Author
truongcong
View
223
Download
1
Embed Size (px)
MELUNASI JANJI KEMERDEKAAN : Perjuangan Pergerakan Pemuda dan rakyat Indonesia dalam Perspektif sejarah
(Disampaikan dalam Seminar Orasi Kebangsaan, dilaksanakan oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa, Universitas Islam Negeri, Syarif Hidayatullah, Jakarta di Diorama Harun Nasution Syarif
Hidayatullah Jakarta, 11 Desember 2013)
Oleh Prof DR Budi Sulistiono, M.Hum
Assalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh
Muqaddimah
Ide tentang perlunya wacana pemahaman ke arah pengertian
bersama tentang MELUNASI JANJI KEMERDEKAAN yang diprakarsai
oleh DEWAN EKSEKUTIF MAHASISWA, UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI (UIN), SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA, memang tepat,
mendesak dan perlu. Hal yang mendasari dipilihnya tema ini dan
mudah-mudahan kita masih dalam satu persepsi, adalah kenyataan
bahwa bentangan wilayah Nusantara di masa lalu merupakan salah
satu wilayah yang memiliki kedudukan penting. Varian sumber sejarah
menyebutkan bahwa kepulauan yang kita huni sebagai wilayah NKRI
ini merupakan mata rantai dari jalur perdagangan yang mulai marak
sejak awal abad Masehi. Potensi Kepulauan Nusantara dan Asia
Tenggara Daratan diketahui sebagai sumber berbagai komoditi yang
dibutuhkan saat itu - dan sejarawan menamakan mata rantai perniagaan
di wilayah ini sebagai Jalur Sutera Kedua. Jalur perniagaan ini
merupakan alternatif dari rute sebelumnya untuk menghubungkan
wilayah Timur Tengah dan Asia Timur, serta Asia Tengah sejak awal
abad Masehi, disebut Jalur Sutera Pertama.
Konsekuensi wilayah sebagai mata rantai perniagaan Jalur Sutera
dalam bentangan kurun waktu panjang, telah melahirkan masyarakat
multikultural, terdiri dari berbagai suku bangsa. Di mana kumpulan
individu yang berbeda asal-usulnya membentuk kepentingan dan
tujuan yang sama pada saat tertentu dalam perjalanan historis
KESULTANAN-KESULTANAN ISLAM dalam bentangan wilayah
NUSANTARA, hingga berwujud NEGARA KESATUAN REPUBLIK
INDONESIA (NKRI).
Tepatnya, 17 Agustus 1945 Bangsa & Negara kita tercinta telah
berhasil meraih status kemerdekaan. Merdeka artinya "bebas" tanpa
belenggu. Bebas mengatur pemerintahan sendiri, bebas berekspresi.
Kamus Bahasa Indonesia memberi makna merdeka sebagai: 1). Bebas
dari penjajahan, kurungan dan naungan. 2). Lepas dari tebusan dan
tuntutan. 3). Berdiri sendiri, tidak terikat, tidak bergantung kepada
orang atau pihak tertentu. Dalam konteks Indonesia, Merdeka adalah
"segenap rakyat Indonesia telah kembali menjadi raja di negeri sendiri"
tanpa ada intervensi dari pihak luar.
Namun, dan ini tragis, Pasca pembacaan teks Proklamasi
Kemerdekaan RI, tak satu pun Negara lain memberikan pengakuannya.
Maka, tak heran datang bertubi-tubi tindakan sewenang-wenang dari
Negara-negara Asing penjajah. Bukti kesewenang-wenangan mereka
dapat dilacak antara lain peristiwa : 10 November 1945, serentetan
digelar Perjanjian, Agresi Militer 1948 & 1949 hingga Yogya jatuh.
Pertanyaannya adalah siapa saja Negara Asing itu ? Apa maksud &
tujuan mereka bertindak brutal ?. Akibat Yogya jatuh, Syafruddin
Prawiranegara dari Bukittinggi harus memproklamirkan
PEMERINTAH DARURAT REPUBLIK INDONESIA, dikenal dalam
sejarah dengan nama PDRI. Pasca pernyataan PDRI, Bukittinggi juga
harus menderita akibat bombardir tentara Negara-negara agresor.
Sampai dengan bulan Oktober 1946, jumlah tentara Belanda di
Indonesia terus meningkat hingga mencapai lebih dari 90.000 orang.1
Sejumlah peristiwa tersebut menunjukkan bahwa peristiwa
Proklamasi Kemerdekaan RI jelas-jelas belum memperoleh
pengakuan dari Negara-negara lain.
