Upload
nzm251190
View
10
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Penyakit yang menyerang otak merupakan masalah yang serius dalam
bidang kesehatan terutama di Indonesia. Dewasa ini, penyakit
meningoenchepalitis mulai banyak ditemukan di masyarakat kita. Penyakit ini
merupakan penyakit yang serius yang menyerang selaput otak dan jaringan otak,
penyakit ini juga bisa menyebabkan penurunan kesadaran dari penderita hingga
kematian.1
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang
menutupi otak dan medula spinalis). Sedangkan Encephalitis adalah peradangan
jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medulla
spinalis. Sehingga, menurut pengertiannya, Meningoencephalitis merupakan
peradangan pada selaput meningen dan jaringan otak.1
Insidens Meningitis sebenarnya masih belum diketahui pasti, menurut
penelitian BMJ Clinical Research tahun 2008, Meningitis bakterial terjadi pada
kira-kira 3 per 100.000 orang setiap tahunnya di negara-negara Barat. Studi
populasi secara luas memperlihatkan bahwa meningitis virus lebih sering terjadi,
sekitar 10,9 per 100.000 orang, dan lebih sering terjadi pada musim panas. Di
Brasil, angka meningitis bakterial lebih tinggi, yaitu 45,8 per 100,000 orang setiap
tahun. Afrika Sub-Sahara sudah mengalami epidemik meningitis meningokokus
yang luas selama lebih dari satu abad, sehingga disebut “sabuk meningitis”.1
Encephalitis sendiri merupakan penyakit langka yang terjadi pada sekitar
0,5 per 100.000 orang, dan paling sering terjadi pada anak-anak, orang tua, dan
orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah (misalnya, orang dengan
HIV / AIDS atau kanker).1
Meningoencephalitis merupakan penyakit infeksi yang bisa disebabkan
oleh banyak hal, antara lain bakteri, virus , jamur, parasit. Untuk bisa
menegakkan diagnosa dengan tepat, maka pemahaman dokter tentang penyakit
ini sangat dibutuhkan. Prognosis penyakit ini juga didukung oleh ketepatan dan
kecepatan dokter dalam memberikan terapi yang sesuai.1
1
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Identitas Pasien
Nama : Sdr. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 18 tahun
Agama/Suku : Islam / Jawa
Alamat : Kepanjen
No RM : 364342
2.2 Anamnesis
Autoanamnesis Ruang Imam Bonjol RSUD Kanjuruhan Malang
(23/01/2015)
Keluhan Utama
Demam sejak 4 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh demam naik turun sejak 4 bulan yang lalu. Demam
disertai dengan keringat saat malam hari. Selain demam pasien
mengeluh penurunan berat badan (>10% BB) dalam 2 bulan dikarenakan
nafsu makan menurun. Pasien juga mengeluh diare sejak 2 minggu yang
lalu. Diare cair disertai ampas, lendir (-), darah (-). Selain itu pasien juga
sering kali merasakan nyeri kepala yang dirasa sangat berat. Riw. Batuk
lama (-), Riw. Kontak dengan penderita TB disangkal, Riw. Seks bebas
dan pemakaian narkoba di sangkal. BAK normal.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat Pengobatan
Pasien berobat ke puskesmas untuk mengobati gejalanya, namun tidak
membaik
Riwayat Sosial
Minum alkohol (-), Merokok (-) Seks bebas disangkal.
2
2.3 Pemeriksaan Fisik
(Ruang Imam Bonjol RSUD Kanjuruhan 23/01/2015
Keadaan umum : tampak sakit berat
Tanda Vital
Kesadaran : compos mentis (GCS 456)
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Denyut nadi : 80x/menit, regular
Temp. Axilla : 36.5 ºC
Pernapasan : 18x/menit reguler
Kepala/Leher : Anemis +/+, ikterik -/-,JVP R + 0 cm H20,
Pembesaran Lympha nodul (-)
Thoraks : Pengembangan dada simetris, nafas spontan adekuat
P/ S/S A v/v Rh -/- Wh -/-
S/S v/v -/- -/-
S/S v/v -/- -/-
Jantung : Iktus terlihat, teraba pada MCL S ICS V
S1S2 single, murmur (-).
