Upload
nguyenliem
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MEKANISME PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS
SYARIAH (DPS) PADA BAITUL MAAL WAT TAMWIL
(BMT) TUMANG
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN
Salatiga untuk memenuhi salah satu syarat Guna Memperoleh
Gelar Ahli Madya Jurusan D III Perbankan Syariah
Oleh:
ABDUL LATIF
NIM: 201-14-006
JURUSAN D III PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
i
MEKANISME PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS
SYARIAH (DPS) PADA BAITUL MAAL WAT TAMWIL
(BMT) TUMANG
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN
Salatiga untuk memenuhi salah satu syarat Guna Memperoleh
Gelar Ahli Madya Jurusan D III Perbankan Syariah
Oleh:
ABDUL LATIF
NIM: 201-14-006
JURUSAN D III PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
ii
iii
iv
v
vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO
“Man Jadda Wa Jada”
“Proses tidak akan menghianati hasil”
“Yakin bahwa setiap Usaha pasti Sampai pada hasil”
“Selalu bersyukur, belajar adalah upaya kita dalam bersyukur”
PERSEMBAHAN
“Sebagai Ungkapan Rasa Syukurku dan tanda Bakti Kepada Kedua Orang Tuaku”
Tugas Akhir ini saya persembahkan kepada:
1. Kedua orang tua, Ibu “Siti Nurhayati” dan Bapak “Mudakir” yang telah
membimbing, mendidik, mencurahkan segala usaha dan doa‟anya serta
kasih sayang tanpa lelah dan bosan kepada penulis.
2. Untuk kakakku “Mujib Mubarok” yang telah memberikan dorongan, dan
motivasi baik moral ataupun material hingga penulis bisa menyelesaikan
program DIII.
3. Untuk adik tercinta “Umayah Lailatul Khasanah” yang telah memberikan
dorongan, dan motivasi agar penulis bisa menjadi kakak yang baik.
4. Untuk sahabat-sahabat D-III Perbankan Syariah, khususnya D-III
Perbankan Syariah kelas A angkatan 2014 yang telah berjuang bersama,
dan memberikan masukan dan motivasi.
5. Untuk teman-teman satu Orgnisasi, teman-teman dari KSEI IAIN Salatiga,
teman-teman dari HMJ D-III Perbankan Syariah, teman-teman dari HMI
Cabang Salatiga yang telah memberikan ilmu dan pengalaman kepada
penulis.
6. Untuk Almamaterku Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam jurusan D-III
Perbankan Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan
rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian yang berjudul “Analisis Peran dan Kinerja Dewan Pengawas Syariah
pada Kepatuhan Syariah Produk BMT di Salatiga” yang diajukan sebagai
penelitian kompetitif mahasiswa yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Sholawat serta salam
penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya
dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah.
Tanpa adanya bantuan serta dorongan dari berbagai pihak baik secara
langsung atau tidak langsung dimungkinkan penelitian ini belum dapat
terselesaikan.
Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis menyampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya dan menghaturkan ucapan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, M. Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Dr. Anton Bawono, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam IAIN Salatiga
3. Bapak H. Alfred L. M.Si. selaku Ketua Jurusan D-III Perbankan Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Salatiga
4. Ibu Dr. Hikmah Endraswati, M. Si. selaku dosen pembimbing Tugas Akhir
dan dosen pembimbing Akademik selama kuliah di jurusan D-III
viii
Perbankan Syariah IAIN Salatiga yang selalu memberikan motivasi belajar
bagi penulis, yang telah bersedia meluangkan waktu disela kesibukan,
serta telah sabar memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan kepada
penulis selama proses penelitian ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan Akademik IAIN Salatiga terlebih
kepada dosen-dosen di jurusan Perbankan Syariah IAIN Salatiga yang
banyak berjasa kepada penulis.
6. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan dorongan moral, do‟a,
spiritual, materi dan kasih sayang kepada penulis, serta kakak dan adik
penulis yang telah membantu kelancaran penelitian ini.
7. Para responden Dewan Pengawas Syariah dan pihak lain yang
bersangkutan yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menjawab
pertanyaan yang penulis ajukan, dan memberikan berkas yang penulis
butuhkan..
8. Seluruh Karyawan BMT Tumang Salatiga, yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian hingga akhir.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan penelitian
Tugas Akhir ini dengan memberikan bantuan baik secara langsung
maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu..
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak demi penulisan yang lebih baik di masa
yang akan datang.
ix
Pada akhirnya semua usaha dan upaya penulis atas karunia dari Allah SWT.
Tugas Akhir ini tidak mungkin terselesaikan dengan baik dan hanya kepada
Allah-lah semua urusan dikembalikan. Oleh karena itu penulis berharap semoga
Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang bersangkutan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Salatiga, Juni 2017
Penulis,
Abdul Latif
NIM. 201-14-006
x
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mekanisme pengawasan
Dewan Pengawas Syariah pada BMT. Penelitian ini dilakukan di BMT Tumang.
Penelitian ini menggunakan sistem wawancara langsung dengan obyek penelitian.
Teknik pengumpulan data dengan wawancara dan dokumentasi, adapun teknik
analisis datanya dengan analisis deskriptif. Dari hasil penelitian ini ditemukan
bahwa mekanisme pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS) di BMT Tumang
melakukan pengawasan setiap bulannya, yakni tiga kali dalam satu bulan. Proses
mekanisme pengawasan DPS atas penerapan prinsip syariah di BMT Tumang dilakukan
secara on the spot, tiba-tiba DPS datang untuk melihat dan meminta data. Aktivitas
utama DPS ada tiga yaitu: murni pengawasan, menjadi bagian untuk sosialisasi
SOM dan SOP, fleksibel.
Kata kunci: Peran, kinerja, dan Dewan Pengawas Syariah
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................. iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ................................................................ v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
ABSTRAK .......................................................................................................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 8
D. Metode Penelitian................................................................................. 9
E. Sistematika Penulisan .......................................................................... 12
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka ...................................................................................... 13
B. Kajian Teoritik ..................................................................................... 19
1. Agensi Teori ................................................................................... 19
2. Dewan Pengawas Syariah .............................................................. 23
xii
3. Sharia Supervisory Board (SSB) ................................................... 29
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Sejarah pendirian BMT Tumang .......................................................... 33
B. Kelengkapan Organisasi....................................................................... 35
C. Visi dan Misi BMT Tumang ................................................................ 35
1. Visi ................................................................................................. 35
2. Misi ................................................................................................ 36
D. Struktur Organissasi BMT Tumang ..................................................... 37
E. Tugas dan Wewenang dalam Struktur Organisasi ............................... 37
1. Rapat Anggota ................................................................................ 37
2. Badan Pengurus .............................................................................. 38
3. Dewan Pengawas Syariah .............................................................. 38
4. Pengawas manajemen .................................................................... 38
5. Manajer Utama ............................................................................... 39
6. Manajer Umum .............................................................................. 39
7. Manajer Administrasi ..................................................................... 40
8. Manajer Operasional ...................................................................... 40
9. Devisi Maal .................................................................................... 41
10. Manajer Cabang ............................................................................. 42
11. Marketing ....................................................................................... 42
12. Kasir/Teller .................................................................................... 43
F. Dewan Pengawas Syariah (DPS) BMT Tumang ................................. 44
xiii
BAB IV ANALISIS DATA
A. Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas Syariah ............................ 45
1. Kedudukan DPS di BMT Tumang ................................................. 45
2. Peran, Hubungan Audit Internal dengan DPS................................ 49
3. Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas Syariah ...................... 52
B. Aktifitas Dewan Pengawas Syariah ..................................................... 54
1. Aktifitas Dewan Pengawas Syariah ............................................... 54
2. Pengamatan Penulis ....................................................................... 55
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 57
B. Saran ..................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 59
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lembaga keuangan syariah secara esensial berbeda dengan
lembaga keuangan konvensional baik dalam tujuan, mekanisme,
kekuasaan, ruang lingkup maupun tanggung jawabnya. Setiap institusi
dalam lembaga keuangan syariah menjadi bagian integral dari sistem
syariah. Dalam hal ini Lembaga Keuangan Syariah (LKS) bertujuan
membantu mencapai tujuan sosial ekonomi masyarakat Islam (Lasmiatun,
2015: 7-8).
Lembaga Keuangan Syari‟ah (LKS) di Indonesia telah
menunjukkan perkembangan pesat selama dekade terakhir ini
(Prasetyoningrum: 2009). Hal tersebut terjadi karena semakin
bertambahnya kesadaran masyarakat untuk menjauhi riba yang dianggap
ada dalam sistem bunga pada lembaga keuangan konvensional. Sistem
bunga dianggap belum bisa mengatasi permasalahan ekonomi secara adil
dan bijaksana, karena dianggap masih memberatkan dan merugikan salah
satu pihak. Untuk itu dibutuhkan suatu lembaga keuangan yang bisa
memberikan maslahah kepada semua pihak yang bersangkutan. Lembaga
Keuangan Syari‟ah (LKS) hadir untuk mengatasi masalah tersebut. Selain
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, Lembaga Keuangan Syariah
2
juga bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi
masyarakat.
Lembaga Keuangan Syari‟ah beroperasi berdasarkan prinsip-
prinsip syariah, yaitu dengan menghilangkan prinsip bunga (riba), maysir
(judi), gharar (ketidak jelasan), dan prinsip lainnya yang dilarang dalam
syariah. Untuk menjaga supaya Lembaga Keuangan Syari‟ah (LKS) pada
tataran implementasinya tidak menyimpang dari prinsip-prinsip sya‟riah,
maka dalam menjalankan aktivitasnya selalu berada di bawah pengawasan
Dewan Pengawas Syari‟ah (DPS). Sementara, posisi DPS itu sendiri
secara organisatoris berada pada setiap struktur kepengurusan/organisasi
LKS, sehingga model struktur organisatoris inilah yang membuat LKS
mempunyai ciri khas atau sebagai pembeda dari lembaga keuangan
konvesional. Dewan Pengawas Syari‟ah bertugas memastikan semua
produk dan kegiatan lembaga keuangan syari‟ah telah memenuhi prinsip
syari‟ah. DPS dipercaya untuk memastikan agar Lembaga Keuangan
Syari‟ah patuh pada aturan dan prinsip Islam (Huda dan Nasution, 2009:
208).
Dewan Pengawas Syari‟ah adalah suatu badan yang dibentuk
sebagai perwakilan dari Dewan Syariah Nasional (Keputusan Dewan
Syari‟ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 02/2000 Tentang
Pedoman Rumah Tangga Dewan Syari‟ah Nasional Majelis Ulama
Indonesia Pasal 3 Tata Tertib Kerja No. 6), yang bertugas untuk
mengawasi aktivitas dan operasional Lembaga Keuangan Syari‟ah agar
3
senantiasa mengikuti aturan dan prinsip-prinsip syari‟ah. Menurut
Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 Dewan Pengawas Syariah
adalah dewan yang dipilih oleh koperasi yang bersangkutan berdasarkan
keputusan rapat anggota dan beranggotakan alim ulama yang ahli dalam
syariah yang menjalankan fungsi dan tugas sebagai pengawas syariah pada
koperasi yang bersangkutan dan berwenang memberikan tanggapan atau
penafsiran terhadap fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN). Bagi Unit Jasa
Keuangan Syariah, DPS melakukan pengawasan tentang transaksi
pembiayaan serta akad yang dipakai oleh pengelola UJKS kepada
anggota/masyarakat. Sedangkan bagi Unit Sektor Riil, DPS lebih
menekankan pada kehalalan produk yang dihasilkan dan dijual baik jenis
barangnya maupun timbangan atau takarannya. Dengan demikian, maka
Dewan Pengawas Syari‟ah adalah sebuah kunci suatu Lembaga Keuangan
Syari‟ah dalam menjaga aktivitas dan operasionalnya agar sesuai dengan
prinsip syariah.
