Upload
stephanie-eliazar
View
53
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pancasila sebagai paradigma kehidupan dalam bermasyarakat, bangsa dan negara serta
kehidupan kampus memiliki peranan penting dalam berbagai aspek pembangunan salah
satunya membangun kepribadian masyarakatnya dalam berperi kemanusiaan.
Pancasila merupakan salah satu ideologi yang diperhitungkan keberadaannya di dunia,
sehingga berani mengambil langkah aktif untuk perdamaian dunia setelah bergabung dan
membentuk salah satu gerakan yaitu gerakan non blok atau GNB yang merupakan gerakan
alternative yang menjadi jalan tengah antara peperangan dua ideologi besar pada masanya.
Selain itu juga pancasila merupakan salah satu ideologi yang unik. Karena dalam proses
lahirnya ideologi ini sangat berbeda jauh dengan ideologi-ideologi yang pernah ada
sebelumnya. Pancasila dilahirkan atas dasar pemikiran-pemikiran kritis para tokoh-tokoh
penting pada masa jayanya, membentuk sebuah tatanan Negara berkonsep multikultural yang
memenuhi segala aspek kehidupan, baik individu, suku atau kelompok bahkan bangsa dan
Negara. Pancasila bukan demokrasi kapitalisme, tetapi mengandung nilai-nilai demokrasi di
dalamnya. Bukan pula sosialisme komunisme, tapi nilai-nilai sosialis sangat terpapar jelas
didalamnya. Pancasil adapat dikatakan aadalah sebuah ideologi alternative yang ada sebagai
jalan tengah/ jalan keluar dari peperangan ideology yang ada.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini agar kita selaku mahasiswa mengetahui peran
penting Pancasila sebagai ideologi yang membangun paradigma kehidupan berpikir untuk
menciptakan suatu kepribadian yang syarat akan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
itu sendiri, serta peran ideologi Pancasila dalam perkembangan dunia. Dan juga guna
memenuhi tugas mata kuliah Pancasila.
BAB II
Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Diantara Ideologi Dunia
2.1. Pengertian Paradigma
Awalnya istilah paradigma berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama yang
kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Tokoh yang mengembangkan istilah tersebut
dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S Khun dalam bukunya yang berjudul The
Structure of Scientific Revolution (1970: 49). Paradigma disini diartikan Khun sebagai
kerangka referensi atau pandangan dunia yang menjadi dasar keyakianan atau pijakan suatu
teori. Pemikir lain seperti Patton (1975) mendefinisikan pengertian paradigma hampir sama
dengan Khun, yaitu sebagai “a world view, a general perspective, a way of breaking down of
the complexity of the real world [suatu pandangan dunia, suatu cara pandang umum, atau
suatu cara untuk menguraikan kompleksitas dunia nyata].” Kemudian Robert Friedrichs
(1970) mempertegas definisi tersebut sebagai suatu pandangan yang mendasar dari suatu
disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari.
Pengertian lain dikemukakan oleh George Ritzer (1980) dengan menyatakan paradigma
sebagai pandangan yang mendasar dari pada ilmuan tentang apa yang menjadi pokok
persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah stu cabang/disiplin ilmu pengetahuan.[1] Inti
sari paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi teoritis yang umum dan
dijadikan sumber hukum metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat
menentukan sifat, ciri, dan karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dengan adanya kajian paradigma ilmu pengetahuan sosial, kemudian dikembangkanlah
metode baru yang berdasar pada hakikat dan sifat paradigma ilmu, yaitu manusia yang
disebut metode kualitatif. Kemudian berkembanglah istilah ilmiah tersebut dalam bidang
manusia serta ilmu pengetahuan lain, misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya serta
bidang-bidang lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari paradigma berkembang menjadi
terminology yang mengadung arti sebagai sumber nilai, kerangka piker, orientasi dasar,
sumber asas, tolak ukur, parameter saerta arah dan tujuan dari suatu perkembangan
perubahan, dan proses dalam bidang tertentu termasuk bidang pebangunan, reformasi,
maupun pendidikan. Dengan demikian paradigma menempati posisi dan fungsi yang strategis
dalam proses kegiatan. Perencanaan pelaksanaan hasil-hasilnya dapat diukur dengan
paradigma tertentu yang diyakini kebenarannya.[2]
2.2. Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan
2.2.1. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dalam perjuagan untuk
mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang di
junjungnya sebagai suatu pandangan hidup. Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan
rangkaian nilai-nilai luhur yang merupakan suatu tolak ukur kebaikan yang berkenaan dengan
hal-hal yang bersifat mendasar dan abadi dalam hidup manusia yang menjadi suatu wawasan
menyeluruh terhadap kehidupan.