Kata orang Jawa, untuuuung masih ada tangan-tangan terampil
nan istiqomah dari sejumlah PEMUDA MAHASISWA MUSLIM
INDONESIA di Timur Tengah, yang aktif perhatian secara seksama
perkembangan Indonesia dari waktu ke waktu. Menurut Fouad
1 Hilman Adil, Hubungan Australia dengan Indonesia 1945-1949, (Jakarta: Djambatan,
1993), h.33
Mohammad Fachruddin berita Proklamasi Kemerdekaan RI berhasil
didengar oleh Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia di Mesir pada
tanggal 18 Agustus 1945, melalui radio, sebagaimana ia tuturkan :
akibat Perang Dunia II itu, maka kita terus mengikuti berita-berita
mengenai Indonesia. Jadi ada dua orang yang ditugaskan untuk
mendengar radio dari Indonesia dan berita-berita dari Indonesia, setiap
hari secara bergantian. Oleh sebab itu kita dapat menangkap berita
informasi tentang kemerdekaan itu".
Informasi yang diangkat oleh Fouad Mohammad Fachruddin
adalah soal "tanggal 18 Agustus 1945" berhasil mendengar/ menangkap
berita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Menurut
Muhammad Zein Hassan sedapat mungkin digarisbawahi : pertama,
Proklamasi Kemerdekaan RI itu muncul pada saat pergeseran peta
politik Internasional baik karena Perang Dunia II maupun karena
kebangkitan negara-negara jajahan untuk memerdekakan dirinya.
Kedua, tindakan Proklamasi itu justru ditentang dan ditolak oleh
Pemerintah Belanda yang pada waktu itu membonceng kekuatan
Sekutu, lalu berusaha membentuk kembali hegemoni imperialisme di
Indonesia. Melalui dua faktor pertimbangan tersebut, setidak-tidaknya
Belanda yang ketika itu bersekutu dengan Inggris akan tetap berusaha
membendung secara ketat informasi (berita) itu bagi masyarakat di
dalam negeri maupun di Luar Negeri. Asumsi ini dipertegas menurut
pernyataan Muhammad Zein Hassan, bahwa alat-alat sensor Sekutu
sangat ketat dengan tujuan berita Proklamasi Kemerdekaan RI tidak
tersiar di kawasan itu karena diperkirakan berita tersebut akan
mendapat sambutan hangat oleh masyarakat Indonesia terutama di
Luar Negeri. Bagaimana pun ketatnya dan sekalipun berita terlambat
diterima, akhirnya berita tentang Proklamasi Kemerdekaan RI dapat
didengar oleh sebagian masyarakat Indonesia di Mesir.
Penuturan Muhammad Zein Hassan diperkuat oleh kisah
Muhammad Nur Asyik: "... kami senang betul, Indonesia sudah
merdeka. Kami mendengar melalui berita radio sudah mengemukakan
di mana-mana, di surat-surat kabar juga diungkapkan. Setiap malam
kami mengikuti radio, tapi sumbernya kami tidak tahu. Dari surat
kabar beritanya sudah kami baca bahwa Indonesia sudah merdeka ..." 2
Perihal keterlambatan penerimaan berita proklamasi di Mesir
dibenarkan oleh M.Bondan3, menurutnya disebabkan : negara-
negara Sekutu menutupi berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia4.
Dan untuk beberapa minggu setelah Proklamasi Kemerdekaan RI,
Jepang5 masih menguasai sebagian besar sistem komunikasi, ... baik
yang berupa media massa maupun radio, yang secara terus menerus
menyebarkan propaganda yang efektif serta tajam. Keadaan demikian
menimbulkan anggapan bahwa sesudah diumumkannya Proklamasi
Kemerdekaan RI, ... sebagai peristiwa yang sangat penting itu tidak
dimuat dalam surat-surat kabar, baik yang terbit di Jakarta maupun
yang terbit di luar Jakarta ... dan ternyata sampai tanggal 20 Agustus
1945 pengumuman tersebut belum juga dimuat6.
Menurut penuturan Muhammad Zein Hassan, sekalipun
terlambat kami juga memperoleh informasi yang lebih pasti, yakni dari
hubungan radio di Bandung. Penegasan Muhammad Zein Hassan
bahwa ia telah memperoleh hubungan melalui radio di Bandung
diperkuat oleh catatan Djen Amar, bahwa Para pemuda di Bandung
lebih berhasil dari rekan-rekan mereka di Jakarta dalam mengatur
siaran radio. Mulai pukul 7 sore pada tanggal 17 Agustus itu, siaran-
siaran Proklamasi Kemerdekaan dalam bahasa Inggris dan Indonesia
dibuat setiap selang satu jam dari radio Bandung7.
