Maulida Putri Ahdaini-fkik.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    ANALISIS MINYAK BABI PADA KRIM

    PELEMBAB YANG MENGANDUNG MINYAK

    INTI SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN

    SPEKTROSKOPI FOURIER TRANSFORM

    INFRARED (FTIR)

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

    MAULIDA PUTRI AHDAINI

    109102000015

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI FARMASI

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    OKTOBER 2013

  • ii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

    dan semua sumber baik yang di kutip maupun yang dirujuk

    telah saya nyatakan benar

    Nama : Maulida Putri Ahdaini

    NIM : 109102000015

    Tanda Tangan : ......................................

    Tanggal : 11 Oktober 2013

  • v

    ABSTRAK

    Nama : Maulida Putri Ahdaini

    Program Studi : Farmasi

    Judul : Analisis Minyak Babi Dalam Krim Pelembab Wajah

    Yang Mengandung Minyak Inti Sawit Dengan

    Menggunakan Spektroskopi Fourier Transform

    Infrared (FTIR)

    Krim pelembab wajah terdiri dari fase minyak dan air. Pencampuran minyak

    babi dengan minyak inti sawit pada penggunaan krim pelembab wajah

    dilakukan untuk meningkatkan viskositas. Krim dengan kandungan minyak

    babi dilarang untuk digunakan oleh para pengikut Islam, Yahudi dan Hindu.

    Tujuan penelitian ini untuk menganalisis minyak babi dalam formulasi krim

    pelembab wajah yang mengandung minyak inti sawit dengan menggunakan

    spektroskopi FTIR. Minyak babi didapatkan melalui proses rendering

    jaringan lemak babi. Minyak babi dan minyak inti sawit diekstraksi dari krim

    menggunakan metode ekstraksi cair-cair. PLS and PCA digunakan pada dua

    freskuensi yaitu daerah 3020-2850 cm-1

    dan 1400-650 cm-1

    . Kalibrasi PLS

    (Partial Least Squares) digunakan untuk menghubungkan nilai aktual (x-axis)

    dan prediksi FTIR (y-axis) menghasilkan persamaan linear y = 0,9856x +

    0,0086 dengan R = 0,9856. Nilai LOD (Limit of Detection) yang dihasilkan

    adalah 41%. FTIR dapat digunakan sebagai teknik analisis yang berpotensi

    dalam mengkuantifikasi dan mengklasifikasi kandungan minyak babi di

    dalam krim pelembab wajah.

    Kata kunci : Minyak Babi, Minyak Inti Sawit, Krim Pelembab Wajah,

    Spektroskopi FTIR, PLS, PCA

  • vi

    ABSTRACK

    Name : Maulida Putri Ahdaini

    Program Study : Farmasi

    Title : Analysis Of Lard In Face Moisturizer Cream Which

    Contain Palm Kernel Oil Using Fourier Transform

    Infrared Spectroscopy (FTIR)

    Moisturizing cream consists of oil phase and water phase. Mixing lard and

    palm kernel oil commonly used as viscosity increasing agents. Moisturizing

    cream containing lard are prohibited to be used for the followers of Islam,

    Yahudi and Hindu. Purpose this study to analysis lard in moisturizing cream

    formulation which contain palm kernel oil using spectroscopy FTIR. Lard

    was extracted by rendering the adipose tissue of pig. Lard and palm kernel oil

    were extracted from cream using liquidliquid extraction. Oils obtained and

    measured by FTIR spectroscopy combined with Chemometrics. PLS and

    PCA were performed at two frequency region of 3020-2850 cm-1

    and 1400-

    650 cm-1

    . The PLS calibration model obtained for the relationship between

    actual (x-axis) and FTIR predicted (y-axis) values of lard was y = 0,9856x +

    0,0086 with coefficient of determination (R) 0,9856. LOQ (Limit of

    Detection) value is 41%. FTIR can be used as a potential analytical technique

    to quantify and to classify lard in moisturizinng cream.

    Key word : Lard, Palm Kernel Oil, Moisturizing Cream, FTIR Spectroscopy,

    PLS, PCA

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, puji serta syukur senantiasa kami panjatkan kehadiran

    Allah SWT yan telah melimpahkan Rahmat dan Taufiq-Nya berupa

    kesehatan, ide, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

    skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad

    SAW, keluarga, serta para sahabat dan pengikutnya yang senantiasa

    mengikuti sunnahnya hingga akhir zaman.

    Skripsi ini disusun penulis sebagai salah satu syarat untuk menempuh

    ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi

    Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

    Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun Judul Skripsi ini adalah Analisis

    Minyak Babi dalam Krim Pelembab Wajah yang Mengandung Minyak

    Inti Sawit dengan Menggunakan Spektroskopi FTIR (Fourier Transform

    Infrared).

    Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai

    dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis

    mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Ibu Zilhadia, M.Si., Apt selaku Pembimbing I dan Bapak Dr. Ir. H.

    Anton Apriyantono, M.S selaku Pembimbing II, yang telah

    meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan

    mendidik kami sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

    2. Bapak Prof. Dr (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan

    Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi

    Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    4. Ibu/Bapak Dosen dan Staf Akademika Program Studi Farmasi

    Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

  • viii

    5. Abi tercinta, Drs. Mukhobar, M.H dan Umi tercinta, Rosyadah, S.Pd.

    Terima kasih atas doa, kasih sayang, serta dukungan dan semangat

    terbesar yang memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi

    ini.

    6. Teman-teman terbaik Warda Nabiella, Hissi Fitriyah, Putri Assifa,

    Chairunnisa, dan Achmad Irfan Setiawan, yang tak pernah berhenti

    memberi motivasi dan masukan pendapat dalam menyelesaikan

    skripsi ini.

    7. Teman-teman UKM Korp Sukarela (KSR) PMI Unit UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta, terutama Fadilla Anwar, Septiyani Aziz,

    Istiqomah, Siti Balqis Dara Gustina, dan Siti Laila Khairani yang

    selalu menghibur dan memahami saat penulisan skripsi ini

    berlangsung.

    8. Teman-teman seperjuangan Farmasi Angkatan 2009, terima kasih atas

    semua pembelajaran, persahabatan, dan kekeluargaan yang telah

    diberikan dalam jangka waktu empat tahun hingga seterusnya.

    9. Laboran Laboratorium Prodi Farmasi kakak Yopi, kakak Eris, kakak

    Liken dan Laboran Laboratorium Pangan Prodi Ilmu Kimia Kakak

    Prita dan Kakak Pipit yang sangat membantu penulis dalam

    penelitian.

    10. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini

    yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

    Ciputat, 1 Oktober 2013

    Penulis

  • ix

    HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK

    KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

    Nama : Maulida Putri Ahdaini

    NIM : 109102000015

    Program Studi : Farmasi

    Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

    Jenis Karya : Skripsi

    Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya

    ilmiyah saya dengan judul :

    Analisis Minyak Babi dalam Krim Pelembab Wajah yang Mengandung

    Minyak Inti Sawit dengan Menggunakan Spektroskopi FTIR (Fourier

    Transform Infrared)

    untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu

    Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang

    Hak Cipta.

    Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiyah ini saya

    buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Ciputat

    Pada Tanggal : 11 Oktober 2013

    Yang menyatakan,

    (Maulida Putri Ahdaini)

  • x

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................... ii

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... iii

    HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iv

    ABSTRAK ................................................................................................. v

    ABSTRACK .............................................................................................. vi

    KATA PENGANTAR ............................................................................... vii

    HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIYAH ....... ix

    DAFTAR ISI .............................................................................................. x

    DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv

    BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................ 1

    1.1 Latar belakang ................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 2 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 3

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 4

    2.1 Krim ................................................................................................ 4 2.2 Lemak dan Minyak .......................................................................... 6 2.3 Kelapa Sawit ................................................................................... 9 2.4 Minyak Babi .................................................................................... 13 2.5 Spektoskopi FTIR (Forieur Transform Infrared) ........................... 15 2.6 Kemometrik ..................................................................................... 20

    BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................ 22

    3.1 Alur Penelitian ................................................................................ 22 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 23 3.3 Peralatan Penelitian ......................................................................... 23 3.4 Bahan............................................................................................... 23 3.5 Prosedur Kerja ................................................................................. 23

    BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 26

    4.1 Preparasi Minyak babi ................................................................... 26

    4.2 Pembuatan Krim Pelembab Wajah dan Evaluasi ........................... 27

    4.3 Pengujian Sampel dan Analisis Spektrum FTIR ........................... 29

    4.4 Analisis Data Kemometrik ............................................................. 33

    4.5 Kalibrasi dan Validasi Metode Analisis dalam Formulasi Krim

    Pelembab Wajah .............................................................................. 37

    BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 42

    5.1 Kesimpulan .................................................................................... 42

    5.2 Saran .............................................................................................. 42

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 43

    LAMPIRAN ............................................................................................... 46

  • xi

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    Tabel 2.1 Beda Tebal Tempurung dari Berbagi Tipe Kelapa Sawit ..................... 10

    Tabel 2.2 Komposisi Trigliserida Dalam Minyak Kelapa Sawit .......................... 11

    Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit ................................... 11

    Tabel 2.4 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Inti Sawit ............................ 12

    Tabel 2.5 Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti

    Sawit ..................................................................................................... 12

    Tabel 2.6 Sifat Minyak Kelapa sawit Sebelum dan Sesudah Dimurnikan ........... 13

    Tabel 2.7 Sifat Fisika Kimia Minyak Babi ........................................................... 13

    Tabel 2.8 Komposisi dan Karakteristik Minyak Babi ........................................... 14

    Tabel 3.1 Perbandingan Minyak Babi/Minyak Inti Sawit pada Standar ................ 24

    Tabel 3.2 Perbandingan Formulasi Minyak Babi/Minyak Inti Kelapa Sawit

    dalam Krim Pelembab Wajah ............................................................... 24

    Tabel 4.1 Gugus Fungsi Dari Puncak Absorbsi Dalam Spektrum FTIR dari

    Minyak Babi dan Minyak Inti Kelapa Sawit ........................................ 29

    Tabel 4.2 Komposisi Asam Lemak dari Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit ..... 31

    Tabel 4.3 Nilai Absorbansi Spektroskopi FTIR pada Standar Minyak Babi

    dan Minyak Inti Sawit ........................................................................... 34

    Tabel 4.4 Nilai Absorbansi Spektroskopi FTIR pada Sampel Krim Pelembab

    Wajah .................................................................................................... 35

    Tabel 4.5 Nilai Kebaikan Kalibrasi dan Validasi Metode PLS pada Standar ....... 39

    Tabel 4.6 Nilai Kebaikan Kalibrasi dan Validasi Metode PLS pada Sampel ........ 41

    Tabel 6.1 Nilai Absorbansi Puncak Serapan pada Spektroskopi FTIR ................ 51

    Tabel 6.2 Hasil Pengujian Kandungan Minyak Inti Sawit .................................... 52

    Tabel 6.3 Hasil Pengujian Kandungan Minyak Babi ............................................ 52

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    Gambar 2.1 Spektrum Elektromagnetik ......................................................... 15

    Gambar 2.2 Skema Spektroskopi Infra Merah Dispersi................................. 17

    Gambar 2.3 Skema Spektroskopi FTIR ......................................................... 19

    Gambar 4.1 Lemak Babi Dan Minyak Babi Yang Dihasilkan ....................... 26

    Gambar 4.2 Minyak Babi yang Mengalami Kristalisasi ................................ 26

