MEDISINA edisi 14

Embed Size (px)

Citation preview

Edisi 14/ Vol. VI/Desember 2011 - Februari 2012

KAN D A PATD CP NA M E D I S IP 1 SK

PHARMACIST IS A NOBLE JOBS ORIENTASI PADA PENGUATAN PROFESI KEMBALIKAN PROFESI APOTEKER KE FITRAHNYACATATAN KONGRES ILMIAH KE XIX & RAKERNAS IAI 2011 DI MANADOPD IAI BALI

RUMONDANG MARIA

MENYONGSONG WAJAH BARU APOTEKER INDONESIA

DARI REDAKSI

Media Informasi Farmasi Indonesia ISSN : 2088-2610

Majalah MEDISINA Media Infor masi Farmasi Indonesia merupakan media komunikasi yang diterbitkan oleh Pengurus Pusat IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) melalui PT. ISFI Penerbitan. MEDISINA terbit setiap tiga bulan sekali pada minggu pertama. Pelindung : Drs. M. Dani Pratomo, Apt., Redaktur Kehormatan: Drs. Nurul Falah EP, Apt. Drs. Saleh Rustandi, Apt. Drs. Masrial Mahyudin., Apt. Drs. Pre Agusta Siswantoro, Apt. Drs. Djoko Suyono, Apt Dra. Meinarwati, Apt. Prof. DR. Dachrianus, Apt. Drs Bambang Triwara, Apt. Drs. Zurbandi., Apt, MM Drs. Sukiman Said Umar., Apt. Drs. Wahyudi U. Hidayat., Apt, M.Sc Pemimpin Umum: Nunut Rubbiyanto, S.Si, Apt. Pemimpin Redaksi: Drs. Azril Kimin, Sp.FRS, Apt Sidang Redaksi: Drs. Noffendri, Apt Dra. Sus Maryati, Apt, MM Dra. Chusun, Apt, M.Kes Staf Redaksi: Evita Fitriani,S Farm, Apt., Mittha Lusianti, S Farm, Apt. Keuangan: Dra. Eddyningsih,Apt., Staf Khusus: Drs. Husni Junus, Apt. Layout & Desain: Dani Rachadian. Alamat Redaksi : Jl. Wijaya Kusuma No. 17 Tomang Jakarta Barat, Telp./Fax.: 021-56943842, e-mail: ptis [email protected]. No. Rekening: a/n. PT. ISFI Penerbitan, BCA KC. Tomang : 310 300 9860.

mantan Ketua ISFI yang sudah berusaha mengubah peran dan citra apoteker di masyarakat sejak era 1980an. PT ISFI Penerbitan yang merupakan dapur dari Medisina juga telah berubah direksinya. Sebagai direksi baru, kami mengucapkan terima kasih kepada direksi lama, terutama Bapak Azwar Daris, yang telah merintis penerbitan Medisina dari nomor pertama, sehingga Ikatan Apoteker Indonesia memiliki media komunikasi yang dapat kita banggakan.(Azril Kimin)

4

Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

Istimewa

JLBUBO!BQPUFLFS!JOEPOFTJB

i dunia ini, satu-satunya yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri. Itulah kalimat tentang perubahan yang sering dikutip, yang dapat menyadarkan kita agar siap menghadapi perubahan. Kalau kita sadar bahwa perubahan merupakan hukum kehidupan, kita tidak akan terlena dengan kebiasaan dan kenyamanan masa lalu dan menganggapnya sebagai hal terbaik. Jika kita memahami makna ini, niscaya kita akan menghadapi perubahan dengan suka cita, karena di dalam perubahan biasanya ada berkah tersembunyi. Para apoteker di Indonesia kini sedang memasuki era baru. Perubahan mendasar tentang peran apoteker di masyarakat, telah dicanangkan lewat seperangkat regulasi seperti UU No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan dan PP 51 tahun 2009. Tujuan perubahan tersebut adalah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat saat menerima layanan kefarmasian, meningkatkan mutu praktek kefarmasian sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memberi kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan tenaga kefarmasian itu sendiri. Implementasi dari regulasi tersebut kini telah dijalani oleh sebagian besar apoteker di Indonesia, dengan dimulainya registrasi apoteker untuk memperoleh STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker). Perubahan itu pula yang menjadi Laporan Utama Medisina kali ini. Segala macam aktivitas menyongsong perubahan, di samping kemungkinan dampak perubahan, kami coba gali dari berbagai sumber. Di antaranya, laporan dari Kongres Ikatan Apoteker Indonesia dan Rakernas IAI di Menado 28-30 Oktober 2011, yang juga sarat membicarakan perubahan. Ada wawancara dengan Ahaditomo,

D

Dunia Kefarmasian Indonesia Menyongsong Perubahan

Cover : Rumondang Maria, S.Si, Apt

DAFTAR ISITOPIK KHUSUS Dua Macam Dispepsia, Asam Penyebab Dispepsia, Hubungan H. Pylori dan Dispepsia Fungsional Penghambat Pompa Proton KILAS BERITA Catatan Kongres Ilmiah ke XIX IAI dan Rakernas IAI 2011 Jerih Payah Yang Membawa Hasil Makalah dan Poster Terbaik Kongres Ilmiah Sosialisasi Permenkes 889/ 2011-12-21 HUT IAI di Kupang Manajemen Baru PT. ISFI Penerbitan PENELITIAN Resistensi Antibiotik pada Sputum Penderita ISNB Temu Putih Unggul Atasi Kanker ServiksDani Rachadian

23 24 25 27

28 29 30 31 32 34

Dani Rachadian

35 36 37 38 39

DARI REDAKSI Dunia Farmasi Indonesia Menyongsong Perubahan

074Dani Rachadian

TOKOH Rumondang Maria, S.Si, Apt Prof. Dr. Ernawati Sinaga, MS, Apt Sumanto PRAKTEK KEFARMASIAN CPKB Mengatasi Produk Kembalian Kosmetik

INFO TEKNOLOGI Keunggulan Terapi Pisau Ar-He untuk Kanker

2841 42 58 59 44

40

SURAT PEMBACA 6 PROFIL UTAMA Dr. Ida Paulina Sormin, MSc, Apt Menekuni Farmasi, Agar Memberi Manfaat 7 LAPORAN UTAMA Menyongsong Wajah Baru Apoteker Indonesia 10 Apotek Rakyat: Kembali ke Jalan Lurus 14 Standar Operasional Apoteker Kompeten 15 Apoteker Indonesia: Kompeten di AS 16 WAWANCARA Drs. Ahaditomo, Apt Kembalikan Apoteker ke Fitrahnya AGENDA KOLOM Elza Sustanti, S.Si, Apt, MH Hubungan Hukum Apoteker dan Pasien Dalam Praktek Kefarmasian Nunut Rubiyanto, S.Si, Apt Apoteker dan Pelayanan Kefarmasian di Klinik

INFO SEHAT Sehat dengan Menjaga Keseimbangan Alam dan Kekebalan Tubuh Rokok Pemicu Sakit Kepala dan Migran Minum Teh, Tulang Kuat PROFIL PD PD IAI Bali Orientasi pada Penguatan Profesi PROFIL USAHA Apotek Rini, Tumbuh Bersama Kepercayaan Pelanggan Apotek Keselamatan, Sukses dengan Swamedikasi CPD Gout dan Hiperurisemia INFO PENDIDIKAN Meningkatkan Kompetensi dengan Program Bedsite Teaching and Conference ALBUM

46 48 50

17 19

54 60

20

56

14

FORUM Drs. M. Dani Pratomo, MM., Apt Ketua Umum PP IAI Siapa Berkeberatan dengan PP. 51/2009?

62

BAGI anggota IAI yang berminat untuk mendapatkan Majalah MEDISINA dapat memesan langsung ke PT. ISFI Penerbitan melalui fax. 021-56943842 atau e-mail: ptispenerbitan@ yahoo.com, dengan mengirimkan bukti pembayaran + ongkos kirim, atau bisa juga melalui Pengurus Daerah IAI masing-masing secara kolektif.Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

5

Surat PembacaSAYA mahasiswa farmasi, baru satu kali membaca majalah MEDISINA dan sangat tertarik dengan rubrik-rubriknya. Selain berlangganan, di mana saya bisa mendapatkan majalah MEDISINA secara langsung? Apakah ada di toko-toko majalah umum? Di majalah, mengapa tidak disediakan ruang tanya jawab tentang masalah obat dengan apoteker? Naura Hanum Jakarta Majalah MEDISINA saat ini baru bisa didapatkan melalui PT ISFI Penerbitan (berlangganan) atau melalui PD IAI. Kami juga mengirimkan majalah ke universitas dan PTF untuk kelengkapan perpusatakaan. Mengenai rubrik tanya jawab dengan apoteker, terutama tentang masalah obat, akan kami pertimbangkan. Mudah-mudahan bisa segera direalisasikan. SAYA baru saja mengurus STRA kolektif melalui PP IAI dan sampai sekarang saya belum menerima STRA tersebut. Kira-kira masih berapa lama lagi, ya? Anni Mirna Jawa Barat YANG melakukan pengurusan STRA melalui PP IAI jumlahnya sangat banyak, dan PP IAI telah mengirimkan semua berkas ke Kemenkes. Baru-baru ini KFN sudah terbentuk, dan kita semua berharap KFN dapat menyelesaikan STRA sesegera mungkin. Melalui website Kemenkes, anda dapat melihat STRA siapa saja yang telah selesai. Saya mau beri usul agar di Medisina juga menyediakan informasi lowongan kerja, bagaimana? Anwar Apoteker- Solo APAKAH STRA belum tersosialisasi ke apotek-apotek Soalnya, apotek saya tidak pernah meminta perubahan tersebut dan tidak pernah ada langkah untuk menambah apoteker. Desvi Rivi Tangerang SOSIALISASI telah dilakukan dari IAI dan PD IAI kepada sejawat apoteker. Saat ini, sejawat apoteker diminta lebih dulu membenahi administrasinya, sambil berjalan sosialisasi juga dilakukan kepada apotek dan mudah-mudahan bisa dilakukan kepada PSA nya. Sosialisasi tidak hanya pekerjaan IAI tapi juga semua sejawat apoteker yang mengetahui tentang perubahan tersebut. Mari kita bekerjasama.

USULAN yang bagus. Mudah-mudahan kami bisa menambahkan rubrik tersebut dalam majalah edisi selanjutnya. SAYA sangat appreciated saat melihat para apoteker berkumpul dan berdiskusi baru-baru ini di televisi, dalam acara Farmasi untuk kita. Selamat atas tayangnya acara tersebut. Semoga tokoh-tokoh apoteker kita akan sering muncul dalam acara-acara serupa. Mirna Annisa Jakarta TERIMA kasih atas appreciatednya. Acara tersebut diusung untuk menginspirasi apoteker dan memberikan pemikiran positif kepada sejawat apoteker. Semoga satu saat kita mendapat kesempatan mengangkat acara serupa.

RALATRALAT pada Majalah Edisi 13/ Vol. VI/ Juli-Agustus 2011 pada rubrik Tokoh, Judul: Letnan Kolonel Dra. Widyati, Sp.FRS, Apt. MILITER KANDIDAT DOKTOR terdapat kesalahan pada penulisan jabatan beliau pada alinea kedua, dimana tertulis Kepala Instalasi Farmasi RSAL Dr. Ramelan seharusnya ditulis Wakil Kepala Instalasi Farmasi RSAL Dr. Ramelan. Sedangkan yang menjadi Kepala Instalasi Farmasi RSAL adalah Drs. Muhammad Sadar, HN, Apt Kolonel Laut (K). Atas kekeliruan tersebut Redaksi meminta maaf.

REDAKSI menyediakan ruang untuk para pembaca untuk menymbangkan tulisan baik itu artikel, berita, kolom, dan sebagainya untuk dimuat di majalah MEDISINA. Tulisan yang dimuat tetap selaras dengan visi dan misi majalah MEDISINA, sehingga kami dari redaksi berhak untuk melakukan pengeditan seandainya dianggap perlu. Naskah dikirim via e-mail ke alamat ptispenerbitan@ yahoo.com. untuk informasi hubungi Redaksi MEDISINA telepon: 021-56943842, Untuk setiap tulisan yang dimuat akan mendapatkan imbalan yang pantas dari Redaksi. Selamat berkarya dan terima kasih.