2 Wawancara dengan M Nur Asyik, 12 Maret 1989 3 M.Bondan adalah salah seorang mantan Digulis, divonis buang oleh Belanda, ke
Digul, dan salah seorang pejuang Indonesia di Australia. 4 Muhammad Bondan, Genderang Proklamasi di Luar Negeri, (Djakarta; Kawal,
1971), hlm.5 5 Pada masa Pemerintah Otoriter Militer Jepang di Indonesia membentuk Shidooin
sebagai pejabat sipil yang ditunjuk untuk menyensor semua berita di Koran dan kantor
berita di Indonesia sebelum berita disiarkan. Para Shidooin ini kemudian melapor kepada
atasannya, Shidookan. Lihat Abdullah Al-Amudi, , Nafsu Pemerintah mengontrol Media,
dalam harian Kompas, 12 September 2002, hlm.4. 6 Jay Singh Yadaf, Enam Minggu Pasca Proklamasi Kemerdekaan, Kompas,
20Agustus 1989 7 Djen Amar, Bandung Lautan Api, (Bandung :Dhiwantara, 1963), h. 47-48. Sistem
radio setempat dihubungkan kepada pemancar gelombang pendek Kantor Telegraf Pusat
Kapan pun waktunya berita Proklamasi Kemerdekaan RI dapat
diterima, berita itu merupakan momentum yang sangat
menggembirakan. Berita yang menggembirakan dan bersejarah itu
disambut hangat oleh mass media di Mesir. Surat-surat kabar
menyiarkannya dengan huruf-huruf besar di halaman muka, sedang
pengulas-pengulas berita dari pers dan radio menyambutnya dengan
penuh simpati. Adalah suatu kesempatan baik bagi mereka untuk
melampiaskan kutukan kepada negara-negara Sekutu kolonial, yang
selama perang besar itu menginjak-nginjak kedaulatan negara mereka8.
Berita tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu menurut
Muhammad Zein Hassan:
" setidaknya memenuhi hasrat mereka akan timbulnya
kebangkitan Timur di atas puing-puing yang diakibatkan perang
yang tidak mengenal kemanusiaan itu. Bukankah harga seorang
manusia Arab waktu itu hanya sepuluh pounds Mesir, jika dibunuh
atau dilindas kendaraan militer Sekutu tanpa hak mengadu atau
menahan kendaraan yang melindas itu ? Indonesia memenuhi
hasrat mereka, karena ialah bangsa pertama sesudah perang itu
bangkit menyatakan kebebasan dirinya"9
Jihad Diplomasi untuk Memperoleh Pengakuan
Sesudah diketahui tentang tersiarnya berita tentang kemerdekaan
RI, maka timbullah segera masalah kesetiaan10 menjadi salah satu unsur
kekuatan tak terduga alam suasana nasionalisme.11 Kesetiaan tersebut
dan dengan demikian melakukan siaran ke dunia luar. Hanya pada pukul 11.30 malamnya
militer Jepang setempat muncul untuk memberikan tegoran resmi. Lihat Ben Anderson,
Revolusi Pemoeda : Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946, (Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan,1988), h. 106 8 M Zein Hassan, Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri: Perjoangan Pemuda/
Mahasiswa Indonesia di Timur Tengah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h . 49. 9 Wawancara dengan M Zein Hassan, di Jakarta 10 M.C.Ricklefs, op cit, h, 320. 11 Bagi Dunia Ketiga abad ke-20 dapat diberi julukan abad Nasionalisme, yaitu
suatu kurun waktu dalam sejarahnya yang menyaksikan pertumbuhan kesadaran
berbangsa serta gerakan nasionalis untuk memperjuangkan kemerdekaannya.
Perkembangan nasionalisme pada umumnya merupakan reaksi terhadap imperialisme dan
kolonialisme yang merajalela dalam abad ke-19 dan bagian pertama abad ke-20 (Sartono
muncul antara lain dalam bentuk gerakan para pemuda mendirikan
organisasi-organisasi mempertahankan kemerdekaan RI di Luar Negeri.
Bahkan lebih jauh di antara organisasi tersebut menggalang
dilakukannya boikot kapal-kapal Belanda antara lain di Mesir,
Australia, di antara mereka saling menganjurkan untuk aktif mengirim
kawat mendesak Persyarikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk mengakui
kemerdekaan RI. Secara riil langkah-langkah tersebut sebagai indikator
bahwa massa pemuda Indonesia sebagai salah satu faktor terpenting di
dalamnya, baik di dalam maupun di Luar Negeri.