Lembaga Keuangan dibagi menjadi dua kategori, yaitu bank dan
bukan bank. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan salah satu bentuk
lembaga keuangan bukan bank yang bersifat informal. BMT mempunyai
peran bisnis yang lebih mengembangkan usahanya di sektor keuangan,
yakni simpan pinjam. Usaha ini seperti usaha perbankan yakni
menghimpun dana anggota dan calon anggota (nasabah) serta
menyalurkannya kepada sektor ekonomi yang halal dan menguntungkan.
4
Perbedaannya dengan bank terletak pada obyek dana, jika bank dapat
menarik dana dari masyarakat tanpa syarat, maka BMT hanya boleh
menarik dana dari masyarakat dengan syarat menjadi anggota atau calon
anggota (Hasanah dan Yusuf (2013) dalam Lasmiatun, 2015: 68).
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) terdiri atas dua istilah, yaitu baitul
maal dan bai at-tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha
pengumpulan dan penyaluran dana non-profit, seperti zakat, infaq, dan
shadaqoh, sedangkan baitut tamwil sebagai usaha pengumpulan dan
penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi
masyarakat kecil di atas prinsip syariah (Lasmiatun, 2015: 67). Baitul
Maal wat Tamwil (BMT) adalah suatu Lembaga Keuangan Syari‟ah yang
menghimpun dana langsung dari masyarakat dan menyalurkan dana dalam
bentuk pembiayaan pada usaha berskala kecil dan menengah. Pada
awalnya BMT adalah suatu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan
pada perkembangannya sebagian besar memilih untuk Berbadan Hukum
Koperasi (Muniarti, 2012: 2).
Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) adalah satu Lembaga Keuangan
Mikro Syariah yang dapat membantu permodalan UMKM. UMKM
memegang peranan penting dalam perkembangan perekonomian di
Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM (KUKM)
mengatakan, terdapat lebih dari 57,9 juta unit usaha mulai dari usaha
mikro yang memiliki omzet 300 juta sampai usaha makro dengan omzet
5
tahunan lebih dari 50 miliyar di Indonesia. Hal ini dapat menjadi bukti
bahwa perekonomian di Indonesia dapat didorong menuju anak tangga
yang lebih tinggi melalui UMKM (www.isigood.com, ). Tahun 2016
adalah tahun dimana kebijakan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
diberlakukan di negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Itu artinya,
baik para pekerja atau produk-produk asal negara-negara Asia Tenggara
dapat bebas keluar masuk Indonesia, begitupun sebaliknya. Oleh karena
itu, sudah sepantasnya UMKM mendapat perhatian dan pengembangan
lebih jauh agar semakin berdaya di Indonesia maupun di era MEA
sekarang ini. Keadaan ini juga dapat dimanfaatkan sebagai langkah untuk
membumikan keuangan mikro syariah dari Indonesia menuju negara-
negara Asia Tenggara. Dengan mengedepankan keadilan, maka lembaga
keuangan mikro syariah diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan
masyarakat yang damai dan bermartabat.
Pada tahun 2004 Menteri Koperasi dan UKM mengeluarkan Surat
Keputusan No.91/KEP/M.KUM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. SK ini mengatur tentang
Dewan Pengawas Syari‟ah sebagai salah satu syarat koperasi jasa
keuangan syari‟ah. SK tersebut menjelaskan bahwa setiap BMT
diharuskan memiliki Dewan Pengawas Syaria‟ah sebagai institusi internal
yang independen yang bertugas mengawasi aktivitas dan operasional
KJKS/BMT. Hal tersebut menunjukkan dukungan pemerintah dalam
6
meningkatkan pengawasan aktivitas dan operasional KJKS/BMT agar
selalu menjaga dan mematuhi sesuai dengan prinsip syari‟ah.
Peran dan kinerja Dewan Pengawas Syari‟ah (DPS) dalam
mengawasi Koperasi Jasa Keuangan Syariah saat ini belum berjalan secara
optimal, hal ini dapat dilihat dari adanya praktik-praktik penyimpangan
dalam menawarkan produk investasi yang dilakukan oleh beberapa
Koperasi Jasa Keuangan Syariah atau dikenal dengan Baitul Maal Wat
Tamwil (www.republika.co.id, 2015). Laporan pemerintah melalui
Kementerian Koperasi dan UKM mengatakan bahwa produk
penyimpangan yang dilakukan oleh beberapa KJKS seperti pemberian
bagi hasil di depan pada produk investasi seperti pemberian motor atau
mobil. Padahal dalam aturannya mengenai penyertaan modal konsep bagi
hasil harusnya diberikan di belakang. Selain itu beberapa KJKS juga
membuat investasi emas seperti menawarkan penghimpunan dana kepada
anggota untuk memiliki emas dan kemudian emasnya meraka pegang
sendiri untuk sektor riil. Tamim Saifuddin, Asisten Deputi Pembiayaan
Kemenkop UKM mengatakan, padahal fungsi Koperasi Jasa Keuangan
Syariah (KJKS) adalah bergerak di sektor jasa keuangan dan bukan di
sektor riil (www.republika.co.id, 2015). Pernyataan tersebut di atas
menunjukkan bahwa masalah kinerja Dewan Pengawas Syari‟ah adalah
salah satu penyebab belum optimalnya peran Dewan Pengawas Syariah di
Koperasi Jasa Keuangan Syariah atau Baitul Maal wat Tamwil (BMT).
7
Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara
berkala (biasanya tiap bulan) bahwa bank atau LKS yang diawasinya telah
berjalan sesuai dengan ketentuan syari‟ah. Pernyataan ini dimuat dalam
laporan tahunan (annual report) bank bersangkutan. Tugas lain Dewan
Pengwas Syari‟ah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru
dari bank yang diawasi. Dengan demikian, Dewan Pengawas Syari‟ah
bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti
kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (Antonio, 2001:
31).
Apabila pengawasan yang dilakukan Dewan Pengawas Syari‟ah
berjalan secara optimal, maka tidak akan dijumpai penyimpangan produk
seperti yang dilakukan oleh beberapa KJKS/BMT yang disebutkan di atas.
Karena sebagai Lembaga Keuangan Syari‟ah, KJKS/BMT seharusnya
memiliki produk-produk yang sesuai dengan prinsip syariah.
Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap pengawasan Dewan Pengawas Syari‟ah yang ada di
Lembaga Keuangan Syariah Non-Bank dengan judul “Mekanisme
Pengawasan Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) pada Baitul Maal Wat
Tamwil (BMT)”.
8
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana mekanisme pengawasan Dewan Pengawas Syariah pada
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) ?
2. Apa aktifitas Dewan Pengawas Syariah dalam melaksanakan fungsi
pengawasan di Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme pengawasan Dewan
Pengawas Syariah pada Baitul Maal Wat Tamwil (BMT).
2. Untuk mengetahui aktifitas Dewan Pengawas Syariah dalam
melaksanakan fungsi pengawasan di Baitul Maal Wat Tamwil (BMT).
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi peneliti
a. Menambah wawasan mengenai Dewan Pengawas Syariah.
b. Sebagai syarat kelulusan program jurusan Diploma Perbankan
Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bagi IAIN Salatiga
a. Memperkaya literatur dan menjadikan referensi penelitian tentang
mekanisme pengawasan Dewan Pengawas Syariah pada BMT.
9
b. Menambah wawasan bagi mahasiswa Fakultas ekonomi dan Bisnis
Islam khususnya jurusan Diploma Perbankan Syariah.
3. Bagi BMT
a. Sebagai masukan dan pengetahuan dengan permasalahan yang
diteliti.
b. Sebagai bahan pertimbangan dalam proses mekanisme pengawasan
Dewan Pengawas Syariah.
4. Bagi penelitian mendatang
a. Sebagai bahan pertimbangan dan acuan untuk penelitian
mendatang.
E. Metode Penelitian
1. Model Penelitian
Penelitian ini menggunakan model kualitatif deskriptif, di mana subjek
penelitian (informan) tidak harus banyak. Namun, yang lebih penting
dalam penelitian kualitatif adalah adanya anggapan bahwa subjek yang
dipilih adalah pihak yang paling mengetahui tentang informasi yang
diharapkan oleh peneliti (Idrus. 2009: 95).
2. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh
peneliti secara langsung dari sumber datanya (Suryana, 2010). Data
ini bersumber dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti
10
dengan subjek penelitian (Dewan Pengawas Syari‟ah atau pihak
yang bersangkutan di setiap BMT yang diteliti).
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti
dari berbagai sumber yang telah ada (Suryana, 2010). Data ini
bersumber dari buku-buku, penelitian terdahulu, dan internet.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data melalui proses
tanya jawab yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan diajukan
dari pihak yang mewawancarai (peneliti) dan jawaban diberikan oleh
pihak yang diwawancara (responden). Peneliti juga dapat
menyediakan berbagai pertanyaan yang akan diajukan dengan
membuat daftar pertanyaan terlebih dahulu (Fathoni, 2011: 105).
Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara terhadap Dewan
Pengawas Syariah atau pihak yang bersangkutan di setiap BMT yang
diteliti.
b. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan
cara mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, agenda dan
sebagainya (Suharsimi, 2006: 231).
11
Dalam penelitian ini, metode dokumentasi dilakukan
dengan cara mengambil data dokumen pendukung yang berkaitan
dengan persoalan penelitian ini.
4. Teknik Analisis Data
Penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk
memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau
gejala-gejala lainnya (Soekanto, 1986:10).
Penelitian deskriptif (descriptive researce) hanya menggambarkan
dan meringkaskan berbagai kondisi, situasi atau berbagai variabel.
Penelitian deskriptif berkaitan dengan pengumpulan data untuk
memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala, juga
menjawab pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan status subyek
penelitian pada saat ini, misalnya sikap atau pendapat terhadap individu
organisasi dan sebagainya. Data deskriptif pada umumnya dikumpulkan
melalui metode pengumpulan data, yaitu wawancara atau metode
observasi.
Penelitian deskriptif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu
masalah, keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya. Sifatnya sekedar
mengungkap fakta (fact finding). Hasil penelitian lebih ditekankan pada
pemberian gambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari
obyek yang diselidiki. Akan tetapi, guna mendapatkan manfaat yang lebih
12
luas, di samping mengungkap fakta, diberikan interpretasi yang cukup
kuat (Wiratha, 2005: 154).
F. Sistematika Penulisan
Pada Penelitian ini terdiri dari 5 (lima) Bab, setiap bab saling
berkaitan satu sama lain. Sestematika penulisan dalam penelitian ini
adalah :
Bab I Pendahuluan dalam bab pendahuluan terdiri dari hal-hal
yang berkaitan dan berhubungan dengan latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan
sistematika penulisan
Bab II Pembahasan teori dalam bab ini dimaksudkan sebagai bab
untuk mengantarkan pada pembahasan-pembahasan teori dan penelitian
sebelumnya yang digunakan dalam Dewan Pengawas Syariah.