6

Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

PROFIL UTAMADi usia yang masih relatif muda, Dr. Ida Paulina Sormin, M.Si, Apt berhasil meraih pencapaian yang membanggakan, baik dalam karir maupun pendidikan. Saat ini Ida telah meraih gelar Doktor dari Universitas Hasanuddin Makassar dan menjabat sebagai Manajer Pemasaran di PT. Prodia DiaCRO Laboratories (Prodia the CRO), salah satu perusahaan yang ada di Prodia Grup yang memfokuskan pada pelayanan penelitian untuk uji klinis. Bagaimana upaya dan rahasia sukses dari Ida Paulina Sormin, Medisina berusaha mengungkapkannya untuk pembaca melalui wawancara langsung dengan beliau pada medio September 2011, di kantornya Prodia Pusat di kawasan Kramat Raya Jakarta Pusat.Dani Rachadian

Dr. Ida Paulina Sormin, M.Si, Apt,Marketing Manager PT Prodia the CRO Laboratories

APOTEKERYANG BERKARIR DI UJI KLINIKasa kecil dan remaja Dr. Ida Paulina Sormin, M.Si, Apt dihabiskan di kota kembang Bandung. Karena itulah walaupun dilahirkan dari keluarga Batak, Ida mengaku lebih fasih berbahasa Sunda dibandingkan bahasa Batak. Ida dilahirkan di kawasan yang berudara sejuk, Lembang Bandung tanggal 22 Desember 1968, Ida menjalani pendidikan dari SD, SMP, SMA hingga kuliah di kota Bandung. Setelah lulus dari SMA Negeri 2 Bandung tahun 1986 Ida Paulina mengambil pendidikan Sarjana Farmasi di Universitas Pajajaran, kemudian melanjutkan pendidikan profesi Apoteker tahun 1992 di almamater yang sama. Ketertarikannya dengan

M

dunia Farmasi dilatarbelakangi karena ketika masa pendidikan SMA Ida sangat menyukai pelajaran Kimia, Ida sangat mengagumi guru Kimia yang mengajarkannya, sehingga membuat Ida tertarik dan memotivasi dia untuk ingin lebih mendalami pelajaran kimia sehingga akhirnya dia mengambil program studi farmasi. Selain itu menurut Ida dunia farmasi sangat erat hubungannya dengan kesehatan manusia, dan dia sangat ingin bisa berkiprah banyak disitu. Saya ingin lebih mengoptimalkan diri saya agar bisa membantu dan bermanfaat bagi orang lain! tegas Ida Ketika melakukan tugas penelitian di S1, Ida melakukan penelitian Kimia Klinik dan itu dilakukannya

di Laboratorium Klinik Prodia. Pengalaman penelitian itulah yang awalnya mengantarkan dia bisa meniti karir di Prodia Grup, kebetulan yang menjadi dosen pembimbingnya adalah Andi Wijaya yang juga merupakan salah satu pemilik PT. Prodia Group. Bahkan ketika melanjutkan pendidikan ke S2 dan S3 di Universitas Hasanuddin Makassar Beliau pula lah yang menjadi salah satu pembimbing saya, tutur Ida. Saat ini Ida menjabat sebagai Marketing Manager di Prodia the CRO, yang melayani penelitian uji klinis untuk pengembangan obat baru, yaitu untuk menilai efek, khasiat dan kemanfaatan obat baru sebelum mendapat izin edar. Dengan dilakukannya uji klinis yang baik dapat melindungi keamanan,Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

7

PROFIL UTAMAmelakukan apa yang dilakukan oleh Ayah saya, Ida melanjutkan. Selain sang Ayah juga ada sosok Andi Wijaya yang menjadi pimpinan di Prodia dan pembimbing di masa Ida kuliah tentunya sangat memberikan pengaruh cukup kuat bagi Ida, khususnya dalam menjalankan pekerjaannya, bagaimana pola manajerial, gaya kepemimpinan, dan budaya kekeluargaan yang dicontohkan oleh Andi Wijaya menjadi acuan bagi Ida dalam menjalankan tugasnya hingga saat ini. Harapan Ida sangat sederhana, dia hanya ingin menjadi orang yang bisa bermanfaat untuk orang lain, terutama bagi keluarganya, sehingga sebisa mungkin Ida selalu berusaha agar bisa memiliki waktu luang yang lebih banyak dengan keluarganya, khususnya untuk putranya yang semata wayang yang saat ini sudah menginjak remaja. Tentunya harus lebih banyak didampingi, tegas Ida mengakhiri sesi wawancara dengan Medisina. (dra) sina.Dok. pribadi

Bersama mentor dan atasannya di Prodia, Bapak Andi Wijaya.

keselamatan dan kesehatan masyarakat pengguna. Ida menuturkan bahwa di awal karirnya ketika sudah lulus dari Apoteker Universitas Pajajaran sempat bekerja dua tahun di Laboratorium Klinik Prodia Cabang Yogyakarta, namun ketika sudah menikah maka dia pindah ke Laboratorium Klinik Prodia Cabang Jakarta sebagai Unit Operation Manager. Kemudian pada tahun 2009 beliau menjadi Marketing Manager di Prodia the CRO yang juga merupakan salah satu perusahaan dari Prodia Grup hingga saat ini. Bekerja di satu perusahaan untuk waktu yang sangat lama memang luar biasa, ini pula yang dialami oleh Ida Paulina. Lebih dari 15 tahun Ida meniti karir di Prodia. Ida beralasan hal ini mungkin biasa, karena Ida sudah sangat mencintai pekerjaannya. Apalagi karena Andi Wijaya sebagai salah satu owner yang juga menjadi pembimbing penelitian Ida baik di S1, S2, dan S3 tentunya menjadi gur yang sangat kuat menjadi alasan mengapa Ida sangat mencintai tempat dia bekerja. Di Prodia kita dituntut untuk tidak pernah berhenti belajar, Prodia memberi kesempatan dan beasiswa untuk karyawannya yang hendak melanjutkan studi di tingkat yang lebih tinggi. Program beasiswa ini pula yang

membantu Ida menyelesaikan studi lanjutannya di S2 dan S3. Saat ini Ida sudah dikaruniai oleh satu orang anak laki-laki yang sudah memasuki usia remaja yaitu 14 tahun. Ida mengaku keinginan untuk memiliki anak lebih dari satu, namun hingga saat ini keinginan untuk menambah anak lagi belum terwujud. Akhirnya Ida menerima keaadaan ini dengan mensyukuri apa yang bisa dimilikinya saat ini. Lagi pula Ida menyadari dengan faktor usia saat ini sangat beresiko untuk hamil dan melahirkan. Pencapaian baik dari pendidikan, karir yang membanggakan ini Ida sadari sebagai anugerah dan kasih karunia dari Tuhan Yang Maha Baik, dan juga hasil keuletan dan semangat pantang menyerah yang Ida yakini untuk terus berusaha mendapatkan cita-citanya. Ida mengakui bahwa sifat ulet dan pantang menyerah itu merupakan teladan dari sang Ayah. Bahkan kekaguman akan semangat sang Ayah terus menjadi kebanggaan dari Ida, Bapak saya di usia yang sudah mencapai hampir 80 tahun dan sempat pula terserang penyakit stroke, namun masih memiliki semangat yang tinggi dan sanggup mengelola bisnis pertanian dengan 40 karyawan hingga saat ini!, ujar Ida. Kalau saya belum tentu bisa

LENGKAPI KOLEKSI REFERENSI ANDA BUKU ISO FARMAKOTERAPI EDISI 1 & 2 TERSEDIA DI TOKO-TOKO BUKU DI KOTA ANDA INFORMASI: PT. ISFI PENERBITAN 021-56943842

8

Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

LAPORAN UTAMAdok. KemKes RI

P10

Sudahkah masyarakat merasakan keberadaan apoteker? Sudah mampukah apoteker berdiri sejajar dan setara dengan profesi kesehatan lain? Atau masih inferior di depan profesi kesehatan lain?kesan masyarakat, terutama ketika berinteraksi di apotek komunitas, yang di banyak tempat nyaris tak mendengar peran apoteker. Faktanya, banyak apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian secara paruh waktu, bahkan sangat pelit waktu. Apotek yang seharusnya merupakan rumah apoteker untuk melaksanakan praktek kefarmasian, nyatanya menjadi asing bagi sebagian besar apoteker Indonesia. Idealnya, apoteker juga melakukan praktek mandiri seperti halnya dokter tidak gamang di rumahnya sendiri dan sadar ia bukanlah orang gajian pemilik apotek yang memanfaatkan ijazahnya saja (datang ke apotek cukup sekali seminggu atau sebulan sekali demi mendapatkan gaji sekadarnya). Kesan ini seakan mendapat pembenaran, karena tanpa kehadiran apoteker apotek tetap jalan tak beda dengan bisnis retail pada umumnya. Ada yang berpendapat, keterasingan tersebut disebabkan apoteker bingung mau mengerjakan apa di apotek karena perannya sudah diambil alih oleh jajaran tenaga kerja lainnya yang tak jarang merupakan tenaga kerja yang tidak kompeten. Jarangnya kehadiran apoteker di apotek sudah menjadi penyakit kronis dan rupanya bukan monopoli apoteker senior saja. Apoteker yang baru menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi pun banyak yang tertular penyakit hanya datang ke

MENYONGSONG WAJAH BARU APOTEKER INDONESIA

ertanyaan di atas, sekaligus otokritik terhadap para apoteker Indonesia, sempat dilontarkan oleh Soarman, Ketua Majelis Pembina Etik Apoteker (MPEA ) IAI pada pembukaan Kongres Ilmiah dan Rakernas Ikatan Apoteker Indonesia di Menado 28-30 Oktober 2011. Hampir semua apoteker kelihatannya tak membantah kalau eksistensi apoteker di Indonesia dianggap belum semantap profesi lainnya, seperti dokter dan notaris, yang dalam pekerjaannya selalu berinteraksi dan memberikan manfaat langsung kepada kliennya . Anggapan ini tercermin juga dari

Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

LAPORAN UTAMAapotek kalau mau menandatangani gaji bulanan. Perilaku ini semakin membuat stigma apoteker jarang ada di apotek menjadi semakin kuat. Jarangnya apoteker di apotek menyebabkan beberapa pemilik sarana apotek yang hanya mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya tergoda membeli obat obatan dari jalur tidak resmi , dan tak jarang pula menjual barang-barang ilegal (tak punya izin edar). Tentu saja tindakan ini mengandung resiko dan dapat menyeret apotek ke ranah hukum, dan sedikit banyak apoteker bersangkutan mesti bertanggung jawab, walau kondisi ini terjadi tanpa sepengatahuannya. Asisten apoteker yang selama ini tampil penuh waktu di apotek, seperti yang mencuat pada blog anggota PAFI, tampaknya mahfum bahwa perubahan untuk meningkatkan kualitas dunia farmasi di Indonesia mau tidak mau harus dilaksanakan. Mereka sadar konsep jual beli obat lewat asisten apoteker yang terjadi selama ini harus ditinggalkan. Asisten apoteker tidak boleh lagi melayani pasien atas nama Apoteker, sebab akan ada dampak hukum bagi mereka (melanggar pasal 198 dari UU Kesehatan 2009 dan juga terkait kewenangan profesi sebagaimana diuraikan dalam PP 51/09 ) Namun keadaan ini di beberapa daerah sudah mulai dikoreksi oleh pengurus daerah Ikatan Apoteker Indonesia. Di Yogyakarta misalnya, sudah jarang ditemukan apotek buka tanpa kehadiran apoteker di dalamnya. Di Purwokerto dan sekitarnya, menurut ibu Hindun Apt yang diwawancarai Medisina, sudah sebagian besar apotek tutup bila ada apoteker berhalangan masuk. Dituturkan pula oleh ibu Hindun, ada apotek milik apoteker yang dengan kesadaran sendiri ditutup karena yang bersangkutan akan lama tidak ditempat karena mengikuti program S3 di UGM, Yogyakarta. Beberapa apotek juga tidak lagi menerapkan hanya 1 apoteker yang bekerja di apoteknya, terutama apotek jaringan seperti apotek K24, Kimia Farma. Apotek non jaringan pun mulai menambah apoteker pendamping. Dan yang penting apoteker tersebut selalu nongkrong di apotek - tidak lagi pasang papan nama seperti dahulu. Bahkan di di Surabaya ada apotek yang memiliki 5 apoteker pendamping (termasuk apoteker magang). Untunglah dunia farmasi Indonesia akan dibenahi secara mendasar oleh pemerintah. Landasan hukum untuk perubahan tersebut cukup kuat: PP 51 tahun 2009 dan UU Kesehatan no 36 tahun 2009. Pemerintah dan organisasi IAI sudah sepakat, tidak ada lagi kata mundur demi mengembalikan profesi apoteker ke jalan yang benar seperti praktek kefarmasian di negara maju yang bertujuan melindungi masyarakat dalam mendapat dan menggunakan obat secara benar. Ada baiknya kita simak pernyataan Ketua IAI, Dani Pratomo pada Rakernas IAI 2011: Kita harus berinvestasi sejak sekarang. Jika kita bisa memetik buahnya itu baik, tapi kalau pun tidak, anak cucu kita akan mewarisi masa depan yang lebih baik dari kita. Mari berpikir tidak hanya kepentingan di depan mata, tetapi kepentingan generasi yang akan datang . APOTEKER INDONESIA: BERSIAP MENGHADAPI PERUBAHAN Demi perubahan pula, sejak Juli 2011 para apoteker di tanah air sibuk berbenah. Bersama IAI pusat dan daerah mereka terpacu untuk mempersiapkan diri menjelang dilaksanakannya regulasi baru mengenai praktek maupun pekerjaan kefarmasian. Kesibukan tersebut terjadi setelah terbitnya Permenkes No. 889 tahun 2011 tentang registrasi, izin praktek, dan izin kerja tenaga kefarmasian yang memberikan tenggat hingga 31 Agustus 2011 untuk dilaksanakan - sekaligus sinyal jelas akan diberlakukannya PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian dan Undang Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 Regulasi yang akan diterapkan memang akan merubah secara mendasar wajah kefarmasian di Indonesia, di antaranya: Pelayanan kefarmasian hanya dapat dilakukan oleh apoteker yang terdaftar, memiliki izin dan kompeten. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Dengan demikian apotek hanya dapat beroperasi bila ada apoteker di tempat. Analoginya adalah tempat praktek dokter, yang tak dapat dilangsungkan bila dokter tidak ada. Praktek kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan (pasal 108 UU no 36 Tentang Kesehatan). Selain apoteker, tenaga yang dimaksud adalah sarjana farmasi, asisten apoteker dan D3 Farmasi yangEvita Fitriani