Setelah berita proklamasi Kemerdekaan RI didengar, diperoleh
informasi dari para pelaku sejarah tentang langkah-langkah apa yang
mendesak para pemuda Indonesia di Mesir lakukan, saat itu ? Kisah
Muhammad Zein Hassan:
dalam menghadapi tantangan dari pihak Belanda, kami
mendatangi Ketua Perpindom, Ismail Banda. Dua jam lamanya
kami berdua berbincang-bincang hingga diperoleh kata sepakat
untuk tidak membiarkan kegiatan-kegiatan Belanda. Langkah
selanjutnya adalah mengumpulkan orang-orang Indonesia, para
pemuda yang memungkinkan mau diajak bicara, mudah bertukar
fikiran tentang pemecahan persoalan itu. Alhamdulillah, enam
orang termasuk saya sendiri dari Minangkabau, dapat kami
kumpulkan, yakni Ismail Banda (Sumatera Timur), Abdurrahman
Ismail (Kalimantan), Tan Sri Abdul Jalil (Malaysia), Ahmad Hasyim
Amak (Sumatera Selatan), M.Dawam (Sumatera Selatan). Kami-
kami panitia enam sepakat dan selalu menjaga kerahasiaan. Dan
sejak itu kami sepakat membagi tugas. Semenjak Proklamasi, salah
satu tugas saya sehari-hari adalah mengikuti siaran RRI12
Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional Dari Kolonial Sampai
Nasionalisme, jilid 2, (Jakarta :Gramedia, 1990), h. ix.
Sejak pidato Ratu Wilhelmina, di London 1 Mei 1941, mengandung janji bahwa
sehabis perang akan diadakan suatu reorganisasi besar-besaran dalam hubungan antara
negeri Belanda dan Indonesia. Dampaknya mayoritas orang Indonesia terpelajar lambat
laun mengikuti mereka yang menomorsatukan nasionalismenya. Senjang antar orang
Belanda dan kaum terpelajar Indonesia menjadi semakin melebar (G.McT Kahin, Nationalism
and Revolution , op cit., h.126). 12 Di antara perintis berdirinya RRI adalah dr Abdurrahman Saleh dan mantan
reporter Hoso Kyoku, M Yusuf Ronodipuro. Mereka mengumpulkan para karyawan radio
(Radio Republik Indonesia) Pusat dan / atau siaran radio lainnya
yang berpindah-pindah dari Jakarta ke Bandung dan terakhir ke
Yogyakarta, pada tiap-tiap jam 18.30. Berita yang berhasil kami
terima, kemudian kami menterjemahkannya ke dalam bahasa Arab
atau Inggris, kemudian meneruskannya kepada Radio Kairo
dan harian-harian yang akan terbit besoknya.13
Tampilan sejumlah personil di atas menunjukkan bahwa mereka
yang terlibat di dalam perencanaan tersebut terdiri bukan hanya
pemuda asal Indonesia melainkan juga pemuda asal Malaysia,
sekalipun rencana itu dalam rangka mempertahankan kemerdekaan
Indonesia. Hal ini memperkuat dugaan bahwa persahabatan di antara
pemuda/ mahasiswa Indonesia dan Malaya secara psychologis tidak
ada berbeda bahkan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dari satu
rumpun, satu bahasa, satu agama.
Selain upaya memperoleh berita Proklamasi Kemerdekaan RI,
mereka di Mesir juga tanggap terhadap sejumlah tindakan brutal tentara
Sekutu di Indonesia. Dalam upaya merespon tindakan brutal tentara
Sekutu itu di berbagai wilayah RI, masyarakat di Luar Negeri antara
lain di Kairo menunjukkan simpati yang luar biasa dengan
pernyataan-pernyataan dan demonstrasi-demonstrasi. Demonstrasi
terbesar diadakan di Universitas Fouad I. Di sana diadakan pidato-
pidato dukungan dan sembahyang ghaib bagi syuhada Indonesia.
Pada akhirnya disetujui satu resolusi yang disampaikan ke seluruh
negara di dunia melalui perwakilan-perwakilan mereka di Kairo.
