Upload
rizkirijatullah
View
10
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
Mekanisme dan fungsi ginjal
Ginjal melakukan berbagai fungsi yang ditujukkan untuk mempertahankan homeostatis.
Sel-sel pada organisme multisel kompleks mampu berfungsi dan bertahan hidup hanya dalam
suatu lingkungan cairan. Lingkungan cairan internal adalah cairan ekstrasel (CES) yang
membasuh semua sel di dalam tubuh dan harus dipertahankan secara homeostatis. Pada tubuh,
pertukaran antara sel dan CES dapat mengubah komposisi lingkungan cairan internal yang kecil
dan pribadi ini apabila tidak terdapat mekanisme untuk mempertahankan stabilitasnya. Secara
garis besar, makhluk hidup di darat dapat bertahan hidup karena adanya ginjal, organ yang
bersama dengan masukan hormonal dan saraf yang mengatur fungsinya, terutama berperan
dalam mempertahankan stabilitas volume dan komposisi elektrolit CES. Dengan menyesuaikan
jumlah air dan berbagai konstituen plasma yang akan disimpan di dalam tubuh atau dikeluarkan
melalui urin, ginjal mampu mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit di dalam rentang
yang sangat sempit yang cocok bagi kehidupan, walaupun pemasukan dan pengeluaran
konstituen-konstituen tersebut melalui jalan lain sangat bervariasi (Sherwood, 2011).
Jika terdapat kelebihan air atau elektrolit tertentu di CES, misalnya garam NaCl, ginjal
dapat mengeleminasi kelebihan tersebut dalam urin. Jika terjadi kekurangan ginjal sebenarnya
tidak dapat memberi tambahan konstituen yang kurang tersebut, tetapi dapat membatasi
kehilangan zat tersebut melalui urin, sehinggan dapat menyimpan sampai lebih banyak zat
tersebut didapat dari makanan. Dengan demikian, ginjal dapat lebih efisien melakukan
kompensasi untuk kelebihan daripada kekurangan, kenyataannya pada beberapa keadaan ginjal
tidak dapat secara total menghentikan pengeluaran suatu bahan penting melalui urin, walaupun
tubuh sedang kekurangan bahan tersebut(Sherwood, 2011).
Selain berperan penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, ginjal juga
merupakan jalan penting untuk mengeluarkan berbagai zat sisa metabolik yang toksik dan
senyawa-senyawa asing dari tubuh. Zat-zat sisa ini tidak dapat dikeluarkan dalam bentuk padat,
mereka harus dieksresikan dalam bentuk larutan, sehingga ginjal harus menghasilkan minimal
500 ml urin berisi zat sisa per harinya. Karena H2O yang dikeluarkan di urin berasal dari plasma
darah, seseorang yang tidak mendapat H2O sedikitpun tetap diharuskan menghasilkan urin
sampai meninggal akibat deplesi volume plasma ke tingkat fatal, karena H2O akan turut dibuang
menyertai pengeluaran zat-zat sisa(Sherwood, 2011).
Ginjal juga dapat melakukan penyesuaian dalam melakukan penegluaran konstituen-
konstituen CES ini melalui urin untuk mengkompensasi pengeluaran abnormal, misalnya melalui
keringat berlebihan, muntah, diare, atau pendarahan. Dengan demikian, komposisi urin sangat
bervariasi karena ginjal melakukan penyesuaian terhadap perubahan pemasukan atau
pengeluaran berbagai bahan batas sempit yang cocok untuk kehidupan. Berikut ini adalah fungsi
spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar ditunjukkan untuk mempertahankan
kestabilan lingkungan cairan internal (Sherwood, 2011):
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES, termasuk Na+, Cl-, K+, HCO3-,
Ca++, Mg++, SO4=, PO4
≡, dan H+. Bahkan fluktuasi minor pada konsentrasi sebagian
elektrolit ini dalam CES dapat menimbulkan pengaruh besar. Sebagai contoh, perubahan
konsentrasi K+ di CES daoat menimbulkan disfungsi jantung yang fatal.
3. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam pengaturan
jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran ginjal sebagai
pengatur keseimbangan garam dan H2O.
4. Membantu memelihara keseimbangan asam-basa tubuh dengan menyesuaikan
pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin.
5. Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh, terutama melalui
pengaturan keseimbangan H2O.
6. Mengeksresikan (eliminasi) produk-produk sisa (buangan) dari metabolisme tubuh,
misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk, zat-zat sisa tersebut
bersifat toksik, terutama bagi otak.