    Gambar 4.3 Evaluasi Homogenitas pada Krim Pelembab Wajah ................... 27

    Gambar 4.4 Perbedaan Spektrum FTIR dari Standar Minyak Babi dan

    Minyak Inti Sawit ....................................................................... 30

    Gambar 4.5 Perbedaan Spektrum FTIR Standar Minyak Babi dan Minyak

    Inti Sawit Pada Beberapa Konsenterasi ...................................... 31

    Gambar 4.6 Spektum Minyak Babi dan Minyak Inti Kelapa Sawit dalam

    Krim Pelembab Wajah ............................................................... 32

    Gambar 4.7 Spektum Minyak Babi dan Minyak Inti Kelapa Sawit dalam

    Krim Pelembab Wajah ............................................................... 33

    Gambar 4.8 Scores Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit.............................. 35

    Gambar 4.9 Loadings PCA Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit .................. 36

    Gambar 4.10 Bi-Plot PCA Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit Dalam

    Formulasi Krim Pelembab Wajah .............................................. 37

    Gambar 4.11 Hubungan Antara Standar Konsentrasi Minyak Babi (x-axis)

    dan Nilai Prediksi FTIR Standar Minyak Babi (y-axis)

    Menggunakan Kalibrasi PLS pada Daerah Serapan 3020 2850 cm

    -1 dan 1400m 650 cm-1 ................................................ 38

    Gambar 4.12 Hubungan Antara Nilai Konsentrasi Standar Minyak Babi (x-

    axis) dan Nilai Prediksi FTIR Standar Minyak Babi (y-axis)

    Menggunakan Validasi PLS pada Daerah Serapan 3020 2850 cm

    -1 dan 1400m 650 cm-1 ........................................................ 38

    Gambar 4.13 Hubungan Antara Konsentrasi Minyak Babi (x-axis) dan Nilai

    Prediksi FTIR Minyak Babi (y-axis) Pada Formulasi Krim

    Pelembab Wajah Menggunakan Kalibrasi PLS pada Daerah

    Serapan 3020 2850 cm-1 dan 1400m 650 cm-1 ...................... 40 Gambar 4.14 Hubungan Antara Standar Konsentrasi Minyak Babi (x-axis)

    dan Nilai Prediksi FTIR Minyak Babi (y-axis) Pada Formulasi

    Krim Pelembab Wajah Menggunakan Kalibrasi PLS pada

    Daerah Serapan 3020 2850 cm-1 dan 1400 650 cm-1 .............. 40 Gambar 6.1 Tempat Pemotongan Hewan, Kapuk Jakarta Barat .................... 46

    Gambar 6.2 Ekstrak Kloroforom Sebelum Diuapkan dengan Rotari

    Evaporator .................................................................................. 47

    Gambar 6.3 Sampel Minyak Babi pada Beberapa konsentrasi ....................... 47

    Gambar 6.4 Standar Minyak Babi ................................................................. 47

    Gambar 6.5 Spektroskopi FTIR Spectrum One Perkin Elmer ....................... 48

    Gambar 6.6 Standar Minyak Inti Sawit 100% : Minyak Babi 0% .................. 49

    Gambar 6.7 Standar Minyak Inti Sawit 80% : Minyak Babi 20% ................. 49

    Gambar 6.8 Standar Minyak Inti Sawit 60% : Minyak Babi 40% ................. 49

    Gambar 6.9 Standar Minyak Inti Sawit 40% : Minyak Babi 60% ................. 50

    Gambar 6.10 Standar Minyak Inti Sawit 20% : Minyak Babi 80% .................. 50

  • xiii

    Gambar 6.11 Standar Minyak Inti Sawit 0% : Minyak Babi 100% .................. 50

  • xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    Lampiran 1. Tempat Pemotongan Hewan Babi ................................................... 46

    Lampiran 2. Ekstrak Kloroform ............................................................................ 47

    Lampiran 3. Alat Spektroskopi FTIR.................................................................... 48

    Lampiran 4. Hasil Spektrum FTIR ....................................................................... 49

    Lampiran 5. Nilai Absorbansi Puncak Serapan pada Spektroskopi FTIR ............ 51

    Lampiran 6. Hasil Pengujian Kandungan Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit

    Menggunakan GCMS ...................................................................... 52

  • 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Produk kosmetik telah digunakan secara luas oleh masyarakat dari

    berbagai jenis golongan sosial ekonomi dengan maksud untuk membersihkan,

    melindungi, mengharumkan dan merubah penampilan kulit (Kapoor dan Saraf,

    2008). Dari beberapa produk perawatan kosmetik, emulsi seperti krim dan lotion

    merupakan bentuk sediaan yang lebih umum digunakan. Komponen utama dari

    emulsi adalah minyak (senyawa lipofilik) dan air (senyawa hidrofilik) (Paye, et

    al., 2001).

    Salah satu minyak yang umum digunakan untuk pembuatan krim adalah

    minyak inti sawit karena memiliki kandungan asam laurat, asam oleat dan asam

    miristat yang cukup tinggi. Indonesia merupakan Negara penghasil kelapa sawit

    terbesar di dunia setelah Malaysia. Produksi minyak inti sawit di Indonesia terus

    mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2006 mencapai 2.573.565,

    pada tahun 2008 mencapai 3.448.700 dan tahun 2010 mencapai 4.150.257 (Badan

    Pusat Statistik, 2011).

    Selain minyak inti sawit, minyak babi juga banyak digunakan dalam

    preparasi sediaan kosmetik, minyak babi yang diperoleh dari jaringan lemak babi

    umumnya digunakan sebagai bahan peningkat viskositas. FDA (Food and Drug

    Admininistration) pun telah mencatat minyak babi sebagai salah satu zat yang

    aman digunakan dalam produk makanan dan kosmetik (FDA, 2006). Akan tetapi,

    produk kosmetik yang mengandung unsur babi dilarang untuk digunakan oleh

    beberapa agama seperti Islam, Yahudi, dan Hindu (Regenstein, et al., 2003).

    Allah SWT telah berfirman dalam Kitab Suci Al-Quran tentang pelarangan

    penggunaan unsur babi yaitu pada Surat Al- Baqarah: 173, yang diterjemahkan

    sebagai berikut :

    Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, babi, dan binatang yang

    (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa,

    sedang ia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.

    Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S Al- Baqarah : 173).

  • 2

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Untuk mendeteksi kontaminasi minyak babi pada krim pelembab wajah,

    maka dibutuhkan metode analisis minyak babi yang dapat memberikan hasil

    analisis yang cepat dan akurat. Salah satu metode analisis tersebut adalah

    spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red). Spektroskopi FTIR memiliki

    kemampuan yang cepat dalam menganalisis, bersifat tidak merusak dan hanya

    dibutuhkan preparasi sampel yang sederhana (Vlanchos, et al., 2006). Selain itu,

    spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) juga memiliki tingkat efisiensi

    yang tinggi dan ramah terhadap lingkungan, terutama dalam penggunaan pelarut

    dan bahan-bahan lainnya yang tidak berlebih (Pare dan Belanger, 1997).

    Penelitian sebelumnya telah menunjukkan potensi spektroskopi FTIR

    sebagai metode yang tepat untuk menganalisis minyak babi terutama dalam

    makanan seperti analisis minyak babi dalam biskuit (Che Man, et al., 2011),

    produk cokelat (Che Man, et al., 2005) dan analisis minyak babi dalam campuran

    lemak nabati (Rohman, et al., 2012; Che Man, et al., 2011). Spektroskopi FTIR

    dapat pula digunakan untuk mengkarakteristik minyak babi dengan minyak

    hewani lainnya (Rohman dan Che Man, 2010; Che Man dan Mirghani, 2001). Di

    dalam kosmetik, spektroskopi FTIR telah digunakan untuk menentukan campuran

    minyak babi dan minyak lainnya yang terdapat dalam formulasi krim dan lotion

    (Rohman dan Che Man, 2011; Lukitaningsih, et al., 2012).

    Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis minyak babi di dalam

    formulasi krim pelembab wajah dengan campuran minyak inti sawit sebagai basis

    minyak dalam krim, karena belum terdapat laporan yang menyatakan

    terdeteksinya minyak babi dalam campuran minyak inti sawit di dalam formulasi

    krim pelembab wajah.

    1.2 Rumusan masalah

    Apakah spektroskopi FTIR mampu mendeteksi minyak babi yang

    dicampurkan dengan minyak inti kelapa sawit sebagai basis minyak pada krim

    pelembab wajah.

    1.3 Tujuan Penelitian

    Menganalisis minyak babi pada formulasi krim pelembab wajah dengan

    menggunakan spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR)

  • 3

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    1.4 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi ilmiah yang

    sangat berguna bagi institusi terkait seperti Badan Pengawasan Obat dan makanan

    (BPOM), Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM-

    MUI) tentang metode analisis yang cepat dan sederhana dalam menganalisa

    kandungan lemak babi didalam krim kosmetik.

  • 4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Krim

    2.1.1 Pengertian

    Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung

    air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Menurut

    Farmakope IV, krim mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau

    terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Secara tradisional, istilah krim telah

    digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsentrasi relatif cair,

    diformulasikan sebagai emulsi minyak dalam air (M/A) atau emulsi air dalam

    minyak (A/M) (Depkes RI, 1995).

    2.1.2 Macam-Macam Krim

    Krim mengandung paling sedikit dua fase yang tidak bercampur antara

    satu dengan yang lainnya, yaitu fase hidrofil (air) dan lipofil (minyak). Komponen

    yang terdistribusi dalam suatu emulsi dinyatakan sebagai fase terdispersi atau fase

    dalam. Komponen yang mengandung cairan terdispersi dinyatakan sebagai bahan

    pendispersi atau fase luar atau fase kontinu (Ansel, 1989).

    A. Emulsi Minyak dalam Air (M/A)

    Ketika fase lipofil (fase minyak) didispersikan sebagai globul-globul

    kedalam fase hidrofil (fase air) maka disebut sebagai emulsi minyak

    dalam air (M/A).

    Penerimaan yang tinggi terhadap emulsi M/A didasarkan pada alasan-

    alasan berikut:

    a. Terasa ringan dan tidak berminyak saat diaplikasikan.

    b. Menunjukkan penyebaran dan penyerapan pada kulit yang cukup

    baik.

    c. Memberikan efek dingin karena penguapan fasa air eksternal

    (Buchman, 2001)

  • 5

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    B. Emulsi Air dalam minyak (A/M)

    Ketika fase hidrofil terdispersi dalam fase lipofil maka disebut emulsi air

    dalam minyak (A/M).

    Keuntungan penggunaan emulsi jenis air dalam minyak ini antara lain :

    a. Melindungi kulit secara efisien dengan membentuk lapisan minyak

    pada kulit setelah digunakan

    b. Melembutkan kulit dengan cara mengurangi penguapan air pada

    kulit sehingga dapat membentuk penghalang semi oklusif

    c. Meningkatkan penetrasi ke dalam stratum korneum yang bersifat

    lipofilik terutama untuk pembawa zat aktif yang bersifat lipofilik

    d. Menurunkan risiko pertumbuhan mikroba

    e. Mencair pada suhu yang rendah (khusus untuk produk olahraga

    musim dingin) (Paye et al., 2001).