Sebagai mahluk individu dan mahluk sosial manusia tidaklah mungkin memenuhi
segala kebutuhannya sendiri., oleh karena itu untuk mengembangkan potensi
kemanusiaannya, ia senantiasa memerlukan orang lain. Dalam pengertian inilah maka proses
perumusan pandangan hidup masyarakat dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan
hidup bangsa dan selanjutnya pandangan hidup bangsa dituangkan sebagai pandangan hidup
negara. Pandangan hidup bangsa dapat disebut sebagai ideologi bangsa (nasional), dan
pandangan hidup negara dapat disebut sebagai ideologi negara.
Dalam proses penjabaran dalam kehidupan modern antara pandangan hidup masyarakat
dengan pandangan hidup bangsa memiliki hubungan yang bersifat timbal balik. Pandangan
hidup bangsa diproyeksikan kembali kepada pandangan hidup masyarakat serta tercermin
dalam sikap hidup pribadi warganya. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terebut
terkandung di dalamnya konsepsi dasar mengenai kehidupan y ang dicita-citakan, terkandung
dasar pikiran terdalamdan gagasan menjadi wujud kehidupan yang dianggap baik. Oleh
karena itu Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupaka suatu kristalisasi dari nilai-
nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka pandangan hidup tersebut dijunjung
tinggi oleh warganya karena pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan
hidup masyarakat. Dengan demikian pandangan hidup Pancasila bagi bangsa Indonesia yang
Bhineka Tunggal Ika tersebut harus merupakan asas pemersatu bangsa sehingga tidak boleh
mematikan keanekaragaman.[3]
2.2.2. Pancasila sebagai Dasar Negara
Pancasila dalam kedudukannya, sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau Dasar
Falsafah Negara (Philosofische gronslag) dari negara, ideologi negara atau (Staatsidee).
Dalam pengertian ini Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur
pemerintahan negara atau dengan kata lain Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur
penyelenggaraan negara. Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian
yang meliputi suasanan kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu sumber
nilai, norma serta kaidah, baik moral maupun hukum negara, dan menguasai hukum dasar
baik tertulis atau Undang-Undang Dasar maupun yang tidak tertulis atau convensi. Dalam
kekdudukannya sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara
hukum.[4]
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai kedudukan sebagai berikut:[5]
Sumber dari segala sumber hukum di Indonesia,
Meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945,
Menciptakan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara,
Menjadi sumber semangat bagi UUD 1945, dan
Mengandung norma-norma yang mengharuskan UUD untuk mewajibkan
pemerintah maupun penyelenggara negara yang lain untuk memelihara budi
pekerti luhur.
Pedoman kehidupan bernegara pada dewasa ini dilandasi dasar negara Pancasila
melaluli ketetapan-ketetapan MPR RI, yang secara filosofis harus dapat dilihat dan dirasakan
oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai bukti bahwa benar-benar berada dalam siklus
kehidupan negara yang berlandaskan kepada Pancasila.
Dalam kehidupannya sebagai sumber segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia,
Pancasila merupakan hukum dasar nasional menurut Pasal 1, Ayat (3), Ketetapan MPR RI
No. III/MPR/2000, menjadi landasan dan pedoman dalam penyelenggaraan negara termasuk
pedoman bagi segenap peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.
Adapun isi sumber hukum dan tata urutan peraturan perundangan RI, seperti tercantum
pada TAP MPR tersebut adalah sebagai berikut:
Undang-Undang Dasar 1945,
Ketetapan MPR RI,
Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang,
Peraturan pemerintah,
Keputusan presiden, dan
Peraturan daerah
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai nilai-nilai keseimbangan, yaitu Nilai
Ketuhanan (Moral Religius), Nilai Kemanusiaan (Humanistik), dan Nilai Kemasyarakatan
(Nasionalistik, Demokratik dan Keadilan Sosial).[6]
Nilai Ketuhanan (Moral Religius)
Konsep Ketuhanan ini tidaklah mengarah atau memihak kepada salah satu ajaran agama yang
terdapat di Indonesia. Konsep Ketuhanan ini mengandung nilai-nilai universalitas yang
imanen di dalam sifat-sifat ketuhanan. Dengan demikian, konsep ketuhanan ini tidak bicara
tentang agama di dalam ruang ritual (hubungan antara manusia dengan tuhannya), akan tetapi
bagaimana nilai-nilai ketuhanan yang universal tersebut dapat dijalankan di dalam ruang
publik (hubungan manusia dengan sesama dan alam).
Yang dimaksud dengan nilai-nilai universalitas ketuhanan ini adalah nilai-nilai keadilan,
persamaan, kemerdekaan, kebenaran, kasih sayang, perlindungan, kebersamaan, kejujuran,
kepercayaan, tanggungjawab, keterbukaan, keseimbangan, perdamaian, dan lain-lainnya dari
beberapa nilai yang imanen di dalam sifat-sifat Ketuhanan.
Nilai Kemanusiaan (Humanistik)
Konsep kemanusiaan ini harus dapat memposisikan manusia tetap sebagai makhluk yang
mempunyai hak-hak dasar yang alamiah. Adapun yang dimaksud dengan hak-hak dasar
alamiah itu adalah hak untuk hidup, hak untuk berkarya, hak untuk berserikat, hak untuk
berkeluarga, hak untuk memperoleh kebahagiaan, hak untuk berfikir, bersikap dan
mengembangkan potensi.