Pelayanan Kefarmasian. Berikan informasi yang selengkap-lengkapnya kepada pasien.

Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

11

LAPORAN UTAMA telah terdaftar dan memilik SIK. Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan obat yang berkhasiat. Ancaman pidana akan diberlakukan apabila orang tidak berwenang melakukan pekerjaan kefarmasian. Dalam bahasa sederhana, prol apoteker Indonesia masa depan tampaknya adalah apoteker yang berada di garis depan pelayanan kefarmasian. Ia melaksanakan praktek penuh waktu di apotek, melakukan dan mengawasi pekerjaan kefarmasian. Mengawasi semua pekerjaan di apotek sesuai dengan prosedur standar yang telah ditetapkan, dan tidak akan meninggalkan apotek kecuali sudah ada apoteker penggantinya. Ia berkomunikasi langsung dengan pasien lewat penyerahan obat resep tidak pernah mewakilinya kepada tenaga lain yang tidak kompeten dan berwenang, dan memberikan cara pemakaian yang benar demi efektifnya obat yang diberikan. Ia sangat piawai berkomunikasi karena ia selalu menambah ilmu kefarmasian dan kedokteran secara berkesinambungan, dan sangat akrab dengan teknologi informasi. MENGURANGI RESIKO DI TANJAKAN PERUBAHAN Secara umum para apoteker di Indonesia sangat lega dengan keluarnya peraturan dan Undang Undang yang memberikan peran jelas bagi apoteker untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dalam pelayanan sediaan farmasi, distribusi atau penyaluran sediaan farmasi, produksi sediaan farmasi, dan pengadaan sediaan farmasi. Walau awalnya banyak sikap skeptis tentang peraturan baru ini (mengingat gagalnya peraturan hampir serupa - PP 25 tahun 1980), nada optimis akan lahirnya dunia kefarmasian yang sehat di tanah air kian menggema. Apalagi kalau semua apoteker di tanah air bersatu padu mengawal pelaksanaan regulasi yang akan membenahi dunia kefarmasian di tanah air. Kekuatiran implementasi PP 51 akan bernasib seperti PP 25 tahun 1980 juga ditepis oleh Ahaditomo, mantan Ketua ISFI dan kini anggota KFN seperti yang diutarakannya kepada Medisina Sebagai anggota KFN, saya sangat optimis atas terlaksananya ketentuan pelayanan kefarmasian mendatang. Menurut saya pribadi, PP 51/09 telah mengisi semua kekurangan yang ada di PP 25/80. PP 51/09 melihat apoteker sebagai subjek hukum yang denitif sehingga semua masalah yang terkait dengan proses farmasi yang berimplikasi hukum menjadidok. KemKes RI

Registrasi Apoteker). Dan kegiatan ini telah diikuti ribuan apoteker dengan antusias. Untuk mempercepat, semua jajaran PB IAI dan PD IAI telah melakukan proses pengumpulan dokumen yang diperlukan untuk pembuatan STRA secara berkelompok di daerahnya masing-masing. Ada juga sebagian apoteker yang mengurus STRA langsung ke sekretariat KFN di Gedung Kemenkes, Kuningan, Jakarta. Sesungguhnya menurut Permenkes 829 kegiatan untuk memperoleh STRA tersebut berakhir 30 Agustus 2011. Namun melihat banyaknya kendala di lapangan, seperti terlambatnya pembentukan KFN (organ yang berwenang menerbitkan STRA, baru

Pelantikan Anggota Komite Farmasi Nasional (KFN).

jelas, siapa subjek hukumnya dan apa objek hukumnya. Ini tentu berbeda dengan pelaksanaan ketentuan PP 25/80 yang tidak memiliki kekuatan hukum yang cukup (bukan UU) dan perangkat pelaksanaan yang tidak lengkap. Kesenjangan pelaksanaan proses kefarmasian Indonesia saat itu, kelemahan konstruksi hukum PP 25/80 serta kelemahan implementasinya oleh semua hak, mulai sistem birokrasi kesehatan,hukum dan organisasi profesi merupakan faktor dominan kegagalan PP 25 saat itu. Kegiatan pertama yang harus dilaksanakan untuk melaksanakan regulasi baru tersebut adalah melaksanakan registrasi untuk memperoleh STRA (Surat Tanda

dilantik 22 Agustus 2011) penerbitan STRA turut terlambat pula. Bahkan soal Batas akhir pengurusan STRA akhirnya diundur hingga 31 Desember 2011 (surat edaran Kemenkes tertanggal 7 September 2011). Masalah keterlambatan penerbitan STRA agaknya dapat dimaklumi banyak sejawat apoteker. Namun ada juga yang penasaran karena melihat tidak berurutnya penerbitan STRA. Hal ini mengemuka dalam Konpernas di Menado akhir Oktober 2011. Banyak pertanyaan yang belum terjawab: Mengapa STRA sejawat yang baru belakangan diserahkan ke KFN lebih dahulu terbitnya dibandingkan sejawat yang sudah jauh hari mengurusnya. Mengapa STRA yang dikelola secara

12

Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

LAPORAN UTAMAberkelompok oleh PD IAI belum ada yang diterbitkan? Mengapa STRA si A lebih dahulu terbitnya dibandingkan si B padahal waktu mengurusnya bersamaan? Terlepas dari masalah tersebut, untuk mempercepat penerbitan, penandatangan STRA tidak lagi dilakukan oleh 1 orang saja (ketua KFN), tapi juga dilakukan oleh 4 anggota KFN yang berdomisili di Jakarta. Walau para apoteker sepakat untuk melaksanakan PP 51 dan UU Kesehatan No. 36 tahun 2009, penafsiran yang beragam tentang bagaimana mengimplementasikan pasal pasal pada PP 51 dan UU Kesehatan No. 36 memicu polemik yang cukup ramai juga di kalangan apoteker di tanah air. Polemik hangat terjadi di milis-milis, seperti milis alumni Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Wacana boleh tidaknya pegawai negeri, pegawai RS, dan apoteker di Puskesmas merangkap menjadi apoteker penanggung jawab di apotek swasta mendominasi diskusi tersebut. Pengertian dari pihak regulator dan pengurus IAI di berbagai daerah pun juga tidak seragam sehingga perlu kearifan semua pihak agar implementasi yang seragam dan adil tercipta untuk semua pihak. Menurut Ahaditomo setiap perubahan pasti akan mengalami penolakan terlebih dahulu. Itu hal yang sangat manusiawi. Justru di situlah tantangan untuk kita semua, terutama untuk KFN. Yaitu menghadapi pihakpihak yang melakukan penolakan atau juga cenderung skeptis. Maka, ini juga menjadi pekerjaan rumah untuk profesi IAI, karena tantangan paling besar datangnya dari pihak dalam (apoteker sendiri). Dani Pratomo, ketua IAI, juga menyadari, tak sedikit apoteker yang skeptis dengan perubahan nasib yang akan dialami pasca implementasi PP No 51 tahun 2009, terutama apoteker yang merasa diuntungkan oleh keadaan status quo. Diantara mereka bahkan ada yang terang-terangan menolak PP No 51 tahun 2009 karena dianggap merugikan kepentingan pribadinya. Polemik ini juga mencuat pada Rakernas Ikatan Apoteker Indonesia di Menado 28-30 Oktober 2011. Ada dua pendapat yang mencuat. Pertama yang menginginkan PP 51 dilaksanakan segera tanpa kompromi, kedua agar implementasi PP 51 dilakukan secara bertahap mengingat banyaknya problema di lapangan. Salah satu problema adalah minimnya tenaga apoteker di kota-kota di Indonesia Timur. Faktanya, hampir semua apoteker tersebut adalah pegawai negeri yang merangkap bekerja sebagai apoteker penanggung jawab di apotek swasta. Bila terhadap apoteker di RS dan puskesmas dilarang menjadi APADani Rachadian

Noffendri, S.Si, Apt. Menjaga Integritas profesi.

di apotek lain , tentulah apotek swasta yang mereka kelola ketika sore hari akan tutup karena ketidak beradaan apoteker. Mengingat pula masih banyaknya penafsiran berbeda terhadap peraturan baru ini, ada pula yang menyarankan agar pelbagai persepsi terhadap peraturan yang ada disamakan dahulu disimulasikan untuk mencegah hal-hal yang dapat merugikan dunia farmasi Indonesia. Kesulitan lain juga akan menimpa banyak apotek di kota besar seperti Jakarta yang tidak segera menyiapkan apoteker penuh waktu dan apoteker pendamping, mengingat Pasal 21 ayat 2 PP 51 menyatakan: Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker. Jika apoteker yang sudah ada tidak bersedia

berpraktek penuh waktu, tentulah akan melanggar hukum bila apotek tetap buka seperti sediakala. Beberapa apotek memang mengandalkan operasionil apotek bukan kepada apoteker penuh waktu, mengingat sulitnya mendapatkan apoteker yang sesuai dengan kesanggupan keuangan apotek (tidak semua apotek memiliki cash ow bagus) Kelompok apotek ini, yang biasanya menggaji apoteker sangat rendah tentu mengalami kesulitan untuk menggaji 2 apoteker full time yang pasti tidak mau dibayar tidak wajar seperti dahulu Diperkirakan akan terjadi eksodus apoteker dari apotek yang selama ini menggaji apoteker dengan nilai di bawah kewajaran. Pihak apoteker kini akan berpikir dua kali menerima gaji yang setara UMR tapi harus 8 jam berpraktek di apotek. Di samping itu, apoteker yang selama ini bekerja paruh waktu di apotek, tetapi waktunya tersita banyak untuk pekerjaan utamanya tentu akan mengundurkan diri pula sebagai apoteker Penanggung Jawab. Noffendri, S.Si, Apt, misalnya. Untuk menjaga integritas dirinya, 1 November 2011 ia melayangkan surat ke Dinas Kesehatan Kota Serang untuk pencabutan Surat Izin Apotek (SIA) apotek Sumber Sehat di Serang dengan alasan kesibukannya sebagai dosen tidak akan memungkinkannya bisa memenuhi pasal 21 ayat 1 PP 51 (Penyerahan dan Pelayanan Resep dokter harus dilaksanakan oleh Apoteker). Agaknya implementasi PP 51 tersebut perlu dikawal secara bijak, ada cukup banyak apotek, terutama di tempat terpencil, yang mengalami kesulitan menghadirkan apoteker selama jam buka mengingat terbatasnya tenaga di sana, yang rata-rata merangkap sebagai pegawai negeri. Juga akan ada apotek yang sempoyongan karena akan mengeluarkan biaya lebih besar, terutama apotek beromset kecil yang selama ini keteteran bersaing dengan apotek jaringan (margin keuntungan apotek jaringan besar karena mampu mendapatkan diskon besar karena selalu membeli obat dalam partai besar)(ak)Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