7. Mengeksresikan banyak senyawa asing, misalnya obat, zat penambah pada makanan,
pestisida, dan bahan-bahan eksogen non-nutrisi lainnya yang berhasil masuk ke dalam
tubuh.
8. Mensekresikan eritropoetin, suatu hormon yang dapat merangsang pembentukan sel
darah merah.
9. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi berantai yang penting
dalam proses konservasi garam oleh ginjal.
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Ginjal mensintesis glukosa dari asam amino dan prekursor lainnya selama masa puasa
yang panjang, proses ini disebut glukoneogenesis. Kapasitas ginjal untuk menambahkan glukosa
pada darah selama masa puasa yang panjang dapat menyaingi hati. Pada penyakit ginjal kronik
atau gagal ginjal akut, fungsi homeostatik ini terganggu, dan kemudian terjadi abnormalitas
komposisi dan volume cairan tubuh yang berat dan cepat. Pada gagal ginjal lengkap, dalam
beberapa hari saja dapat terjadi akumulasi kalium, asam, cairan, dan zat-zat lainnya dalam tubuh
sehingga menyebabkan kematian, kecuali jika ada intervensi klinis seperti hemodialisis untuk
perbaikan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit, paling tidak sebagian (Sherwood, 2011).
Filtrasi Ginjal
Proses filtrasi dari ginjal dilakukan pada daerah korpuskel ginjal yang dimana banyak
terdapat pembuluh darah pada daerah tersebut. Kapiler darah yang berupa kapiler fenestra yang
tertutupi oleh kaki – kaki pedikel pososit ini berfungsi seperti saringan yang dapat melewatkan
benda berukuran dibawah 8 nano meter. Ukuran yang kecil ini tidak memungkinkan bagi
protein, enzim dan zat yang besar untuk melewatinya. Selain daripada itu, sawar ini juga
memiliki muatan negatif, sehingga zat-zat yang memiliki muatan negatif akan sangat sulit untuk
melewati sawar ini. Hal ini terbukti pada protein albumin yang memiliki ukuran lebih kecil dari 8
nanometer dan bermuatan negatif. Albumin ini tidak dapat melewati sawar ginjal dengan alasan
bahwa molekul tersebut merupakan suatu molekul negatif yang saling tolak-menolak dengan
sawar dari ginjal tesebut. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kemampuan filtrasi zat
terlarut berbanding terbalik dengan ukurannya tetapi tidak berlaku pada molekul yang
bermuatan. Dengan pembahasan yang telah dilakukan diatas dapat juga ditarik kesimpulan
bahwa dalam filtrat tidak diketemukan protein dan lemak, karena lemak biasanya berikatan
dengan protein yang terdapat dalam plasma (Sherwood, 2011).
GFR atau laju aliran tubulus merupakan banyaknya plasma yang melewati membran
tubulus dalam satu menit. Pada orang dewasa normal, jumlahnya sekitar 125mL/menit. Laju
filtrasi gromelurus ini ditentukan dengan kesimbangan osmotik dan onkotik antara plasma
dengan di kapsula bowman dan juga faktor filtrasi dari zat tersebut. Hal yang mempengaruhi
kecepatan berikutnya adalah tekanan hidrostatik dari kapiler dan gromelurus. Dimana
peningkatan tekanan hidrostatik dari kapiler akan meningkatkan GFR sedangkan peningkatan
tekanan hidrostatik dari glomerulus akan menurunkan GFR. Hal berikutnya yang berpengaruh
adalah konsentrasi protein plasma yang bersifat higroskopis atau menarik air yang disebut
sebagai tekanan onkotik. Karena dalam glomerulus tidak terdapat protein yang berarti maka
tekanan onkotik glomerulus pada orang normal dianggap sama dengan nol. Sedangkan tekanan
onkotik pada kapiler awal dibandingkan dengan kapiler akhir akan terus menigkat karena banyak
air yang sudah keluar dan hal inilah yang menyebabkan tidak semua plasma dapat keluar dari
kapiler ke dalam glomerulus. Hal ini dapat diartikan bahwa kontriksi dari arteriol aferen akan
menurunkan GFR, sedangkan kontriksi dari arteriol eferen memiliki 2 sifat yaitu menurunkan
dan menaikan GFR. Pada kontriksi arteriol eferen awal akan meningkatkan GFR, sedangkan
pada kontriksi arteriol akhir akan menurunkan GFR itu sendiri (Sherwood, 2011).
Kontrol umpan balik yang berfungsi untuk mengatur kerja dari filtrasi ginjal adalah renin
dan angiotensin. Prosesnya adalah sebagai berikut, apabila tekanan arteri menurun maka akan
menyebabkan tekanan hidrostatik glomerulus ikut turun dan akan serta merta menurunkan GFR.