Nilai Kemasyarakatan (Nasionalistik, Demokratik dan Keadilan Sosial)
Konsep Kemasyarakatan ini merupakan sebuah keniscayaan adanya peran negara di dalam
segala proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi peran negara tersebut
bukanlah untuk negara, akan tetapi diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat yang
didasarkan atas prinsip keadilan.
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, maka negara harus dibangun di dalam sistem politik
yang demokratis. Di dalam konsep demokrasi, rakyatlah yang mempunyai kedaulatan.
Penguasa hanyalah sebagai mandataris dari titah yang diberikan oleh rakyat. Untuk mencegah
munculnya penguasa yang otoriter, maka kekuasaan yang diberikan kepada penguasa harus
dibatasi lewat konstitusi (demokrasi konstitusional).
Akhirnya, Pancasila sebagai dasar negara juga dapat memberikan motivasi atas
keberhasilan serta tercapainya suatu cita-cita/tujuan nasional yang juga merupakan cita-cita
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur,
hidup berdampingan dengan negara-negara di dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.[7]
2.2.3. Pancasila sebagai Suatu Ideologi
Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya
bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok
orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai
adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup
masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara, dengan lain perkataan unsur-unsur yang
merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat
Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakan kausa materialis (asal bahan) Pancasila.
Ideologi Pancasila memiliki berbagai aspek, baik berupa cita-cita pemikiran atau nilai-
nilai, maupun norma yang baik dapat direalisasikan dalam kehidupan praksis dan bersifat
terbuka dengan memiliki tiga dimensi sebagai berikut: [8]
a. Dimensi idealis, artinya nilai-nilai dasar dari Pancasila memilki sifat yang sistematis,
juga rasional dan bersifat menyeluruh.
b. Dimensi normatif, merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
yang perlu dijabarkan ke dalam sistem norma sehingga tersirat dan tersurat dalam
norma-norma kenegaraan.
c. Dimensi realistis adalah nilai-nilai Pancasila yang dimaksud di atas harus mampu
memberikan pencerminan atas realitas yang hidup dan berkembang dalam
penyelenggaraan negara.
Dalam rangka perkembangan ideologi, khususnya di Indonesia, ideologi
berkembangsesuai kepentingan dan kondisi kehidupan bangsa dan negara Indonesia, di
antaranya sebagai ideologi persatuan, ideologi pembangunan dan ideologi terbuka. Ideologi
persatuan sangat penting yang memiliki tugas dan fungsi mempersatukan seluruh rakyat
Indonesia menjadi rakyat dan bangsayang memiliki sikap kepribadian yang tersendiri tanpa
ketergantungan kepada siapa pun serta mempertebal kebersamaan dalam kehidupan
berbangsa.
Mengenai ideologi pembangunan, berarti pembangunan ikut dalam memberikan kepada
pemerintahan RI kewenangan dalam mempersiapkan kebijaksanaan dalam wujud cita-cita
kehidupan bangsa melalui pembangunan nasional yang dilakukan dengan penyusunan
kaidah-kaidah/norma-norma penting dalam penunjang pembangunan yang sedang dilakukan.
Sebagai ideologi terbuka (ideologi Pancasila) dalam melihat perkembangan kemajuan
dunia dewasa ini, termasuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta lajunya sarana
komunikasi membuat dunia seolah menjadi sempit dan kecil sehingga pembangunan akhirnya
tidak terkait pada faktor-faktor yang ada didalam negeri saja. Selain itu tetap menjaga dan
mempertahankan identitas dalam ikatan pertahanan nasional dan persatuan nasional, mampu
bersaing dengan bangsa-bangsa di dunia, melalui ideologi terbuka dikembangkan dinamika
kehidupan masyarakat bangsa. Membuka wawasan lebih luas secara kongkrit serta dapat
lebih mudah menyelesaikan masalah yang timbul dengan penyelesaian yang baik dan lebih
terbuka dengan berdasarkan atas kesepakatan seluruh masyarakat tanpa ada paksaan dari luar.
Keterbukaan ideologi Pancasila didukung oleh beberapa hal antara lain:
Tekad bangsa dalam memperjuanagkan tercapainya tujuan nasional/tujuan
proklamasi,
Pembangunan nasional yang teratur dan maju pesat,
Tekad yang kuat dalam mempertahankan nilai sila-sila Pancasila yang sifatnya
abadi,
Hilangnya ideologi komunis/sosialis sebagai ideologi tertutup.
Hal-hal yang membatasi keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai berikut:
Stabilitas nasional yang mantab,
Tetap berlakunya larangan terhadap paham komunisme di Indonesia,
Adanya pencegahan atas pengembangan ideologi liberal di Indonesia, dan
Pencegahan terhadap gerakan ekstrem dan paham-paham lain yang dapat
menggoyahkan nilai persatuan dan kesatuan bangsa.