    2.1.3 Zat Pengemulsi atau Emulgator

    Untuk menciptakan suatu emulsi yang stabil memerlukan zat pengemulsi

    atau emulgator. Emulgator tidak hanya digunakan untuk pembentukan tetapi juga

    untuk menstabilkan emulsi dengan cara menempati antar permukaan tetesan fase

    internal dan fase eksternal. Untuk proses pembentukan ini, emulgator akan

    mengurangi tegangan permukaan antara dua fase tak tercampurkan. Kriteria

    emulgator yang diharuskan antara lain :

    1. Dapat dicampur dengan bahan formulatif lain.

    2. Tidak mengganggu stabilitas atau efikasi dari zat teurapetik

    3. Stabil dan tidak terurai dalam preparat

    4. Tidak toksik

    5. Kemampuan untuk membentuk emulsi secara optimal dan menjaga

    stabilitas emulsi tersebut agar tercapai shelf life dari produk tersebut

    (Ansel, 1989).

    Emulgator umumnya dibedakan menjadi tiga golongan besar, yaitu

    surfaktan, koloid hidrofilik dan zat padat yang terbagi halus. Golongan

    pengemulsi dipilih berdasarkan stabilitas shelf life yang dikehendaki, tipe emulsi

    yang diinginkan, dan biaya pengemulsi. Di antara zat pengemulsi dan zat

    penstabil untuk sistem farmasi adalah sebagai berikut :

  • 6

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    1. Bahan-bahan karbohidrat, seperti zat yang terjadi secara alami. Contoh :

    gom arab, tragakan, agar, kondrus, pektin. Bahan- bahan ini membentuk

    koloida hidrofilik bila ditambahkan kedalam air dan umumnya

    menghasilkan emulsi M/A.

    2. Zat-zat protein seperti gelatin, kuning telur dan kasein. Zat-zat ini

    menghasilkan emulsi M/A akan tetapi, kerugian dari bahan ini dapat

    menjadikan emulsi terlalu cair dan menjadi lebih cair pada penyimpanan.

    3. Alkohol dengan bobot moleku tinggi seperti steril alkohol, setil alkohol

    dan gliseril monostearat. Bahan-bahan ini umumnya digunakan untuk

    membentuk emulsi M/A. Kolesterol dan turunannya dapat digunakan

    untuk membentuk emulsi A/M.

    4. Zat-zat pembasah yang bersifat kationik, anionik dan nonionik. Zat-zat

    ini mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik. Dengan bagian lipofilik

    dari molekul yang menyebabkan aktifitas permukaan molekul tersebut.

    Dalam zat anionik, bagian lipofilik ini bermuatan negatif, sedangkan

    pada zat kationik bersifat positif. Karena muatan ionnya yang berlaianan,

    kedua zat ini cenderung saling menetralkan jika berada dalam sistem

    yang sama, jadi kedua zat ini tidak tercampurkan satu dengan yang

    lainnya. Zat pengemulsi nonionik menunjukkan tidak adanya sifat untuk

    mengion (Ansel, 1989).

    2.2 Lemak dan Minyak

    Lemak mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Mereka

    adalah ester dari gliserol dan asam lemak. Gliserol adalah alkohol trihidrat yang

    mempunyai tiga gugus hidroksil (OH) Rumus umum asam lemak adalah

    RCOOH dimana R menunjukkan suatu rantai hidrokarbon. Setiap gugus OH dari

    gliserol bereaksi dengan COOH dari asam lemak membentuk sebuah molekul

    lemak.

    Lemak adalah campuran trigliserida. Trigliserida terdiri dari satu molekul

    gliserol yang berikatan dengan tiga molekul asam lemak. Digliserida terdiri dari

    gliserol yang mengikat dua molekul asam lemak sedangkan monogliserida hanya

    memiliki satu asam lemak. Digliserida dan monogliserida sering terdapat dalam

  • 7

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    makanan berlemak dalam jumlah sedikit (Gaman dan Sherrington, 1994). Berikut

    adalah reaksi kondensasi :

    O O

    CH2OH H O C R CH2 O C R

    O O

    CHOH + H O C R CH O C R + 3H2O

    O O

    CH2OH H O C R CH2 O C R

    Lemak dan minyak yang dapat dikonsumsi (edible oil) dihasilkan oleh

    alam yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani. Adapun perbedaan

    umum antara lemak nabati dan lemak hewani adalah :

    1. Lemak hewani megandung kolesterol sedangkan lemak nabati

    mengandung fitosterol

    2. Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih kecil dari

    lemak nabati

    3. Lemak hewani memiliki bilangan Reichert-Meissl lebih besar dan

    bilangan Polenske lebih kecil dibanding dengna minyak nabati.

    Proses pembentukan lemak dalam tanaman terdiri dari 3 tahap, yaitu 1)

    sintesa gliserol, 2) sintesa asam lemak dan 3) kondensasi gliserol dan asam lemak

    sehingga membentuk lemak.

    2.2.1 Sifat-Sifat Fisisk Lemak dan Minyak

    Lemak dan minyak meskipun serupa dalam struktur kimianya, akan

    tetapi menunjukkan keragaman yang besar dalam sifat-sifat fisiknya (Gaman dan

    Sherrington, 1994), yaitu :

    a. Kelarutan

    Minyak dan lemak tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan oleh

    adanya asam lemak berantai karbon panjang dan tidak adanya gugus-

    gugus polar

    1 molekul

    gliserol

    3 molekul asam

    lemak

    1 molekul lemak

    (Trigliserida)

    3 molekul

    air

  • 8

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    b. Pengaruh Panas

    Jika lemak dipanaskan, akan terjadi perubahan-perubahan nyata pada

    tiga titik suhu, yaitu :

    1. Titik cair

    Lemak mencair jika dipanaskan. Karena lemak adalah campuran

    trigliserida yang tidak mempunyai titik cair yang jelas tetapi akan

    mencair pada suatu rentangan suhu. Umumnya lemak mencair

    pada susu antara 300C dan 40

    0C.

    2. Titik Asap

    Jika lemak atau minyak dipanaskan hingga suhu tertentu, dia akan

    mulai mengalami dekomposisi dan menghasilkan kabut berwarna

    biru atau menghasilkan asap dengan bau karakteristik yang

    menusuk. Kebanyakan lemak dan minyak mulai berasap pada

    suhu diatas 2000C. Umumnya minyak nabati memiliki titik asap

    lebih tinggi dari pada lemak hewani.

    3. Titik Nyala

    Jika lemak dipanaskan hingga suhu yang cukup tinggi, dia akan

    menyala. Suhu ini dikenal sebagai titik nyala.

    c. Plastisitas

    Lemak bersifat plastis pada suhu tertentu, lunak dan dapat dioleskan.

    Plastisitas lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran

    trigliserida yang masing-masing mempunyai titik cair sendiri-sendiri.

    Ini berarti bahwa pada suatu suhu, sebagian lemak akan mencair dan

    sebagian lagi dalam bentuk kristal-kristal padat. Lemak yang

    mengandung kristal-kristal padat lemak yang mengandung kristal-

    kristal kecil akibat proses pendinginan cepat selama proses

    pengolahannya akan memberikan sifat lebih plastis.

    d. Ketengikan

    Ketengikan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan

    rusaknya lemak dan minyak. Terdapat dua reaksi yang berperan pada

    proses ketengikan.

  • 9

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    1. Oksidasi

    Ini terjadi sebagai hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan

    oksigen dari udara. Molekul oksigen bergabung pada ikatan

    ganda molekul tilgliserida dan dapat terbentuk berbagai senyawa

    yang menimbulkan rasa tengik yang tidak sedap. Reaksi ini

    dipercepat oleh panas, cahaya dan logam-logam dalam

    konsenterasi amat kecil, khususnya tembaga.

    2. Hidrolisis

    Enzim lipase menghidrolisis lemak, memecah menjadi gliserol

    dan asam lemak.

    Lemak + Air lipase

    Gliserol + Asam Lemak

    Lipase dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak.

    Akan tetapi enzim tersebut dapat diinaktivasi dengan pemanasan.

    Enzim ini dapat pula dihasilkan oleh mikroorganisme yang

    terdapat pada makanan berlemak.

    Ketengikan hidrolitik dapat terjadi jika lemak atau minyak

    dipanaskan dlam keadaan ada air, misalnya pada penggorengan

    bahan makanan yang lembab. Ketengikan dapat dikurangi dengan

    penyimpanan lemak dan minyak dalam tempat yang dingin dan

    gelap dengan wadah logam.

    2.3 Kelapa Sawit

    2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit

    Kerajaan : Plantae

    Divisi : Magnoliophyta

    Kelas : Liliopsida

    Ordo : Arecales

    Famili : Arecaceae

    Genus : Elaeis

    Species : Elaeis guineensis dan Elaeis oleifera

  • 10

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Kelapa sawit berasal dari Nigeria, Afrika Barat dan menyebar luas hidup

    subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia dan Indonesia. Minyak kelapa sawit

    diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) Secara

    botani, buah kelapa sawit terdiri dari pericarp, mesocarp, kernel (inti sawit), dan

    endocarp (tempurung) dan memiliki empat macam tipe atau varietas, yaitu tipe

    Macrocarya, Dura, Tenera dan Pisifera. Masing-masing tipe dibedakan

    berdasarkan tebal tempurung. Warna daging buah adalah putih kuning saat muda

    dan berwarna jingga setelah buah matang (Ketaren, 1986).

    Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang

    dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40%. Minyak

    kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.

    Tabel 2.1 Beda Tebal Tempurung dari Berbagi Tipe Kelapa Sawit

    Tipe Tebal tempurung (mm)

    Macrocarya Tebal sekali : 5

    Dura Tebal : 3- 5

    Tenera Sedang : 2- 3

    Pisifera Tipis

    Sumber: Ketaren, 1986

    2.2.2 Minyak Inti Kelapa Sawit

    Minyak inti kelapa sawit dihasilkan dari inti kelapa sawit yang

    dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping

    adalah bukil inti kelapa sawit (palm kernel meal) (Ketaren, 1986).

    Teknologi pengolahan minyak inti sawit terdiri dari tahap ekstraksi,

    pemurnian dan pengolahan lanjut menjadi produk pangan ataupun non pangan

    (Ketaren, 1996). Tahap ekstraksi meliputi proses pengepresan terhadap sabut

    kelapa sawit sehingga didapat minyak crude palm oil (CPO). Tahap pemurnian

    dari CPO dilakukan agar CPO dapat kemudian dikonsumsi menjadi minyak

    goreng ataupun produk turunan lainnya. Tahap pemurnian dapat dilakukan

    melalui proses pemisahan gum (degumming), penghilangan (refining), pemucatan

    (bleaching) dan deodorisasi (deodorized). CPO yang telah mengalami proses

    pemurnian disebut RBDPO (refined bleached deodorized palm oil) dengan

  • 11

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    karakeristik asam lemak bebas maksimal 0.1%, bilangan peroksida maksimal 0%,

    dan kadar air maksimal 0.1%. Proses dari CPO dapat menjadi beberapa produk

    antara sebelum menjadi minyak goreng, diantaranya crude palm olein (CP olein),

    crude palm stearin (CP stearin), refined bleached deodorized olein (RBD olein),

    refined bleached deodorized stearin (RBD stearin) serta RBDPO.