Penurunan zat yang difiltrasi akan juga menurunkan jumlah nacl yang terdeteksi oleh makula
densa. Apabila hal ini terjadi maka akan menurunkan tahanan dari arterol aferen, selain daripada
itu, penurunan ini juga akan menyebabkan peningkatan renin yang akan menghasilkan suatu
hormon angiotensin II. Hormon ini dan penurunan tahanan dari arteriol aferen akan menjadi
suatu umpan balik yang akan menaikkan tekanan hidrostatik dari glomerulus. Peningkatan ini
juga akan meningkatkan reabsorbsi NaCl dan akan kembali ke keadaan homeostatis (Sherwood,
2011).
Reabsorbsi Ginjal
Pembentukan urin yang berikutnya akan melalui proses reabsorbsi dan sekresi di
sepanjang berbagai bagian dari nefron. Setiap bagian dari nefron mulai dari tubulus kontortus
proksimal, ansa henle, tubulus kontortus distal, dan tubulus koligents mempunyai sifat dan cara
kerja reabsorbsi dan sekresi urin yang berbeda. Proses transpor dari berbagai zat tersebut dapat
dilakukan dengan transpor aktif primer, transpor aktif sekunder maupun dengan transpor pasif.
Transpor aktif primer berarti transpor tersebut melalui membran tubulus ke dalam sel dengan
langsung menggunakan ATP, misalnya natrium-kalium ATPase, hidrogen ATPase, hidogen –
kalium ATPase, dan kalsium ATPase. Sedangkan pada transpor aktif sekunder, dua atau lebih zat
berinteraksi dengan suatu protein membran spesifik dan ditranspor bersama melewati membran,
contoh yang paling umum adalah transpor dari glukosa. Untuk transpor aktif sendiri selalu
memiliki batas kecepatan yang disebut sebagai transpor maksimum. Keterbatasan ini disebabkan
oleh kejenuhan dari sistem transpor spesifik yang dilibatkan apabla jumlah zat terlarut yang
dikirim ke tubulus melebihi kapasitas protein pengangkut dan enzim-enzim spesifik yang terlibat
dalam proses transport. Pada transport pasif yang paling banyak terjadi adalah pada reabsorbsi
air yang melalui osmosis terutama menyertai reabsorpsi natrium. Selain dari pada air reabsorbsi
dari klorida, ureum dan zat-zat terlarut lainnya melalui difusi pasif (Sherwood, 2011).
Bagian pertama dalam proses reabsorbsi dan sekresi adalah tubulus proksimal. Secara
normal, sekitar 65 persen dari muatan natrium dan air yang difiltrasi dan nilai presentase yang
sedikit lebih renadah dari klorida akan direabsorbsi oleh tubulus proskimal sebelum filtrat
mencapai ansa Henle peresentase ini dapat menigkat atau menurun dalam berbagai kondisi
fisiologis. Pada tubulus proskimal zat yang terutama direabsorbsi adalah natrium, clorida, air,
glukosa, asam amino dan ion bikarbonat. Dan zat yang terutama disekresi adalah ion hidrogen,
asam organik, dan beberapa jenis basa. Pada pertengahan pertama dari tubulus proksimal
transpor natrium sebagaian besar diikuti oleh transport dari glukosa ataupun asam amino,
sedangkan untuk paruh berikutnya karena konsentrasi dari clorida lebih tinggi lagi, maka
transport dari natrium akan lebih bersamaan dengan ion clorida. Transport imbangan dari
natrium adalah dengan hidrogen yang pada tubulus ginnjal berreaksi dengan ion bikarbonat dan
akan menjadi carbondioksida dan air. Dan hal yang juga penting adalah pada tubulus prosimal
terdapat proses sekresi dari asam dan basa organik yang berfungsi untuk mengeluarkan obat-
obatan atau toksin yang potensial berbahaya melalui sel-sel tubulus ke dalam tubulus dan dapat
dengan cepat dibersihkan dari darah (Sherwood, 2011).