Resolusi14 itu berbunyi :
saudara tua (Jepang) dari berbagai daerah di Jakarta, 10 September 1945. Mereka adalah
Mr Maladi dan Sutarti Hardjolukito (Surakarta), Sumarmadi dan Sudomomarto
(Yogyakarta), Suhardi dan Harto (Semarang), serta Suhardjo (Perwokerto). Menurut Yusuf
Ronodipuro, mereka menemui Sekretaris Negara Mr Abdul Gafar Pringgodigdo yang
sedang mengadakan pertemuan dengan organisasi pers. Ikut hadir waktu itu Menlu, Mr
Ahmad Subardjo, Mensos, Mr Iwa Kusuma Sumantri, Jaksa Agung Mr Gatot
Tarumamihardja. Atas nama kawan-kawan Abdurrahman Saleh a l mengatakan bahwa
mereka akan membentuk Persatuan Radio Repblik Indonesia. Lihat Taufik Ikram Jamil,
RRI Tetap di Udara, Pendengar !, Kompas, 11 September 1990, h.12. 13 Wawancara dengan M Zein Hassan 30 Maret 1989 14 M Zein Hassan, Diplomasi Revolusi Indonesia , Op cit, 1980), h. 88-89
1. Menuntut pemerintah-pemerintah di seluruh dunia, terutama Mesir
dan negara-negara Arab lainnya supaya mengakui RI.
2. Menentang dan mengutuk pendaratan tentara Inggris dan Belanda
di Indonesia, suatu tindakan yang bertentangan dengan Atltantic
Charter yang menjamin kemerdekaan bangsa-bangsa.
3. Menuntut supaya tentara Inggris dan Belanda yang mendarat di
Indonesia ditarik dengan segera.
4. Menuntut suaya NICA yang menjadi sumber kekacauan di Indonesia
dibubarkan dengan segera.
5. Menyampaikan resolusi ini kepada negara-negara Arab dan negara-
negara Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Upaya mereka dari waktu ke waktu nyatanya tidak sia-sia, hingga
kemudian pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia secara de facto
telah diperoleh dari pemerintah Mesir sejak 23 Maret 1946. Pengakuan
ini telah memberikan dorongan moril yang mengakui kemerdekaan RI.
Perihal pengakuan tentang eksistensi RI, untuk kemudian dibicarakan
pada Sidang Menteri-Menteri Luar Negeri Arab, tanggal 18 November
1946 dan akhirnya langsung mengambil keputusan dengan
mengamanatkan kepada negara-negara Arab anggota Liga Arab supaya
mengakui RI sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh, yakni
secara de facto dan de jure. Keputusan pengakuan yang dimaksud adalah
No.3128 tanggal 4 Muharram 1366 H dan bertepatan dengan tanggal 18
Nopember 194615.
Beberapa Tokoh Pejuang Diplomasi
Pengakuan itu tentunya merupakan suatu kemajuan dan kemenangan
besar yang diperoleh RI dalam perjuangannya untuk mengukuhkan
kehadirannya di dunia Internasional16. Nah, siapakah para pemuda
15 Bertepatan bulan November 1946, pasukan Inggris ditarik dari Indonesia. Kota-
kota yang mereka duduki mereka serahkan kepada Belanda. Senjata-senjata pun mereka
serahkan. Sejak saat itu, lawan utama yang dihadapi Indonesia adalah Belanda.
Pertempuran-pertempuran itu antara lain : Puputan Margarana di Bali (Nopember 1946),
pertempuran di Palembang (Januari 1947), pertempuran di Padang, Medan, Sulawesi
Selatan, dan sebagainya. 16 Deplu, RI, Buku Pengantar Pameran Foto - Lintasan Perjuangan Diplomasi RI 1945-
1995; (Jakarta, Deplu, 1995);
Indonesia di Mesir yang berjuang dalam pentas diplomasi
mempertahankan kemerdekaan RI, di Luar Negeri 1945-1949 hingga
memperoleh pengakuan dari Negara-negara di Timur Tengah ? Di
antara mereka dapat disebutkan di sini :
1. Muhammad Zein Hassan, lahir pada 21 Februari 1910, di Sungai
Batang, Maninjau, Sumatera Barat. Menempuh pendidikan di
Universitas Fouad, Kairo. Selain berkedudukan sebagai Pegawai Tinggi
di Departemen Luar Negeri, RI, di usia pension beliau aktif di
Perguruan Tinggi Ilmu alQuran (PTIQ), Jakarta.
2. Fouad Mohammad Fachruddin, lahir di Padang, pada tanggal 17
Agustus 1918. Di tengah meniti karir sebagai diplomat, beliau juga
merintis pengabdiannya sebagai pengajar (dosen) di ADIA (cikal bakal
IAIN) Jakarta. Sepulang dari Mesir, ia mengajar di IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, hingga kini, menurut perhitungannya sudah 30
tahun masa pengabdiannya. Selain mengabdi sebagai Dosen Luar Biasa
di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga banyak melakukan ceramah,
menterjemah, dan menulis/mengarang buku.