13

LAPORAN UTAMA

APOTEK RAKYAT:Dani Rachadian

KEMBALI KE JALAN LURUS?menjual obat-obat dalam jumlah partai besar. Tengoklah apotek rakyat di pasar Pramuka, banyak sekali yang menjual obat dalam partai besar untuk dijual kembali, tanpa memberikan faktur/ kuitansi penjualan yang benar (tanpa identitas apotek). Menurut pengamatan Medisina, di apotek Rakyat Pramuka siapapun dapat membeli obat daftar G tanpa resep dalam jumlah berapapun. Sehingga patut disimpulkan intensitas pengawasan apoteker di apotek rakyat jauh lebih rendah dari apotek biasa. Seharusnya apoteker di apotek rakyat wajib memeriksa resep dan memeriksa kesesuaian jumlah/dosis obat yang diberikan kepada pembeli. Dan juga menjaga agar obat yang diberikan apotek yang dikelolanya merupakan obat yang baik. PP 51 dan Undang Undang Kesehatan ternyata tidak sedikitpun menyinggung keberadaan apotek rakyat. Dengan demikian keistimewaan yang diberikan kepada apotek rakyat (4 apotek berpatungan menggaji 1 apoteker penanggung jawab) tampaknya sudah kehilangan landasan hukumnya dan harus mengikuti ketentuan tentang apotek pada umumnya. Menarik juga untuk menyimak kebijakan apa yang akan diterapkan terhadap apotek rakyat yang sejak awal keluar dari pakem pelayanan kefarmasian tersebut. Di samping apotek rakyat, ada yang memperkirakan banyak apotek biasa akan mengalami seleksi alam. Pemilik sarana yang tidak nyaman dan sulit menyesuaikan diri dengan regulasi ini akan meninggalkan bisnis apotek. Di sisi lain sudah sewajarnya apoteker sendiri siap dan berperan penuh mengisi kekosongan tersebut, agar kebutuhan rakyat akan obat bermutu dan terjangkau dapat dijaga. (ak)

A

Pasar Pramuka : Perlu keseriusan pemerintah untuk mengawasi distribusi obat di masyarakat.

potek Rakyat mulai hadir di dunia farmasi Indonesia sejak 2007, berdasarkan SK Menteri Kesehatan No. 284/2007, yang saat itu dijabat Siti Fadilah Supari. Pada saat pencanangan apotek rakyat, diumumkanlah bahwa misi apotek rakyat adalah untuk memperluas akses obat murah dan terjamin kepada masyarakat, selain untuk menertibkan peredaran obatobat palsu dan ilegal, serta memberikan kesempatan pada apoteker untuk memberikan pelayanan kefarmasian. Karena itu pemberian izin kepada toko obat yang akan menjadi apotek rakyat dipermudah, beberapa apotek rakyat boleh bergabung menggaji 1 apoteker penanggung jawab, tetapi juga ada larangan, yakni tidak boleh melayani resep racikan, menjual obat dalam partai besar dan tidak boleh menjual psikotropika dan narkotika. Namun banyak pihak menduga, diluncurkannya apotek rakyat sesungguhnya cara pintas untuk melegalkan bisnis ratusan toko obat

yang banyak menyalurkan obatobat daftar G di Pasar Pramuka dan Jatinegara. Apakah kebijakan tersebut tidak senafas dengan peraturan lain yang ada tampaknya dikesampingkan sama sekali saat itu. Berkat kebijakan tersebut lahirlah ratusan apotek rakyat, yang sebagian besar terkonsentrasi di Pasar Pramuka dan Pasar Jatinegara, Jakarta. Apakah keberadaan apotek rakyat pernah dievaluasi? Menurut investigasi Medisina walaupun apotek rakyat memiliki apoteker (umumnya 1 apoteker untuk 4 apotek rakyat), boleh dikatakan hampir tidak ada apoteker yang menunggui apotek tersebut. Seorang apoteker yang menjadi penanggung jawab apotek rakyat terus terang mengakui bahwa ia ke apotek rakyat paling banter 1 bulan sekali, untuk mengambil gaji yang berasal dari 4 apotek yang memakai namanya sebagai penanggung jawab. Dan hampir semua apotek rakyat melakukan penyimpangan dari batasan-batasan yang seharusnya tidak boleh dilakukan, karena masih mewarisi kebiasaan toko obat, terutama

14

Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

LAPORAN UTAMA

STANDAR OPERASIONAL

P

APOTEKER KOMPETENekerjaan kefarmasian di Indonesia diharapkan dilaksanakan oleh apoteker yang kompeten. Kompetensi didenisikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugastugas di bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direeksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Depdiknas, 2002). Idealnya, apoteker yang akan melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sudah memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan organisasi profesi. Dalam masa peralihan ini persyaratan lulus uji kompetensi tidak dipersyaratkan untuk memperoleh STRA, namun tidak akan ada kompromi lagi dimasa PP 51 sudah berjalan. Apalagi kalau pemerintah mengeluarkan peraturan tidak diperlukan lagi izin sarana bagi apoteker yang membuka apotek, sebagaimana halnya dokter tak memerlukan izin sarana dalam melakukan praktek pribadi. Tentulah apoteker yang benar-benar kompeten yang dicari banyak orang, karena banyak mendapat manfaat bila berinteraksi dengannya Berbekal kompetensi, apoteker harus mampu melaksanakan keseluruhan pekerjaan yang spesik yang ditanganinya secara trampil, dan bekerja sesuai standar yang diharapkan dalam pekerjaan, yang biasanya dijabarkan dalam Standar Prosedur Operasional. Searah dengan itu, Pasal 16 PP 51 tahun 2009 menyebutkan keharusan apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian menerapkan SPO, Standar Prosedur Operasional. Disebutkan pula Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. SPO pada dasarnya adalah tata kerja dari suatu kegiatan (suatu set instruksi) yang harus diketahui dan dipatuhi pekerja terkait. SOP merupakan tatacara baku dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. Dengan melaksanakan instruksi yang terdapatDani Rachadian

baiknya SOP disusun secara sistematis, di runut sesuai alur kerja yang terjadi ditempat pelayanan kefarmasian. SPO sebenarnya sudah dikenal jauh-jauh hari oleh beberapa pelayanan kefarmasian di Indonesia, terutama oleh apotek jaringan seperti Kimia Farma. Namun bagi sebagian besar apotek, SPO memang belum dijadikan acuan dalam bekerja. Untuk mempermudah apoteker di tanah air membuat dan menerapkan SPO di tempat prakteknya, Ikatan Apoteker Indonesia bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Bina

Grup Diskusi : Sesi acara SKPA untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman.

pada SPO akan dihasilkan produk yang memenuhi standar. Bila terjadi produk yang tak berkualitas, akan cepat dilacak penyebab kesalahan dengan meneliti apakah ada SPO yang dilanggar. SPO juga merupakan dokumen legal yang akan melindungi dan memberi kepastian hukum bagi apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. SPO dari suatu unit pelayanan farmasi tidak harus sama dengan unit pelayanan lainnya. SPO juga harus dievaluasi secara berkala untuk melihat apakah masih sesuai dengan kondisi yang ada. Walau setiap layanan kefarmasian boleh bebas membuat SPO, ada

Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan telah menyelesaikan Draft Final Pedoman Membuat SPO, yang merupakan bagian dari Pedoman Apoteker Praktik di Sarana Pelayanan Kefarmasian (GPP, Good Pharmacy Practice). Pedoman tersebut telah dibagikan ke masingmasing PD pada Rakernas IAI akhir Oktober 2011 kemarin. SPO yang termaktub pada Pedoman tersebut mencakup SPO Pengelolaan Farmasi dan Alat Kesehatan (10 SPO), SPO Pelayanan Kefarmasian, SPO Higiene dan Sanitasi (4 SPO), SPO Tata Kelola Administrasi (3 SPO), dan 7 SPO lainnya (ak)Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

15

LAPORAN UTAMARia Widya

Apoteker Indonesia:

D

Kompeten di ASbagian California. Waktu magang selama 1500 jam, dalam rentang waktu 1 tahun di sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Setelah magang selesai, ia harus melalui uji kompetensi yang dilakukan Board of Pharmacy negara bagian California. Pertanyaannya tidak hanya tentang ilmu farmasi , tetapi juga tentang UU yang berlaku di sana. Setelah dinyatakan lulus, Board of Pharmacy negara bagian California mengeluarkan lisensi, yang membolehkannya bekerja sebagai farmasis. Dua tahun sekali, lisensi harus

i hari-hari mendatang, apoteker Indonesia mesti rajin mengupdate diri agar ilmu dan pengetahuan farmasinya tetap selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Apoteker secara berkala akan diuji kemampuannya dalam melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kefarmasian. Dengan kata lain, apoteker harus melewati standar kompetensi yang ditetapkan oganisasi profesi apoteker di tanah air, IAI. Mengenai kemampuan, apoteker Indonesia ternyata tak kalah kompetensinya dengan sejawat dari negara lain. Beberapa apoteker lulusan Indonesia telah bekerja di luar negeri yang tentunya telah lulus uji kompetensi di negara bersangkutan. Salah satu apoteker Indonesia yang bekerja di Amerika Serikat adalah Ria Widya. Apoteker UI lulusan 1980 ini telah 11 tahun bekerja sebagai clinical pharmacy di UCLA Medical Centre, yang menurut US World & Report termasuk dalam 5 rumah sakit terbaik di Amerika Serikat. Menurut Ria Widya yang diwawancarai Medisina 27 November 2011, sebelum bekerja sebagai pegawai negeri di UCLA Medical Centre, ia harus mengikuti berbagai proses penilaian. Sebagai orang asing , ijazah dan berkas-berkas seperti SIK dari Indonesia divalidasi dulu oleh pemerintah federal AS apakah bisa dipersamakan atau tidak. Setelah dokumen pendidikan dianggap tak bermasalah, Ria diuji kemampuannya tentang ilmu kefarmasian. Setelah dinyatakan lulus, ia harus melakukan praktek magang di negara bagian yang diinginkannya, dalam hal ini di negara

kepada pasien sering bertanya kepada clinical pharmacy, apakah ada dampak buruk bila pasien diberi suatu obat. Diskusi dengan para klinisi sangat intensif. Para perawat dan tenaga rumah sakit sangat menghargaidok. pribadi

Ria Widya : Kedua dari kanan, berfoto bersama teman kuliah satu angkatan di Universitas Indonesia.

diperbarui dengan syarat apoteker telah mengumpulkan 30 kredit yang diperoleh dari seminar, mengikuti kuis ilmiah secara on line dan menjawab kuis yang diadakan majalah yang telah diakreditasi oleh Board of Pharmacy. Menurut Ria yang sehari-hari bekerja sebagai Clinical Pharmacy di bagian in patient, para dokter di rumah sakitnya sebelum memberikan terapi

apoteker, karena merasakan sekali manfaat clinical pharmacy yang senantiasa mengikuti perkembangan kesehatan pasien dan memberikan pendapat dari sisi farmasi klinis. Beda jauh dengan di Indonesia, dimana apoteker masih berusaha keras diakui eksistensinya oleh tenaga kesehatan lain. (AK)

16

Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

WAWANCARA Drs. Ahaditomo, Apt

Kembalikan Profesi Apoteker Ke Fitrahnyaebagai mantan Ketua Umum ISFI, penasehat IAI dan kini anggota KFN, Ahaditomo memiliki banyak pemikiran tentang seperti apa dan ke mana masa depan apoteker akan dibawa. Dengan terlibatnya dalam keanggotaan KFN, diharapkan Ahaditomo mampu mengembalikan profesi Apoteker ke arah yang benar seperti yang dicitacitakan selama ini. Menariknya, bila berdiskusi dengan Ahaditomo, lebih dulu kita akan diajak untuk menyimak ke belakang tentang pergeseran wajah profesi farmasi Indonesia, yang kaya nuansa ketidakjelasan. Namun, ia mengajak agar kita tidak pesimis dan bersikap skeptis, dan mengingatkan bahwa seberatberatnya masalah masih bisa diperbaiki. Sehubungan dengan momentum perubahan di dunia farmasi Indonesia, Medisina melakukan wawancara khusus dengan Ahaditomo, Rabu, 26 September 2011. Sertikat kompetensi apoteker, setelah lewat masa transisi menurut Permenkes 889 akan dilaksanakan oleh organisasi profesi. Bagaimana baiknya metode yang harus dilaksanakan organisasi profesi, sebelum memberikan sertikat kompetensi? Sertikasi kompetensi nantinya akan menjadi tugas organisasi profesi untuk melaksanakannya. KFN yang menyusun rujukan atau rumusannya. Untuk itu, perlu konsep yang matang. Apa yang akan dilakukan oleh KFN, adalah merumuskan ulang, menyempurnakan dan menetapkan denisi kompetensi apoteker berdasar UU 36/2009 pasal 108, setelah diperkuat oleh amar keputusan MK N0.12/2011.