Ansa henle terdiri dari tiga segmen fungsional yang berbeda yaitu segmen tipis
desenden, segmen tipis asenden dan segmen tebal asenden ansa henle. Bagian tebal dari segmen
tipis ansa henle sangat permeable terhadap air dan cukup permeabl terhadap sebgaian besar zat
terlarut tetapi hanya memiliki beberapa mitokondria dan terjadi reabsorbsi aktif yang sedikit atau
bahkan tidak terjadi reabsorbsi aktif. Segmen tebal asenden ansa henle mereansornsi sekitar 25%
natrium, klorida dan kalium yang terfiltrasi serta sejumlah besar kalsium, bikarbinat dan
magnesium. Segmen ini juga menyekresikan ion hidrogen ke dalam lumen tubulus. Dan disini
dapat dijelaskan bahwa pada bagian segmen tipis desendens dari ansa henle sangat permeable
terhadap air, sendangkan pada bagian acendensnya tidak lagi permeable terhadap air tertapi
banyak terdapat transport aktif keluar untuk natrium. Keadaan ini yang menyebabkan tetap
tingginya osmilaritas cairan intersitial yang terdapat pada medula ginjal (Sherwood, 2011).
Bagian awal tubulus distal banyak memiliki kesamaan dengan karakteristik dengan
segmen tebal asenden ansa Henle dan mereabsorbsi natrium, klorida, dan magnesium tapi
sebnenarnya tidak permeable terhadap air dan ureum. Bagian akhir dari tubulus distal dan
tubulus kologentes kortikalis terdiri dari dua jenis sel yang berbeda yaitu sel prinsipalis dan sel
interkalatus. Sel prinsipalis mereabsorbsi natrium dari lumen dan menyekresikan ion kalium ke
dalam lumen. Sel interkalatus mereabsorbsi ion kalium dan bikarbonat dari lumen dan
menyekresikan ion hidrogen ke dalam lumen. Rabsorbsi air dari segmen tubulus ini diatur oleh
konsentrasi hormon antidiuretik (Sherwood, 2011).
Ciri khas dari duktus koligentes bagian medula dalah dalam reabsorbsi air sangat
dipengaruhi oleh hormon ADH. Peningkatan hormon ini akan menyebabkan banyak dari air
yang akan direabsorbsi ke dalam darah, begitu juga sebaliknya. Ciri berikutnya yaitu duktus
koligentes bagian medula bersifat permeabel terhadap ureum (Sherwood, 2011).
Oleh karena itu beberapa ureum tubulus direabsorbsi ke dalam interstisium medula,
membantu meningkatkan osmolalitas daerah ginal ini dan turut berperan pada seluruh
kemampuan ginjal untuk membentuk urin yang pekant. Dan yang terakhir adalah duktus
koligentes bagian medula mampu menyekresikan ion hidrogen melawan gradien konsentrasi
yang besar, seperti yang juga terjadi dalam tubulus koligentes kortikalis. Jadi, duktus koligentes
bagian medula juga memainkan peranan kunci dalam mengatur keseimbangan asam basa
(Sherwood, 2011).
Sekresi Ginjal
Sekresi tubulus, mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus
ke dalam lumen tubulus, merupakan rute kedua bagi zat dari darah untuk masuk kedalam
tubulus ginjal. Proses sekresi terpenting adalah sekresi H+, K+, dan ion-ion organik. Sekresi
tubulus dapat dipandang sebagai mekanisme tambahan yang meningkatkan eliminasi zat-zat
tersebut dari tubuh. Semua zat yang masuk ke cairan tubulus, baik melalui fitrasi glomerulus
maupun sekresi tubulus dan tidak direabsorpsi akan dieliminasi dalam urin (Sherwood, 2011).
Sekresi tubulus melibatkan transportasi transepitel seperti yang dilakukan
reabsorpsi tubulus, tetapi langkah-langkahnya berlawanan arah. Seperti reabsorpsi, sekresi
tubulus dapat aktif atau pasif. Bahan yang paling penting yang disekresikan oleh tubulus adalah
ion hidrogen (H+), ionkalium (K+), serta anion dan kation organik, yang banyak diantaranya
adalah senyawa senyawa yang asing bagi tubuh. Sekresi ion hidrogen sangatlah penting
dalam pengaturan keseimbangan asam-basa tubuh. Sekresi ion kalium adalah contoh zat yang
secara selektif berpindah dengan arah berlawanan di berbagai bagian tubulus; zat ini secara aktif
direabsorpsi di tubulusproksimal dan secara aktif disekresi di tubulus distal dan pengumpul.
Sekresi anion dan kation organik yaitu tubulus proksimal mengandung dua jenis pembawa
sekretorik yang terpisah, satu untuk sekresi anion organik dan suatu sistem terpisah untuk sekresi
kation organik (Sherwood, 2011).