    2.2.2.1 Komposisi Minyak Inti Kelapa Sawit Dan Sifat Fisiko-Kimia

    Minyak kelapa sawit memiliki karakteristik dengan komposisi asam

    lemak yang sangat berbeda dengan minyak bahan pokok lainnya, terdiri dari

    saturasi dan unsaturasi asam lemak. Rata-rata komposisi asam lemak minyak

    kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.3. Bahan yang tidak dapat disabunkan

    jumlahnya sekitar 0,3% (Ketaren, 1986). Minyak inti sawit yang baik berkadar

    asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kuning terang sehingga mudah

    dipucatkan. Bukil inti sawit diinginkan berwarna relatif terang dan nilai gizi serta

    kandungan asam amino tidak berubah.

    Tabel 2.2 Komposisi Trigliserida Dalam Minyak Kelapa Sawit

    Trigliserida Jumlah (%)

    Tripalmitin 3 5

    Dipalmito-Stearin 1 3

    Oleo-Miristopalmitin 0 5

    Oleo-Dipalmitin 21 43

    Oleo-Palmitostearin 10 11

    Palmito-Diolein 32 48

    Stearo-Diolein 0 6

    Linoleo-Diolein 0 12

    Sumber: Ketaren,1986

    Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit

    Asam Lemak Jumlah (%)

    Asam lemak Jenuh

    Laurat (C12) 0,1 1,0

  • 12

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Miristat (C14) 0,9- 1,5

    Palmitat (C16) 41,8 46,8

    Stearat (C18) 4,2 5,1

    Arakhidat (C20) 0,2 0,7

    Asam lemak tidak jenuh

    Palmitoleat (C16:1) 0,1- 0,3

    Oleat (C18:1) 37,3 40,8

    Linoleat (C18: 2) 9,1 11,0

    Linolenat (C18 : 3) 0 0,6

    Sumber: Basiron, 2005

    Tabel 2.4 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Inti Sawit

    Asam Lemak Jumlah (%)

    Asam lemak Jenuh

    Asam Kaprilat 2 4

    Asam Kaproat 3 7

    Asam Laurat 46 52

    Asam Miristat 14 17

    Asam Palmitat 6,5 9

    Asam Stearat 1 2,5

    Asam lemak tidak jenuh

    Oleat 13 19

    Linoleat 0,5 2

    Tabel 2.5 Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Sawit

    Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit

    Bobot jenis pada suhu kamar 0,900 0,900 0,913

    Indeks bias D 400C 1,4565 1,4585 1,495 1,415

    Bilangan Iod 48 56 14 20

    Bilangan Penyabunan 196 205 244 254

    Sumber : Ketaren, 1986

  • 13

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Tabel 2.6 Sifat Minyak Kelapa sawit Sebelum dan Sesudah Dimurnikan

    Sifat Minyak Sawit Kasar Minyak Sawit Murni

    Titik Cair : awal

    Akhir

    21 24

    26 29

    29,4

    40,0

    Bobot jenis 150C 0,859 0,870

    Indeks bias D 400C 36,0 37,5 46 49

    Bilangan Iod 14,5 19,0 46 52

    Bilangan Penyabunan 224 249 196 206

    Bilangan Reichert Meissl 5,2 6,5 -

    Bilangan Polenske 9,7 10,7 -

    Bilangan Krichner 0,8 1,2 -

    Bilangan Bartya 33 -

    Sumber : Ketaren,1986

    2.4 Minyak Babi

    Minyak babi merupakan salah satu minyak hewan yang paling banyak

    dikonsumsi. Secara eklusif, lemak babi dihasilkan dari lemak dinding perut babi.

    Bagian merupakan kualitas terbaik pada lemak babi murni, yang berwarna putih

    dan memiliki nilai asam tidak lebih dari 0,8 (Belitz dan Grosch, 1987).

    Tabel 2.7 Sifat Fisika Kimia Minyak Babi

    Sifat Deskripsi Sumber

    Densitas 0,917 Budavari,1989

    Titik Leleh 360C

    Budavari,1989

    Lewis, 1993

    Kelarutan

    Tidak larut dalam air, sukar

    larut dalam alkohol, larut

    dalam benzen, kloroform, eter,

    karbon disulfida dan

    petroleum eter

    Budavari,1989

    Lewis, 1993

    Bilangan Penyabunan 195- 203 Budavari,1989

    Sumber : International Journal of Toxicology, 20 (Suppl.2) :57-64,2001

  • 14

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Minyak babi yang berasal dari organ lainnya seperti punggung babi,

    didapatkan melalui proses penguapan dan memiliki nilai asam maksimum 1,0.

    Minyak babi memiliki kandungan trigliserol yang lebih sedikit dari pada

    trigliserol yang berada pada lemak sapi. Oleh sebab itu, lemak babi melebur pada

    temperatur yang lebih rendah (Belitz dan Grosch, 1987). Tabel 2.6 merupakan

    karakteristik minyak babi.

    Tabel 2.8 Komposisi dan Karakteristik Minyak Babi

    Karakteristik Khas Batas

    Bilangan Iodin

    Kandungan Tokoferol

    - tokoferol

    - tokoferol

    - tokoferol

    - tokoferol

    Komposisi Asam Lemak (%)

    C-10:0 Capric

    C-12:0 Lauric

    C-14:0 Myristic

    C-14:1 Myristoleic

    C-15:0 Pentadecanoic

    C-16:0 Palmitic

    C-16:1 Palmitoleic

    C-17:0 Margaric

    C-17:1 Margaroleic

    C-18:0 Stearic

    C-18:1 Oleic

    C-18:2 Linoleic

    C-18:3 Linolenic

    C-20:0 Arachidic

    C-20:1 Gadoleic

    C-20:2 Eicosadienoic

    57

    172

    30

    26

    13

    0,1

    0,1

    1,5

    -

    0,1

    26,0

    3,3

    0,4

    0,2

    13,5

    43,9

    9,5

    0,4

    0,2

    0,7

    0,1

    45 70

    129 215

    22 37

    19 32

    10 16

    -

    -

    0,5 2,5

  • 15

  • 16

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Energi radiasi IR digunakan terbatas hanya pada transisi molekul yang

    melibatkan vibrasi dan rotasi, terutama terjadi antara daerah 4000-400 cm-1

    atau

    panjang gelombang 2.5-25 m (Silverstein, et al., 2005). Penggunaan Umum

    spektroskopi FTIR antara lain:

    (a) Identifikasi semua jenis senyawa organik dan beberapa jenis

    senyawa unorganik

    (b) Penentuan gugus fungsi didalam senyawa organik

    (c) Penentuan kuantitatif beberapa komponen didalam campuran

    (d) Metode nondestruktif

    (e) Penentuan susunan molekul dan stereokimia

    2.5.2 Instrumentasi

    Spektroskopi Inframerah dibagi kedalam dua jenis, yaitu :

    1. Inframerah Dispersi

    Sebuah spektrum Inframerah dibentuk dengan melewatkan sinar

    Inframerah pada sampel dan membaca sebuah spektrum dengan sebuah alat

    dispersi/monokromator (kissi difraksi atau prisma) yang dirotasikan. Kelemahan

    pada spektroskpi ini yaitu monokromator pada spektrometer Inframerah dispersif

    mempunyai celah yang kecil untuk jalan keluar dan masuknya sinar sehingga

    membatasi panjang gelombang radiasi mencapai detektor. Kelemahan lainnya

    adalah dapat menghilangkan sebagian energi sinar Inframerah dan menghasilkan

    jumlah sinar hamburan yang banyak. Area absorbsi di hasilkan sebagai spektrum

    antara frekuensi dan intensitas.

    2. Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR)

    Berbeda dari spektrometer dispersif, FTIR tidak mengukur panjang

    gelombang satu demi satu, melainkan dapat mengukur intensitas pada berbagai

    panjang gelombang secara serempak (Skoog, et al., 1998). Instrumen FTIR dapat

    memiliki resolusi yang sangat tinggi (0.001 cm-1) (Silverstein, et al., 2005).

    Monokromator prisma atau kisi yang dapat mengurangi energi sinar diganti

    dengan interferometer (Michelson Interferometer). Interferometer ini mengatur

    intensitas sumber sinar inframerah dengan mengubah dari posisi cermin pemantul

    yang memantulkan sinar dari sumber sinar ke sampel. Michelson Interferometer

    menggunakan beam splitter untuk membelah sinar radiasi dari sumber Infra

  • 17

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Merah menjadi dua bagian, bagian pertama dipantulkan pada cermin yang tetap,

    dan bagian lainnya ditransmisikan ke cermin yang bergerak.

    Gambar 2.2. Skema Spektroskopi Inframerah Dispersi

    Sumber: Pavia, 2001

    Keberadaan interferometer membuat spektrometer mampu mengukur

    semua frekuensi optik secara serempak dengan mengatur intensitas dari semua

    frekuensi tunggal sebelum sinyal mencapai detektor. Hasil scanning dari

    interferometer yang berupa interferogram (plot antara intensitas dan posisi

    cermin) ini tidak dapat diinterpretasikan dalam bentuk aslinya. Proses

    transformasi fourier akan mengubah interferogram menjadi spektrum antara

    intensitas dan frekuensi (George & Mc Intyre, 1987). Keuntungan penggunaan

    spektroskopi FTIR antara lain:

    1. Cepat dan akurat

    2. Bersifat tidak merusak

    3. Membutuhkan preparasi sample yang sederhana

    4. Ramah terhadap lingkungan karena penggunaan larutan dan

    bahan-bahan yang sedikit (Paye, et al., 2001).

  • 18

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Gambar 2.3. Skema Spektroskopi FTIR

    Sumber: Silverstain, et al., 2005

    2.5.3 Penyiapan Sampel

    Ada beberapa cara dalam penyiapan sampel untuk spektroskopi

    Inframerah. Cara yang digunakan tergantung pada jenis sampel, seperti gas, cairan

    atau padatan.

    1. Gas atau larutan yang mempunyai titik didih rendah. Sampel dimasukkan

    ke dalam tabung gas dari kaca kwarsa.

    2. Larutan. Sampel dimasukkan ke dalam sel yang terbuat dari plat garam

    atau diletakan di antara dua lempeng tipis film garam KI, AgCl dengan

    ketebalan 0,01 mm untuk cara ini diperlukan sampel 0,1-1 ml. Untuk zat

    padat yang terlarut biasanya dilarutkan dalam karbon tetraklorida (CCl4),

    Karbon disulfida (CS2), kloroform (CCl3), dan tidak dapat dipakai untuk

    amina primer dan sekunder karena akan bereaksi dengan pelarut.

    3. Padatan. Sampel diukur dengan menggunakan parafin cair (Nujol),

    sampel digerus bersama nujol dalam mortar lalu dioleskan pada piringan

    garam NaCl atau digerus dengan KBr dan dibuat pelet yang bening.

  • 19

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.5.4 Penggunaan Spektroskopi Inframerah

    2.5.4.1 Identifikasi dengan sidik jari (finger print)

    Bentuk pita ini dikenal sebagai finger print dari molekul. Daerah yang

    mengandung sejumlah besar vibrasi tertentu yang tidak dapat diidentifikasi sekitar

    900-1400 cm-1

    . Untuk mengindentifikasi senyawa tak dikenal, seseorang hanya

    perlu membandingkan spektrum inframerah dengan spektrum standar yang dibuat

    pada kondisi yang sama.

    2.5.4.2 Identifikasi gugus-gugus fungsional

    Dengan pengujian sejumlah besar dari senyawa-senyawa yang telah

    diketahui serapan-serapan inframerah yang dikaitkan dengan gugus fungsi, dapat

    juga memperkirakan kisaran frekuensi dimana setiap serapan harus muncul.