Bab III laporan penelitian yang berisi tentang gambaran umum
objek penelitian, dalam hal ini yaitu BMT Tumang dan informasi lainnya
yang dianggap perlu.
Bab IV Analisis data merupakan bagian inti dari penelitian,
didalamnya memberikan suatu analisis data dari data-data yang telah
diteliti.
Bab V Penutup yang berisi kesimpulan dan saran terhadap
penelitian yang dilakukan.
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
Penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2010) dengan judul
Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas Syariah dan Bank Indonesia
terhadap Bank Jateng Syariah di Surakarta menunjukkan bahwa
mekanisme pengawasan dewan pengawas syariah meliputi analisis
operasional, menilai kegiatan, dan produk bank tersebut. Mekanisme
pengawasan Bank Indonesia yaitu pengawasan hal-hal yang bersifat
administratif, yang berkaitan dengan eksistensi bank, laporan-laporan,
pembukuan, dokumen dan sarana fisik. Aktifitas Dewan Pengawas Syariah
melaporkan hasil pengawasannya sekurang-kurangnya enam bulan sekali
kepada direksi, komisaris, Dewan Syariah Nasional dan Bank Indonesia.
Aktifitas Bank Indonesia melakukan pemeriksaan secara berkala untuk
melihat data, dokumen, pembukuan dan sarana fisik serta hal-hal lain yang
diperlukan kemudian dianalisis yang akhirnya dapat memastikan bahwa
Bank Jateng Syariah di Surakarta telah sesuai dengan mekanisme yang
diamanatkan oleh pasal 29 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia dan Pasal 27 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6
Tahun 2004.
14
Suhendi (2010) dengan judul Peran dan Tanggung Jawab Dewan
Pengawas Syari‟ah (DPS) terhadap Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) di Yogyakarta mengungkapkan bahwa pengawasan yang
dilakukan oleh DPS di BPRS Yogyakarta belum sepenuhnya maksimal.
Hanya sebagian kecil yang sudah benar-benar melakukan pengawasan
dengan baik. Komunikasi yang dibangun antara BPRS dengan DPS nya
sampai sekarang ini masih sangat lemah, kemudian kesadaran bahwa DPS
adalah bagian terpenting dan sangat berpengaruh dalam BPRS tersebut
masih belum sepenuhnya juga disadari, yang pada akhirnya keikutsertaan
DPS dalam kegiatan sehari-hari tidak bisa dilakukan, bahkan kedatangan
DPS di BPRS untuk melakukan pengawasan juga sangat jarang dilakukan.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa peran dan tanggung jawab Dewan
Pengawas Syari‟ah (DPS) pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
di Yogyakarta belum sepenuhnya maksimal dilakukan.
Hayyi (2011) dengan judul Efektivitas Pengawasan Bank Syari‟ah
Studi terhadap Pengawasan Dewan Pengawas Syari‟ah BPR Syari‟ah di
Kota Mataram, mengungkapkan bahwa pengawasan Dewan Pengawas
Syari‟ah BPR Syari‟ah di Kota Mataram berjalan kurang efektif. Faktor
yang sangat berpengaruh terhadap rendahnya efektivitas pengawasan ini
adalah intensitas pengawasan yang masih minim, sehingga DPS BPR
Syari‟ah Patuh Beramal tidak melihat secara riil transaksi operasional
yang terjadi di bank syariah. Faktor-faktor yang mempengaruhi lemahnya
efektivitas pengawasan DPS di kota Mataram adalah: faktor fasilitas dan
15
honoranium, produk yang tidak variatif, DPS sebagai sekunder, kurangnya
koordinasi antara DPS, DSN dan BI. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
efektivitas pengawasan Bank Syari‟ah berjalan kurang efektif pada
pengawasan Dewan Pengawas Syari‟ah BPR Syari‟ah di Kota Mataram.
Penelitian dengan judul Analisa Efektifitas Keputusan DSN-MUI
NO. 3 Tahun 2000 Berkaitan Tentang Dewan Pengawas Syariah di Baitul
Mal Wat Tamwil (BMT) BIMA MAGELANG oleh Sofiyah (2011). Hasil
penelitiannya menjelaskan bahwa syarat yang terakhir dari Keputusan DSN-
MUI No. 3 Tahun 2000 belum bisa diberlakukan di BMT Bima Magelang
yaitu syarat tiap anggota BMT minimal memiliki tiga orang anggota DPS
serta syarat untuk memenuhi kelayakan sebagai Dewan Pengawas Syariah
harus memiliki surat/sertifikasi dari DSN, tetapi fungsi DPS pada BMT Bima
Magelang telah mampu dilaksanakan sesuai dengan peraturan DSN-MUI. Hal
itu dapat disimpulkan bahwa Efektifitas Keputusan DSN-MUI No. 3 Tahun
2000 belum efektif terhadap Dewan Pengawas Syariah di Baitul Mal Wa
Tamwil (BMT) Bima Magelang.
Penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Silvino (2013) dengan
judul Analisis Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) Berdasarkan Surat
Keputusan DSN-MUI dan Peraturan Bank Indonesia (Studi Kasus: PT.
Bank XYZ) mengungkapkan bahwa Dewan Pengawas Syariah telah
menjalankan fungsi, tugas, dan kriteria dengan baik dan sesuai. Salah satu
tugas DPS yang terdapat pada Surat Keputusan DSN-MUI No. 02 Tahun
2000 dan PBI No. 11/33/PBI/2009 adalah memberikan nasihat dan saran
kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah, dan pimpinan kantor cabang
16
lembaga keuangan syariah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek
syariah. DPS Bank XYZ akan menegur pihak direksi dan pimpinan kantor
cabang Bank XYZ jika diketahui ada hal-hal yang melanggar aturan
syariah. Disamping ada beberapa hal yang belum dipenuhi, seperti
terbatasnya SDM dan regulasi yang belum memadai mendorong kualitas
implementasi dari peran DPS di Bank XYZ masih kurang . Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) di
Bank XYZ telah sesuai berdasarkan SK DSN-MUI No. 02 Tahun 2000
tentang Pedoman Rumah Tangga DSN-MUI dan Peraturan Bank
Indonesia No. 11/33/PBI/2009.
Penelitian dengan judul Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas
Syariah di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Daerah Istimewa
Yogyakarta Syari‟ah oleh Qori (2014) mengungkapkan secara umum DPS
di Bank Pembangunan Daerah DIY Syari‟ah telah menjalankan tugasnya
di bidang pengawasan sesuai dengan pedoman pengawasan yang ada
dalam PBI No.11/33/PBI/2009, DPS bertanggung jawab memberikan
nasihat dan saran kepada direktur Bank Syariah, serta melakukan
pengawasan terhadap penerapan prinsip syariah dalam operasional Bank
Syariah. DPS Bank BPD Syariah memberikan nasihat dan saran kepada
direksi setiap rapat bulanan direksi Bank BPD DIY Syariah. Namun, DPS
tidak dapat menjalankan manajemen kontrol dengan baik, terutama dalam
hal perencanaan dan pengawasan. Dengan metode pengawasan yang
menitikberatkan pada penelitian berkas akad, Pengawasan yang dilakukan
17
DPS di BPD DIY Syariah kurang efektif. Terbukti masih adanya
penyimpangan akad dari regulasi DSN dalam bank tersebut. Pengawasan
perencanaan juga tidak berjalan dengan baik. Pengawasan yang dilakukan
oleh DPS masih dilakukan secara sporadic tanpa adanya perencanaan
yang matang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa mekanisme pengawasan
Dewan Pengawas Syariah di Bank Pembangunan Daerah DIY Syariah
telah dilakukan sesuai dengan PBI No.11/33/PBI/2009.
Tabel 3.1 Penelitian Terdahulu
No Peneliti Tahun Perbedaan
1 Anwar 2010 -Metode: Non-doktrinal
-Obyek: Bank Syariah
-Yang diteliti: DPS dan BI
-Fokus: Mekanisme pengawasan
DPS sesuai PBI Nomor 6 Tahun
2004
2 Suhendi 2010 -Metode: Empiris analitik
-Obyek: BPRS
- Fokus: Peran dan tanggung
jawab DPS sesuai PBI dan Fatwa
DSN MUI
3 Hayyi 2011 -Metode: Kualitatif-normatif
-Obyek: BPRS
-Fokus: Efektifitas pengawasan
18
DPS
4 Sofiyah 2011 -Fokus: Efektifitas keputusan
DSN-MUI No. 3 Tahun 2000
berkaitan DPS
5 Putri dan Silvino 2013 -Metode: Wawancara
-Obyek: Bank Syariah
-Fokus: Peran DPS sesuai SK
DSN-MUI dan PBI
6 Qori 2014 -Obyek: Bank Syariah
-Fokus: Mekanisme pengawasan
DPS sesuai PBI
No.11/33/PBI/2009
Penelitian ini berbeda dengan penelitian diatas, perbedaan pada penelitian
dan diatas dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah:
Tabel 3.2 Perbedaan Penelitian Peneliti dan Penelitian Terdahulu
No Pembeda
1 Metode Deskriptif-kualitatif
2 Obyek BMT/KSPPS
3 Yang diteliti DPS
4 Fokus Mekanisme pengawasan DPS
sesuai peraturan koperasi
19
B. Kajian Teoritik
1. Teori Agensi
Penelitian tentang Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan
bagian dari Good Corporate Governance (GCG), sehingga teori yang
digunakan adalah Teori Agensi.
Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik
bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari
sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.
Hal yang dibahas dalam teori ini adalah hubungan antara pemilik dan
pemegang saham (principal) dan manajemen (agent). Jensen and
Meckling (1976) dalam Putri (2011) Dalam hal ini hubungan keagenan
merupakan sebuah kontrak antara satu orang atau lebih (principal)
yang mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa
dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan
kepada agent tersebut.
Teori keagenan mendiskripsikan hubungan antara pemegang
saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen.
Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham
untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka
dipilih, maka pihak manajemen harus mempertanggungjawabkan
semua pekerjaannya kepada pemegang saham. Hubungan keagenan
merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal)
memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama
20
prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan
yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut
mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai
perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang
sesuai dengan kepentingan principal (Ichsan, 2013).
Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan
manajer atas saham perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi,
2005) dalam Ichsan (2013). Dengan proporsi kepemilikan yang hanya
sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung bertindak untuk
kepentingan pribadi dan bukan memaksimumkan perusahaan. Inilah
yang nantinya akan menyebabkan biaya keagenan (agency cost).
Jensen dan Meckling (1976) dalam Putri (2011) mendefinisikan
agency cost sebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan prinsipal
untuk melakukan pengawasan terhadap agen. Hampir mustahil bagi
perusahaan untuk memiliki zero agency cost dalam rangka menjamin
manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari pandangan
shareholders karena adanya perbedaan kepentingan yang besar
diantara mereka.
Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen
dapat dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal
dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider
ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang
berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan
21
diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan
yang diambilnya. Proses ini dinamakan dengan bonding mechanism,
yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui
program mengikat manajemen dalam modal perusahaan.
Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal
dengan agen salah satunya dapat timbul karena adanya kelebihan
aliran kas (excess cash flow). Kelebihan arus kas cenderung
diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan
utama perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan kepentingan karena
pemegang saham lebih menyukai investasi yang beresiko tinggi yang
juga menghasilkan return tinggi, sementara manajemen lebih memilih
investasi dengan risiko yang rendah.
