36
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penyakit yang menyerang otak merupakan masalah yang serius dalam bidang kesehatan terutama di Indonesia. Dewasa ini, penyakit meningoenchepalitis mulai banyak ditemukan di masyarakat kita. Penyakit ini merupakan penyakit yang serius yang menyerang selaput otak dan jaringan otak, penyakit ini juga bisa menyebabkan penurunan kesadaran dari penderita hingga kematian. 1 Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak dan medula spinalis). Sedangkan Encephalitis adalah peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medulla spinalis. Sehingga, menurut pengertiannya, Meningoencephalitis merupakan peradangan pada selaput meningen dan jaringan otak. 1 Insidens Meningitis sebenarnya masih belum diketahui pasti, menurut penelitian BMJ Clinical Research tahun 2008, Meningitis bakterial terjadi pada kira-kira 3 per 100.000 orang setiap tahunnya di negara-negara Barat. Studi populasi secara luas memperlihatkan bahwa meningitis virus lebih sering terjadi, sekitar 10,9 per 100.000 orang, dan lebih sering terjadi pada musim panas. Di Brasil, angka meningitis bakterial lebih tinggi, yaitu 45,8 per 100,000 orang setiap tahun. Afrika Sub-Sahara sudah mengalami epidemik meningitis meningokokus yang luas selama lebih dari satu abad, sehingga disebut “sabuk meningitis”. 1 1

ME.doc

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Penyakit yang menyerang otak merupakan masalah yang serius dalam

bidang kesehatan terutama di Indonesia. Dewasa ini, penyakit

meningoenchepalitis mulai banyak ditemukan di masyarakat kita. Penyakit ini

merupakan penyakit yang serius yang menyerang selaput otak dan jaringan otak,

penyakit ini juga bisa menyebabkan penurunan kesadaran dari penderita hingga

kematian.1

Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang

menutupi otak dan medula spinalis). Sedangkan Encephalitis adalah peradangan

jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medulla

spinalis. Sehingga, menurut pengertiannya, Meningoencephalitis merupakan

peradangan pada selaput meningen dan jaringan otak.1

Insidens Meningitis sebenarnya masih belum diketahui pasti, menurut

penelitian BMJ Clinical Research tahun 2008, Meningitis bakterial terjadi pada

kira-kira 3 per 100.000 orang setiap tahunnya di negara-negara Barat. Studi

populasi secara luas memperlihatkan bahwa meningitis virus lebih sering terjadi,

sekitar 10,9 per 100.000 orang, dan lebih sering terjadi pada musim panas. Di

Brasil, angka meningitis bakterial lebih tinggi, yaitu 45,8 per 100,000 orang setiap

tahun. Afrika Sub-Sahara sudah mengalami epidemik meningitis meningokokus

yang luas selama lebih dari satu abad, sehingga disebut “sabuk meningitis”.1

Encephalitis sendiri merupakan penyakit langka yang terjadi pada sekitar

0,5 per 100.000 orang, dan paling sering terjadi pada anak-anak, orang tua, dan

orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah (misalnya, orang dengan

HIV / AIDS atau kanker).1

Meningoencephalitis merupakan penyakit infeksi yang bisa disebabkan

oleh banyak hal, antara lain bakteri, virus , jamur, parasit. Untuk bisa

menegakkan diagnosa dengan tepat, maka pemahaman dokter tentang penyakit

ini sangat dibutuhkan. Prognosis penyakit ini juga didukung oleh ketepatan dan

kecepatan dokter dalam memberikan terapi yang sesuai.1

1

BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

Identitas Pasien

Nama : Sdr. A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 18 tahun

Agama/Suku : Islam / Jawa

Alamat : Kepanjen

No RM : 364342

2.2 Anamnesis

Autoanamnesis Ruang Imam Bonjol RSUD Kanjuruhan Malang

(23/01/2015)

Keluhan Utama

Demam sejak 4 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh demam naik turun sejak 4 bulan yang lalu. Demam

disertai dengan keringat saat malam hari. Selain demam pasien

mengeluh penurunan berat badan (>10% BB) dalam 2 bulan dikarenakan

nafsu makan menurun. Pasien juga mengeluh diare sejak 2 minggu yang

lalu. Diare cair disertai ampas, lendir (-), darah (-). Selain itu pasien juga

sering kali merasakan nyeri kepala yang dirasa sangat berat. Riw. Batuk

lama (-), Riw. Kontak dengan penderita TB disangkal, Riw. Seks bebas

dan pemakaian narkoba di sangkal. BAK normal.

