan lesu
Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada
daerah gluteus.
4. DIAGNOSIS
Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, colok dubur, dan rektosigmoidkopi atau foto kolon dengan kontras
ganda (De Jong, 2005).
Pasien dengan praduga kanker kolorektal dapat dilakukan prosedur diagnostik
lanjut untuk pemeriksaan fisik. Test laboratorium, radiography, dan biopsy untuk
memastikan.
Pemeriksaan fisik :
Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba
menunjukan keadaan sudah lanjut. Massa dalam sigmoid lebih jelas teraba daripada
massa di bagian lain kolon.
Karena kanker kolorektal sering berkembang lamban dan penanganan stadium
awal sangat dibutuhkan, maka organisasi kanker Amerika merekaomendasikan
prosedur skreening rutin bagi deteksi awal penyakit. Rekomendasinya sebagai berikut:
1. Pemeriksaan rektal tuse untuk semua orang usia lebih dari 40 tahun.
2. Test Guaiac untuk pemeriksaan darah feces bagi usia lebih dari 50 tahun.
3. Sigmoideskopi tiap 3 – 5 tahun untuk tiap orang usia lebih dari 50 tahun.
Gambar 8. Pemeriksaan colok dubur pada Ca Rekti
Test yang dianjurkan sebagai berikut :
1. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai
dengan sel-sel darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi
umum untuk test diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker
kolorektal.
2. Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena
semua kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
3. CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di
membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini
dapat dideteksi oleh radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya
dan sekresi. Karena test ini tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif
pada lebih dari separuh pasien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk
dalam skreening atau test diagnostik dalam pengobatan penyakit. Ini terutama
digunakan sebagai prediktor pada prognosis postoperative dan untuk deteksi
kekambuhan mengikuti pemotongan pembedahan(Hassan , Isaac 2006).
4. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat
meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi
serum protein, kalsium, dan kreatinin.
5. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya
dan lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam
usus bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus,
konstriksi, atau gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan
pola mukosa normal hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor
kolon, sinar-X tidak nyata dalam mendeteksi rektum (Harahap, 2004).
Gambar 9. Pemeriksaan Barium Enema
6. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
7. Sigmoidoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum
dan sigmoid apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat
sigmoidoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau
sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.
Gambar 10. sigmoidoscopy
8. Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat colonoscope
dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan
dapat diambil untuk biopsy
.
Gambar 11. Colonoscopy
Jika ditemuka tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus
dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang
paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis
lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous
carcinomas, dan undifferentiated tumors
9. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah
mengenai organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
10. Endoskopi (sigmoidoscopy atau colonoscopy) adalah test diagnostik utama
digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian dilakukan biopsy
jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50 % sampai 65 % dari
kanker kolorektal. Pemeriksaan enndoskopi dari kolonoskopi
direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy lesi pada klien dengan
perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi sekum, barium
enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah,
ulseratif sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis, dan penyakit
Crohn’s .
5. PENATALAKSANAAN
Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun bila sudah dijumpai
penyebaran tumor maka pengobatan hanya bersifat operasi paliatif untuk mencegah
obstruksi, perforasi dan perdarahan.Tujuan ideal penanganan karsinoma adalah
eradikasi keganasan dengan preservasi fungsi anatomi dan fisologi.
Kriteria untuk menetukan jenis tindakan adalah letak tumor, jenis kelamin dan
kondisi penderita.
1. Tumor yang berjarak <5cm dari anal verge dilakukan eksisi abdomino perineal.
2. Tumor yang berjarak 5-10 cm dari anal verge tindakan yang dapat dilakukan:
abdomino anal pull through resection
abdomino sacral resection
anterior resection dengan menggunakan sirkular stapler untuk anastomose
3. Tumor yang berjarak 10-16,5 cm dari anal verge dilakukan reseksi anterior
standar.
Pada tumor yang kecil dan masih terlokalisir, reseksi sudah mencukupi
untuk kuratif. Pertimbangan untuk melakukan reseksi atau tidak pada karsinoma
rektal tidak hanya kuratif tetapi juga paliatif seperti elektro koagulasi dan eksisi
lokal, fulgurasi, endokaviti irradiasi atau braki terapi. Beberapa pilihan pada
penderita berisiko tinggi operasi dapat dilakukan laparoskopi, eksternal beam
radiation, elektrokoagulasi, contact radiotherapy, ablasi laser, eksisi lokal dan
stent endoskopi. Sebelum melakukan tindakan operasi harus terlebih dahulu
dinilai keadaan umum dan toleransi operasi serta ekstensi dan penyebaran tumor.