Menurut Bethala et al, (1994) dalam Ichsan (2013) terdapat
beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi konflik kepentingan,
yaitu :
a) meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen (insider
ownership)
b) meningkatkan rasio deviden terhadap laba bersih (earning after tax)
c) meningkatkan sumber pendanaan melalui utang
d) kepemilikan saham oleh institusi (institutional holding).
Sedangkan menurut Masdupi (2005) dalam Ichsan (2013)
dikemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam mengurangi
masalah keagenan. Pertama, dengan meningkatkan insider ownership.
22
Perusahaan meningkatkan bagian kepemilikan manajemen untuk
mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga
berindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan
meningkatkan presentase kepemilikan, manajer menjadi termotivasi
untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan
kemakmuran pemegang saham. Kedua, dengan pendekatan
pengawasan eksternal yang dilakukan melalui penggunaan hutang.
Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi
penggunaan saham sehingga meminimalisasi biaya keagenan ekuitas.
Akan tetapi, perusahaan memiliki kewajiban untuk memgembalikan
pinjaman dan membayarkan beban bunga secara periodik. Selain itu
penggunaan hutang yang terlalu besar juga akan menimbulkan konflik
keagenan antara shareholders dan debtholders sehingga memunculkan
biaya keagenan hutang. Ketiga, institutional investor sebagai
monitoring agent. Moh‟d at al, (1998) menyatakan bahwa bentuk
distribusi saham dari luar (outside shareholders) yaitu institutional
investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi biaya
keagenan ekuitas (agency cost). Hal ini disebabkan karena
kepemilikan merupakan sumber kekuasaan yang dapat digunakan
untuk mendukung atau menantang keberadaan manajemen, maka
konsentrasi atau penyebaran power menjadi suatu hal yang relevan
dalam perusahaan.
23
2. Dewan Pengawas Syariah
Untuk memastikan bahwa operasional BMT telah memenuhi
prinsip-prinsip syariah, maka BMT harus memiliki institusi internal
independen yang khusus dalam pengawasan kepatuhan syariah yaitu
Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dewan Pengawas Syariah
merupakan institusi independen dalam BMT yang fungsi utamanya
adalah melakukan pengawasan kepatuhan syariah dalam operasional
BMT. Tugas dan fungsi serta keberadaan dewan pengawas syariah
dalam BMT memiliki landasan hukum baik dari fiqih maupun undang-
undang perbankan di Indonesia. Dewan Pengawas Syariah merupakan
istilah umum yang digunakan di Indonesia untuk menyebut institusi
pengawasan internal syariah di BMT, karena di luar negeri DPS
disebut juga sebagai shari’a supersory board (SSB) (Prasetyoningrum,
2009).
Pengertian DPS menurut Arifin (2005) dalam Prasetyoningrum
(2009) adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan
Syariah Nasional (DSN) pada lembaga keuangan syariah termasuk
BMT. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah
muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum di bidang
perbankan. DPS adalah suatu dewan yang sengaja dibentuk untuk
mengawasi jalannya perusahaan sehingga senantiasa berjalan sesuai
dengan prinsip syariah (Perwataatmadja dan Antonio, 1992: 2).
Sedangkan pengertian DPS menurut Peraturan Bank Indonesia No.
24
06/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dalam pasal 1 ayat 10 menyatakan
Dewan Pengawas Syariah merupakan dewan yang melakukan
pengawasan terhadap prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank.
Berdasarkan berbagai pengertian mengenai DPS di atas maka DPS
merupakan badan independen internal yang berfungsi untuk
melakukan pengawasan atas kepatuhan aturan dan prinsip-prinsip
syariah dalam keseluruhan aspek operasional Bank Syariah dan BMT.
DPS merupakan unit yang hanya dimiliki oleh perusahaan/organisasi
yang dijalankan sesuai syari‟ah Islam. Laporan DPS untuk
meyakinkan bahwa operasional, transaksi, bisnis lembaga keuangan itu
dilaksanakan sesuai dengan aturan dan prinsip syari‟ah Islam
(Harahap, 2002) dalam Prasetyoningrum (2009). Keanggotaan Dewan
Pengawas Syari‟ah ini seharusnya terdiri dari ahli syari‟ah, yang
menguasai hukum dagang dan cukup terbiasa dengan kontrak-kontrak
bisnis (Prabowo, 2000) dalam Prasetyoningrum (2009). Harahap
(2002) dalam Prasetyoningrum (2009) memberikan definisi DPS
sebagai lembaga Independen atau hakim khusus dalam fikih muamalat
(fiqh almuamalat). Namun DPS bisa juga anggota di luar fikih tetapi
ahli juga di dalam bidang lembaga keuangan Islam dalam fikih
muamalat. DPS merupakan suatu lembaga keuangan yang
berkewajiban mengarahkan, mereview dan mengawasi aktivitas
lembaga keuangan agar dapat diyakini bahwa mereka mematuhi aturan
25
dan prinsip syari‟ah Islam, fatwa anggota DPS akan mengikat lembaga
keuangan Islam (Prasetyoningrum, 2009).
Dalam Ketentuan Umum Kepmenkop dan UKM No
16/Per/M.KUKM/IX/2015 Dewan Pengawas Syariah adalah dewan
yang dipilih oleh koperasi yang bersangkutan berdasarkan keputusan
rapat anggota dan beranggotakan alim ulama yang ahli dalam syariah
yang menjalankan fungsi dan tugas sebagai pengawas syariah pada
koperasi yang bersangkutan dan berwenang memberikan tanggapan
atau penafsiran terhadap fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).
Menurut Surat Keputusan DSN MUI No.Kep-98/MUI/III/2001
tentang Susunan Pengurus DSN MUI Masa Bhakti Th. 2000-2005
bahwa DSN memberikan tugas kepada DPS untuk :
1. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan
syariah.
2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah
kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga
keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-
kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan
DSN.
26
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 6 tahun 2004 pasal
27, tugas, wewenang, dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah
adalah :
a. Memastikan dan mengawasi kesesuian kegiatan operasional bank
terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
b. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk
yang dikeluarkan bank.
c. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan
operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank.
d. Mengkaji jasa dan produk baru yang belum ada fatwa untuk
dimintakan fatwa kepada DSN.
e. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-
kurangnya setiap enam bulan kepada direksi, komisaris, DSN, dan
Bank Indonesia.
Tugas lain DPS adalah meneliti dan membuat rekomendasi
tentang produk baru dari BMT yang diawasinya. DPS bertindak
sebagai penyaring pertama tentang subuah produk sebelum diteliti dan
difatwakan oleh DSN (Nurhasanah, 2011).
Sedangkan fungsi Dewan pengawas Syariah (DPS) menurut
Nurhasanah (2011) adalah :
1. Mengawasi jalannya operasionalisasi bank atau BMT sehari-
hari agar sesuai dengan ketentuan syari‟ah.
27
2. Membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun)
bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan
ketentuan syari‟ah.
3. Meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari BMT
yang diawasi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015
pasal 14 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah oleh Koperasi Bagian Ketiga Dewan Pengawas
Syariah adalah :
1) KSPPS dan koperasi yang menyelenggarakan kegiatan usaha
simpan pinjam pembiayaan syariah wajib memiliki Dewan
Pengawas Syariah yang ditetapkan oleh Rapat Anggota.
2) Jumlah Dewan Pengawas Syariah paling sedikit berjumlah 2 orang
dan setengahnya memiliki sertifikasi DSN-MUI.
3) Persyaratan untuk dapat dipilih menjadi Dewan Pengawas Syariah
meliputi:
a) Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang
merugikan korporasi, keuangan negara, dan/atau yang
berkaitan dengan sektor keuangan, dalam waktu 5 (lima) tahun
sebelum pengangkatan;
b) Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda
sampai derajat kesatu dengan pengurus.
28
4) Dewan Pengawas Syariah diutamakan dari anggota koperasi dan
dapat diangkat dari luar anggota koperasi untuk masa jabatan
paling lama 2 (dua) tahun.
5) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertugas:
a. Memberikan nasehat dan saran kepada pengurus dan
pengawas serta serta mengawasi kegiatan KSPPS agar sesuai
dengan prinsip syariah.
b. Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas
pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan oleh
KSPPS.
c. Mengawasi pengembangan produk baru.
d. Meminta fatwa kepada DSN-MUI untuk produk baru yang
belum ada fatwanya.
e. Melakukan review secara berkala terhadap produk-produk
simpanan dan pembiayaan syariah.
Menurut Anggadini (2014) mekanisme pengawasan Dewan
Pengawas Syariah, setidak-tidaknya setiap enam bulan sekali Dewan
Pengawas Syariah menganalisa operasional Bank Syariah/Lembaga
Keuangan Syariah dan menilai kegiatan maupun produk
bank/Lembaga Keuangan Syariah tersebut yang pada akhirnya Dewan
Pengawas Syariah dapat memastikan bahwa kegiatan operasional Bank
Syariah telah sesuai fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah
29
Nasional kemudian menyampaikan hasil pengawasan tersebut kepada
pihak yang bersangkutan.
3. Sharia Supervisory Board (SSB)
a. Pengertian Shariah Supervisory Board (SSB)
Menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions (AAOIFI dalam Toufik (2015) Shariah
Supervisory Board (SSB) merupakan badan hukum independen
yang mengkhususkan diri dalam Fiqh Muamalah (Islamic
commercial jurisprudence). SSB terdiri dari sekurang-kurangnya tiga
anggota yang ditunjuk oleh pemegang saham dalam rapat umum
tahunan mereka atas rekomendasi dewan direksi. Namun, anggota
SSB selain mengkhususkan diri pada Fiqh al-Muamalat, tapi juga
harus ahli di bidang Islamic Financial Institution (IFI) .
b. Tujuan Shariah Supervisory Board (SSB)
Tujuan yang paling jelas dan langsung dari Shariah
Supervisory Board (SSB) menurut Toufik (2015) adalah untuk
menegaskan kepada nasabah dan masyarakat Muslim bahwa
produk atau layanan keuangan yang ditawarkan kepada mereka
dapat diterima dari perspektif hukum Islam dan halal sesuai dengan
ajaran mereka. Sertifikasi semacam itu umumnya
didokumentasikan dalam fatwa formal (kertas label syariah), dapat
dianggap sebagai bentuk due diligence. Penerima manfaat utama
pengawasan syariah adalah konsumen Muslim atau investor yang
30
mungkin tidak memiliki keterampilan atau pengetahuan yang
diperlukan untuk mengevaluasi produk perbankan Islam
berdasarkan ajaran syariah. Ini juga memberikan bentuk jaminan
dan advokasi bahwa uang yang diinvestasikan dalam Lembaga
Keuangan Islam (LKI) telah digunakan sesuai dengan peraturan
syariah dan sistem haram dihapuskan. Dari sudut pandang tata
kelola perusahaan, IFI mewujudkan sejumlah fitur menarik sejak
pembagian ekuitas, pengaturan pembagian keuntungan dan
keuntungan dari basis keuangan Islam. SSB berfungsi sebagai
lapisan tambahan tata kelola dalam LKI untuk membawa transaksi
sesuai dengan hukum Islam dan harapan masyarakat Muslim.
c. Peran Shariah Supervisory Board (SSB)
Menurut Toufik (2015) peran SSB dipandang sama dengan
auditor perusahaan dari beberapa Islamic Financial Institution (IFI).