3.Muhammad Nur Asyik, lahir di desa (bahasa Aceh = gampong)
Lomtega, Sigli, Daerah Istimewa Aceh, 1911, putera dari Haji
Muhammad Asyik seorang Qadli (hakim) yang berkedudukan di
Peureulak, Aceh Utara. Alumni alAzhar, Kairo ini pernah menjabat
sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.Harun Nasution, Lahir di Pematangsiantar, 23 September 1919, putra
dari Abdul Jabbar Ahmad seorang Qadli (penghulu) di Kabupaten
Simalungun. Di Mesir, beliau lebih memilih Universitas al-Azhar. Di
tengah meniti sebagai diplomat RI di Belgia, kemudian di pindah ke
Brussell, Mesir. Selama beberapa waktu di Mesir, ia memanfaatkan
waktu untuk kembali belajar, ia memilih melanjutkan di Ma'had Dirasat
al-Islamiyah (Institut Studi Islam), di Kairo. Juga mengikuti kuliah di
American University, Kairo.17
17 Pada tahun 1962, atau tepatnya 20 September, ia memperoleh beasiswa di Mc.Gill,
Canada, untuk belajar di Islamic Studies. Dua setengah tahun, gelar master dapat diraih,
dengan thesis (selesai ditulis pada bulan Agustus 1965 dan diterima oleh promotornya pada
Gerak perjuangan aktif mereka dalam organisasi Perkumpulan
Kemerdekaan Indonesia (Jamiyyah Istiqlal Andunusiyya), di Mesir,
merupakan jejak estafeta perjuangan para pendahulu mereka. Di Mesir,
organisasi pemuda pelajar dikenal dengan nama al-Jamiyah al-Khairiyah
li-Attalabah al-Azhariyah al-Jawiyah (Perhimpunan Kebhaktian
Mahasiswa al-Azhar Jawa)18. Sejak tahun 1930-an, menurut M.Zein
Hassan, nama organisasi ini berubah menjadi Perkumpulan Pelajar-Pelajar
Indonesia-Malaya. Organisasi ini lebih dikenal dengan akronimnya,
PERPINDOM. Perkumpulan ini kemudian dimotori sekurangnya oleh
tiga pemuda yaitu Fouad M Fachruddin (untuk selanjutnya disebut
dengan FMF), Harun Ali dari Palembang, Thayyib Ibrahim dari
Minangkabau. Melalui upaya-upaya tersebut, nama Indonesia tidak
berarti belum dikenal di kalangan masyarakat di Timur Tengah, bahkan
sudah masyhur di kalangan masyarakat Arab sejak pertengahan tahun
1920-an, ditandai antara lain dengan berdirinya sebuah sekolah yang
didirikan oleh Janan Thaib19, bernama Madrasah Indonesiyyah.
Oleh sebab itu, dengan memperhatikan hasil perjuangan para
Pemuda Indonesia di Timur Tengah, berupa perolehan pengakuan baik
bulan Oktober 1965) : The Islamic State in Indonesia : The Rise of Ideology, the Movement for its
Creation and the Theory of the Masyumi. Pada tahun 1968, disertasi Ph.D berhasil diselesaikan,
juga di universitas yang sama. Usai mendapat gelar doktor, ia mendapat tawaran mengajar
di IAIN dan Universitas Indonesia, di Jakarta. Pada 27 Januari 1969, ia memilih di IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, tepatnya di Ciputat. Kehadirannya di Ciputat, bertepatan
dengan masa KH Ahmad Dahlan, Menteri Agama RI. Pemikiran-pemikirannya yang
rasional sealiran dengan Mukti Ali sebagai Menteri Agama. Usai mendampingi Prof
Mukhtar Yahya (Rektor), setahun kemudian ia harus menduduki jabatan sementara sebagai
Rektor IAIN Jakarta, hingga tahun-tahun berikutnya dikukuhkan sebagai Rektor IAIN
Jakarta untuk masa bakti dua periode. Gelar Guru Besar Tetap IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dikukuhkan sejak 23 September 1978. 18 Lahirnya Jamiyah Khairiyyah, tahun 1905 19 Janan Muhammad Thayyeb, Padang (1300-1365H/1882-1945M). Di antara tokoh
pemuda alumni Mesir dapat dicatatkan di sini : KHR Fathurrahman Kafrawi, Lahir dari
keluarga santri di Tuban, Jawa Timur, 10 Desember 1901; KH Abdul Kahar Muzakkir, Lahir di Kampung Gading, Kotagede, Yogyakarta, 2 Desember 1903; Mahmud Yunus, Lahir
di Batusangkar, Sumatera Barat, 10 Februari 1899 - Jakarta, 16 Januari 1982);
K.H.R.Mohammad Adnan, lahir di Solo, 16 Mei 1889; Mohammad Rasjidi, lahir di Kotagede,
Yogyakarta, 20 Mei 1915; KH Mas Mansur, lahir di Kampung Sawahan, Surabaya, 25 Juni
1896 Surabaya, 25 April 1946; Ahmad RifaI lahir di desa Tempuran, Kabupaten Kendal,
Jawa Tengah, pada tanggal 9 Dzulhijjah 1200 H/1786 M; Hadji Iljas Jakub, dilahirkan tahun
1903 di Asam Kumbang, Bayang (Painan), Minangkabau ; H Muchtar Luthfi, lahir di
Balingka, Bukittinggi, dalam tahun 1900.