Pada eksisi radikal rektum harus diusahakan pengangkatan mesorektum dan
kelenjar limfa sekitarnya.
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker kolorektal. Satu-
satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindak bedah. Tujuan utama tindak
bedah ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun non kuratif.
Beberapa adalah terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian
klinis. Terapi standar untuk kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :
1. Pembedahan
Pemotongan bedah pada tumor, kolon yang berdekatan, dan kelenjar
getah bening yang berdekatan adalah penanganan pilihan untuk kanker
kolorektal. Penanganan pembedahan bervariasi dari pengrusakan tumor oleh
laser photokoagulasi selama endoskopi sampai pemotongan
abdominoperineal (APR = abdominoperineal resection) dengan colostomy
permanen. Bila memungkinkan, spingkter anal dipertahankan dan hidari
kolostomy (Price et al., 2006)
Laser photokoagulasi digunakan sangat kecil, usus diberi sorotan sinar
untuk pemanasan langsung jaringan didalamnya. Panas oleh laser umumnya
dapat digunakan untuk merusak tumor kecil. Juga digunakan untuk bedah
palliatif atau tumor lanjut untuk mengangkat sumbatan. Laser
photokoagulasi dapat dibentuk berupa endoskopik dan digunakan untuk klien
yang tidak mampu / tidak toleransi untuk dilakukan bedah mayor.
Penanganan bedah lain untuk yang kecil, lokalisasi tumor termasuk
pemotongan lokal dan fulguration. Prosedur ini juga dapat dilakukan selama
endoskopi, dengan mengeluarkan jarum untuk bedah abdomen. Eksisi local
dapat digunakan untuk mengangkat pengerasan di rectum berisi tumor kecil,
yang differensiasi baik, lesi polipoid yang mobile / bergerak bebas.
Fulguration atau elektrokoagulasi digunakan untuk mengurangi ukuran tumor
yang besar bagi klien yang risiko pembedahan jelek. Prosedur ini umumnya
dilakukan anesthesia umum dan dapat dilakukan bertahap (Price et al.,
2006).
Banyak klien dengan kanker kolorektal dilakukan pemotongan bedah
dari kolon dengan anastomosis dari sisa usus sebagai prosedur pengobatan.
Penyebaran ke kelenjar getah bening regional dibedakan untuk dipotong bila
berisi lesi metastasis (Price et al., 2006). Sering tumor di bagian asending,
transverse, desending, dan colon sigmoid dapat dipotong. Tumor pada
rektum biasanya ditangani dengan pemotongan abdominoperineal dimana
kolon sigmoid, rektum, dan anus diangkat melalui insisi abdominal dan insisi
perineal. Kolostomy sigmoid permanen dilakukan untuk memfasilitasi
pengeluaran feses.
Pemotongan bedah usus dapat dikombinasi dengan kolostomy untuk
pengeluaran isi usus / feses. Kolostomy adalah membuat ostomi di kolon.
Dibentuk bila usus tersumbat oleh tumor, sebagai pemeriksaan sementara
untuk mendukung penyembuhan dari anastomoses, atau sebagai pengeluaran
feces permanen bila kolon bagian distal dan rektum diangkat / dibuang.
Kolostomy diberi nama berdasarkan : asending kolostomi, trasverse
kolostomi, desending kolostomi, dan sigmoid kolostomi.
Kolostomi sigmoid sering permanen, sebagian dilakukan untuk
kanker rektum. Biasanya dilakukan selama reseksi / pemotongan
abdominoperineal. Prosedur ini meliputi pengangkatan kolon sigmoid,
rektum, dan anus melalui insisi perineal dan abdominal. Saluran anal ditutup,
dan stoma dibentuk dari kolon sigmoid proximal. Stoma berlokasi di bagian
bawah kuandran kiri abdomen. Bila colostomi double barrel, dibentuk dua
stoma yang berpisah. Colon bagian distal tidak diangkat, tetapi dibuat
saluran bebas / bypass. Stoma proximal yang fungsional, mengalirkan feces
ke dinding abdomen. Stoma distal berlokasi dekat dengan stoma ptoximal,
atau di akhir dari bagian tengah insisi. Disebut juga mukus fistula, stoma
distal mengeluarkan mukus dari colon distal. Dapat dibalut dengan balutan
kasa 4 X 4 inci. Colostomi double barrel dapat diindikasikan untuk kasus
trauma, tumor, atau peradangan, dan dapat sementara atau permanen.