Di sisi lain, beberapa IFI menyatakan bahwa SSB memiliki tugas
untuk mengawasi bank dan memastikan bahwa produk dan
operasinya sesuai dengan prinsip syariah. Namun, harus jelas
bahwa SSB tidak memiliki pengaruh langsung pada keputusan
dewan pengelola. Selanjutnya, SSB hanya membahas mengenai
kesesuaian dan ketidaksesuaian produk keuangan. Dalam kasus
non-syariah compliant, SSB harus menyoroti berbagai cara untuk
memecahkan masalah sehingga dewan pengelola dapat memilih
berbagai cara alternatif yang berbeda. Ada dua organisasi non-
31
pemerintah yang berkontribusi pada standarisasi keuangan Islam.
Selain Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institutions (AAOIFI), yang didirikan pada tahun 1991 untuk
menetapkan standar akuntansi dan auditing syariah yang dapat
digunakan oleh lembaga keuangan Islam di seluruh dunia, Islamic
Financial Services Board (IFSB) menerbitkan standar Termasuk
panduan mengenai elemen kunci dalam proses tinjauan
pengawasan lembaga yang menawarkan layanan keuangan syariah.
Singkatnya, Peran SSB dapat dikategorikan secara luas dalam
kategori berikut (Toufik, 2015):
1) Peran Penasehat
Peran penasehat SSB adalah memberikan pendapat apakah
tindakan spesifik yang dilakukan oleh bank sesuai dengan prinsip
syariah atau tidak. Pada tahap ini SSB hanya memberikan nasehat
dan membantu semua pihak terkait mengenai urusan syariah pada
kegiatan bank.
2) Peran Kepatuhan
Peran SSB dalam memastikan kepatuhan syari'ah pada bank-
bank Islam mulai dari penerbitan, diseminasi resolusi syari'ah dan
diakhiri dengan tinjauan syari'ah tahunan. Singkatnya, SSB harus
memastikan ketepatan mekanisme yang diterapkan di bank agar
senantiasa mematuhi prinsip-prinsip syari'ah. Proses mekanisme
pengawasan harus mencakup persetujuan produk, yang terdiri dari
32
proses produk, penataan dan pengembangan sebelum produk
ditawarkan kepada masyarakat (pasar) dan pasca-produk, yang
terdiri dari proses setelah produk ditawarkan kepada pelanggan.
3) Peran Audit
Audit mengacu pada semua tindakan yang diambil oleh auditor
untuk memastikan bahwa laporan keuangan bank disusun dalam
semua hal yang material sesuai dengan standar pelaporan keuangan
yang diterima secara profesional. Namun, Bank mendapatkan dua
jenis audit, audit internal dan eksternal. Auditor pada umumnya
mengikuti prosedur tertentu, termasuk pemeriksaan, observasi,
inquiry dan konfirmasi, perhitungan dan analisis untuk memenuhi
tanggung jawabnya. Sasaran utama audit syariah adalah
memastikan bahwa layanan deposito, pembiayaan, investasi dan
layanan lainnya yang ditawarkan oleh bank telah sesuai dengan
prinsip Syariah.
33
BAB III
GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN
A. Sejarah pendirian BMT Tumang
Sistem perekonomian dan tatanan kehidupan yang dikedepankan pada
masa orde baru ternyata tidak bisa memberikan jawaban akan harapan
terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Berangkat dari keprihatinan akan nasib
masyarakat desa yang justru merupakan jumlah mayoritas penduduk di Indonesia,
khususnya di daerah Boyolali. Juga, apabila melihat perputaran uang yang
sebagian besar ada di kota serta sulitnya pengusaha mikro dan kecil di pedesaan
dalam mengakses permodalan dari perbankan.
Perbankan dalam hal ini dinilai lemah dalam komitmennya menciptakan
lingkungan usaha yang lebih adil dan lebih menyejahterakan masyarakat.
Sementara itu, terkait dengan bunga perbankan juga telah menjadi kajian
tersendiri di kalangan umat Islam. Hal-hal tersebut juga sangat dirasakan oleh
masyarakat Desa Tumang. Terutama beberapa orang yang dalam menjalankan
ekonominya berkutat dengan rentenir atau istilah masyarakat setempat adalah
bank plecit.
Dalam rangka menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi
warga setempat, maka pada bulan Februari 1997 bertempat di rumah dinas Bapak
Suryanto SH. di Jakarta, munculah gagasan untuk pendirian BMT di Desa
Tumang. BMT TUMANG didirikan pada 30 September 1998 oleh Kakandep
Koperasi Kab. Boyolali. Setelah dilakukan pemilihan calon pengelola pada
34
tanggal 1 oktober 1998, Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Tumang mulai
beroperasi dengan modal awal 7.050.000 rupiah di desa Tumang, Cepogo,
Boyolali. Kemudian, pada tanggal 10 April 1999, BMT Tumang mendapatkan
badan hukum dari departemen koperasi dengan nomor 242/BH/KDK.11.25/IV/
1999 yang kemudian lebih dikenal dengan nama KSU “BMT TUMANG”. Alamat
kantor pusat BMT TUMANG berada diJalan Boyolali-Magelang Km. 10,
Cepogo, dan memiliki beberapa kantor cabang, antara lain:
1) Kantor Cabang Cepogo
2) Kantor Cabang Boyolali
3) Kantor Cabang Ampel
4) Kantor Cabang TUMANG
5) Kantor Cabang Andong
6) Kantor Cabang Kartasura
7) Kantor Cabang Salatiga
8) Kantor Cabang Delanggu.
9) Kantor Cabang Selo
10) Cabang Kartasura Jl. Ahmad Yani No.83 (Depan Pasar Kartasura) Telp.
(0271)784385
11) Cabang Suruh Jl. Raya Suruh-Salatiga, Kab. Semarang (Timur Pasar
Suruh) Telp. (0298) 317434
12) Cabang Solo Jl. Brigjen Sudiarto 5/2, Joyosuran, Pasar Kliwon, Surakarta
Telp. (0271) 642257
13) Cabang Grabag Jl.KH Siraj, Desa Krajan I, Grabag, Magelang
35
14) Cabang Karangpandan Jl. Lawun No 85, Karangpandan Karanganyar
15) Cabang Jatinom Jl. Raya Pasar Gabus, Jatinom, Klaten
B. Kelengkapan Organisasi
a. Aturan tertulis Organisasi : Anggaran Dasar
b. Perubahan Anggaran Dasar : 02/PAD/XIV/I/2011
c. Nomor Badan Hukum : 242/BH/KDK.11.25/IV/1999
d. Nomor Pokok Wajib Pajak : 02.014.0381.4-526.000
e. Jangkauan pelayanan : Jawa Tengah
f. Waktu Operasional : Hari Senin – Jumat : pukul 07.30 – 16.30
WIB
C. Visi dan Misi BMT Tumang
1. Visi
“Menjadi lembaga keuangan syariah yang mandiri, modern, dan sejahtera”.
Makna VISI : Visi tersebut menggambarkan suatu semangat untuk
membangun ekonomi masyarakat (umat) yang berbasis syariah, dalam rangka
mewujudkan kemandirian melalui tata kelola yang baik, tangguh, modern
menuju kesejahteraan anggota yang diridhoi Allah SWT.
36
2. Misi
1. Mewujudkan lembaga keuangan syariah yang mandiri, modern, amanah,
dan sejahtera. Penjelasan : BMT TUMANG berupaya mewujudkan sebuah
lembaga keuangan syariah yang mandiri, secara terus menerus
meningkatkan jati diri, mengandalkan pada kekuatan yang dimiliki, serta
mampu memanfaatkan peluang yang ada dengan bekerja keras, cerdas,
tuntas dan ikhlas. Modern dari segi pelayanan, daya dukung operasional,
dan sejajar atau lebih tinggi dengan lembaga keuangan terkemuka.Dalam
melaksanakan jasa layanan lebih mengutamakan norma-norma kebaikan
(amanah), memiliki kepekaan sosial yang tinggi sehingga keberadaannya
dapat memberikan nilai tambah, serta dapat meningkatkan kesejahteraan
bagi anggota serta masyarakat luas.
2. Mengembangkan SDM yang tangguh, professional dan berdaya saing
tinggi. Penjelasan : Untuk mencapai Visi yang telah ditetapkan, BMT
berupaya mengembangkan SDM yang profesional, kompeten, memiliki
integritas tinggi, berdaya saing sehingga mampu menghadapi tantangan
masa kini dan masa depan.
3. Meningkatkan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung
operasional BMT. Penjelasan: Untuk mendukung layanan keuangan
syariah yang modern, BMT berupaya meningkatkan sarana dan prasarana
yang memadai dengan didukung oleh ketersediaan infrastruktur teknologi
informasi yang modern sesuai perkembangan zaman.
37
D. Struktur Organisasi BMT TUMANG
Gambar 1.1
E. Tugas dan Wewenang dalam Struktur Organisasi
1. Rapat Anggota
a. Kewenangan : berhak memilih dan memberhentikan
pengurus.
b. Tugas : menerima laporan pertanggung jawaban tahunan.
38
2. Badan Pengurus
a. Kewenangan : mewakili anggota (pendiri), pengurus berwenang untuk
memastikan jalan tidaknya BMT dan membuat kebijakan umum serta
melaksanakan pengawasan pelaksanaan kegiatan BMT sehingga sesuai
dengan tujuan.
b. Tugas :
Menyusun kebijakan umum BMT
1) Melakukan pengawasan kegiatan dalam bentuk persetujuan
pembiayaan untuk suatu tujuan tertentu dan melakukanpengawasan
tugas manajemen (pengelola).
2) Memberikan persetujuan terhadap produk-produk yang akan
ditawarkan kepada organisasi.
3. Dewan Pengawas Syariah
a. Kewenangan : memberikan solusi dan diajukan kepada pengurus
sebagai saran dan masukan kepada pengelola dan jajaran manajemen
serta merumuskan konsep good corporate government.
b. Tugas : mengawasi jalannya sirkulasi keuangan apakah menyimpang
dari ajaran syariah atau tidak.
4. Pengawas Manajemen
a. Kewenangan : merekomendasikan akuntan publik kepada pengurus.
39
b. Tugasnya :
1) Mengawasi jalannya sirkulasi setiap bulan maju tidaknya sirkulasi
keuangan.
2) Menerima laporan tiap bulan untuk mengukur perkembangan BMT
secara berkala.
5. Manajer Utama
a. Fungsi Manajer Utama adalah menampung aspirasi, saran, kritik dan
menentukan sikap untuk kemajuan BMT Tumang.
b. Tugas Manajer Utama adalah :
1) Mengatur dan mengkoordinasi manajer cabang.
2) Menentukan keputusan dalam RAT.
3) Mengkoordinasi kinerja tiap-tiap staf, karyawan, karyawati,
manajer cabang dan seluruh yang terlibat pada KSU BMT Tumang
untuk kemajuan yang lebih baik.
6. Manajer Umum
a. Fungsi Manajer Umum adalah memimpin jalannya BMT sehingga
sesuai dengan tujuan dan kebijakan umum yang digariskan oleh
pengurus.
b. Tugas Manajer Umum :
1) Membuat rencana kerja secara periodic, meliputi : rencana
pemasaran, pembiayaan, biaya operasi, dan rencana keuangan.
40
2) Membuat kebijakan khusus sesuai dengan kebijakan umum yang
digariskan oleh pengurus.