    2.5.5 Pembacaan Spektrum Infra Merah

    Syarat dalam pembacaan spektrum Inframerah, antara lain:

    1. Spektrum harus cukup terbaca atau cukup kuat

    2. Spektrum harus berasal dari senyawa yang murni

    3. Alat spektroskopi harus dikalibrasi terlebih dahulu sehingga pita

    yang dihasilkan benar- benar pada frekuensi atau panjang gelombang

    yang sesungguhnya. Kalibrasi harus dilakukan secara standar dengan

    menggunakan film polistiren.

    4. Metode yang digunakan harus sesuai atau tepat. Jika larutan harus

    jelas pelarut, konsentrasi dan tebal selnya.

    Faktor yang mempengaruhi pembacaan pada spektrum Inframerah

    1. Frekuensi di luar daerah pembacaan 4000 400 cm-1

    2. Pita tekukan dan ulur terlalu lemah untuk dibaca

    3. Vibrasi terlalu dekat sehingga bergabung menjadi satu

    4. Keberadaan suatu pita vibrasi yang buruk dari beberapa absorpsi

    pada frekuesi yang sama dalam suatu molekul simetrik.

    5. Kegagalan vibrasi dari suatu molekul karena adanya kekurangan

    pada perubahan dipole molekul.

  • 20

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.6 Kemometrik

    Kemometrik adalah seni mengekstraksi informasi kimia dari data yang

    dihasilkan oleh suatu percobaan kimia (Wold, 1995). Kemometrik menyediakan

    teknik untuk mengurangi data berukuran besar yang diperoleh dari instrumen

    seperti spektrofotometer (Varmuza, 2002). Selanjutnya model ini dapat digunakan

    untuk menduga contoh yang tidak diketahui. Kalibrasi multivariat merupakan

    salah satu bentuk teknik analisis kemometrik yang dapat digunakan untuk

    menentukan campuran dari beberapa senyawa.

    PLS merupakan salah satu teknik kalibrasi multivariat yang sangat luas

    digunakan dalam analisis kuantitatif data spektroskopi dan elektrokimia

    (Abdollahi, et al., 2003). PLS digunakan untuk menduga serangkaian peubah

    dependen dari peubah independen (penduga) yang jumlahnya sangat banyak,

    memiliki struktur sistematik linear atau nonlinear, dengan atau tanpa data yang

    hilang, dan memiliki kolinearitas yang tinggi. Inti dari PLS adalah untuk

    menghitung nilai (score) dari matriks X dan Y dan untuk membuat model regresi

    antara nilai-nilai tersebut.

    Bila jumlah prediktor X jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah

    pengamatan Y, pendekatan regresi akan sulit diterapkan karena adanya

    multikolinearitas pada data. Permasalahan ini diatasi dengan menentukan

    komponen utama dari matriks X, yang selanjutnya digunakan sebagai regresor

    pada Y. Peubah-peubah X yang memiliki korelasi yang tinggi dengan peubah

    respons diberi bobot lebih karena akan lebih efektif dalam perkiraan (Miller dan

    Miller, 1984).

    Parameter-parameter dalam PLS sebagai metode kalibrasi adalah factor,

    loadings dan scores. Model PLS berdasar pada komponen utama dari data

    independen X dan data dependen Y. Kelebihan dari PLS dibandingkan dengan

    regresi berganda adalah dalam mengatasi masalah kolinearitas data, peubah

    penjelas (X) yang banyak, dan juga dapat secara simultan memodelkan beberapa

    peubah respon (Y ) (Wold, 1995).

    Terdapat dua jenis teknik PLS, yaitu PLS-1dan PLS-2. Model PLS-1

    digunakan untuk memprediksi satu peubah tak bebas (Y) dari serangkaian peubah

  • 21

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    bebas (X), sedangkan model PLS-2 digunakan untuk memprediksi peubah tak

    bebas (Y) secara simultan dari serangkaian peubah bebas (X) (Herliana, 2008).

  • 22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 3

    METODE PENELITIAN

    3.1 Alur Penelitian

    Jaringan Lemak Babi

    Preparasi Jaringan

    Lemak Babi

    Minyak Babi Ampas Jaringan

    Formulasi Krim

    Pelembab Wajah

    Analisis Profil Spektrum Minyak

    Babi dan Minyak Inti Sawit (sebagai

    standar) dengan Spektroskopi FTIR

    Dibuang

    Minyak Kelapa Sawit

    Perbandingan Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit dalam

    Formulasi Krim Pelembab Wajah

    Minyak Babi/ Minyak

    Inti Sawit F1 F2 F3 F4 F5 F6

    Minyak Babi (%) 0 20 40 60 80 100

    Minyak Inti Sawit (%) 100 80 60 40 20 0

    Pembuatan Krim

    Pelembab Wajah

    Ekstraksi Minyak

    Analisis Sampel

    Minyak dengan

    Spektroskopi FTIR

    Analisis Data

  • 23

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.2 Waktu dan Tempat

    Analisis deteksi minyak babi dan minyak kelapa sawit dalam formulasi

    krim pelembab menggunakan spektroskopi FTIR dilakukan di Laboratorium

    Phamacy Medicinal Chemistry (PMC), Laboratorium Pharmacy Halal Analysis

    Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dan Laboratorium Pangan Fakultas

    Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, mulai

    Bulan April hingga Agustus 2013.

    3.3 Alat

    Spektroskopi FTIR (Perkin Elmer), Oven (MEMERT), Alat Centrifuge

    (Efendurf), Gelas Ukur (Duran), Spatula (Duran), Penangas Air (MEMERT), Hot

    plate (WIGGEn HAUSER), Timbangan Analitik (AND GH-202), Gelas Piala,

    Batang Pengaduk, Cawan penguap, Kaca arloji, Rotary evaporator, Vortex, Stirer,

    Vial.

    3.4 Bahan

    Jaringan lemak babi, Na2SO4, minyak kelapa sawit, TEA, air, HCl,

    kloroform (CV Pasundan Biotech), gliserin (PT Brataco), asam stearat (PT

    Brataco).

    3.5 Prosedur kerja

    3.5.1 Preparasi Minyak Babi (Rohman dan Che Man, 2009)

    Minyak babi diekstraksi dari jaringan lemak babi (Sus scrofa) yang

    diperoleh dari (RPH) Rumah Pemotongan Hewan PT Dharma Jaya di Kecamatan

    Kapuk, Jakarta Barat Indonesia. Proses perolehan minyak dilakukan dengan

    memanaskan jaringan lemak babi di dalam oven pada suhu 90-1000C selama 2

    jam hingga melebur. Lemak yang telah melebur disaring menggunakan 3 lipatan

    kain katun, kemudian kadar air dihilangkan dengan penambahan Na2SO4 anhidrat

    dan disentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm selama 20 menit. Lapisan minyak

    yang dihasilkan dipisahkan, divorteks dan disentrifugasi kembali. Setelah itu

    minyak disaring dengan kertas saring dan disimpan dalam wadah tertutup rapat.

  • 24

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.5.2 Pembuatan Standar Minyak Babi

    Standar dibuat dengan mencampurkan minyak babi dan minyak inti sawit

    murni dalam perbandingan beberapa konsentrasi.

    Tabel 3.1 Perbandingan Minyak Babi/Minyak Inti Sawit pada Standar

    Minyak Babi/ Minyak Inti

    Sawit F1 F2 F3 F4 F5 F6

    Minyak Babi (%) 0 20 40 60 80 100

    Minyak Inti Sawit (%) 100 80 60 40 20 0

    3.5.3 Penentuan Formulasi Krim

    Setiap 50 gram krim terdiri dari minyak babi/ minyak inti sawit 14 g,

    gliserin 0,5 g, asam stearat 2 g, TEA 0,5 g, air destilasi 33 g. Formulasi tersebut di

    buat berdasarkan Formularium Kosmetik Indonesia. Perbandingan minyak kelapa

    sawit dan minyak babi dalam formulasi krim sebagai berikut :

    Tabel 3.2 Perbandingan Formulasi Minyak Babi/Minyak Inti Sawit dalam Krim

    Pelembab Wajah

    Formulasi Minyak Babi/

    Minyak Inti Sawit F1 F2 F3 F4 F5 F6

    Minyak Babi (%) 0 20 40 60 80 100

    Minyak Inti Sawit (%) 100 80 60 40 20 0

    3.5.4 Pembuatan Krim Pelembab Wajah

    Pembuatan krim pelembab wajah dilakukan dengan meleburkan fase air

    yang terdiri dari trietanolamin (TEA), gliserin dan air pada suhu 70C . Fase

    minyak yang terdiri dari asam stearat dan minyak babi/minyak inti kelapa sawit

    dileburkan pula pada suhu 70C. Fasa minyak yang telah melebur, ditambahkan

    ke dalam fase air dan diaduk dengan pengaduk magnetik selama 30 menit hingga

    mencapai suhu ruang. Krim yang diperoleh selanjutnya dilakukan ekstraksi cair-

    cair untuk mengekstrak minyak dari formulasi krim.

  • 25

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.5.5 Evaluasi Homogenitas Krim Pelembab Wajah

    Evaluasi homogenitas dilakukan dengan mengoleskan tipis krim

    pelembab wajah diatas kaca objek dan ditutup dengan penutup kaca.

    3.5.6 Ekstraksi Lemak (Rohman, 2011)

    10 gram sampel krim ditambahkan 1 ml HCl pekat dan 9 ml air

    kemudian dikocok kuat. Hasil filtrat dipindahkan ke dalam corong pemisah dan

    diekstraksi menggunakan 3 x 15 ml kloroform. Ekstrak kloroform yang telah

    tercampur, diuapkan dengan memasukkan ke dalam labu evaporator 250 ml untuk

    diuapkan dengan rotari evaporator pada suhu 40C hingga kloroform habis

    sempurna. Ekstraksi minyak yang dihasilkan dimasukkan ke dalam vial dan

    ditambahkan kloroform hingga mencapai volume 25 ml. Kandungan minyak babi

    selanjutnya ditentukan dengan menggunakan FTIR spektrometer.

    3.5.7 Pengujian Sampel dengan Spektroskopi FTIR

    Sampel ditempatkan pada plat dengan suhu lingkungan yang terkontrol.

    Analisis dibuat pada frekuensi 4000 400 cm-1 dengan resolusi 4 cm-1 dan 32

    scanning. Setiap selesai pengukuran, plat dibersihkan dengan n-heksan sebanyak

    dua kali dan aseton hingga tidak ada minyak yang tertinggal, lalu dikeringkan

    dengan tissu. Setelah proses scan, spektrum udara diambil. Pengukuran dilakukan

    sebanyak tiga kali.

    3.5.8 Analisis Data

    Analisa menggunakan sofware The UnscrambleX versi 10.3 CAMO

    Software AS. Nekre Vollgate 8 dan Minitab 15.1.30.0.

  • 26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Preparasi Minyak Babi

    Lemak babi diperoleh dari (RPH) Rumah Pemotongan Hewan yang

    berlokasi di Kecamatan Kapuk, Jakarta Barat pada Tanggal 10 April 2013.

    (a) (b)

    Gambar 4.1 (a) lemak babi dan (b) minyak babi yang dihasilkan

    Gambar 4.1 (a) adalah gambar lemak babi bagian dinding perut dan (b)

    gambar minyak babi yang telah dihasilkan melalui proses rendering lemak babi.