secara de facto hingga pengakuan secara de jure, maka secara rasional
dapatlah dinilai makna sesungguhnya dari perjuangan mereka yang
bertindak gigih dalam upaya membela Kemerdekaan Indonesia melalui
perjuangan secara 'bawah tanah' kemudian dikenal dalam sejarah
sebagai "Gerakan Diplomasi Revolusi", di Mesir. Para pelajar dan
mahasiswa itulah yang telah melakukan pendekatan terus menerus
terhadap para pejabat Mesir dan wakil-wakil negara-negara Arab
lainnya di Cairo dan juga di Alexandria sewaktu mereka berkumpul di
tempat itu dalam rangka membentuk Liga Arab20.
Pasca Pengakuan Mesir dan Liga Arab
Sekretaris Jenderal Liga Arab Abdurrachman Azzam Pasya
ditugasi untuk menyampaikan keputusan tersebut kepada Pemerintah
Republik Indonesia. Surat pengakuan itu dialamatkan kepada Yang
Mulia Sutan Sjahrir, Perdana Menteri Republik Indonesia21. Pada waktu
yang sama, surat tersebut juga dilayangkan ke Kedutaan Belanda di
Kairo.
Atas kemurahan hati negara-negara Arab yang bergabung dalam
Liga Arab - melalui seorang utusan, Abdul Muneim, akhirnya
pemerintah Republik Indonesia memutuskan untuk mengirimkan
missi.22 Delegasi Diplomatic Republik Indonesia (untuk kemudian
disebut : DDRI) ke negara-negara Timur Tengah. Tokoh yang
memperoleh kedudukan sebagai Ketua DDRI ke negara-negara di
Timur Tengah adalah Haji Agus Salim23 Kedudukan tersebut
20 Ali Alatas, Sambutan Menteri Luar Negeri, dalam Seminar Hubungan
Indonesia-Mesir Dilihat dariTinjauan Sejarah, (Jakarta : Departemen Luar Negeri,RI, 26 Juli
1985), h. 13-20. 21 Kabinet Sjahrir II (1946), dan Kabinet Sjahrir III (1946-1947) 22 Missi adalah perutusan dari suatu Negara ke Negara lain untuk suatu tugas :
politik, kesenian, dagang, dan sebagainya. Tugas yang dirasakan sebagai suatu kewajiban
bidang ideology, bidang agama, dan lain-lain. (Zainul Bahri, Kamus Umum: Khususnya
Bidang Hukum dan Politik, (Bandung : Penerbit Angkasa, 1996), hlm.179. 23 Dalam pemerintahan RI, Haji Agus Salim beberapa kali duduk dalam kabinet:
sebagai Menteri Muda Luar Negeri dalam Kabinet Sjahrir II (1946), dan Kabinet Sjahrir III
(1946-1947), Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Amir Syarifudin I(3 Juli 1947-11 November
1947) dan II (11 November 1947-29 Januari 1948); Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta I
(1948-1949).
diamanatkan kepadanya sesuai dengan jabatannya sebagai Menteri
Muda Luar Negeri, RI, dengan anggota : Abdurrachman Baswedan24
(Menteri Muda Penerangan RI), Mr.Nazir Pamontjak (Pegawai Tinggi
Kementerian Luar Negeri), H.M.Rasjidi (Sekjend Departemen Agama
RI) - diangkat sebagai Sekretaris missi DDRI, Mayor Jenderal Abdul
Kadir25 Perwira Tinggi Kementerian Pertahanan RI. Rombongan
delegasi diplomatik RI bertolak 17 Maret 1947.
Bentangan data peristiwa di atas telah meyakinkan kita semua
bahwa setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, "dunia masyarakat
Indonesia" penuh dengan gambaran agitasi26, serta ancaman Belanda27.
Karenanya, tak berlebihan untuk dikatakan pasca diumumkan hari
Kemerdekaan RI masyarakat Indonesia, sedang bergelut dengan silih
bergantinya peristiwa, sehingga disebut-sebut sebagai revolusi.