3) Memimpin dan mengarahkan kegiatan yang dilaksanakan oleh
stafnya.
4) Membuat laporan secara periodic kepada pengurus berupa :
laporan pembiayaan baru, perkembangan pembiayaan, laporan
keuangan.
5) Memberikan tanda tangan validasi.
7. Manajer Administrasi
a. Fungsi Manajer Administrasi adalah menangani administrasi keuangan,
menghitung bagi hasil serta menyusun laporan keuangan.
b. Tugas dari manajer administrasi adalah :
1) Mengerjakan jurnal buku besar.
2) Menyusun rencana percobaan.
3) Melakukan perhitungan bagi hasil simpanan dan pembiayaan.
8. Manajer Operasional
a. Fungsi dari manajer operasional adalah Merencanakan, mengarahkan,
mengontrol serta mengevaluasi seluruh aktivitas di bidang operasional
baik yang berhubungan dengan pihak internal maupun eksternal yang
dapat meningkatkan profesionalisme BMT khususnya dalam pelayanan
terhadap mitra maupun anggota BMT.
41
b. Tugas dari manajer operasional adalah :
1) Terselenggaranya pelayanan yang memuaskan (service excellence)
kepada mitra atau anggota BMT.
2) Terevaluasi dan terselesaikannya seluruh permasalahan yang ada
dalam operasional BMT.
3) Terarsipnya surat masuk dan keluar serta notulasi rapat manajemen
dan rapat operasional.( Buku Standart Operasional Prosedur).
9. Devisi Maal
a. Fungsi dari devisi maal adalah menyalurkan pembiayaan qordhul hasan
dengan tanpa bagi hasil untuk masyarakat atau pedagang kecil miskin
dan yang produktif melalui POKUSMA (Kelompok Usaha
Masyarakat).
b. Tugas dari devisi maal adalah :
1) Melakukan survey untuk pengalokasian dana qordhul hasan.
2) Melakukan pembinaan dan pemberian subsidi untuk ustad/guru
TPA.
3) Memberikan bea siswa untuk anak SD,SMP dan SMA.
4) Membantu kegiatan social keagamaan (mengaji, kajian umum,
pembangunan masjid, dll).
5) Memberikan santunan untuk fakir miskin yang dilaksanakan
setahun sekali di bulan ramadhan.
42
6) Memberikan santunan untuk yatim piatu yang dilaksanankan di
bulan muharom.
7) Membuat bulletin dakwah.
8) Melakukan pembinaan kepada ta‟mir masjid FOTAMAS (Forum
Ta‟mir Masjid ).
Sumber : Draf Program Kerja Divisi Maal KSU BMT Tumang
10. Manajer Cabang
a. Fungsi manajer cabang adalah melaksanakan kegiatan pelayanan
kepada anggota serta melakukan pembinaan agar pembiayaan yang
diberikan tidak macet.
b. Tugas manajer cabang adalah :
1) Menyusun rencana pembiayaan.
2) Menerima usulan dan melakukan wawancara analisa biaya.
3) Menganalisa proposal pembiayaan anggota, melakukan
administrasi pembiayaan.
4) Melakukan pembinaan terhadap anggota.
5) Membuat laporan perkembangan pembiayaan.
11. Marketing
a. Fungsi dari marketing adalah mengusulkan strategi pemasaran untuk
jangka pendek, menengah dan panjang sesuai dengan kebijakan
pemasaran.
43
b. Tugas dari marketing adalah :
1) Mempromosikan lembaga serta mencari nasabah baru.
2) Menjalankan tugas lapangan untuk menawarkan produk BMT.
3) Mengatur rute kunjungan harian.
4) Melaporkan kendala-kendala yang dihadapi dilapangan kepada
manajer cabang.
12. Kasir/Teller
a. Fungsi kasir/teller adalah bertindak sebagai penerima uang dan juru
bayar, serta diharuskannya mengetahui semua jenis pekerjaan.
b. Tugas dari teller adalah :
1) Menerima atau menghitung uang dan membuat bukti penerimaan.
2) Melakukan pembayaran sesuai dengan perintah keluar.
3) Melayani dan membayar pengambilan simpanan.
4) Membuat buku kas harian.
5) Bertanggung jawab penuh pada asset BMT yaitu uang brankas,
surat jaminan nasabah dan teller room.
6) Melaporkan hasil progress harian.
7) Membuat input data, daftar kolektibilitas pembiayaan dan surat
akad pembiayaan
8) Setiap akhir kerja menghitung uang yang ada dan meminta
pemeriksaan kepada manajer cabang.
44
F. Dewan Pengawas Syariah (DPS) BMT Tumang
Bmt Tumang memiliki 3 anggota DPS, yaitu:
1. Nama : Drs. H. M. Munir Asrori Ketua DPS
Alamat : Bandung
Telepon/HP : 08157186815
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : S1. Sosial Politik
Lama bekerja sebagai Dewan Pengawas Syariah : 18 tahun
2. Nama : H. Ali Sya‟ni BA
Alamat : Dukuh Tumang, Desa Cepogo, Kec. Cepogo
Kab. Boyolali
Telepon/HP : -
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Sarjana / BA
Lama bekerja sebagai Dewan Pengawas Syariah : 18 tahun
3. Nama : H. M. Saifudin Zuhri SPG
Alamat : Dukuh Tumang, Desa Cepogo, Kec. Cepogo
Kab. Boyolali
Telepon/HP : -
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Lama bekerja sebagai Dewan Pengawas Syariah : 18 tahun
45
BAB IV
ANALISIS DATA
Berdasarkan wawancara dengan para informan di BMT Tumang antara
lain dengan pengelola yaitu, Adib Zuhairi selaku Direktur utama BMT Tumang
dan Trijoko selaku Audit Internal, serta M Munir Asrori selaku Dewan Pengawas
Syariah di BMT Tumang. Dalam wawancara penulis mencocokkan data yang
diperoleh dari sumber data satu dengan sumber data yang lainnya untuk
mendapatkan kesesuaian data tersebut.
Hasil wawancara dengan ketiga informan tersebut diperoleh data yang
penulis sajikan sebagai berikut:
A. Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas Syariah
1. Kedudukan Dewan Pengawas Syariah di BMT Tumang
BMT Tumang didirikan dengan komitmen untuk menegakkan
ekonomi yang sesuai dengan syariat Islam, yaitu ekonomi yang adil dan
dapat mensejahterakan masyarakat. Hal tersebut dibuktikan sejak awal
berdirinya BMT Tumang sudah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan Adib Zuhairi selaku
Direktur Utama BMT Tumang pada hari Rabu tanggal 24 Mei 2017 pukul
09.49 berikut ini:
“Sejak berdiri pada tahun 1998, BMT Tumang sudah memiliki Dewan
Pengawas Syariah, dahulu namanya bukan Dewan Pengawas Syariah,
tetapi pengawas syariah.”
46
Tugas Dewan Pengawas Syariah adalah melakukan pengawasan
kepatuhan syariah dalam operasional BMT (Prasetyoningrum, 2009).
Sedangkan Menurut Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 pasal 14
ayat 5, tugas Dewan Pengawas Syariah adalah:
a. Memberikan nasehat dan saran kepada pengurus dan pengawas serta serta
mengawasi kegiatan KSPPS agar sesuai dengan prinsip syariah.
b. Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman
operasional dan produk yang dikeluarkan oleh KSPPS.
c. Mengawasi pengembangan produk baru.
d. Meminta fatwa kepada DSN-MUI untuk produk baru yang belum ada
fatwanya.
e. Melakukan review secara berkala terhadap produk-produk simpanan dan
pembiayaan syariah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan agensi teori yang dikemukakan oleh
Jensen and Meckling dalam Putri (2011) dalam hal ini hubungan keagenan
merupakan sebuah kontrak antara satu orang atau lebih (principal) yang
memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan
kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent
tersebut. Di sini DPS bertindak sebagai agent untuk dimintai jasa sebagai
pengawas syariah BMT dan memiliki wewenang untuk menjaga agar kegiatan
operasional BMT Tumang sesuai dengan prinsip syariah.
47
Saat ini BMT Tumang memiliki tiga anggota Dewan Pengawas
Syariah (DPS), yaitu: Drs. H. M Munir Asrori, H. Ali Sya‟ni B A, H. M
Syaifudin Zuhri. Drs. H. M Munir Asrori menjabat sebagai ketua sekaligus
merangkap sebagai anggota DPS. Beliau adalah satu-satunya DPS di BMT
Tumang yang sudah memiliki sertifikasi untuk menjadi DPS. Sedangkan H.
Ali Sya‟ni B A dan H. M Syaifudin Zuhri menjabat sebagai anggota DPS.
Mereka berdua adalah tokoh lokal yang memiliki kapasitas di bidang
keagamaan. Seperti yang disampaikan oleh Adib Zuhairi mengenai
pengangkatan DPS di BMT Tumang.
“Tahap awal, BMT Tumang itu kan dari kampung. Jadi kita memilih tokoh
lokal yang memiliki kapasitas keagaaan istilahnya tokoh agama. Jadi
secara spesifik belum punya kapasitas di syariahnya. Secara umum dia
jadi ustad, atau tokoh dakwah yang ada di Tumang. Setelah itu kita
menysuaikan secara kapasitas. Pak Munir itu salah satu yang kita rekrut
dari awal si, akhirnya kita minta untuk lebih fokus di bidang syariah.
Beliau sudah mngikuti pelatihan DPS dan lulus. Intinya, itu adalah
komitmen kita supaya dalam pengawasan ini, pertama adalah orang yang
memiliki kapasitas, yang kedua diakui secara nasional sesuai standar
kompetensi dalam hal ini mengikuti pelatihan DPS nasional dengan
mendapatkan sertifikasi atau lisensi untuk menjadi DPS di BMT. Jadi
secara legal formal ada.
Pernyataan di peraturan Mentri itu kan DPS minimal dua dan
setengahnya harus sertikasi. Kalo di kita ada tiga, setengahnya kan bukan
berarti satu setengah. Saya kira satu lah, sehingga sudah mengikuti
syarat.”
Penelitian diatas sesuai dengan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015
pasal 14 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah oleh Koperasi Bagian Ketiga Dewan Pengawas Syariah, ayat 2 yang
48
berbunyi: Jumlah Dewan Pengawas Syariah paling sedikit berjumlah 2 orang
dan setengahnya memiliki sertifikasi DSN-MUI.
Berdasarkan wawancara penulis dengan Adib Zuhairi selaku Direktur
Utama BMT Tumang pada hari Rabu tanggal 24 Mei 2017 pukul 09.49
mengenai masa jabatan dan prosedur pengangkatan DPS di BMT Tumang
adalah:
“Masa jabatan meyesuaikan dengan catatan kepengurusan. Kalo dulu
tiga tahun, tapi setelah Rapat Anggota Tahunan (RAT terakhir, RAT)
tahun 2015 telah disepakati bahwa masa jabatan DPS menjadi lima
tahun. Jika masa jabatan DPS sudah selesai, DPS bisa diangkat kembali
menjadi DPS pada saat RAT selama secara fisik, kemampuan dan
kapasitas masih memenuhi syarat.
Hal serupa juga disampaikan oleh M Munir Asrori selaku DPS BMT
Tumang pada hari Jumat tanggal 28 April 2017 bahwa:
“BMT Tumang merupakan badan hukum koperasi sehingga pengurus dan
pengawas termasuk Dewan Pengawas Syariah diangkat melalui Rapat
Anggota Tahunan (RAT). Dan masa jabatan DPS adalah lima tahun, jika
masa jabatan DPS sudah berakhir, DPS bisa diangkat kembali menjadi
DPS pada saat RAT.”