Riwayat Penyakit Terdahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Pengobatan

Pasien berobat ke puskesmas untuk mengobati gejalanya, namun tidak

membaik

Riwayat Sosial

Minum alkohol (-), Merokok (-) Seks bebas disangkal.

2

2.3 Pemeriksaan Fisik

(Ruang Imam Bonjol RSUD Kanjuruhan 23/01/2015

Keadaan umum : tampak sakit berat

Tanda Vital

Kesadaran : compos mentis (GCS 456)

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Denyut nadi : 80x/menit, regular

Temp. Axilla : 36.5 ºC

Pernapasan : 18x/menit reguler

Kepala/Leher : Anemis +/+, ikterik -/-,JVP R + 0 cm H20,

Pembesaran Lympha nodul (-)

Thoraks : Pengembangan dada simetris, nafas spontan adekuat

P/ S/S A v/v Rh -/- Wh -/-

S/S v/v -/- -/-

S/S v/v -/- -/-

Jantung : Iktus terlihat, teraba pada MCL S ICS V

S1S2 single, murmur (-).

Abdomen : Flat, soefl, BS (+) N,

Extremitas : Edema -/-

Pemeriksaan neurologis :

MS : KK (+), Burdzinski (-/-/-/-), Kernig sign (-)

Reflek cahaya (+/+), Pupil bulat isokor 3 mm/3 mm

Reflek fisiologis :

o Refleks biceps + | + normal

o Refleks triceps + | + normal

o Refleks patella + | + normal

o Refleks achilles + | + normal

Reflek patologis :

o Refleks Hoffman - | -

o Refleks Trommer - | -

o Refleks Babinski - | -

3

o Refleks Chaddock - | -

o Refleks Oppenheim - | -

o Klonus - | -

Motorik : terdapat lateralisasi kanan

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (23/01/2015)

Darah Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal Kesan

Leukosit 8.05.103 cell/cmm 6.000-14.000 Normal

Eritrosit 3.6.106 /cmm 3.4-5.1 Normal

Hemoglobin 9.5 gr/dl 10.5-14 Menurun

Hematokrit 32.5 % 32-42 Normal

Trombosit 180.000 cell/cmm 150.000-450.000 Normal

Albumin 2.6 gr/dL 3.3-3.5 Menurun

Tabel 2.1 Hasil Laboratorium (23/01/2015)

2.5 Diagnosis

Susp. meningoensefalitis TB dd bakterial + Anemia + Hipoalbuminemia

2.7 Penatalaksanaan

PDx : konsul neurologi, pemeriksaan LED

PTx :

Diet TKTP

Pasang kateter

IVFD NS 20 tpm

Inj Ceftriaxone 2x2

Inj Ranitidin 2x1

Inj. Metamizole 3x1 k/p demam

4

3 5

3 5

Follow up

Tgl Jam Keluhan Pasien/Temuan

Pemeriksaan/Diagnosa/DD

Rencana/Pengobatan/Tindakan

23 Januari2015

10.00 KU: tampak sakit berat, Pasien kejang

- Inj. Diazepam 1 amp. - Pasang O2 n.c 2 lpm- Pasang NGT- Diet TKTP per NGT- Jawaban konsul neuro :

Rawat bersamaRencana CT scan kepalaMonitor Kejang

25 Januari 2015

12.00 KU : tampak sakit berat, Pasien kejang

- Inj. Diazepam 1 amp. - Loading Fenitoin 4 amp.

dalam 40 cc NS - Dilanjutkan dengan Fenitoin

p.o 3x100 mg per NGT.23.00 KU : Jelek.