Keseimbangan Asam Basa
Asam didefinisikan sebagai zat yang dapat memberikan ion H+ ke zat lain (disebut
sebagai donor proton), sedangkan basa adalah zat yang dapat menerima ion H+ dari zat lain
(disebut sebagai akseptor proton). Suatu asam baru dapat melepaskan proton bila ada basa yang
dapat menerima proton yang dilepaskan. Oleh karena itu, reaksi asam basa adalah suatu reaksi
pelepasan dan penerimaan proton. Keseimbangan asam basa adalah suat keadaan dimana
konsentrasi ion hidrogen yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion hidrogen yang
dikeluarkan oleh sel. Pada proses kehidupan keseimbangan asam pada tingkat molecular
umumnya berhubungan dengan asam lemah dan basa lemah, begitu pula pada tingkat konsentrasi
ion H+ atau ion OH- yang sangat rendah. Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion
hydrogen. Walaupun produksi akan terus menghasilkan ion hydrogen dalam jumlah sangat
banyak, ternyata konsentrasi ion hydrogen dipertahankan pada kadar rendah 40 + 5 nM atau pH
7,4. Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus mengeluarkan anion asam
non volatile dan mengganti HCO3-. Ginjal mengatur keseimbangan asam basa dengan sekresi
dan reabsorpsi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Pada mekanisme pemgaturan oleh ginjal ini
berperan 3 sistem buffer asam karbonat, buffer fosfat dan pembentukan ammonia. Ion hydrogen,
CO2, dan NH3 diekskresi ke dalam lumen tubulus dengan bantuan energi yang dihasilkan oleh
mekanisme pompa natrium di basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam karbonat dan
natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali. Tubulus proksimal adalah
tempat utama reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran asam. Ion hidrogen sangat reaktif dan
mudah bergabung dengan ion bermuatan negative pada konsentrasi yang sangat rendah. Pada
kadar yang sangat rendahpun, ion hydrogen mempunyai efek yang besar pada system biologi.
Ion hydrogen berinteraksi dengan berbagai molekul biologis sehingga dapat mempengaruhi
struktur protein, fungsi enzim dan ekstabilitas membrane. Ion hydrogen sangat penting pada
fungsi normal tubuh misalnya sebagai pompa proton mitokondria pada proses fosforilasi
oksidatif yang menghasilkan ATP. Produksi ion hidrogen sangat banyak karena dihasilkan terus
menerus di dalam tubuh. Perolehan dan pengeluaran ion hydrogen sangat bervariasi tergantung
diet, aktivitas dan status kesehatan. Ion hydrogen di dalam tubuh berasal dari makanan,
minuman, dan proses metabolism tubuh. Di dalam tubuh ion hidrogen terbentuk sebagai hasil
metabolism karbohidrat, protein dan lemak, glikolisis anaerobik atau ketogenesis (Corwin,
2009).
Faktor Penyebab Dehidrasi
Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh. Hal ini
terjadi karena pengeluaran air lebih banyak dari pada pemasukan (misalnya minum). Gangguan
kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan gangguan keseimbangan zat elektrolit tubuh.
Penyebab dehidrasi antara lain kekurangan zat Na, H2O, muntah, diare, obat diuretic, serta
kurangnya asupan cairan. Dehidrasi terbagi dalam tiga jenis berdasarkan penurunan berat badan,
yaitu dehidrasi ringan (jika penurunan cairan tubuh 5 persen dari berat badan), dehidrasi sedang
(jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 persen dari berat badan), dan dehidrasi berat (jika
penurunan cairan tubuh lebih dari 10 persen dari berat badan). Ciri-ciri dehidrasi ringan-sedang
adalah mulut kering dan lengket, mengantuk/lelah, haus, urin sedikit, airmata kurang/kering dan
otot lemah, dan sakit kepala/pusing/silau melihat sinar. Sedangkan ciri-ciri dehidrasi berat adalah
haus berat, sangat mengantuk dan kebingungan, tidak berkeringat, urin sedikit berwarna kuning
gelap/tidak ada urin, mata cekung, menggigil, kulit kering dan elastisitas hilang, tekanan darah
rendah, nadi cepat, panas serta kesadaran menurun (Behrman, 2003).
Cara mencegah dehidrasi antara lain minum banyak cairan, normalnya disarankan untuk
mengkonsumsi paling sedikit 8 gelas cairan sehari, minuman berenergi dapat mendorong orang-
orang aktif lebih banyak minum cairan karena kandungan rasa dan sodium tinggi di dalamnya,
hindari minuman berkafein dan yang mengandung alkohol, keduanya sama-sama dapat
menyebabkan dehidrasi. Hindari minuman yang mengandung carbonat karena pembakaran bisa
menyebabkan penggelembungan atau perasaan penuh dan mencegah pemenuhan konsumsi
cairan. Kenakan pakaian berwarna terang, yang menyerap dan berukuran pas. Usahakan berada
di tempat yang sejuk, terlindungi dari matahari dan lindungi kulit dengan sunblock kapan saja.