Abdomen : Flat, soefl, BS (+) N,
Extremitas : Edema -/-
Pemeriksaan neurologis :
MS : KK (+), Burdzinski (-/-/-/-), Kernig sign (-)
Reflek cahaya (+/+), Pupil bulat isokor 3 mm/3 mm
Reflek fisiologis :
o Refleks biceps + | + normal
o Refleks triceps + | + normal
o Refleks patella + | + normal
o Refleks achilles + | + normal
Reflek patologis :
o Refleks Hoffman - | -
o Refleks Trommer - | -
o Refleks Babinski - | -
3
o Refleks Chaddock - | -
o Refleks Oppenheim - | -
o Klonus - | -
Motorik : terdapat lateralisasi kanan
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (23/01/2015)
Darah Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal Kesan
Leukosit 8.05.103 cell/cmm 6.000-14.000 Normal
Eritrosit 3.6.106 /cmm 3.4-5.1 Normal
Hemoglobin 9.5 gr/dl 10.5-14 Menurun
Hematokrit 32.5 % 32-42 Normal
Trombosit 180.000 cell/cmm 150.000-450.000 Normal
Albumin 2.6 gr/dL 3.3-3.5 Menurun
Tabel 2.1 Hasil Laboratorium (23/01/2015)
2.5 Diagnosis
Susp. meningoensefalitis TB dd bakterial + Anemia + Hipoalbuminemia
2.7 Penatalaksanaan
PDx : konsul neurologi, pemeriksaan LED
PTx :
Diet TKTP
Pasang kateter
IVFD NS 20 tpm
Inj Ceftriaxone 2x2
Inj Ranitidin 2x1
Inj. Metamizole 3x1 k/p demam
4
3 5
3 5
Follow up
Tgl Jam Keluhan Pasien/Temuan
Pemeriksaan/Diagnosa/DD
Rencana/Pengobatan/Tindakan
23 Januari2015
10.00 KU: tampak sakit berat, Pasien kejang
- Inj. Diazepam 1 amp. - Pasang O2 n.c 2 lpm- Pasang NGT- Diet TKTP per NGT- Jawaban konsul neuro :
Rawat bersamaRencana CT scan kepalaMonitor Kejang
25 Januari 2015
12.00 KU : tampak sakit berat, Pasien kejang
- Inj. Diazepam 1 amp. - Loading Fenitoin 4 amp.
dalam 40 cc NS - Dilanjutkan dengan Fenitoin
p.o 3x100 mg per NGT.23.00 KU : Jelek.
Kesadaran : ComaTD : 60/palpasi, N : lemah, RR : 30x/menit, Tax : 36
- KIE keluarga- Extract ventolin neb dan
grojok RL 1 flash
23.15 KU : Jelek. Kesadaran : ComaTD : 40/palpasi, N : lemah, RR : 10x/menit, akaral dingin
- KIE keluarga- O2 n.c 3 lpm- Obs. TTV
23.30 TD : tidak terukur, N: tidak teraba, pupil midriasis maksimal, akral dingin
- RJP gagal pasien dinyatakan meninggal dunia.
5
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
Meningens merupakan selaput atau membran yang terdiri atas jaringan
ikat yang melapisi dan melindungi otak. Selaput otak atau meningens terdiri dari
tiga bagian yaitu:
1. Durameter
Durameter dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara konvensional
durameter ini terdiri atas dua lapis, yaitu endosteal dan lapisan meningeal. Kedua
lapisan ini melekat dengan rapat, kecuali sepanjang tempat-tempat tertentu,
terpisah dan membentuk sinus-sinus venosus. Lapisan endosteal sebenarnya
merupakan lapisan periosteum yang menutupi permukaan dalam tulang cranium.
Lapisan meningeal merupakan lapisan durameter yang sebenarnya, sering
disebut dengan cranial durameter. Lapisan meningeal ini terdiri atas jaringan
fibrous padat dan kuat yang membungkus otak dan melanjutkan menjadi
durameter spinalis setelah melewati foramen magnum yang berakhit sampai
segmen kedua dari os sacrum.