S

Yang harus disadari, apoteker adalah tenaga kesehatan, bukan sekadar tenaga kerja. Mereka adalah pejabat publik yang disumpah dan diberi wewenang untuk melakukan berbagai tindakan di berbagai jenis pekerjaan keprofesian apoteker. Wewenang apoteker didasari adanya STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker) dan SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker), dan dikelompokkannya apoteker sebagai tenaga kesehatan. Merujuk kompetensi apoteker pada UU Kesehatan 36/09 dan PP 51/09, akan diterbitkan rumusan yang lebih rinci tentang format keahlian /ekspertis apoteker terkait pembuatan obat (QA, Produksi dan QC), distribusi obat, pelayanan kefarmasian kepada pasien berdasarkan resep dokter , penelitian tentang obat dan penggunaan obat tradisional, yang mengacu pada ilmu farmasi, profesi, moral dan etik. Rumusan-rumusan di atas merupakan rambu rambu yang nantinya diturunkan menjadi visi dan misi pendidikan dan tujuan belajar-mengajar pendidikan tinggi program apoteker selama 5 tahun. Baru kemudian, dengan panduan rumusan tersebut akan dibuat jenis dan bentuk soal ujian kompetensi di pendidikan tinggi apoteker oleh organisasi profesi apoteker ( IAI), yang berlaku nasional. Dari sinilah konsep pemberian sertikat kompetensi dijalani nantinya. Mengenai apoteker yang baru lulus, mereka langsung diberi sertikat kompetensi. Mengingat kualitas pendidikan farmasi yang menghasilkan apoteker sangat beragam, apakah KFN akan berkontribusi di perguruan tinggi farmasi agar apoteker yang dihasilkan memang sudah kompeten?

Evita Fitriani

Pertanyaan ini menarik sekali. Kalau kita bicara soal kualitas yang terkait dengan kompetensi, saat ini yang kita penuhi lebih dulu adalah derajat kompetensi yang minimal, namun mampu menjamin apoteker tersebut dapat melakukan tindakan apoteker dalam proses kefarmasian. Dalam perjalanannya nanti, KFN akan membantu perguruan tinggi farmasi untuk menyesuaikan program belajar mengajar agar sesuai standart kompetensi apoteker yang baru. Program-program terkait kompetensi seperti CPD berkelanjutan dan terstruktur akan digalakkan, juga asistensi PTF akan terus dilakukan oleh IAI, sebagai organisasi profesi. Untuk mempermudah pendaftaran, STRA menurut Permenkes 889 dapat diajukan secara on line.Kapan dapat dilaksanakan? Ya. Prosedur pendaftaran STRA dapat dilakukan secara online untuk tujuan kemudahan bagi pendaftar. Saat ini, kendala utama terletak di ketersediaan dana pembuatanEdisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

17

WAWANCARAperangkat lunak, teknologinya sendiri sudah tersedia di pasar. Tapi, saya rasa itu hanya kendala teknis. Kita bisa memulainya kapan saja dengan urutan perencanaan, pengembangan, modeling, uji coba dan peluncuran. Mudah-mudahan tahun 2012, pemerintah sudah dapat menyiapkan RAB khusus. Sampai saat ini, berapa persen permohonan STRA yang sudah selesai? Apa kendala penerbitan STRA masa transisi? Persentase penyelesaian STRA sudah melewati 50%. Kendalanya adalah masa pendaftaran yang pendek, dan beban administrasi proses penerbitannya yang juga sangat pendek. Sekarang kami berusaha menyelesaikan masalah ini secepatnya. Apakah KFN ikut berperan dalam meningkatkan kualitas tenaga menengah kefarmasian? KFN juga bertanggung jawab terhadap tenaga tehnis kefarmasian melalui aplikasi STRTTK sebagaimana ketentuan PP 51/09. Implikasinya adalah,KFN juga akan merumuskan rentang ketrampilan yang harus dikuasai TTK melalui kisi kisi KKNI. Dalam penatalaksanaanya nanti melalui apoteker yang telah memiliki STRA. Sebagai anggota KFN, apakah Bapak merasa bahwa komposisi yang ada saat ini sudah ideal? Apakah sudah cukup mewakili bidangnya masing-masing? Saya rasa cukup untuk pertama kali, tetapi belum ideal. Nantinya, keperluan tambahan untuk meningkatkan kinerja dapat dilakukan dengan membuat team ad hoc. Saya piki, KFN tidak boleh terperangkap pada kata perwakilan, karena di KFN yang ada adalah apoteker yang bekerja untuk masa depan profesi apoteker. Tim ad hoc sendiri nantinya akan berfungsi untuk melakukan audit terhadap pelaksanaan ketentuan UU 36/09 dan PP 51/09 yang dilakukan oleh KFN Tentang keberadaan apotek rakyat, masih relevankah keberadaanya setelah PP-51? Simple saja. Kita tahu bahwa UU 36/09, PP 51/09 dan UU Obat Keras 419/49 serta UU Narkotika dan Psikotropika merupakan legislasi yang diperintahkan negara kepada pemerintah. Dan ini harus dijalankan. Terlebih saat ini denisi apotek menjadi lebih sempurna, yaitu sebagai tempat bagi apoteker untuk menyelenggarakan praktek. Apotek sama seperti sarana kesehatan lainnya, yang memiliki syarat dan standar yang ditetapkan. Legislasi apotek rakyat adalah Permenkes, dan saat ini ada aturan baru di atas Permenkes yaitu UU 36/09 dan PP 51/09. Tentu, apotek rakyat harus mengikuti ketentuan yang baru karena lebih kuat posisinya. Sebagai anggota KFN, saya sangat optimis atas terlaksananya ketentuan pelayanan yang baru ini. Menurut sayai, PP 51/09 telah mengisi semua kekurangan yang ada di PP 25/80. PP 51/09 melihat apoteker sebagai subjek hukum yang denitive, sehingga semua masalah yang terkait dengan proses farmasi yang berimplikasi hukum menjadi jelas, siapa subjek hukumnya dan apa objek hukumnya. Ini berbeda dengan pelaksanaan ketentuan PP 25/80 yang tidak memiliki kekuatan hukum yang cukup (bukan UU) dan perangkat pelaksanaan yang tidak lengkap. Kesenjangan pelaksanaan proses kefarmasian Indonesia selama sekitar 30-tahun, kelemahan konstruksi hukum PP 25/80 serta kelemahan implementasinya oleh semua hak,dok. pKemkes

Ahaditomo : Berdiri paling kiri berfoto bersama dengan anggota Komite Farmasi Nasional (KFN).

Tapi, saya tidak akan mengatakan bahwa apotek rakyat akan dibubarkan. Kita harus tetap memberi ruang untuk membimbing. Saya lebih suka mengatakan memberikan kesempatan untuk mereka memperbaiki diri. Caranya? Ya, kita undang apoteker dan pengusahanya, kita sosialisasikan mengenai UU dan PP ini. Langkah selanjutnya, perlu audit ulang untuk untuk apotek rakyat tersebut. Menurut bapak, apa kendala pelaksanaan PP 51? Dan apakah bapak optimis PP. 51 tidak bernasib seperti PP 25 tahun 1980?

mulai sistem birokrasi kesehatan,hukum dan organisasi profesi, merupakan faktor dominan kegagalannya. Banyak apotek terutama di perifer yang kesulitan untuk menggaji wajar lebih dari 1 apoteker. Bagaimana jalan keluar terbaik agar beban apotek tidak bertambah berat? Ini yang dimaksud konsep apotek berbasis ekonomi. Apotek menjual obat melalui sistem mark up. Tidak didukung infrastruktur pelayanan yang memadai. Hal ini menyebabkan deformasi apotek menjadi toko obat

18

Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

AGENDAkomersial. Tanpa disadari, terjadi kompetisi yang tidak etis di antara apotek melalui HET yang beragam, tanpa adanya kendali pelayanan apotek. Permisisme pelayanan oleh sistem birokrasi, telah membuat apotek tidak mampu membiayai dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan. Titik beratnya adalah, konsumsi obat Indonesia yang tumbuh dan menghasilkan besaran ekonomi obat keras senilai Rp.25-30 triliun HET. Dan Obat bebas sejumlah kurang lebih sama. Ini berakibat kelemahan cash ow apotek, karena omzet apotek kecil dan biaya operasional pelayanan yang besar. Untuk membiayai apoteker, perlu sekitar 2-3 % dari seluruh biaya konsumsi obat di atas. Seharusnya tidak perlu ada kekhawatiran, karena nilai tersebut akan cukup rasional untuk memberikan pendapatan bagi apoteker. Yang diperlukan saat ini adalah penataan yang lebih produktif dan rasional, agar pelayanan farmasi oleh apoteker bisa berjalan baik dan dinikmati oleh pasien. Biaya operasional apotek selama ini tidak pernah dihitung dan diperhitungkan, kecuali dengan cara berbasis konsep toko. Sudah saatnya kita mengubah fungsi apotek sebagai sarana dan proses pelayanan kesehatan dan apoteker adalah profesi yang bertanggung jawab, yang perlu meluruskan perhitungan ekonomi keuangan apotek. Jika sudah begitu, selanjutnya bisa diproyeksikan secara kuantitatif, bagaimana perhitungan baya pelayanan apotek akan diselenggarakan. Caranya yaitu dengan melihat rasio jumlah apoteker yang akan melayani masyarakat, dan berapa jumlah pasien/ yang memerlukan obat perbulannya di satu kawasan. Jumlah apotek diarahkan kepada dipenuhinya rasio keekonomian dari apotek, yang sekaligus menjamin keberlajutan pelayanan. Konsep apotek sebagai pelayanan kesehatan, diharapkan akan memberi pendapatan bagi apoteker sebesar sekitar 2 kali PDB dan tidak berbasis UMR seperti saat ini.(ak, vit)

Forum Apoteker IndonesiaTEMA : Pharmacist Update : Management Terkini dan Peran Baru Apoteker TANGGAL DAN TEMPAT: Jakarta : 3-4 April 2012, Hotel Bidakara Surabaya : 10-11 Mei 2012, Hotel Shangrila Bandung : 15-16 Mei 2012, Hotel Horison Yogyakarta : 22-23 Mei 2012, Hotel Sheraton Mustika TUJUAN KEGIATAN: Sebagai forum dan media pengembangan yang berkualitas untuk peningkatan kualitas peran dan tanggung jawab apoteker secara luas. LINGKUP BAHASAN: 1. Pendekatan terintegrasi dan solusi kefarmasian di masa yang akan dating 2. Peran apoteker dalam manajement Farmaceutical Care 3. Penerapan Undang-undang mengenai kefarmasian 4. Terapi banyak obat dan daya beli pasien 5. Keterampipaln dalam pengelolaan dan pengembangan usaha Apotek PESERTA: Apoteker yang memiliki tantangan dalam berperan lebih jauh bagi peningkatan dan pelayanan kualitas hidup pasien, yakni apoteker pengelola apotek, apoteker rumah sakit, apoteker di sarana industry farmasi dan pemerintah. Peserta kurang lebih 500 apoteker. INFORMASI: Sekretariat Ikatan Apoteker Indonesia Jalan Wijaya Kusuma No. 17, Tomang, Jakarta Barat Telp: 021-56962581

Seminar Nasional Kefarmasian Apoteker dan HIMASI UHAMKATema : Farmasis Kreatif, Farmasis Kompetitif Judul : Kiprah Farmasisi dalam Membangun Negeri Tanggal Tempat Waktu : 07 Januari 2012 : Gedung C Aula Badan POM RI : 08.30 - selesai

Contact Person: Nopiyansyah : 085279168745/085788293689 Roja : 08979769699

2012 FAPA CONGRESSTheme : Culture and Medicine Transforming from Traditional to Modern Pharmacy Date : 13-16 September 2012 Place : Bali Nusa Dua Convention Hall EARLY BIRD FREE International Delegate : 300 USD Pharmacist : 300 USD Pharmacist Student : 100 USD Accompanying Person : 150 USD Contact : Sekretariat Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Tlp: 021-56962581/021-5671800 www.ikatanapotekerindonesia.net www.fapa2012.comEdisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