    Lemak babi bagian dinding perut merupakan bagian yang memiliki kualitas lemak

    terbaik (Belitz dan Grosch, 1987). Lemak babi sebanyak 2 kg menghasilkan 554

    ml minyak babi. Minyak babi yang dihasilkan berwarna putih bening. Pada suhu

    ruang setelah 24 jam minyak babi menghasilkan endapan kristal seperti pada

    gambar 4.2.

    Gambar 4.2 Minyak Babi yang Mengalami Kristalisasi

    Pada gambar di atas minyak babi membentuk dua lapisan, lapisan satu

    berwarna putih bening dan lapisan dua berupa endapan kristal berwarna putih.

    Sifat pada lapisan dua dinamakan sifat plastis. Substansi yang mempunyai sifat

    plastis akan berubah bentuk jika ditekan dan tetap pada bentuk terakhirnya serta

    Lapisan satu

    Lapisan dua

  • 27

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    tidak akan kembali pada bentuk asalnya. Plastisitas lemak disebabkan karena

    lemak merupakan campuran trigliserida yang masing-masing mempunyai titik cair

    sendiri-sendiri (Gaman dan Sherrington, 1994).

    4.2 Pembuatan Krim Pelembab Wajah dan Evaluasi

    Pada proses pembuatan krim pelembab wajah, masing-masing bahan

    memiliki fungsi yang berbeda-beda, di antaranya adalah sebagai berikut: minyak

    babi/minyak inti sawit sebagai basis minyak, gliserin sebagai humectant/

    pelembab, asam stearat dan TEA sebagai zat pengemulsi (Sheskey, 2006). Krim

    yang dibuat terdiri dari enam formula dengan variasi perbandingan konsentrasi

    minyak babi/minyak inti sawit. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan

    serapan spektrum FTIR dari minyak babi pada masing-masing formulasi krim

    pelembab wajah.

    Evaluasi homogenitas krim dengan cara dioleskan pada kaca objek dan

    dilihat penyebaran komposisi di dalamnya. Hasil evaluasi dapat dilihat pada

    gambar 4.3.

    Minyak Babi/ Minyak

    Inti Sawit (%) Evaluasi Homogenitas Gambar

    0 : 100 Homogen

    20 : 80 Homogen

    40 : 60 Homogen

  • 28

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    60 : 40 Homogen

    80 : 20 Homogen

    100 : 0 Homogen

    Gambar 4.3 Evaluasi Homogenitas pada Krim Pelembab Wajah

    Gambar di atas adalah hasil evaluasi krim pelembab wajah yang meliputi

    pemeriksaan homogenitas. Tujuan evaluasi ini adalah untuk mengetahui

    homogenitas pencampuran komponen di dalam krim pelembab wajah. Semakin

    homogen pencampuran bahan dalam krim, maka akan semakin homogen pula

    minyak yang terkandung di dalam cuplikan sampel krim yang digunakan untuk

    proses ekstraksi. Terlihat dari gambar 4.3 di atas bahwa setiap komponen dalam

    krim pelembab wajah telah tersebar secara merata atau homogen.

    Proses ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi cair-cair karena zat yang

    diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk cair dan pelarut yang

    digunakan adalah pelarut cair. Krim ditambahkan 1 ml HCl pekat dan 9 ml air.

    Fungsi dari HCl dalam perlakuan ini adalah untuk memutus ikatan emulsifier

    yang terdapat di dalam krim membentuk tegangan permukaan antara fase minyak

    dan fase air, sehingga kedua fase tersebut dapat terpisahkan. Proses ekstraksi cair-

    cair terdiri dari dua tahap. Tahap pertama pencampuran secara intensif bahan

    ekstraksi dengan pelarut dan tahap kedua pemisahan kedua fasa cair itu

    sesempurna mungkin. Pelarut yang digunakan dalam mengekstraksi minyak

    adalah kloroform. Kloroform bersifat semi polar dan minyak bersifat non polar,

  • 29

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    sehingga minyak dapat mudah larut di dalam kloroform dan mudah dipisahkan

    kembali pada proses penguapan dengan menggunakan rotary evaporator.

    4.3 Pengujian Sampel dan Analisis Spektrum FTIR

    Minyak hasil ekstraksi diuji dengan menggunakan spektroskopi FTIR.

    Spektroskopi FTIR dapat mendeteksi minyak babi secara cepat dengan hasil

    konsisten karena FTIR dapat memberikan hasil analisa asam lemak dari minyak

    babi yang tercampur dengan minyak lainnya (Irwandi, 2003).

    Tabel 4.1 Gugus Fungsi Dari Puncak Absorbsi Dalam Spektrum FTIR dari

    Minyak Babi dan Minyak Inti Kelapa Sawit

    Frekuensi Gugus Fungsi Jenis Vibrasi

    (a) 3007 cm-1 =C-H (cis) Stretching

    (b) 2922 cm-1 -CH-H (CH2) Stretching asymetric

    (c) 2852 cm-1 -C-H (CH3) Stretching symetric

    (d) 1740 cm-1 -C=O (ester) Stretching

    (e) 1465 cm-1 -C=H (CH2) Bending

    (f) 1375 cm-1 -C-H (CH3) Bending symetric

    (g) 1235 cm-1 C-O ester (stretching)

    (h) 1160 cm-1 -C-O

    -CH2-

    Stretching

    Bending

    (i) 1117 cm-1 C-O Stretching

    (j) 1098 cm-1 C-O Stretching

    (k) 721 cm-1 -CH=CH- (cis) Bending

    Sumber : Guillen dan Cabo, 1997

    Suatu molekul akan menyerap sinar Inframerah pada frekuensi tertentu

    jika di dalam molekul terdapat transisi tenaga. Transisi yang terjadi di dalam

    serapan infra merah berkaitan dengan perubahan-perubahan vibrasi di dalam

    molekul. Seperti pada Tabel 4.1 pita daerah 3000 cm-1

    mempunyai frekuensi yang

    tepat sama dengan ikatan CH yang mengalami vibrasi stretching/rentangan.

    Itulah sebabnya pita daerah tersebut disebut dengan serapan CH stretching.

  • 30

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Ikatan terisolasi CH hanya mempunyai satu frekuensi stretching, tetapi

    vibrasi dari ikatan-ikatan CH dalam gugus CH2 bergabung bersama-sama untuk

    menghasilkan dua vibrasi gabungan yaitu frekuensi berbeda dari anti simetri

    (asymetric) dan simetri. Hal tersebut terjadi pada metilen CH2 dan metil (CH3)

    di daerah 2922 cm-1

    (asymetric) - 2852 (symetric) cm-1

    . Metilen dan metil terlihat

    pula pada serapan di daerah 1465 cm-1

    dan 1375 cm-1

    dengan vibrasi bending

    (Pavia, et al, 2001).

    Absorbsi gugus karbonil terlihat dengan adanya pita kuat pada 1700 cm-1

    dan dihubungkan dengan vibrasi rentangan/ stretching dari ikatan C=O sehingga

    dapat dinyatakan C=O muncul pada daerah 1700 cm-1

    . Pita sekitar 1400 cm-1

    sesuai dengan frekuensi vibrasi bending dari ikatan-ikatan CH dan disebut

    serapan-serapan bending. Pita pada daerah 1235, 1160, 1117, 1098 dan 721 cm-1

    dihasilkan dari overlapping metilen dengan vibrasi rocking dan vibrasi bending

    dari olefin cis disubtitusi (Guillen dan Cabo, 1997).

    Gambar 4.4 Perbedaan Spektrum FTIR dari Standar Minyak Babi dan Minyak

    Inti Sawit. (a) dan (d) serapan pada daerah 3009 cm-1

    , sedangkan (b),

    (c), dan (d) serapan pada daerah 1117 1099 cm-1

    Berdasarkan hasil serapan spektroskopi FTIR, terlihat bahwa spektra FTIR

    dari minyak secara umum menunjukkan perbedaan signifikan pada serapan 3009

    cm-1

    dan 1117-1099 cm-1

    (Gambar 4.4). Minyak babi memiliki bilangan iodin

    lebih tinggi dari pada minyak inti sawit (Tabel 4.2). Semakin tinggi bilangan iodin

    suatu minyak, maka semakin tinggi pula kandungan asam lemak unsaturasi/asam

    4000.0 3000 2000 1500 1000 800.0

    cm-1

    A

    MS 100 : LD 0

    MS 0 : LD 100Minyak Babi

    Minyak Inti

    Sawit

    (a) (b)

    (e)

    (d)

    (c)

  • 31

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    lemak tak jenuh di dalam minyak tersebut sehingga menunjukkan serapan pada C-

    H stretching dari cis double bound C=H di daerah 3009 cm-1

    .

    Tabel 4.2 Komposisi Asam Lemak dari Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit

    Asam Lemak Minyak Babi

    (%)1

    Minyak Inti Sawit

    (%)2

    Bilangan Iodin 45 21,0

    Asam Lemak Jenuh

    Asam Laurat (C12) 0,1 45,0

    Asam Miristat (C14) 1,5 13,0

    Asam Palmitat (C16) 26 9,0

    Asam Stearat (C18) 13,5 3,0

    Asam Lemak Tak Jenuh

    Asam Oleat (C18:1) 43,9 19,0

    Asam Linoleat (C18:2) 9,5 2,0

    Asam Linolenat (C18:3) 0,4

    Sumber : 1 OBrien, 2009 dan 2 Ketaren, 1986

    Gambar 4.5 Perbedaan Spektrum FTIR Standar Minyak Babi dan Minyak Inti

    Sawit Pada Beberapa Konsenterasi.

    Minyak babi kaya akan asam lemak tak jenuh seperti asam linoleat, asam

    linolenat dan asam oleat sehingga serapan minyak babi pada daerah 3009 cm-1

    lebih tinggi dibandingkan dengan minyak inti sawit yang hanya memiliki

    4000.0 3000 2000 1500 1000 800.0

    cm-1

    A

    MS 100 : LD 0

    MS 80 : LD 20

    MS 60 : LD 40

    MS 40 : LD 60

    MS 20 : LD 80

    MS 0 : LD 100MB 100% : MIS 0 %

    MB 80% : MIS 20 %

    MB 60% : MIS 40 %

    MB 40% : MIS 60 %

    MB 20% : MIS 80 %

    MB 0% : MIS 100 %

  • 32

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    kandungan asam linoleat dan asam oleat (Rohman et al, 2012 dan Ketaren,1986).

    Hal tersebut diperkuat dengan Gambar 4.5 bahwa semakin bertambah konsentrasi

    minyak babi dalam minyak inti sawit, maka akan bertambah tinggi pula serapan di

    daerah 3009 cm-1

    .

    Pada spektrum sampel krim pelembab wajah, absorbansi yang dihasilkan

    memeliki nilai lebih tinggi dari pada absorbansi pada standar, hal tersebut dapat

    terjadi karena sampel krim pelembab wajah memiliki kandungan sama lemak

    tambahan yaitu asam stearat yang berfungsi sebagai emulgator pada pembuatan

    krim pelembab wajah sehingga serapan pada sampel pun menjadi lebih tinggi dari

    pada standar yang hanya terdiri dari campuran minyak babi dan minyak inti sawit.