Kesadaran : ComaTD : 60/palpasi, N : lemah, RR : 30x/menit, Tax : 36

- KIE keluarga- Extract ventolin neb dan

grojok RL 1 flash

23.15 KU : Jelek. Kesadaran : ComaTD : 40/palpasi, N : lemah, RR : 10x/menit, akaral dingin

- KIE keluarga- O2 n.c 3 lpm- Obs. TTV

23.30 TD : tidak terukur, N: tidak teraba, pupil midriasis maksimal, akral dingin

- RJP gagal pasien dinyatakan meninggal dunia.

5

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi

Meningens merupakan selaput atau membran yang terdiri atas jaringan

ikat yang melapisi dan melindungi otak. Selaput otak atau meningens terdiri dari

tiga bagian yaitu:

1. Durameter

Durameter dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara konvensional

durameter ini terdiri atas dua lapis, yaitu endosteal dan lapisan meningeal. Kedua

lapisan ini melekat dengan rapat, kecuali sepanjang tempat-tempat tertentu,

terpisah dan membentuk sinus-sinus venosus. Lapisan endosteal sebenarnya

merupakan lapisan periosteum yang menutupi permukaan dalam tulang cranium.

Lapisan meningeal merupakan lapisan durameter yang sebenarnya, sering

disebut dengan cranial durameter. Lapisan meningeal ini terdiri atas jaringan

fibrous padat dan kuat yang membungkus otak dan melanjutkan menjadi

durameter spinalis setelah melewati foramen magnum yang berakhit sampai

segmen kedua dari os sacrum.

Lapisan meningeal membentuk septum ke dalam, membagi rongga

cranium menjadi ruang-ruang yang saling berhubungan dengan bebas dan

menampung bagian-bagian otak. Fungsi septum ini adalah untuk menahan

pergeseran otak. Adapun empat septum itu antara lain:

o Falx cerebri adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang terletak

pada garis tengah diantara kedua hemisfer cerebri. Ujung bagian anterior

melekat pada crista galli. Bagian posterior melebar, menyatu dengan

permukaan atas tentorium cerebelli.

o Tentorium cerebelli adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang

menutupi fossa crania posterior. Septum ini menutupi permukaan atas

cerebellum dan menopang lobus occipitalis cerebri.

o Falx cerebelli adalah lipatan durameter yang melekat pada protuberantia

occipitalis interna.

o Diapharma sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari durameter, yang

mmenutupi sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidalis.

6

Diafragma ini memisahkan pituitary gland dari hypothalamus dan chiasma

opticum. Pada bagian tengah terdapat lubang yang dilalui oleh tangkai

hypophyse.

Pada pemisahan dua lapisan durameter ini, terdapat sinus duramatris

yang berisi darah vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari

drainase vena pada otak dan mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding

dari sinus-sinus ini dibatasi oleh endothelium. Sinus pada calvaria yaitu sinus

sagitalis superior. Sinus sagitalis inferior, sinus transverses dan sinus sigmoidea.

Sinus pada basis crania antara lain: sinus occipitalis, sinus sphenoidalis, sinus

cavernosus, dan sinus petrosus.

Pada lapisan durameter ini terdapat banyak cabang-cabang pembuluh

darah yang berasal dari arteri carotis interna, a. maxilaris, a.pharyngeus

ascendens,a.occipitalis dan a.vertebralis. Dari sudut klinis, yang terpenting

adalah a. meningea media (cabang dari a.maxillaris) karena arteri ini umumnya

sering pecah pada keadaan trauma capitis. Pada durameter terdapat banyak

ujung-ujung saraf sensorik, dan peka terhadapa rgangan sehingga jika terjadi

stimulasi pada ujung saraf ini dapat menimbulkan sakit kepala yang hebat.

2. Arachnoid

Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang

menutupi otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Mebran ini

dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari

piameter oleh cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum

subarachnoid (subarachnoid space) merupakan suatu rongga/ruangan yang

dibatasi oleh arachnoid dibagian luar dan piameter pada bagian dalam. Dinding

subarachnoid space ini ditutupi oleh mesothelial cell yang pipih. Pada daerah

tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus venosus membentuk villi

arachnoidales. Agregasi ini berfungsi sebagai tempat perembesan cerebrospinal

fluid ke dalam aliran darah.