19

KOLOMdok. pribadi

HUBUNGAN HUKUM APOTEKER DAN PASIEN DALAM PRAKTIK KEFARMASIANpoteker sebagai salah satu bagian tenaga kesehatan, memiliki peran penting dalam pembangunan kesehatan, karena terkait langsung dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat, melalui praktik kefarmasian. Praktik kefarmasian sebagaimana diatur dalam pasal 108 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai ketentuan peratuan perundang-undangan, yang dalam hal ini adalah tenaga kefarmasian. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian, disertai meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya efektif, telah terjadi transformasi besar dalam paradigma pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian yang semula hanya berorientasi pada pengelolaan obat sebagai komoditi (drug oriented), berubah menjadi pelayanan yang komprehensif berbasis pasien (patient oriented), dengan mengacu pada loso pharmaceutical care. Peran apoteker berubah dari compounder dan dispenser menjadi drug theraphy manager. Secara lebih luas, apoteker bertanggung jawab terhadap efek terapetik dan keamanan suatu obat agar mencapai efek optimal. Memberikan pelayanan kefarmasian secara paripurna dengan memperhatikan faktor keamanan pasien, antara lain dalam proses pengelolaan sediaan farmasi, penyediaan informasi obat, melakukan monitoring dan mengevaluasi keberhasilan terapi, memberikan pendidikan dan konseling serta bekerjasama dengan pasien dan tenaga kesehatan lain, sebagai suatu upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.(Wiedenmayer, K. et al, 2006). Dalam penyelenggaraan praktik kefarmasian di sarana kesehatan, terjadi hubungan antara pelaku pemberi pelayanan (apoteker) dengan pasien sebagai pengguna pelayanan kefarmasian. Hubungan ini erat kaitannya dengan upaya penyembuhan pasien. Hubungan inilah yang akan saya bahas selanjutnya. Hubungan kepercayaan Ketika pasien secara sukarela datang ke apotek atau fasilitas pelayanan kefarmasian lain, telah terjadi suatu

A

Oleh : Elza Gustanti, S.Si, Apt, MHhubungan hukum secara sukarela antara apoteker dan pasien. Di mana pun apotek berada, pasien percaya bahwa ketika mereka datang ke sana, pasti akan mendapatkan obat yang berasal dari sumber resmi, yang terjamin mutu, kemanan dan khasiatnya. Disamping itu pasien percaya, apoteker akan memberi informasi dan edukasi tentang obat yang diterimanya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa dasar hubungan apoteker dan pasien dalam praktik kefarmasian, adalah rasa percaya. Hubungan Perdata Apoteker Pasien Ketika pasien datang ke apotek untuk memperoleh obat berdasarkan resep dokter atau obat non resep, saat itu sebetulnya telah terjadi hubungan hukum antara apoteker dan pasien. Menurut Pane, A.H. (2008), dalam perspektif hubungan hukum, keberlakuan aturan-aturan umum untuk perikatan, dapat diterapkan dalam hubungan apoteker dan pasien. Perikatan atau persetujuan atau kontrak, yaitu hubungan timbal balik antara dua pihak yang bersepakat dalam satu hal. Pihak pertama mengikatkan diri untuk memberikan pelayanan, sedangkan pihak kedua menerima pemberian pelayanan tersebut. Ketika seorang pasien secara sukarela datang kepada apoteker untuk memperoleh obat, maka sikap batin keduanya adalah: pasien berkehendak agar dia mendapatkan obat yang benar dan informasi obat yang tepat. Di lain pihak, apoteker berkehendak untuk melayani pasien sebaikbaiknya dan berharap pasien patuh dalam mengonsumsi obat. Pasien mempunyai hak atas Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) obat dan apoteker wajib memberikannya. Ketika persetujuan terjadi, maka apoteker mengikatkan diri untuk bertekad dengan sungguh-sungguh, sesuai dengan ilmu pengetahuan dan kompetensinya untuk melayani pasien secara penuh. Dengan demikian, akibat persetujuan ini terjadi perikatan antara kedua pihak. Hubungan hukum ini diberi nama perikatan (verbentennis), yang disebut perikatan / transaksi kefarmasian. Menurut M. Nasser (2010), perikatan antara apoteker dan pasien ini unik. Berbeda dengan perikatan biasa, karena ada unsur kepercayaan yang besar dari pasien. Dalam hal hukum perikatan sebagaimana diatur KUHP

20

Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

KOLOMPerdata, dikenal adanya dua macam perikatan : 1. Inspanningsverbintennis, yaitu perjanjian upaya. Ini berarti bahwa kedua belah pihak yang berjanji, berdaya upaya secara maksimal untuk mewujudkan apa yang diperjanjikan 2. Resultaatverbintennis, yaitu perjanjian bahwa pihak yang berjanji memberikan suatu resultaat atau hasil yang nyata sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Perikatan kefarmasian antara apoteker dan pasien, dapat dikategorikan ke dalam perikatan memasang tekad (inspanningsverbentennis) atau perikatan upaya. Dalam konsep ini, pelaku pemberi pelayanan kefarmasian hanya berkewajiban untuk melakukan pelayanan kefarmasian dengan penuh kesungguhan, dengan mengarahkan seluruh kemampuan dan perhatiannya sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan, untuk meningkatan kualitas hidup pasien sesuai dengan loso pharmaceutical care. Objek perjanjian bukanlah hasil akhir dari praktik kefarmasian yang dilakukan apoteker, melainkan upaya sungguh-sungguh dari apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian. Kesungguhan apoteker memberi pelayanan yang sesuai dengan ilmu pengetahuan dan kompetensinya, adalah tolak ukur utama. Ukuran upaya sungguh-sungguh bagi apoteker dalam hubungan hukum apoteker pasien, dalam hal ini adalah standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur dan prinsip-prinsip umum profesional apoteker. Tanggung Jawab Hukum Perdata Apoteker dalam Praktik Kefarmasian Hubungan hukum antara pasien dan apoteker, melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Apoteker berkewajiban memberikan pelayanan kefarmasian yang sebaik-baiknya bagi pasien, baik pelayanan atas obat atau berupa konseling. Pelayanan kefarmasian yang diberikan apoteker harus sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional. Adanya upaya maksimal yang dilakukan apoteker, bertujuan untuk memenuhi hak pasien yaitu memperoleh kesembuhan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Hubungan hukum antara apoteker dan pasie, menempatkan kedua belah pihak sebagai subjek hukum yang sederajat. Dengan posisi yang demikian, hukum menempatkan keduanya memiliki tanggung jawab dan tanggung gugat. Tanggung jawab hukum apoteker adalah suatu keterikatan apoteker terhadap ketentuan-ketentuan hukum dalam menjalankan profesinya. Dalam hal ini, seorang apoteker dianggap melakukan kesalahan atau kelalaian apabila tidak bertindak sesuai dengan kewajibankewajiban yang timbul dari profesinya, serta berperilaku tidak sesuai dengan patokan umum mengenai kewajaran yang dilakukan apoteker, dalam praktik kefarmasian. Apabila setelah mendapatkan pelayanan kefarmasian yang sesuai standar, pasien tidak sembuh, tidak dapat dijadikan alasan adanya dugaan kelalaian bagi apoteker. Karena, hubungan apoteker-pasien bukan hubungan yang memuat dan menuntut kewajiban hukum bagi apoteker, yang ditujukan pada hasil (resultaats) pelayanan kefarmasian. Dalam hal ini, sepanjang praktik kefarmasian telah dilakukan secara benar dan patut menurut standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional, maka meski pun tanpa hasil penyembuhan yang diharapkan, tidak melahirkan kelalaian dari sudut hukum. Apabila setelah pemberian pelayanan kefarmasian terjadi keadaan tanpa hasil atau tanpa penyembuhan, atau bahkan keadaan pasien menjadi lebih parah, karena perlakukan apoteker yang menyalahi standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional, apoteker dapat dianggap melakukan kesalahan dan kelalaian atau medication error dalam praktik kefarmasian. Dua keadaan ini benar-benar sebagai akibat langsung (causal verband) dari salah perlakuan oleh apoteker. Jika syarat ini ada, apoteker dapat diduga melakukan kelalaian, sehingga pasien berhak menuntut kerugian atas kesalahan yang dilakukan apoteker tersebut. Segala tanggung jawab hukum apoteker, bertujuan agar apoteker dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, yang menimbulkan kerugian pada pasien akibat kesalahan prosedur yang dilakukan dengan memberikan kompensasi ganti rugi kepada pasien atau keluarganya. Dalam pertanggungjawaban atas kelalaian Apoteker, maka pasien haruslah dapat membuktikan adanya kelalaian yang dilakukan apoteker tersebut dalam praktik kefarmasian. Gugatan ganti rugi oleh pasien kepada apoteker yang diduga melakukan kelalaian dalam praktik kefarmasian, berdasarkan pada pasal 58 ayat (1) UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan /atau penyelengggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan.Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

21

KOLOMKerugian-kerugian yang disebabkan kelalaian apoteker dan dapat dibuktikan oleh pasien, dapat pula dituntut oleh pasien atau ahli waris kepada apoteker berdasarkan ketentuan dalam pasal 1366 KUHPerdata: Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga yang disebabkan kelalaian atau kekuranghati-hatian Tuntutan ini dapat pula ditujukan kepada rumah sakit tempat apoteker berkerja memberikan pengobatan, seperti ketentuan dalam pasal 46 UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditumbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit Sementara itu ,kerugian idill (Immateriil), seperti kehilangan harapan kesembuhan, kesakitan yang berkepanjangan, rusaknya organ-organ di dalam tubuh, luka-luka sampai pada kematian pasien, bukan kerugian yang dapat atas dasar kelalaian, akan tetapi dapat dituntut atas dasar perbuatan melawan hukum (orechtmatige daad) sebagaimana ketentuan pasal 1365 KUHPerdata. Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut Pasien dapat menggugat seorang apoteker oleh karena apoteker tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum. Undang-undang sama sekali tidak memberikan batasan tentang perbuatan melawan hukum, yang harus ditafsirkan oleh peradilan. Semula dimaksudkan segala sesuatu yang melanggar Undang-undang, jadi suatu perbuatan melawan hukum. Sejak tahun 1919, yurisprudensi tetap (Putusan Hoge Raad) telah memberikan pengertian perbuatan melawan hukum, yaitu tindakan atau kelalaian baik yang: 1. Bertentangan dengan hak orang lain 2. Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, atau 3. Bertentangan dengan kesusilaan baik, atau 4. Bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta kehati-hatian yang harus dipatuhi dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda. Berdasar pengertian perbuatan melawan hukum dan rumusan pasal 1365 KUH Perdata, ada 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi untuk menuntut kerugian adanya perbuatan melawan hukum, yaitu : 1. adanya perbuatan (daad) yang termasuk kualikasi perbuatan melawan hukum 2. adanya kesalahan (doleus maupun culpa) si pembuat 3. adanya akibat kerugian 4. adanya hubungan perbuatan dengan akibat kerugian pada orang lain. Hal ini berarti, jika apoteker diduga melakukan kesalahan, harus terdapat hubungan erat antara kesalahan apoteker dan kerugian yang ditimbulkan terhadap pasien. Dasar menentukan apoteker melakukan perbuatan melawan hokum, dapat diartikan dengan perbuatan apoteker yang bertentangan atau tidak sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang berlaku, bagi pengemban profesi dibidang kefarmasian. Jika kesalahan/kelalaian dalam praktik kefarmasian diperbuat oleh bawahan apoteker (apoteker pendamping atau tenaga teknis kefarmasian), maka menjadi tanggung jawab apoteker atau pengelola apotek tersebut. Walau pun apoteker hanya sebagai pengelola apotek, dan apotek dimiliki oleh seorang pemilik sarana apotek (PSA), kesalahan yang dilakukan oleh apoteker pendamping atau tenaga teknis kefarmasian dalam menjalankan praktik kefarmasian, akan menjadi tanggung jawab apoteker, bukan kepada Pemilik Sarana Apotek (PSA). Karena apoteker pendamping atau tenaga teknis kefarmasian tersebut merupakan perpanjangan tangan apoteker (verlengende arm van de geneesher), dalam melakukan praktik kefarmasian di apotek. Ketentuan ini diatur dalam pasal ini 1367 KUH Perdata. Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barangbarang yang berada di bawah pengawasannya. Uraian di atas menunjukan bahwa dalam menjalankan praktik kefarmasian, apoteker memiliki tanggung jawab hukum yang sama dengan tanggung jawab hukum warga negara lain, sehingga memenuhi azas persamaan kedudukan di dalam hukum.*) Makalah ini intisari dari tesis dengan judul yang sama, telah diuji dan dipertahankan pada 24 Februari 2011, di depan Tim Penguji Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makasar.