Dengan demikian, bahwa ideologi Pancasila memiliki arti sebagai keseluruhan
pandangan, cita-cita, maupun keyakinan dan nilai-nilai bangsa Indonesia yang secara
normatif perlu diwujudkan dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara guna menunjang
tercapainya suatu keadialan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.3. Pancasila Diantara Ideologi Dunia
2.3.1. IDEOLOGI PANCASILA
2.3.1.1. Pengertian Asal Mula Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan
terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang sebagaiman yang
terjadi pada ideologi-ideologi lain di dunia. Namun terbentuknya Pancasila melalui proses
yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.
Secara kausalitas Pancasila sebelum disahkan menjadi dasar filsafat negara nilai-
nilainya telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang berupa nilai-nilai adat-
istiadat, nilai-nilai kebudayaan dan nilai-nilai religius. Kemudian para pendiri negara
Indonesia mengangkat nilai-nilai tersebut dirumuskan secara musyawarah mufakat
berdasarkan moral yang luhur, antara lailn dalamsidang BPUPKI pertama, sidang panitia
sembilan yang kemudian menghasilkan Piagam Jakarta yang memuat Pancasila yang pertama
kali, kemudian dibahas lagi dalam sidang BPUPKI kedua. Setelah kemerdekaan Indonesia
sebelum sidang resmi PPKI Pancasila sebagai calon dasar filsafat negara dibahas serta
disempurnakan kembali dan akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan oleh PPKI
sebagai daasar filsafat negara Republik Indonesia.
2.3.1.2. Karakteristik Ideologi Pancasila
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat
reformatif, dinamis, dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah
bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan
perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan
aspirasi masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar
yang terkandung di dalamnya, namun mengekplisitkan wawasannya secara lebih kongkrit,
sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah-masalah aktual
yang senantiasa berkembang seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan iptek serta zaman.
Berdasarkan pengertian tentang ideologi terbuka tersebut nilai-nilai yang terkandung
dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut:
Nilai Dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Nilai dasar tersebut merupakan esensi dari sila-
sila Pancasila yang bersifat universal, sehingga dalam nilai dasar tersebut terkandung
cita-cita, tujuan serta niali-nilai yang baik dan benar.
Nilai Instrumental, yang merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga
pelaksanaannya. Nilai instrumental ini merupakan ekspisitasi, penjabaran lebih lanjut
dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila.
Nilai Praksis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi
pengamalan yang bersifat nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dalam realisasi praksis inilah maka penjabaran nilai-nilai
Pancasila senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan
(reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi
serta aspirasi masyarakat.
Berdasakan ciri khas proses dalam rangka membentuk suatu negara, maka bangsa
Indonesia mendirikan suatu negara memiliki suatu karakteristik, ciri khas tertentu karena
ditentukan oleh keanekaragamanaa, sifat dan karakternya, maka bangsa ini mendirikan suatu
negara berdasarkan Filsafat Pancasila, yaitu suatu Negara Persatuan, suatu Negara
Kebangsaan serta suatu Negara yang Bersifat Integralistik.
2.3.2. IDEOLOGI LIBERALISME
2.3.2.1. Pengertian Liberalisme
Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang
didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Liberalisme
tumbuh dari konteks masyarakat Eropa pada abad pertengahan. Ketika itu masyarakat
ditandai dengan dua karakteristik berikut. Anggota masyarakat terikat satu sama lain dalam
suatu sistem dominasi kompleks dan kukuh, dan pola hubungan dalam system ini bersifat
statis dan sukar beruba
Pemikiran liberal (liberalisme) berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan
Renaissans yang menandai berakhirnya Abad Pertengahan (abad V-XV). Disebut liberal,
yang secara harfiah berarti bebas dari batasan (free from restraint), karena liberalisme
menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari pengawasan gereja dan raja. Ini berkebalikan
total dengan kehidupan Barat Abad Pertengahan ketika gereja dan raja mendominasi seluruh
segi kehidupan manusia.
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan,
khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan
yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif
bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan
terhadap pemilikan individu. Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar
bagi tumbuhnya kapitalisme.
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal
ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas. Bandingkan Oxford
Manifesto dari Liberal International: “Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui
demokrasi yang sejati. Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan politik dan
didasarkan pada persetujuan yang dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang diketahui benar
(enlightened) dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat suara yang bebas
dan rahasia, dengan menghargai kebebasan dan pandangan-pandangan kaum minoritas.
Masyarakat yang terbaik (rezim terbaik), menurut paham liberalisme adalah yang
memungkinkan individu mengembangkan kemampuan-kemampuan individu sepenuhnya.
Dalam masyarakat yang baik semua individu harus dapat mengembangkan pikiran dan bakat-
bakatnya. Hal ini mengharuskan para individu untuk bertanggung jawab atas tindakannya,
dan tidak menyuruh seseorang melakukan sesuatu untuknya atau seseorang untuk
mengatakan apa yang harus dilakukan.