Dalam prosedur emergensi digunakan untuk mengatasi sumbatan usus
atau perforasi yang disebut colostomi “transverse loop”. Selama prosedur,
loop dari colon transverse dibawa keluar dari dinding abdominal dan
didigantungkan diatas tangkai atau jembatan plastik, yang mencegah loop
terlepas dari belakang ke dalam rongga abdomen. Stoma loop dapat dibuka
pada saat bedah atau beberapa hari kemudian cukup di tempat tidur pasien.
Jembatan dapat di buka dalam 1 – 2 minggu. Kolostomi loop transverse
biasanya sementara / tidak permanen.
Pada prosedur Hartmann, prosedur colostomi sementara, bagian distal
dari colon ditempatkan di kiri dan diawasi untuk ditutup kembali. Kolostomi
sementara dapat dibentuk bila usus istirahat atau dibutuhkan penyembuhan,
seperti pemotongan tumor atau peradangan pada usus. Juga dibentuk akibat
injuri traumatik pada colon, seperti luka tembak. Bedah penyambungan
kembali atau anastomosa dari bagian kolon tidak dilakukan segera karena
kolonisasi bakteri berat dari luka kolon tidak diikuti penyembuhan sempurna
dari anastomosa. Berkisar 3 – 6 bulan diikuti kolostomi sementara,
kolostomi ditutup dan dibentuk anastomosa colon (Harahap, 2004).
Gambar 13. Reseksi dan Anastomosis
Gambar 14. Reseksi dan Kolostomi
2. Radioterapi
Terapi radiasi sering digunakan sebagai tambahan dari
pengangkatan bedah dari tumor usus. Bagi kanker rektal yang kecil,
intrakavitari, eksternal, atau implantasi radiasi dapat dengan atau tanpa
eksisi bedah dari tumor. Radiasi preoperative diberikan bagi klien dengan
tumor besar sampai lengkap pengangkatan. Bila terapi radiasi megavoltase
digunakan, kemungkinan dalam kombinasi dengan kemoterapi, karsinoma
rektal berkurang ukurannya, sel-sel jaringan limpatik regional dibunuh, dan
kekambuhan lamban atau tidak kambuh sama sekali. Terapi radiasi
megavoltase juga dapat digunakan postoperatif untuk mengurangi risiko
kekambuhan dan untuk mengurangi nyeri. Lesi yang terfiksir luas tidak
diangkat dapat ditangani dengan mengurangi pemisah / hambatan dan
memperlambat berkembangnya kanker.
3. Kemoterapi
Agen-agen kemoterapi, seperti levamisole oral dan intravenous
fluorouracil (5-FU), juga digunakan postoperatif sebagai terapi ajuvan untuk
kanker kolorektal. Bila dikombinasi dengan terapi radiasi, kontrol pemberian
kemoterapi lokal dan survive bagi klien dengan stadium II dan III dengan
tumor rektum. Keunggulan bagi kanker kolon adalah bersih, tetapi
kemoterapi dapat digunakan untuk menolong mengurangi penyebaran ke
hepar dan mencegah kekambuhan. Leucovorin dapat juga diberikan dengan
5-FU untuk meningkatkan efek antitumor (Hassan , Isaac 2006).
4. Terapi Terkini
Metode pengobatan yang sedang dikembangkan pada dekade terakhir
ini adalah:
a. Target Terapi: memblokade pertumbuhan pembuluh darah ke daerah
tumor
b. Terapi Gen
c. Modifikasi biologi dan kemoterapi: thymidy-late synthasedan 5 fluoro
urasil
d. Extra corporal transcutaneuse aplication: ultrasonografi intensitas tinggi
Imunoterapi: Interleukin Limfokin-2 dan Alpa Interferon (Surya, 2005)
DAFTAR PUSTAKA
1. American Cancer Society, 2006, Cancer Facts and Figures 2006, American Cancer
Society Inc. Atlanta
2. De Jong Wim, Samsuhidajat R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
3. Hassan , Isaac 2006, Rectal carcinoma, www.emedicine.com
4. Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit Buku Media
Aesculapius. Jakarta
5. Price et al., 2006. Bab 8 Gangguan Pertumbuhan, Proliferasi, dan Diferensiasi Sel.
In:. Price et al., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Ed 6.
Jakarta: EGC