Untuk syarat-syarat menjadi DPS di BMT Tumang, seperti yang
disampaikan Adib Zuhairi sebagai berikut.
“Secara personal memiliki pengetahuan agama yang cukup, artinya tidak
sembarangan orang bisa menjadi DPS di BMT Tumang.
Riwayat hidup tidak bermasalah.
Secara aplikatif paham syariah, paham apa itu mudharabah, murabahah
dan lain sebagainya, dan paham apa perbedaannya.”
Penelitian diatas sesuai dengan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015
pasal 14 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan
49
Syariah oleh Koperasi Bagian Ketiga Dewan Pengawas Syariah, ayat 3 yang
berbunyi: Persyaratan untuk dapat dipilih menjadi Dewan Pengawas Syariah
meliputi:
a. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan
korporasi, keuangan negara, dan/atau yang berkaitan dengan sektor
keuangan, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan;
b. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai derajat
kesatu dengan pengurus.
2. Peran DPS, Hubungan Audit Internal dengan DPS di BMT Tumang
Sebagai koperasi yang menjalankan operasional sesuai dengan prinsip
syariah, maka BMT Tumang harus memiliki DPS dalam struktur
organisasinya. Hal ini dikarenakan peran DPS di BMT Tumang sangat
penting, yaitu untuk memastikan dan mengawasi operasional BMT Tumang
agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, peran DPS inilah yang
kemudian dapat membangun kepercayaan masyarakat bahwa BMT Tumang
selalu berkomitmen menjalankan operasional sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah. Berkat kepercayaan dari masyarakat, maka BMT Tumang bisa
berkembang dan memiliki eksistensi di masyarakat hingga sekarang. BMT
Tumang juga dapat menjalankan kedua fungsinya yaitu sebagai lembaga
bisnis (baitul maal) dan lembaga sosial (baitul tamwil).
50
Berdasarkan wawancara penulis dengan Trijoko selaku Koordinator
Audit Internal di BMT Tumang pada hari Selasa tanggal 25 April 2017
mengenai peran DPS di BMT Tumang, dijelaskan bahwa:
“DPS idealnya sebenarnya melakukan pengawasan disitu dan juga
memberikan fatwa. Disini belum begitu ideal. Cuma sebenarnya untuk
DPS ini, tiga itu yang aktif cuma yang di Bandung itu.”
Terkait jawaban peran DPS di BMT Tumang belum optimal, Trijoko
menjelaskan bahwa:
“Satu terkendala usia yang dua itu ya, yang satu lagi terkendala jarak.
Tapi sebenarnya jarak itu pun masih bisa sebulan tiga kali tapi cuma satu
hari untuk audit, tergantung jadwalnya.”
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Nurhasanah (2011)
yang menyatakan bahwa masalah SDM dan kinerja merupakan penyebab
belum optimalnya peran DPS di lembaga keuangan syari‟ah. Menurut
Agustianto dalam Nurhasanah (2011), kinerja ulama, ustadz yang
dicantumkan sebagai DPS di bank syari‟ah belum optimal, bahkan banyak
diantara mereka yang tidak berperan sama sekali mengawasi operasional
perbankan syari‟ah, bahkan meja saja tidak diberikan kepada DPS tersebut.
Menurutnya, dominannya ulama senior yang kurang memainkan perannya di
DPS, sedangkan ulama-ulama muda yang kuat dan berkapasitas di bidang
perbankan jarang dilibatkan sebagai DPS.
Sedangkan untuk hubungan antara audit internal dan DPS di BMT
Tumang, Bapak Trijoko menjelaskan bahwa:
“Audit internal memiliki tiga tugas yaitu audit cabang dan pusat,
administrasi umum, dan di bidang syariah. Jadi tugas mengenai
51
pengawasan di bidang syariah di BMT Tumang tidak hanya dilakukan
oleh DPS, tetapi juga dilakukan oleh audit internal. Disini tugas audit
internal dalam melakukan pengawasan di bidang syariah tidak seluas
tugas DPS. Karena secara struktur organisasi audit internal di bawah
direktur utama, sedangkan DPS termasuk pengurus. Audit internal
merupakan tangan panjang dari DPS untuk mengaudit di bidang syariah,
sehingga laporan yang masuk nantinya akan dilaporkan ke DPS. Laporan
tersebut akan diliahat oleh DPS sudah sesuai dengan prinsip syariah atau
belum, masih kurang, dan sebagainya. Sehingga tugas audit internal di
bidang syariah sifatnya untuk membantu memudahkan tugas DPS dalam
melakukan pengawasan operasional BMT Tumang agar sesuai dengan
prinsip syariah.”
Menurut peneliti, tugas audit internal sebagai tangan panjang dari DPS
ini tidak ada garis struktur kepengurusannya. Berdasarkan struktur organisasi
BMT Tumang (Gambar 1.1) Audit Internal di bawah Direktur Utama,
sedangkan Dewan Pengawas Syariah sebagai pengurus. Jadi tidak ada garis
struktur kepengurusan yang membuktikan bahwa tugas Audit Internal sebagai
tangan panjang Dewan Pengawas Syariah.
Berdasarkan wawancara penulis dengan M Munir Asrori selaku ketua
Dewan Pengawas Syariah BMT Tumang pada hari Jumat tanggal 28 April
2017, disebutkan bahwa hubungan antara audit internal dengan DPS sebagai
berikut:
“Tugas audit internal lebih kearah operasional pengelolaan di BMT,
karena audit internal secara struktur organisasi di bawah direktur utama.
Audit internal melakukan tugas-tugas sesuai dengan job description dan
sesuai dengan permintaan direksi di direktur utama salah satunya adalah
tugas di bidang syariah. Sedangkan DPS tugasnya adalah melakukan
pengawasan lembaga BMT dalam konteks keseluruahan. Namun, agar
tidak tumpang tindih apa yang dilakukan oleh DPS sebaiknya
dikoordinasikan dengan audit internal, begitu juga sebaliknya.”
52
3. Mekanisme pengawasan Dewan Pengawas Syariah
Dewan Pengawas Syariah (DPS) di BMT Tumang melakukan
pengawasan setiap bulannya, yakni tiga kali dalam satu bulan. Proses
mekanisme pengawasan DPS atas penerapan prinsip syariah di BMT Tumang
dilakukan secara on the spot.
Hal ini sesuai dengan wawancara penulis dengan M Munir Asrori
selaku ketua DPS BMT Tumang pada hari Jumat tanggal 28 April 2017
sebagai berikut:
“Mekanisme pengawasan DPS tidak terjadwal seperti pengawasan yang
dilakukan oleh audit internal, pengawasan DPS lebih fleksibel.
Pengawasan DPS ya on the spot aja. Tiba-tiba muncul melihat data,
melakukan wawancara, ada keluhan apa kemudian kita cek. Jadi tidak
terlalu kaku, disini DPS mengambil jadwal yang termudah dan sama-
sama longgar antara pihak pengelola BMT dan DPS.”
Dalam mengambil data, DPS tidak hanya mengambil data secara lisan
dari pihak yang bersangkutan, tetapi juga meminta dokumen. Dalam mencari
dokumen DPS menggunakan sistem sampling, dan data tidak boleh diatur. Hal
ini sebagai upaya untuk menghindari kecurangan pengurus dalam menyiapkan
sample.
Setelah melihat sample, DPS akan memberikan opini terhadap sample
tersebut. Misal sample yang diambil DPS mengenai pembiayaan mudhorabah,
pembiayaan mudhorabah tersebut sudah sesuai atau belum itu akan di
sampaikan DPS dalam opini yang akan di sampaikan kepada pengurus.
Penelitian diatas tidak sesuai dengan teori Shari’a Supervisory Board
(SSB) oleh Toufik (2015) yang menyatakan bahwa pada peran kepatuhan
53
SSB, SSB harus memastikan ketepatan mekanisme yang diterapkan di bank
agar senantiasa mematuhi prinsip-prinsip Syari'ah. Proses mekanisme
pengawasan harus mencakup persetujuan produk, yang terdiri dari proses
produk, penataan dan pengembangan sebelum produk ditawarkan kepada
masyarakat (pasar) dan pasca-produk, yang terdiri dari proses setelah produk
ditawarkan kepada pelanggan. Meskipun dalam pengambilan sample oleh
DPS dilakukan secara acak tetap saja pengawasan yang dilakukan DPS BMT
tumang tidak berjalan dengan maksimal. Karena dalam pengawasan
operasional DPS hanya melihat data tidak melihat secara riil transaksi
operasional yang terjadi di BMT Tumang.
Teori diatas didukung hasil penelitian terdahulu oleh Qori (2014) yang
melakukan penelitian tentang mekanisme pengawasan Dewan Pengawas
Syariah di Bank Pembangunan Daerah (BPD) DIY Syariah. Dari hasil
penelitian tersebut menjelaskan bahwa mekanisme pengawasan DPS di BPD
DIY Syariah dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu: pengumpulan data,
Reviue operasional produk Bank Syariah, pembuatan hasil laporan
pengawasan. Selanjutnya penelitian oleh Hayyi (2011) yang melakukan
penelitian tentang efektivitas pengawasan Bank Syariah studi terhadap Dewan
Pengawas Syariah BPR Syariah di Kota Mataram. Hasil penelitian ini
menjelaskan bahwa faktor yang sangat berpengaruh terhadap rendahnya
efektifitas pengawasan DPS adalah intensitas pengawasan yang masih minim,
Sehingga DPS BPR Syariah di Kota Mataram tidak melihat secara riil
transaksi operasional yang terjadi di Bank Syariah.
54
B. Aktivitas Dewan Pengawas Syariah
1. Aktivitas Dewan Pengawas Syariah
Untuk mencocokkan data mengenai aktivitas yang dilakukan oleh
DPS, maka peneliti memaparkan hasil wawancara dengan ketiga sumber data
sebagai berikut:
Berdasarkan wawancara penulis dengan Trijoko selaku koordinator
audit internal di BMT Tumang pada hari Selasa tanggal 28 April 2017, bahwa:
“BMT Tumang memiliki tiga orang DPS. Yang dua adalah lokal atau
diambil dari daerah sekitar kantor BMT, yaitu Bapak H. Ali Sya’ni dan
Bapak M Saifudin Zuhri, sedangkan yang satu lagi dari Bandung yaitu
Bapak M Munir Asrori selaku ketua DPS. Kehadiran DPS ke kantor BMT
Tumang tiga kali atau tiga hari dalam satu bulan, biasanya DPS hadir ke
kantor BMT Tumang pada akhir bulan. Jadwal tersebut disesuaikan
dengan aktifitas DPS dan aktifitas para pengurus BMT Tumang.”
Berdasarkan wawancara penulis dengan M Munir Asrori selaku DPS
BMT Tumang pada hari Jumat tanggal 25 April 2017 aktivitas utama DPS ada
tiga agenda yaitu:
1) “Murni pengawasan, dalam praktiknya ke cabang-cabang BMT
Tumang.
2) Menjadi bagian untuk sosialisasi Standar Operasional Manajemen
(SOM) dan Standar Operasional Prosedur (SOP) BMT Tumang. DPS
juga ikut andil dalam pembuataan SOM dan SOP.