2.3.2.2. Ciri-ciri ideologi liberalisme
Ciri-ciri ideologi liberal sebagai berikut
1. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik
2. Anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan
berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers.
3. Pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan
yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat
keputusan diri sendiri.
4. Kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk.
5. Semua masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian
terbesar individu berbahagia.
6. Hak-hak tertantu yang tidak dapat dipindahkan dan tidak dapat dilanggar oleh
kekuasaan manapun..
2.3.2.3. Ideologi Liberaisme Terbentuk
Ajaran liberalisme ortodoks sangat mewarnai pemikiran para The Founding Father
Amerika seperti George Wythe, Patrick Henry, Benjamin Franklin, ataupun Thomas
Jefferson
2.3.2.4. Negara yang menganut Ideologi Liberalisme
Beberapa Negara di Benua Amerika yang menganut ideology liberalisme Amerika
Serikat, Argentina, Bolivia, Brazil, Cili, Cuba, Kolombia, Ekuador, Honduras, Kanada,
Meksiko, Nikaragua, Panama, Paraguay, Peru, Uruguay dan Venezuela. Sekarang ini, kurang
lebih liberalisme juga danut oleh negara Aruba, Bahamas, Republik Dominika, Greenland,
Grenada, Kosta Rika, Puerto Rico dan Suriname.
Masih banyak lagi negara-negara yang menganut Ideologi Liberalisme di benua
lainnya.
2.3.3. IDEOLOGI SOSIALISME
2.3.3.1. Pengertian Sosialisme
Sosialisme merupakan merupakan reaksi terhadap revolusi industri dan akibat-
akibatnya. Awal sosialisme yang muncul pada bagian pertama abad ke-19 dikenal sebagai
sosialis utopia. Sosialisme ini lebih didasarkan pada pandangan kemanusiaan (humanitarian).
Paham sosialis berkeyakinan perubahan dapat dan seyogyanya dilakukan dengan cara-cara
damai dan demokratis. Paham sosialis juga lebih luwes dalam hal perjuangan perbaikan nasib
buruh secara bertahap.
Istilah sosialisme atau sosialis dapat mengacu ke beberapa hal yang berhubungan
dengan ideologi atau kelompok ideologi, sistem ekonomi, dan negara. Istilah ini mulai
digunakan sejak awal abad ke-19. Dalam bahasa Inggris, istilah ini digunakan pertama kali
untuk menyebut pengikut Robert Owen pada tahun 1827. Di Perancis, istilah ini mengacu
pada para pengikut doktrin Saint-Simon pada tahun 1832 yang dipopulerkan oleh Pierre
Leroux dan J. Regnaud dalam l’Encyclopédie Nouvelle[1]. Penggunaan istilah sosialisme
sering digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda-beda oleh berbagai kelompok, tetapi
hampir semua sepakat bahwa istilah ini berawal dari pergolakan kaum buruh industri dan
buruh tani pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20 berdasarkan prinsip solidaritas dan
memperjuangkan masyarakat egalitarian yang dengan sistem ekonomi menurut mereka dapat
melayani masyarakat banyak daripada hanya segelintir elite.
2.3.3.2. Ajaran tentang Ideologi Sosialisme
1. Menciptakan masyarakat sosialis yang dicita-citakan dengan kejernihan dan kejelasan
argument, bukan dengan cara-cara kekerasan dan revolusi.
2. Permasalahan seyogyanya di selesaikan dengan cara demokratis.
2.3.3.3. Nama-nama penting dalam Ideologi Sosialisme
Nama-nama penting dalam Ideologi Sosialisme C.H. Saint Simon (1760-1825), F.M
Charles Fourier (1772-1837), EtinneCabet (1788-1856), Wilhelm Weiling (1808-1871), dan
Louis Bland (1811-1882).
2.3.3.4. Negara yang menganut Ideologi Sosialisme
Negara yang menganut Ideologi Sosialisme adalah Negara-negara di Eropa Barat.
2.3.4. IDEOLOGI KOMUNISME
2.3.4.1. Pengertian Komunisme
Komunisme adalah salah satu ideologi di dunia, selain kapitalisme dan ideologi
lainnya. Komunisme lahir sebagai reaksi terhadap kapitalisme di abad ke-19, yang mana
mereka itu mementingkan individu pemilik dan mengesampingkan buruh.
Secara umum komunisme sangat membatasi agama pada rakyatnya, dengan prinsip
agama dianggap candu yang membuat orang berangan-angan yang membatasi rakyatnya dari
pemikiran yang rasional dan nyata.
Paham komunis berkeyakinan perubahan atas system kapitalisme harus dicapai dengan
cara-cara revolusi dan pemerintahan oleh diktator proletariat sangat diperlukan pada masa
transisi. Dalam masa transisi dengan bantuan Negara dibawah diktator proletariat, seluruh
hak milih pribadi dihapuskan dan diambillah untuk selanjutnya berada dalam control negara.