Arachnodi berhubungan dengan piameter melalui untaian jaringan fibrosa

halus yang melintasi cairan dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan

dari dan ke otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum

subarachnoid.

3. Piameter

7

Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang

belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan

dengan banyak pembuluh darah dan terdiri atas jaringan penyambung yang

halus serta dilalui pemmbuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.

Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir

sebagai end feet dalam piameter untuk membentuk selaput pia-glia Selaput ini

berfungsi untuk mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam

susunan saraf pusat.

Piameter membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus

dan menyatu dengan ependyma membentuk plexus choroideus dalam

ventriculus lateralis, tertius dan quartus.

Gambar 3.1 Penampang melintang lapisan pembungkus jaringan otak

Sedangkan encephalon adalah bagian sistem saraf pusat yang terdapat

di dalam kranium; terdiri atas proencephalon (disebut juga forebrain yaitu bagian

dari otak yang berkembang dari anterior tiga vesikel primer terdiri atas

diensefalon dan telensefalon); mesencephalon (disebut juga brainstem yaitu

bagian dari otak yang berkembang dari bagian tengah tiga vesikel primer, terdiri

atas tektum dan pedunculus); dan rhombencephalon (disebut juga

hindbrain,terdiri atas metensefalon (serebelum dan pons) dan mielensefalon

(medulla oblongata).

8

Gambar 3.2 Skema pembagian jaringan otak

Gambar 3.3 Jaringan otak

Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan

salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medulla spinalis terhadap

trauma atau gangguan dari luar. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang

lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162

ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari

cairan, baik ekstra sel maupun intra sel.

Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500

ml/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150ml dalam

9

sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi

dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam

sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5kali dalam sehari. Perubahan

dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu

kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam

mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi.

Selain itu juga untuk evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit,serta

menentukan prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu

tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat untuk menetapkan diagnosa,

mengidentifikasi organism penyebab serta dapat untuk melakukan test

sensitivitas antibiotika. Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang subaraknoid di

sekitar otak dan medulla spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak.

Cairan cerebrospinalis menyerupai plasma darah dan cairan interstisial, tetapi

tidak mengandung protein. Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh plesus koroid

dan sekresi oleh sel-sel ependimal yang mengitari pembuluh darah serebral dan

melapisi kanal sentral medulla spinalis. Fungsi cairan cerebrospinalis adalah

sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medulla spinalis, juga

berperan sebagai media pertukaran nutrient dan zat buangan antara darah dan

otak serta medulla spinalis.5,6,7

Gambar 3.4 Aliran Cairan Serebrospinal

10

3.2 Definisi

Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon

dan meningens. Nama lain dari meningoencephalitis adalah cerebromeningitis,

encephalomeningitis, dan meningocerebritis.

Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang

terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.

Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai

cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah

kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri

adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta

bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus

merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.

Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita

dan droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin

dan cairan tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port d’entree utama

pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain

melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang

masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal

dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada

selaput otak dan otak.2,4

3.3 Etiologi

Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing

dan protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang

disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab

lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh

bakteri maupun produk bakteri lebih berat.

Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada

golongan umur tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh

E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeria monositogenes. Golongan umur dibawah

5 tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan

11

Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus

influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada

usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus,

Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.

Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah

kuman Tuberculosis dan virus.

Meningitis yang disebabkan oleh virus

mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri.

Penyebab meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu Mumpsvirus,

Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes simplex , Herpes zooster,

dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptik(viral).4

3.4 Patofisiologi

Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di

organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen

sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,

Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula

secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat

selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus

kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma

kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman

ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid,

CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.

Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami

hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit

polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.

Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam

minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan,

bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di

lapisan dalam terdapat makrofag.

Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks

dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi

12

neuron-neuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-

purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada meningitis yang disebabkan oleh

virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang

disebabkan oleh bakteri.2,4

3.5 Manifestasi Klinis

Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas

mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan

pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.

Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih

serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang

disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise,

kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke

susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai

dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan

disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah,

leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis

Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah

dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku

leher, dan nyeri punggung.

Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat

pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara

akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang,

nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai

dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak

dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus

pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus.

Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran

pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi,

nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal

tampak kabur, keruh atau purulen.

Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau

stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti

13

gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut,

sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat

badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan

gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang

hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri

punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.

Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu

dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala

yang hebat dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak.

Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi

kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan

muntah lebih hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan

kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita

dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan

sebagaimana mestinya.2,4

3.6 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik secara umum dan

pemeriksaan fisik neurologi.

Pemeriksaan fisik neurologi merupakan pemeriksaan yang memerlukan

ketelitian dan sistimatik sehingga dapat menentukan diagnosis klinis dan topik,

dari kemungkinan diagnosis ini maka perencanaan pemeriksaan penunjang

dapat dilaksanakan secara rasional dan objektif.1,4

Pemeriksaan fisik neurologi mencakup hal-hal sebagai berikut :

- Pemeriksaan tingkat kesadaran

- Pemeriksaan tanda rangsangan meningeal

- Pemeriksaan saraf kranial

- Pemeriksaan fungsi motorik

- Pemeriksaan fungsi sensorik

- Pemeriksaan fungsi luhur

- Pemeriksaan fungsi otonom

- Pemeriksaan fungsi koordinasi

- Pemeriksaan reflek fisiologis

- Pemeriksaan reflek patologis

14

3.7 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap

Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.

o Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.

Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga

peningkatan LED.

o Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

Pencitraan

o Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila

mungkin dilakukan CT Scan.

o Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid,

sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada.1,2,4

Pungsi Lumbal Jika dicurigai bakteri meningitis dan encephalitis, pungsi lumbal harus dilakukan. Pungsi lumbal harus dihindari dengan adanya

ketidakstabilan kardiovaskular atau tanda-tanda tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal rutin termasuk hitung

WBC, diferensial, kadar protein dan glukosa, dan gram stain. Bakteri meningitis ditandai dengan pleositosis neutrophilic, cukup dengan

protein tinggi nyata, dan glukosa rendah. Viral meningitis ditandai dengan protein pleositosis limfositik ringan sampai sedang, normal atau

sedikit lebih tinggi, dan glukosa normal. Sedangkan pada encephalitis menunjukkan pleositosis limfositik, ketinggian sedikit kadar protein,

dan kadar glukosa normal. Peningkatan eritrosit dan protein CSF dapat terjadi dengan HSV. Extreme peningkatan protein dan rendahnya

kadar glukosa menunjukan infeksi tuberkulosis, infeksi kriptokokus, atau carcinomatosis meningeal.8

Kondisi Tekanan Leukosit (/μL) Protein

(mg/dL)

Glukosa

(mg/dL)

Ket.

Normal 50-180

mm H2O

<4; 60-70%

limfosit,

30-40%

monosit,

1-3% neutrofil

20-45 >50 atau 75%

glukosa darah

 

Meningitis

bakterial akut

Biasanya

meningkat

100-60,000 +;

biasanya

beberapa ribu;

PMNs

100-500 Terdepresi

apabila

dibandingkan

dengan

Organi

sme

dapat

dilihat

15

mendominasi glukosa

darah;

biasanya <40

pada

Gram

stain

dan

kultur

Meningitis

bakterial yang

sedang

menjalani

pengobatan

Normal

atau

meningkat

1-10,000;

didominasi

PMNs tetapi

mononuklear

sel biasa

mungkin

mendominasi

Apabila

pengobatan

sebelumnya

telah lama

dilakukan

>100 Terdepresi

atau normal

Organi

sme

normal

dapat

dilihat;

pretrea

tment

dapat

menye

babkan

CSF

steril

Tuberculous

meningitis

Biasanya

meningkat

: dapat

sedikit

meningkat

karena

bendunga

n cairan

serebrospi

nal pada

tahap

tertentu

10-500; PMNs

mendominasi

pada awalnya

namun

kemudian

limfosit dan

monosit

mendominasi

pada akhirnya

100-500;

lebih

tinggi

khususny

a saat

terjadi

blok

cairan

serebrosp

inal

<50 usual;

menurun

khususnya

apabila

pengobatan

tidak adekuat

Bakteri

tahan

asam

mungki

n

dapat

terlihat

pada

pemeri

ksaan

usap

CSF;