Lapisan meningeal membentuk septum ke dalam, membagi rongga
cranium menjadi ruang-ruang yang saling berhubungan dengan bebas dan
menampung bagian-bagian otak. Fungsi septum ini adalah untuk menahan
pergeseran otak. Adapun empat septum itu antara lain:
o Falx cerebri adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang terletak
pada garis tengah diantara kedua hemisfer cerebri. Ujung bagian anterior
melekat pada crista galli. Bagian posterior melebar, menyatu dengan
permukaan atas tentorium cerebelli.
o Tentorium cerebelli adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang
menutupi fossa crania posterior. Septum ini menutupi permukaan atas
cerebellum dan menopang lobus occipitalis cerebri.
o Falx cerebelli adalah lipatan durameter yang melekat pada protuberantia
occipitalis interna.
o Diapharma sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari durameter, yang
mmenutupi sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidalis.
6
Diafragma ini memisahkan pituitary gland dari hypothalamus dan chiasma
opticum. Pada bagian tengah terdapat lubang yang dilalui oleh tangkai
hypophyse.
Pada pemisahan dua lapisan durameter ini, terdapat sinus duramatris
yang berisi darah vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari
drainase vena pada otak dan mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding
dari sinus-sinus ini dibatasi oleh endothelium. Sinus pada calvaria yaitu sinus
sagitalis superior. Sinus sagitalis inferior, sinus transverses dan sinus sigmoidea.
Sinus pada basis crania antara lain: sinus occipitalis, sinus sphenoidalis, sinus
cavernosus, dan sinus petrosus.
Pada lapisan durameter ini terdapat banyak cabang-cabang pembuluh
darah yang berasal dari arteri carotis interna, a. maxilaris, a.pharyngeus
ascendens,a.occipitalis dan a.vertebralis. Dari sudut klinis, yang terpenting
adalah a. meningea media (cabang dari a.maxillaris) karena arteri ini umumnya
sering pecah pada keadaan trauma capitis. Pada durameter terdapat banyak
ujung-ujung saraf sensorik, dan peka terhadapa rgangan sehingga jika terjadi
stimulasi pada ujung saraf ini dapat menimbulkan sakit kepala yang hebat.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang
menutupi otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Mebran ini
dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari
piameter oleh cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum
subarachnoid (subarachnoid space) merupakan suatu rongga/ruangan yang
dibatasi oleh arachnoid dibagian luar dan piameter pada bagian dalam. Dinding
subarachnoid space ini ditutupi oleh mesothelial cell yang pipih. Pada daerah
tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus venosus membentuk villi
arachnoidales. Agregasi ini berfungsi sebagai tempat perembesan cerebrospinal
fluid ke dalam aliran darah.
Arachnodi berhubungan dengan piameter melalui untaian jaringan fibrosa
halus yang melintasi cairan dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan
dari dan ke otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum
subarachnoid.
3. Piameter
7
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang
belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan
dengan banyak pembuluh darah dan terdiri atas jaringan penyambung yang
halus serta dilalui pemmbuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir
sebagai end feet dalam piameter untuk membentuk selaput pia-glia Selaput ini
berfungsi untuk mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam
susunan saraf pusat.
Piameter membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus
dan menyatu dengan ependyma membentuk plexus choroideus dalam
ventriculus lateralis, tertius dan quartus.
Gambar 3.1 Penampang melintang lapisan pembungkus jaringan otak
Sedangkan encephalon adalah bagian sistem saraf pusat yang terdapat
di dalam kranium; terdiri atas proencephalon (disebut juga forebrain yaitu bagian
dari otak yang berkembang dari anterior tiga vesikel primer terdiri atas
diensefalon dan telensefalon); mesencephalon (disebut juga brainstem yaitu
bagian dari otak yang berkembang dari bagian tengah tiga vesikel primer, terdiri
atas tektum dan pedunculus); dan rhombencephalon (disebut juga
hindbrain,terdiri atas metensefalon (serebelum dan pons) dan mielensefalon
(medulla oblongata).
8
Gambar 3.2 Skema pembagian jaringan otak
Gambar 3.3 Jaringan otak
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan
salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medulla spinalis terhadap
trauma atau gangguan dari luar. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang
lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162
ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari
cairan, baik ekstra sel maupun intra sel.
Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500
ml/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150ml dalam
9
sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi
dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam
sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5kali dalam sehari. Perubahan
dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu
kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam
mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi.
Selain itu juga untuk evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit,serta
menentukan prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu
tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat untuk menetapkan diagnosa,
mengidentifikasi organism penyebab serta dapat untuk melakukan test
sensitivitas antibiotika. Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang subaraknoid di
sekitar otak dan medulla spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak.