    Gambar 4.6 Spektum Minyak Babi dan Minyak Inti Kelapa Sawit dalam Krim

    Pelembab Wajah. Serapan pada daerah (a) 1119,43 dan (b) 1097,19

    cm-1

    Perbedaan serapan yang signifikan terlihat pada daerah 1120-1096 cm-1

    (Gambar 4.6). Pada daerah tersebut, sampel krim minyak babi menunjukkan

    adanya overlaping dari dua peak dengan absorbansi maksimum yang sama pada

    gelombang 1119,43 dan 1097,19 cm-1

    . Berbeda dengan pola spektrum yang

    dihasilkan pada sampel krim minyak inti sawit, bahwa sampel minyak inti sawit

    hanya memiliki satu serapan pada daerah 1119,43 cm-1

    . Hal ini mengindikasikan

    adanya perbedaan kandungan asam lemak pada kedua sampel minyak tersebut.

    4000.0 3000 2000 1500 1000.0

    cm-1

    A Krim Minyak

    Babi

    Krim Minyak Inti

    Sawit

    (b) (a)

  • 33

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Data tersebut dapat dikaitkan dari hasil penelitian yang telah

    dipublikasikan bahwa pada minyak babi, asam lemak jenuh (saturasi acyl group)

    dan asam oleat memiliki jumlah yang sama sehingga terlihat adanya dua puncak

    sama tinggi pada daerah 1119,43 dan 1097,19 cm-1

    (Guillen dan Cabo, 1997).

    Sedangkan pada minyak inti sawit yang kaya akan asam lemak jenuh hanya

    memiliki satu serapan pada daerah 1119,43 cm-1

    .

    Pada spektrum FTIR dengan berbagai konsentrasi minyak babi dalam krim

    pelembab wajah (Gambar 4.7) menunjukkan bahwa semakin ditambahkan

    konsentrasi minyak babi dalam krim pelembab wajah tersebut, maka semakin

    terlihat adanya dua puncak/overlaping pada daerah 1119,43 dan 1097,19 cm-1

    .

    Gambar 4.7 Spektum Minyak Babi dan Minyak Inti Kelapa Sawit dalam Krim

    Pelembab Wajah

    4.4 Analisis Data Kemometri

    Hasil Spektroskopi FTIR ini disempurnakan dengan adanya Kemometri.

    Kemometri adalah seni mengekstraksi informasi kimia dari data yang dihasilkan

    oleh suatu percobaan kimia (Wold, 1995). Dengan adanya kemometri, data

    berukuran besar yang diperoleh dari instrumen seperti spektrofotometer dapat

    diperkecil (Varmuza, 2002). Teknik spektroskopi FTIR yang digabungkan dengan

    kemometri dapat digunakan sebagai metode alternatif untuk pencirian atau

    diferensiasi kedua jenis minyak yang terdapat dalam sampel. Kemometrik yang

    digunakan pada penelitian ini adalah PCA (Principle Component Analysis) dan

    4000.0 3000 2000 1500 1000 800.0

    cm-1

    A

    MS 80 : LD 20

    MS 0 : LD 100

    MS 20 : LD 80

    MS 40 : LD 60

    MS 60 : LD 40

    MS 100 : LD 0

  • 34

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    PLS (Partial Least Squares) pada daerah serapan 3020 2850 cm-1 dan 1400

    650 cm-1

    .

    PCA (Principle Componen Analysis) adalah sebuah teknik yang berfungsi

    untuk mengurangi jumlah data. PCA dapat digunakan untuk mengelompokkan

    data sampel dan mencari komponen utama (principle component) dari

    serangkaian data. Untuk meminimalisir terjadinya kesalahan akibat jumlah data

    spektroskopi FTIR yang cukup banyak dan bervariasi, maka hanya sepuluh titik

    nilai absorbansi FTIR yang digunakan untuk analisis data menggunakan kemom

    etrik. Sepuluh titik yang dipilih adalah antara daerah serapan 3020 2850 cm-1

    dan 1400 650 cm-1 karena pada daerah tersebut dapat dilihat perbedaan

    spektrum FTIR minyak babi dan minyak inti sawit yang sangat signifikan.

    Tabel 4.3 Nilai Absorbansi Spektroskopi FTIR pada Standar Minyak Babi dan

    Minyak Inti Sawit

    Nilai absorbansi dari spektroskopi FTIR di sepuluh titik serapan diolah

    dengan menggunakan metode PCA dan PLS. Nilai absorbsi tersebut dapat dilihat

    pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Sepuluh titik yang diambil yaitu pada daerah 3009

    cm-1

    , 2922 cm-1

    , 2852 cm-1

    , 1740 cm-1

    , 1465 cm-1

    , 1163 cm-1

    , 1117 cm-1

    , 1097

    cm-1

    , 760 cm-1

    dan 667 cm-1

    .

    Formulasi 1 2 3 4 5 6

    Konsentrasi Minyak Babi/ 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

    Minyak Inti Sawit 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0

    Nil

    ai

    Ab

    sorb

    an

    si p

    ad

    a

    Sp

    ektr

    osk

    op

    i F

    TIR

    (cm

    -1)

    3009 0,25 0,23 0,83 0,8 0,84 0,81

    2922 0,75 0,67 1,85 1,47 1,32 1,56

    2852 0,69 0,57 1,54 1,38 1,23 1,28

    1740 0,78 0,62 1,6 1,45 1,31 1,27

    1465 0,45 0,33 0,96 0,99 0,96 0,85

    1163 0,65 0,48 1,24 1,23 1,14 1

    1117 0,49 0,36 0,97 0,96 0,93 0,83

    1098 0,42 0,33 0,73 0,93 0,91 0,82

    760 0,76 0,62 2,01 1,54 1,57 1,69

    667 0,23 0,19 0,8 0,75 0,78 0,73

  • 35

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Tabel 4.4 Nilai Absorbansi Spektroskopi FTIR pada Sampel Krim Pelembab

    Wajah

    Gambar 4.8 Scores PCA Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit Pada Formulasi

    Krim Pelembab Wajah

    Formulasi 1 2 3 4 5 6

    Konsentrasi Minyak Babi/ 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

    Minyak Inti Sawit 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0

    Nil

    ai

    Ab

    sorb

    an

    si p

    ad

    a

    Sp

    ektr

    osk

    op

    i F

    TIR

    (cm

    -1)

    3009 0,19 0,7 0,69 0,67 0,66 0,66

    2922 0,31 0,96 0,81 0,78 0,79 0,76

    2852 0,24 0,81 0,73 0,7 0,7 0,69

    1740 0,22 0,78 0,7 0,7 0,7 0,68

    1465 0,16 0,66 0,65 0,65 0,64 0,63

    1163 0,19 0,71 0,68 0,67 0,66 0,64

    1117 0,17 0,68 0,67 0,65 0,65 0,63

    1098 0,17 0,66 0,67 0,65 0,64 0,63

    760 0,86 1,85 0,76 1,72 1,74 1,6

    667 0,21 0,71 0,73 0,69 0,7 0,67

  • 36

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Hasil dari analisis PCA berupa score, loadings dan factor. Hasil score dari

    PCA dapat dilihat pada Gambar 4.8. Gambar tersebut menunjukkan adanya empat

    kuadran permisalan yang dapat membedakan minyak babi dan minyak inti sawit.

    Pada gambar 4.8 MB diisyaratkan untuk minyak babi. Sampel krim pelembab

    wajah dengan konsenterasi minyak babi 0% terletak pada kuadran I, sedangkan

    sampel krim pelembab wajah dengan konsenterasi minyak babi 20% terletak di

    daerah kuadran III dan sampel krim pelembab wajah lainnya yang telah

    dikombinasikan dengan beberapa konsentrasi minyak babi terletak jauh secara

    berkelompok di daerah kuadran IV.Gambar tersebut dapat membuktikan bahwa

    minyak inti sawit dan minyak babi dapat dibedakan secara berkelompok. Semakin

    tinggi konsentrasi minyak babi, maka akan semakin berkumpul pada satu titik di

    dalam suatu kuadran dan menandakan bahwa kelompok tersebut merupakan

    kelompok minyak dengan jenis yang sama.

    Gambar 4.9 Loadings PCA Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit

    Pada Gambar 4.9 merupakan loadings yang berfungsi untuk mengetahui

    nilai absorbansi pada FTIR yang sangat berpengaruh terhadap pengelompokan

    antara minyak babi dan minyak inti sawit. Nilai absorbansi dapat disimbolkan

    dengan titik-titik biru yang menyebar di sekitar garis tengah. Semakin jauh jarak

    suatu titik dari garis tengah, maka semakin berpengaruhlah titik absorbansi

    tersebut terhadap pengelompokan ini. Dilihat dari Gambar 4.9 bahwa nilai

    absorbansi yang sangat berpengaruh terhadap pengelompokan minyak babi dan

    minyak kelapa sawit adalah 2922 cm-1

    dan 1098 cm-1

    .

  • 37

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Gambar 4.10 Bi-Plot PCA Minyak Babi dan Minyak Inti Sawit Dalam Formulasi

    Krim Pelembab Wajah. Keterangan Gambar : scores dan

    loading

    Bi-Plot merupakan hubungan antara nilai scores dan loadings minyak babi

    dan minyak inti sawit (Gambar 4.10). Semakin dekat jarak titik score dengan titik

    loading maka kedua titik tersebut saling mempengaruhi. Seperti pada titik

    loadings 1163 cm-1

    , 1117 cm-1

    , 3009 cm-1

    , 1098 cm-1

    memiliki jarak yang sangat

    dekat dengan titik scores MB 100%, MB 80%, MB 60% dan MB 40%, hal

    tersebut dapat diartikan bahwa titik loadings 1163 cm-1

    , 1117 cm-1

    , 3009 cm-1

    ,

    1098 cm-1

    mempengaruhi pengelompokan pada titik scores MB 100%, MB 80%,

    MB 60% dan MB 40% dan juga perbedaan-perbedaan signifikan pada hasil

    spektroskopi FTIR antara minyak babi dan minyak inti sawit terjadi pada daerah

    titik loadings tersebut.

    4.5 Kalibrasi dan Validasi Metode Analisis dalam Formulasi Krim

    Pelembab Wajah

    Metode PLS digunakan untuk menemukan hubungan antara matriks X

    (prediksi) dan Y (respon) untuk membuat prediksi Y di dalam fungsi X. Matriks

    X mengandung data yang dihasilkan dari pengukuran absorbansi minyak babi dari

    spektroskopi FTIR dan matriks Y mengandung data dari konsentrasi minyak babi

    di dalam formulasi krim pelembab wajah (Tabel 4.2), dapat dilihat pada Gambar

    4.11 dan Gambar 4.12.

  • 38

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Gambar 4.11 Hubungan Antara Standar Konsentrasi Minyak Babi (x-axis) dan

    Nilai Prediksi FTIR Standar Minyak Babi (y-axis) Menggunakan

    Kalibrasi PLS pada Daerah Serapan 3020 2850 cm-1 dan 1400m 650 cm

    -1.

    Gambar 4.12 Hubungan Antara Nilai Konsentrasi Standar Minyak Babi (x-axis)

    dan Nilai Prediksi FTIR Standar Minyak Babi (y-axis)

    Menggunakan Validasi PLS pada Daerah Serapan 3020 2850 cm-1 dan 1400m 650 cm-1.