Komunisme sebagai ideologi mulai diterapkan saat meletusnya Revolusi Bolshevik di
Rusia tanggal 7 November 1917. Sejak saat itu komunisme diterapkan sebagai sebuah
ideologi dan disebarluaskan ke negara lain. Pada tahun 2005 negara yang masih menganut
paham komunis adalah Tiongkok, Vietnam, Korea Utara, Kuba dan Laos.
2.3.4.2. Ciri-ciri Ideologi Komunisme
Adapun ciri pokok pertama ajaran komunisme adalah sifatnya yang ateis, tidak
mengimani Allah. Orang komunis menganggap Tuhan tidak ada, kalau ia berpikir Tuhan
tidak ada. Akan tetapi, kalau ia berpikir Tuhan ada, jadilah Tuhan ada. Maka, keberadaan
Tuhan terserah kepada manusia.
Ciri pokok kedua adalah sifatnya yang kurang menghargai manusia sebagai individu.
Manusia itu seperti mesin. Kalau sudah tua, rusak, jadilah ia rongsokan tidak berguna seperti
rongsokan mesin. Komunisme juga kurang menghargai individu, terbukti dari ajarannya yang
tidak memperbolehkan ia menguasai alat-alat produksi.
Komunisme mengajarkan teori perjuangan (pertentangan) kelas, misalnya proletariat
melawan tuan tanah dan kapitalis. Pemerintah komunis di Rusia pada zaman Lenin pernah
mengadakan pembersihan kaum kapitalis (1919-1921). Stalin pada tahun 1927, mengadakan
pembersihan kaum feodal atau tuan tanah.
Salah satu doktrin komunis adalah the permanent atau continuous revolution (revolusi
terus-menerus). Revolusi itu menjalar ke seluruh dunia. Maka, komunisme sering disebut go
international.. Komunisme memang memprogramkan tercapainya masyarakat yang makmur,
masyarakat komunis tanpa kelas, semua orang sama. Namun, untuk menuju ke sana, ada fase
diktator proletariat yang bertentangan dengan demokrasi. Salah satu pekerjaan diktator
proletariat adalah membersihkan kelas-kelas lawan komunisme, khususnya tuan-tuan tanah
dan kapitalis.
Dalam dunia politik, komunisme menganut sistem politik satu partai, yaitu partai
komunis. Maka, ada Partai Komunis Uni Soviet, Partai Komunis Cina, PKI, dan Partai
Komunis Vietnam, yang merupakan satu-satunya partai di negara bersangkutan. Jadi, di
negara komunis tidak ada partai oposisi. Jadi, komunisme itu pada dasarnya tidak
menghormati HAM.
Karl Heinrich Marx (Trier, Jerman, 5 Mei 1818 – London, 14 Maret 1883) adalah
seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia.Karl Heinrich
Marx Lambang Komunisme
2.3.4.3. Negara yang menganut Ideologi Komunis
Komunisme sebagai ideologi mulai diterapkan saat meletusnya Revolusi Bolshevik di
Rusia tanggal 7 November 1917. Pada tahun 2005 negara yang masih menganut paham
komunis adalah Republik Rakyat Cina (sejak 1949), Vietnam, Korea Utara, Kuba dan Laos.
2.3.5. IDEOLOGI KONSERVATISME
2.3.5.1. Pengertian Konservatisme
Konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai tradisional.
Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Latin, conservāre, melestarikan; “menjaga,
memelihara, mengamalkan”. Karena berbagai budaya memiliki nilai-nilai yang mapan dan
berbeda-beda, kaum konservatif di berbagai kebudayaan mempunyai tujuan yang berbeda-
beda pula. Sebagian pihak konservatif berusaha melestarikan status quo, sementara yang
lainnya berusaha kembali kepada nilai-nilai dari zaman yang lampau, the status quo ante.
Samuel Francis mendefinisikan konservatisme yang otentik sebagai “bertahannya dan
penguatan orang-orang tertentu dan ungkapan-ungkapan kebudayaannya yang
dilembagakan.”[1] Roger Scruton menyebutnya sebagai “pelestarian ekologi sosial” dan
politik penundaan, yang tujuannya adalah mempertahankan, selama mungkin, keberadaan
sebagai kehidupan dan kesehatan dari suatu organisme sosial.
2.3.5.2. Ciri-Ciri Ajaran Ideologi Konservatisme
1. Lebih mementingkan lembaga-lembaga kerajaan dan gereja
2. Agama dipandang sebagai kekuatan utama disamping upaya pelestarian tradisi dan
kebiasaan dalam tata kehidupan masyarakat.
3. Lembaga-lembaga yang sudah mapan seperti keluarga, gereja, dan Negara semuanya
dianggap suci.
4. Konservatisme juga menentang radikalisme dan skeptisisme.
Ideologi konservatisme yang dikumandangkan oleh Edmund Burke, 1729-1797.
Dimana ideologi konservatisme ini telah merasuk ke beberapa negara sekular yang ada
sekarang. Nasionalisme dan kebangsaan ini sekarang kalau di Indonesia dijadikan lambang
perjuangan Partai Amanat Nasional di bawah Amien Rais dan Partai Kebangkitan Bangsa
yang lahirnya dibidani oleh Gus Dur.