Kemerdekaan sebagai Ungkapan Janji
24 Abdurrachman Baswedan adalah pendiri Partai Arab Indonesia (PAI); 25 Di kalangan pemuda Indonesia di Mesir, Jenderal Mayor Abdul Kadir dianggap
sebagai tokoh kontroversial karena sebelum kemerdekaan RI ia diangkat sebagai Konsul
Belanda di Makkah. Diplomat Hindia-Belanda di sana selalu dipilih dari pegawai pamong
praja. Dan tugasnya yang pokok adalah untuk mengawasi gerakan nasionalisme yang
timbul di antara kaum Mukimin. Sebuah klinik dibuka di Konsulat untuk pengobatan gratis
sambil mengenal masing-masing orang sakit yang datang berobat. Lihat M Rasjidi, 70 Tahun
Prof Dr HM Rasjidi, (Jakarta: Harian Pelita, 1983), h. 85 26 Dalam suasana agitasi semacam ini yang dibutuhkan adalah para orator baik
yang berkualitas kakap atau teri. Mereka dibutuhkan untuk menumbuhkan suasana
Revolusi, kebencian bermula kepada penjajah, kaki tangan penjajah berakhir mengarah
kepada kawan maupun lawan dalam perjuangan. Bentuk simbiose mutualistis, hidup saling
menguntungkan terjalin antara kelompok-kelompok yang berorientasi politik dengan
mereka yang memegang senjata, seperti lasykar Rakyat, Barisan Banteng RI, dan sejenisnya
(G.McT. Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia, (Ithaca, New York: Cornell University
Press, 1952) ; Anderson, Op cit, 1972). Dari gambaran ini tercuat bentukan gambaran
kelemahan, ketegaran, konflik, persahabatan, persaingan, dari diri manusia-manusia
pendukung revolusi (Sartono Kartodirdjo, (penyunting), Elite Dalam Perspektif Sejarah,
(Jakarta: LP3ES, 1981), h. 1-15. 27 Hal itu berawal dari pemusatan-pemusatan kekuatan militernya yang ditutupi
dengan sikap bersedia untuk berunding, hingga agresi militer I (27 Juli 1947) dan agresi
militer II (19 Desember 1948) - setelah perundingan Linggarjati dan Renville. Tindakan
Belanda tersebut untuk mewujudkan kembali kedaulatannya di Indonesia.
Indonesia telah mengenyam kemerdekaan selama 68 tahun. Enam
puluh delapan tahun adalah usia awal relatif muda bagi sebuah Bangsa.
Apakah sepantasnya kita untuk selalu dalam kondisi pembiaran potret
politik Indonesia tetap suram ? Tindakan hutang dan perilaku korupsi
kian melempangkan Indonesia dalam suasana suram. Hiruk pikuk
keseharian kita, akankah hanya diisi untuk kepentingan kelompok
tertentu saja ? Ini tantangan berat terwujudnya suasana integritas.
Belajar dari pengalaman dari para tokoh pemuda pejuang di atas
penting dicatat, antara lain :
a. pendirian Madrasah Indonusiyyah. Selain menciptakan suasana
belajar-mengajar sebagai layaknya lembaga pendidikan, pada era
awal tahun 1900-an madrasah ini setidaknya mendidik karakter
individu anak didik sebagai generasi perjuangan hingga
terwujudnya bangsa, bernama Indonesia.
b. Pendirian organisasi/perkumpulan al-Jamiyah al-Khairiyah li-
Attalabah al-Azhariyah al-Jawiyah (Perhimpunan Kebhaktian
Mahasiswa al-Azhar Jawa), kemudian berganti nama Perkumpulan
Pelajar-Pelajar Indonesia-Malaya. Organisasi ini lebih dikenal
dengan akronimnya, PERPINDOM. Secara estafet kemudian
mengerucut namanya menjadi Perkumpulan Kemerdekaan
Indonesia (Jamiyyah Istiqlal Andunusiyya). Estafeta nama
Perkumpulan ini setidaknya dapat dipandang memiliki
pandangan dan sumbangan yang cukup besar kegigihannya
dalam perjuangan memberikan inspirasi, dan mampu
menyesuaikan diri di antara rekan-rekan seperjuangan di luar
negeri dengan cara membangun jaringan antar organisasi di Luar
Negeri.
Keteladanan jejak langkah aktif para tokoh pemuda pejuang
melalui pendidikan, kita diajak untuk membangun integritas. Suasana
integritas akan menjadi modal kemajuan, untuk meraih segala aspek
kedaulatan dalam bernegara, menuju kesejahteraan bagi semua.
Fastabiqul khaerat hattannajah !
wassalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh
Tebet, 11-12-013