Selebihnya, menyadari dan mempersiapkan adalah cara termudah untuk mencegah terjadinya
dehidrasi. Di hari yang panas, untuk orang yang sedang beraktivitas bisa mengalami dehidrasi
hanya dalam waktu 15 menit. Jika Anda mengalami pertanda ini, segeralah hentikan aktivitas
dan beristirahatlah di tempat yang sejuk. Minum cairan sebanyak mungkin untuk menggantikan
air yang hilang dari tubuh Anda. Tingkat kehilangan garam urin (NaCl) merupakan faktor utama
yang menentukan volume cairan tubuh. Hal tersebut dikarenakan air mengikuti solute melalui
proses osmosis sementara solute yang paling utama dalam cairan ekstraseluler dan urin adalah
sodium (Na+) dan Cl-. Hormon utama yang meregulasi kehilangan air adalah antidiuretik
(ADH)yang lebih dikenal dengan vasopressin. Hormon ini diproduksi oleh sel neurosekretori
yang ber-ada pada hipotalamus dan meluas ke hipofisis posterior. Pada beberapa kondisi, faktor
selain osmolaritas darah juga dapat berpengaruh pada sekresi ADH. Pengurangan volume darah
yang besar yang terdeteksi baroreseptor pada atrium kiri dan dinding pembuluh darah juga
menstimulasi pelepasan ADH. Pada dehidrasi yang berat glomerular filtration rate berkurang
karena tekanan darah turun sehingga air yang hilang melalui urin juga sedikit. Jika intake air
banyak, tekana darah akan naik sehingga GFR juga naik dan urin banyak keluar (Corwin, 2009).
Suplai darah ginjal
Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya merupakan 21% dari curah jantung, atau
sekitar 1200 ml/menit. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum bersama dengan ureter dan
vena renalis, kemudian bercabang-cabang secara progresif membentuk arteri interlobaris, arteri
arkuata, arteri interlobularis, dan arteriol aferen, yang menuju ke kapiler glomerulus dalam
glomerulus dimana sejumlah besar cairan dan zat terlarut (kecuali protein plasma) difiltrasi untuk
memulai pembentukan urin. Ujung distal kapiler dari setiap glomerulus bergabung untuk
membentuk arteriol eferen, yang menuju jaringan kapiler kedua, yaitu kapiler peritubular, yang
mengelilingi tubulus ginjal (Sherwood, 2011).
Sirkulasi ginjal ini bersifat unik karena memiliki dua bentuk kapiler, yaitu kapiler
glomerulus dan kapiler peritubulus, yang diatur dalam suatu rangkaian dan dipisahkan oleh
arteriol eferen yang membantu untuk mengatur tekanan hidrostaltik dalam kedua perangkat
kapiler. Tekanan hidrostaltik yang tinggi pada kapiler glomerulus (kira-kira 60mmHg)
menyebabkan filtrasi cairan yang cepat, sedangkan tekanan hidrostaltik yang jauh lebih rendah
pada kapiler peritubulus (kira-kira 13mmHg) menyebabkan reabsorpsi cairan yang cepat.
Dengan mengatur resistensi arteriol aferen dan eferen, ginjal dapat mengatur tekanan hidrostatik
kapiler glomerulus dan kapiler peritubulus, dengan demikian mengubah laju filtrasi glomerulus
dan atau reabsorpsi tubulus sebagai respon terhadap kebutuhan homeostatik tubuh (Sherwood,
2011).
Kapiler peritubulus mengosongkan isinya ke dalam pembuluh sistem vena, yang berjalan
secara paralel dengan pembuluh arteriole dan secara progresif membentuk vena interlobularus,
vena arkuata, vena interlobaris, dan vena renalis, yang meninggalkan ginjal di samping arteri
renalis dan ureter (Sherwood, 2011).
Nefron sebagai unit fungsional ginjal
Masing-masing ginjal manusia terdiri dari kurang lebih 1 juta nefron, masing-masing
dapat membentuk urin. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu pada trauma
ginjal, penyakit ginjal atau penuaan normal akan terjadi penurunan jumlah nefron secara
bertahap. Setelah usia 40 tahun, jumlah nefron yang berfungsi biasanya menurun kira-kira 10%
setiap 10 tahun, jadi pada usia 80 tahun, jumlah nefron yang berfungsi 40% lebih sedikit
daripada ketika berusia 40 tahun. Berkurangnya fungsi ini tidak mengancam jiwa karena
perubahan adaptif sisa nefron menyebabkan nefron tersebut dapat mengeksresi air, elektrolit, dan
produk sisa dalam jumlah yang tepat (Sherwood, 2011).