Negara yang pernah menganut Ideologi Konservatisme adalah Inggris, Kanada,
Bulgaria, Denmark, Hongaria, Belanda, Swedia.
2.3.6. IDEOLOGI FASISME
2.3.6.1. Pengertian Ideologi Fasisme
Fasisme merupakan sebuah paham politik yang mengangungkan kekuasaan absolut
tanpa demokrasi. Dalam paham ini, nasionalisme yang sangat fanatik dan juga otoriter sangat
kentara.
Kata fasisme diambil dari bahasa Italia, fascio, sendirinya dari bahasa Latin, fascis,
yang berarti seikat tangkai-tangkai kayu. Ikatan kayu ini lalu tengahnya adakapaknya dan
pada zaman Kekaisaran Romawi dibawa di depan pejabat tinggi. Fascis ini merupakan
simbol daripada kekuasaan pejabat pemerintah.
Pada abad ke-20, fasisme muncul di Italia dalam bentuk Benito Mussolini. Sementara
itu di Jerman, juga muncul sebuah paham yang masih bisa dihubungkan dengan fasisme,
yaitu Nazisme pimpinan Adolf Hitler. Nazisme berbeda dengan fasisme Italia karena yang
ditekankan tidak hanya nasionalisme saja, tetapi bahkan rasialisme dan rasisme yang sangat
sangat kuat. Saking kuatnya nasionalisme sampai mereka membantai bangsa-bangsa lain
yang dianggap lebih rendah.
Fasisme dikenal sebagai ideologi yang lahir dan berkembang subur pada abad ke-20. Ia
menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada permulaan Perang Dunia I, dengan
berkuasanya rezim fasis di Jerman dan Italia pada khususnya, tetapi juga di negara-negara
seperti Yunani, Spanyol, dan Jepang, di mana rakyat sangat menderita oleh cara-cara
pemerintah yang penuh kekerasan. Berhadapan dengan tekanan dan kekerasan ini, mereka
hanya dapat gemetar ketakutan. Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin sistem
semacam itu—di mana kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan
menjadi hukum—mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan
milisi fasis mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa takut. Lebih jauh lagi,
pemerintahan fasis diterapkan dalam hampir semua tingkatan kemasyarakatan, dari
pendidikan hingga budaya, agama hingga seni, struktur pemerintah hingga sistem militer, dan
dari organisasi politik hingga kehidupan pribadi rakyatnya. Pada akhirnya, Perang Dunia II,
yang dimulai oleh kaum fasis, merupakan salah satu malapetaka terbesar dalam sejarah umat
manusia, yang merenggut nyawa 55 juta orang.
Pelopor Ideologi Fasisme,
Nazisme Hitler dengan bukunya Mein Kampft, dan Mussolini dengan Doktrine of
Fascism.
Ajaran pokok Ideologi Fasisme,
Namun demikian, bukan berarti fasisme tidak memiliki ajaran. Setidaknya para pelopor
fasisme meninggalkan jejak ajaran mereka perihal fasisme. Hitler menulis Mein Kampft,
sedangkan Mussolini menulis Doktrine of Fascism. Ajaran fasis model Italia-lah yang
kemudian menjadi pegangan kaum fasis didunia, karena wawasannya yang bersifat moderat.
Menurut Ebenstein, unsur-unsur pokok fasisme terdiri dari tujuh unsur:
Pertama, ketidak percayaan pada kemampuan nalar. Bagi fasisme, keyakinan yang
bersifat fanatik dan dogmatic adalah sesuatu yang sudah pasti benar dan tidak boleh lagi
didiskusikan. Terutama pemusnahan nalar digunakan dalam rangka “tabu” terhadap masalah
ras, kerajaan atau pemimpin.
Kedua, pengingkaran derajat kemanusiaan. Bagi fasisme manusia tidaklah sama, justru
pertidaksamaanlah yang mendorong munculnya idealisme mereka. Bagi fasisme, pria
melampaui wanita, militer melampaui sipil, anggota partai melampaui bukan anggota partai,
bangsa yang satu melampaui bangsa yang lain dan yang kuat harus melampaui yang lemah.
Jadi fasisme menolak konsep persamaan tradisi yahudi-kristen (dan juga Islam) yang
berdasarkan aspek kemanusiaan, dan menggantikan dengan ideology yang mengedepankan
kekuatan.
Ketiga, kode prilaku yang didasarkan pada kekerasan dan kebohongan. Dalam
pandangan fasisme, negara adalah satu sehingga tidak dikenal istilah “oposan”. Jika ada yang
bertentangan dengan kehendak negara, maka mereka adalah musuh yang harus dimusnahkan.
Dalam pendidikan mental, mereka mengenal adanya indoktrinasi pada kamp-kamp
konsentrasi. Setiap orang akan dipaksa dengan jalan apapun untuk mengakui kebenaran
doktrin pemerintah. Hitler konon pernah mengatakan, bahwa “kebenaran terletak pada
perkataan yang berulang-ulang”. Jadi, bukan terletak pada nilai obyektif kebenarannya.