3) Fleksibel, kadang diskusi dengan pihak manajemen atau hal yang
lainnya.
DPS juga berperan sebagai konterpat mengenai kesyariahan produk BMT
Tumang. Disini DPS menjadi sumber atau konterpat tidak murni ketika
diskusi mengenai kesyariahan produk di BMT dan mengenai konsep yang
sedang di kembangkan agar tidak melanggar prinsip syariah.”
Berdasarkan wawancara penulis dengan Trijoko selaku koordinator
audit internal pada hari Selasa tanggal 25 April 2017, mengenai agenda DPS
dengan tim audit internal.
55
“DPS memiliki agenda khusus dengan tim audit internal yaitu satu hari
untuk membahas mengenai pengawasan di bidang syariah. Dalam agenda
pengawasan ini, DPS mengikuti agenda yang dilakukan oleh audit
internal yaitu kunjungan ke cabang-cabang. Dalam melakukan kunjungan
ini DPS sekaligus melakukan pengawasan terhadap cabang yang
dikunjungi.”
Berdasarkan wawancara penulis dengan Adib Zuhairi selaku Direktur
Utama BMT Tumang pada hari Rabu tanggal 24 Mei 2017 mengenai aktifitas
utama DPS bahwa:
“DPS memiliki jadwal untuk rapat bulanan yang membahas mengenai
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dinamakan sebagai bahasan
khusus. Bahasan khusus ini hanya dihadiri oleh orang-orang khusus dan
materi yang dibahas juga fokus pada SOP. Selanjutnya DPS memiliki
jadwal untuk ke cabang-cabang yang akan di dampingi oleh tim audit
atau bisa juga di damping oleh direktur utama. Aktifitas terakhir DPS
adalah bagian on the spot atau ada bagian ferifikasi.”
Dari hasil wawancara dengan ketiga sumber data tersebut, mengenai
aktivitas DPS di BMT Tumang antara sumber data satu dengan sumber data
yang lainnya mendapatkan kesesuaian data, dan data yang satu dengan data
yang lainnya juga saling menguatkan.
2. Pengamatan Penulis
Dari pengamatan penulis waktu praktikum magang di BMT Tumang
pada tanggal 6 Maret s.d 28 April 2017 ada upaya peningkatan pemenuhan
praktik syariah dalam menawarankan produk BMT Tumang kepada anggota.
Seperti, dalam satu bulan harus ada minimal empat akad pembiayaan murni
yang terdiri dari murabahah murni, dan mudharabah murni. Setiap bulan akad
pembiayaan murni tersebut harus mengalami peningkatan. Hal tersebut
bertujuan untuk mengurangi akad wakalah yang biasa dilakukan oleh BMT
56
dan juga untuk mengedukasi kepada anggota agar mengerti dan paham serta
dapat terbiasa dengan akad murabahah murni, mudharabah murni dan akad-
akad lain sebagainya.
Hal tersebut menunjukan aktivitas kinerja Dewan Pengawas Syariah
memberikan pengaruh positif dalam pemenuhan operasional BMT Tumang
agar sesuai dengan prinsip syariah. Serta memberikan motivasi agar BMT
Tumang terus berupaya meningkatkan pemenuhan operasional sesuai dengan
prinsip syariah. Dalam hal ini tidak sekedar dalam hal praktik sesuai syariah
saja tetapi juga menggunakan akad murni, sehingga dapat mengedukasi
kepada anggota BMT Tumang agar mengerti dan paham akad syariah murni
serta dapat terbiasa dengan akad syariah murni.
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas Syariah
Sejak berdiri pada tahun 1998, BMT Tumang sudah memiliki
Dewan Pengawas Syariah. Saat ini BMT Tumang memiliki tiga anggota
Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dari tiga DPS yang ada hanya satu yang
sudah memiliki sertifikasi dari DSN. Peran DPS di BMT Tumang tidak
optimal, dari tiga DPS yang ada hanya satu DPS yang aktif.
Mekanisme pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS) di BMT
Tumang melakukan pengawasan setiap bulannya, yakni tiga kali dalam
satu bulan. Proses mekanisme pengawasan DPS atas penerapan prinsip
syariah di BMT Tumang dilakukan secara on the spot, tiba-tiba DPS
datang untuk melihat dan meminta data.
2. Aktivitas Dewan Pengawas Syariah
Aktivitas utama DPS di BMT Tumang adalah:
1) Murni pengawasan, dalam praktiknya ke cabang-cabang BMT
Tumang agenda dengan audit internal.
2) Menjadi bagian untuk sosialisasi Standar Operasional Manajemen
(SOM) dan Standar Operasional Prosedur (SOP) BMT Tumang.
DPS juga ikut andil dalam pembuataan SOM dan SOP.
58
3) Fleksibel, kadang diskusi dengan pihak manajemen atau on the
spot atau ada bagian ferifikasi.
B. Saran
1. Peran DPS adalah mengawasi aktivitas dan operasional BMT agar
senantiasa sesuai dengan prinsip syariah, serta meneliti dan mengawasi
agar produk yang dihasilkan oleh BMT tidak bertentangan dengan
prinsip syariah. Berkaitan dengan peran tersebut, diharapkan DPS
benar-benar mengerti dan paham akan tugasnya yang sangat penting
terkait dengan pengawasan operasional BMT. Untuk itu harus ada
implementasi yang sesuai agar peran DPS bisa dilaksanakan dengan
maksimal. Untuk itu diharapkan DPS BMT Tumang untuk segera
menyempurnakan peran dan pengawasannya agar operasional BMT
Tumang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Terkait dengan keaktifan DPS dalam pengawasan, dari tiga anggota
DPS di BMT Tumang hanya satu Anggota DPS yang aktif. Penulis
merekomendasikan untuk mengganti dua anggota DPS yang tidak aktif
tersebut. Agar pengawasan operasional BMT Tumang bisa lebih
maksimal.
59
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah. 2015. Beberapa KJKS Dinilai Lakukan Penyimpangan Investasi.
www.republika.co.id. diunduh 26 Juni 2016.
Anggadini, Sri Dewi. 2014. Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas Syariah
Dan Bank Indonesia Terhadap Bank Syariah. Majalah Ilmiah Unikom. Vol.
12. No. 1.
Antonio, Muhamad Syafi‟i, 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani.
Anwar, Choirul. 2010. Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas Syariah dan
Bank Indonesia terhadap Bank Jateng Syariah di Surakarta. Tesis. Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Fathoni, Abdurrahmat. 2011. Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan
Skripsi. Jakarta: Rineka Cipta.
Hayyi, Abdul. 2011. Efektivitas Pengawasan Bank Syari‟ah Studi terhadap
Pengawasan Dewan Pengawas Syari‟ah BPR Syari‟ah di Kota Mataram.
Tesis. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Huda, Nurul dan Edwin Nasution, Edwin. 2009. Current Issues Lembaga
Keuangan Syariah. Jakarta.: Prenada edia Group.
Ichsan, Randhy. 2013.Teori Keagenan (Agency Theory). www.wordpress.com.
diunduh 8 September 2016.
Idrus, Muhammad. 2009. Metode penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta: Erlangga.
2016. Inilah Alasan Lembaga Keuangan Mikro Syariah Cocok Sebagai
Pemberdaya Usaha Mikro Kecil Menengah (1). www.isigood.com. diunduh
15 Desember 2016.
Keputusan Dewan Syari‟ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 02/2000
Tentang Pedoman Rumah Tangga Dewan Syari‟ah Nasional Majelis Ulama
Indonesia Pasal 3 Tata Tertib Kerja No. 6.
Lasmiatun. 2015. Keadilan Distributif: Studi tentang Lembaga Keuangan Mikro
Syariah (LKMS) di Jawa Tengah. Salatiga: Satya Wacana University Press
Murniati, Tri. 2012. Prosedur Pemberian Pembiayaan dan Upaya Mencegah
Pembiayaan Bermasalah. Tugas Akhir. STAIN Salatiga.
Nurhasanah, Neneng. 2011. Optimalisasi Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS)
di Lembaga Keuangan Syari‟ah. Syiar Hukum. Vol. XIII. No. 3.
Peraturan Bank Indonesia No. 6 tahun 2004 pasal 27 tentang Tugas, Wewenang,
dan Tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah.
Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 pasal 14 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi Bagian Ketiga
Dewan Pengawas Syariah.
Perwataatmadja, Karnaen dan Antonio, Muhammad Syafi„i. 1992. Apa dan
Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
60
Prasetyoningrum, Ari Kristin. 2009. Analisis Pengaruh Independensi dan Dan
Profesionalisme Dewan Pengawas Syariah terhadap Kinerja Bank
Perkreditan Rakyat Syariah di Jawa Tengah. Aset. Vol. 12. No. 1: 27-36.
Putri, Destika Maharani. 2011. Pengaruh Karakteristik Komite Audit terhadap
Manajemen Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2007-2009). Skripsi. Universitas
Diponegoro.
Putri, Dini Ramadani dan Silvino, Evony Violita. 2013. Analisis Peran Dewan
Pengawas Syariah (DPS) Berdasarkan Surat Keputusan DSN-MUI dan
Peraturan Bank Indonesia (Studi Kasus: PT. Bank XYZ). Skripsi. Universitas
Indonesia.
Qori, Dani El. 2014. Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas Syariah di Bank
Pembangunan Daerah (BPD) Daerah Istimewa Yogyakarta Syari‟ah. Miraji:
Jurnal Studi Keislaman. Vol. 1. No. 1.
Sofiyah. 2011. Analisa Eektivitas Keputusan DSN-MUI No.3 Tahun 2000
Berkaitan Tentang Dewan Pengawas Syariah di Baitul Maal Wa Tamwil
(BMT) Bima Magelang . Tugas Akhir. STAIN Salatiga.
Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
Suharsimi, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis.
Jakarta: Rineka Cipta.
Suhendi, Yusuf. 2010. Peran dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah
terhadap Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Yogyakarta. Skripsi. UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Surat Keputusan DSN MUI No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus
DSN MUI Masa Bhakti Th. 2000-2005.
Surat Keputusan No.91/KEP/M.KUM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
Suryana, Cahya. 2010. Data dan Jenis Data Penelitian. www.wordpress.com.
diunduh 16 Agustus 2016.
Toufik, Bedj Bedj. 2015. The Role Of Shari‟ah Supervisory Board In Ensuring
Good Corporate Governance Practice In Islamik Banks. International
Journal of Contemporary Applied Sciences. Vol. 2. No. 2..
Wiratha, I Made. 2005. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Andi.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Abdul Latif
Tempat/tgl. Lahir : Wonosobo, 26 Februari 1996
Alamat Rumah : Dsn. Kemiri Rt/Rw: 01/06
Desa/Kelurahan : Bumiroso
Kecamatan : Watumalang
Kabupaten : Wonosobo
Provinsi : Jawa Tengah
Nama Ayah : Mudakir
Nama Ibu : Siti Nurhayati
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. SDN Bumiroso, tahun lulus 2008
b. SMP Islam Wonosobo, tahun lulus 2011
c. MA Negeri Wonosobo tahun lulus 2014
C. Pengalaman Organisasi
1. Dewan Ambalan Wirosobo MA Negeri Wonosobo tahun 2012-2013
2. Himpunan Mahasiswa Jurusan D III Perbankan Syariah IAIN Salatiga
tahun 2015-2016
3. UKM Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) IAIN Salatiga tahun
2015-2017
Salatiga, 12 Juni 2017
( Abdul Latif )