Setiap nefron mempunyai dua komponen utama (Sherwood, 2011).:
1. Glomerulus (kapiler glomerulus) yang dilalui sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari
darah.
2. Tubulus yang panjang dimana cairan hasil filtrasi diubah menjadi urin dalam perjalannya
menuju pelvis ginjal.
Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus bercabang dan
beranastomosa yang mempunyai tekanan hidrotaltik tinggi (kira-kira 60mmHg), dibandingkan
jaringan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel, dan seluruh glomerulus
dibungkus dalam kapsula bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus mengalir ke
dalam kapsula bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks
ginjal (Sherwood, 2011).
Dari tubulus proksimal, cairan mengalir ke ansa Henle yang masuk ke dalam medula
renal. Setiap lengkung terdiri atas cabang desenden dan asenden. Dinding cabang decendens dan
ujung cabang ascendens yang paling rendah sangat tipis dan oleh karena itu disebut bagian tipis
dari ansa Henle. Di tengah perjalanan kembali cabang asendens dari lengkung tersebut ke
korteks, dindingnya menjadi tebal seperti bagian lain dari sistem tubular dan oleh karena itu
disebut bagian tebal dari cabang ascendens (Sherwood, 2011).
Ujung cabang asenden tebal merupakan bagian yang pendek, yang sebenarnya
merupakan plak pada dindingnya, dan dikenal sebagai makula densa. Makula densa mempunyai
peranan penting dalam mengatur fungsi nefron. Setelah makula densa, cairan memasuki tubuli
distal, yang terletak pada korteks renal, seperti tubulus proksimal. Tubulus ini kemudian
dilanjutkan dengan tubulus rectus dan tubulus koligentes kortikal, yang menuju ke duktus
koligentes kortikal. Bagian awal dari 8 sampai 10 duktus koligentes kortikal bergabung
membentuk duktus koligentes tunggal besar yang turun ke medula dan menjadi duktus koligentes
medular. Duktus koligentes bergabung membentuk duktus yang lebih besar secara progresif yang
akhirnya mengalir menuju pelvis renal melalui ujung papila renal. Masing-masing ginjal,
mempunyai kira-kira 250 duktus koligentes yang sangat besar, yang masing-masingnya
mengumpulkan urin dari kira-kira 4000 nefron (Sherwood, 2011).
Komposisi filtrat glomerulus
Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan melalui kapiler
glomerulus ke dalam kapsula bowman. Seperti kebanyakan kapiler, kapiler glomerulus juga
relatif imeperbeable terhadap protein, sehingga cairan hasil filtrasi pada dasarnya bersifat bebas
protein dan tidak mengandung elemen selular, termasuk sel darah merah. Konsentrasi unsur
plasma lainnya, termasuk garam dan molekul lain yang terikat pada protein plasma, seperti
glukosa dan asam amino, bersifat serupa baik dalam plasma maupun filtrat glomerulus.
Pengecualian terhadap keadaan umum ini adalah zat dengan berat molekul rendah seperti
kalsium dan asam lemak yang tidak difiltrasi secara bebas karena zat tersebut sebagian terikat
pada protein dan bagian yang terikat ini tidak difiltrasi dari kapiler glomerulus (Sherwood,
2011).
Peningkatan tekanan hidrostatik kapsula bowman dapat menurunkan GFR
Pengukuran langsung tekanan hidrostatik kapsula bowman dan pada tempat yang
berbeda-beda di tubulus proksimal, dengan menggunakan mikropipet, menunjukkan bahwa
perkiraan yang masuk akal untuk tekanan hidrostatik kapsula bowman pada manusia ialah
18mmHg pada kondisi normal. Kenaikan tekanan hidrostatik pada kapsula bowman dapat
mengurangi GFR, sedangkan penurunan tekanan tersebut dapat meningkatkan GFR. Namun,
perubahan tekanan kapsula bowman normalnya tidak memberi arti penting untuk pengukuran
GFR. Dalam keadaan patologi tertentu yang berkaitan dengan obstruksi traktus urinarius,
tekanan kapsul bowman dapat meningkat secara nyata, menyebabkan penurunan GFR yang
serius (Sherwood, 2011).