Cairan cerebrospinalis menyerupai plasma darah dan cairan interstisial, tetapi
tidak mengandung protein. Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh plesus koroid
dan sekresi oleh sel-sel ependimal yang mengitari pembuluh darah serebral dan
melapisi kanal sentral medulla spinalis. Fungsi cairan cerebrospinalis adalah
sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medulla spinalis, juga
berperan sebagai media pertukaran nutrient dan zat buangan antara darah dan
otak serta medulla spinalis.5,6,7
Gambar 3.4 Aliran Cairan Serebrospinal
10
3.2 Definisi
Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon
dan meningens. Nama lain dari meningoencephalitis adalah cerebromeningitis,
encephalomeningitis, dan meningocerebritis.
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai
cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah
kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri
adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta
bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus
merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita
dan droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin
dan cairan tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port d’entree utama
pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain
melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang
masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal
dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada
selaput otak dan otak.2,4
3.3 Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing
dan protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang
disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab
lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh
bakteri maupun produk bakteri lebih berat.
Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada
golongan umur tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh
E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeria monositogenes. Golongan umur dibawah
5 tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan
11
Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus
influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada
usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus,
Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.
Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah
kuman Tuberculosis dan virus.
Meningitis yang disebabkan oleh virus
mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri.
Penyebab meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu Mumpsvirus,
Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes simplex , Herpes zooster,
dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptik(viral).4
3.4 Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di
organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen
sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,
Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula
secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat
selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus
kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma
kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman
ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid,
CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.
Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam
minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan,
bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di
lapisan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks
dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
12
neuron-neuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-
purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada meningitis yang disebabkan oleh
virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang
disebabkan oleh bakteri.2,4
3.5 Manifestasi Klinis
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas
mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih
serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang
disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise,
kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke
susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai
dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan
disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah,
leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis
Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah
dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku
leher, dan nyeri punggung.
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat
pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara
akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang,
nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai
dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak
dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus
pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus.
Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran
pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi,
nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal
tampak kabur, keruh atau purulen.
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau
stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti
13
gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut,
sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat
badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan
gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang
hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri
punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu
dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala
yang hebat dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak.
Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi
kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan
muntah lebih hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan
kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita
dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan
sebagaimana mestinya.2,4
3.6 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik secara umum dan
pemeriksaan fisik neurologi.
Pemeriksaan fisik neurologi merupakan pemeriksaan yang memerlukan
ketelitian dan sistimatik sehingga dapat menentukan diagnosis klinis dan topik,
dari kemungkinan diagnosis ini maka perencanaan pemeriksaan penunjang
dapat dilaksanakan secara rasional dan objektif.1,4
Pemeriksaan fisik neurologi mencakup hal-hal sebagai berikut :
- Pemeriksaan tingkat kesadaran
- Pemeriksaan tanda rangsangan meningeal
- Pemeriksaan saraf kranial
- Pemeriksaan fungsi motorik
- Pemeriksaan fungsi sensorik
- Pemeriksaan fungsi luhur
- Pemeriksaan fungsi otonom
- Pemeriksaan fungsi koordinasi
- Pemeriksaan reflek fisiologis
- Pemeriksaan reflek patologis
14
3.7 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap
Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
o Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.
Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga
peningkatan LED.
o Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
Pencitraan
o Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila
mungkin dilakukan CT Scan.
o Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid,
sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada.1,2,4
Pungsi Lumbal Jika dicurigai bakteri meningitis dan encephalitis, pungsi lumbal harus dilakukan. Pungsi lumbal harus dihindari dengan adanya
ketidakstabilan kardiovaskular atau tanda-tanda tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal rutin termasuk hitung
WBC, diferensial, kadar protein dan glukosa, dan gram stain. Bakteri meningitis ditandai dengan pleositosis neutrophilic, cukup dengan
protein tinggi nyata, dan glukosa rendah. Viral meningitis ditandai dengan protein pleositosis limfositik ringan sampai sedang, normal atau
sedikit lebih tinggi, dan glukosa normal. Sedangkan pada encephalitis menunjukkan pleositosis limfositik, ketinggian sedikit kadar protein,
dan kadar glukosa normal. Peningkatan eritrosit dan protein CSF dapat terjadi dengan HSV. Extreme peningkatan protein dan rendahnya
kadar glukosa menunjukan infeksi tuberkulosis, infeksi kriptokokus, atau carcinomatosis meningeal.8
Kondisi Tekanan Leukosit (/μL) Protein
(mg/dL)
Glukosa
(mg/dL)
Ket.