    Kedua gambar tersebut (Gambar 4.11 dan Gambar 4.12) menunjukkan

    linearitas hubungan antara nilai prediksi FTIR standar minyak babi dengan

    y = 1.0007x - 0.0007 R = 0.9999

    -0.2

    0

    0.2

    0.4

    0.6

    0.8

    1

    1.2

    0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

    Nila

    i Pre

    dik

    si F

    TIR

    Min

    yak

    Bab

    i

    Konsentrasi Minyak Babi

    y = 0.8858x + 0.1004 R = 0.8205

    0

    0.2

    0.4

    0.6

    0.8

    1

    1.2

    0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

    Nila

    i Pre

    dik

    si F

    TIR

    Min

    yak

    Bab

    i

    Konsentrasi Minyak Babi

  • 39

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    konsentrasi standar minyak babi yang menggunakan Kalibrasi dan Validasi PLS

    dengan persamaan linear y = 1,0007x - 0,0007 dan y = 0,8858x + 0,1004

    sedangkan nilai R2 = 0,9999 dan R = 0,8205. Kesimpulan nilai kebaikan kalibrasi

    dan validasi model PLS dapat di lihat pada Tabel 4.5.

    Tabel 4.5 Nilai Kebaikan Kalibrasi dan Validasi Metode PLS pada Standar

    Model Kalibrasi Validasi

    R2 0,9999 0,8205

    Korelasi 0,9999 0,903327

    RMSEC 1,2883 e-04

    -

    RMSECV - 0,1521187

    SEC 1,4113 e-04

    -

    SECV - 0,178578

    Bias -1,7385-08

    -

    Kesalahan kalibrasi meliputi akar dari kuadrat rataan kesalahan kalibrasi

    (RMSEC) sebesar 1,2883 e-04

    , akar kesalahan kalibrasi (SEC) sebesar 1,4113 e-04

    dan bias, sedangkan kesalahan validasi meliputi kuadrat rataan kesalahan validasi

    (RMSECV) sebesar 0,1521187, kuadrat kesalahan prediksi (SECV) sebesar

    0,178578 dan bias.

    Sedangkan Hubungan antara nilai prediksi FTIR minyak babi dengan

    konsentrasi minyak babi yang terdapat di dalam krim pelembab wajah dapat

    dilihat pada Gambar 4.13 dan 4.14. Kalibrasi dan Validasi PLS pada krim

    pelembab wajah menghasilkan persamaan linear y = 0,9856x + 0,0086 dengan R

    = 0,9856 dan y = 1,0797x-0,0634 dengan R = 0,9585.

    Kesalahan kalibrasi meliputi akar dari kuadrat rataan kesalahan kalibrasi

    (RMSEC) sebesar 0,1067454, akar kesalahan kalibrasi (SEC) sebesar 0,119345

    dan bias, sedangkan kesalahan validasi meliputi kuadrat rataan kesalahan validasi

    (RMSECV) sebesar 0,1606254, kuadrat kesalahan prediksi (SECV) sebesar

    0,1773593 dan bias. Nilai kuadrat rataan kesalahan validasi/Root Mean Square

    Error of Cross Validation (RMSECV) yang relatif rendah mengindikasikan

    bahwa Spektroskopi FTIR cukup dipercaya untuk dapat menganalisa campuran

  • 40

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    minyak babi dalam minyak inti sawit pada krim pelembab wajah. Kesimpulan

    nilai kebaikan kalibrasi dan validasi model PLS dapat di lihat pada Tabel 4.6.

    Gambar 4.13 Hubungan Antara Konsentrasi Minyak Babi (x-axis) dan Nilai

    Prediksi FTIR Minyak Babi (y-axis) Pada Formulasi Krim

    Pelembab Wajah Menggunakan Kalibrasi PLS pada Daerah

    Serapan 3020 2850 cm-1 dan 1400m 650 cm-1.

    Gambar 4.14 Hubungan Antara Standar Konsentrasi Minyak Babi (x-axis) dan

    Nilai Prediksi FTIR Minyak Babi (y-axis) Pada Formulasi Krim

    Pelembab Wajah Menggunakan Kalibrasi PLS pada Daerah

    Serapan 3020 2850 cm-1 dan 1400 650 cm-1.

    y = 0.9856x + 0.0086 R = 0.9856

    0

    0.2

    0.4

    0.6

    0.8

    1

    1.2

    0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

    Nila

    i Pre

    dik

    si F

    TIR

    Min

    yak

    Bab

    i

    Konsentrasi Minyak Babi

    y = 1.0797x - 0.0635 R = 0.9585

    0

    0.2

    0.4

    0.6

    0.8

    1

    1.2

    0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

    Nila

    i Pre

    dik

    si F

    TIR

    Min

    yak

    bab

    i

    Konsentrasi Minyak babi

  • 41

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Tabel 4.6 Nilai Kebaikan Kalibrasi dan Validasi Metode PLS pada Sampel

    Model Kalibrasi Validasi

    R2 0,9856 0,9585

    Korelasi 0,9260495 0,8293031

    RMSEC 0,1067454 -

    RMSECV - 0,1606254

    SEC 0,119345 -

    SECV - 0,1773593

    Bias -4,4703e -08

    -0,0252083

    Validasi metode dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat,

    spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang dianalisis. Suatu metode

    analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter

    kerjanya cukup mampu untuk mengatasi masalah analisis. Selanjutnya dilakukan

    uji batas deteksi (Limit of Detection, LOD) minyak babi dalam krim pelembab

    wajah. LOD dihitung berdasarkan standar deviasi (SD) respon dan kemiringan

    atau slope kurva baku yang mendekati LOD. Sesuai dengan rumus dibawah ini.

    LOD = (y LOD* Intersept) / Slope

    *y LOD = intersept + 3 Sb

    = (intersept + 3 Sb intersept)/ Slope

    = 3 Sb / Slope

    = 3 . 0,119345 / 0,8575677

    = 0,41750057 = 41%

    Batas deteksi didefinikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel

    yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Dari hasil

    perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa spektroskopi FTIR mampu

    mendeteksi kandungan minyak babi dalam formulasi krim pelembab wajah

    hingga konsentrasi 41%.

  • 42 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 5

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Spektroskopi FTIR dikombinasikan dengan kemometrik PLS mampu

    menganalisis deteksi minyak babi yang telah dicampurkan minyak inti sawit

    sebagai basis minyak pada krim pelembab wajah. Perbedaan signifikan hasil

    Spektroskopi FTIR terlihat pada daerah 3009 cm-1

    dan daerah 1117 1099 cm-1

    Penentuan nilai koefisien hubungan antara konsentrasi minyak babi (x-axis) dan

    nilai prediksi FTIR minyak babi (y-axis) yaitu dengan kalibrasi dan validasi PLS

    pada krim pelembab wajah menghasilkan persamaan linear y = 0,9856x + 0,0086

    dengan R = 0,9856 dan y = 1,0797x-0,0634 dengan R = 0,9585. LOD (Limit of

    Detection) yang diperoleh adalah 41%

    5.2 Saran

    Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk dapat menggunakan

    formulasi krim pelembab wajah yang lebih komplek dan diteruskan untuk

    mendeteksi kandungan minyak babi didalam formulasi krim kosmetik yang

    terdapat di pasaran.

  • 43

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdollahi H, Shariat P, Mohammad RK. (2003). Simultaneous

    spectrophotometric determination of iron, cobalt, and copper by partial

    least square calibration method in micellar medium. I J P R :207-212.

    Annonim, (2012). The Malaysian Palm Oil Sector Overview.

    Annonim, (2001). Cosmetic Ingredient Review. International Journal of

    Toxicology , 20 (Suppl. 2): 5764

    Ansel, Howard. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Ed.IV . Jakarta :

    Penerbit Universitas Indonesia (UI Press)

    Basiron Y. 2005. Palm Oil. Di dalam: Fereidoon Shahidi (ed). Baileys Industrial Oil and Fat Products. Sixth Edition, Volume 2. Hoboken,

    New Jersey Wiley-Interscience: John Wiley & Sons, Inc., pp 333-429

    Belitz, H. D., Grosch, W. 1989. Food Chemistry. Canada : Spinger Verlag.

    Che Man, Y.B., Syahariza, Z.A., Mirghani, M.S.S., Jinap, S., & Bakar, J. (2005).

    Analysis of potential lard adulteration in chocolate and chocolate

    products using Fourier transform infrared spectroscopy. Food Chem, 90,

    815- 819

    Che Man, Y.B., Rohman, A., Mansor, Y.S.T. (2011). Differentiation of Lard

    From Other Edible Fats and Oils by means of Fourier Transform Infrared

    Spectroscopy and Chemometrics. J Am Oil Chem Sos, 88, 187- 192

    Che Man, Y. B., Mirghani, M. E. S. (2001). Detection of Lard Mixed with Body

    Fats of Chicken, Lamb, and Cow by Fourier Transform Infrared

    Spectroscopy. JAOCS, 78, 7

    Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia ed III.

    Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia ed IV.

    Food and Drug Administration. (2006) Alphabetical List of SCOGS Substances,

    Retrieved from www v dms/opascogc, 15th October 2011

    Gaman, P., Sherrington, K., (1994). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan,

    Nutrisi dan Mikrobiologi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

    George, W.O., P.S. Mcintyre. (1987). Infrared spectroscopy : Analytical

    Chemistry by Open Learning. London : John Wiley and Sons.

  • 44

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Guillen, M.D. and Cabo, N. (1997) Characterization of edible oils and lard by

    Fourier transform infrared spectroscopy. Relationships between

    composition and frequency of concrete bands in the fingerprint region. J.

    Am. Oil Chem. Soc. , 74: 12811286.

    Guston, F.D. (2011). Review market: Palm Oil. Lipid Technology, 9, 216.

    Irwandi J., Saced M.E., Torla, H., and Zaki, M., Determination of Lard in Mixture

    of Body Fats of Mutton and Cow by Fourier Transform Infrared

    Spectroscopy, J. Oleo Sci., Vol 52, No. 12, 633-638, 2003.

    Ketaren, S. (1986). Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Penerbit Universitas

    Indonesia (UI Press).

    Khopkar, S.M. (2002). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

    Lukit i ih E, S h M, Purw t , R hm A (2012) Quantitative Analysis of Lard in Cosmetic Lotion Formulation Using FTIR Spectroscopy and

    Partial Least Square Calibration. J Am Oil Chem Soc, 89, 1537- 1543

    Manaf, M.A., Che Man, Y.B., Hamid, N.S., Ismail, A., And Abidin, S.Z. (2006).

    Analysis Of Adulteration Of Virgin Coconut Oil By Palm Kernel Olein

    Using Fourier Transform Infrared Spectroscopy. Journal of Food Lipids

    14: 111121

    Miller, J.N., Miller, J.C. (2005). Statistics and Chemometrics for Analytical

    Chemistry. Inggris : Pearson Education Limited.

    OBrie , Ri h r (2009) Fats and Oils Third Edition. USA : CRC Press Taylor & Francis Group.

    Pavia, D., Lapman, G., Kriz, G .(2001). Introduction to Spectroscopy. USA :

    Thomson Learning Academic.

    Pare, J.R, Belanger, J. M. (1997). Instrumental Methods In Food Analysis.

    Amsterdam : Elsevier science.

    Paye, Marc., Barel, Andre., Maibach, Howard. (2001). Handbook of Cosmeutical

    Science and Technology, 151-152

    Regenstein JM, Chaudry MM, Regenstein CE. (2003). The kosher and halal food

    laws. Compr Rev Food Sci Food Saf , 2, 111127

    Rohman, A., Kuwat, T., Retno, S., Sismindari., Yuny, E., and Tridjoko, W.

    (2012). Fourier Transform Infrared Spectroscopy applied for rapid

    analysis of lard in palm oil. International Food Research Journal, 19 (3),

    1161-1165

  • 45

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Rohman, A., Che Man, Y.