Kenaikan tekanan osmotik koloid kapiler glomerulus dapat menurunkan GFR
Ada dua faktor yang mempengaruhi tekanan osmotik koloid kapiler glomerulus
(Sherwood, 2011):
1. Tekanan osmotik koloid plasma arterial.
2. Fraksi plasma yang disaring oleh kapiler gromelurus (fraksi filtrasi).
Kenaikan tekanan osmotik koloid plasma arterial meningkatkan tekanan osmotik koloid
kapiler glomerulus, yang kemudian menurunkan GFR. Kenaikan fraksi filtrasi juga memekatkan
protein plasma dan meningkatkan tekanan osmotik koloid glomerulus. Karena fraksi filtrasi
diartikan sebagai GFR/aliran plasma ginjal, maka fraksi filtrasi dapat ditingkatkan dengan
menurunkan aliran plasma ginjal (Sherwood, 2011).
Kenaikan tekanan hidrostatik kapiler glomerulus dapat meningkatkan GFR
Tekanan hidrostatik glomerulus ditentukan oleh tiga variable berada di bawah pengaturan
fisiologis (Sherwood, 2011):
1. Tekanan arteri.
2. Tahanan arteriol aferen dan tahanan arteriol eferen.
Kenaikan tekanan arteri cenderung meningkatkan tekanan hidrostatik glomerulus dan
karena itu meningkatkan GFR (Sherwood, 2011).
Autoregulasi GFR dan aliran darah ginjal
Mekanisme umpan balik intrinsik terhadap ginjal normalnya mempertahankan aliran
darah ginjal dan GFR agar relatif konstan, walaupun ditandai dengan perubahan pada tekanan
darah arteri. Mekanisme ini masih berfungsi pada ginjal yang telah dipindahkan dari tubuh, yang
terbebas dari pengaruh sistemik. Ketetapan relatif GFR dan aliran darah ginjal ini disebut
autoregulasi(Sherwood, 2011).
Fungsi utama autoregulasi aliran darah pada banyak jaringan lain selain ginjal adalah
mempertahankan pengiriman oksigen dan bahan nutrisi lain ke jaringan pada kadar normal dan
memindahkan produk buangan metabolisme, walaupun terjadi perubahan pada tekanan arteri.
Pada ginjal, aliran darahnya jauh lebih tinggi daripada yang dibutuhkan untuk fungsi ini. Fungsi
utama autoregulasi ginjal yaitu mempertahankan GFR agar relatif konstan dan memungkinkan
kontrol yang tepat terhadap eksresi air dan zat terlarut(Sherwood, 2011).
GFR secara normal mempertahankan autoregulasi sepanjang hari, walaupun terjadi
fluktuasi tekanan arteri slama aktivitas biasa pada seseorang. Pada umunya, aliran darah ginjal
diautoregulasi secara sejajar dengan GFR, tetapi GFR diautoregulasi lebih efisien pada kondisi
tertentu (Sherwood, 2011).
Hormon-Hormon Ginjal
ADH ,hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat
mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang ada
di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan
cairan ekstraselAldosteron , hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh
kelenjar adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya
perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin rennin (Guyton, 2006).
Prostaglandin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berlungsi merespons
radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan
gastrointestinal.Pada ginjal , asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal.
Renin ,sistem renin-angiotensin-aldosteron (Raas) memainkan peran penting dalam mengatur
volume darah dan resistensi vaskular sistemik , yang bersama-sama mempengaruhi curah jantung
dan tekanan arteri. Ada tiga komponen penting untuk sistem ini: 1) renin, 2) angiotensin, dan 3)
aldosteron. Renin, yang terutama dirilis oleh ginjal, merangsang pembentukan angiotensin dalam
darah dan jaringan, yang pada gilirannya merangsang pelepasan aldosteron dari korteks adrenal.
Eritropoietin(EPO) ,EPO adalah pengatur utama dari produksi sel darah merah.. Fungsi
utamanya adalah untuk diferensiasi dan perkembangan sel-sel darah merah dan untuk
memproduksi hemoglobin, molekul dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen.
Vitamin D merupakan hormone steroid yang dimetabolisme di ginjal menjadi bentuk aktif 1,25-
dihidroksikolekakalsiferol,yang berperan meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat dari usus
(Guyton, 2006).
Daftar Pustaka
1. Sherwood L.Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6.Jakarta: EGC, 2011.h. 462-3.
2. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.2009. h:459-61.
3. Behrman. Ilmu kesehatan anak nelson. Ed 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2003 .h.250-4.
4. Guyton AC. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 2006.h. 402-14.