22

Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

TOPIK KHUSUS

Dua Macam DispepsiaDispepsia merupakan keluhan saluran cerna terbanyak di masyarakat. Ada dua macam dyspepsia: organik dan fungsional. Keduanya memiliki penyebab yang berbeda.anny memegang perut sambil mengerutkan dahinya. Ia merasakan sakit yang bukan kepalang pada ulu hatinya. Itu bukan yang pertama kali. Berkali-kali yang wanita berkulit putih ini merasa nyeri di ulu hati, terutama kalau dia sedang stress atau mengalami tekanan mental. Pernah suatu kali, dia sakit di ulu hatinya karena dikejar deadline. Sakitnya sedemikian rupa, yang membuatnya tidak bisa menyelesaikan tugas tepat pada waktunya. Kalau lagi stress, pasti perut saya sakit, ujarnya. Dia tidak mengira kalau itu termasuk gejala maag. Saya pikir, sakit maag hanya terjadi pada orang yang sering telat makan, kata anak bontot dari empat bersaudara. Selain sakit, dia merasa perutnya penuh walau tidak banyak makan, mual dan kembung setelah makan. Kelainan ini sudah lima tahun dia alami. Awalnya dianggap wajar, tetapi karena sering terjadi secara berulang, dia mulai khawatir. Pada enam bulan terakhir, gejalagejala itu tidak menghilang meski ia sudah mengonsumsi berbagai jenis obat sakit maag yang dijual di warung. Teman kos menganjurkan untuk pergi ke dokter umum. Dari pemeriksaan, Fanny didiagnosa mengalami dispepsia fungsional akibat depresi yang dideritanya, pasca ditinggal kekasihnya. Oleh dokter, ia diberi obat penurun asam dan dirujuk ke psikiater untuk mengatasi depresi yang menderanya. Dispepsia atau penyakit maag adalah rasa sakit di bagian lambung, yang terjadi secara episodik atau berulang. Gejala yang sering muncul berupa kembung, rasa mual, muntah, cepat kenyang, rasa penuh dan sakit di abdomen bagian atas atau ulu hati.

F

Meski prevalensinya beragam, sebagian besar penelitian menunjukkan, hampir 25% orang dewasa pernah mengalami gejala dispepsia pada suatu waktu dalam hidupnya. Suatu survey menunjukkan, sekitar 30% orang yang berobat ke dokter umum mengeluhkan gangguan saluran cerna, terutama dispepsia. Sebanyak 40-50% yang datang ke spesiali,s disebabkan gangguan pencernaan terutama dispespia, kata dr. Murdani Abdullah, SpPD dari Rumah Sakit CiptoMangunkusumo. Sementara, dari sebuah survey di DKI Jakarta, hampir 60% orang yang disurvey pernah mengalami dispepsia. Dua tipe dispepsia Dispepsia dibedakan menjadi dispepsia organik dan dispepsia fungional. Dispepsia organik, jika keluhan yang timbul disebabkan karena kelainan organ tubuh seperti tukak lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan sebagainya. Obat-obatan

rematik, beberapa obat antibiotik, penyakit diabetes melitus dan penyakit jantung, juga dapat menimbulkan dispepsia organik. Ada pun dispepsia fungsional berupa keluhan dispepsia yang telah berlangsung beberapa minggu, tanpa ada kelainan atau gangguan struktural organ tubuh, berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi dan endoskopi. Pada dispepsia organik, keluhan yang dialami akibat kelainan pada organ tubuh (karena itu dinamakan organik), terutama kelainan pada organorgan di rongga perut. Penyebabnya bermacam-macam; yang sering infeksi tipus perut yang berulang (dalam bahasa kedokteran disebut relaps), infeksi oleh malaria, virus hepatitis, dan infeksi kuman-kuman lain. Infeksi oleh kuman Helycobacter pylori yang bisa hidup di lambung manusia, juga dapat menyebabkan tukak lambung atau tukak pada usus dua belas jari. Pada dispepsia fungsional, tidak didapatkan ada kelainan organ, melainkan terjadi karena kenaikan produksi asam lambung dan gangguan dari gerakan organ saluran cerna. Biasanya akibat faktor psikis misalnya stress, marah, sedih dan lain-lain. Disebut fungsional karena kalau dilakukan pemeriksaan medis, dengan prosedur diagnostic, umumnya tidak ditemukan adanya kelainan obyektif. Jadi sifat kelainannya adalah fungsional, yang. tidak selalu dapat dideteksi dengan pemeriksaan sik atau USG, kata Prof. dr. Aziz Rani Sp.PD-KGEH dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Kelainan fungsional adalah kelainan yang menyebabkan gangguan fungsi. Misalnya, fungsi untuk menampung makanan. Jika terjadi gangguan, baru terisi sedikit, lambung sudah terasa penuh, karena mungkin lambung menjadi sensitive, kata Prof. Aziz. Bisa timbul nyeri, akibat makan dan minum disebabkan adanya faktor hipersensitif. Atau, mungkin, gangguan fungsi lambung yang menyebabkan tidak bisa menahan makanan dalam waktu yang cukup. Jadi terlalu cepat disalurkan ke saluran cerna bagian bawah. ***Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

Istimewa

23

TOPIK KHUSUS

Asam Penyebab DispepsiaHipersensititas terhadap asam dan gangguan motilitas berberan pada gejala dispepsia. Terapi penekanan asam bermanfaat untuk mengurangi gejala.Istimewa

ada beberapa penderita dispepsia, dengan hasil pemeriksaan endoskopi yang normal dan memenuhi kriteria dispepsia fungsional, terapi penekan asam dapat mengurangi gejala. Meski begitu, pada beberapa pasien terapi ini tidak memberi manfaat dalam menurunkan gejala. Untuk memahami bagaimana asam menyebabkan nyeri pada individu dengan dispepsia fungsional, penting untuk mengenali peran asam pada penyakit ulkus. Pada penyakit ulkus, diperkirakan H. pylori atau penggunaan NSAID atau asam, menyebabkan ulserasi. Asam lambung kemudian mengaktifkan kemoreseptor nosiseptif lokal, dan menyebabkan nyeri. Pada pasien tanpa ulkus, penyebab nyeri tidak jelas. Sedangkan, gejalagejala pada penderita dispepsia fungsional, sering identik dengan penderita ulkus. Ini menunjukkan kemungkinan adanya persamaan mekanisme terjadinya rasa nyeri. Pasien dengan ulkus pada usus dua

P

belas jari, peningkatan asam maksimal. Sedangkan, pada penderita yang terinfeksi H.pylori, ada peningkatan pelepasan gastrin, menyebabkan peningkatan massa sel parietal dan output asam. Sementara, sekresi asam mengalami kelainan pada pasien dengan dispepsia fungsional. Ada beberapa penelitian mengenai hal ini. Hasilnya terlihat bahwa orang dengan H. pylori positif memiliki konsentrasi gastrin basal yang lebih tinggi, dan output asam basal yang lebih tinggi, dibandingkan pasien H. pylori negatif. Output asam basal pada pasien ulkus dua belas jari, meningkat 6x lipat. Sementara, dispepsia non ulkus dengan H. pylori positif dan subyek kontrol sehat H. pylori positif mengalami peningkatan asam 3x lipat. PERSEPSI VISERAL SAAT INFUS ASAM Peningkatan kadar asam intraluminal bukan penyebab nyeri pada beberapa pasien dispepsia fungsional. Ada kemungkinan,

peningkatan sensitivitas saraf viseral terhadap asam menjadi penyebab nyeri. Hampir 20 tahun lalu, Joffe dan Primrose meninjau kemungkinan ini dengan mempelajari pasien dengan ulkus dua belas jari, duodenitis dan dispepsia nonulkus. Mereka memberikan infus secara langsung sebesar 100ml 0,1 N asam hidroklrorik, 8,5% sodium bikarbonat, atau larutan garam ke dalam duodenal bulb pada ketiga kelompok pasien. Semua pasien dengan dispepsia nonulkus (n=8), infus asam tidak mereproduksi gejala. Sedangkan, pasien dengan ulkus duodenitis atau duodenal, secara tipikal mengalami nyeri dengan infus asam. Misra dan Broor melakukan penelitian serupa, pada pasien dispepsia fungsional. Hasilnya menunjukkan, sekitar 20% (n=11) pasien dengan dispepsia nonulkus mengalami nyeri dengan infus asam, sementara pada pasien yang diberi infus larutan garam tidak terjadi. Dari 11 pasien dengan hasil positif, 91% mendapatkan hasil positif ketika diberi asam. Tidak ada satu pun pada kelompok kontrol yang mengalami gejala, baik dengan infus asam atau larutan garam. ABNORMALITAS MOTILITAS DIPERCEPAT OLEH ASAM Berdasarkan data, pada banyak pasien dispepsia fungsional, nyeri tidak berhubungan dengan peningkatan sekresi asam atau meningkatnya sensitivitas asam. Hipotesis lainnya adalah adanya efek sekunder dari asam. Seperti, kemampuan untuk mengganggu motilitas saluran gastrointestinal bagian atas, yang dapat menyebabkan nyeri pada pasien dengan dispepsia. Hal ini dipelajari oleh Houghton dan kawan-kawan yang melakukan penelitian terhadap 18 sukarelawan sehat, yang kemudian diberi infus larutan garam atau 0,1 M asam

24

Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

TOPIK KHUSUShidroklorik ke dalam usus dua belas jari. Peneliti menemukan, infus secara berulang dengan asam menyebabkan gangguan kontraktilitas antral dan perubahan kontratilitas dari usus dua belas jari. Selain itu, terdapat peningkatan gelombang tekanan pilorik terisolasi. Perubahan motor ini berpotensi menyebabkan tertundanya pengosongan gastrik yang bersifat asam. Samson dan kawan-kawan menemukan, setelah infus asam ke dalam bulb saat puasa, jumlah gelombang tekanan dan pH dalam duodenum proksimal secara signikan lebih rendah pada pasien dispepsia fungsional, daripada subyek kelompok kontrol sehat. Perbedan ini tidak terlihat setelah pemberian makanan standar. Disimpulkan, pasien dengan dispepsia fungsional mengalami kelainan klirens asam dari usus halus proksimal. Lamanya waktu keasaman di lokasi tersebut, berkontribusi pada gejala yang pasien rasakan. PENGHAMBAT RESEPTOR H2 DAN PPI Karena asam berperan penting pada beberapa pasien dengan dispepsia fungsional, terapi penekan asam telah diteliti. Sebuah metaanalisa terbaru yang dilakukan Finney dan kawankawan, menilai semua penelitian yang menggunakan cimetidine atau ranitidine, untuk pengobatan dispepsia fungsional. Tiga dari enam penelitian menunjukkan superioritas obat-obatan yang digunakan, dibanding plasebo. Proton pump inhibitor juga telah diteliti dalam penelitian klinis. Dalam penelitian BOND dan OPERA, hampir 1300 pasien secara acak diberi omeprazole 20mg, omeprazole 10mg, atau plasebo difollow up sampai 4 minggu. Peneliti memperlihatkan adanya perbaikan gejala pada 38% pasien yang menggunakan omeprazole 20mg, 36% pasien menggunakan omeprazpole 10mg dan 28% pasien yang menggunakan plasebo. ***

Hubungan H. Pylori dan Dispepsia FungsionalSebagian besar penderita dispepsia fungsional terinfeksi H. pylori. Walau tidak bergejala, pengobatan harus ditawarkan pada penderita.Istimewa

eranan infeksi Helikobakter pylori dalam patogenesis dispepsia fungsional, masih belum jelas. Infeksi H. pylori menyebabkan gastritis kronis, yang ditandai inltrasi neutrolik dari mukosa gastrik dan produksi mediator inamasi, yang dapat mengganggu sekresi asam gastrik, menyebabkan dismotilitas gastrik dan mempengaruhi persepsi visceral. Infeksi H. pylori dikaitkan dengan keluhan DF. Banyak tulisan yang menyebutkan bahwa pada penderita, sebagian besar mengalami infeksi ini, ujar dr. Murdani Abdullah, Sp.PD dari RSCM. Bila infeksi ini diobati, sebagian besar pasien akan mengalami

P

perbaikan, paling tidak untuk setahun pertama. Lebih dari setahun, sudah tidak ada bedanya dengan kelompok yang tidak diobati, imbuhnya. H pylori selalu menimbulkan respon inamasi, misalnya gastritis. Gastritisnya tergantung dari lokasi infeksi. Kalau di bagian anterum, bagian bawah dari lambung, akan menyebabkan produksi asam tinggi sehingga terjadi inamasi dan umumnya menyebabkan tukak, kata Prof. dr. Aziz Rani, Sp.PD-KGEH. Kalau lokasinya agak di atas, di mana umumnya asam sudah relatif berkurang, selain menyebabkan tukak lambung bisa mengarah pada kanker lambung.Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