Normal 50-180
mm H2O
<4; 60-70%
limfosit,
30-40%
monosit,
1-3% neutrofil
20-45 >50 atau 75%
glukosa darah
Meningitis
bakterial akut
Biasanya
meningkat
100-60,000 +;
biasanya
beberapa ribu;
PMNs
100-500 Terdepresi
apabila
dibandingkan
dengan
Organi
sme
dapat
dilihat
15
mendominasi glukosa
darah;
biasanya <40
pada
Gram
stain
dan
kultur
Meningitis
bakterial yang
sedang
menjalani
pengobatan
Normal
atau
meningkat
1-10,000;
didominasi
PMNs tetapi
mononuklear
sel biasa
mungkin
mendominasi
Apabila
pengobatan
sebelumnya
telah lama
dilakukan
>100 Terdepresi
atau normal
Organi
sme
normal
dapat
dilihat;
pretrea
tment
dapat
menye
babkan
CSF
steril
Tuberculous
meningitis
Biasanya
meningkat
: dapat
sedikit
meningkat
karena
bendunga
n cairan
serebrospi
nal pada
tahap
tertentu
10-500; PMNs
mendominasi
pada awalnya
namun
kemudian
limfosit dan
monosit
mendominasi
pada akhirnya
100-500;
lebih
tinggi
khususny
a saat
terjadi
blok
cairan
serebrosp
inal
<50 usual;
menurun
khususnya
apabila
pengobatan
tidak adekuat
Bakteri
tahan
asam
mungki
n
dapat
terlihat
pada
pemeri
ksaan
usap
CSF;
Fungal Biasanya
meningkat
25-500; PMNs
mendominasi
pada awalnya
namun
kemudian
20-500 <50;
menurun
khususnya
apabila
pengobatan
Buddin
g yeast
dapat
terlihat
16
monosit
mendominasi
pada akhirnya
tidak adekuat
Viral meningitis
atau
meningoencefali
tis
Normal
atau
meningkat
tajam
PMNs
mendominasi
pada awalnya
namun
kemudian
monosit
mendominasi
pada akhirnya ;
jarang lebih dari
1000 sel kecuali
pada eastern
equine
20-100 Secara umum
normal; dapat
terdepresi
hingga 40
pada
beberapa
infeksi virus
(15-20% dari
mumps)
Abses (infeksi
parameningeal)
Normal
atau
meningkat
0-100 PMNs
kecuali pecah
menjadi CSF
20-200 Normal Profil
mungki
n
normal
Tabel 3.1 Analisis Cairan Serebrospinal
3.8 Penatalaksanaan
1. Perawatan umum
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Mula – mula cairan diberikan secara infus dalam jumlah yang cukup
dan jangan berlebihan.
c. Bila gelisah diberi sedativa seperti Fenobarbital atau penenang.
d. Nyeri kepala diatasi dengan analgetika.
e. Panas diturunkan dengan :
o Kompres es
o Paracetamol
o Asam salisilat
Pada anak dosisnya 10 mg/kg BB tiap 4 jam secara oral
17
f. Kejang diatasi dengan :
o Diazepam
Dewasa : dosisnya 10 – 20 mg IV
Anak : dosisnya 0,5 mg/kg BB IV
o Fenobarbital
Dewasa : dosisnya 6 – 120 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 – 6 mg/kg BB/hari secara oral
o Difenil hidantoin
Dewasa : dosisnya 300 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 – 9 mg/kg BB/hari secara oral
g. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta diberantas
dengan obat – obatan atau dengan operasi
h. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :
Manitol
Dosisnya 1 – 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 – 60 menit dan
dapat diulangi 2 kali dengan jarak 4 jam
Kortikosteroid
Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis
pertama 10 mg lalu diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam.
Kortikosteroid masih menimbulkan pertentangan. Ada yang
setuju untuk memakainya tetapi ada juga yang mengatakan
tidak ada gunanya.
Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan
membersihkan jalan nafas.
i. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau
(shunting).
j. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 – 30 cc setiap hari selama
2 – 3 minggu, bila gagal dilakukan operasi.
k. Fisiotherapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.2,3
2. Pemberian Antibiotika.
Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa
menunggu hasil biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan antibiotika
18
yang sesuai. Pada terapi meningitis diperlukan antibiotika yang jauh lebih besar
daripada konsentrasi bakterisidal minimal, oleh karena :
o Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid
berarti daya tahan host telah menurun.
o Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit
dan fagositosis tidak efektif.
o Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi
dan komplemen dalam likuor rendah.
Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai
spektrum luas baik terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob serta
dapat melewati sawar darah otak (blood brain barier). Selanjutnya antibiotika
diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas menurut jenis bakteri.
Antibiotika yang sering dipakai untuk meningitis purulenta adalah :
a. Ampisilin
Diberikan secara intravena
Dosis : Neonatus : 50 – 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Umur 1 – 2 bulan : 100 – 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Umur > 2 bulan : 300 – 400 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 8 – 12 gram/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
b. Gentamisin
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Neonatus : 7,5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Bayi dan dewasa : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
c. Kloramfenikol
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 25 mg/kg BB/hari
19
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bayi genap bulan : 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Anak : 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 4 – 8 gram/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
d. Sefalosporin
Diberikan secara intravena
Sefotaksim
Dosis : Prematur & neonatus : 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali
pemberian.
Bayi & anak : 50 – 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2–4 kali
pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 4 – 6 jam.
Bila fungsi ginjal jelek, dosis diturunkan.
Sefuroksim
Dosis : Anak : 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali
pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 6 jam
Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan, biasanya antibiotika
yang digunakan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini
No Kuman penyebab Pilihan
pertama
Alternatif lain
1. H. influenzae Ampisilin Cefotaksim
2. S. pneumoniae Penisillin G Kloramfenikol
3. N. meningitidis Penisillin G Kloramfenikol
4. S. aureus Nafosillin Vancomisin
20
5. S. epidermitis
Enterobacteriaceae
Sefotaksim Ampisillin bila sensitif
dan atau ditambah
aminoglikosida
secara intrateca.
6. Pseudomonas Pipersillin +
Tobramisin
Sefotaksim
7. Streptococcus
Group A / B
Penicillin G Vankomisin
8. Streptococcus
Group D
Ampisillin +
Gentamisin
9. L monocytogenes Ampisillin Trimetoprim
Sulfametoksasol
Terapi suportif melibatkan pengobatan dehidrasi dengan cairan pengganti
dan pengobatan shock, koagulasi intravaskular diseminata , patut sekresi hormo
n antidiuretik , kejang , peningkatan tekanan intrakranial , apnea , aritmia , dan
koma.Terapi suportif juga melibatkan pemeliharaan perfusi serebral yang memadai dihadapan
edema serebral .
Dengan pengecualian dari HSV dan HIV , tidak ada terapi spesifik untuk
virusensefalitis . Manajemen mendukung dan sering membutuhkan masuk ICU ,
yangmemungkinkan terapi agresif untuk kejang , deteksi tepat waktu kelainan
elektrolit ,dan , bila perlu , pemantauan jalan napas dan perlindungan dan
pengurangan peningkatan tekanan intrakranial .IV asiklovir adalah pilihan
perawatan untuk infeksi HSV . Infeksi HIV dapat diobatidengan kombinasi ARV .
Infeksi M. pneumoniae dapat diobati dengan doksisiklin ,eritromisin , azitromisin ,
klaritromisin atau , meskipun nilai mengobati penyakit mikoplasma SSP dengan agen
ini masih diperdebatkan. Perawatan pendukung sangat penting untuk menurunkan
tekanan intrakranial dan untuk mempertahankan tekanan perkusi serebral yang
memadai dan oksigenasi.
Pada meningitis TB diberikan Kombinasi INH, rifampisin, dan
pyrazinamide dan pada kasus yang berat dapat ditambahkan etambutol atau
streptomisin. Kortikosteroid berupa prednison digunakan sebagai anti inflamasi
yang dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak.2,3
21
3.9 Prognosis
Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :
1. Umur : Anak Makin muda makin baguS prognosisnya
Dewasa Makin tua makin jelek prognosisnya
2. Kuman penyebab
3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika
4. Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan
5. penyakit yang menjadi faktor predisposisi.