Fungal Biasanya

meningkat

25-500; PMNs

mendominasi

pada awalnya

namun

kemudian

20-500 <50;

menurun

khususnya

apabila

pengobatan

Buddin

g yeast

dapat

terlihat

16

monosit

mendominasi

pada akhirnya

tidak adekuat

Viral meningitis

atau

meningoencefali

tis

Normal

atau

meningkat

tajam

PMNs

mendominasi

pada awalnya

namun

kemudian

monosit

mendominasi

pada akhirnya ;

jarang lebih dari

1000 sel kecuali

pada eastern

equine

20-100 Secara umum

normal; dapat

terdepresi

hingga 40

pada

beberapa

infeksi virus

(15-20% dari

mumps)

Abses (infeksi

parameningeal)

Normal

atau

meningkat

0-100 PMNs

kecuali pecah

menjadi CSF

20-200 Normal Profil

mungki

n

normal

Tabel 3.1 Analisis Cairan Serebrospinal

3.8 Penatalaksanaan

1. Perawatan umum

a. Penderita dirawat di rumah sakit.

b. Mula – mula cairan diberikan secara infus dalam jumlah yang cukup

dan jangan berlebihan.

c. Bila gelisah diberi sedativa seperti Fenobarbital atau penenang.

d. Nyeri kepala diatasi dengan analgetika.

e. Panas diturunkan dengan :

o Kompres es

o Paracetamol

o Asam salisilat

Pada anak dosisnya 10 mg/kg BB tiap 4 jam secara oral

17

f. Kejang diatasi dengan :

o Diazepam

Dewasa : dosisnya 10 – 20 mg IV

Anak : dosisnya 0,5 mg/kg BB IV

o Fenobarbital

Dewasa : dosisnya 6 – 120 mg/hari secara oral

Anak : dosisnya 5 – 6 mg/kg BB/hari secara oral

o Difenil hidantoin

Dewasa : dosisnya 300 mg/hari secara oral

Anak : dosisnya 5 – 9 mg/kg BB/hari secara oral

g. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta diberantas

dengan obat – obatan atau dengan operasi

h. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :

Manitol

Dosisnya 1 – 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 – 60 menit dan

dapat diulangi 2 kali dengan jarak 4 jam

Kortikosteroid

Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis

pertama 10 mg lalu diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam.

Kortikosteroid masih menimbulkan pertentangan. Ada yang

setuju untuk memakainya tetapi ada juga yang mengatakan

tidak ada gunanya.

Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan

membersihkan jalan nafas.

i. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau

(shunting).

j. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 – 30 cc setiap hari selama

2 – 3 minggu, bila gagal dilakukan operasi.

k. Fisiotherapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.2,3

2. Pemberian Antibiotika.

Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa

menunggu hasil biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan antibiotika

18

yang sesuai. Pada terapi meningitis diperlukan antibiotika yang jauh lebih besar

daripada konsentrasi bakterisidal minimal, oleh karena :

o Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid

berarti daya tahan host telah menurun.

o Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit

dan fagositosis tidak efektif.

o Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi

dan komplemen dalam likuor rendah.

Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai

spektrum luas baik terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob serta

dapat melewati sawar darah otak (blood brain barier). Selanjutnya antibiotika

diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas menurut jenis bakteri.

Antibiotika yang sering dipakai untuk meningitis purulenta adalah :

a. Ampisilin

Diberikan secara intravena

Dosis : Neonatus : 50 – 100 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 2 kali pemberian.

Umur 1 – 2 bulan : 100 – 200 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 3 kali pemberian.