Keempat, pemerintahan oleh kelompok elit. Dalam prinsip fasis, pemerintahan harus
dipimpin oleh segelintir elit yang lebih tahu keinginan seluruh anggota masyarakat. Jika ada
pertentangan pendapat, maka yang berlaku adalah keinginan si-elit.
Kelima, totaliterisme. Untuk mencapai tujuannya, fasisme bersifat total dalam
meminggirkan sesuatu yang dianggap “kaum pinggiran”. Hal inilah yang dialami kaum
wanita, dimana mereka hanya ditempatkan pada wilayah 3 K yaitu: kinder (anak-anak),
kuche (dapur) dan kirche (gereja). Bagi anggota masyarakat, kaum fasis menerapkan pola
pengawasan yang sangat ketat. Sedangkan bagi kaum penentang, maka totaliterisme
dimunculkan dengan aksi kekerasan seperti pembunuhan dan penganiayaan.
Keenam, Rasialisme dan imperialisme. Menurut doktrin fasis, dalam suatu negara kaum
elit lebih unggul dari dukungan massa dan karenanya dapat memaksakan kekerasan kepada
rakyatnya. Dalam pergaulan antar negara maka mereka melihat bahwa bangsa elit, yaitu
mereka lebih berhak memerintah atas bangsa lainnya. Fasisme juga merambah jalur
keabsahan secara rasialis, bahwa ras mereka lebih unggul dari pada lainnya, sehingga yang
lain harus tunduk atau dikuasai. Dengan demikian hal ini memunculkan semangat
imperialisme.
Terakhir atau ketujuh, fasisime memiliki unsur menentang hukum dan ketertiban
internasional. Konsensus internasional adalah menciptakan pola hubungan antar negara yang
sejajar dan cinta damai. Sedangkan fasis dengan jelas menolak adanya persamaan tersebut.
Dengan demikian fasisme mengangkat perang sebagai derajat tertinggi bagi peradaban
manusia. Sehingga dengan kata lain bertindak menentang hukum dan ketertiban
internasional.
Negara-negara yang menganut Ideologi Fasisme
Negara-negara yang pernah menganut Ideologi Fasisme adalah Amerika Serikat,
Inggris, Perancis, Italia dan Jerman.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan terbentuk
secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang sebagaiman yang terjadi pada
ideologi-ideologi lain di dunia. Namun terbentuknya Pancasila melalui proses yang cukup
panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.
Sebagai paradigma, Pancasila memiliki peran sebagai dasar negara, sebagai pandangan hidup
negara dan sebagai suatu ideologi. Dengan beberapa hal yang mendukung terbukanya
ideologi Pancasila memungkinkan dapat terlaksananya nilai-nilai yang terkandung pada tiap
sila-sila Pancasila demi tercapainya cita-cita dan aspirasi rakyat.
Dengan ciri khas proses dalam rangka membentuk suatu negara, maka bangsa Indonesia
mendirikan suatu negara memiliki suatu karakteristik, ciri khas tertentu karena ditentukan
oleh keanekaragamanaa, sifat dan karakternya, maka bangsa ini mendirikan suatu negara
berdasarkan Filsafat Pancasila, yaitu suatu Negara Persatuan, suatu Negara Kebangsaan serta
suatu Negara yang Bersifat Integralistik.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila edisi reformasi. Paradigma, Yogyakarta.
Setijo, Pandji. 2009. Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa. PT
Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta
http://kampusbaca.blogspot.com/2010/12/tugas-makalah-ideologi.html. diakses pada
tanggal 14 November 2011 pukul 20.00 WIB
http://kritisfrombali.blogspot.com/2011/05/pancasila-sebagai-sebuah-ideologi.html
diakses pada tanggal 14 Nov 2011, pukul 22:28.
http://adhunk.multiply.com/ diakses pada tanggal 14 November 2011, pukul 22:50.
http://ayya3.blogspot.com/2008/12/bab-i-pendahuluan-1.html, diakses pada tanggal 14
November 2011, pukul 22:30.
[1] http://adhunk.multiply.com/ diunduh pada tanggal 14 November 2011, pukul 22:50.
[2] http://ayya3.blogspot.com/2008/12/bab-i-pendahuluan-1.html, diunduh pada tanggal
14 November 2011, pukul 22:30.
[3] PROF.DR.KAELAN,M.S.Pendidikan Pancasila edisi Reformasi (Yogyakarta:
PARADIGMA,2010).Hlm.107-109
[4] Ibid., hlm.110
[5] Pandji Setijo.PendidikanPancasila.(Jakarta: PT Gtamedia Widiasarana Indonesia,2009)
Hlm.84
[6] http://narotama.ac.id/ diakses pada tanggal 15 November 2011, pukul 20.00 WIB.
[7] Pandji Setijo.Op.cit.,Hlm.85-87
[8] Ibid.Hlm.89