Pada banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh
sempurna walaupun proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama.
Sedangkan pada kasus yang berat, dapat terjadi kerusakan otak dan saraf
secara permanen, dan biasanya memerlukan terapi jangka panjang.1,2
BAB 4
22
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, Sdr.A berusia 18 tahun datang ke poli bedah umum
RSUD Kanjuruhan. Pasien mengeluh demam naik turun sejak 4 bulan yang lalu.
Demam disertai dengan keringat saat malam hari. Selain demam pasien
mengeluh penurunan berat badan (>10% BB) dalam 2 bulan dikarenakan nafsu
makan menurun. Pasien juga mengeluh diare sejak 2 minggu yang lalu. Diare
cair disertai ampas, lendir (-), darah (-). Selain itu pasien juga sering kali
merasakan nyeri kepala yang dirasa sangat berat. Riw. Batuk lama (-), Riw.
Kontak dengan penderita TB disangkal, Riw. Seks bebas dan pemakaian
narkoba di sangkal. BAK normal.
Melalui pemeriksaan fisik, didapatkan pasien lemah dengan tanda-tanda
vital dalam batas normal. Pemeriksaan neurologi menunjukkan adanya
meningeal sign berupa kaku kuduk dan didapatkan lateralisasi kanan.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, working diagnosis pada pasien
ini adalah susp. Meningoencephalitis TB dd bakterial. Untuk menunjang
diagnosis dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu CT scan dan foto thorax PA.
Namun, sebelum pemeriksaan dilakukan pasien meninggal sehingga diagnosis
pasti pada pasien ini belum bisa ditegakkan. Pemeriksaan lain yang seharusnya
dilakukan pada pasien ini adalah Lumbar Puncture (LP) untuk menganalisa
cairan serebrospinal sehingga mengetahui etiologi dari penyakit yang diderita
pasien.
BAB 5
23
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon
dan meningens.
Meningoencephalitis merupakan penyakit infeksi yang bisa disebabkan
oleh banyak hal, antara lain bakteri, virus , jamur, parasit. Untuk bisa
menegakkan diagnosa dengan tepat, maka pemahaman dokter tentang
penyakit ini sangat dibutuhkan.
Dari anamnesis ditemukan gejala seperti demam, nyeri kepala, mual,
muntah, nafsu makan menurun, dan lain sebagainya. Sedangkan dari
pemeriksaan fisik ditemukan gejala seperti meningeal sign, kelemahan
anggota gerak tubuh, dan lain-lain sesuai derajat keparahan penyakit
penderita.
Pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung diagnosis
meningoensefalitis adalah pemeriksaan CT scan dan lumbar puncture.
Melalui pemeriksaan lumbar puncture dapat diketahui etiologi dari
meningoensefalitis.
Prognosis penyakit ini juga didukung oleh ketepatan dan kecepatan
dokter dalam memberikan terapi yang sesuai.
5.2 Saran
Meningoensefalitis merupakan penyakit yang memerlukan terapi cepat
untuk menghindari komplikasi seperti kejang, kelemahan, kerusakan otak
permanen, henti nafas bahkan kematian. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
tepat diperlukan sehingga diagnosis meningoencephalitis dapat segera
ditegakkan melalui pemeriksaan penunjang seperti CT scan dan pungsi lumbal.
DAFTAR PUSTAKA
24
1. Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL :
http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm
2. Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library
URL:http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar%20japardi23.pdf
3. Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial
Meningitis. The New England Journal of Medicine. 336 : 708-16
URL :http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf
4. Markam S, Penuntun Neurologi, Binarupa Aksara, Jakarta; 18-50
5. Chusid JG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional Bagian
Satu, Gajah Mada University Press, Jogjakarta, 1990; 150-190
6. Duus Peter, Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan
Gejala edisi II, EGC, Jakarta; 78-127
7. Fitzgerald MJ, Gruener G, Mtui E, Clinical Neuroanatomy and
Neuroscience Fifth edition International edition, Saunders Elsevier,
British, 2007; 225-257
8. Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner, Dana. 2006.
Lumbar Puncture. The New England Journal of Medicine. 12 : 355
URL :http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf
25