Umur > 2 bulan : 300 – 400 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 4 kali pemberian.

Dewasa : 8 – 12 gram/hari

dibagi dalam 4 kali pemberian.

b. Gentamisin

Diberikan secara intravena

Dosis : Prematur : 5 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 2 kali pemberian.

Neonatus : 7,5 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 3 kali pemberian.

Bayi dan dewasa : 5 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 3 kali pemberian.

c. Kloramfenikol

Diberikan secara intravena

Dosis : Prematur : 25 mg/kg BB/hari

19

dibagi dalam 2 kali pemberian.

Bayi genap bulan : 50 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 2 kali pemberian.

Anak : 100 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 4 kali pemberian.

Dewasa : 4 – 8 gram/hari

dibagi dalam 4 kali pemberian.

d. Sefalosporin

Diberikan secara intravena

Sefotaksim

Dosis : Prematur & neonatus : 50 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 2 kali

pemberian.

Bayi & anak : 50 – 200 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 2–4 kali

pemberian.

Dewasa : 2 gram tiap 4 – 6 jam.

Bila fungsi ginjal jelek, dosis diturunkan.

Sefuroksim

Dosis : Anak : 200 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 4 kali

pemberian.

Dewasa : 2 gram tiap 6 jam

Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan, biasanya antibiotika

yang digunakan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini

No Kuman penyebab Pilihan

pertama

Alternatif lain

1. H. influenzae Ampisilin Cefotaksim

2. S. pneumoniae Penisillin G Kloramfenikol

3. N. meningitidis Penisillin G Kloramfenikol

4. S. aureus Nafosillin Vancomisin

20

5. S. epidermitis

Enterobacteriaceae

Sefotaksim Ampisillin bila sensitif

dan atau ditambah

aminoglikosida

secara intrateca.

6. Pseudomonas Pipersillin +

Tobramisin

Sefotaksim

7. Streptococcus

Group A / B

Penicillin G Vankomisin

8. Streptococcus

Group D

Ampisillin +

Gentamisin

9. L monocytogenes Ampisillin Trimetoprim

Sulfametoksasol

Terapi suportif melibatkan pengobatan dehidrasi dengan cairan pengganti

dan pengobatan shock, koagulasi intravaskular diseminata , patut sekresi hormo

n antidiuretik , kejang , peningkatan tekanan intrakranial , apnea , aritmia , dan

koma.Terapi suportif juga melibatkan pemeliharaan perfusi serebral yang memadai dihadapan

edema serebral .

Dengan pengecualian dari HSV dan HIV , tidak ada terapi spesifik untuk

virusensefalitis . Manajemen mendukung dan sering membutuhkan masuk ICU ,

yangmemungkinkan terapi agresif untuk kejang , deteksi tepat waktu kelainan

elektrolit ,dan , bila perlu , pemantauan jalan napas dan perlindungan dan

pengurangan peningkatan tekanan intrakranial .IV asiklovir adalah pilihan

perawatan untuk infeksi HSV . Infeksi HIV dapat diobatidengan kombinasi ARV .

Infeksi M. pneumoniae dapat diobati dengan doksisiklin ,eritromisin , azitromisin ,

klaritromisin atau , meskipun nilai mengobati penyakit mikoplasma SSP dengan agen

ini masih diperdebatkan. Perawatan pendukung sangat penting untuk menurunkan

tekanan intrakranial dan untuk mempertahankan tekanan perkusi serebral yang

memadai dan oksigenasi.

Pada meningitis TB diberikan Kombinasi INH, rifampisin, dan

pyrazinamide dan pada kasus yang berat dapat ditambahkan etambutol atau

streptomisin. Kortikosteroid berupa prednison digunakan sebagai anti inflamasi

yang dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak.2,3

21

3.9 Prognosis

Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :

1. Umur : Anak Makin muda makin baguS prognosisnya

Dewasa Makin tua makin jelek prognosisnya

2. Kuman penyebab

3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika

4. Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan

5. penyakit yang menjadi faktor predisposisi.

Pada banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh

sempurna walaupun proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama.