25

TOPIK KHUSUSKonsensus menyebutkan, infeksi H. pylori berhubungan dengan gangguan pengosongan gastrik. Terlebih lagi, akomodasi gastrik terhadap konsumsi makanan menurun pada pasien dengan dispepsia, tanpa menghiraukan status H. pylori. Gangguan akomodasi dihubungkan dengan peningkatan persepsi stimulus distensi, pada pasien H. pylori positif atau negatif. Tidak ada keluhan dispepsia spesik yang mengindikasikan infeksi gastritis oleh H. pylori. Kenyataannya, 50-60% pasien dengan dispepsia fungsional adalah H. pylori positif. Infeksi ini juga terjadi pada 25% pasien asimptomatik. Karena itu, cukup beralasan mengatakan bahwa sekelompok pasien dengan dyspepsia, akan mengalami gejala karena infeksi H. pylori. Sudah cukup bukti, infeksi H. pylori lebih banyak ditemukan pada penderita dispepsia fungsional, dibanding orang tanpa masalah lambung, kata Prof. Aziz. Jadi, sebagian besar yang terinfeksi, hanya akan mengalami dispepsia fungsional atau tanpa gejala sama sekali. Pertanyaannya, perlukah mengobati penderita dispepsia fungsional denganIstimewa

infeksi H. pylori? Para ahli cenderung mengatakan, sebaiknya diobati. Karena berdasarkan penelitian bisa mencegah penyakit-penyakit yang lebih serius, tambah Prof. Aziz. Bagaimana dengan yang tanpa gejala? Mereka mungkin tidak memeriksakan diri, sehingga tidak terdiagnosa kecuali mereka menjalani general check up. Di Indonesia, guideline-nya sudah ada. Umumnya tidak dianjurkan untuk segera diobati, berdasarkan pertimbangan cost efektriveness. Kalau semua orang terinfeksi H. pylori diobati, biayanya besar sekali. Menurut Prof. Aziz, ada beberapa masalah yang perlu dipertimbangkan. Misalnya, dokter sudah memeeriksa dan ternyata positif. Memang, kalau tidak ada gejala, tidak harus diobati. Tetapi, untuk kepentingan pasien pengobatan harus ditawarkan. Katakan pada pasien bahwa dia berisiko mengalami tukak dan kanker, meski risikonya kecil. Tapi, kalau mau diobati itu hak pasien, kata Prof. Aziz. Membuktikan adanya infeksi Untuk kuman, ada pemeriksaan diagnostik yang non invasif. Pemeriksaan non invasif yang pasif adalah tes darah (serologi). Sebetulnya, ada infeksi aktif atau tidak, hanya menunjukkan reaksi imunologisnya saja. Jadi, belum tentu ada kumannya. Pemeriksaan non invasif

yang aktif, membuktikan ada kuman yang masih hidup atau aktif. Contohnya adalah dengan urea breath test (UBT). Ini dianggap gold standar untuk menilai infeksi, sebelum pengobatan atau untuk memonitor hasil pengobatan. Pemeriksaan invasive aktif lainnya adalah dengan memeriksa feses atau stool test. Pada anak-anak, cara ini sangat menguntungkan. Cara invasive adalah dengan mengambil jaringan melalui endoskopi. Pengobatan Kalau terbukti ada kuman, harus diberi kombinasi antibiotik dengan obat penekan asam untuk menekan asam lambung. Pilihannya adalah PPI, seperti omeprazole, esomeprazol, lanzoprazole. Kombinasikan PPI dan 2 antibiotik (terapi tripel). Standar dalam guideline nasional adalah amoxicilline 2 gram/hari plus clarotromycine 2x500mg/hari dengan salah satu PPI. Lama pemberian seminggu. Efektivitasnya cukup bagus, dengan angka keberhasilan 80-90%. Sebanyak 10% yang gagal, harus mengulang pengobatan dengan dosis yang ditingkatkan, atau dengan kombinasi. Misalnya, dengan 4 macam obat atau waktu pemberiannya lebih lama. Kalau seminggu ternyata gagal, bisa diberikan selama 2 minggu.

Istimewa

26

Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

TOPIK KHUSUS

Penghambat Pompa Protonarget pengobatan pada dispepsia fungsional, adalah mencapai dan mempertahankan ph>6. Caranya dengan pemberian obat yang dapat menekan asam, seperti antasida, antagonist reseptor H2 dan proton pump inhibitor. Untuk kelainan mukosa lambung, pilihan obatnya adalah yang menetralkan asam. Yang paling ringan dan popular adalah antasid, kata Prof. dr. Aziz Rani, Sp.PD-KGEH. Tahun 1980-an, keluar obat-obatan yang menekan sekeresi asam lambung, H2 reseptor antagonist. Obat ini cukup efektif, tapi ada masalah dengan toleransi. Pada pemakaian beberapa waktu, seminggu atau 10 hari, efektivitasnya akan menurun. Obat generasi 1990-an adalah proton pump inhibitor, lebih kuat dan lebih konsisten sehingga merupakan pilihan utama untuk menekan asam lambung. Sejak diperkenalkan pada 1980-an, PPI menunjukkan keunggulan dalam menekan asam lambung dibandingkan penyekat reseptor H2. Penghambat ini memungkinkan peningkatan pengobatan berbagai gangguan asam peptik, termasuk penyakit reuks gastroesofageal (gastroesophageal reux disease/GERD), penyakit ulkus peptik, dan gastropati yang disebabkan penggunaan OAINS. PPI efek sampingnya minimal, interaksi dengan obat lain kecil, dan secara umum dianggap aman untuk pengobatan jangka lama. Meski efek samping tetap ada, seperti sakit kepala, diare, nyeri perut, dan mual, secara umum PPI dapat ditoleransi dengan baik. Insidennya kurang dari 5%. Berdasar beberapa penelitian, keamanan jangka pendek (kurang dari 12 minggu pengobatan) PPI terdahulu, Omeprazole dan Lansoprazole, terbukti baik. Sedangkan

T

Menekan asam lambung merupakan target terapi dispepsia fungsional. PPI, obat penekan asam terbaru, bekerja pada sel parietal lambung yang memompa asam.prol keamanan PPI lebih baru, Rabeprazole dan Pantoprazole, tak jauh beda dengan kedua pendahulunya. Walau lebih mahal daripada penyekat H2, PPI lebih unggul dalam supresi asam, angka penyembuhan dan peredaan gejala. Dari segi biaya, PPI lebih efektif ketimbang penyekat H2, terutama pada pasien dengan gangguan asam peptik lebih berat, karena dosis yang diberikan lebih rendah dan pemberiannya tidak sesering penyekat H2, dan secara komparatif durasi terapi yang dibutuhkan lebih pendek. Ketika memutuskan menggunakan PPI, dokter harus mempertimbangkan usia pasien, medikasi, diagnosis, dan biaya. Kelima jenis PPI (omeprazole, lansoprazole, esomeprazole, pantoprazole dan rabeprazole), tampaknya memiliki ekasi sama dalam pengobatan berbagai gangguan asam peptik. PPI lebih baru, rabeprazole dan pantoprazole, mempunyai interaksi obat lebih sedikit. Hal tersebut dapat dijadikan pertimbangan, terutama jika akan digunakan pada pasien lansia yang sudah menggunakan beberapa obat lain. Mekanisme Aksi Lambung menghasilkan asam untuk membantu menghancurkan makanan, agar lebih mudah dicerna. Pada keadaan tertentu, asam dapat mengiritasi lapisan lambung dan duodenum, menyebabkan salah cerna, bahkan ulserasi dan perdarahan. Aksi PPI secara ireversibel memblok sistem enzim hydrogenpotassium adenosine triphosphatase (K+H+ATPase, atau disebut pompa proton) dari sel parietal lambung. Pompa proton adalah fase terakhir dari sekresi asam lambung, yang secara langsung bertanggung jawab dalam pengeluaran ion-ion H+ ke lumen lambung. Maka, pompa proton menjadi target idealIstimewa

untuk penghambatan sekresi asam. Dengan sasaran langsung pada terminal akhir dalam produksi asam, menjadikan PPI lebih efektif daripada antagonis reseptor H2, agen yang sebelumnya dianggap lebih manjur ketimbang antasida, dan dapat mengurangi sekresi asam lambung hingga 99%. Berkurangnya asam di dinding lambung akan membantu menyembuhkan tukak dan mengurangi nyeri akibat salah cerna dan rasa panas di lambung (heartburn), yang timbul akibat berlebihannya asam dalam lambung. PPI dapat dikombinasi dengan antibiotik tertentu (misalnya, amoxycillin dan clarithromycin) untuk menghindari infeksi Helicobacter pylori, yang dianggap menjadi penyebab utama kekambuhan tukak lambung. PPI juga merupakan terapi lini pertama untuk sindrom ZollingerEllison. Pada sindrom ini, tumor di pankreas menyebabkan berlebihannya produksi asam lambung, dan menyebabkan ulserasi lambung yang parah. PPI untuk mengobati PPI digunakan untuk pencegahan dan pengobatan kondisi-kondisi yang terkait dengan asam lambung, seperti tukak, penyakit reuks gastroesofageal (GERD), dan sindrom Zollinger-Ellison. PPI juga digunakan dalam kombinasi dengan antibiotik untuk membasmi Helicobacter pylori, bakteri yang bersama dengan asam menyebabkan tukak lambung dan duodenum. Penyakit lain yang biasa diobati dengan PPI, antara lain dispepsia, penyakit tukak peptik, dan tukak yang timbul akibat penggunaan OAINS.Edisi XIV Desember 2011 - Februari 2012

27

KILAS BERITADani Rachadian

CATATAN KONGRES ILMIAH KE XIX IAI DAN RAKERNAS IAI 2011 DI MENADO

K

ongres Ilmiah ke-XIX dan Rakernas Ikatan Apoteker Indonesia telah dilangsungkan di Menado 28-30 Oktober 2011. Kongres ini mengangkat tema Sinergitas peran IAI dan PFT dalam membangun budaya pendidikan berkelanjutan. Kongres ilmiah yang digelar di setiap tahun ini dihadiri lebih 750 peserta dari seluruh tanah air. Kongres yang berlangsung di hotel Sintesa Peninsula ini dihadiri juga oleh Dra. Sri Indrawaty, Apt., M.Kes., Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dra. Sri Indrawaty juga membawakan makalah Kebijakan Dan Strategi Kementerian Kesehatan Dalam Menjamin Pelayanan Kefarmasian Sesuai Peraturan Perundang-undangan. Sebagai pembicara tamu dalam Kongres Ilmiah ini adalah Burkhard Kleuse Kepala Bagian Farmakologi dan Toksikologi Pharmacology and Toxikologi Universitas Postdam. Ia membawakan paper yang berjudul Sphingolipids: A novel class of bioactive molecules. Dijajaran pejabat Sulawesi Utara hadir Wagub DR Djouhari Kansil, yang mengharapkan momentum

Kongres IAI bisa melahirkan ide-ide cemerlang yang dapat memberikan pencerahan, sekaligus menjanjikan harapan baru bagi perkembangan dunia farmasi di Indonesia, terutama untuk meneguhkan komitmen dan semangat pengabdian dan profesi dalam mengarsiteki pembangunan kesehatan melalui jalur farmasi. Selanjutnya Bpk Djauhari Kansil menyampaikan terima kasih kepada Pengurus Pusat IAI memberikan kesempatan Kongres ini dilaksanakan Menado, karena melalui kongres ini Sulut mendapatkan kesempatan mempromosikan kekayaan wisatanya. Dan ini memberikan dampak positif: pendapatan masyarakat/ sektor pariwisata meningkat . Kongres Ilmiah dan Rakernas IAI ini merupakan kali ke dua secara berturutan dilangsungkan di Indonesia Timur, setelah tahun 2010 dilangsungkan di Ujung Pandang. Para apoteker dari seluruh Indonesia sangat antusias dengan kongres kali ini, selain dapat menampilkan makalah ilmiah hasil penelitian , mereka juga dapat menerima penjelasan langsung tentang perkembangan mutakhir kefarmasian Indonesia. Tentu saja alam Menado

yang terkenal indah menambah daya tarik tersebut. Kongres Ilmiah dan Rakernas IAI kali ini momentumnya bertepatan dengan perubahan mendasar yang akan dialami dunia farmasi Indonesia sehubungan akan diterapkannya PP 51 dan UU Kesehatan tahun 2009. Karena itu, topik tentang wajah baru apoteker di tahun mendatang mendominasi pembicaraan di ruang paripurna: Drs. M Dani Pratomo, ketua IAI, dalam kongres tersebut menekankan: tahun 2012 adalah tah