Sedangkan pada kasus yang berat, dapat terjadi kerusakan otak dan saraf

secara permanen, dan biasanya memerlukan terapi jangka panjang.1,2

BAB 4

22

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, Sdr.A berusia 18 tahun datang ke poli bedah umum

RSUD Kanjuruhan. Pasien mengeluh demam naik turun sejak 4 bulan yang lalu.

Demam disertai dengan keringat saat malam hari. Selain demam pasien

mengeluh penurunan berat badan (>10% BB) dalam 2 bulan dikarenakan nafsu

makan menurun. Pasien juga mengeluh diare sejak 2 minggu yang lalu. Diare

cair disertai ampas, lendir (-), darah (-). Selain itu pasien juga sering kali

merasakan nyeri kepala yang dirasa sangat berat. Riw. Batuk lama (-), Riw.

Kontak dengan penderita TB disangkal, Riw. Seks bebas dan pemakaian

narkoba di sangkal. BAK normal.

Melalui pemeriksaan fisik, didapatkan pasien lemah dengan tanda-tanda

vital dalam batas normal. Pemeriksaan neurologi menunjukkan adanya

meningeal sign berupa kaku kuduk dan didapatkan lateralisasi kanan.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, working diagnosis pada pasien

ini adalah susp. Meningoencephalitis TB dd bakterial. Untuk menunjang

diagnosis dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu CT scan dan foto thorax PA.

Namun, sebelum pemeriksaan dilakukan pasien meninggal sehingga diagnosis

pasti pada pasien ini belum bisa ditegakkan. Pemeriksaan lain yang seharusnya

dilakukan pada pasien ini adalah Lumbar Puncture (LP) untuk menganalisa

cairan serebrospinal sehingga mengetahui etiologi dari penyakit yang diderita

pasien.

BAB 5

23

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon

dan meningens.

Meningoencephalitis merupakan penyakit infeksi yang bisa disebabkan

oleh banyak hal, antara lain bakteri, virus , jamur, parasit. Untuk bisa

menegakkan diagnosa dengan tepat, maka pemahaman dokter tentang

penyakit ini sangat dibutuhkan.

Dari anamnesis ditemukan gejala seperti demam, nyeri kepala, mual,

muntah, nafsu makan menurun, dan lain sebagainya. Sedangkan dari

pemeriksaan fisik ditemukan gejala seperti meningeal sign, kelemahan

anggota gerak tubuh, dan lain-lain sesuai derajat keparahan penyakit

penderita.

Pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung diagnosis

meningoensefalitis adalah pemeriksaan CT scan dan lumbar puncture.

Melalui pemeriksaan lumbar puncture dapat diketahui etiologi dari

meningoensefalitis.

Prognosis penyakit ini juga didukung oleh ketepatan dan kecepatan

dokter dalam memberikan terapi yang sesuai.

5.2 Saran

Meningoensefalitis merupakan penyakit yang memerlukan terapi cepat

untuk menghindari komplikasi seperti kejang, kelemahan, kerusakan otak

permanen, henti nafas bahkan kematian. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

tepat diperlukan sehingga diagnosis meningoencephalitis dapat segera

ditegakkan melalui pemeriksaan penunjang seperti CT scan dan pungsi lumbal.

DAFTAR PUSTAKA

24

1. Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL :

http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm

2. Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library

URL:http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar%20japardi23.pdf

3. Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial

Meningitis. The New England Journal of Medicine. 336 : 708-16

URL :http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf

4. Markam S, Penuntun Neurologi, Binarupa Aksara, Jakarta; 18-50

5. Chusid JG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional Bagian

Satu, Gajah Mada University Press, Jogjakarta, 1990; 150-190

6. Duus Peter, Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan

Gejala edisi II, EGC, Jakarta; 78-127

7. Fitzgerald MJ, Gruener G, Mtui E, Clinical Neuroanatomy and

Neuroscience Fifth edition International edition, Saunders Elsevier,

British, 2007; 225-257

8. Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner, Dana. 2006.

Lumbar Puncture. The New England Journal of Medicine. 12 : 355

URL :http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf

25